KEGIATAN BERKEBUN: AKTIVITAS PRODUKTIF BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI DAERAH PEDESAAN Karya Essay Disusun Untuk Mengikuti SIEP ESSAY COMPETITION 2021, dengan Tema “Breakthrough Idea to Foster Children with Special Needs Education In Rural Areas” Disusun Oleh: Jihan Fatin, 1807803, Angkatan 2018 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KOTA BANDUNG 2021 “Dunia sedang krisis”. Kiranya kalimat itu sering menjadi gagasan dalam diskusi publik akhir-akhir ini Hal tersebut dibuktikan berdasarkan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), bahwa perubahan iklim saat ini berada dalam kondisi kritis. Kenaikan suhu setiap tahun ditambah curah hujan ekstrem merupakan bukti masa kritis iklim. Terhitung banyaknya bencana ekstrem baru-baru ini terjadi berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) yang mencatat sepanjang 1-23 Januari 2021, telah terjadi 197 bencana di Indonesia. Dari keresahan yang sedang terjadi, kita sebagai manusia diiringi dua peran sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk hidup yakni tidak hanya bermakna kesatuan jiwa dan raga, namun juga bermakna tiap manusia merupakan individu yang khas dengan pola bentukan kepribadiannya, termasuk kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Selain sebagai makhluk individu, manusia memiliki kebutuhan sosial untuk hidup bermasyarakat yakni hidup yang membutuhkan orang lain dan dibutuhkan oleh orang lain. Dalam upaya pemulihan iklim, tentu dengan hidup bermasyarakat memunculkan potensi solusi yang lebih besar dan berdampak. Oleh karena itu, diperlukan ragam kolaborasi antar masyarakat dalam menyelesaikan permasalahn iklim Setiap manusia dikaruniai ragam keunikan yang berbeda-beda, hal tersebut terlihat jelas bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). ABK diartikan sebagai makhluk individu yang memiliki karkteristik yang berbeda dengan individu lainnya. Keberadaannya di lingkungan sekitar maupun publik masih diselewengkan ‘tidak normal’ atau ‘tidak berdaya’ baik secara fisik, intelektual, maupun emosional yang lebih tinggi atau lebih rendah dengan standar yang berlaku dalam masyarakat. Peran dan hak nya sebagai makhluk sosialnya pun masih jauh belum terpenuhi. Dalam upaya mengurangi budaya diskriminatif, ABK perlu dilibatkan dalam peranannya di masyarakat dengan disesuaikan berdasarkan kemampuan, kesulitan, dan kebutuhannya. Menjawab permasalahan tersebut, melalui tulisan ini, saya menawarkan gagasan mengenai kegiatan ABK yang sesuai untuk dilakukan hidup bermasyarakat, yakni dengan berkebun. Kegiatan berkebun merupakan kegiatan menanam tumbuhan yang sekaligus dapat secara langsung memperoleh pengetahuan tentang kehidupan tumbuhan dan keterampilan psikomotorik dalam menanam tumbuhan (Ratnasari, Sujana, Rahma & Pudyaningtyas, 2017). Sederet kegiatan berkebun menciptakan banyaknya aktivitas produktif bebasis alam, dengan belajar bertanggung jawab dalam merawat tanaman, proses menyiram tanaman setiap hari, serta mengamati perkembangan tanaman. Hal tersebut melibatkan aktivitas pikiran, rasa, dan tubuh. Berdasarkan keunikan dan perbedaan ABK yang dimiliki, Menurut (Hussein, 2010) ABK memerlukan reseptor informasi sensorik yang lebih beragam daripada manusia pada umumnya. Hal tersebut dalam membelajarkannya selalu memerhatikan multi aspek stimulus sensori yakni perabaan, penciuman, gerak antar sendi, pengecapan, koordinasi/keseimbangan, penglihatan, dan pendengaran. Sehingga hasil yang ditanamkan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman tentang lingkungan sekitarnya secara utuh. Dengan berkebun tujuan yang diharapakan bagi ABK menurut (Etherington, 2012) yakni menimalisir gangguan atau rangsangan perilaku negatif dengan mengarahkan pada peningkatan kesejahteraan anak dalam aspek kognitif, fisik, sosial, emosional, dan spiritual yang dalam pelaksanannya perlu pengawasan dan bimbingan oleh orangtua, pendidik, maupun terapis Manfaat yang didapat menurut (S. Foster, 1992), aktivitas berkebun yakni meningkatkan keterampilan motoric halus dan kasar, meningkatkan keterampilan komunikasi dan sosial, meningkatkan self-esteem dan rasa bertanggung jawab, dan meningkatkan stimulus persepsi sensori, kreativitas, dan rasa ingin tahu. Bahkan menurut (Etherington, 2012), dengan berkebun ABK dapat belajar untuk menerima dan berdamai dengan realita. Jika misalnya tanaman yang ditumbuhkan tidak sesuai dengan harapan. Dengan begitu, ABK mampu belajar berantisipasi bagaimana tumbuhan tersebut seharusnya tumbuh dengan mempelajari hal-hal yang mempengaruhinya secara bertahap. Penguatan tersebut dipastikan kembali menurut (Hussein, 2010), bahwa kebanyakan anak termasuk ABK, berkemungkinan besar akan berhasil ketika mereka terlibat dalam kegiatan "melakukan" daripada pembelajaran akademis atau sebatas teori dan penjelasan. Edukasi lingkungan adalah media pembelajaran aktivitas yang ideal '. Salah satu cara untuk mewujudkan aktivitas lingkungan bagi ABK adalah dengan memilih tanaman yang cepat tumbuh, mampu memberi keteduhan dan mampu menawarkan stimulasi visual melalui penggunaan warna, tekstur dan aroma. Komposisi tumbuhan harus diperhatikan dengan cermat agar memberikan misteri dan kemampuan untuk menyembunyikan dan menciptakan ruang Rinciannya, menurut (S. Foster, 1992) cara berkebun yang efektif dan tetap memerhatikan kemampuan anak yakni, 1. Dengan menstimulus berkebun sesering mungkin (mengidentifikasi dan mengeksplor media tanam dan jenis tanaman) tetapi untuk waktu periode yang singkat 2. Sediakan minuman dan makanan ringan sebagai bentuk penghargaan setelah menyelesaikan tugas 3. Sediakan alat ukuran yang sesuai dengan ukuran fisik anak. (perkakas tangan, sendok tua, dan plastik set alat) 4. Benih yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan anak (biasanya ukuran lebih besar lebih mudah dikelola tangan, karena ukuranyang lebih kecil cenderung kurang terkoordinasi). Dalam mengantisipasi benih butiran kecil, campurkan biji kecil dengan pasir atau lumut gambut dan taburi dari stoples bumbu agar lebih mudah ketika proses penyemaian. 5. Variasikan aktivitas berkebun sesering mungkin dan berikan jeda dalam tiap proses berkebun. Biarkan anak memilih pekerjaan yang mereka sukai. Cobalah untuk menyediakan lebih banyak bimbingan daripada perintah. 6. Tanamlah hal-hal yang cepat dan mudah tumbuh yang anak-anak suka (misalnya, daun bawang atau bayam). Biarkan anak-anak membuatnya keputusan sebagai sebanyak mungkin. 7. Proses dan hasil yang terjadi dilihat sebagai sesuatu yang menarik kesempatan untuk belajar, bukan sebagai kegagalan. Fokus pada kemampuan, bukan kecacatan. 8. Ambil gambar kegiatan berkebun anak-anak dan perlihatkan foto-foto proses bertumbuhnya tanaman kemudian, mengajak orang maupun keluarga terdekat untuk mengunjungi dan menikmati hasil taman atau proyek sebagai bentuk apresiasi besar bagi ABK. Melalui bukunya, (Etherington, 2012) memastikan bahwa setiap tindakan dan aktivitas yang dilakukan anak, hindari dianggap atau ditindak terlalu serius. Namun, jadikan kesalahan yang dibuat anak sebagai ajang proses belajar. Diskusikan aturan teknis yang diperlukan sesuai kesepakatan dengan ABK dan orangtua. Alih-alih hanya memfokuskan kekurangan ABK, pertimbangkan dengan kemampuan dan kebutuhan yang dimiliki. Kemudian, jadikan sebagai sarana untuk menyelesaikan aktivitasnya sekaligus sebagai bahan reflektif antar lingkungan sekitarnya (orangtua, pendidik maupun masyarakat) dengan berdiskusi, mengevaluasi perilaku yang telah dilakukan anak maupun pengetahuan yang sudah didapatkan, serta terus berupaya mencari cara meningkatkan potensi anak yang sudah ada, tanpa menghakimi kekurangan maupun sebutan label yang dimiliki anak dengan tetap memerhatikan nilai hidup bermasyarakat melalui kegiatan berkebun. Kegiatan berkebun, mempunyai banyak kriteria manfaat positf dari berbagai aspek kehidupan. Dalam isu lingkungan, berkebun mempunyai peran dalam meminimalisir percepatan perubahan iklim. Perubahan dapat terjadi lebih jelas jika dilakukan secara besar dalam hidup bermasyarakat, yakni hidup yang membutuhkan orang lain dan dibutuhkan oleh orang lain. Melalui berkebun, menciptakan nilai-nilai kebermasyarakatan seperti, kejasama dan gotong royong. Adapun dalam pendidikan, berkebun mempunyai peran sebagai media pembelajaran, salah satunya berkaitan cara belajar menerima kenyataan melalui pengamatan penanaman tanaman. ABK mempunyai perannya sebagai manusia sosial yang memiliki keunikan yang berbeda. Untuk itu, keberadaanya tentu perlu dilibatkan dalam kegiatan bermasyarakat. Melalui berkebun saya yakin, ABK mampu melakukan aktivitas berkebun dengan tetap berupaya memerhatikan kemampuan, kekurangan, dan kebutuhan yang dimiliki. Hal lainnya, ABK perlu diberikan arahan, bimbingan, dukungan, motivasi, dan apresiasi oleh lingkungan terdekat (orangtua, teman, maupun pendidik) dan masyarakat sekitar yang teredukasi peduli dengan ABK. Kerukunan antar masyarakat dapat terjadi apabila meredamnya sikap diskriminatif terhadap satu bagian atau kelompok yang berbeda dari bagian atau kelompok lainnya. Sumber Pustaka: CNNIndonesia.com. (2020, 23 Oktober). BMKG Ungkap Masa-masa Kritis Perubahan Iklim. Diakses pada 25 Januari 2021. Dari https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20201022163018-199-561642/bmkgungkap-masa-masa-kritis-perubahan-iklim-dunia Kompas.com. (2021, 24 Januari). BNBP: Ada 197 Bencana pada 1-23 Januari 2021. Diakses pada 25 Januari 2021. Dari https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/24/175600765/bnpb--ada-197bencana-pada-1-23-januari-2021?page=all Etherington, N. (2012). Gardening for Children with Autism Spectrum Disorders and Special Educational Needs: Engaging with Nature to Combat Anxiety, Promote Sensory Integration and Build Social Skills. UK: Jessica Kingsley Publishers. Hussein, H. (2010). Using The Sensory Garden as Tool to Enhance The Educational Development and Social Interaction of Children with Special Needs. Support for Learning, Vol. 25 No. 1. S. Foster, J. P. (1992). Gardening Ideas for Children With Special Needs. Makig Gardening Easier. Tiara Ratnasari, Y. S. (2017). Pengaruh Penerapan Kegiatan Berkebun Terhadap Perkembangan Fisik Motorik Anak. Program Studi PG PAUD, Universitas Sebelas Maret.