BAB I LATAR BELAKANG I.1 TINJAUAN PASAR PRODUK Sektor industri menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi nasional, karena telah mampu memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, serta mampu memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan daya saing nasional. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015 – 2035 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2015 menjadi pedoman bagi pemerintah dan pelaku industri dalam perencanaan dan pembangunan industri. Berdasarkan RIPIN 2015 – 2035 ditentukan 10 (sepuluh) industri prioritas yang dikelompokkan kedalam industri andalan, industri pendukung, dan industri hulu. Etilena sendiri masuk dalam prioritas tersebut yaitu dalam kategori Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara. Etilena banyak digunakan dalam berbagai industri dan aplikasi diantaranya : 1. Bahan kimia: Etilena adalah bahan awal untuk beberapa sintesis industri. Ini digunakan sebagai perantara dalam industri kimia dan untuk produksi plastik. 2. Makanan & Minuman: Campuran Etilena atau nitrogen yang disediakan dalam silinder digunakan untuk mengontrol pematangan buah, terutama pisang. Konsentrasi beberapa ppm di atmosfer gudang digunakan. Ini juga digunakan dalam pertanian untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dalam aplikasi ini gas langsung diinjeksikan ke dalam tanah. 3. Kaca: Etilena digunakan dalam produksi kaca khusus untuk industri otomotif (kaca mobil). 4. Medis: Etilena digunakan sebagai obat bius. 5. Fabrikasi Logam: Etilena digunakan sebagai gas oxy-fuel dalam pemotongan logam, pengelasan, dan penyemprotan termal kecepatan tinggi. 6. Pemurnian: Etilena digunakan sebagai refrigeran, terutama di pabrik pencairan LNG. 7. Karet & Plastik: Etilena digunakan dalam ekstraksi karet. (http://www.linde-gas.com, 2020) I-1 Gambar I.1 Kapasitas Produsen Petrokimia di Indonesia (Maret, 2017) Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa hanya PT Chandra Asri yang memproduksi Etilena dengan produk sebesar 860.000 ton/tahun. Dari 860 KTA, 430 KTA dijual ke penjualan merchant, 330 KTA menjadi Polyetilena dan 100 KTA menjadi Styrene Monomer. (Chandra Asri Petrochemical company public expose, 2017). Kajian potensi pasar ethylene di Indonesia dilihat berdasarkan data konsumsi, ekspor, produksi, dan impor ethylene di Indonesia selama 5 tahun berakhir. Berikut merupakan data ekspor, impor, produksi dan konsumsi ethylene dalam negeri dapat dilihat pada Tabel I.1. Tabel I.1 Kajian Pasar Ethylene di Indonesia (BPS, 2020) Tahun Ekspor (kg) Impor (kg) Produksi (kg) Konsumsi 2015 19.109.638 705.633.378 339.000.000 1.100.000.000 2016 114.404.278 645.345.537 771.000.000 1.384.000.000 2017 121.007.188 620.711.723 855.000.000 1.473.000.000 2018 121.427.691 633.449.500 829.000.000 1.518.000.000 2019 66.907.213 706.300.663 721.000.000 1.638.000.000 Dari data diatas terlihat bahwa konsumsi setiap tahun mengalami kenaikan, sedangkan produksi pada tahun 2019 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Hal ini mendorong untuk impor etilena untuk memenuhi kebutuhan etilena di dalam negeri. Sedangkan menurut laporan tahunan PT Chandra Asri (2019), 50% kebutuhan olefin di I-2 Indonesia berasal dari Chandra Asri, 23% Pertamina dan 27% masih import. Sedangkan jika dilihat dari Gambar I.2 jelas kebutuhan Etilena di Indonesia akan terus mengalami peningkatan. Gambar I.2 Kebutuhan Ethylene di Indonesia Namun sayangnya, melihat keadaan saat ini, industri dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut, padahal terdapat bahan baku yang melimpah. Hal inilah yang menjadi dasaran RIPIN 2015 – 2035 yang menjadikan Etilena sendiri masuk dalam industri yang diprioritaskan yaitu dalam kategori Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara. Potensi pasar yang terus berkembang di Indonesia tidak diimbangi dengan kapasitas produksi etilena. Oleh karena itu diperlukan adanya pembangunan industri kimia Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap industri luar negeri. Hal ini akan berpengaruh positif pada pengeluaran devisa untuk mengimpor bahan-bahan kimia tersebut. Sehingga penambahan pabrik etilena merupakan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Meskipun etilen diproduksi dengan berbagai metode namun hanya sedikit yang diproduksi terbukti secara komersial diantaranya: Metode thermal cracking dengan bahan baku naftha, oksidatif kopling metana, etilen dari batubara dengan proses FischerTropsch (FT) process, namun proses ini bukan proses yang ekonomis. Sehingga dipilih bahan baku dari gas alam karena Cadangan gas bumi konvensional Indonesia menurut data DJMigas status per Januari 2017 mencapai 142.72 TSCF. Direktorat Jendral Minyak I-3 dan Gas Bumi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) komponen utama dalam gas bumi adalah metana (CH4). Metana merupakan molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan. Gas bumi juga mengandung molekul-molekul hidrokarbon yang lebih berat, seperti etana (C2H6), propana (C3H8), butana (C4H10), selain juga gas-gas yang mengandung sulfur (belerang). Di samping itu, komposisi gas alam bervariasi sesuai dengan sumber ladang gasnya. Gambar I.3 Komposisi Gas Bumi Dengan beberapa pertimbangan di atas, melimpahnya cadangan gas alam di Indonesia dengan komposisi metana sebesar 80%-95%, kurangnya produksi Etilena, dan peningkatan kebutuhan Etilena maka hal tersebut menjadi landasan untuk membangun pabrik Etilena dengan bahan baku sales gas. Dimana sales gas adalah gas alam yang melalui proses untuk menghilangkan fraksi beratnya, air dan pengotornya sehingga memenuhi kualitas untuk didistribusikan melalui pipa. Sales gas memiliki komponen utamanya adalah methane (Sciencedirect). I.2 TEKNOLOGI PRODUKSI DAN SELEKSI PROSES Etilena (ethene), H2C –– CH2, adalah bahan penyusun terbesar petrokimia. Etena disebut pula hidrokarbon tak jenuh atau olefin. Olefin ini digunakan untuk menghasilkan banyak produk akhir seperti plastik, resin, serat, dll. Pada perancangan ini, bahan baku pembuatan ethylene adalah gas alam. Secara garis besar, industri ethylene dari bahan baku berupa gas alam dapat dilakukan melalui dua teknologi proses, yaitu : I.2.1 Thermal Cracking Teknologi yang paling umum digunakan dalam memproduksi ethylene adalah thermal atau steam cracking. Pada thermal cracking, dua bahan baku utama untuk produksi ethylene adalah nafta dan gas alam (etana, propana, butana, dll.). Langkah pertama dalam produksi ethylene adalah mengalirkan bahan baku ke dalam tungku I-4 (furnace) dimana akan terjadi proses perengkahan (cracking) yang menghasilkan ethylene dan produk lainnya. Proses yang terjadi di dalam furnace disebut pirolisis. Pirolisis adalah proses cracking hidrokarbon dengan panas (thermal) dari uap, disebut juga steam cracking. Bahan baku berupa hidrokarbon akan dipanaskan dalam heat exchanger dan dicampur dengan uap (steam), lalu akan kembali dipanaskan untuk mencapai suhu retak yang baru (500-680C). Selanjutnya campuran dimasukkan ke dalam reaktor pada suhu 750-875C dan tekanan atmosfer untuk menghasilkan ethylene dan produk sampingan (Emerson, 2010). Reaksi cracking terjadi melalui mekanisme radikal bebas, dan untuk pemecahan nafta, menghasilkan hasil etilen antara 25 - 35% dan propilena 14 18%. (Marcos, 2016). Reaksi cracking sangat endotermik, maka membutuhkan energi yang cukup besar. Adapun reaksi cracking etana dan propana adalah sebagai berikut (Yancheshmeh, 2013). C2H6 ↔ C2H4 + H2 ∆H = 136.330.000 (J/K mol) 2 C2H6 → C3H8 + CH4 ∆H = -11.560.000 (J/K mol) C3H8 → C3H6 + H2 ∆H = 124.910.000 (J/K mol) C3H8 → C2H4 + CH4 ∆H = 82.670.000 (J/K mol) C3H8 ↔ C2H2 + CH4 ∆H = 133.450.000 (J/K mol) C2H2 + C2H4 → C4H6 ∆H = -171.470.000 (J/K mol) 2 C2H6 → C2H4 + 2 CH4 ∆H = 71.102.000 (J/K mol) C2H6 + C2H4 → C3H6 + CH4 ∆H = -22.980.000 (J/K mol) Gas yang meninggalkan furnace pada suhu 750 oC – 875 oC, akan segera didinginkan untuk mempertahankan komposisi gas dan mencegah adanya reaksi samping yang tidak diinginkan. Pendinginan dilakukan di dalam quench tower menggunakan quench oil atau quench water. Pada umumnya, quench water digunakan untuk sistem yang menggunakan gas alam. Kemudian gas akan dialirkan ke dalam compressor. Pada umumnya terdapat empat sampai lima stage dengan intermediate cooling. Jumlah stage yang dibutuhkan berdasarkan pada komposisi I-5 gas keluaran furnace dan level suhu media pendingin. Setelah stage ketiga atau keempat kompresor, karbon dioksida dan sulfur dihilangkan dari produk gas dengan caustic soda (NaOH) dan caustic scrubber (air) atau menggnakan amine scrubbing. Gas yang sudah dikompresi kemudian didinginkan di after cooler dan dikeringkan menggunakan molecular sieves. Kandungan moisture harus dihilangkan dari produk gas sebelum masuk ke dalam kolom fraksinasi untuk mencegah pembentukan hidrat (hydrates) dan es. Kemudian gas yang telah dikeringkan dialirkan ke unit separasi yang terdiri dari beberapa kolom. Pada kolom pertama (demethanizer), metana diperoleh sebagai produk atas dan fraksi yang lebih berat seperti etana dan ethylene diperoleh sebagai produk bawah yang kemudian dialirkan ke kolom kedua (deethanizer). Kandungan utama produk atas deethanizer adalah ethylene dan etana yang akan dialirkan ke dalam acetylene converter, dimana acetylene direaksikan menjadi ethylene dengan bantuan katalis dalam reaktor. Reaksi pada acetylene converter adalah sebagai berikut : C2H2 + H2 → C2H4 (reaksi utama) C2H4 + H2 → C2H6 (reaksi samping) Gas produk dari acetylene converter kemudian dialirkan ke C2-splitter atau kolom fraksinasi ethylene. Pada kolom ini terjadi pemisahan, yaitu molekul ringan sebagai produk atas, ethylene sebagai produk samping, dan ethane sebagai produk bawah. Molekul ringan akan dialirkan kembali ke unit kompresi, ethylene akan dialirkan ke dalam tanki penyimpanan, dan etana akan dialirkan kembali ke dalam reaktor thermal cracking. Produk bawah dari kolom deethanizer akan dialirkan ke dalam kolom depropanizer, yang akan menghasilkan molekul C3 sebagai produk atas dan aliran C4+ sebagai produk bawah. (www.chemengonline.com, 2017) I.2.2 Oxidative Coupling Of Methane Oxidative Coupling of Methane (OCM) dengan katalis adalah reaksi yang memiliki kesulitan selektivitas yang tinggi. Sejak tahun 1980, reaksi OCM yang mengubah metana menjadi molekul C2 telah dipelajari untuk mendapatkan katalis dan kondisi operasi terbaik. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa OCM I-6 merupakan alternatif yang menjanjikan untuk thermal cracking, namun teknologi ini belum diaplikasikan oleh pasar industri karena beberapa hal. Pertama, konsentrasi ethylene pada produk relatif rendah dibandingkan dengan jumlah reaktan. Kedua, teknologi OCM akan lebih efektif pada suhu yang sangat tinggi sementara pemisahan hidrokarbon pada sistem pemisahan terjadi pada suhu yang sangat rendah, hal ini menjadikan integrasi panas dan operasi yang efisien sangat krusial untuk mendapatkan profit yang tinggi. Reaktor OCM dengan temperatur 700 oC dan pada tekanan 6 bar dengan konversi 22 % sampai 34 % metana menjadi etilena. (Fini, 2014). Proses OCM melibatkan oksidasi parsial berurutan metana menjadi etana dan kemudian ethylene, reaksi di dalam reaktor OCM adalah sebagai berikut : (reaksi utama) CH4 + ½ O2 → ½ C2H4 + H2O ∆H298 = -140,4 kJ/mol CH4 + ¼ O2 → ½ C2H6 + ½ H2O ∆H298 = -87,8 kJ/mol (reaksi samping) CH4 + 2O2 → CO2 + 2 H2O ∆H298 = -801,3 kJ/mol CH4 + 3/2 O2 → CO + 2 H2O ∆H298 = -518,7 kJ/mol Awalnya, metana bereaksi dengan oksigen menghasilkan etana dan air. Melalui konversi in situ, etana yang terbentuk kemudian diubah menjadi ethylene, dengan kemungkinan menghasilkan hidrokarbon yang lebih tinggi dalam jumlah kecil. Sedikit peningkatan konsentrasi oksigen dalam reaktor dapat menggeser reaksi eksotermis menuju pembentukan CO dan CO2. Keberadaan CO2 dalam reaktor dapat mempengaruhi aktivitas katalis, dimana akan menurunkan tingkat produksi etana dan ethylene dengan efek yang dapat diabaikan terhadap selektivitas mereka. CO2 akan mengalami adsorpi kompetitif dengan CH4 dan O2 pada permukaan katalis. Interaksi antara CH4 dan CO2 yang teradsorpsi akan merubah jalur reaksi ke pembentukan CO dan H2O. Kesulitan utama dalam menggunakan teknologi OCM ada pengembangan katalis yang stabil untuk proses industri dan kemungkinan untuk pelaksanaan reaksi pada suhu rendah. Katalis utama yang digunakan dalam reaksi OCM adalah katalis I-7 oksida, baik oksida logam transisi murni atau modifikasi; atau grup IA dan IIA campuran atau promoted. Sistem penggunaan katalis dikembangkan dalam kondisi sintesis yang berbeda seperti sol-gel, impregnasi, precipitation, dan flame spray pyrolysis untuk menghasilkan komposisi katalis yang bervariasi dengan properti dasar yang bervariasi. Modifikasi dengan oksida lain, logam atau garam klorida dalam berbagai kondisi reaksi seperti suhu dan space velocity biasanya digunakan untuk menggeser reaksi OCM ke arah peningkatan selektivitas ethylene dan konversi metana, serta untuk membatasi deaktivasi katalis dengan waktu (Galadima, 2016). Untuk sintesis proses, teknologi OCM terbagi menjadi tiga unit operasi, yaitu unit reaksi, unit pemisahan, dan unit pemurnian. Pada unit reaksi, penggunaan reaktor yang umum dalam industri adalah fixed bed, fluidized bed, dan membrane. Setelah unit reaksi, hasil dari reaktor berupa etana, ethylene, karbon dioksida, dan air dialirkan menuju unit pemisahan. Pada unit ini, terdapat proses penyerapan karbon dioksida mengunakan amina. Kemudian produk bawah kolom absorpsi dialirkan menuju unit pemurnian yang terdiri dari distilasi cryogenic, demethanizer, dan deethanizer untuk pemisahan produk (Wozny, 2010). I.2.3 Seleksi Proses Dari uraian teknologi pembuatan ethylene di atas, dapat dilihat tabulasi keuntungan dan kerugian dari masing-masing teknologi, yaitu : Tabel I.2 Perbandingan Teknologi Produksi Ethylene dari Gas Alam Oxidative Coupling of Parameter Thermal Cracking Bahan Baku Etana dan Propana Metana dan Oksigen Katalis Reaksi - Metal Oxides Temperatur Reaktor (C) 750-875 700 Tekanan Reaktor (bar) 1 6 Intensitas Penggunaan Sering digunakan - skala Jarang digunakan - pilot Proses Industri project I-8 Methane Yield (%) 25% - 35% 20% - 34% Berdasarkan Tabel 3.1 dapat dipilih teknologi OCM yang akan digunakan untuk produksi ethylene dari gas alam, hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan. Pertama, kondisi bahan baku gas alam yang digunakan mengandung lebih banyak metana, yaitu sebanyak 95%, dibandingkan etana dan propana, yaitu sebanyak 0,5%. Kedua, untuk kondisi operasi reaktor, suhu operasi pada reaktor OCM lebih rendah daripada reaktor Steam Cracking, sehingga kebutuhan panas juga lebih rendah. Ketiga, keseluruhan proses OCM tidak serumit proses steam cracking, terutama pada unit pemisahan dan purifikasi, sehingga kebutuhan alatnya juga lebih sedikit. Dengan kebutuhan panas dan jumlah alat yang lebih sedikit, teknologi OCM akan lebih ekonomis dibandingkan dengan teknologi steam cracking. I.2.4 Gas Sweetening Acid gas yang terkandung di dalam gas harus dihilangkan karena dapat menyebabkan korosi pada pipa transportasi, tanki penampung, dan alat-alat utilisasi gas tersebut. Gas yang keluar dari reaktor mengandung CO2 akibat reaksi samping proses OCM. Gas CO2 dapat dihilangkan melalui beberapa metode, yaitu (Rufford, 2012): Tabel I.3 Karakteristik Metode Gas Sweetening Metode Aplikasi Absorpsi Amine Membran Cryogenic Pemisahan suatu Pemisahan selektif Pemisahan fase gas- komponen (CO2) satu atau lebih liquid dan fase gas- dari fase gas ke komponen dari fase solid dalam fase liquid gas ke membran dengan konsentrasi dan tekanan yang tinggi Tingkat Mature Commercial Commercial demo Relatif rendah Rendah – tinggi Sangat rendah pengembangan Suhu (-153C) I-9 Tekanan Konsentrasi awal Rendah – sedang Tinggi (>450 psig) Rendah <70% <90% 3,5% - 65% <2% sampai 50 ppm 1% - 2% 2% - 3% Tinggi (regenerasi Rendah – sedang Sedang (sistem solvent) (feed gas dan refrigerasi) CO2 Konsentrasi akhir CO2 Energi kompresor antar stage) Biaya Capital – rendah Capital – sedang Capital – sedang Operating – sedang Operating – 1 stage Operating – tinggi rendah, >1 stage sedang Kandungan awal CO2 dalam gas rendah, sehingga proses penghilangan CO2 dari gas akan dilakukan dengan metode absorpsi amine yang memiliki biaya yang realtif rendah. Selain itu karakteristik gas produk memiliki suhu dan tekanan yang relatif rendah. Absorpsi amine merupakan teknologi yang paling umum digunakan untuk gas sweetening dalam skala industri. Solvent yang digunakan dalam metode ini adalah amine yang diklasifikasikan berdasarkan jumlah atom hidrogen yang tersubstitusi, yaitu primary amine – monoethanolamine (MEA), secondary amine – diethanolamine (DEA), dan tertiary amine – methyldiethanolamine (MDEA). Properti dan kondisi operasi untuk masing-masing larutan amine yaitu (GPSA Engineering Data Book, 2004): Tabel I.4 Karakteristik Amine Solvent untuk Gas Sweetening Solvent MEA DEA MDEA 15 – 25 30 – 40 40 – 50 0,33-0,4 0,2-0,8 0,2-0,8 Solution concentration (normal wt%) Acid gas pickup (mole acid gas//mole amine) I-10 Rich solution acid gas loading (mole/mole amine) 0,45 – 0,52 0,21 – 0,81 0,20 – 0,81 0,12 0,01 0,005 – 0,01 107 – 127 110 – 127 110 - 132 84,4 71,6 58,8 $32,5/kg $32,5/kg $47,75/kg Lean solution acid gas loading (mole/mole amine) Stripper reboiler normal range (C) Integral heats of absorption of CO2 (kJ/mole) Biaya Secara teoritis, tertiary amine memiliki kapasitas loading CO2 yang lebih besar dibandingkan primary dan secondary amine, selain itu heat regeneration yang dibutuhkan juga lebih rendah. Namun tertiary amine memiliki kinetika absorpsi yang lebih rendah dibandingan primary dan secondary amine. Untuk meningkatkan laju reaksi tertiary amine dengan CO2 dapat menggunakan primary atau secondary amine sebagai aktivatornya (GPSA Engineering Data Book 2004). Gas Sweetening dengan larutan amine didasarkan pada reaksi kimia basa lemah dengan asam lemah. Larutan amine bersifat basa dan H2S dan CO2 yang ada dalam gas alam bersifat asam. Reaksi di kolom absorpsi berada pada tekanan 48,2 bar hingga 68,94 bar tergantung ketersediaan gas dan dengan rentang temperatur 299,81 K hingga 322,039 K. MEA bereaksi dengan senyawa asam dalam aliran gas alam dengan mengubah menjadi bentuk ionik, menjadikannya polar. (Yusuf, 2017). Proses absorpsi CO2 menggunakan DEA sebagai pelarut. DEA jauh lebih tidak korosif terhadap carbon steel dibandingkan MEA, dan DEA tidak begitu mudah menguap dibandingkan MEA. Proses absorpsi yang disertai dengan reaksi. Adapun reaksinya sebagai berikut (Fundamentals of petroleums refining): CO2(g) + 2R2NH(aq) ⇄ R2NCOO-(aq) + R2NH2+(aq) CO2(g) + H2O + R2NH ⇄ R2NH2+(aq) Selain acid gas, pada reaksi juga terdapat hasil samping berupa H2O sehingga harus diadsorpsi untuk mengurangi atau menghilangkan kandungannya. Dehidrasi adsorpsi (solid bed) adalah proses di mana pengering padat digunakan untuk menghilangkan uap air dari aliran gas. Bahan pengering menjadi jenuh karena uap air terserap ke I-11 permukaannya. Oleh karena itu, pengering yang baik harus memiliki luas permukaan terbesar yang tersedia untuk adsorpsi. Adsorben yang digunakan untuk menghilangkan air dari aliran fluida dikenal sebagai "pengering padat". Karakteristik pengering padat sangat bervariasi tergantung pada sifat fisik dan kimianya. Banyak padatan yang diketahui memiliki kemampuan untuk menyerap, tetapi relatif sedikit yang penting secara komersial. Beberapa bahan yang memenuhi kriteria tersebut, dalam urutan kenaikan biaya adalah; bauksit; alumina; gel silika dan gel silika-alumina; saringan molekuler; dan karbon. (Kolmetz, 2020). Tabel I.5 Properti dari Silica Gel, Activated Alumina, dan Molecular Sieve 4A Namun dalam pemilihan adsorben juga disesuaikan dengan zat yang akan diadsorb. Disini kami menggunakan molecular sieve 3A, karena molekul dari H2O berukuran 2,75 Å, sedangkan metana dan ethane diatas 3 Å, ethylene 4.163 Å, CO2 3,3 Å, dan Propane 4,3 Å. I.2.5 Licensor Gemini adalah proses komersial pertama yang secara langsung mengubah gas alam menjadi ethylene, blok bangunan utama untuk industri petrokimia global. Proses terobosan ini memungkinkan gas alam melengkapi minyak bumi sebagai basis di seluruh I-12 dunia untuk bahan kimia komoditas dan plastik. Proses reaksi ini fleksibel terhadap sumber oksigen dan bahan baku metana. Misalnya, sumber oksigen dapat berupa oksigen murni dari pipa atau unit pemisahan udara (ASU), udara yang diperkaya dari unit adsorpsi tekanan uap (VPSA), atau udara tekan dari kompresor. Katalis tidak dipengaruhi oleh sumber oksigen, meskipun proses pemurnian dan pemisahan hilir yang spesifik bervariasi tergantung pada sumber oksigen. Demikian pula, katalis OCM ini dapat menangani berbagai macam input komposisi pada bahan baku metana selain menjadi co-fed etana untuk diubah menjadi etilen. Katalis OCM dapat dengan mudah menampung komponen seperti propana, nitrogen, CO2, dan kandungan air hingga batas tertentu. Fleksibilitas yang melekat ini memungkinkan untuk penggunaan sumber metana mulai dari gas alam pipa, gas alam kepala sumur, gas TPA dan biogas, selama komponen mayoritas adalah metana.. (www.siluria.com) I-13