DAFTAR ISI Daftar Isi...........................i A ....... Pendahuluan .................. 1 B Pembahasan 1 Pengertian Ontologi....... 2 2 Aliran-aliran Ontologi ...........................................................4 3 Objek bahasan ontologi.........................................................9 4 Fiqh Kajian Ontologi .......................................................... 10 5 Analisis ...........................................................................................12 6 Kesimpulan ...................................................................................13 7 Penutup...........................................................................................13 C Daftar Pustaka.....................................................................................14 ONTOLOGI A Pendahuluan Filsafat1 merupakan induk dari semua ilmu, sehingga semua ilmu harus bermuara kepada filsafat ilmu. Ilmu yang bermuara kepada ilmu filsafat, maka kebenaran akan tercapai kepada yang sebenarnya. Kebenaran itu dibedakan menjadi empat bagian, yaitu; kebenaran Agama, Ilmu, Filsafat, dan Sains. Setiap jenis pengetahuan mempunyai cirri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologis), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini sangat berkaitan, sehingga bahasannya tidak bisa terpisahkan antara ketiganya. Makalah ini akan membahas tentang apa (ontologis) yang bermuara pada suatu hakikat. Kata apa menunjukkan akan suatu arti yang akan digali di belakang suatu ilmu atau cabang ilmu tersebut. Dengan ontologi ini, maka hakikat dari suatu perkara atau kejadian atau ilmu itu akan terungkap. Kiranya sangat menarik pembahasan tentang ontologi ini, yang mengajarkan kepada kita tentang hakikat dari suatu kejadian atau perkara atau ilmu. Oleh karena itu, alangkah baiknya kita ketahui terlebih dahulu tentang definisi, aliran dan ruang lingkup bahasan daripada ontologi ini. Dengan demikian, kita akan lebih faham dan mengerti akan arti dari ontology dan perkembangannya. 1 Banyak ahli yang mengartikan filsafat, seperti Plato mengartikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang ada. Kemudian Aristoteles berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda, kemudian Al-Farabi mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya. Dan Immanuel Kant (sering disebut raksasa piker barat) mengatakan bahwa filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu: Apakah yang dapat kita diketahui, dijawab dengan ilmu Metafisika, Apakah yang boleh kita kerjakan, yang dijawab dengan ilmu etika, Sampai dimanakah pengharapan kita, dijawab dengan Agama, dan Apakah yang dinamakan manusia, dijawab oleh Antropologi. Dari beberapa pendapat para ahli dalam bidang filsafat ini dapat diketahui bahwa ilmu filsafat memang dibutuhkan dalam setiap cabang ilmu karena ilmu ini merupakan ilmu yang universal. Lihat Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), h. 82-83 2 B Pembahasan 1 Pengertian Ontologi Ontologi adalah pusat daripada ilmu metafisik,2 yang mana diusung oleh Aristoteles terhadap sesuah karya yang tidak diberi judul, yang diedit oleh Andronicus. Sesuatu tertentu, sebuah kejadian, objek materi, universal, dan fakta kehidupan. Ini semua akan menimbulkan sebuah pertanyaan; apakah semua itu merupakan hasil dari kesamaan perasaan dan pada tingkatan yang sama, dan bagaimana dengan kejadian/tentang adanya (being), eksistensi, dan substansi yang berhubungan satu sama lain. Teori tertentu tentang apa yang ada, atau daftar yang ada. Maka ini disebut dengan ontologi.3 Metafisika melancarkan kritikan terhadap masalah ide yang melandasi filsafat Plato, yang mana Plato ini adalah guru Aristoteles sendiri. Menurut Plato, ide manusia itu terdapat di alam baka, sehingga bersifat immaterial, sempurna, dan abadi. Sanggahan Aristoteles, jika ide itu ada, maka ide itu hanya satu, yang berarti bersifat tunggal khusus (Singular-Particular), sedangkan pada kenyataannya semua yang bersifat tunggal-khusus itu hanya dapat ber-ada jika terikat pada materi. Dengan demikian, berarti ide memiliki dua sifat yang saling bertentangan, yaitu sifat material dan sifat immaterial.4 Secara etimologis, ontologi berasal dari onto (organ) dan logos (perbincangan atau pemikiran), yang berarti mempersoalkan segala sesuatu yang ada.5 Menurut Ahmad Tafsir, ontologi diartikan sebagai teori hakikat 2 Metafisika diartikan sebagai filsafat yang mempelajari tentang hakikat yang ada di balik fisika/nyata, tentang hakikat yang bersifat trasenden, di luar atau di atas jangkauan pengalaman manusia. Lihat Ibid. h. 94. Pendapat lain menjelaskan bahwa bidang telaah filsafati yang disebut dengan metafisika ini merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati termasuk pemikiran ilmiah. Diibaratkan peluncuran roket ke tatasurya, maka landasan roket itu sama dengan metafisika. Dengan demikian, tidak bisa ditinggalkan karena hal ini yang mendasari pemikiran filsafati. Selain itu, ilmu tidak bisa dilepaskan dari metafisika, namun seberapa besar kaitannya tergantung kepada manusia itu sendiri. Lihat Jujun S. Suryasumantri, Pengantar Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta: Gramedia. 1985). cet. VI. h. 63-69 3 A. R. Lacay, A Dictionary of Philosophy, Edisi 8, (London: Routledge, 1996), h. 205 4 Conny R. Semiawan, dkk, Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu, cet ke-6, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 12 5 Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat; Sistematika dan Sejarah Filsafat Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi) Metafisika dan Filsafat Manusia Aksiologi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), h. 39 3 yang membicarakan hakikat benda. Kemudian, arti dari hakikat itu adalah realitas; realitas ialah ke-real-an, yang berarti kenyataan sebenarnya, kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu.6 Pembahasan tentang ontologi sebagi dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu On = being, dan Logos = logic. Jadi, ontologi adalah The Theory of Being Qua Being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).7 Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles ini bersifat dualitas, tanpa dapat menyatukan antara material dan immaterial tersebut. Walaupun metafisika sangat sukar dan sering dimaknai kabur oleh penafsirnya, terkadang menimbulkan pertentangan antara satu dengan yang lainnya. Usaha Aristoteles ini tergolong fundamental, sehingga sampai saat ini metafisika dipandang oleh para ahli sebagai satu karya yang sangat penting meskipun terdapat masalah-masalah yang controversial di dalamnya. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Membahas tentang yang ada, yang universal, dan menampilkan pemikiran semesta universal. Berupaya mencari inti yang temuat dalam setiap kenyataan, dan menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Sedangkan Jujun S. Suriasumantri mengatakan bahwa ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai yang “ada”.8 Mengenai struktur ilmu, Hidajat Nataatmadja menggambarkan tentang ilmu itu bahwa ilmu memiliki struktur dan struktur ilmu itu berlapis-lapis. 6 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales sampai James, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), h. 32 7 Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007), h. 132. 8 Jujun S. Suriasumantri. Pengantar Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta: Gramedia. 1985). cet. VI. h. 5 4