Uploaded by adhisadhiyaa

REVIEW MATERI DASAR ILMU TANAH Adhisa Dhiya Ulhaq Kelas J

advertisement
REVIEW MATERI DASAR ILMU TANAH
Nama
: Adhisa Dhiya Ulhaq
NIM
: 195040200111030
Kelas
:J
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak
fungsi penting dalam ekosistem, diantaranya adalah sebagai media tanam, habitat
bagi organisme tanah, dan media konstruksi (Rayes, 2007). Tanah termasuk benda
alami berdimensi tiga (lebar, panjang dan dalam) yang letaknya di bagian paling
atas kulit bumi dan memiliki sifat-sifat yang berbeda dari bahan di bawahnya
(Arsyad, 2006). Pada suatu tempat ke tempat lain memiliki perbedaan tanah.
Namun tidak urung didapatkan tanah yang mirip di suatu tempat dengan tanah di
tempat lain. Pada setiap tubuh tanah yang berbeda terdapat suatu morfologi yang
khas pada penampang vertikalnya yang terdiri dari horison-horison tanah.
Proses pembentukan tanah dirumuskan memiliki 5 faktor utama
pembentukannya. Morfologi yang khas pada tubuh tanah merupakan hasil dari
evolusi berbagai faktor alami pembentuk tanah yang meliputi (Jenny, 1941) :
 Iklim (cl = climate)
Faktor iklim utama yang berpengaruh dalam proses pembentukan tanah adalah
suhu dan curah hujan (ketersediaan air). Kondisi panas dan lembab menyebabkan
proses pembentukan tanah lebih cepat. Curah hujan yang tinggi akan
mengakibatkan proses pelapukan batuan dan pencucian berjalan lebih cepat.
 Jasad hidup atau biotik (o = organism)
Jasad hidup yang meliputi tumbuhan, hewan dan manusia berpengaruh pada
proses pembentukan tanah. Tumbuhan berpengaruh melalui penyedia bahan
organik, menghindarkan degradasi tanah oleh erosi, dan mempengaruhi iklim
mikro. Pengaruh hewan didaatkan karena aktivitas fauna tanah, cacing tanah dan
rayap membantu pembentukan pori makro (besar) dan meso (sedang) yang lebih
banyak di dalam tanah. Manusia melalui aktivitasnya dalam kegiatan pertanian
seperti pengolahan, penambahan bahan organic, pengairan, dan pemupukan akan
berpengaruh pada proses pembentukan tanah.
 Bahan induk (p = parent material)
Bahan induk merupakan bahan asal pembentuk tanah. Sebagian sifatsifat
tanah akan ditentukan oleh sifat-sifat bahan induk asalnya. Asal bahan induk
utama tanah adalah batuan. Karakteristik utama batuan yang mempengaruhi
proses pembentukan tanah adalah sifat fisik batuan (struktur dan tekstur batuan)
dan sifat kimia batuan (komposisi kimia dan mineral batuan).
 Umur relatif tanah (t = time; muda, matang, atau lanjut)
Proses pembentukan tanah membutuhkan waktu yang sangat panjang, sejak
dimulainya pelapukan batuan atau bahan organik. Proses ini terus berlanjut hingga
sekarang, sehingga tanah merupakan tubuh alam yang dinamik. Seiring
berjalannya waktu, proses pelapukan dan pencucian terus terjadi sehingga secara
alami semakin tua tanah akan semakin miskin tanah tersebut.
 Topografi (r = relief)
Topografi berpengaruh pada proses pembentukan tanah melalui pengaruhnya
pada faktor iklim. Topografi yang menghasilkan kondisi optimum pada suhu,
kelembaban dan ketersediaan air akan mempercepat proses pembentukan tanah.
Setiap daerah memiliki topografi yang berbeda, ada yang berbukit, bergunung,
bergelombang serta datar. Topografi berpengaruh pada tingkat perkembangan
horison tanah, ketebalan solum tanah, kedalaman air tanah, jumlah air yang masuk
ke dalam tanah, serta laju erosi.
 Bahan Induk Tanah
Bahan induk tanah khususnya berasal dari batuan dimana sering disebut
batuan induk (dalam profil tanah diberi simbol R = rock). Bahan induk lain dapat
berasal dari bahan mineral yang bersifat tidak padu dan bahan induk organik.
Batuan merupakan suatu padatan masif tersusun dari satu atau beberapa mineral.
Secara umum batuan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) batuan beku, (2)
batuan endapan (sedimen), dan (3) batuan metamorf (metamorfosa) (Gusmara et
al., 2016).
1) Batuan beku
Batuan beku terbentuk karena magma yang membeku. Diperkirakan batuan
beku menyusun 95% dari kerak bumi. Ciri penting dari batuan beku adalah tekstur
dan komposisinya. Tekstur batuan beku ditentukan oleh kecepatan pendinginan
magma cair sebagai bahan asalnya. Jenis batuan beku ditentukan oleh banyaknya
kandungan unsur Si, Al, Fe, Ca, Na, K dan Mg. Jika banyak mengandung unsur
Fe, Mg, Ca, dan Si, batuan beku yang terbentuk adalah gabro dan peridotit. Jika
banyak mengandung Si, Al, K dan Na, batuan beku yang terbentuk adalah granit
(Anwar & Dyah, 2014).
Berdasarkan tempat pembekuannya, batuan ini dibedakan menjadi: a.
Batuan beku atas (batuan vulkanik) yaitu magma yang membeku di permukaan
bumi. b. Batuan beku gang yaitu magma yang membeku di saluran (antara sarang
magma dan permukaan bumi). c. Batuan beku dalam yaitu magma yang membeku
di sarang magma. Berdasarkan kandungan SiO2 nya, batuan beku dibedakan
menjadi batuan beku masam, batuan beku intermedier, dan batuan beku basa.
Semakin tinggi kadar SiO2 maka sifat batuan semakin asam.
2) Batuan Sedimen (endapan)
Batuan sedimen dibedakan menjadi batuan endapan tua dan batuan endapan
baru, yaitu sebagai berikut: a. Batuan endapan tua yaitu bahan endapan (pada
umumnya endapan laut) yang telah diendapkan berjuta tahun yang lalu sehingga
membentuk batuan yang keras. Contoh batuan ini adalah batuan gamping, batuan
pasir, serta batuan liat. b. Batuan endapan baru yaitu bahan endapan yang masih
baru sehingga belum menjadi batu. Contohnya adalah bahan yang diendapkan
oleh air (di daerah banjir) dan bahan yang diendapkan oleh angin (di daerah
pantai).
3) Batuan Metamorfose
Batuan metamorf berasal dari batuan beku atau batuan sedimen yang karena
tekanan dan suhu yang tinggi akan berubah menjadi jenis batuan yang lain.
Batuan ini pada umumnya bertekstur lembar (foliated texture) sebagai akibat
rekristalisasi beberapa mineral dan orientasi mineral menjadi paralel sehingga
membentuk lembaran. Beberapa contoh batuan ini adalah: a. Batuan metamorf
dengan lembaran halus yang disebut dengan schist, misalnya mika schist. b.
Batuan metamorf dengan lembaran kasar disebut dengan gneis, misalnya granit
gneis. c. Beberapa batuan metamorf tidak menunjukkan tekstur lembar, misalnya
kwarsit (dari batu pasir) dan marmer (dari batu kapur karbonat).
4) Bahan Induk Lain
Terdapat bahan induk lain diluar ketiga jenis batuan diatas yaitu terdapat
abu volkanik dan bahan organik, sebagai bahan pembentuk tanah. Abu volkan
digolongkan juga sebagai batuan endapan piroklastik. Pada bahan organik sebagai
bahan induk tanah digolongkan sebagai batuan endapan organik. Abu volkan
adalah bahan letusan volkan yang disemburkan ke udara dengan ukuran relatif
halus. Contoh batuan yang terbentuk adalah batu apung.
Bahan induk organik terbentuk di daerah yang memungkinkan terjadinya
laju akumulasi bahan organik mati lebih cepat daripada laju dekomposisinya. Pada
daerah rawa yang selalu tergenang air, penghancuran bahan organik terjadi sangat
lambat (lebih lambat daripada penimbunannya), sehingga terjadi penimbunan
bahan organik. Bahan organik ini selanjutnya akan menjadi bahan induk tanah
gambut yang banyak dijumpai di daerah pantai di Indonesia.
 Pembentukan Tanah
Tanah berkembang dari bahan induk berupa bebatuan. Bebatuan ini
melapuk sebagai akibat adanya interaksi faktor lingkungan, termasuk makhluk
hidup (Gusmara et al., 2016). Proses pelapukan merupakan awal pembentukan
tanah. Dalam pelapukan, batuan atau bahan induk yang keras akan melapuk
menjadi bahan-bahan yang lebih lunak dan lepas-lepas dan membentuk bahan
yang baru yang disebut regolit Bagian paling atas dari regolit, di mana perubahan
yang terjadi baling besar, adalah tanah (mencakup horison A dan B). Dengan
demikian, regolit mencakup horison A, B dan C. Pelapukan dapat terjadi secara
fisik, kimia dan biologi (Anwar & Dyah, 2014).
Tanah yang terbentuk dari berbagai proses fisik, kimia dan biologi
menghasilkan lapisan-lapisan yang berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya
baik sifat fisik, kimia maupun sifat biologinya. Dalam istilah tanah, lapisan
tersebut dikenal dengan nama horison. Penampakan vertikal dari tanah yang
terdiri atas horison-horison disebut profil tanah (Mustafa et al., 2012)
 Tekstur Tanah
Tekstur ialah perbandingan antara fraksi debu, pasir dan liat dalam tanah.
Tekstur merupakan salah satu sifat fisik tanah yang dapat diamati langsung di
lapangan. Tekstur tanah sangat memengaruhi kemampuan tanah dalam menahan
air, menyimpan zat hara dan banyak sedikitnya pori-pori tanah. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan akar tanaman. Menurut Musdalipa (2018),
tekstur tanah memiliki peran dalam penentuan tata air dalam tanah, yaitu berupa
kecepatan infiltrasi (aliran air ke dalam tanah), penetrasi (kekuatan air menembus
tanah) dan kemampuan pengikatan air oleh tanah.
Penentuan tekstur tanah di lapang dapat menggunakan metode kualitatif,
salah satunya menggunakan metode feeling yaitu dengan menggunakan tangan
yang dimasukan kedalam air berserta tanahnya, sehingga tanah menjadi
lembab dan mudah untuk dipijat. Jika partikel terasa kasar, tidak licin, tidak
lengket, serta tidak bisa membentuk gulungan, maka tanah bertekstur pasir.
Kemudian, tanah bertekstur lempung mempunyai partikel yang komposisi antara
pasir, debu dan liatnya hampir seimbang. Apabila yang lebih dominan adalah sifat
pasir, maka tanah itu bertekstur lempung berpasir, dan seterusnya (Hanafiah,
2005). Adapun penentuan kelas tekstur digolongkan menjadi 12 golongan kelas
tekstur tanah yaitu pasir, pasir berlempung lempung berpasir, lempung, lempung
berdebu, debu, lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, liat
berpasir, liat berdebu, liat (Hariansyah et al., 2014).
Berdasarkan ukuran, dikenal fraksi utama yaitu : kerikil (>2 mm); pasir
(2,0– 0,05 mm); debu (0,05-0,002 mm) dan liat (< 0,002). Partikel tanah yang
berdiameter lebih besar dari 2 mm tidak termasuk dalam kelompok tekstur tanah.
Partikel tanah seperti kerikil dan batu dapat mempengaruhi kemudahan
pengelolaan tanah. Namun, partikel ini tidak berpengaruh secara langsung
terhadap sifat dasar tanah seperti kemampuan menahan air tanah, penyediaan hara
tanah, dan sebagainya (Gusmara et al., 2016).
Gambar 1. Segitiga Tekstur (USDA)
Segitiga ini dibagi menjadi 12 daerah yang memiliki seluruh kemungkinan
perbandingan antara ketiga fraksi mineral tanah. Interseksi ketiga garisyang
menunjukkan persentase setiap fraksi ini menentukan jenis tekstur tanah yang
diamati. Untuk lebih jelasnya, jika tanah mengandung 60% pasir, 25% debu, dan
15% liat, maka teksturnya adalah lempung berpasir. Jika kandungannya adalah
25% pasir, 45% debu, dan 30% liat maka teksturnya adalah lempung berliat.
Kandungan 28% pasir, 54% debu, dan 18% liat maka teksturnya adalah lempung
berdebu. Penamaan tekstur tanah menggunakan kata seperti pasir (sand), lempung
(loam), liat (clay), dan debu (silt). Lempung menunjukkan campuran antara pasir,
debu, dan liat pada perbandingan yang hampir sama (Gusmara et al., 2016).
 Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan susunan partikel-partikel di dalam tanah yang
meliputi pasir, debu, dan liat hingga membentuk suatu agregat tanah (Putra,
2009). Struktur tanah juga mempengaruhi sifat tanah. Hal tersebut sejalan dengan
pernyataan Rajamuddin (2009), bahwa struktur tanah merupakan susunan ikatanikatan antar partikel-partikel tanah yang saling berikatan satu sama lain menjadi
susunan yang lebih besar, yaitu membentuk agregat tanah, sehingga sifat struktur
tanah sangat dipengaruhi oleh partikel-partikel yang menyusun tanah tersebut.
Struktur tanah dapat dikatakan juga sebagai hubungan antara agregat tanah
dengan kemantapan tanah (Margolang et al., 2015). Kemantapan agregat tanah
dipengaruhi oleh bahan organik, karena bahan organik berfungsi untuk
merekatkan antar partikel-partikel yang ada di dalam tanah dalam proses
pembentukan agregat tanah. Sementara itu, menurut Fiantis (2017), struktur tanah
merupakan gumpalan-gumpalan kecil yang terbentuk secara alami di dalam tanah
dikarenakan butir-butir tanah yang saling melekat dan berikatan.
Struktur tanah terdiri dari beberapa tipe kelas, seperti granular, tiang
prismatik, lempeng, speroid, gumpal bersudut, serta tidak berstruktur (Utoyo,
2007). Sedangkan menurut Fiantis (2017), struktur tanah dapat dibedakan menjadi
beberapa macam berdasarkan bentuk, ukuran maupun tingkat perkembangan
tanah. Berdasarkan bentuk, struktur tanah terdiri dari bentuk lempeng (platy),
tiang (columnar), prismatik, granular, gumpal membulat (subangular blocky),
gumpal bersudut (angular blocky), dan remah (crumb). Berdasarkan ukurannya,
struktur tanah dapat dibedakan menjadi struktur tanah ,mulai dari sangat kasar,
kasar, sedang, halus, hingga sangat halus. Sedangkan berdasarkan tingkat
perkembangannya, struktur tanah terdiri dari struktur tanah yang lemah, sedang,
hingga kuat. Struktur tanah yang lemah akan mudah hancur dan terlepas ikatannya
ketika mendapat tekanan. Sebaliknya, struktur tanah yang kuat tidak akan mudah
hancur karena tekanan.
Gambar 2. Tipe Struktur Tanah (Brady and Weil, 1999)
 Warna Tanah
Warna tanah merupakan ciri yang paling jelas dan mudah diamati di lapang.
Warna tanah mencerminkan beberapa sifat tanah. Kandungan bahan organik yang
tinggi pada tanah akan menimbulkan warna lebih gelap. Tanah dengan drainase
yang jelek atau sering jenuh air berwarna kelabu. Tanah yang mengalami
dehidrasi senyawa besi akan berwarna merah (Asnur & Ratih, 2018).
Warna tanah merupakan sifat yang penting, sifat ini erat kaitannya dengan
kandungan bahan organik, iklim, drainase, serta mineral yang dikandung oleh
tanah. Di dalam tanah, terdapat dua bahan yang sangat mempengaruhi warna
tanah yaitu bahan organik (humus) dan komponen besi. Warna hitam biasanya
dikaitkan oleh penyelimutan mineral tanah oleh bahan organik sedangkan warna
merah disebabkan oleh oksida besi. Selain bahan penyusun tanah, kondisi
drainase tanah juga sangat menentukan warna tanah. Kondisi drainase yang jelek
akan mengakibatkan terjadinya reduksi yang memberikan warna tanah yang
berbeda dengan kondisi normal. Warna hijau pucat (glei) pada lapisan tanah
sawah merupakan salah satu contoh warna reduksi yang dijumpai pada tanah yang
memiliki drainase jelek (Gusmara et al., 2016).
Gambar 3. Lembar Buku Warna Munsell (Munsell Soil Color Chart)
Warna tanah dapat ditentukan berdasarkan standar warna tanah yang dibuat
oleh sistem "Munsel" (USDA). Pada sistem ini, warna tanah dibedakan
berdasarkan tiga variabel yaitu Hue, Value, dan Chroma
 Hue: menunjukkan panjang gelombang cahaya dominan yang dipantulkan oleh
benda. Hue ini ditentukan oleh campuran lima warna utama yaitu biru, hijau,
kuning, merah, dan ungu. Nilai Hue berkisar antara 0 hingga 10.
 Value: merupakan ukuran terang atau gelapnya warna tanah yang
bersangkutan. Pada dasarnya warna tanah merupakan hasil pencampuran antara
warna hitam dan putih yang menghasilkan warna kelabu. Jumlah warna putih
yang diperlukan untuk memberikan warna tanah merupakan value tanah yang
bersangkutan. Value ini berkisar antara 0 hingga 10. Nilai 0 menunjukkan
warna hitam, dan 10 menunjukkan warna putih.
 Chroma: Chroma adalah tingkat kemurnian warna tanah (Hue). merupakan
kartu warna yang disusun horisontal yang menunjukkan intensitas cahaya.
Ditulis di belakang Value yang dipisahkan oleh garis miring. Jadi yang perlu
dicatat dalam penetapan warna tanah adalah notasi warna dan nama warna.
Contoh : Notasi warna : 10 YR 3 ⁄4. Notasi warna : reddish brown.
 Konsistensi Tanah
Menurut Hardjowigeno (2010), konsistensi tanah menunjukkan tahanan
daya kohesi atau adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Penetapan konsistensi
tanah dilakukan pada 3 kondisi yaitu pada kondisi basah, lembap dan kering.
Kondisi tanah basah merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi air
diatas kapasitas lapang. Konsistensi tanah lembap merupakan penetapan
konsitensi yang dilakukan pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang.
Sedangkan konsistensi tanah kering merupakan penetapan konsistensi yang
dilakukan saat kondisi tanah kering. Konsistensi pada tanah lembap dapat
dibedakan menjadi dua yaitu kelekatan dan plastisitas. Faktor-faktor yang
mempengaruhi konsistensi tanah adalah kadar air tanah, bahan dan ukuran agregat
tanah, tingkat agregasi, serta faktor-faktor penentu struktur tanah seperti tekstur,
macam lempung, dan kadar bahan organik (Andalusia et al., 2016).
 Pori Tanah
Pori-pori tanah merupakan bagian tanah yang ditempati oleh air dan udara,
oleh karena itu bergantung kepada tipe struktur tanah. Pori tanah adalah bagian
tanah yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi oleh udara dan air). Pori-pori
tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar dan pori-pori halus. Pori-pori kasar
berisi udara atau air gravitasi, sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler atau
udara. Tanah yang mempunyai struktur mampat akan mempunyai porositas total
yang rendah, sebaliknya struktur yang remah akan mempunyai nilai porositas
yang tinggi. Adapun porositas total tanah dapat diperoleh dari nilai BI dan BJ
tanah (Asnur & Ratih, 2018).
Udara dan larutan tanah mengisi pori-pori tanah. Udara tanah terutama
mengisi pori-pori makro(Anwar & Dyah, 2014). Tanah-tanah pasir mempunyai
pori-pori kasar lebih banyak daripada tanah liat. Tanah ini sulit menahan air
sehingga tanaman sering mengalami kekeringan. Tanah-tanah liat mempunyai
pori total lebih tinggi dari tanah berpasir. Porosistas dipengaruhi oleh kandungan
bahan organik, struktur tanah dan tekstur tanah. Porositas tinggi jika bahan
organik tinggi. Tanah dengan struktur granular porositas lebih tinggi dibanding
yang berstruktur massif (Mustafa et al., 2012).
 Kedalaman Efektif Tanah
Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman lapisan tanah yang dapat
ditembus oleh perakaran tanaman. Tanah memiliki kedalaman efektif yang tinggi
apabila perkembangan perakaran tanaman tidak terhambat oleh faktor fisik tanah,
seperti lapisan keras yang tidak tembus oleh akar atau oleh adanya lapisan air
yang tidak sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Kedalaman efektif suatu
tanah sangat ditentukan oleh tekstur tanah serta homogenitas antar lapisan tanah.
Tanah yang dalam (solum yang tebal) akan menjadi media yang lebih baik bagi
perkembangan perakaran, bagi ketersediaan hara tanah, serta bagi penyimpanan
air tanah. Dengan demikian, tanah yang dalam biasanya lebih produktif
dibandingkan dengan tanah yang lebih dangkal (Gusmara et al., 2016).
Kedalaman tanah dalam pengertian pertanian dibatasi pada bagian atas kulit
bumi yang telah mengalami pelapukan atau adanya aktivitas biologi. Jika bagian
yang telah mengalami pelapukan adalah dangkal, maka bagian tersebutlah dipakai
sebagai batas kedalaman tanah. Sebaliknya, jika bagian yang telah mengalami
pelapukan sangat dalam (4-6 m), maka tidak semua bahan lapuk tersebut disebut
tanah, melainkan sampai kedalaman tempat terdapat aktivitas biologi (Mustafa et
al., 2012).
 Drainase Tanah
Drainase adalah suatu sistem pembuangan kelebihan air yang tidak
diinginkan pada suatu daerah, baik secara alami maupun buatan manusia
(Vigiyanto, 2014). Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air ke
dalam tanah. Drainase berfungsi untuk mengeringkan genangan air sehingga tidak
ada akumulasi air tanah. Selain itu, drainase juga dapat mengendalikan erosi
tanah. Permeabilitas adalah sifat tanah yang menunjukkan kemampuan
meloloskan air (Jaya et al., 2013). Ada dua macam permeabilitas yaitu
permeabilitas jenuh dan tak jenuh. Permeabilitas mempengaruhi pengikisan tanah.
Semakin baik permeabilitas dalam tanah, maka erosi akan semakin kecil
kemungkinan terjadinya.
Mudah tidaknya air hilang dari tanah menentukan kelas drainase tanah
tersebut. Drainase tanah dikenal dua macam; drainase eksternal dan drainase
internal. Air dapat hilang melalui permukaan tanah (external drainage) maupun
melalui peresapan ke dalam tanah (internal drainage). External drainage banyak
ditentukan oleh bentuk permukaan tanah/lahan, sedang internal drainage
ditentukan oleh tekstur tanah. Berdasar atas kelas drainasenya tanah dibedakan
atas kelas drainase terhambat (tergenang) sampai sangat cepat (air sangat cepat
hilang dari tanah). Keadaan drainase tanah menentukan jenis tanaman yang dapat
tumbuh. Sebagai contoh, padi dapat hidup pada tanah-tanah dengan drainase
buruk, tetapi jagung, karet, cengkeh, kopi dan lain-lain tidak akan dapat tumbuh
dengan baik kalau tanah selalu tergenang air (Mustafa et al., 2012).
 Klasifikasi Tanah
Dalam Pengklasifikasian tanah, sistem Taksonomi Tanah menggunakan dua
kategori yaitu kategori tertinggi dan terendah. Urutan kategori ini adalah: Ordo,
Subordo, Great Group, Subgroup, Famili dan Serie. Setiap kategori mempunyai
kriteria pembeda yang harus dipahami dan dilalui secara sistematis sampai
akhirnya tanah yang disurvei dapat diklasifikasikan sesuai dengan keadaan
morfologi tanah di lapangan dan dari hasil analisis tanah di laboratorium.
Tahap pertama untuk mengklasifikasikan tanah adalah penentuan ordo
tanah. Dengan menggunakan kunci yang telah disederhanakan dapat digunakan
untuk sistem klasifikasi tanah dengan mudah dalam menentukan termasuk ordo
tanah yang manakah tanah yang sedang diamati atau dipelajarinya untuk
memahami sifat-sifat penciri utama pada sebuah ordo yang dimulai dari ordo
Gelisols untuk tanah pada daerah yang selalu dingin membeku, kemudian untuk
tanah organik (Histosols) hingga akhirnya sampai ke ordo terakhir yaitu tanah
yang baru terbentuk yaitu Entisols (Fiantis, 2017).
 Kapasitas Tukar Kation
Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca++, K+ , Na+ , NH4 + , H+ ,
Al3+ dsb. Didalam tanah, kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau
dijerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation yang dapat dijerap oleh tanah
persatuan berat tanah dinamakan kapasitas tukar kation (KTK). Kation-kation
yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh gaya gravitasi,
tetapi dapat diganti oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah. Hal
tersebut disebut pertukaran kation (Mustafa et al., 2012).
Ion yang terjerap oleh kompleks jerapan ion (misel) dapat digunakan oleh
tanaman melalui pertukaran ion antara ion yang terjerap dengan ion di dalam
larutan tanah. Pada proses ini akan terjadi keseimbangan muatan listrik positif
maupun negatif antara ion baik yang terdapat di dalam larutan tanah maupun yang
terdapat di permukaan misel. Berkurangnya jumlah kation dari dalam larutan
tanah sebagai akibat penyerapan ion oleh akar akan diimbangi dengan
pembebasan kation dari permukaan kompleks jerapan ke dalam larutan tanah
(Gusmara et al., 2016).
Kation yang terkandung di dalam larutan tanah dapat dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu kation basa dan kation asam. Disebut kation basa karena
penjerapan kation ini oleh kompleks jerapan ion mengakibatkan terakumulasinya
sejumlah ion OH apabila muatan positif kation ini melebihi muatan negatif dari
misel. Kondisi ini mengakibatkan tanah bereaksi basa. Contoh kation ini adalah
Ca2+, Mg2+, dan sebagainya. Sedangkan kation asam adalah kation yang, 55
akibat penjerapannya oleh misel, mengakibatkan terjadinya suasana masam pada
tanah. Contoh kation ini adalah H+ dan Al3+ . Pada dasarnya, setiap kation akan
dapat terjerap oleh kompleks jerapan (misel) (Gusmara et al., 2016).
Besarnya jumlah kation yang terjerap oleh kompleks jerapan sangat
tergantung kepada beberapa hal, yaitu: a) Jumlah kation yang tersedia di dalam
larutan. b) Intensitas pencucian serta pengangkutan kation yang bersangkutan. c)
Kekuatan pengikatan kation oleh kompleks jerapan. Penjerapan ion oleh
kompleks jerapan (misel) sangat tergantung kepada jumlah kation di dalam
larutan dan kekuatan pengikatan ion yang bersangkutan. Secara garis besar,
jumlah muatan ion dan kemampuan hidrasinya sangat menentukan kemampuan
penjerapan ion. Ion yang bermuatan dan kemampuan hidrasi yang lebih besar
akan semakin meningkatkan kemampuan jerapan ion oleh kompleks jerapan
(Gusmara et al., 2016).
 Kejenuhan Basa
Kation yang terdapat dalam kompleks jerapan koloid tersebut dapat
dibedakan menjadi kation-kation basa dan kation-kation asam. Kejenuhan basa
menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah
semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks
jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan
besarnya KTK tanah tersebut. Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah,
dimana tanah yang mempunyai pH rendah umumnya juga mempunyai KB rendah.
Begitu pula sebaliknya. Hubungan pH dengan KB pada pH 5,5 -6,5 hampir
merupakan suatu garis lurus (Mustafa et al., 2012).
Kandungan kation basa yang terjerap di dalam kompleks jerapan dapat
dinyatakan dalam nilai kejenuhan basa, yaitu merupakan perbandingan antara
jumlah kation basa (me 100 g-1 liat) dengan nilai KTK nya. Sebagai contoh, suatu
tanah dengan nilai KTK = 15 me 100 g-1 , dan jumlah basa (Ca, Mg, dsb) = 6,0
me 100 g-1 akan memiliki kejenuhan basa (KB) = 6,0/15 X 100% = 40%. Tanah
yang bereaksi basa biasanya memiliki nilai KB yang tinggi, sedangkan tanah yang
bereaksi masam adalah sebaliknya (Gusmara et al., 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Andalusia, B., Zainabun, dan Teti Arabia. 2016. Karakteristik Tanah Ordo Ultisol
di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot
Girek Kabupaten Aceh Utara. Banda Aceh. Jurnal Kawista 1 (1) : 45-49.
Anwar, Syaiful & S, Dyah Tjahyandri. 2014.Dasar-dasar Ilmu Tanah. In: Jati Diri
Tanah. Universitas Terbuka, Jakarta, pp. 1-50. ISBN 9789790118140
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Brady, N.C. & Wel. 1999. The Nature and Properties of Soils. 10th edition. New
York: Macmillan Publ. Co., NY.
Fiantis, Dian. 2017. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Padang : Carano Pustaka
Universitas Andalas.
Hanafiah, K, A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Garfindo Persada. Jakarta.
360 hlm.
Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta. Akademika Pressindo.
Hariansyah, Jayagust et. al. 2014. Analisis Pengaruh Tekstur Dan C-Organik
Tanah Terhadap Produksi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz)
Di Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai. Medan. Universitas
Sumatera Utara
Jaya, A., Khori Sugianti, dan Y. Sunarya Wibawa. 2013. Penentuan Parameter
Permeabilitas Kondisi Tidak Jenuh Air Metode Fredlund & Xing. Bandung.
Prosiding Geoteknologi LIPI.
Jenny, H. 1941. Factors of Soil Formation. New York: McGraw-Hill.
Margolang, Rizky Dharmawan., Jamilah., dan M. Sembiring. 2015. Karakteristik
Beberapa Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah Pada Sistem Pertanian
Organik. Jurnal Agroekoteknologi 3 (2) : 717 – 723.
Musdalipa, Andi. 2018. Pengaruh Sifat Fisik Tanah dan Sistem Perakaran
Vegetasi Terhadap Laju Filtrasi. Makassar. Universitas Hasanudin
Makassar.
Putra, M.P. 2009. Besar Aliran Permukaan (Run-Off) Pada Berbagai Tipe
Kelerengan Di Bawah Tegakan Eucalyptus spp. (Studi Kasus di HPHTI PT.
Toba Pulp Lestari, Tbk. Sektor Aek Nauli). Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Rajamuddin, Ulfiyah A. 2009. Kajian Tingkat Perkembangan Tanah Pada Lahan
Persawahan di Desa Kaluku Tinggu Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah.
Jurnal Agroland 16 (1) : 45 – 52.
Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: Andi
offset.
Utoyo, Bambang. 2007. Geografi. Bandung : PT Setia Purna Inves. 154 hlm.
Vigiyanto, Antok. 2014. Analisis Normalisasi Saluran Drainase Kecamatan Kota
di Kabupaten Tuban. Surabaya. Jurnal Mahasiswa UNESA.
Download