Uploaded by User98314

KASUS BESARKUUU SOL FAHMI

advertisement
BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KASUS BESAR
MARET 2021
MENINGOENSEFALITIS
OLEH :
Prabowo Saputra Yuwana
K1A1 15 105
PEMBIMBING
dr. Irmayani Aboe Kasim, M.Kes, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama
: Prabowo Saputra Yuwana
NIM
: K1A1 15 105
Judul
: Meningoensefalitis
Bagian
: Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas
: Kedokteran
Telah menyelesaikan Kasus Besar dalam rangka kepaniteraan klinik pada
bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada
Maret 2021
Kendari,
Maret 2021
Pembimbing
dr. Irmayani Aboe Kasim, M.Kes., Sp.S
1
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An.MA
Umur
: 15 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jl.Poros Kolaka Pomala
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
No. RM
: 58 23 91
Tanggal masuk RS
: 24 Maret 2021
DPJP
: dr. Irmayani Aboe Kasim, M.Kes., Sp.S
B. ANAMNESIS
Keluhan utama
Anamnesis
(Hetero
pasien Ibu)
: Kaku seluruh tubuh
terpimpin : Pasien dibawa ke IGD RSU Bahteramas dengan
anamnesis/
keluhan kaku seluruh tubuh sejak +/- 2minggu yang
lalu disertai penurunan kesadaran. 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit, pasien dirawat di RS kolaka
dengan keluhan muntah. Muntah disertai dengan
kelemahan seluruh badan dan kejang +/- 1x dengan
durasi +/- 30menit, nyeri kepala (-), Demam (+)
,batuk(-), flu(-). BAB sebelumnya (dalam batas
normal) BAK sebelumnya( dalam batas normal)
Riwayat trauma(-), Riwayat penyakit (-), Riwayat
penyakit keluarga (-), Riwayat persalinan pasien
merupakan anak pertama lahir normal di rumah sakit
ditolong oleh bidan dan langsung menangis saat
dilahirkan,
sebelumnya.
2
tidak
ada
riwat
kejang
demam
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
Kesan
: Sakit Berat
Kesadaran : Delirium
TD :
160/77 mmHg
Anemis : (-)
HR :
102 x/m
Ikterus : (-)
S
:
37,10C
Sianosis : (-)
RR :
18 x/m
Pemeriksaan toraks
Inspeksi
:
Simetris kanan dan kiri, Retraksi dinding dada (-)
Palpasi
:
Nyeri tekan (-) Massa (-)
Perkusi
:
Sonor
Auskultasi
:
Vesikular +/+, Ronki -/-, Wh -/-
Pemeriksaan psikiatri
Emosi dan efek : Tidak
dapat
Penyerapan
dinilai
Proses berfikir
: Tidak
dinilai
dapat
Kemauan
dinilai
Kecerdasan
: Tidak
: Tidak dapat
: Tidak dapat
dinilai
dapat
Psikomotor
dinilai
: Tidak dapat
dinilai
Status neurologis
GCS
:
E4V2 M4
1. Kepala
Posisi
: Ditengah
Bentuk/ukuran :
Normocephal
Penonjolan
: (-)
Auskultasi
Normal
3
:
2. Saraf Cranialis
N. I
Penghidu
:
Sulit dinilai
N. II
OD
OS
Ketajaman penglihatan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Lapangan penglihatan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Funduskopi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
pemeriksaan
pemeriksaan
N. III, IV, VI
Dextra
Sinistra
Ptosis
(-)
(-)
Exoftalmus
(-)
(-)
Ptosis bola mata
(-)
(-)
Ukuran/bentuk
d: 2,5 mm/ bulat
d: 2,5 mm/ bulat
Isokor/anisokor
isokor
isokor
RCL/RCTL
(+)/(+)
(+)/(+)
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Normal
Normal
Parese ke arah
(-)
(-)
Nistagmus
(-)
(-)
Celah kelopak mata
Pupil
Refleks akomodasi
Gerakan bola mata
4
N. V
Sensibilitas
Motorik
: N.V1
:
Sulit dinilai
N.V2
:
Sulit dinilai
N.V3
:
Sulit dinilai
:
Sulit dinilai
: Inspeksi/palpasi
(istirahat/menggigit)
Refleks dagu/masseter
: Sulit dinilai
Refleks kornea
: Dalam batas normal
N. VII
Motorik
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Istirahat
Mimik
Pengecap 2/3 depan :
Tidak dilakukan pemerikasaan
N. VIII
Pendengaran
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes rinne/weber
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi vestibularis
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Posisi arkus faring
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks telan/muntah
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecap 1/3 lidah belakang
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Suara
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Takikardi/bradikardi
: Takikardi
N. XI
Memalingkan kepala dengan / tanpa tahanan:Tidak dilakukan pemeriksaan
Angkat Bahu
: Tidak dilakukan pemeriksaan kedua
bahu
5
N. XII
Deviasi Lidah
:
kiri
Fasikulasi
:
(-)
Atrofi
:
(-)
Tremor
:
(-)
Ataxia
:
(-)
3. Leher
Rangsang meninges
Kaku kuduk
: (+)
Lasegue sign
: (-)
Kelenjar limfe
: Pembesaran (-)
Arteri karotis
: Bruit (-)
Kelenjar gondok
: Pembesaran (-)
4. Abdomen
Refleks kulit dinding perut
N
N
N
N
N
N
N
N
N
:
5. Kolumna vertebralis
Inspeksi
:
Sulit dinilai
Palpasi
:
Sulit dinilai
Perkusi
:
Sulit dinilai
Pergerakan
:
Sulit dinilai
6
6. Ekstremitas
Superior
Inferior
Dextra
Sinistra
Dextra
Sinistra
Pergerakan




Tonus
↑
↑
↑
↑
Kekuatan otot
2
2
3
3
Bentuk Otot
N
N
N
N
Refleks fisiologis
Dextra
Sinistra
Biceps
N
N
Triceps
N
N
Radius
N
N
Ulna
N
N
Klonus
Lutut
: (+)
Kaki
: (+)
Refleks patologis
Ekstremitas Superior
Ekstremitas Inferior
Hoffmann
: -/-
Babinski
: -/-
Tromner
: -/-
Chaddock
: -/-
Gordon
: -/-
Schaefer
: -/-
Oppenheim
: -/-
Sensibilitas
Ekstroseptif
: - Nyeri
: Tidak dapat dinilai
- Suhu
: Tidak dapat dinilai
- Rasa raba halus
: Tidak dapat dinilai
Proprioseptif : - Rasa sikap
: Tidak dapat dinilai
7
- Rasa nyeri dalam : Tidak dapat dinilai
Fungsi kortikal : - Rasa diskriminasi : Tidak dapat dinilai
- Stereognosis
: Tidak dapat dinilai
Pergerakan abnormal spontan
: (-)
Gangguan koordinasi
Tes jari hidung
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes pronasi supinasi
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes tumit
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes pegang jari
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Gangguan keseimbangan
Tes Romberg
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Gait
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan fungsi luhur :
Reaksi emosi
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi bicara
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi psikosensorik (gnosis)
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Intelegensia
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi psikomotorik (praksia) : Tidak dilakukan pemeriksaan
8
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Hematologi
Hasil
Nilai Rujukan:
Hematologi Lengkap (CBC)
Hemoglobin
11,7 [g/dL]
12,0 – 16,0
Hematokrit
34,4 [%]
37,0 – 48,0
Jumlah Eritrosit
4,54 [10^6/uL]
4,00 – 6,00
Jumlah Leukosit
16,68 [10^3/uL]
4,00 – 10,00
Jumlah Trombosit
606 [10^3/uL]
150,0 – 400,0
MCV
75,8 [fL]
80,0 – 97,0
MCH
25,8 [pg]
26,3 – 33,0
MCHC
34 [g/dL]
31,5 – 35,0
Neutrofil
80,3 [%]
52,0 – 75,0
Limfosit
13,1 [%]
20,0 – 40,0
Monosit
5.9 [%]
2,0 – 8,0
Eosinofil
0,4 [%]
1,0 – 3,0
Basofil
0,05 [%]
0,0 – 0,1
Glukosa Sewaktu
94 [mg/dl]
70 – 180
SGPT
155(U/L)
<41
SGOT
49(U/L)
<45
Natrium
153,6 [mmol/L]
135-145
Kalium
3,4 [mmol/L]
3,5-5,5
Clorida
95,8 [mmol/L]
98-108
MCV, MCH, MCHC
Hitung Jenis Leukosit
2. Kimia darah
9
E. DIAGNOSIS
Klinis
: Penurunan kesadaran + Tetraparese
Topis
: Meninges dan Encephalon
Etiologi
: Susp Bakteri
F. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Space Occupying Lesions (SOL) Intrakranial
2. Stroke non hemoragik
G. PENATALAKSANAAN
Non-farmakologi
Farmakologi
1. Rawat ICU
1. O2 10 lpm
2. Bed rest
2. Ceftriaxone inj 1gr / 8jam
3. Pasang kateter
3. Paracetamol inf 500mg/8jam
4. Pasang NGT]
4. Ciprofloksasin inf 1flaccon/24 jam
5. Bubur saring 3x150ml
5. IVFD RL 500ml, 20 tpm
via NGT
6. Mobilisasi Aktif
6. Metil Prednisolon amp 125mg/8jam
7. Pantoprazole inj 40mg/24 jam
8. Diazepam tab 2mg 1x1 via NGT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Meningoensefalitis adalah peradangan otak dan meningen, nama
lainnya yaitu cerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis.
Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan
oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan
kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat
disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau virus.
Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan pada banyak kasus atas dasar
klinik
namun
keduanya
sering
bersamaan
sehingga
disebut
meningoensefalitis.10,11
Meningoensefalitis dapat terjadi karena selama meningitis bakteri,
mediator radang dan toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid menyebar ke
dalam parenkim otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak. Pada
ensefalitis, reaksi radang mencapai cairan serebrospinal (CSS) dan
menimbulkan gejala-gejala iritasi meningeal di samping gejala-gejala yang
berhubungan dengan ensefalitis dan pada beberapa agen etiologi dapat
menyerang meninges maupun otak misalnya enterovirus. 12,13.1
B. EPIDEMIOLOGI
Insiden meningitis bervariasi sesuai dengan etiologi dan hubungannya
dengan sumber pelayanan medis. Insiden ini lebih tinggi di negara-negara
berkembang karena kurangnya akses pelayanan untuk pencegahan, seperti
vaksinasi. Di negaranegara berkembang, kejadian meningitis dilaporkan 10
kali lebih tinggi daripada dinegara-negara maju. Meningitis mempengaruhi
semua ras. Di Amerika Serikat, orang kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi
dari orang kulit putih dan orang Hispanik. Hampir 4100 kasus dengan 500
kematian yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, meningitis bakteri terus
menjadi sumber signifikan dari morbiditas dan mortalitas. Kejadian tahunan di
Amerika Serikat adalah 1,33 kasus per 100.000 penduduk.17 Insiden
11
ensefalitis di seluruh dunia sulit untuk ditentukan. Sekitar 150-3000 kasus,
yang kebanyakan ringan dapat terjadi setiap tahun di Amerika Serikat.
Kebanyakan kasus herpes virus ensefalitis di Amerika Serikat. Arboviral
ensefalitis lebih lazim dalam iklim yang hangat dan insiden bervariasi dari
daerah ke daerah dan dari tahun ke tahun. St Louis ensefalitis adalah tipe yang
paling umum, ensefalitis arboviral di Amerika Serikat, dan ensefalitis Jepang
adalah tipe yang paling umum di bagian lain dunia. Ensefalitis lebih sering
terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda.18,19
C. ANATOMI
Meningen (selaput otak) adalah selaput yang membungkus otak dan
sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa
pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinalis), memperkecil
benturan atau getaran yang terdiri dari tiga lapisan:8,
1. Duramater
Duramater
(lapisan luar)
adalah selaput
keras
pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Duramater
adalah lapisan meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat yang
berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Duramater yang
membungkus medulla spinalis dipisahkan dari periosteum vertebra oleh ruang
epidural, yang mengandung vena berdinding tipis, jaringan ikat longgar, dan
jaringan lemak. Duramater selalu dipisahkan dari arachnoid oleh celah
sempit, ruang subdural. Permukaan dalam duramater, juga permukaan luarnya
pada medulla spinalis, dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya dari
mesenkim8
2. Arakhnoid Arakhnoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang
memisahkan duramater dengan piamater membentuk sebuah kantong atau
balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral. Araknoid
mempunyai 2 komponen yaitu lapisan yang berkontak dengan duramater dan
sebuah sistem trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan piamater.
Rongga diantara trabekel membentuk ruang subaraknoid, yang berisi cairan
serebrospinal dan terpisah sempurna dari ruang subdural. Ruang ini
12
membentuk bantalan hidrolik yang melindungi syaraf pusat dari trauma.
Ruang subaraknoid berhubungan dengan ventrikel otak. Araknoid terdiri atas
jaringan ikat tanpa pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis
gepeng seperti dura mater karena medulla spinalis araknoid itu lebih sedikit
trabekelnya, maka lebih mudah dibedakan dari piamater. Pada beberapa
daerah, araknoid menembus dura mater membentuk juluran-juluran yang
berakhir pada sinus venosus dalam dura mater. Juluran ini, yang dilapisi oleh
sel-sel endotel dari vena disebut Vili Araknoid. Fungsinya ialah untuk
menyerap cairan serebrospinal ke dalam darah dari sinus venosus.
3. Piamater Piamater (lapisan sebelah dalam) merupakan selaput tipis
yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Ruangan diantara arakhnoid dan
piamater disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel
radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang
belakang. Piamater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung
banyak pembuluh darah. Meskipun letaknya cukup dekat dengan jaringan
saraf, ia tidak berkontak dengan sel atau serat saraf. Di antara piamater dan
elemen neural terdapat lapisan tipis cabangcabang neuroglia, melekat erat
pada piamater dan membentuk barier fisik pada bagian tepi dari susunan saraf
pusat yang memisahkan sistem saraf pusat dari cairan serebrospinal. Piamater
menyusuri seluruh lekuk permukaan susunan saraf pusaf dan menyusup
kedalamnya untuk jarak tertentu bersama pembuluh darah. Piamater di lapisi
oleh sel-sel gepeng yang berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus
susunan saraf pusat melalui torowongan yang dilapisi oleh piamater ruang
perivaskuler. Piamater lenyap sebelum pembuluh darah ditransportasi
menjadi kapiler. Dalam susunan saraf pusat, kapiler darah seluruhnya
dibungkus oleh perluasan cabang neuroglia
1. ETIOLOGI
Penyebab ensefalitis biasanya bersifat infektif tetapi bisa juga yang
noninfektif seperti pada proses dimielinisasi pada Acute disseminated
encephalitis. Ensefalitis bisa disebabkan oleh virus, bakteria, parasit, fungus
13
dan riketsia. Agen virus, seperti virus HSV tipe 1 dan 2 (hampir secara
eksklusif pada neonatus), EBV, virus campak (PIE dan SSPE), virus gondok,
dan virus rubella, yang menyebar melalui kontak orang-ke-orang. Virus herpes
manusia juga dapat menjadi agen penyebab. CDC telah mengkonfirmasi
bahwa virus West Nile dapat ditularkan melalui transplantasi organ dan
melalui transfusi darah. Vektor hewan penting termasuk nyamuk, kutu
(arbovirus), dan mamalia seperti rabies.14,15 Meningitis yang disebabkan
oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan
perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa
mengakibatkan
kondisi
serius,
misalnya
kerusakan
otak,
hilangnya
pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan
kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis
ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan imun (daya tahan
tubuh) seperti pada penderita AIDS.5,7,16 Penyebab meningitis terbagi atas
beberapa golongan umur:5,16 1. Neonatus: Eserichia coli, Streptococcus beta
hemolitikus, Listeria monositogenes 2. Anak di bawah 4 tahun: Hemofilus
influenza, meningococcus, Pneumococcus. 3. Anak di atas 4 tahun dan orang
dewasa: Meningococcus, Pneumococcus.
D. PATOFISIOLOGI
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui
peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan
kelainan kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah dalam
bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak.
Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi
telinga bagian tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula terjadi
peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini
membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah,
dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang mengalami
14
peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai
perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk
dinding yang kuat membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses
terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit.
Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat
membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang
subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis.2 Meningoensefalitis
yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus yang melalui
parotitis, morbili, varisela, dll. masuk ke dalam tubuh manusia melalui
saluran pernapasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus
herpes simpleks melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus yang lain
masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau
nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh
virus rubela atau cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus
memperbanyak diri secara lokal, kemudian terjadi viremia yang
menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus.
Cara lain ialah melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic
spread misalnya oleh virusvirus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster.
Di dalam susunan saraf pusat virus menyebar secara langsung atau melalui
ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam otak dapat menyebabkan
meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada ensefalitis terdapat
kerusakan neuron dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema otak,
peradangan pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan mikroglia.
Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk,
oleh karena parasit penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di
alam. Kemungkinan besar infeksi terjadi melalui saluran pernapasan pada
waktu penderita berenang di air yang bertemperatur hangat.20 Infeksi
yang disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul dari
penularan ibu-fetus. Mungkin juga manusia mendapat toksoplasma karena
makan daging yang tidak matang. Dalam tubuh manusia, parasit ini dapat
15
bertahan dalam bentuk kista, terutama otot dan jaringan susunan saraf
pusat. Pada fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan ibu-fetus
dapat timbul berbagai manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan
otak, ginjal dan bagian tubuh lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma
kongenital dapat berupa: fetus meninggal dalam kandungan, neonatus
menunjukkan kelainan kongenital yang nyata misalnya mikrosefalus, dll.1
E. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan
pasien
meningoensefalitis
menunjukkan
gejala-gejala
meningitis dan ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting)
diikuti oleh perubahan kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda
neurologik fokal, tandatanda peningkatan tekanan intrakranial atau gejalagejala psikiatrik.21 Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis
ensefalitis secara umum sama berupa Trias ensefalitis yang terdiri dari
demam, kejang, dan penurunan kesadaran. Manifestasi klinis ensefalitis sangat
bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Manifestasi ensefalitis biasanya
bersifat akut tetapi dapat juga perlahan-lahan. Masa prodromal berlangsung
antara 1-4 hari yang ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah,
nyeri tenggorokan, malaise, nyeri pada ekstremitas dan pucat, kemudian
diikuti oleh tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung distribusi dan
luasnya lesi pada neuron.18,22
Meningitis karena bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan panas
tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang,
minum sangat berkurang, konstipasi, diare. Kejang terjadi pada lebih kurang
44% anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25% oleh Streptococcus
pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok.
Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Pada bayi dan
anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) yaitu demam, malas makan, muntah,
mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol,
16
kaku kuduk dan tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak-anak dan
remaja terjadi demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti oleh perubahan
sensori, fotofobia, mudah terstimulasi dan teragitasi, halusinasi, perilaku
agresif, stupor, koma, kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada
anak yang lebih besar dan orang dewasa permulaan penyakit juga terjadi akut
dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan,
nyeri otot dan nyeri punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan saluran
pernafasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat
terjadi renjatan, hipotensi dan takikardi karena septikimia.2,18
Gejala klinis meningitis dan ensefalitis pada anak umur lebih 2 tahun lebih
khas dibandingkan anak yang lebih muda. Gejala tersebut antara lain
terdapatnya panas, menggigil, muntah, nyeri kepala, kejang, gangguan
kesadaran, dan yang paling utama terdapatnya tanda-tanda rangsangan
meningeal seperti kaku kuduk, tanda Brudzinski, Kernig, dan Laseque. Yang
membedakan meningitis dan ensefalitis dari segi pemeriksaan fisik ialah pada
meningitis didapatkan tanda-tanda perangsangan meningeal seperti kaku
kuduk, tanda Brudzinski, Kernig, dan Laseque, sedangkan pada ensefalitis
tidak terdapat tanda-tanda tersebut melainkan adanya gejala-gejala fokal
kerusakan jaringan otak tergantung dari lokasi infeksi.2,18
F. DIAGNOSIS
Selain berdasarkan gejala yang muncul berdasarkan anamnesis
dengan pasien, beberapa hal yang dapat mendukung diagnosis meningitis
adalah munculnya tandatanda rangsangan meningeal pada pasien. Tandatanda rangsangan meningeal tersebut adalah sebagai berikut:11
1. Pemeriksaan Kaku Kuduk Pasien berbaring terlentang dan dilakukan
pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif
(+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala
disertai rasa nyeri sehingga dagu tidak dapat disentuhkan ke dada. Kaku
kuduk yang disebabkan oleh iritasi selaput otak tahanan didapatkan ketika
menekukan kepala, sedangkan bila kepala hiperekstensi dan rotaasi kepala
17
dapat dilakukan dengan mudah. Sedangkan pada kelainan lain (myositis
otot kuduk, artritis servikalis, tetanus) biasanya rotasi dan hiperekstensi
kepala terganggu.11
2. Pemeriksaan tanda Lasegue Pasien berbaring terlentang diluruskan
kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus dan difleksikan
pada persendian panggul. Tungkai sisi sebelahnya harus dalam keadaan
ekstensi. Pada keadaan normal dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum
timbulnya rasa nyeri atau tahanan, bila sudah terdapat nyeri atau tahanan
sebelum mencapai 70 derajat maka dapat dikatakan Lasegue positif. Tanda
Lasegue juga ditemukan pada keadaan ischilagia, iritasi akar lumbosacral
atau pleksusnya ( misalnya pada HNP Lumbal).11
3. Pemeriksaan tanda Kernig Pasien berbaring terlentang, lalu difleksikan
paha pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya dapat
dilakukan ekstensi hingga sudut tangan 135° antara tungkai bawah dan
tungkai atas. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135° yang disertai nyeri dan adanya tahanan. Seperti pada
tanda Lasegue, tanda Kernig positif terjadi pada keadaan iritasi meningeal
dan iritasi akar lumbosacral atau pleksusnya ( misalnya pada HNP
Lumbal). Pada meningitis tanda Kernig positif bilateral sedangkan HNP
Lumbal Kernig positif unilateral.11
18
4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher) Pasien berbaring
terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan
tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan
cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua tungkai.11
5. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi paha pada sendi panggul
sedangkan tungkai satunya lagi dalam keadaan ekstensi. Tanda Brudzinski
II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi pada sendi panggul
kontralateral.11
Selain berdasarkan anamnesis dan gejala klinis yang muncul, ada beberapa
pemeriksaan penunjang yang mampu mendiagnosis meningoensefalitis.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
mendiagnosis meningoensefalitis adalah pemeriksaan pungsi lumbal,
pemeriksaan darah, dan pemeriksaan radiologis.
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil
pemeriksaan cairan serebrospinal yang keruh karena mengandung pus,
nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan
yang mati dan bakteri.11
Infeksi
yang disebabkan oleh virus, terjadi
peningkatan cairan
serebrospinal, biasanya disertai limfositosis, peningkatan protein, dan
kadar glukosa yang normal.23
19
Penyebab dengan Mycobakterium tuberkulosa pada pemeriksaan cairan
otak ditemukan adanya protein meningkat, warna jernih, tekanan
meningkat, gula menurun, klorida menurun.2 Pemeriksaan cairan
serebrospinal pada amuba meningoensefalitis yang diperiksa secara
mikroskopik, mungkin dapat ditemukan trofozoit amuba.20 Penyebab
dengan Toxoplasma gondii didapat protein yang meningkat, kadar glukosa
normal atau turun. Penyebab dengan Criptococcal, tekanan cairan otak
normal atau meningkat, protein meningkat, kadar glukosa menurun.
Lumbal pungsi tidak dilakukan bila terdapat edema papil, atau terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.30 Pada kasus seperti ini, pungsi lumbal
dapat ditunda sampai kemungkinan massa dapat disingkirkan dengan
melakukan pemindaian CT scan atau MRI kepala.18,21 Pada tabel berikut
ditampilkan hasil analisa cairan serebrospinal pada beberapa jenis
meningitis:
2. Pemeriksaan Darah Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah
dan jenis leukosit, kadar glukosa, kadar ureum. Pada meningitis purulenta
didapatkan peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung
jenis, biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit.11 Gangguan elektrolit
sering terjadi karena dehidrasi. Di samping itu hiponatremia dapat terjadi
akibat pengeluaran hormon ADH (Anti Diuretic Hormon) yang menurun.2
20
Pada Mycobacterium tuberculosa, leukosit meningkat sampai 500/mm3
dengan sel mononuklear yang dominan, pemeriksaan pada darah
ditemukan jumlah leukosit meningkat sampai 20.000, dan test tuberkulin
sering positif.2
3. Pemeriksaan Radiologis CT scan dan Magnetic Resonance Maging
(MRI) otak dapat menyingkirkan kemungkinan lesi massa dan
menunjukkan edema otak. Untuk menegakkan diagnosa dengan penyebab
herpes simpleks, diagnosa dini dapat dibantu dengan immunoassay antigen
virus dan PCR untuk amplifikasi DNA virus. Elektroensefalografi (EEG)
menunjukkan kelainan dengan bukti disfungsi otak difus.23
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan suportif dalam kebanyakan kasus meningitis virus dan ensefalitis.
Satu-satunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8 jam
selama 10-14 hari untuk infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga efektif terhadap
virus Varicella zoster. Tidak ada manfaat yang terbukti untuk kortikosteroid,
interferon, atau terapi ajuvan lain pada ensefalitis virus dan yang disebabkan oleh
bakteri dapat diberikan klorampinikol 50-75 mg/kg bb/hari maksimum 4
gr/hari.13,24 Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E.Coli,
Steptococcus grup B, dan Listeria) diobati dengan sefotaksim dan aminoglikosida,
dengan menambahkan ampisilin jika Listeria dicurigai. Akibat Haemophilus
memerlukan pengobatan sefotaksim. Meningitis tuberkulosis diobati dengan
rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambutol. Herpetik meningoensefalitis
diobati dengan asiklovir intravenous, cytarabin atau antimetabolit lainnya.
Pengobatan amuba meningoensefalitis dilakukan dengan memberikan amfoterisin
B secara intravena, intrateka atau intraventrikula. Pemberian obat ini dapat
mengurangi angka kematian akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil
mengobati meningoensefalitis yang disebabkan oleh amuba lainnya.20
21
H. PROGNOSIS
Prognosis meningoensefalitis bergantung pada kecepatan dan ketepatan
pertolongan, di samping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan
penyulit seperti hidrosefalus, gangguan mental, yang dapat muncul selama
perawatan. Bila meningoensefalitis (tuberkulosa) tidak diobati, prognosisnya jelek
sekali. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Angka kematian pada
umumnya 50%. Prognosisnya jelek pada bayi dan orang tua. Prognosis juga
tergantung pada umur dan penyebab yang mendasari, antibiotik yang diberikan,
hebatnya penyakit pada permulaannya, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat,
serta adanya kondisi patologik lainnya.2,26 Tingkat kematian virus mencakup 4075% untuk herpes simpleks, 10-20% untuk campak, dan 1% untuk gondok.2 Penyakit
pneumokokus juga lebih sering menyebabkan gejala sisa jangka panjang (kurang dari
30% kasus) seperti hidrosefalus, palsi nervus kranials, defisit visual dan motorik,
serta epilepsi.23 Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30% penderita yang
bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta patogen, dengan insidensi
terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi oleh bakteri gram
negatif dan S. pneumoniae. Gejala neurologi tersering adalah tuli, yang terjadi pada
3-25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cedera berat seperti
hemiparesis atau cedera otak umum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50% pasien
dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari rumah sakit akan membaik
seiring waktu, dan keberhasilan dalam implan koklea belum lama ini memberi
harapan bagi anak dengan kehilangan pendengaran.27
22
BAB III
RESUME DAN ANALISIS KASUS
A. RESUME
Pasien dibawa ke IGD RSU Bahteramas dengan keluhan kaku seluruh
tubuh sejak +/- 2minggu yang lalu disertai penurunan kesadaran. 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit, pasien dirawat di RS kolaka dengan keluhan muntah.
Muntah disertai dengan kelemahan seluruh badan dan kejang +/- 1x dengan durasi
+/- 30menit, nyeri kepala (-), Demam (+) ,batuk(-), flu(-). BAB sebelumnya
(dalam batas normal) BAK sebelumnya( dalam batas normal) Riwayat trauma(-),
Riwayat penyakit (-), Riwayat penyakit keluarga (-), Riwayat persalinan pasien
merupakan anak pertama lahir normal di rumah sakit ditolong oleh bidan dan
langsung menangis saat dilahirkan, tidak ada riwat kejang demam sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit berat, dengan nilai
GCS E4V2M4. Tanda vital TD 160/77 mmHg, nadi 102x/menit, pernapasan
18x/menit, suhu 37,1°C. Pergerakan ekstremitas superior dan inferior sinistra
menurun, tonus meningkat dan kekuatan otot berturut turut pada extremitas
superior 2,2 dan extremitas inferior 3,3. Pemeriksaan rangsang meninges
didapatkan kaku kuduk(+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan HB 11,7
[g/dL] (rujukan 12,0 – 16,0). Hematokrit 34,4 [%] (rujukan 37,0 – 48,0), leukosit
16,68 [10^3/uL] (rujukan 4,00 – 10,00), trombosit 606 [10^3/uL](rujukan 150,0 –
400,0), Neutrofil 80,3 [%] (rujukan 52,0 – 75,0), SGPT 155(U/L) (rujukan<41),
SGOT 49(U/L) (rujukan<45), Natrium 153,6 [mmol/L]
(rujukan
135-145)
Kalium 3,4 [mmol/L] (rujukan 3,5-5,5) Clorida 95,8 [mmol/L]( rujukan 98-108)
23
ANALISA KASUS
Pasien
merupakan
seorang
laki-laki
berusia
15
tahun, dengan
menunjukan gejala meningoensefalitis. Meningoensefalitis dapat didefinisikan
peradangan otak dan meningen, nama lainnya yaitu cerebromeningitis,
encephalomeningitis, meningocerebritis. Meningitis adalah radang umum
pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau
protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis
adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia, atau virus. Meningitis dan ensefalitis dapat
dibedakan pada banyak kasus atas dasar klinik namun keduanya sering
bersamaan sehingga disebut meningoensefalitis.. Penyebab ensefalitis
biasanya bersifat infektif tetapi bisa juga yang noninfektif seperti pada proses
dimielinisasi
disebabkan
pada
oleh
Acute
disseminated
virus,
bakteria,
encephalitis.
parasit,
fungus
Ensefalitis
dan
bisa
riketsia.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran
darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan
kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis
atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran
langsung dapat melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian
tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada
selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis
septik pada pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah
mati. Di daerah yang mengalami peradangan timbul edema, perlunakan, dan
kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian
melunak dan membentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang
kosentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear, selsel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari 2
minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam
ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis.2
Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala meningitis
dan ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting) diikuti oleh
24
perubahan kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal,
tandatanda peningkatan tekanan intrakranial atau gejala-gejala psikiatrik
diikuti dengan adanya tanda rangsang meningeal dan lesi fokal tergantung lesi
berada. Pada pasien ini ditemukan kejang kaku kuduk, riwayat demam,
penurunan kesadaran dan kelemahan seluruh badan. Pasien perlu dilakukan
rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk melihat dan menyingkirkan diagnosis penyebab lain, serta memperkuat
diagnosa dengan CT scan atau dengan pemeriksaan pungsi lumbal.
.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorlan, WA. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC, Jakarta. 11.
2. Mardjono, M, Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta:
2004.
3. . Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta: 2003.
4. Saharso, D. Meningitis. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair-RSU Dr.Soetomo.
Surabaya: 2006. 4.
5. Mumenthaler, M. Penyakit-penyakit Inflamasi Pada Otak dan Selaput Otak Dalam
Neurologi Jilid I. Binarupa Aksara. Jakarta: 1995.
6. Clifford DB. Neurologic Diseases Associated with HIV-1 Infection. In: Johnson RT,
Griffin JW, McArthur JC, editors. Current Therapy in Neurologic Disease. 6th ed. St.
Louis: Mosby; 2002. p. 130-4.
7. Gilroy J. Basic Neurology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2000.
8. Marra CM. Human Immunodeficiency Virus. In: Scheld WM, Whitley RJ, Marra CM,
editors. Infections of the Central Nervous System. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins; 2004. p.273-86.
9. Drake, RL, 2015. Gray's Anatomy for Students. 3rd ed. Canada: Churchill Livingstone
Elsevier.
10. Suwono W, 1996. Diagnosis Topik Neurologi, Edisi Kedua. EGC. Jakarta.
11. Dorlan, WA. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC, Jakarta.
12. Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapis, Jakarta. 23
13. Shulman, TS. 1994. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Gadjah Mada
University, Yogyakarta.
14. Slaven, EM. 2007. Infectious Diseases: Emergency Departement Diagnosis and
Management. Edisi Pertama. McGraw-Hill, North America.
15. Behrman RE, Vaughan, V.C, Ensefalitis Viral dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak,
edisi 12, Bag 2, EGC, Jakarta: 42-48.
16. Encephalitis. Pediatrics in review. [cited may 4, 2016] Available at:
http://pedsinreview.aappublications.org/content/26/10/353.full.pdf+html
26
17. Gatof P. Samuel. 2000. Sepsis Dan Meningitis Neonatus. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson. Editor: Richard E. Behrman, Robert Kliegman, Ann M.Arvin. volume 1. Edisi
15. Penerbit: EGC. Hal 655-656.
18. Thigpen MC, Whitney CG, Messonnier NE, Zell ER, Lynfield R, Hadler JL, et al.
Bacterial meningitis in the United States, 1998-2007. N Engl J Med. May 26
2011;364(21):2016-25.
19. Lazoff M. Encephalitis. [Online] February 26, 2010 [Cited May 5, 2016]. Available
from : URL ; www.emedicine.medscape.com/article/791896/overview/htm
20. Neurology Channel. Encephalitis. [ Online ] September 25, 2002 [Cited May 5 2016].
Available from : URL ; www.neurologychannel.com/encephalitis/index.shtml
21. Soedarto. 2003. Zoonosis Kedokteran. Airlangga University Press, Surabaya.
22. Tidy, C. 2012. Encephalitis and Meningoencephalitis. [cited may 5 2016]. Available
from http://www.patient.co.uk/doctor/EncephalitisandMeningoencephalitis.htm 24
23. Sastroasmoro, S. Ensefalitis. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. 2007
24. Ginsberg, L. 2007. Lecture Notes Neurologi. Edisi Delapan. Erlangga, Jakarta.
25. Warlow, Charles. 2006. The Lancet Handbook of Treatment in Neurology. Elsevier,
USA.
26. Gillespie, Stephen, dkk,. 2008. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi. Erlangga,
Jakarta. 26. Lazoff M. Encephalitis. [ Online ] February 26, 2010 [ Cited May 7, 2016
]. Available from: www.emedicine.medscape.com/article/791896/overview/htm
27. WHO.
2011.
Biological
Tick
Borne
Encephalitis.
Available
http://www.who.int/biologicals/vaccines/tick_borne_encephalitis/en/
27
from:
Download