SOTERIOLOGI FF UNPAR YUNG SUTRISNO JUSUF 2015510014 Keselamatan adalah Tujuan Dari Setiap Agama Tinjauan Teologi Pluralisme Agama : Dialog Antarumat Beragama Sebagai Titik Konvergensi Setiap Agama Pengantar Keselamatan adalah dambaan setiap manusia di dunia ini. Untuk mencapai keselamatan itu, manusia “beragama”. Manusia mengikuti segala kewajiban keagamaan, ritual, dan mengimani apa yang diajarkan oleh agama tersebut. Setiap agama sudah tentu membantu manusia untuk mencapai keselamatan. Agama di dunia ini tidak hanya satu, tetapi beragam dan hal ini mengartikan banyaknya paham keselamatan yang ditawarkan. Keselamatan yang diwartakan oleh setiap agama memiliki kebenarannya sendiri-sendiri. Walaupun beragam, keselamatan yang ditawarkan oleh setiap agama itu memiliki satu tujuan, yakni kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan yang ada di dunia ini. Paham keselamatan yang ditawarkan oleh setiap agama itu dapat didialogkan dan diwujudkan di dunia ini tanpa harus menantikan suatu keselamatan setelah kematian. “Hic et Nunc”, keselamatan harus diwujudkan oleh setiap agama dengan menciptakan suatu bentuk kehidupan yang penuh dengan damai, kebebasan, persaudaraan, dan kebahagiaan. Dalam bagian awal ini, akan dipaparkan paham keselamatan dari setiap agama, khususnya yang ada di Indonesia. Keselamatan dalam Agama Primitif Keselamatan dalam pandangan agama primitif diartikan sebagai suatu regenerasi dan eskatologi. Peran dari tuhan, penyelamat, dan tampilnya pahlawan merupakan hal yang penting dalam terjadinya keselamatan. Keselamatan dalam pandangan ini tidak hanya sekedar “keselamatan alam semesta” (kosmos), namun juga kembalinya keadaan surgawi yang bercirikan: makanan berlimpah, kedamaian, masyarakat harmonis, dan hidup manusia yang bahagia.1 Disebutkan juga mengenai keutamaan manusia yang harus ada untuk keselamatan yakni; orang yang menghayati hakikat kemanusiaan, penuh damai, jujur, hormat, terbuka, ramah, dan murah hati.2 Keselamatan dalam Hindu Kata kunci untuk keselamatan dalam Hindu adalah moksha atau mukti. Arti dari kata tersebut adalah pergi, bebas dari, melepaskan, membebaskan. Secara positif, kata tersebut memuat makna ketenangan, rasa aman, kepenuhan, dan kebahagiaan. Sedangkan secara negatif berarti pelapasan dari keterikatan terhadap lingkaran lahir kembali yang tidak mempunyai arti. 1 2 Mariasusai Dhavamoni, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta : Kanisius, 1995), hlm. 295. Ibid., hlm. 296. 1|Page SOTERIOLOGI FF UNPAR YUNG SUTRISNO JUSUF 2015510014 Karena manusia terikat pada permainan hasrat dan egoisme karena ketidaktahuannya akan hakikat sejati dari kenyataan, maka manusia terikat pada kelahiran kembali terus menerus. Manusia harus dibebaskan dari keadaan ini agar ia sungguh selamat. Menurut agama Hindu, ada tiga jalan keselamatan yakni jalan karya, jalan pengetahuan, dan jalan cinta. Cinta yang sejati adalah yang memusatkan pada Tuhan saja secara sempurna terlepas dan terbebas dari segalanya.3 Keselamatan dicapai ketika jiwa manusia tidak lagi terikat pada dunia dan hasrat serta ketidahtahuannya, namun bersatu secara abadi dengan Brahman4 serta dibebaskan dari belenggu kelahiran kembali5. Keselamatan dalam Buddha Bagi Buddha, semua penderitaan di dalam dunia akhirnya berakar pada kehausan untuk hidup, kelekatan pada eksistensi. Keselamatan dalam Buddhis dalam aspek negatifnya berarti pembebasan dari jahatnya kedukaan dan dalam aspek positifnya berarti tercapainya nirvana. Dalam nirvana ada pemadaman, terhentinya penderitaan dan kemalangan. Hal ini berarti tercapainya kebahagiaan sejati yang tidak terdapat keinginan yang kuat, hasrat untuk menjadi, dan ketidaktahuan. Namun, tidak hanya kebahagiaan sejati saja yang dicapai, terlebih lagi ambil bagian dalam kebijaksanaan, belas kasih, dan cinta yang tidak terbatas.6 Keselamatan dalam Islam Jalan umum keselamatan Islam adalah mengikuti perintah-perintah Allah dan teladan Rasul, serta menaati hukum. Seorang muslim hendaknya melaksanakan imannya dengan menjalankan pujaan (doa ritual, Ramadan, ziarah) dengan memperhatikan kaum miskin. Bagi Islam, iman mutlak perlu dan segala perintah yang ada berasal dari Yang Ilahi. Seorang muslim yang melanggar perintah-perintah itu adalah pendosa. Agama Islam memaknai keselamatan manusia sebagai hasil upaya manusia dalam menghasilkan perbuatan amal yang pada akhirnya ditentukan oleh Allah (diadili sesuai dengan perbuatannya. Masing-masing hasil amalan sebagai upaya manusia melakukan perintah (Pahala) dan menghindari larangan Allah (menghindari Dosa) inilah yang menentukan keselamatannya yaitu surga atau neraka. Agar masuk surga, selain dengan memeluk agama Islam, umat Muslim juga diharuskan menjalankan perintah agama, dan melaksanakan rukun Islam. Keselamatan dalam Katolik Dalam kepercayaan umat kristiani, tidak ada keselamatan di luar diri Yesus Kristus. “Berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi, konsili mengajarkan, bahwa Gereja yang sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam Tubuh-Nya, yakni Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan baptis, Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang 3 Ibid., hlm. 301-306. Ada, Kesadaran, dan Kebahagiaan murni. 5 Ibid., hlm. 308. 6 Ibid., hlm. 309-313. 4 2|Page SOTERIOLOGI FF UNPAR YUNG SUTRISNO JUSUF 2015510014 dimasuki orang melalui baptis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan” (LG 14).7 Keselamatan hanya mampu diraih jika seseorang percaya atau mengimani sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus. Kebersatuan dengan Bapa dalam iman merupakan suatu kebahagian sejati dan kehidupan yang kekal. Yesus adalah penghubung atau perantara yang mengantarkan manusia pada keselamatan menuju kepada Keagungan Bapa. Tanpa Yesus manusia tidak akan mampu mencapai keselamatan yang diinginkanya. Yohanes 14:6: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku.” Namun, dalam hal ini tidak mengartikan bahwa Gereja Katolik tidak mengakui adanya keselamatan di luar Gereja. Gereja Katolik mengakui bahwa keselamatan itu universal, ditawarkan dan diberikan oleh Allah kepada setiap insan. Selain dari itu, dalam perealitaan Yesus sebagai Tuhan, Dia juga mendapatkan gelar sebagai Mesias, Epifani kasih karunia Allah penyelamat manusia, atau dikenal dengan sebutan “Allah penyelamat”.8 Umat Kristiani mengimani bahwa Yesus sebagai sakramen, yakni sebagai Allah penyelamat. Yesus dianugerahkan Bapa kepada dunia untuk menjadi juru selamat umat manusia dari dosa. “Karena Allah begitu mengasihi manusia di dunia ini, sehingga Ia memberikan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan mendapat hidup sejati dan kekal.” (Yohanes 3:16). Intisari Keselamatan adalah Kesamaan Tujuan Jenis dan paham keselamatan dari setiap agama memang berbeda-beda: keselamatan dari kondisi manusia yang eksistensinya terbelenggu, situasi keterikatan pada kemalangan karena kelahiran kembali, keselamatan dari penderitaan dan hasrat keselamatan dari pembangkangan terhadap Tuhan, dan keselamatan dari kedosaan yang membelenggu kehidupan manusia. Keselamatan dipahami sebagai suatu idealisme dari keadaan hidup di dunia ini. Semua agama memiliki tujuan keselamatan yang sama yakni kebahagiaan sejati. Semua agama berbicara tentang keselamatan karena berbicara tentang manusia pada taraf yang paling dalam. Agama-agama melihat keselamatan sebagai bentuk hidup yang paling sempurna. Keselamatan sendiri mengandung arti pembebasan. Pembebasan dari situasi hidup sekarang karena hidup di dunia dipandang sebagai situasi hidup yang tidak ideal. Keselamatan mengandaikan kehidupan ideal di dunia akhirat. 9 Namun, keselamatan juga tidak hanya sekedar suatu bentuk kehidupan ideal di dunia akhirat saja, keselamatan harus diwujudkan di dunia ini sebagai bentuk usaha dalam menciptakan idealisme tersebut. Keselamatan yang ditawarkan 7 “Apakah Konsili Vatican II Mengubah Ajaran Tentang Keselamatan?”, diakses melalui : http://www.katolisitas.org/apakah-konsili-vatikan-ii-mengubah-ajaran-tentang-keselamatan-eens/ (Jumat, 26 Agustus 2017, pk 17.00). 8 C. Groenen, Sakramentologi (Ciri Sakramental, Karya penyelamatan Allah, Sejarah, Wujud dan Sturuktur), (Yogyakarta: Kanisius), hlm. 92. 9 Tom Jacobs, Syalom, Salam, Selamat, (Yogyakarta : Kanisius, 2007), hlm. 17. 3|Page SOTERIOLOGI FF UNPAR YUNG SUTRISNO JUSUF 2015510014 setiap agama itu dapat didialogkan dan dicari titik terangnya untuk mewujudkan suatu solidaritas, toleransi, dan juga karya bersama dalam menyelamatkan dunia ini. Teologi Pluralisme Agama Dalam pandangan Katolik, khususnya pandangan aliran Teologi Pluralisme Agama, para teolognya (baik Kristen maupun Katolik) mempertanyakan dimana posisi agama lain dalam tatanan keselamatan.10 Pluralisme berangkat dari pandangan bahwa “Allah” sebagai misteri yang tak tertangkap. Agama-agama berusaha menangkap Allah dalam kerangka atau perspektif masing-masing dan mengekspresikannya dengan caranya sendiri. Para teolog pluralisme ini mengakui bahwa pluralitas adalah sebagai de iure, bukan sekedar de facto. Hans Kung mengatakan bahwa tidak ada damai di muka bumi ini kalau agama-agama tidak berdamai.11 Pemikiran Hans Kung ini sungguh mengandaikan semua agama hidup berdampingan tanpa saling membuang, menindas, dan memerangi agama lainnya, atau dengan kata lain mengandaikan sebuah dialog dalam ketulusan. Sisi humanum dari setiap agama adalah titik temu dari berbagai agama untuk mau mewujudkan suatu bentuk kehidupan yang penuh dengan damai, liberasi, keadilan, keselamatan, dan kebahagiaan. Bagi Raimundo Panikkar, sebenarnya keselamatan itu dapat didialogkan dan diwujudnyatakan dalam kehidupan di dunia sekarang ini. Baginya gambaran tentang sosok ideal yang memiliki kesan pembebas, figur ideal hidup manusia, atau pengajara ajaran mulia itu adalah sama dalam person yang berbeda dari setiap agama. Ajaran yang diwartakannya bercirikan hal yang sama yakni pembebasan dari penderitaan dan keselamatan dalam kebahagiaan sejati. Sosok seperti Yesus Kristus sebagai simbol cosmotheandric, dapat juga ditemukan dalam diri Buddha, Rama, Khrisna, dan sebagainya.12 Teolog lainnya yang lebih menekankan suatu bentuk keselamatan di dunia ini yang diwujudkan dalam dialog antaragama adalah P.F. Knitter. Knitter mengajukan kriterita otentisitas agama yakni liberasi. Baginya, keotentikan dari dialog antaragama yang nyata dalam menciptakan tujuan dari agamanya masing-masing adalah keselamatan di dunia ini dengan mengatasi penderitaan dan penindasan. Bagi Knitter, Yesus mengajarkan dalam desakannya bahwa keselamatan atau kerajaan Allah harus direalisasikan di dalam duni ini lewat tindakan cinta dan keadilan. Knitter menggeser persoalan teoritis ke praksis. Dialog antaragama menjadi ajang pertemuan untuk mentransformasi ketidakberesan yang ada di dunia ini.13 Keselamatan itu harus diwujudkan di dunia ini dengan cara dialog antaragama yang memiliki relevansi tujuan keselamatan setiap agama masing-masing yakni pembebasan dan keadilan. Agama-agama itu memiliki kesamaan bila diukur dengan ukuran yang sama yakni menyangkut sisi soteria, humanum, dan ajaran tentang kebaikannya. Teologi Pluralisme Agama menawarkan suatu pandangan yang lebih terbuka bahwa humanum, soteria, keselamatan, atau 10 Leonardus Samosir, Agama dengan Dua Wajah (Refleksi Teologis atas Tradisi Dalam Konteks), (Jakarta : Obor, 2010), hlm. 89. 11 Ibid., hlm. 88. 12 Ibid., hlm. 92. 13 Ibid., hlm. 93. 4|Page SOTERIOLOGI FF UNPAR YUNG SUTRISNO JUSUF 2015510014 apa saja yang sepadan dengan situasi yang membuat manusia hidup dengan damai dan nyaman di dunia ini sebagai titik konvergensi dari agama-agama.14 Dialog Antarumat Beragama Setidaknya ada dunia nilai positif dari dialog yakni saling memahami dan menghargai; melihat kemungkinan untuk bekerja sama.15 Hidup dalam keragaman tidak mengartikan bahwa dengan adanya dialog, seluruh agama menjadi relatif dan berupaya membangun suatu agama universal. Namun, dalam keragaman ini perlu dibangun suatu iklim keterbukaan terhadap yang lain. Dalam dialog itu lahir suatu bentuk pengertian akan perbedaan yang memang tidak sama dan kesamaan yang memang sejatinya tetap memiliki perbedaan. Setiap agama harus dapat memberikan suatu bentuk toleransi yang nyata dalam sikap hidup yang arif dan penuh damai. Manusia harus semakin memahami bahwa hidup berdampingan dalam perbedaan harus menumbuhkan sikap tanggung jawab akan imannya masing-masing. Sikap menghargai kepada mereka yang berbeda dari diri kita adalah suatu bentuk pemahaman dan penghayatan iman yang sungguh menampilkan suatu keselamatan yang imanen. Agama harusnya menjadi pemelihara kerukunan, bukan hanya ke dalam, tetapi juga keluar, bukan hanya kerukunan di luar, tetapi kerukunan yang berakar dalam, keyakinan bahwa kita mempunyai tanggung jawab bersama atas dunia ini.16 Dalam pandangan Katolik, keselamatan itu diwujudkan di dunia ini dengan mengatasi kemiskinan, penindasan, kesengaraan, dan penderitaan yang juga merupakan tugas perutusan Gereja. Gereja harus dapat mendatangkan Kerajaan Allah di dunia ini.17 Gereja hidup bersama dengan agama-agama lain yang juga menawarkan jalan keselamatan dengan caranya sendiri, tetapi secara lebih terbuka dapat dikatakan menawarkan jalan untuk menghadapi persoalan-persoalan hidup yang konkreat. Inilah suatu bentuk keselamatan yang dapat didialogkan oleh setiap agama bahwa keselamatan yang mereka tawarkan itu sebenarnya mengandung titik konvergensi yakni harus menghadirkan keselamatan di dunia ini dengan mengatasi segala permasalahan penderitaan manusia. Simpulan Kerukunan antarumat beragama adalah persyaratan yang memungkinkan perwujudan karya keselamatan. Kerja sama berbagai umat beragama dalam menghadapi permasalahan sosial adalah bentuk perwujudan konkreat dari kerukunan yang mengandung keselamatan. Setiap agama memiliki tujuan yang sama yakni keselamatan. Keselamatan ini hanya dapat diraih ketika manusia yang hidup di dunia ini mampu menciptakan kehidupan yang penuh kasih dan tanpa dosa sehingga jaminan keselamatan yang diimani itu dapat terwujud. Dalam keragaman antarumat beragama, dialog menjadi sarana dan jalan meraih pemahaman akan keselamatan yang hanya dapat diraih dengan berkarya bersama mengatasi penderitaan di dunia ini. Keselamatan sejati adalah merasakan kebahagiaan dalam hidup di dunia “kini dan di sini”. 14 Ibid., hlm. 98. Ibid., hlm. 106. 16 Ibid., hlm. 107. 17 Ignasius Suharyo, Kemiskinan dan Pembebasan, (Yogyakarta : Kanisius, 1987), hlm. 88-89. 15 5|Page SOTERIOLOGI FF UNPAR YUNG SUTRISNO JUSUF 2015510014 Sumber Dhavamoni, Mariasusai. 1995. Fenomenologi Agama. Yogyakarta : Kanisius. Groenen. Sakramentologi (Ciri Sakramental, Karya penyelamatan Allah, Sejarah, Wujud dan Sturuktur). Yogyakarta: Kanisius. Jacobs, Tom. 2007. Syalom, Salam, Selamat. Yogyakarta : Kanisius. Samosir, Leonardus. 2010. Agama dengan Dua Wajah (Refleksi Teologis atas Tradisi Dalam Konteks). Jakarta : Obor. Suharyo, Ignasius. 1987. Kemiskinan dan Pembebasan. Yogyakarta : Kanisius. “Apakah Konsili Vatican II Mengubah Ajaran Tentang Keselamatan?”, diakses melalui : http://www.katolisitas.org/apakah-konsili-vatikan-ii-mengubah-ajaran-tentang keselamatan-eens/ (Jumat, 26 Agustus 2017, pk 17.00). 6|Page