TAFSIR SUFI Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Madzahib al-Tafsir Wa Manahijuhu Dosen Pengampu: H. Edward Maofur, MA., Ph.D Oleh: Moh. Khoerul Imanul Aziz (219410888) PROGRAM PASCASARJANA ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH INSTITUT ILMU AL-QUR’AN JAKARTA TAHUN AJARAN 2020 M/ 1441 H 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ilmu tafsir itu sejak Al-Qur’an itu sendiri diturunkan. Sebab, begitu Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad, sejak itu pula beliau melakukan tafsir dalam pengertian yang sederhana, yakni memahami dan menjelaskannya kepada para sahabat. Beliau adalah the interprenter (awwalul mufassir), orang pertama yang menguraikan Al-Qur’an dan menjelaskan kepada umatnya. Berkembangnya ilmu tafsir memiliki banyak versi sesuai perkembangan zaman. Setiap mufassir yang memiliki keahlian dalam bidang keilmuan tertentu, akan menghasilkan tafsiran yang sesuai dengan keahlian yang mereka miliki. Inilah yang menyebabkan munculnya berbagai macam corak penafsiran yang ada selama ini, salah satunya adalah tafsir yang bercorak sufi. Akan tetapi, tafsir sufi tidak dapat berkembang seperti halnya tafsir fiqh dan tafsir-tafsir lainnya, ini disebabkan karena banyak orang merasa berat menerima tafsir sufi, karena, tafsir sufi dicurigai dan dianggap sebagai ajaran yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Penulis 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Corak Dalam bahasa Arab kata corak disebut dengan ألوان - لونyang artinya warna, rupa atau macam.1 Sedangkan menurut terminologi corak adalah Kecenderungan para Mufassirin dalam menafsirkan ayat- ayat Al-Qur’an sesuai dengan keilmuan yang dia miliki. B. Pengertian Sufi Kata sufi itu berasal dari kata يصوف – صافyang artinya merujuk pada jubah, atau pakaian yang sederhana, dan kata sufi itu sendiri masih satu turunan arti dengan tasawuf. Sebagian ulama berpendapat bahwa kata sufi berasal dari madhi dan mudlari’ صفا يصفوyang mempunyai arti jernih, bersih. Jernih dalam artian jernih dalam pemikiran dan bersih dalam artian bersih batin dan dzahir, yang mana hal ini menaruh penekanan pada memurnian hati dan jiwa.2 Tafsir sufi adalah corak penafsiran Al-Qur’an yang beraliran tasawuf. Dalam definisi lain, tafsir sufi adalah tafsir yang dibangun atas dasar-dasar teori sufistik yang bersifat falsafi atau tafsir yang dimaksudkan untuk menguatkan teori-teori sufistik dengan menggunakan metode ta’wil dengan mencari makna batin (makna esoteris). Sebagaimana halnya dalam 1 Muhammad Yunus, Kamus Arab- Indonesia( jakarta: Pt.Hidakarya Agung, 1989). 2 Muhammad Huseyn al-Dzahabi, al-Tasir wa al-Mufassirun, (Kairo: Maktabah Wahbiyyah, ttp.), Juz II, hal. 250. 3 pembagian dalam tasawuf, maka corak tafsir ini juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu tafsir sufi nazhari dan tafsir sufi isyari. 3 Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. )14 : قد أفلح من تزكى (األعلى Sungguh beruntung orang- orang yang mensucikan jiwanya. 1. Tafsir Sufi Nazhari Tafsir sufi nazhari adalah tafsir yang disusun oleh ulama-ulama yang dalam menafsirkan Al-Qur’an berpegang pada teori-teori tasawuf yang mereka anut dan dikembangkan. Para sufi nahari berpendapat bahwa pengertian literal Al-Qur’an bukanlah pengertian yang dikehendaki. Pengertian yang dikehendaki adalah pengertian batin. Karena itu mereka sering menggunakan takwil untuk menyesuaikan pengertian ayat-ayat Al-Qur’an dengan teori-teori tasawuf yang mereka anut. Pada intinya, tafsir ini adalah sebuah tafsir yang dibangun untuk mempromosikan salah satu di antara sekian teori mistik dengan menggeser tujuan Al-Qur’an kepada tujuan dan target mistis mufassirnya. 2. Tafsir Sufi Isyari Tafsir sufi isyari atau faidli adalah pentakwilan ayat-ayat AlQur’an yang berbeda dengan makna lahirnya, sesuai dengan petunjuk khusus yang diterima para tokoh sufisme. Tetapi, antara kedua makna tersebut dapat dikompromikan.4 “Tafsir isyari”, tulis al-Zarqani, 3 Usman, Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2009, Cet. I, hal. 288. 4 Abdul Mustaqim, Aliran-Aliran Tafsir, hal.73. 4 “adalah takwil Al-Qur’an tanpa mengambil makna lahirnya untuk mengungkapkan petunjuk tersembunyi yang tampak pada para pelaku tasawuf. Sebetulnya, dimungkinkan juga untuk menggabungkan kedua makna itu, yang lahir dan yang batin.” 5 Para sufi berpendapat bahwa dibelakang dalil-dalil berupa kata-kata dan kalimat terdapat juga pemikir yang sangat dalam dan makna yang sangat halus. Juga hakikat Qur’an tidak hanya terbatas pada pengertian yang bersifat lahiriah saja, tetapi tersirat pula makna batin (makna yang tersembunyi dibalik kata) yang justru merupakan makna terpenting. Karena itu Nashruddin Khusru mengatakan: “Tafsir teks Qur’an secara lahir adalah jasadnya akidah, sedangkan tafsir yang lebih mendalam ibarat ruhnya. Mana mungkin jasad dapat hidup tanpa ruh?”. 6 Para mufassir dalam tafsir ini berpendapat bahwa ayat-ayat AlQur’anmemiliki dua pengertian, yaitu pengertian tekstual (tersurat) dan pengertian non tekstual (tersirat). Pengertian tekstual merupakan pengertian pertama yang dapat ditangkap oleh manusia ketika berusaha menafsirkan maksud dari ayat al-Qur’an. Sedangkan pengertian non tekstual mencakup pengertian-pengertian rumit yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja, melalui latihan rohani sehingga mampu menangkap isyarat-isyarat ketuhanan dan memberi pengetahuan rabbaniy ke dalam hati mereka. Pengetahuan itulah yang digunakan mereka untuk mengetahui al-Qur’an.7 5 Jalaluddin Rakhmat, Tafsir Sufi Al-Fatihah, Bandung: Mizan, 2012, hal. 17. 6 Ahmad Asy-Syirbashi, Sejarah Tafsir Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, hal. 133. 7 Usman, Ilmu Tafsir, hal. 289-290. 5 C. Sejarah Perkembangan Tafsir Sufi Tafsir Sufi adalah tafsir yang ditulis oleh para sufi atau ahli tasawuf. Tasawuf itu sendiri secara harfiah berarti mensucikan diri. Dalam ilmu agama Islam, berarti mensucikan qalbu, bermunajat kepada Allah, dan menjernihkan ruh agar dapat berhubungan langsung dengan Allah sehingga dapat meraih pelimpahan cahaya Ilahi dan ilham. Tasawuf dalam pengertian ini telah dikenal sejak awal islam. Para shahabat selalu melaksanakan munajat. Namun pada saat itu belum dikenal dengan istilah tasawuf. Istilah tasawuf baru digunakan oleh Abu Hasyim Assufi (w. 150 H.) Setelah itu muncullah berbagai macam pembahasan tentang tasawuf dan teori-teorinya. Para sufi melakukan riyadhah rohani yang akan membawa mereka ke suatu tingkatan dimana ia dapat menyaikapi isyarat- isyarat kudus yang terkandung di dalam Al-Qu’ran, dan akan tercurah kedalam hatinya, dari limpahan ghaib, Para sufi berpendapat bahwa ayat- ayat Al-Qur’an memiliki makna zahir dan makna batin. Makna zahir adalah apa yang mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan makna batin ialah isyarat- isyarat yang tersembunyi yang dikandung ayat- ayat Al-Qur’an yang hanya nampak bagi ahli suluk. Corak (laun) penafsiran ini bukan bentuk penafsiran yang baru, melainkan telah dikenal sejak turunnya Al-Qur’an kepada Rasul Saw, dan itu di isyaratkan sendiri oleh Al-Qur’an, selain itu Nabi juga memberitahukan kepada para shahabat.8 Beliau besabda: لكل أية ظهر وبطن ولكل حرف حد ولكل حد مطلع 8 Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung: pustaka setia,2005)hlm 166. 6 Artinya: “ setiap ayat memeliki makna lahir dan makna batin. Setiap huruf memiliki batasan- batasan tertentu. Dan setiap batasan memeliki tempat untuk melihatnya. Para shahabat pun banyak yang mengungkapkan Tafsir Isyarat ini. Dengan demikian, corak tafsir ini sebagaimana Tafsir Bil matsur sudah ada sejak dahulu. D. Karakteristik Tafsir Sufi Ada anggapan bahwa penafsiran kaum sufi berbeda dengan penafsiran para filsuf, teolog, maupun fuqaha’, karena penafsiran mereka yang khas. Namun, sebagai suatu penafsiran, mau tidak mau penafsiran sufistis melibatkan kognisi (kesadaran), dan karenanya tidak memiliki perbedaan dengan penafsiran-penafsiran lain yang terbuka untuk di uji validitasnya. 9 Dengan demikian, dapat dilihat karakteristik atau ke-khas-an dari tafsir sufi salah satunya adalah bahwa tafsir sufi berbeda dengan tafsir fiqh. Jika tafsir fiqh itu lebih merujuk pada ayat-ayat ahkam, sedangkan tafsir sufi lebih pada ayat-ayat yang berbau mistis. Sehingga dalam penafsirannya para sufi lebih menggunakan makna batiniah, tetapi tidak menafikkan makna lahiriahnya. Penafsiran yang dilakukan oleh para sufi, pada umumnya dikuasai oleh ungkapan mistik. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak dapat dipahami kecuali orang-orang sufi dan yang melatih diri untuk menghayati ajaran tasawuf. 9Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean, Tafsir Kontekstual AlQur’an, Bandung: Mizan, 1990, Cet. II, hal. 24. 7 E. Syarat-Syarat Diterimanya Tafsir Sufi Tafsir sufi dapat diterima jika memenuhi beberapa syarat-syarat berikut: 1. Tidak menafikan makna lahir (pengetahuan tekstual) al-Qur’an 2. Penafsirannya diperkuat oleh dalil syara’ yang lain. 3. Penafsiran tidak bertentangan dengan dalil syara’ dan akal. 4. Mufassirnya tidak menganggap bahwa penafsirannya itu merupakan satu-satunya penafsiran yang benar, tetapi harus mengakui terlebih dahulu makana lahiriah ayat. F. Contoh Model Penafsiran Tafsir Sufi Dalam pembahasan contoh dan model penafsiran tafsir sufi ini, penulis akan memberikan contoh model penafsiran tafsir sufi nazhari dan contoh model tafsir sufi isyari, berikut adalah contoh model penafsirannya: 1. Contoh Model Penafsiran Tafsir Sufi Nazhari (Ibn ‘Arabi) فَ ْاد ُخلِي ِِف ِعبَ ِادي َو ْاد ُخلِي َجن َِّت “Masuklah engkau (nafsu muthmainnah) ke dalam golongan hambahamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku” (Q.S. al-Fajr : 29-30) Yang dimaksud dengan surga (jannah) dalam ayat tersebut, menurut Ibn ‘Arabi “diri sendiri”. Karena, dengan memasuki diri sendiri seseorang mengenal dirinya, dan dengan mengenal dirinya itu ia akan mengenal Tuhannya. Inilah puncak dari kebahagiaan bagi manusia. Penafsiran ini didasarkan kepada pemahaman Ibn ‘Arabi tentang wahdatul wujud (kesatuan wujud) yang diyakininya. Menurut konsepsi wahdatul wujud, tidak ada 8 satupun yang wujud kecuali wujud yang satu, yaitu wujud al-Haqq (Allah). Allah itulah tempat kebahagiaan. Semua wujud yang lain adalah sebuah cerminan (mazhahir) dari wujud yang al-Haqq tersebut.10 2. Contoh Model Penafsiran Tafsir Sufi Isyari (al-Tustari) ِ الص ِ اْلَْن ِ اح ِ ُاْلُن السبِ ِيل ْ ِب ب ْ اْلَا ِر ْ اْلَا ِر ِذي الْ ُق ْرَ َٰب َو ْ َو َّ ب َو َّ ب َوابْ ِن “tetanggamu yang dekat dan teman yang jauh, dan teman sejawat, dan ibnu sabil” (Q.S. al-Nisa: 36) Al-Tustari menafsirkan ayat tersebut , setelah mengemukankan pengertian lahiriahnya, bahwa makna batin dari ayat tersebut adalah yang dimaksud dengan ungkapan “hati”, ِ ُاْلُن ب ْ اْلَا ِر ْ َو اْلَا ِر ِذي الْ ُق ْرَ َٰب ْ َو ِ الص ِ اْلَْن ِ اح ب ْ ِب ب َّ َو adalah “tabiat”, ِ ِالسب mengikuti syariat”, dan يل َّ dalam ayat di atas adalah adalah “akal yang َوابْ ِنadalah “anggota-anggota badan yang taat kepada Allah” G. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Sufi 1. Kelebihan a. Tafsir tasawuf mengungkapkan makna lahir dan zhahir dari Al-Qur’an b. Tafsir tasawuf lebih fokus pada ayat-ayat tentang akhlak. c. Mengungkapkan isyarat-isyarat yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an d. Penafsirannya diperkuatkan oleh dalil-dalil yang lain.11 10 Usman, Ilmu Tafsir, hal. 288-289. 11 Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung: pustaka setia,2005)hlm 166 9 2. Kekurangan a. Makna dari penakwilannya yang membingungkan. b. Takwilnya jauh dari yang semestinya c. Pengambilan makna batiniyah sering kali mengabikan kaedah-kaedah penafsiran yang telah ditetapkan. d. Tafsir tasawuf tidak berkembang seperti tafsir lainnya. e. Para penafsir dapat terjebak dalam penafsiran yang sesat. f. Penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an telah bercampur dengan teori-teori filsafat.12 H. . Penyebab Tafsir Sufi Tidak Berkembang Tafsir Sufi adalah tafsir yang berusaha menjelaskan makna ayat- ayat Al- Qur’an dari segi esoterik atau berdasarkan isyarat- isyarat yang tersirat yang nampak oleh sufi dalam suluknya. Maka banyak orang- orang yang merasa berat untuk menerimanya, dan menyebabkan tafsir sufi tidak dapat berkembang seperti tafsir lainnya. Ada beberapa alasan mengapa mereka menolak tafsir sufi: 1. Mereka khawatir, dengan mengambil makna bathiniah saja, tafsir sufi mengabaikan makna lahiriah. Akibatnya, syariat dilecehkan atau ditingalkan sama sekali. Karena menerima takwil dengan mengabaikan tanzil. 2. Pengambilan makna bathiniah sering kali mengabaikan kaedahkaedah hukum Bahasa Arab. Maksudnya, makna bathiniah yang didapatkan dari pengalaman ruhaniyah, biasanya bertentangan dengan kaidah-kaidah Bahasa Arab yang digunakan 12 Manna’ Khalil al- Qattan, dtrjh oleh. Muzdakir. Studi Ilmu-Ilmu AlQur’an (Bogor: Pustaka litera Antar Nusa, 2004) hlm.494 10 untuk menafsirkan Al-Qur’an secara lahir dan pengalaman ruhaniyah pada Al-Qur’an sangat supra irasional sehingga sulit untuk diverifikasi. 3. Tafsir sufi dicurigai karena tasawuf dianggap menyimpang dari AlQur’an dan Sunnah, atau lebih buruk lagi sebagai ajaran kaum musyrikin yang ingin dimasukkan kedalam ajaran agama islam. I. Tokoh – Tokoh Tafsir Sufi dan Karyanya Berikut adalah beberapa tokoh sufi dengan buah karyanya yang terkenal, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Kitab al-Futuhat al-Makiyyah dan al-Fushush al-Hikam, karya Ibn ‘Arabi (w.638 H). 2. Kitab Ruh al-Ma’ani, karya Al-Alusi (w. 1854 M). 3. Kitab Gharaib Al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, karya Imam alNaisabury. 4. Kitab Al-Qur’anal-Azhim,QasasulAnbiya,Raqa’iq alMuhibbin, karya at-Tusturi (w. 283 H). 5. Kitab Haqa’iq At-Tafsir, karya al-Alamah Abu Abdurrahman alSulami al-Sufi (w. 412 H). 6. Kitab Arais Al-Bayan fi Haqa’iq Al-Qur’an, karya Imam Asy-Syirazi (w. 283 H). 7. Kitab al-Ta’wil al-Najmiyah, karya Najm al-Din dan ‘Ala’ al-Daulah al-Samnan.13 13 Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000, hal. 167. 11 BAB III KESIMPULAN Tafsir sufistik sebagai sebuah corak tafsir ysng merupakan suatu hasil kontak antara tradisi sufisme. Dan tafsir sufi juga merupakan corak penafsiran Al-Qur’an yang beraliran tasawuf. Sebagaimana halnya dalam pembagian dalam tasawuf, maka corak tafsir ini juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu tafsir sufi nazhari dan tafsir sufi isyari. Dalam tafsir corak sufi ini memiliki ciri tersendiri yaitu ayat-ayatnya sebagian besar adalah ayat yang berbau mistis. Secara operasional, tafsir sufi bertujuan mengungkap beberapa simbol (isyarat) makna dalam Al-Qur’an lewat suatu interpretasi yang mendalam (ta’wil). Dalam konteksnya, tafsir sufi merupakan tafsir yang mencoba mengungkapkan makna bathin yang ada dalam Al-Qur’an disamping makna zhahirnya. Tafsir sufi tidak berkembang seperti tafsir- tafsir lainnya, dikarenakan banyak orang-orang yang khawatir akan tafsir sufi. Kita tidak diwajibkan mengikuti tafsir sufi, karena tafsir sufi tidak menggunakan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan para ulama dalam menafairkan Al-Qur’an. Dan juga tafsir sufi, penafsirannya didapatkan melalui isyarat- isyarat yang didapatkan melalui suluk. 12 DAFTAR PUSTAKA Al-Dzahabi Huseyn Muhammad, al-Tasir wa al-Mufassirun, (Kairo: Maktabah Wahbiyyah, ttp.), Juz II, hal. 250. Anwar Rosihon, Ilmu Tafsir (Bandung: pustaka setia,2005) hlm 166. Anwar Rosihon, Ilmu Tafsir, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000, hal. 167. Asy-Syirbashi Ahmad, Sejarah Tafsir Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, hal. 133. Khalil al- Qattan Manna’, dtrjh oleh. Muzdakir. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Bogor: Pustaka litera Antar Nusa, 2004) hlm.494 Mustaqim Abdul, Aliran-Aliran Tafsir, hal.73. Panggabean Rizal Samsu dan Amal Adnan Taufik, Tafsir Kontekstual AlQur’an, Bandung: Mizan, 1990, Cet. II, hal. 24. Rakhmat Jalaluddin, Tafsir Sufi Al-Fatihah, Bandung: Mizan, 2012, hal. 17. Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung: pustaka setia,2005)hlm 166 Usman, Ilmu Tafsir, hal. 288-289. Usman, Ilmu Tafsir, hal. 289-290. Usman, Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2009, Cet. I, hal. 288. Yunus Muhammad, Kamus Arab- Indonesia ( jakarta: Pt.Hidakarya Agung, 1989). 13