Uploaded by User98070

BAB I

advertisement
BAB I
LATAR BELAKANG
I.1 TINJAUAN PASAR PRODUK
Sektor industri menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi nasional,
karena telah mampu memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan nilai tambah,
lapangan kerja dan devisa, serta mampu memberikan kontribusi yang besar dalam
pembentukan daya saing nasional. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional
(RIPIN) 2015 – 2035 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2015 menjadi
pedoman bagi pemerintah dan pelaku industri dalam perencanaan dan pembangunan
industri.
Berdasarkan RIPIN 2015 – 2035 ditentukan 10 (sepuluh) industri prioritas yang
dikelompokkan kedalam industri andalan, industri pendukung, dan industri hulu. Etilena
sendiri masuk dalam prioritas tersebut yaitu dalam kategori Industri Kimia Dasar
Berbasis Migas dan Batubara.
Etilena banyak digunakan dalam berbagai industri dan aplikasi diantaranya :
1. Bahan kimia: Etilena adalah bahan awal untuk beberapa sintesis industri. Ini
digunakan sebagai perantara dalam industri kimia dan untuk produksi plastik.
2. Makanan & Minuman: Campuran Etilena atau nitrogen yang disediakan dalam silinder
digunakan untuk mengontrol pematangan buah, terutama pisang. Konsentrasi
beberapa ppm di atmosfer gudang digunakan. Ini juga digunakan dalam pertanian
untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dalam aplikasi ini gas langsung
diinjeksikan ke dalam tanah.
3. Kaca: Etilena digunakan dalam produksi kaca khusus untuk industri otomotif (kaca
mobil).
4. Medis: Etilena digunakan sebagai obat bius.
5. Fabrikasi Logam: Etilena digunakan sebagai gas oxy-fuel dalam pemotongan logam,
pengelasan, dan penyemprotan termal kecepatan tinggi.
6. Pemurnian: Etilena digunakan sebagai refrigeran, terutama di pabrik pencairan LNG.
7. Karet & Plastik: Etilena digunakan dalam ekstraksi karet.
(http://www.linde-gas.com, 2020)
I-1
Gambar I.1 Kapasitas Produsen Petrokimia di Indonesia (Maret, 2017)
Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa hanya PT Chandra Asri yang
memproduksi Etilena dengan produk sebesar 860.000 ton/tahun. Dari 860 KTA, 430
KTA dijual ke penjualan merchant, 330 KTA menjadi Polyetilena dan 100 KTA menjadi
Styrene Monomer. (Chandra Asri Petrochemical company public expose, 2017).
Kajian potensi pasar ethylene di Indonesia dilihat berdasarkan data konsumsi,
ekspor, produksi, dan impor ethylene di Indonesia selama 5 tahun berakhir. Berikut
merupakan data ekspor, impor, produksi dan konsumsi ethylene dalam negeri dapat
dilihat pada Tabel I.1.
Tabel I.1 Kajian Pasar Ethylene di Indonesia (BPS, 2020)
Tahun
Ekspor (kg)
Impor (kg)
Produksi (kg)
Konsumsi
2015
19.109.638
705.633.378
339.000.000
1.100.000.000
2016
114.404.278
645.345.537
771.000.000
1.384.000.000
2017
121.007.188
620.711.723
855.000.000
1.473.000.000
2018
121.427.691
633.449.500
829.000.000
1.518.000.000
2019
66.907.213
706.300.663
721.000.000
1.638.000.000
Dari data diatas terlihat bahwa konsumsi setiap tahun mengalami kenaikan,
sedangkan produksi pada tahun 2019 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Hal
ini mendorong untuk impor etilena untuk memenuhi kebutuhan etilena di dalam negeri.
Sedangkan menurut laporan tahunan PT Chandra Asri (2019), 50% kebutuhan olefin di
I-2
Indonesia berasal dari Chandra Asri, 23% Pertamina dan 27% masih import. Sedangkan
jika dilihat dari Gambar I.2 jelas kebutuhan Etilena di Indonesia akan terus mengalami
peningkatan.
Gambar I.2 Kebutuhan Ethylene di Indonesia
Namun sayangnya, melihat keadaan saat ini, industri dalam negeri belum mampu
memenuhi kebutuhan tersebut, padahal terdapat bahan baku yang melimpah. Hal inilah
yang menjadi dasaran RIPIN 2015 – 2035 yang menjadikan Etilena sendiri masuk dalam
industri yang diprioritaskan yaitu dalam kategori Industri Kimia Dasar Berbasis Migas
dan Batubara.
Potensi pasar yang terus berkembang di Indonesia tidak diimbangi dengan kapasitas
produksi etilena. Oleh karena itu diperlukan adanya pembangunan industri kimia
Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap industri luar negeri. Hal ini akan
berpengaruh positif pada pengeluaran devisa untuk mengimpor bahan-bahan kimia
tersebut. Sehingga penambahan pabrik etilena merupakan solusi yang tepat untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut.
Meskipun etilen diproduksi dengan berbagai metode namun hanya sedikit yang
diproduksi terbukti secara komersial diantaranya: Metode thermal cracking dengan bahan
baku naftha, oksidatif kopling metana, etilen dari batubara dengan proses FischerTropsch (FT) process, namun proses ini bukan proses yang ekonomis. Sehingga dipilih
bahan baku dari gas alam karena Cadangan gas bumi konvensional Indonesia menurut
data DJMigas status per Januari 2017 mencapai 142.72 TSCF. Direktorat Jendral Minyak
I-3
dan Gas Bumi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) komponen utama
dalam gas bumi adalah metana (CH4). Metana merupakan molekul hidrokarbon rantai
terpendek dan teringan. Gas bumi juga mengandung molekul-molekul hidrokarbon yang
lebih berat, seperti etana (C2H6), propana (C3H8), butana (C4H10), selain juga gas-gas
yang mengandung sulfur (belerang). Di samping itu, komposisi gas alam bervariasi sesuai
dengan sumber ladang gasnya.
Gambar I.3 Komposisi Gas Bumi
Dengan beberapa pertimbangan di atas, melimpahnya cadangan gas alam di
Indonesia dengan komposisi metana sebesar 80%-95%, kurangnya produksi Etilena, dan
peningkatan kebutuhan Etilena maka hal tersebut menjadi landasan untuk membangun
pabrik Etilena dengan bahan baku sales gas. Dimana sales gas adalah gas alam yang
melalui proses untuk menghilangkan fraksi beratnya, air dan pengotornya sehingga
memenuhi kualitas untuk didistribusikan melalui pipa. Sales gas memiliki komponen
utamanya adalah methane (Sciencedirect).
I.2 TEKNOLOGI PRODUKSI DAN SELEKSI PROSES
Etilena (ethene), H2C –– CH2, adalah bahan penyusun terbesar petrokimia.
Etena disebut pula hidrokarbon tak jenuh atau olefin. Olefin ini digunakan untuk
menghasilkan banyak produk akhir seperti plastik, resin, serat, dll. Pada
perancangan ini, bahan baku pembuatan ethylene adalah gas alam. Secara garis
besar, industri ethylene dari bahan baku berupa gas alam dapat dilakukan melalui
dua teknologi proses, yaitu :
I.2.1 Thermal Cracking
Teknologi yang paling umum digunakan dalam memproduksi ethylene adalah
thermal atau steam cracking. Pada thermal cracking, dua bahan baku utama untuk
produksi ethylene adalah nafta dan gas alam (etana, propana, butana, dll.). Langkah
pertama dalam produksi ethylene adalah mengalirkan bahan baku ke dalam tungku
I-4
(furnace) dimana akan terjadi proses perengkahan (cracking) yang menghasilkan
ethylene dan produk lainnya. Proses yang terjadi di dalam furnace disebut pirolisis.
Pirolisis adalah proses cracking hidrokarbon dengan panas (thermal) dari uap,
disebut juga steam cracking. Bahan baku berupa hidrokarbon akan dipanaskan
dalam heat exchanger dan dicampur dengan uap (steam), lalu akan kembali
dipanaskan untuk mencapai suhu retak yang baru (500-680C). Selanjutnya
campuran dimasukkan ke dalam reaktor pada suhu 750-875C dan tekanan
atmosfer untuk menghasilkan ethylene dan produk sampingan (Emerson, 2010).
Reaksi cracking terjadi melalui mekanisme radikal bebas, dan untuk
pemecahan nafta, menghasilkan hasil etilen antara 25 - 35% dan propilena 14 18%. (Marcos, 2016).
Reaksi cracking sangat endotermik, maka membutuhkan energi yang cukup
besar. Adapun reaksi cracking etana dan propana adalah sebagai berikut
(Yancheshmeh, 2013).
C2H6 ↔ C2H4 + H2
∆H = 136.330.000 (J/K mol)
2 C2H6 → C3H8 + CH4
∆H = -11.560.000 (J/K mol)
C3H8 → C3H6 + H2
∆H = 124.910.000 (J/K mol)
C3H8 → C2H4 + CH4
∆H = 82.670.000 (J/K mol)
C3H8 ↔ C2H2 + CH4
∆H = 133.450.000 (J/K mol)
C2H2 + C2H4 → C4H6
∆H = -171.470.000 (J/K mol)
2 C2H6 → C2H4 + 2 CH4
∆H = 71.102.000 (J/K mol)
C2H6 + C2H4 → C3H6 + CH4
∆H = -22.980.000 (J/K mol)
Gas yang meninggalkan furnace pada suhu 750 oC – 875 oC, akan segera
didinginkan untuk mempertahankan komposisi gas dan mencegah adanya reaksi
samping yang tidak diinginkan. Pendinginan dilakukan di dalam quench tower
menggunakan quench oil atau quench water. Pada umumnya, quench water
digunakan untuk sistem yang menggunakan gas alam. Kemudian gas akan dialirkan
ke dalam compressor. Pada umumnya terdapat empat sampai lima stage dengan
intermediate cooling. Jumlah stage yang dibutuhkan berdasarkan pada komposisi
I-5
gas keluaran furnace dan level suhu media pendingin. Setelah stage ketiga atau
keempat kompresor, karbon dioksida dan sulfur dihilangkan dari produk gas dengan
caustic soda (NaOH) dan caustic scrubber (air) atau menggnakan amine scrubbing.
Gas yang sudah dikompresi kemudian didinginkan di after cooler dan dikeringkan
menggunakan molecular sieves. Kandungan moisture harus dihilangkan dari
produk gas sebelum masuk ke dalam kolom fraksinasi untuk mencegah
pembentukan hidrat (hydrates) dan es.
Kemudian gas yang telah dikeringkan dialirkan ke unit separasi yang terdiri
dari beberapa kolom. Pada kolom pertama (demethanizer), metana diperoleh
sebagai produk atas dan fraksi yang lebih berat seperti etana dan ethylene diperoleh
sebagai produk bawah yang kemudian dialirkan ke kolom kedua (deethanizer).
Kandungan utama produk atas deethanizer adalah ethylene dan etana yang akan
dialirkan ke dalam acetylene converter, dimana acetylene direaksikan menjadi
ethylene dengan bantuan katalis dalam reaktor. Reaksi pada acetylene converter
adalah sebagai berikut :
C2H2 + H2 → C2H4
(reaksi utama)
C2H4 + H2 → C2H6
(reaksi samping)
Gas produk dari acetylene converter kemudian dialirkan ke C2-splitter atau
kolom fraksinasi ethylene. Pada kolom ini terjadi pemisahan, yaitu molekul ringan
sebagai produk atas, ethylene sebagai produk samping, dan ethane sebagai produk
bawah. Molekul ringan akan dialirkan kembali ke unit kompresi, ethylene akan
dialirkan ke dalam tanki penyimpanan, dan etana akan dialirkan kembali ke dalam
reaktor thermal cracking.
Produk bawah dari kolom deethanizer akan dialirkan ke dalam kolom
depropanizer, yang akan menghasilkan molekul C3 sebagai produk atas dan aliran
C4+ sebagai produk bawah. (www.chemengonline.com, 2017)
I.2.2 Oxidative Coupling Of Methane
Oxidative Coupling of Methane (OCM) dengan katalis adalah reaksi yang
memiliki kesulitan selektivitas yang tinggi. Sejak tahun 1980, reaksi OCM yang
mengubah metana menjadi molekul C2 telah dipelajari untuk mendapatkan katalis
dan kondisi operasi terbaik. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa OCM
I-6
merupakan alternatif yang menjanjikan untuk thermal cracking, namun teknologi
ini belum diaplikasikan oleh pasar industri karena beberapa hal. Pertama,
konsentrasi ethylene pada produk relatif rendah dibandingkan dengan jumlah
reaktan. Kedua, teknologi OCM akan lebih efektif pada suhu yang sangat tinggi
sementara pemisahan hidrokarbon pada sistem pemisahan terjadi pada suhu yang
sangat rendah, hal ini menjadikan integrasi panas dan operasi yang efisien sangat
krusial untuk mendapatkan profit yang tinggi. Reaktor OCM dengan temperatur
700 oC dan pada tekanan 6 bar dengan konversi 22 % sampai 34 % metana menjadi
etilena. (Fini, 2014).
Proses OCM melibatkan oksidasi parsial berurutan metana menjadi etana dan
kemudian ethylene, reaksi di dalam reaktor OCM adalah sebagai berikut :
(reaksi utama)
CH4 + ½ O2 → ½ C2H4 + H2O
∆H298 = -140,4 kJ/mol
CH4 + ¼ O2 → ½ C2H6 + ½ H2O
∆H298 = -87,8 kJ/mol
(reaksi samping)
CH4 + 2O2 → CO2 + 2 H2O
∆H298 = -801,3 kJ/mol
CH4 + 3/2 O2 → CO + 2 H2O
∆H298 = -518,7 kJ/mol
Awalnya, metana bereaksi dengan oksigen menghasilkan etana dan air.
Melalui konversi in situ, etana yang terbentuk kemudian diubah menjadi ethylene,
dengan kemungkinan menghasilkan hidrokarbon yang lebih tinggi dalam jumlah
kecil. Sedikit peningkatan konsentrasi oksigen dalam reaktor dapat menggeser
reaksi eksotermis menuju pembentukan CO dan CO2. Keberadaan CO2 dalam
reaktor dapat mempengaruhi aktivitas katalis, dimana akan menurunkan tingkat
produksi etana dan ethylene dengan efek yang dapat diabaikan terhadap selektivitas
mereka.
CO2 akan mengalami adsorpi kompetitif dengan CH4 dan O2 pada
permukaan katalis. Interaksi antara CH4 dan CO2 yang teradsorpsi akan merubah
jalur reaksi ke pembentukan CO dan H2O.
Kesulitan utama dalam menggunakan teknologi OCM ada pengembangan
katalis yang stabil untuk proses industri dan kemungkinan untuk pelaksanaan reaksi
pada suhu rendah. Katalis utama yang digunakan dalam reaksi OCM adalah katalis
I-7
oksida, baik oksida logam transisi murni atau modifikasi; atau grup IA dan IIA
campuran atau promoted. Sistem penggunaan katalis dikembangkan dalam kondisi
sintesis yang berbeda seperti sol-gel, impregnasi, precipitation, dan flame spray
pyrolysis untuk menghasilkan komposisi katalis yang bervariasi dengan properti
dasar yang bervariasi. Modifikasi dengan oksida lain, logam atau garam klorida
dalam berbagai kondisi reaksi seperti suhu dan space velocity biasanya digunakan
untuk menggeser reaksi OCM ke arah peningkatan selektivitas ethylene dan
konversi metana, serta untuk membatasi deaktivasi katalis dengan waktu
(Galadima, 2016).
Untuk sintesis proses, teknologi OCM terbagi menjadi tiga unit operasi, yaitu
unit reaksi, unit pemisahan, dan unit pemurnian. Pada unit reaksi, penggunaan
reaktor yang umum dalam industri adalah fixed bed, fluidized bed, dan membrane.
Setelah unit reaksi, hasil dari reaktor berupa etana, ethylene, karbon dioksida, dan
air dialirkan menuju unit pemisahan. Pada unit ini, terdapat proses penyerapan
karbon dioksida mengunakan amina. Kemudian produk bawah kolom absorpsi
dialirkan menuju unit pemurnian yang terdiri dari distilasi cryogenic, demethanizer,
dan deethanizer untuk pemisahan produk (Wozny, 2010).
I.2.3 Seleksi Proses
Dari uraian teknologi pembuatan ethylene di atas, dapat dilihat tabulasi
keuntungan dan kerugian dari masing-masing teknologi, yaitu :
Tabel I.2 Perbandingan Teknologi Produksi Ethylene dari Gas Alam
Oxidative Coupling of
Parameter
Thermal Cracking
Bahan Baku
Etana dan Propana
Metana dan Oksigen
Katalis Reaksi
-
Metal Oxides
Temperatur Reaktor (C)
750-875
700
Tekanan Reaktor (bar)
1
6
Intensitas Penggunaan
Sering digunakan - skala
Jarang digunakan - pilot
Proses
Industri
project
I-8
Methane
Yield (%)
25% - 35%
20% - 34%
Berdasarkan Tabel 3.1 dapat dipilih teknologi OCM yang akan digunakan untuk
produksi ethylene dari gas alam, hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan. Pertama,
kondisi bahan baku gas alam yang digunakan mengandung lebih banyak metana, yaitu
sebanyak 95%, dibandingkan etana dan propana, yaitu sebanyak 0,5%. Kedua, untuk
kondisi operasi reaktor, suhu operasi pada reaktor OCM lebih rendah daripada reaktor
Steam Cracking, sehingga kebutuhan panas juga lebih rendah. Ketiga, keseluruhan proses
OCM tidak serumit proses steam cracking, terutama pada unit pemisahan dan purifikasi,
sehingga kebutuhan alatnya juga lebih sedikit. Dengan kebutuhan panas dan jumlah alat
yang lebih sedikit, teknologi OCM akan lebih ekonomis dibandingkan dengan teknologi
steam cracking.
I.2.4 Gas Sweetening
Acid gas yang terkandung di dalam gas harus dihilangkan karena dapat
menyebabkan korosi pada pipa transportasi, tanki penampung, dan alat-alat utilisasi gas
tersebut. Gas yang keluar dari reaktor mengandung CO2 akibat reaksi samping proses
OCM. Gas CO2 dapat dihilangkan melalui beberapa metode, yaitu (Rufford, 2012):
Tabel I.3 Karakteristik Metode Gas Sweetening
Metode
Aplikasi
Absorpsi Amine
Membran
Cryogenic
Pemisahan suatu
Pemisahan selektif
Pemisahan fase gas-
komponen (CO2)
satu atau lebih
liquid dan fase gas-
dari fase gas ke
komponen dari fase
solid
dalam fase liquid
gas ke membran
dengan konsentrasi
dan tekanan yang
tinggi
Tingkat
Mature
Commercial
Commercial demo
Relatif rendah
Rendah – tinggi
Sangat rendah
pengembangan
Suhu
(-153C)
I-9
Tekanan
Konsentrasi awal
Rendah – sedang
Tinggi (>450 psig)
Rendah
<70%
<90%
3,5% - 65%
<2% sampai 50 ppm
1% - 2%
2% - 3%
Tinggi (regenerasi
Rendah – sedang
Sedang (sistem
solvent)
(feed gas dan
refrigerasi)
CO2
Konsentrasi akhir
CO2
Energi
kompresor antar
stage)
Biaya
Capital – rendah
Capital – sedang
Capital – sedang
Operating – sedang
Operating – 1 stage
Operating – tinggi
rendah, >1 stage
sedang
Kandungan awal CO2 dalam gas rendah, sehingga proses penghilangan CO2 dari
gas akan dilakukan dengan metode absorpsi amine yang memiliki biaya yang realtif
rendah. Selain itu karakteristik gas produk memiliki suhu dan tekanan yang relatif rendah.
Absorpsi amine merupakan teknologi yang paling umum digunakan untuk gas
sweetening dalam skala industri. Solvent yang digunakan dalam metode ini adalah amine
yang diklasifikasikan berdasarkan jumlah atom hidrogen yang tersubstitusi, yaitu primary
amine – monoethanolamine (MEA), secondary amine – diethanolamine (DEA), dan
tertiary amine – methyldiethanolamine (MDEA). Properti dan kondisi operasi untuk
masing-masing larutan amine yaitu (GPSA Engineering Data Book, 2004):
Tabel I.4 Karakteristik Amine Solvent untuk Gas Sweetening
Solvent
MEA
DEA
MDEA
15 – 25
30 – 40
40 – 50
0,33-0,4
0,2-0,8
0,2-0,8
Solution concentration
(normal wt%)
Acid gas pickup
(mole acid gas//mole amine)
I-10
Rich solution acid gas loading
(mole/mole amine)
0,45 – 0,52
0,21 – 0,81
0,20 – 0,81
0,12
0,01
0,005 – 0,01
107 – 127
110 – 127
110 - 132
84,4
71,6
58,8
$32,5/kg
$32,5/kg
$47,75/kg
Lean solution acid gas loading
(mole/mole amine)
Stripper reboiler normal range (C)
Integral heats of absorption of CO2
(kJ/mole)
Biaya
Secara teoritis, tertiary amine memiliki kapasitas loading CO2 yang lebih besar
dibandingkan primary dan secondary amine, selain itu heat regeneration yang
dibutuhkan juga lebih rendah. Namun tertiary amine memiliki kinetika absorpsi yang
lebih rendah dibandingan primary dan secondary amine. Untuk meningkatkan laju reaksi
tertiary amine dengan CO2 dapat menggunakan primary atau secondary amine sebagai
aktivatornya (GPSA Engineering Data Book 2004).
Gas Sweetening dengan larutan amine didasarkan pada reaksi kimia basa lemah
dengan asam lemah. Larutan amine bersifat basa dan H2S dan CO2 yang ada dalam gas
alam bersifat asam. Reaksi di kolom absorpsi berada pada tekanan 48,2 bar hingga 68,94
bar tergantung ketersediaan gas dan dengan rentang temperatur 299,81 K hingga 322,039
K. MEA bereaksi dengan senyawa asam dalam aliran gas alam dengan mengubah menjadi
bentuk ionik, menjadikannya polar. (Yusuf, 2017).
Proses absorpsi CO2 menggunakan DEA sebagai pelarut. DEA jauh lebih tidak
korosif terhadap carbon steel dibandingkan MEA, dan DEA tidak begitu mudah menguap
dibandingkan MEA. Proses absorpsi yang disertai dengan reaksi. Adapun reaksinya
sebagai berikut (Fundamentals of petroleums refining):
CO2(g) + 2R2NH(aq) ⇄ R2NCOO-(aq) + R2NH2+(aq)
CO2(g) + H2O + R2NH ⇄ R2NH2+(aq)
Selain acid gas, pada reaksi juga terdapat hasil samping berupa H2O sehingga harus
diadsorpsi untuk mengurangi atau menghilangkan kandungannya. Dehidrasi adsorpsi
(solid bed) adalah proses di mana pengering padat digunakan untuk menghilangkan uap
air dari aliran gas. Bahan pengering menjadi jenuh karena uap air terserap ke
I-11
permukaannya. Oleh karena itu, pengering yang baik harus memiliki luas permukaan
terbesar yang tersedia untuk adsorpsi. Adsorben yang digunakan untuk menghilangkan
air dari aliran fluida dikenal sebagai "pengering padat". Karakteristik pengering padat
sangat bervariasi tergantung pada sifat fisik dan kimianya. Banyak padatan yang
diketahui memiliki kemampuan untuk menyerap, tetapi relatif sedikit yang penting secara
komersial. Beberapa bahan yang memenuhi kriteria tersebut, dalam urutan kenaikan
biaya adalah; bauksit; alumina; gel silika dan gel silika-alumina; saringan molekuler; dan
karbon. (Kolmetz, 2020).
Tabel I.5 Properti dari Silica Gel, Activated Alumina, dan Molecular Sieve 4A
Namun dalam pemilihan adsorben juga disesuaikan dengan zat yang akan diadsorb.
Disini kami menggunakan molecular sieve 3A, karena molekul dari H2O berukuran 2,75
Å, sedangkan metana dan ethane diatas 3 Å, ethylene 4.163 Å, CO2 3,3 Å, dan Propane
4,3 Å.
I.2.5 Licensor
Gemini adalah proses komersial pertama yang secara langsung mengubah gas alam
menjadi ethylene, blok bangunan utama untuk industri petrokimia global. Proses
terobosan ini memungkinkan gas alam melengkapi minyak bumi sebagai basis di seluruh
I-12
dunia untuk bahan kimia komoditas dan plastik. Proses reaksi ini fleksibel terhadap
sumber oksigen dan bahan baku metana. Misalnya, sumber oksigen dapat berupa oksigen
murni dari pipa atau unit pemisahan udara (ASU), udara yang diperkaya dari unit adsorpsi
tekanan uap (VPSA), atau udara tekan dari kompresor. Katalis tidak dipengaruhi oleh
sumber oksigen, meskipun proses pemurnian dan pemisahan hilir yang spesifik bervariasi
tergantung pada sumber oksigen.
Demikian pula, katalis OCM ini dapat menangani berbagai macam input komposisi
pada bahan baku metana selain menjadi co-fed etana untuk diubah menjadi etilen. Katalis
OCM dapat dengan mudah menampung komponen seperti propana, nitrogen, CO2, dan
kandungan air hingga batas tertentu. Fleksibilitas yang melekat ini memungkinkan untuk
penggunaan sumber metana mulai dari gas alam pipa, gas alam kepala sumur, gas TPA
dan biogas, selama komponen mayoritas adalah metana.. (www.siluria.com)
I-13
Download