BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng
Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling
menumbuk. Tumbukan ini akan membentuk berbagai bentukan formasi seperti
lipatan, perbukitan, gunung, pegunungan, dataran tinggi, dan lain sebagainya.
Bentukan lahan ini mempunyai kemiringan lereng yang cukup terjal. Gunung api
yang ada di Indonesia berjumlah 128 gunung api. Ini terbentuk akibat proses
bertemunya tiga lempeng di kawasan Indonesia. Jumlah tersebut merupakan 13%
dari jumlah gunung api aktif di seluruh dunia. Berdasarkan data tersebut wilayah
Indonesia merupakan wilayah yang mempunyai topografi atau relief yang tinggi
atau sangat beragam (Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2008).
Longsorlahan merupakan bencana yang paling banyak terjadi di Indonesia
khususnya terjadi di daerah kawasan berbukit dan atau pegunungan, khususnya
dimusim penghujan. Indonesia memiliki ± 918 lokasi rawan longsor yang tersebar
di 11 propinsi, yaitu Jawa Tengah 327 lokasi, Jawa Barat 276 lokasi, Sumatera
Barat 100 lokasi, Sumatera Utara 53 lokasi, Yogyakarta 30 lokasi, Kalimantan
Barat 23 lokasi dan sisanya tersebar di Nusa Tenggara Timur, Riau, Kalimantan
Timur, Bali, dan Jawa Timur (Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya
Mineral Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, 2005).
1
Kajian Prestasi Belajar...,Ali Achmad ,FKIP UMP, 2015.
(Departemen Pekerjaan Umum, 2007) Longsorlahan merupakan gejala
alami yakni suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan pembentuk lereng
dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang
mantap karena pengaruh gravitasi, dengan jenis gerakan berbentuk translasi
dan/atau rotasi. Proses terjadinya longsorlahan dapat dijelaskan secara singkat
sebagai berikut: air meresap ke dalam tanah sehingga menambah bobot tanah, air
menembus sampai ke lapisan kedap yang berperan sebagai bidang gelincir,
kemudian tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya bergerak mengikuti
lereng dan keluar dari lereng. Pada umumnya kawasan rawan bencana
longsorlahan merupakan kawasan dengan curah hujan rata-rata yang tinggi (di
atas 2500 mm/tahun), kemiringan lereng yang curam (lebih dari 40%), dan/atau
kawasan rawan gempa. Pada kawasan ini sering dijumpai alur air dan mata air
yang umumnya berada di lembah-lembah yang subur dekat dengan sungai. Di
samping kawasan dengan karakteristik tersebut, kawasan lain yang dapat
dikategorikan sebagai kawasan rawan bencana longsorlahan adalah:
a.
Lereng-lereng pada kelokan sungai, sebagai akibat proses erosi atau
penggerusan oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng.
b.
Daerah teluk lereng, yakni peralihan antara lereng curam dengan lereng
landai yang di dalamnya terdapat permukiman. Lokasi seperti ini merupakan
zona akumulasi air yang meresap dari bagian lereng yang lebih curam.
Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami peningkatan
tekanan air pori yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel
tanah dan memicu terjadinya longsorlahan.
2
Kajian Prestasi Belajar...,Ali Achmad ,FKIP UMP, 2015.
c.
Daerah yang dilalui struktur patahan/sesar yang umumnya terdapat hunian.
Dicirikan dengan adanya lembah dengan lereng yang curam (di atas 30%),
tersusun dari batuan yang terkekarkan (retakan) secara rapat, dan munculnya
mata air di lembah tersebut. Retakan batuan dapat mengakibatkan
menurunnya kestabilan lereng, sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran
batuan apabila air hujan meresap ke dalam retakan atau saat terjadi getaran
pada lereng (Departemen Pekerjaan Umum, 2007).
Kabupaten Banyumas sebagian besar merupakan tanah yang terbentuk
akibat aktifitas gunungapi. Tanah pelapukan yang berada di atas pada perbukitan
atau pegunungan dengan kemiringan lereng sedang hingga terjal sangat berpotensi
untuk terjadi longsorlahan. Labilnya kondisi tanah di Kabupaten Banyumas,
menyebabkan daerah ini
sering terjadi longsorlahan. Bencana longsorlahan
sangat bergantung pada kondisi alam yang berpotensi untuk longsorlahan
diantaranya sifat fisik tanah, tingkat curah hujan, kemiringan lereng, terjadinya
erosi, pergerakan tanah akibat bergeraknya lempengan tanah, dan terjadi getaran
hebat seperti terjadi gempa bumi (Anonim, 2006).
Daerah aliran sungai adalah sebuah ekosistem yang memiliki dinamika
lingkungan, potensi sumberdaya alam dan potensi kebencanaan. Sub-DAS
Logawa memiliki potensi sumberdaya yang beragam akan tetapi juga memiliki
potensi kebencanaan yang besar terutama longsorlahan. Potensi bencana alam
longsorlahan dapat mengganggu ekosistem di dalamnya. Bencana longsorlahan di
Sub-DAS Logawa disebabkan oleh faktor alam maupun manusia. Faktor manusia
terutama aktivitas dalam penggunaan lahan (Suwarno dan Sutomo, 2014).
3
Kajian Prestasi Belajar...,Ali Achmad ,FKIP UMP, 2015.
Sungai Logawa merupakan salah satu Sungai yang terletak di Kabupaten
Banyumas, panjang Sungai Logawa berkisar 25 km. Daerah pengaliran Sungai
Logawa secara administrasi pemerintahan meliputi Kecamatan: Kedungbanteng,
Karanglewas, dan Cilongok. Secara geografis daerah pengaliran Sungai Logawa
mengalir dari utara (puncak Gunung Slamet) menuju ke selatan (bermuara di
Sungai Serayu). Wilayah tersebut terletak pada 109°10’0”sampai 109° 20’0”
Bujur Timur dan 7° 10’ sampai 7° 25’ Lintang Selatan,meliputi luas wilayah sub
DAS seluas 11.628,83 ha. Secara keseluruhan Sungai Logawa mengalami
degradasi (erosi lebihbesar dari sedimentasi), sehingga perlu dilakukan upayaupaya pengendalian eksploitasi di alur Sungai. (Dinas Pengairan Pertambangan
dan Energi Kabupaten Banyumas, 2002).
Di sub-DAS Logawa memiliki potensi sumberdaya yang beragam akan
tetapi juga memiliki potensi kebencanaan yang besar terutama longsorlahan.
Potensi bencana alam longsorlahan dapat mengganggu ekosistem di dalamnya.
Bencana longsorlahan di Sub-DAS Logawa disebabkan oleh faktor alam maupun
manusia (Suwarno dan Sutomo, 2014).
Curah hujan merupakan salah satu faktor terjadinya longsorlahan
(Kawamoto, 2000 dalam Sri Hartati dkk., 2008). Tingginya intensitas curah hujan
dapat menambah beban pada lereng sebagai akibat peningkatan kandungan air
dalam tanah yang akhirnya memicu terjadinya longsorlahan (Pierson, 1980 dalam
Sri Hartati dkk., 2008)
4
Kajian Prestasi Belajar...,Ali Achmad ,FKIP UMP, 2015.
Download