Uploaded by User97361

fisbang jurnal

advertisement
Nama
: Zhafirah A.F. Husain
NIM
: 551418038
Kelas
:B
Mata Kuliah : Fisika Bangunan 1
Judul
Jurnal
Volume dan Halaman
Tahun
Penulis
Reviewer
Tanggal
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Simulasi kenyamanan termal model rekomendasi taman air
berasitektur tradisional Bali pada taman kota I Gusti Ngurah
Made Agung di Denpasar
Jurnal Anala
Volume 2, No. 18
2018
I Wayan Sastrawan
I Gede Surya Darmawan
Zhafirah A.F. Husain
06 Desember 2019
Manusia akan selalu berusaha mengkondisikan
lingkungannya untuk tercapainya kenyamanan termal bagi
tubuhnya. Dalam mengkondisikan lingkungan ruang luarnya
tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Dengan kata
lain kenyamanan yang dirasakan manusia di ruang luar
sangat tergantung kondisi termal lingkungan tersebut. Obyek
ruang luar dalam penelitian ini merupakan lingkungan binaan
dengan wujud Taman Kota I Gusti Ngurah Agung di Kota
Denpasar.
Taman Kota sebagai obyek penelitian selama ini hanya
dinilai dari fungsinya sebagai sarana rekreasi yang nyaman
bagi masyarakat kota, baik dari kenyamana visual maupun
dari kenyamana termal. Untuk menjawab kebutuhan
kenyamanan termal dalam taman kota maka fokus
penelitian ini adalah pengkondisian elemen ruang luar
dengan konsep Arsitektur Tradisional Bali untuk
meningkatkan kenyamana termal dari kondisi esksisting.
Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan optimalisasi
kenyamanan termal taman kota melalui rekomendasi model
penataan dengan konsep Taman Air Arsitektur Tradisional
Bali. Dibutuhkan visualisasi kondisi termal menggunakan
software Envi-MET 3.1 untuk melihat peningkatan
kenyamanan termal pada model rekomendasi obyek
penelitian. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pemetaan
Metode penelitian
Pengidentifikasian kondisi
eksisting
peningkatan sebaran kuantitas kenyamanan termal pada
kondisi model rekomendasi taman kota. Dari pemetaan
sebaran kondisi termal tersebut diketahui bahwa tingkat
kenyamana termal pada model rekomendasi taman kota lebih
tinggi. Hasil ini kemudian dapat ditindaklanjuti sebagai
rekomendasi model Taman Kota I Gusti Ngurah Made
Agung dengan konsep Taman Air Arsitektur Tradisional Bali
serta kedepannya dapat diterapkan di kota – kota lain dengan
karakteristik serupa.
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui kualitas
kenyamanan termal serta pola penataan yang mempengaruhi
kondisi termal di obyek penelitian, maka metoda yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
melalui simulasi dengan aplikasi komputer yaitu Envi-MET
3.1 dan Comfort Calculator.
Dalam pengumpulan data dilakukan dengan cara
observasi lapangan untuk memperoleh data pengukuran
lapangan seperti kondisi termal dan kondisi fisik obyek
penelitian. Dalam observasi selain dilakukan pengamatan
kondisi eksisting, juga dilakukan pengukuran kondisi termal
(suhu, kelembaban, kecepatan dan arah angin) sebanyak tiga
periode waktu dalam satu hari. pagi (07.00 – Vol. 2 Februari
2018 29 09.00), siang (11.00 – 13.00), dan sore (pk 15.00 –
17.00).
pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
eksisting elemen ruang luar yang mempengaruhi kondisi
termal di lapangan. Di dalam area Lapangan Puputan Badung
terdapat beberapa zona, yaitu :
• Zona I adalah zona kegiatan bermain anak – anak dan sisi
barat kolam Monumen Pejuang Puputan
• Zona II adalah zona kegiatan duduk – duduk dengan kursi
taman dan perkerasan batu hitam dan sisi timur dari
monumen pejuang puputan
• Zona III adalah zona ruang terbuka dengan penataan
vegetasi saja.
• Zona IV adalah zona ruang terbuka yang berhadapan
dengan Pura Jagatnatha dan Museum bali dengan penataan
vegetasi
• Zona V adalah zona ruang terbuka di sisi barat panggung
pertunjukan dengan vegetasi yang padat.
• Zona VI adalah zona kegiatan berkumpul disekitar
peninggian dengan perkerasan.
Analisis Kondisi termal
Simulasi kondisi eksisting
dan model rekomendasi
taman kota
Hasil Penelitian
Hasil pengukuran termal dilakukan 3 kali pada waktu
pengukuran yang berbeda dalam satu hari. Adapun alat ukur
yang digunakan mampu memunculkan kondisi Suhu,
Kelembaban dan kecepatan angin.
Dari hasil pengamatan didapatkan sebuah konklusi bahwa
kenyamanan termal sesuai standar level suhu terukur yaitu :
- Pagi :
Zona I nyaman, zona II agak sejuk, zona III dan IV agak
hangat, zona V dan VI nyaman.
- Siang :
Zona I-VI agak hangat.
- Sore :
Zona I-VI agak hangat.
Berdasarkan penelitian Wirya, dkk (2016), tata letak
kolam air pada Taman Air ATB maka dapat dikelompokan
dalam tiga Model yaitu:
a. Model I, model taman dengan beberapa (3-5) kolam air
yang menutupi hampir 80% permukaan site dan kolam
tersebar di dalam areal site. Obyek penelitian yang termasuk
dalam obyek ini yaitu Taman Soekasada dan Taman Tirta
Gangga.
b. Model II, model taman dengan 2 kolam air yang masingmasing mengelilingi keseluruhan site dan kolam di dalam site
yang mengelilingi sebagian areal site. Obyek penelitian yang
termasuk dalam model ini yaitu Pura Taman Ayun.
c. Model III, model taman yang terdiri dari 2-3 kolam utama
dan berada di tengah site. Obyek penelitian yang termasuk
dalam model ini yaitu Pura Tirta Empul dan Pura Goa Gajah.
Pada tahap selanjutnya, dari pendataan kondisi eksisting
dilapangan dan hasil pengukuran dimanfaatkan sebagai
informasi dasar untuk diinput kedalam simulasi EnviMET
3.1. Input data juga dimodivikasi dengan model rekomendasi
taman air untuk diterapkan pada Taman Kota I Gusti Made
Agung.
Berdasarkan hasil simulasi Envi-MET 3.1. di atas
menunjukan sebaran kondisi termal terutama temperature
udara pada titik tertinggi yaitu pada pukul 13.00 hanya
mencapai 29,8 C. Sedangkan temperature tertingi pada hasil
pengukuran kondisi termal eksisting di lapangan mencapai
31,6 C. ini menunjukan model rekomendasi dengan
pendekatan konsep desain Arsitektur Tradisional Bali dapat
memberikan peningkatan kenyamanan termal. Berdarkan
simulasi ini pula diperoleh hasil rata-rata temperature pada
Kesimpulan
Kelebihan Penelitian
Kekurangan Penelitian
pukul 07.00 – 10.00 yaitu 25,6 C (Nyaman/Netral), pukul
11.00 – 13.00 yaitu 28,5 C (Agak Hangat), dan pukul 14.00
– 17.00 yaitu 26,8 (Nyaman/Netral. Data tersebut
menunjukan kenyamanan termal pada model rekomendasai
depanjang hari di dominasi oleh kondisi Nyaman/Netral.
Dalam simulasi juga menunjukan sebaran tingkat
temperatur rendah berada disekitar areal kolam. Ini
mengindikasikan bahwa penyejukan evaporasi oleh air
berdampak signifikan pada penurunan temperature udara.
Hasil tersebut sejalan dengan Snyder dan Catanase (1989)
yang menyatakan bahwa permukaan air dapat menyerap
panas, menyimpannya, dan memancarkannya kembali ke
atmosfir dalam satu periode 27,80C 29,50C 26,20C 27,30C
27,20C 28,70C Vol. 2 No. 18 | Pebruari 2018 37 dan proses
ini berlangsung untuk menyamakan perbedaan suhu harian
di tapak-tapak yang bersebelahan.
1. Tingkat kenyamanan termal berdasarkan hasil
pengukuran dan pengamatan di Taman Kota I Gusti Ngurah
Made Agung menunjukan kondisi “agak hangat” tersebut
masih dalam range nyaman.
2. Tingkat kenyamanan termal sepanjang hari berdasarkan
hasil simulasi model rekomendasi Taman Kota I Gusti
Ngurah Made Agung didominasi dengan kondisi
Nyaman/Netral.
3. Model II dari penelitian Wirya, dkk (2016) dapat
dijadikan sebagai acuan dasar pendekatan model dala
perancangan taman kota.
4. Hasil simulasi menunjukan keberadaan elemen air yang
mengelilingi taman kota memberikan dampak peningkatan
kenyamanan termal.
Penelitian bersifat sistematis dan menggunakan modelmodel yang bersifat matematis. Teori-teori yang digunakan
serta hipotesa yang diajukan juga biasanya berkaitan dengan
fenomena alam.
-
Judul
Jurnal
Volume dan Halaman
Tahun
Penulis
Reviewer
Tanggal
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Metode penelitian
The Case for Daylighting in Architecture
Archnet-LIAR, International Journal of Architectural
Research
Volume 3, No. 2
2009
Richard Barret
Zhafirah A.F. Husain
06 Desember 2019
Dalam studi sebelumnya yang dilakukan oleh penulis
(Barrett, 2003), pertanyaan 'coredaylighting' dianggap
mengacu pada pencahayaan alami rpada ruangan dalam
bangunan -ruang yang tidak dapat dengan mudah dinyalakan
menggunakan fenestrasi perimeter konvensional).
Namun, dalam mempertimbangkan pertanyaan ini,
pertama-tama penting untuk mundur dari proses, dan
melihat lebih luas pada masalah pencahayaan alami,
memeriksa masalah, dan membangun wadah untuk
memastikan kualitas pencahayaan alami dalam arsitektur.
Tujuan dari review ini adalah untuk mengidentifikasi
penelitian yang berkaitan dengan Jurnal yang membahas
alasan penggunaan Pencahayaan Alami dalam desain bentuk
dan ruang arsitektur, serta mengidentifikasi lebih lanjut
alasan penggunaan cahaya secara meluas dari yang bersifat
praktis, konservasi energi, faktor biaya, dan kesehatan dan
kesejahteraan, juga menjerumus ke estetika.
Sebuah pencarian sistematis literatur penelitian utama
dilakukan dengan menggunakan pilihan pencarian melalui
berbagai macam referensi dari berbagai buku yaitu, karya
Ander, G. (1995). Daylighting performance and design. New
York: Van Nostrand Reinhold.
Baker, N., & Steemers, K. (2002). Daylight design of
buildings. London: James & James.
Barrett, R.J. (2007). How well do New Zealand architects
understand systems and methods for re-directing natural light
into deep windowless spaces of buildings? Architectural
Science Review, 50(2), 163-172.
Building Industry Authority (NZ), New Zealand Building
Code. (1992). The building code handbook & approved
documents, Wellington, New Zealand: Author.
Dan berbagai Penulis terkenal lainnya.
Kasus pencahayaan alami
Kesehatan, Kinerja
Kesejahteraan
Sejarah penerangan alami dalam arsitektur diselingi oleh
perkembangan besar, seperti penemuan sistem struktural
baru yang memungkinkan bukaan lebih besar, dan karenanya
pencahayaan alami yang lebih baik. Namun, bisa dibilang,
satu peristiwa tunggal dapat dianggap penting, tetapi juga
merusak peran pencahayaan alami dalam arsitektur, adalah
penemuan pencahayaan neon pada pertengahan 1930-an.
Terlepas dari perkembangan teknologi seperti lampu
neon, ada beberapa arsitek abad ke-20 untuk yang tidak berkompromi, dan yang mengakui peran penting yang
dimainkan oleh pencahayaan alami dalam pekerjaan mereka.
Misalnya, Profesor S.E. Rasmussen, dalam sebagai
pengajar dari Royal Institute of British Architects,
menyatakan bahwa “ruangan yang sama dapat dibuat untuk
memberikan kesan spasial yang sangat berbeda dengan cara
sederhana untuk mengubah ukuran dan lokasi bukaannya.
Memindahkan jendela dari tengah dinding ke sudut akan
mengubah seluruh karakter ruangan". Dia berpendapat
bahwa cahaya matahari adalah " dasar dalam memungkinkan
kita mengalami arsitektur ".
Gallagher (1994) mengemukakan bahwa Revolusi Industri
membuat perbedaan yang signifikan dengan cara kita hidup.
Kita berubah dari cara hidup agraris, yang pada dasarnya
bebas di alam terbuka ke lingkungan perkotaan yang lebih
tertutup. Dia percaya kita beradaptasi dengan cepat terhadap
gaya hidup baru ini, terlepas dari jutaan tahun evolusi yang
telah membuat kita merespons siklus bumi dan matahari.
Gallagher menyatakan, bagaimanapun, bahwa para ilmuwan
berwawasan lingkungan kini mempertanyakan apa yang
kami pertaruhkan untuk hidup di dalam ruangan, dengan
pencahayaan buatan, pemanas dan pendingin.
Ketersediaan cahaya Alami dan dampaknya terhadap
kesehatan dan kesejahteraan pengguna bangunan pada
umumnya saat ini diakui sebagai fakta.
Ia juga sangat spesifik dalam masalah kesehatan dan
kesejahteraan penghuni bangunan, dan menunjukkan bahwa
"cahaya juga dapat dianggap berdasarkan alasan fisiologis
dan biologis sebagai hal yang penting untuk kesejahteraan
penghuni bangunan karena efek non-visualnya.
Evans (1981) menunjukkan bahwa organisme manusia
bekerja paling efektif dan produktif ketika ada kondisi
rangsangan yang berubah, dan bahwa dengan sifatnya yang
sangat tidak konstan, cahaya matahari solusi yang baik untuk
Kesimpulan
Kelebihan Penelitian
Kekurangan Penelitian
hal ini. “trik dalam membangun desain pencahayaan adalah
untuk menemukan cara untuk menyediakan variasi kecerahan
permukaan yang cukup tenang sementara pada saat yang
sama memberikan fleksibilitas dan rangsangan visual.
Pengenalan sinar matahari yang tepat ke lingkungan adalah
cara paling sederhana dan paling efektif. Evans juga
menunjukkan pentingnya orientasi, dan fakta bahwa manusia
memiliki kebutuhan bawaan untuk dapat berhubungan, baik
secara fisik dan psikologis, dengan lingkungan mereka.
Dalam membuat kasus untuk orientasi dan kebutuhan untuk
tampilan eksterior di dalam bangunan ia menggunakan
analogi seorang penumpang di atas kapal, dan menunjukkan
bahwa penumpang lebih mungkin menderita penyakit laut di
bawah geladak, daripada saat dia menghadap kearah
cakrawala, dan itu (meskipun efeknya jauh lebih ringan) hal
yang sama berlaku untuk penghuni Gedung.
Pentingnya melihat seluruh bangunan tidak bisa terlalu
ditekankan. Thomas, seperti Lam, dan Baker and Steemers
mengakui apa yang ia sebut sebagai “pergeseran pemikiran
yang paling signifikan,”yaitu mempertimbangkan bangunan
secara keseluruhan. Pendekatan yang lebih holistik ini
mempertimbangkan aspek-aspek seperti tapak awal
bangunan, bentuk akhirnya, dan struktur serta bahan yang
digunakan untuk konstruksi. Dia menganggap bahwa
cahaya matahari menjadi pertimbangan penting dalam
desain bangunan, bahwa desain harus "bertujuan untuk
memberikan pencahayaan yang cukup setiap kali matahari
berada di atas cakrawala"
Penelitian telah dipaparkan dengan data yang cukup
akurat juga terurut sesuai dengan tahapan penelitian.
Penelitian lapangan perlu dilakukan lebih mendalam
untuk mendapatkan hasil sempurna.
Download