BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KASUS BESAR MARET 2021 MENINGOENSEFALITIS OLEH : Prabowo Saputra Yuwana K1A1 15 105 PEMBIMBING dr. Irmayani Aboe Kasim, M.Kes, Sp.S KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2021 HALAMAN PENGESAHAN Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa : Nama : Prabowo Saputra Yuwana NIM : K1A1 15 105 Judul : Meningoensefalitis Bagian : Ilmu Penyakit Saraf Fakultas : Kedokteran Telah menyelesaikan Kasus Besar dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada Maret 2021 Kendari, Maret 2021 Pembimbing dr. Irmayani Aboe Kasim, M.Kes., Sp.S 1 BAB I STATUS PASIEN A. IDENTITAS PASIEN Nama : An.MA Umur : 15 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Jl.Poros Kolaka Pomala Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar No. RM : 58 23 91 Tanggal masuk RS : 24 Maret 2021 DPJP : dr. Irmayani Aboe Kasim, M.Kes., Sp.S B. ANAMNESIS Keluhan utama Anamnesis (Hetero pasien Ibu) : Kaku seluruh tubuh terpimpin : Pasien dibawa ke IGD RSU Bahteramas dengan anamnesis/ keluhan kaku seluruh tubuh sejak +/- 2minggu yang lalu disertai penurunan kesadaran. 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien dirawat di RS kolaka dengan keluhan muntah. Muntah disertai dengan kelemahan seluruh badan dan kejang +/- 1x dengan durasi +/- 30menit, nyeri kepala (-), Demam (+) ,batuk(-), flu(-). BAB sebelumnya (dalam batas normal) BAK sebelumnya( dalam batas normal) Riwayat trauma(-), Riwayat penyakit (-), Riwayat penyakit keluarga (-), Riwayat persalinan pasien merupakan anak pertama lahir normal di rumah sakit ditolong oleh bidan dan langsung menangis saat dilahirkan, sebelumnya. 2 tidak ada riwat kejang demam C. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan umum Kesan : Sakit Berat Kesadaran : Delirium TD : 160/77 mmHg Anemis : (-) HR : 102 x/m Ikterus : (-) S : 37,10C Sianosis : (-) RR : 18 x/m Pemeriksaan toraks Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, Retraksi dinding dada (-) Palpasi : Nyeri tekan (-) Massa (-) Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikular +/+, Ronki -/-, Wh -/- Pemeriksaan psikiatri Emosi dan efek : Tidak dapat Penyerapan dinilai Proses berfikir : Tidak dinilai dapat Kemauan dinilai Kecerdasan : Tidak : Tidak dapat : Tidak dapat dinilai dapat Psikomotor dinilai : Tidak dapat dinilai Status neurologis GCS : E4V2 M4 1. Kepala Posisi : Ditengah Bentuk/ukuran : Normocephal Penonjolan : (-) Auskultasi Normal 3 : 2. Saraf Cranialis N. I Penghidu : Sulit dinilai N. II OD OS Ketajaman penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Lapangan penglihatan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan pemeriksaan pemeriksaan N. III, IV, VI Dextra Sinistra Ptosis (-) (-) Exoftalmus (-) (-) Ptosis bola mata (-) (-) Ukuran/bentuk d: 2,5 mm/ bulat d: 2,5 mm/ bulat Isokor/anisokor isokor isokor RCL/RCTL (+)/(+) (+)/(+) Sulit dinilai Sulit dinilai Normal Normal Parese ke arah (-) (-) Nistagmus (-) (-) Celah kelopak mata Pupil Refleks akomodasi Gerakan bola mata 4 N. V Sensibilitas Motorik : N.V1 : Sulit dinilai N.V2 : Sulit dinilai N.V3 : Sulit dinilai : Sulit dinilai : Inspeksi/palpasi (istirahat/menggigit) Refleks dagu/masseter : Sulit dinilai Refleks kornea : Dalam batas normal N. VII Motorik Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Istirahat Mimik Pengecap 2/3 depan : Tidak dilakukan pemerikasaan N. VIII Pendengaran : Tidak dilakukan pemeriksaan Tes rinne/weber : Tidak dilakukan pemeriksaan Fungsi vestibularis : Tidak dilakukan pemeriksaan Posisi arkus faring : Tidak dilakukan pemeriksaan Refleks telan/muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan Pengecap 1/3 lidah belakang : Tidak dilakukan pemeriksaan Suara : Tidak dilakukan pemeriksaan Takikardi/bradikardi : Takikardi N. XI Memalingkan kepala dengan / tanpa tahanan:Tidak dilakukan pemeriksaan Angkat Bahu : Tidak dilakukan pemeriksaan kedua bahu 5 N. XII Deviasi Lidah : kiri Fasikulasi : (-) Atrofi : (-) Tremor : (-) Ataxia : (-) 3. Leher Rangsang meninges Kaku kuduk : (+) Lasegue sign : (-) Kelenjar limfe : Pembesaran (-) Arteri karotis : Bruit (-) Kelenjar gondok : Pembesaran (-) 4. Abdomen Refleks kulit dinding perut N N N N N N N N N : 5. Kolumna vertebralis Inspeksi : Sulit dinilai Palpasi : Sulit dinilai Perkusi : Sulit dinilai Pergerakan : Sulit dinilai 6 6. Ekstremitas Superior Inferior Dextra Sinistra Dextra Sinistra Pergerakan Tonus ↑ ↑ ↑ ↑ Kekuatan otot 2 2 3 3 Bentuk Otot N N N N Refleks fisiologis Dextra Sinistra Biceps N N Triceps N N Radius N N Ulna N N Klonus Lutut : (+) Kaki : (+) Refleks patologis Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior Hoffmann : -/- Babinski : -/- Tromner : -/- Chaddock : -/- Gordon : -/- Schaefer : -/- Oppenheim : -/- Sensibilitas Ekstroseptif : - Nyeri : Tidak dapat dinilai - Suhu : Tidak dapat dinilai - Rasa raba halus : Tidak dapat dinilai Proprioseptif : - Rasa sikap : Tidak dapat dinilai 7 - Rasa nyeri dalam : Tidak dapat dinilai Fungsi kortikal : - Rasa diskriminasi : Tidak dapat dinilai - Stereognosis : Tidak dapat dinilai Pergerakan abnormal spontan : (-) Gangguan koordinasi Tes jari hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan Tes pronasi supinasi : Tidak dilakukan pemeriksaan Tes tumit : Tidak dilakukan pemeriksaan Tes pegang jari : Tidak dilakukan pemeriksaan Gangguan keseimbangan Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan Tes Gait : Tidak dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan fungsi luhur : Reaksi emosi : Tidak dilakukan pemeriksaan Fungsi bicara : Tidak dilakukan pemeriksaan Fungsi psikosensorik (gnosis) : Tidak dilakukan pemeriksaan Intelegensia : Tidak dilakukan pemeriksaan Fungsi psikomotorik (praksia) : Tidak dilakukan pemeriksaan 8 D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Hematologi Hasil Nilai Rujukan: Hematologi Lengkap (CBC) Hemoglobin 11,7 [g/dL] 12,0 – 16,0 Hematokrit 34,4 [%] 37,0 – 48,0 Jumlah Eritrosit 4,54 [10^6/uL] 4,00 – 6,00 Jumlah Leukosit 16,68 [10^3/uL] 4,00 – 10,00 Jumlah Trombosit 606 [10^3/uL] 150,0 – 400,0 MCV 75,8 [fL] 80,0 – 97,0 MCH 25,8 [pg] 26,3 – 33,0 MCHC 34 [g/dL] 31,5 – 35,0 Neutrofil 80,3 [%] 52,0 – 75,0 Limfosit 13,1 [%] 20,0 – 40,0 Monosit 5.9 [%] 2,0 – 8,0 Eosinofil 0,4 [%] 1,0 – 3,0 Basofil 0,05 [%] 0,0 – 0,1 Glukosa Sewaktu 94 [mg/dl] 70 – 180 SGPT 155(U/L) <41 SGOT 49(U/L) <45 Natrium 153,6 [mmol/L] 135-145 Kalium 3,4 [mmol/L] 3,5-5,5 Clorida 95,8 [mmol/L] 98-108 MCV, MCH, MCHC Hitung Jenis Leukosit 2. Kimia darah 9 E. DIAGNOSIS Klinis : Penurunan kesadaran + Tetraparese Topis : Meninges dan Encephalon Etiologi : Susp Bakteri F. DIFERENSIAL DIAGNOSIS 1. Space Occupying Lesions (SOL) Intrakranial 2. Stroke non hemoragik G. PENATALAKSANAAN Non-farmakologi Farmakologi 1. Rawat ICU 1. O2 10 lpm 2. Bed rest 2. Ceftriaxone inj 1gr / 8jam 3. Pasang kateter 3. Paracetamol inf 500mg/8jam 4. Pasang NGT] 4. Ciprofloksasin inf 1flaccon/24 jam 5. Bubur saring 3x150ml 5. IVFD RL 500ml, 20 tpm via NGT 6. Mobilisasi Aktif 6. Metil Prednisolon amp 125mg/8jam 7. Pantoprazole inj 40mg/24 jam 8. Diazepam tab 2mg 1x1 via NGT 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Meningoensefalitis adalah peradangan otak dan meningen, nama lainnya yaitu cerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis. Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau virus. Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan pada banyak kasus atas dasar klinik namun keduanya sering bersamaan sehingga disebut meningoensefalitis.10,11 Meningoensefalitis dapat terjadi karena selama meningitis bakteri, mediator radang dan toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid menyebar ke dalam parenkim otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis, reaksi radang mencapai cairan serebrospinal (CSS) dan menimbulkan gejala-gejala iritasi meningeal di samping gejala-gejala yang berhubungan dengan ensefalitis dan pada beberapa agen etiologi dapat menyerang meninges maupun otak misalnya enterovirus. 12,13.1 B. EPIDEMIOLOGI Insiden meningitis bervariasi sesuai dengan etiologi dan hubungannya dengan sumber pelayanan medis. Insiden ini lebih tinggi di negara-negara berkembang karena kurangnya akses pelayanan untuk pencegahan, seperti vaksinasi. Di negaranegara berkembang, kejadian meningitis dilaporkan 10 kali lebih tinggi daripada dinegara-negara maju. Meningitis mempengaruhi semua ras. Di Amerika Serikat, orang kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi dari orang kulit putih dan orang Hispanik. Hampir 4100 kasus dengan 500 kematian yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, meningitis bakteri terus menjadi sumber signifikan dari morbiditas dan mortalitas. Kejadian tahunan di Amerika Serikat adalah 1,33 kasus per 100.000 penduduk.17 Insiden 11 ensefalitis di seluruh dunia sulit untuk ditentukan. Sekitar 150-3000 kasus, yang kebanyakan ringan dapat terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Kebanyakan kasus herpes virus ensefalitis di Amerika Serikat. Arboviral ensefalitis lebih lazim dalam iklim yang hangat dan insiden bervariasi dari daerah ke daerah dan dari tahun ke tahun. St Louis ensefalitis adalah tipe yang paling umum, ensefalitis arboviral di Amerika Serikat, dan ensefalitis Jepang adalah tipe yang paling umum di bagian lain dunia. Ensefalitis lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda.18,19 C. ANATOMI Meningen (selaput otak) adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinalis), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri dari tiga lapisan:8, 1. Duramater Duramater (lapisan luar) adalah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Duramater adalah lapisan meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat yang berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Duramater yang membungkus medulla spinalis dipisahkan dari periosteum vertebra oleh ruang epidural, yang mengandung vena berdinding tipis, jaringan ikat longgar, dan jaringan lemak. Duramater selalu dipisahkan dari arachnoid oleh celah sempit, ruang subdural. Permukaan dalam duramater, juga permukaan luarnya pada medulla spinalis, dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim8 2. Arakhnoid Arakhnoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang memisahkan duramater dengan piamater membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral. Araknoid mempunyai 2 komponen yaitu lapisan yang berkontak dengan duramater dan sebuah sistem trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan piamater. Rongga diantara trabekel membentuk ruang subaraknoid, yang berisi cairan serebrospinal dan terpisah sempurna dari ruang subdural. Ruang ini 12 membentuk bantalan hidrolik yang melindungi syaraf pusat dari trauma. Ruang subaraknoid berhubungan dengan ventrikel otak. Araknoid terdiri atas jaringan ikat tanpa pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng seperti dura mater karena medulla spinalis araknoid itu lebih sedikit trabekelnya, maka lebih mudah dibedakan dari piamater. Pada beberapa daerah, araknoid menembus dura mater membentuk juluran-juluran yang berakhir pada sinus venosus dalam dura mater. Juluran ini, yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena disebut Vili Araknoid. Fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal ke dalam darah dari sinus venosus. 3. Piamater Piamater (lapisan sebelah dalam) merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piamater disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang. Piamater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak pembuluh darah. Meskipun letaknya cukup dekat dengan jaringan saraf, ia tidak berkontak dengan sel atau serat saraf. Di antara piamater dan elemen neural terdapat lapisan tipis cabangcabang neuroglia, melekat erat pada piamater dan membentuk barier fisik pada bagian tepi dari susunan saraf pusat yang memisahkan sistem saraf pusat dari cairan serebrospinal. Piamater menyusuri seluruh lekuk permukaan susunan saraf pusaf dan menyusup kedalamnya untuk jarak tertentu bersama pembuluh darah. Piamater di lapisi oleh sel-sel gepeng yang berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus susunan saraf pusat melalui torowongan yang dilapisi oleh piamater ruang perivaskuler. Piamater lenyap sebelum pembuluh darah ditransportasi menjadi kapiler. Dalam susunan saraf pusat, kapiler darah seluruhnya dibungkus oleh perluasan cabang neuroglia 1. ETIOLOGI Penyebab ensefalitis biasanya bersifat infektif tetapi bisa juga yang noninfektif seperti pada proses dimielinisasi pada Acute disseminated encephalitis. Ensefalitis bisa disebabkan oleh virus, bakteria, parasit, fungus 13 dan riketsia. Agen virus, seperti virus HSV tipe 1 dan 2 (hampir secara eksklusif pada neonatus), EBV, virus campak (PIE dan SSPE), virus gondok, dan virus rubella, yang menyebar melalui kontak orang-ke-orang. Virus herpes manusia juga dapat menjadi agen penyebab. CDC telah mengkonfirmasi bahwa virus West Nile dapat ditularkan melalui transplantasi organ dan melalui transfusi darah. Vektor hewan penting termasuk nyamuk, kutu (arbovirus), dan mamalia seperti rabies.14,15 Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan imun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS.5,7,16 Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur:5,16 1. Neonatus: Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenes 2. Anak di bawah 4 tahun: Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus. 3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa: Meningococcus, Pneumococcus. D. PATOFISIOLOGI Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang mengalami 14 peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis.2 Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus yang melalui parotitis, morbili, varisela, dll. masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus herpes simpleks melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubela atau cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal, kemudian terjadi viremia yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread misalnya oleh virusvirus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Di dalam susunan saraf pusat virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam otak dapat menyebabkan meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema otak, peradangan pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan mikroglia. Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh karena parasit penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam. Kemungkinan besar infeksi terjadi melalui saluran pernapasan pada waktu penderita berenang di air yang bertemperatur hangat.20 Infeksi yang disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul dari penularan ibu-fetus. Mungkin juga manusia mendapat toksoplasma karena makan daging yang tidak matang. Dalam tubuh manusia, parasit ini dapat 15 bertahan dalam bentuk kista, terutama otot dan jaringan susunan saraf pusat. Pada fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan ibu-fetus dapat timbul berbagai manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak, ginjal dan bagian tubuh lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma kongenital dapat berupa: fetus meninggal dalam kandungan, neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang nyata misalnya mikrosefalus, dll.1 E. MANIFESTASI KLINIS Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala meningitis dan ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting) diikuti oleh perubahan kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal, tandatanda peningkatan tekanan intrakranial atau gejalagejala psikiatrik.21 Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis secara umum sama berupa Trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang, dan penurunan kesadaran. Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Manifestasi ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga perlahan-lahan. Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari yang ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri pada ekstremitas dan pucat, kemudian diikuti oleh tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung distribusi dan luasnya lesi pada neuron.18,22 Meningitis karena bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi, diare. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25% oleh Streptococcus pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Pada bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) yaitu demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, 16 kaku kuduk dan tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak-anak dan remaja terjadi demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti oleh perubahan sensori, fotofobia, mudah terstimulasi dan teragitasi, halusinasi, perilaku agresif, stupor, koma, kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan takikardi karena septikimia.2,18 Gejala klinis meningitis dan ensefalitis pada anak umur lebih 2 tahun lebih khas dibandingkan anak yang lebih muda. Gejala tersebut antara lain terdapatnya panas, menggigil, muntah, nyeri kepala, kejang, gangguan kesadaran, dan yang paling utama terdapatnya tanda-tanda rangsangan meningeal seperti kaku kuduk, tanda Brudzinski, Kernig, dan Laseque. Yang membedakan meningitis dan ensefalitis dari segi pemeriksaan fisik ialah pada meningitis didapatkan tanda-tanda perangsangan meningeal seperti kaku kuduk, tanda Brudzinski, Kernig, dan Laseque, sedangkan pada ensefalitis tidak terdapat tanda-tanda tersebut melainkan adanya gejala-gejala fokal kerusakan jaringan otak tergantung dari lokasi infeksi.2,18 F. DIAGNOSIS Selain berdasarkan gejala yang muncul berdasarkan anamnesis dengan pasien, beberapa hal yang dapat mendukung diagnosis meningitis adalah munculnya tandatanda rangsangan meningeal pada pasien. Tandatanda rangsangan meningeal tersebut adalah sebagai berikut:11 1. Pemeriksaan Kaku Kuduk Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri sehingga dagu tidak dapat disentuhkan ke dada. Kaku kuduk yang disebabkan oleh iritasi selaput otak tahanan didapatkan ketika menekukan kepala, sedangkan bila kepala hiperekstensi dan rotaasi kepala 17 dapat dilakukan dengan mudah. Sedangkan pada kelainan lain (myositis otot kuduk, artritis servikalis, tetanus) biasanya rotasi dan hiperekstensi kepala terganggu.11 2. Pemeriksaan tanda Lasegue Pasien berbaring terlentang diluruskan kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus dan difleksikan pada persendian panggul. Tungkai sisi sebelahnya harus dalam keadaan ekstensi. Pada keadaan normal dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbulnya rasa nyeri atau tahanan, bila sudah terdapat nyeri atau tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka dapat dikatakan Lasegue positif. Tanda Lasegue juga ditemukan pada keadaan ischilagia, iritasi akar lumbosacral atau pleksusnya ( misalnya pada HNP Lumbal).11 3. Pemeriksaan tanda Kernig Pasien berbaring terlentang, lalu difleksikan paha pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya dapat dilakukan ekstensi hingga sudut tangan 135° antara tungkai bawah dan tungkai atas. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° yang disertai nyeri dan adanya tahanan. Seperti pada tanda Lasegue, tanda Kernig positif terjadi pada keadaan iritasi meningeal dan iritasi akar lumbosacral atau pleksusnya ( misalnya pada HNP Lumbal). Pada meningitis tanda Kernig positif bilateral sedangkan HNP Lumbal Kernig positif unilateral.11 18 4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher) Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua tungkai.11 5. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral Tungkai) Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi paha pada sendi panggul sedangkan tungkai satunya lagi dalam keadaan ekstensi. Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi pada sendi panggul kontralateral.11 Selain berdasarkan anamnesis dan gejala klinis yang muncul, ada beberapa pemeriksaan penunjang yang mampu mendiagnosis meningoensefalitis. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosis meningoensefalitis adalah pemeriksaan pungsi lumbal, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan radiologis. 1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang keruh karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan yang mati dan bakteri.11 Infeksi yang disebabkan oleh virus, terjadi peningkatan cairan serebrospinal, biasanya disertai limfositosis, peningkatan protein, dan kadar glukosa yang normal.23 19 Penyebab dengan Mycobakterium tuberkulosa pada pemeriksaan cairan otak ditemukan adanya protein meningkat, warna jernih, tekanan meningkat, gula menurun, klorida menurun.2 Pemeriksaan cairan serebrospinal pada amuba meningoensefalitis yang diperiksa secara mikroskopik, mungkin dapat ditemukan trofozoit amuba.20 Penyebab dengan Toxoplasma gondii didapat protein yang meningkat, kadar glukosa normal atau turun. Penyebab dengan Criptococcal, tekanan cairan otak normal atau meningkat, protein meningkat, kadar glukosa menurun. Lumbal pungsi tidak dilakukan bila terdapat edema papil, atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial.30 Pada kasus seperti ini, pungsi lumbal dapat ditunda sampai kemungkinan massa dapat disingkirkan dengan melakukan pemindaian CT scan atau MRI kepala.18,21 Pada tabel berikut ditampilkan hasil analisa cairan serebrospinal pada beberapa jenis meningitis: 2. Pemeriksaan Darah Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan jenis leukosit, kadar glukosa, kadar ureum. Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis, biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit.11 Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi. Di samping itu hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH (Anti Diuretic Hormon) yang menurun.2 20 Pada Mycobacterium tuberculosa, leukosit meningkat sampai 500/mm3 dengan sel mononuklear yang dominan, pemeriksaan pada darah ditemukan jumlah leukosit meningkat sampai 20.000, dan test tuberkulin sering positif.2 3. Pemeriksaan Radiologis CT scan dan Magnetic Resonance Maging (MRI) otak dapat menyingkirkan kemungkinan lesi massa dan menunjukkan edema otak. Untuk menegakkan diagnosa dengan penyebab herpes simpleks, diagnosa dini dapat dibantu dengan immunoassay antigen virus dan PCR untuk amplifikasi DNA virus. Elektroensefalografi (EEG) menunjukkan kelainan dengan bukti disfungsi otak difus.23 G. PENATALAKSANAAN Pengobatan suportif dalam kebanyakan kasus meningitis virus dan ensefalitis. Satu-satunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8 jam selama 10-14 hari untuk infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga efektif terhadap virus Varicella zoster. Tidak ada manfaat yang terbukti untuk kortikosteroid, interferon, atau terapi ajuvan lain pada ensefalitis virus dan yang disebabkan oleh bakteri dapat diberikan klorampinikol 50-75 mg/kg bb/hari maksimum 4 gr/hari.13,24 Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E.Coli, Steptococcus grup B, dan Listeria) diobati dengan sefotaksim dan aminoglikosida, dengan menambahkan ampisilin jika Listeria dicurigai. Akibat Haemophilus memerlukan pengobatan sefotaksim. Meningitis tuberkulosis diobati dengan rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambutol. Herpetik meningoensefalitis diobati dengan asiklovir intravenous, cytarabin atau antimetabolit lainnya. Pengobatan amuba meningoensefalitis dilakukan dengan memberikan amfoterisin B secara intravena, intrateka atau intraventrikula. Pemberian obat ini dapat mengurangi angka kematian akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil mengobati meningoensefalitis yang disebabkan oleh amuba lainnya.20 21 H. PROGNOSIS Prognosis meningoensefalitis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan, di samping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit seperti hidrosefalus, gangguan mental, yang dapat muncul selama perawatan. Bila meningoensefalitis (tuberkulosa) tidak diobati, prognosisnya jelek sekali. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Angka kematian pada umumnya 50%. Prognosisnya jelek pada bayi dan orang tua. Prognosis juga tergantung pada umur dan penyebab yang mendasari, antibiotik yang diberikan, hebatnya penyakit pada permulaannya, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, serta adanya kondisi patologik lainnya.2,26 Tingkat kematian virus mencakup 4075% untuk herpes simpleks, 10-20% untuk campak, dan 1% untuk gondok.2 Penyakit pneumokokus juga lebih sering menyebabkan gejala sisa jangka panjang (kurang dari 30% kasus) seperti hidrosefalus, palsi nervus kranials, defisit visual dan motorik, serta epilepsi.23 Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30% penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta patogen, dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi oleh bakteri gram negatif dan S. pneumoniae. Gejala neurologi tersering adalah tuli, yang terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cedera berat seperti hemiparesis atau cedera otak umum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari rumah sakit akan membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implan koklea belum lama ini memberi harapan bagi anak dengan kehilangan pendengaran.27 22 BAB III RESUME DAN ANALISIS KASUS A. RESUME Pasien dibawa ke IGD RSU Bahteramas dengan keluhan kaku seluruh tubuh sejak +/- 2minggu yang lalu disertai penurunan kesadaran. 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien dirawat di RS kolaka dengan keluhan muntah. Muntah disertai dengan kelemahan seluruh badan dan kejang +/- 1x dengan durasi +/- 30menit, nyeri kepala (-), Demam (+) ,batuk(-), flu(-). BAB sebelumnya (dalam batas normal) BAK sebelumnya( dalam batas normal) Riwayat trauma(-), Riwayat penyakit (-), Riwayat penyakit keluarga (-), Riwayat persalinan pasien merupakan anak pertama lahir normal di rumah sakit ditolong oleh bidan dan langsung menangis saat dilahirkan, tidak ada riwat kejang demam sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit berat, dengan nilai GCS E4V2M4. Tanda vital TD 160/77 mmHg, nadi 102x/menit, pernapasan 18x/menit, suhu 37,1°C. Pergerakan ekstremitas superior dan inferior sinistra menurun, tonus meningkat dan kekuatan otot berturut turut pada extremitas superior 2,2 dan extremitas inferior 3,3. Pemeriksaan rangsang meninges didapatkan kaku kuduk(+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan HB 11,7 [g/dL] (rujukan 12,0 – 16,0). Hematokrit 34,4 [%] (rujukan 37,0 – 48,0), leukosit 16,68 [10^3/uL] (rujukan 4,00 – 10,00), trombosit 606 [10^3/uL](rujukan 150,0 – 400,0), Neutrofil 80,3 [%] (rujukan 52,0 – 75,0), SGPT 155(U/L) (rujukan<41), SGOT 49(U/L) (rujukan<45), Natrium 153,6 [mmol/L] (rujukan 135-145) Kalium 3,4 [mmol/L] (rujukan 3,5-5,5) Clorida 95,8 [mmol/L]( rujukan 98-108) 23 ANALISA KASUS Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 15 tahun, dengan menunjukan gejala meningoensefalitis. Meningoensefalitis dapat didefinisikan peradangan otak dan meningen, nama lainnya yaitu cerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis. Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau virus. Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan pada banyak kasus atas dasar klinik namun keduanya sering bersamaan sehingga disebut meningoensefalitis.. Penyebab ensefalitis biasanya bersifat infektif tetapi bisa juga yang noninfektif seperti pada proses dimielinisasi disebabkan pada oleh Acute disseminated virus, bakteria, encephalitis. parasit, fungus Ensefalitis dan bisa riketsia. Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang mengalami peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear, selsel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis.2 Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala meningitis dan ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting) diikuti oleh 24 perubahan kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal, tandatanda peningkatan tekanan intrakranial atau gejala-gejala psikiatrik diikuti dengan adanya tanda rangsang meningeal dan lesi fokal tergantung lesi berada. Pada pasien ini ditemukan kejang kaku kuduk, riwayat demam, penurunan kesadaran dan kelemahan seluruh badan. Pasien perlu dilakukan rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat dan menyingkirkan diagnosis penyebab lain, serta memperkuat diagnosa dengan CT scan atau dengan pemeriksaan pungsi lumbal. . 25 DAFTAR PUSTAKA 1. Dorlan, WA. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC, Jakarta. 11. 2. Mardjono, M, Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta: 2004. 3. . Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta: 2003. 4. Saharso, D. Meningitis. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair-RSU Dr.Soetomo. Surabaya: 2006. 4. 5. Mumenthaler, M. Penyakit-penyakit Inflamasi Pada Otak dan Selaput Otak Dalam Neurologi Jilid I. Binarupa Aksara. Jakarta: 1995. 6. Clifford DB. Neurologic Diseases Associated with HIV-1 Infection. In: Johnson RT, Griffin JW, McArthur JC, editors. Current Therapy in Neurologic Disease. 6th ed. St. Louis: Mosby; 2002. p. 130-4. 7. Gilroy J. Basic Neurology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2000. 8. Marra CM. Human Immunodeficiency Virus. In: Scheld WM, Whitley RJ, Marra CM, editors. Infections of the Central Nervous System. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2004. p.273-86. 9. Drake, RL, 2015. Gray's Anatomy for Students. 3rd ed. Canada: Churchill Livingstone Elsevier. 10. Suwono W, 1996. Diagnosis Topik Neurologi, Edisi Kedua. EGC. Jakarta. 11. Dorlan, WA. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC, Jakarta. 12. Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapis, Jakarta. 23 13. Shulman, TS. 1994. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Gadjah Mada University, Yogyakarta. 14. Slaven, EM. 2007. Infectious Diseases: Emergency Departement Diagnosis and Management. Edisi Pertama. McGraw-Hill, North America. 15. Behrman RE, Vaughan, V.C, Ensefalitis Viral dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak, edisi 12, Bag 2, EGC, Jakarta: 42-48. 16. Encephalitis. Pediatrics in review. [cited may 4, 2016] Available at: http://pedsinreview.aappublications.org/content/26/10/353.full.pdf+html 26 17. Gatof P. Samuel. 2000. Sepsis Dan Meningitis Neonatus. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Editor: Richard E. Behrman, Robert Kliegman, Ann M.Arvin. volume 1. Edisi 15. Penerbit: EGC. Hal 655-656. 18. Thigpen MC, Whitney CG, Messonnier NE, Zell ER, Lynfield R, Hadler JL, et al. Bacterial meningitis in the United States, 1998-2007. N Engl J Med. May 26 2011;364(21):2016-25. 19. Lazoff M. Encephalitis. [Online] February 26, 2010 [Cited May 5, 2016]. Available from : URL ; www.emedicine.medscape.com/article/791896/overview/htm 20. Neurology Channel. Encephalitis. [ Online ] September 25, 2002 [Cited May 5 2016]. Available from : URL ; www.neurologychannel.com/encephalitis/index.shtml 21. Soedarto. 2003. Zoonosis Kedokteran. Airlangga University Press, Surabaya. 22. Tidy, C. 2012. Encephalitis and Meningoencephalitis. [cited may 5 2016]. Available from http://www.patient.co.uk/doctor/EncephalitisandMeningoencephalitis.htm 24 23. Sastroasmoro, S. Ensefalitis. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. 2007 24. Ginsberg, L. 2007. Lecture Notes Neurologi. Edisi Delapan. Erlangga, Jakarta. 25. Warlow, Charles. 2006. The Lancet Handbook of Treatment in Neurology. Elsevier, USA. 26. Gillespie, Stephen, dkk,. 2008. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi. Erlangga, Jakarta. 26. Lazoff M. Encephalitis. [ Online ] February 26, 2010 [ Cited May 7, 2016 ]. Available from: www.emedicine.medscape.com/article/791896/overview/htm 27. WHO. 2011. Biological Tick Borne Encephalitis. Available http://www.who.int/biologicals/vaccines/tick_borne_encephalitis/en/ 27 from: