Uploaded by diayumitalestariimania

AKHLAK SOSIAL ISLAM

advertisement
AKHLAK SOSIAL ISLAM
Manusia sejak lahir membutuhkan orang lain. Aristoteles mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk politik (zoon poloticon). Artinya, manusia tidak akan bisa
hidup sendiri tanpa adanya bantuan atau kerja sama dengan orang lain. Hidup sosial
bermasyarakat seringkali menjadikan kita harus lebih waspada dan mawas diri,
karena hidup dengan sejumlah orang tentunya juga punya karakter, sifat, dan watak
serta perilaku yang berbeda-beda. Karena itu, harus ada sikap saling pengertian yang
dibangun di atas landasan saling percaya dan menjaga kepercayaan tersebut.
Terkait dengan hidup sosial bersama orang lain, Rasulullah saw telah bersabda
melalui riwayat Ibnu Umar ra.
Artinya, "Seorang mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan sabar atas
rintangan mereka, lebih baik daripada orang yang tidak bergaul dengan
masyarakat (menyendiri) serta tidak sabar atas rintangan mereka."
Berikut ini adalah beberapa akhlak sosial islam yang bisa dijadikan landasan
hidup bermasyarakat.
1. Berlaku Adil
Berbuat adil atau keadilan adalah tindakan yang paling mendekati takwa.
Allah swt berfirman,
Artinya, "Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat pada takwa" (QS. alMa'idah [5]: 8).
Ayat ini dikaitkan dengan peringatan Allah swt bahwa dalam
menegakkan keadilan, kita jangan sampai terpengaruh oleh hubungan suka
atau tidak suka kepada seseorang. Walaupun kita sedang diliputi kebencian,
keadilan harus tetap dilaksanakan. Demikian juga ketika kita diliputi oleh
suasana senang dan sukacita. Allah swt berfirman,
1
Artinya, "Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil" (QS. al-Ma'idah [5]: 8).
Dalam ilmu-ilmu sosial dijelaskan bahwa tindakan manusia yang paling
mungkin melanggar keadilan ialah tindakan menggunakan kekuasaan. Oleh
karena itu, kekuasaan dalam agama kita harus dipandang sebagai amanat
Allah swt. Dan amanat itu harus kita tunaikan dengan sebaik-baik dan seadiladilnya. Allah swt berfirman,
Artinya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat" (QS. an-Nisa' [4]: 58).
Ayat di atas menyebutkan kata jamak "amanat-amanat". Artinya, banyak
sekali amanat yang kita terima. Semua kelebihan yang ada pada kita adalah
amanat. Harta yang ada pada kita adalah amanat Allah. Begitu juga
pengetahuan kita dan apa saja yang membuat hidup kita ini menjadi lebih
baik. Semua hak istimewa kita adalah amanat. Firman Allah tadi dilanjutkan
dengan ayat yang secara khusus menyebut pemerintahan sebagai sesuatu
yang harus dijalankan dengan adil dalam kaitannya dengan amanat. Allah swt
berfirman,
Artinya, "Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil" (QS. an-Nisa' [4]: 58).
Harta adalah juga amanat Allah swt. Bahkan, Al-Quran juga menyebutkan
bahwa harta adalah sesuatu di mana kita ditunjuk untuk menguasainya.
Makna penunaian amanat harta kepada yang berhak ialah melaksanakan
2
fungsi sosial harta. Yaitu, selain dimanfaatkan untuk keperluan kita dan
keluarga, juga disalurkan sebagian kepada masyarakat yang memerlukan.
Allah swt berfirman,
Artinya, "Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya"
(QS. al-Hadid [57]: 7).
Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan
secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. Manusia
menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah
disyariatkan Allah. Karena itu, tidaklah boleh kikir dan boros.
Dalam agama kita, pemilikan harta bersifat suci. Hak kita untuk memiliki
harta tak boleh diganggu. Ada sebuah hadis yang mengatakan bahwa kalau
seseorang meninggal dalam rangka membela hartanya yang halal dan sah,
maka dia mati syahid. Nabi bersabda,
Artinya, "Barang siapa mati membela hartanya yang sah, maka dia itu
adalah mati syahid."
Hadis ini memberi gambaran sangat kuat bahwa harta sebagai milik yang
sah adalah suci. Namun, kepemilikan harta dalam Islam bukan kepemilikan
mutlak, melainkan hanya bersifat titipan. Ini berbeda dengan kapitalisme yang
memandang pemilikan harta bersifat mutlak sehingga seorang pemilik harta
boleh melakukan apa saja terhadap hartanya. Mau dibuang ke laut, dibakar,
atau diwasiatkan kepada binatang juga boleh.
Kalau kita baca koran, tidak jarang kita temukan berita bagaimana
seorang kaya meninggalkan wasiat agar kalau dia mati hartanya diberikan
kepada anjingnya. Sementara keluarganya sendiri tidak mendapat apa-apa.
Menurut hukum di Amerika, wasiat itu harus dilaksanakan. Dalam Islam tidak
demikian. Pembelanjaan harta dalam Islam harus dilakukan sesuai petunjuk
3
Allah, bahwa pertama-tama harta dibelanjakan untuk keluarga, kemudian
untuk masyarakat. Dalam hukum waris pun kita tidak boleh meninggalkan
wasiat supaya harta kita diberikan kepada suatu badan sosial lebih dari
sepertiga. Karena, tentu kita mempunyai tanggung jawab kepada keluarga
kita. Allah swt berfirman,
Artinya, "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar" (QS. an-Nisa' [4]: 9).
Kendati demikian, harta tetaplah amanat. Kita bisa bandingkan harta
dengan kekuasaan. Bahkan, kekuasaan adalah amanat yang lebih penting
untuk diawasi. Karena, di antara semua fasilitas dan kemudahan dalam hidup
ini, yang paling mudah disalahgunakan ialah kekuasaan. Dalam bahasa asing
ada istilah-istilah yang sering memperingatkan kita tentang bahaya
kekuasaan, seperti power tends to corrupt, kekuasaan itu cenderung untuk
curang. Absolut power corrupt absolutely, kekuasaan yang mutlak akan
menjadi curang secara mutlak.
Maka dari itu, dalam agama kita tidak diizinkan adanya kekuasaan yang
mutlak. Dalam bahasa Arab disebut sebagai thagut, yang sering diterjemahkan
sebagai tiran. Dan contoh thagut yang paling banyak disebutkan Al-Quran
adalah Fir'aun. Seperti firman Allah kepada Musa as.
Artinya, "Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas"
(QS. Taha [20]: 24).
Perjuangan Musa as adalah perjuangan dari seorang pembebas melawan
seorang penindas. Exsodus besar-besaran bangsa Israel dari Mesir ke Palestina
adalah lambang dari pembebasan manusia dari perbudakan dan penindasan.
4
Al-Quran berkali-kali menceritakan exsodus ini. Ini semua mengandung
pelajaran moral mengenai perjuangan abadi manusia melawan tiran semenjak
manusia mengenal kekuasaan, yang secara historis itu dimulai oleh bangsa
Sumeria, dilembah sungai Effrat dan Tigris—orang Yunani menyebutnya
sebagai Mesopotamia, artinya lembah antara dua sungai—sekitar 60.000
tahun lalu. Sejak itu manusia menjalani penyalahgunaan kekuasaan.
Tentang berlaku adil dalam kehidupan sosial, Rasulullah saw juga pernah
bersabda,
Artinya, "Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda, 'Ada tujuh
(macam) manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang
tiada naungan kecuali naungan Allah, yaitu: 1) imam/pemimpin yang
adil, 2) pemuda yang tumbuh dewasa dan rajin beribadah kepada Allah,
3) orang yang hatinya selalu gandrung ke masjid (untuk beribadah), 4)
dua orang yang saling mengasihi karena Allah, keduanya berkumpul atau
berpisah karena Allah, 5) seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh
wanita yang berkedudukan lagi cantik tetapi dia menolak sambil berkata,
'Saya takut kepada Allah,' 6) orang yang bersedekah secara diam-diam
sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh
tangan kanannya, dan 7) orang yang selalu ingat kepada Allah di kala
berkhalwat hingga ia mencucurkan air matanya'" (HR. Muttafaq 'Alaih).
Hadis ini menjelaskan tentang orang-orang yang akan mendapatkan
perlindungan Allah swt di hari Kiamat. Dari tujuh macam orang yang
akan mendapat perlindungan Allah di hari Kiamat kelak, satu di
antaranya pemimpin yang adil. Sebab, hanya dengan pemimpin yang
adillah suatu ketenteraman bisa terwujud, sedangkan hanya dengan
ketenteraman itu setiap orang dapat mengerjakan apa pun dengan
sebaik-baiknya.
5
2. Akhlak Saling Menyayangi
Bersikap kasih sayang adalah bagian dari akhlak karimah yang harus
dimiliki oleh setiap muslim. Kasih sayang terhadap siapa pun akan
mengantarkan seseorang senantiasa melakukan kebajikan. Seseorang yang
kehilangan sikap kasih sayang, tidak akan pernah dikasihsayangi oleh orang
lain. Karena itu, setiap muslim harus selalu berupaya untuk memiliki sikap
kasih sayang yang mendalam, sehingga dapat memperoleh kedudukan yang
tinggi di sisi Allah dan senantiasa dijadikan teladan oleh sesama manusia.
Perihal sikap kasih sayang, banyak diterangkan dalam Al-Quran. Di antaranya
adalah:
Artinya, "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah, 'Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil'" (QS. al-Isra'
[17]: 24);
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari
karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan
hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang
kafir
(dengan
kekuatan
orang-orang
mukmin).
Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar" (QS. al-Fath
[48]: 29);
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
6
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik" (QS. al-A'raf [7]: 56).
Rasulullah saw, lewat hadis-hadisnya juga menganjurkan kepada
umatnya agar senantiasa bersikap kasih sayang terhadap siapa pun, kapan
pun, dan di mana pun. Sebab, orang yang memiliki kasih sayang akan selalu
disayang oleh Allah swt. Di antara sabda-sabda Rasulullah saw yang
menerangkan tentang anjuran untuk memiliki sikap kasih sayang adalah
sebagai berikut.
Artinya, "Barang siapa tidak memiliki kasih sayang terhadap sesama
manusia, maka tidak akan pernah dikasih sayangi oleh Allah" (HR. Bukhari
Muslim).
Seseorang yang senantiasa menyayangi sesama manusia, berarti dia
telah menjadi kekasih Allah. Sebab, Allah akan senantaiasa menyayangi orangorang
yang
bersikap
kasih
terhadap
sesama
manusia
maupun
terhadapmakhluk lain.
Rasulullah saw bersabda,
Artinya, "Allah berfirman, 'Kasih sayang-Ku telah mendahului kemurkaanKu'" (HR. Muslim).
Dalam sebuah hadis qudsi Allah telah menegaskan bahwa kasih sayang
Allah dapat mengalahkan kemurkaan-Nya. Misalnya, ada seorang hamba
berlaku maksiat, tetapi dia masih memiliki kepedulian dan kasih sayang
terhadap sesama, maka Allah masih tetap akan mengasihsayangi dirinya.
Artinya, Allah tetap bersedia memberikan ampunan atas dosa-dosa yang
terlanjur dilakukannya lantaran dia mengasihsayangi sesama.
Berikut ini adalah teladan kasih sayang yang dilakukan Rasulullah saw.
1. Kasih sayang terhadap sesama muslim
7
2. Kasih sayang terhadap orang musyrik
3. Kasih sayang terhadap anak-anak
4. Kasih sayang terhadap alam
3. Mencintai Sesama
Mencintai sesama manusia adalah bagian dari akhlak karimah yang harus
dimiliki oleh setiap muslim. Sebab, seseorang belum bisa dikatakan beriman
sempurna sebelum dia mampu mencintai orang lain seperti mencintai dirinya
sendiri. Bahkan, orang yang saling mencintai terhadap sesama akan
mendapatkan jaminan surga. Perihal rasa cinta banyak diterangkan dalam AlQuran, di antaranya adalah:
Artinya, "Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah.
kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah
kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada
keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta
menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.
Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus" (QS. al-Hujurat
[49]: 7);
"Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang
tersusun kokoh" (QS. as-Saf [61]: 4);
"Yusuf berkata, 'Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada
memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan
daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi
keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh'"
(QS. Yusuf [12]: 33);
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingantandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
8
kepada Allah. Dan jika orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui
ketika mereka melihat siksa (pada hari Kiamat) bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya
(niscaya mereka menyesal)" (QS. al-Baqarah [2]: 165).
Dalam ayat yang lain banyak diterangkan tentang kecintaan Allah
terhadap umat manusia. Di antaranya diterangkan tentang kecintaan Allah
terhadap orang-orang yang bersabar, orang-orang yang senantiasa berbuat
kebajikan, orang-orang yang adil, dan orang-orang yang senantiasa bersih
dari hadas.
Diterangkan pula tentang kebencian Allah terhadap orang-orang yang
sombong dan membanggakan diri, orang-orang yang zalim, orang-orang
yang membuat kerusakan, orang-orang yang melampaui batas, yang
berkhianat lagi mengingkari nikmat dan orang-orang yang selalu berkhianat
lagi bergelimang dosa.
Rasulullah saw bersabda,
Artinya, "Tiga hal yang barang siapa memiliki ketiga-tiganya berarti dia
telah mendapatkan manisnya keimanan: Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih
dicintai daripada keduanya, mencintai seseorang semata-mata hanyalah
karena Allah, dan merasa benci untuk kembali kepada kekafiran setelah
diselamatkan Allah dari padanya sebagaimana ia merasa benci untuk
dilemparkan ke dalam neraka" (HR. Bukhari Muslim).
Mencintai sesama adalah tanda kesempurnaan iman. Sebab, seseorang
belum bisa dikatakan beriman sebelum saling mencintai. Kunci untuk menjalin
kasih sayang dan saling mencintai adalah membiasakan diri menyampaikan
ucapan salam antar-sesama mereka. Sebab, dengan salam itulah akan tumbuh
di antara mereka rasa rindu untuk saling bertemu.
Wallahualam.
9
10
Download