Uploaded by User93689

ANSIETAS TATI KARYATI

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL : ANSIETAS PADA
PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK
DI SUSUN OLEH:
Tati Karyati
030520490
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT MEDIKA Drg. SUHERMAN CIKARANG
1
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB II TINJAUAN
TEORI
A.
Konsep Teori Gagal Ginjal Kronik
1.
Definisi
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogenlain dalam darah) (Suzanne & Brenda, 2002).
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Corwin, 2001).
Gagal ginjal merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat
(biasanya berlangsung beberapa tahun) (Price, 2006).
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal
(FKUI, 2006).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah
penyimpangan
progresif,
fungsi
ginjal
yang
tidak
dapat
pulih
dimana
kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan
dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia (Baughman, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
adalah gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal
tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan
elektrolit dan menyebabkan uremia
2.
Etiologi
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
2
adalah sebagai berikut :
a.
Penyakit
infeksi
tubulointerstitial
:
Pielonefritis
kronik
atau
refluks
nefropati Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat
terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu.
Gejala–gejala umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria.
Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga
menimbulkan Gagal Ginjal Kronik dan gagal ginjal (Elizabeth, 2000).
b.
Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7–10 hari
setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus
(glomerulonefritis
pascastreptococcus) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain (Elizabeth, 2000).
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel–sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul
beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub
klinis
yang
disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin)
ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes
Ginjal Kronik
kronik.
Hasil
akhir
mellitus
dan
Gagal
dari peradangan adalah pembentukan
jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang
mengalami Gagal Ginjal Kronik ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka
panjang yang kurang baik (Elizabeth, 2000).
c.
Penyakit
vaskuler
Gagal Ginjal Kronikf
:
Nefrosklerosis
benigna,
Nefrosklerosis maligna, Stenosis arteria renalis Nefrosklerosis Benigna
merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal yang berkaitan dengan
skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil.
Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah
tinggi (Gagal Ginjal Kronik maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil
(arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi
gagal ginjal.
3
Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua pembuluh
darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal
membantu
untuk mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal
untuk bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering
menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan ginjal.
d.
Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES)
adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga
karena adanya perubahan sistem imun.
e.
Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
f.
Penyakit
metabolic
:
Diabetes
mellitus,
gout,
hiperparatiroidisme,
amiloidosis
g.
Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
h.
Nefropati
obstruktif
:
Traktus
urinarius
bagian
atas
(batu/calculi,
neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat,
striktur uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra).
4
3.
Anatomi dan Fisiologi Ginjal
a.
Anatomi Ginjal
Gambar 1. Letak ginjal
Anatomi ginjal menurut Evelyn C. Pearce (1979), ginjal merupakan organ
berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di
sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal,
agar terlindung dari trauma langsung. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari
kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah kanan. Setiap ginjal
panjangnya 6 sampai 7,5 sentimeter, dan tebal 1,5 sampai 2,5 sentimeter. Pada
orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram. Bentuk ginjal seperti kacang dan
sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang punggung. Sisi luarnya cembung.
Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilum. Di atas
ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kanan lebih pendek dan
lebih tebal dari yang kiri. Kedua ginjal dilapisi oleh lemak yang bergumna untuk
meredam guncangan. Ginjal merupakan bagian dari sistem saluran kencing
(urinary system) yang ada dalam tubuh kita.
Gambar anatomi ginjal dapat dilihat dalam gambar. 2
5
Gambar 2. Anatomi khusus Ginjal
Organ utama dari sistem saluran kemih terdiri atas dua ginjal, dua saluran
dari ginjal ke kandung kemih (ureter), satu kandung kemih dan satu saluran dari
kandung kemih keluar tubuh (uretra). Panjang uretra pada pria sekitar 20-25 cm
yang berfungsi untuk tempat keluarnya urin yang diproduksi oleh ginjal sekaligus
menjadi saluran keluarnya sperma. Pada wanita uretra jauh lebih pendek sekitar
2,5-3,8 cm dan terletak di depan organ reproduksi. Berhubung letak uretra pada
wanita yang dekat sekali dengan organ reproduksi dan anus, maka pada wanita
kasus infeksi saluran kencing lebih banyak didapat karena rawan terinfeksi
kuman yang berasal dari saluran pencernaan. Sistem saluran kemih merupakan
salah satu sistem ekskresi tubuh dimana fungsinya yang mengeluarkan racun
dan cairan yang harus dibuang keluar tubuh.
Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua bagian
yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-bagi
menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piramid-piramid
tersebut diselingi
oleh bagian korteks yang disebut kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut
tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen tubulus dan duktus
pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid membentuk duktus papilaris
bellini dan masuk ke dalam perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks
minor dan bersatu membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis
6
ginjal. Gambar penampang ginjal dapat dilihat pada gambar. 3
Gambar 3. Penampang ginjal
Ciri-ciri korteks berwarna coklat tua, tersusun atas nefron (satuan unit struktural
dan fungsional ginjal) sebagai alat penyaring darah, korteks terletak di
dalam
di
antara
piramida-piramida
medulla
yang bersebelahan untuk
membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari tubulus- tubulus pengumpul yang
mengalir ke duktus pengumpul. Sedangkan ciri- ciri medulla berwarna coklat
agak terang, tersusun atas tubulus renalis, mengandung massa triangular yang
disebut piramida ginjal yang setiap ujung sempitnya papilla masuk ke dalam
kaliks minor dan ditembus duktus pengumpul urin. Setiap ginjal orang dewasa
memiliki sekitar satu juta unit nefron sebagai unit pembentuk urin. Nefron
berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul
yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.
Setiap nefron tersusun oleh badan malphigi dan saluran panjang (tubulus) yang
bergulung. Sebuah nefron merupakan suatu struktur yang menyerupai mangkuk
dengan
dinding
yang
seberkas pembuluh darah
berlubang
(kapsula Bowman), yang mengandung
(glomelurus). Badan malphigi ini tersusun atas
glomerulus dan kapsula Bowman membentuk korpuskulum renalis. Glomerulus
merupakan anyaman pembuluh darah kapiler sebagai lanjutan pembuluh darah
arteri ginjal. Kapsula Bowman berbentuk seperti mangkuk, yang di dalamnya
7
berkumpul gelungan pembuluh darah kapiler yang halus. Tubulus merupakan
saluran lanjutan dari kapsula Bowman. Saluran panjang yang melingkar-lingkar
letaknya bersebelahan dengan glomerulus. Tubulus proksimal adalah saluran
yang dekat dengan badan malphigi, sangat berliku dan panjangnya sekitar 15
mm. Sedangkan yang jauh dari badan malphigi disebut tubulus distal, sangat
berliku dan panjangnya sekitar 5 mm yang membentuk segmen terakhir nefron.
Kedua tubulus ini dijembatani oleh lengkung Henle yang berupa leher angsa
yang turun ke arah medulla ginjal kemudian naik kembali menuju korteks.
Bagian akhir dari tubulus ini adalah saluran pengumpul (ductus collectivus) yang
terletak pada medulla yang mengalirkan urin ke kaliks minor menuju kaliks
mayor dan menuju piala ginjal. Medulla merupakan tempat saluran dari kapsula
Bowman ini berkumpul. Saluran ini mengalirkan urin ke saluran yang lebih besar
ke arah pelvis atau piala ginjal. Lalu urin disalurkan ke ureter kemudian
ditampung di kandung kemih. Pada jumlah urin tertentu di mana dinding
kandung kemih ini tertekan sehingga otot melingkar pada pangkal kandung
kemih meregang akan memberikan sinyal
rangsang
ke
saraf untuk menimbulkan
berkemih untuk disalurkan ke ureter sebagai saluran pembuangan
keluar. (dr. Fransisca Kristiana, 2011)
b.
Fisiologi ginjal
1)
Fungsi ginjal
Menurut Price (2006) ginjal mempunyai berbagai macam fungsi
yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya adalah :
a)
Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol
dengan mengubah-ubah ekskresi air.
b)
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
c)
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3
d)
Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolism protein,
terutama urea, asam urat dan kreatinin. Sedangkan fungsi non-ekresi
ginjal adalah :
8
(1)
Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan
darah.
(2)
Menghasilkan eritropoetin sebagai factor
penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah olehsumsum tulang.
(3)
(4)
(5)
2)
Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin.
Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine adalah fungsi ginjal yang paling esensial
dalam mempertahankan homeostatis tubuh. Pada orang dewasa sehat, lebih
kurang 1200 ml darah, atau 25% cardiac output, mengalir ke kedua ginjal.
Pada keadaan tertentu, aliran darah ke ginjal dapat meningkat hingga 30%
(pada saat latihan fisik) dan menurun hingga 12% dari cardiac output.
Kapiler
glomeruli
berdinding
porous
(berlubang-lubang),
yang
memungkinkan terjadinya filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180
L/hari). Molekul yang berukuran kecil (air, elektroloit, dan sisa
metabolisme tubuh, di antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari
darah, sedangkan molekul berukuran lebih besar (protein dan sel darah
merah) tetap tertahan di dalam darah. Oleh karena itu komposisi cairan
filtrat yang berada di kapsul Bowman, mirip dengan yang ada di dalam
plasma, hanya saja cairan ini tidak mengandung protein dan sel darah.
Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut
sebagai rerata filtrasi glomerulus atau glomerular filtration (GFR).
Selanjutnya, cairan filtrat akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit akan
mengalami sekresi di tubulus ginjal, yang kemudian menghasilkan urine
yang akan disalurkan melalui duktus kolegentes. Cairan urine tersbut
disalurkan ke dalam sistem kalises hingga pelvis ginjal (Basuki, 2011).
4.
Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang
sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal
9
ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih
fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkat kecepatan filtrasi, reabsorpsi,
dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron
yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semkain berat, sehingga
nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagaian dari siklus
kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefron- nefron,
terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal mungkin berkurang
(Elizabeth, 2001).
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang harus
diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah berubah, kendati
jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara
progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap
ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami
hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi
peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap
nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di
bawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat
rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar 75% massa nefron sudah hancur, maka
kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga
keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan
peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik
pada proses ekskresi maupun proses konservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang.
Sedikit perubahan pada makanan dapat mengubah keseimbangan yang rawan tersebut,
karena makin rendah GFR (yang berarti maikn sedikit nefron yang ada) semakin
besar perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan
atau mengencerkan urine menyebabkan berat jenis urine tetap pada nilai 1,010 atau 285
mOsm (yaitu sama dengan plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan
nokturia (Price, 2006).
10
5.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai
fungsi sistem tubuh yaitu :
a.
Manifestasi kardiovaskuler : Gagal Ginjal Kronik, pitting edema, edema
periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung
kongestif, perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade
pericardial.
b.
Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna
kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum
karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
c.
Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa
kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap,
parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran
gastrointestinal.
d.
Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
e.
Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
f.
Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
g.
Pasien
secara
bertahap
akan
lebih
mengantuk;
karakter
pernafasan
menjadi Kussmaul ; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi
(kedutan mioklonik) atau kedutan otot.
6.
Stadium Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadiumstadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan mencakup
menurut Corwin (2001) adalah:
a.
Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
b.
Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari
normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri
karena beratnya beban yang mereka terima.
11
c.
Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin
banyak nefron yang mati.
d.
Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang
dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh
ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
7.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Corwin
(2001) adalah:
a.
Pada
penurunan
cadangan
ginjal
dan
insufisiensi
ginjal,
tujuan
penatalaksanaan adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut, terutama
dengan restriksi protein dan obat-obat antiGagal Ginjal Kronik.
b.
Pada
gagal
ginjal,
terapi
ditujukan
untuk
mengoreksi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c.
Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi
berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.
d.
Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan. Penatalaksanaan
penyakit ginjal kronik menurut FKUI (2006) meliputi :
8.
1)
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2)
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
3)
Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
4)
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5)
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6)
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006) yaitu:
a.
Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin
yang
tidak
adekuat
oleh
ginjal
dan
diobati
dengan pemberian
eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar besi,
folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam keadaan baik. Sangat jarang
12
terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan eritropoietin yang diberikan sehingga
terjadi anemia aplastik.
b.
Penyakit vascular dan Gagal Ginjal Kronik
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada
gagal
ginjal kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, Gagal Ginjal Kronik
mungkin merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar Gagal
Ginjal Kronik pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi
natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk bisa
menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel. Gagal Ginjal
Kronik seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi natrium dan
pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai,
pemberian furosemid dapat bermanfaat.
c.
Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air
akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian
filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang
sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrsi.
d.
Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.
Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta
dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat
dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah kulit
kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal ureum pada kulit dan
timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia dapat
menyebabkan pucat.
e. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering
terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun
13
gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi
esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan
perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi. Gangguan pengecap dapat
berkaitan dengan bau napas yang menyerupai urin.
f.
Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,
impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering
terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus hormon
pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi dalam menyebabkan
retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot pada orang dewasa.
g.
Neurologis dan psikiatrik
Gagal
ginjal
yang
tidak
diobati
dapat
menyebabkan
kelelahan,
kehilangan kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi
neurologis (mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan
tonus otot dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar
ekstensor, dan yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu
pada uremia dan terjadi perubahan yang tergantung hormon paratiroid
(parathyroid hormone, PTH) pada transpor kalsium membran yang dapat
berkontribusi dalam menyebabkan neurotransmisi yang abnormal. Gangguan
tidur seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot
dapat juga terjadi dan kadang merespons terhadap pemberian kuinin sulfat.
Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas sering terjadi dan terdapat
peningkatan risiko bunuh diri.
h.
Imunologis
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering
terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialisis dapat
mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.
14
i.
Lipid
Hiperlipidemia
sering
terjadi,
terutama
hipertrigliseridemia
akibat
penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang
menjalani dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani hemodialisis,
mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di
sepanjang membran peritoneal.
j.
Penyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika kadar
ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang berat.
Kelebihan cairan dan Gagal Ginjal Kronik dapat menyebabkan hipertrofi
ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula dialisis arteriovena yang besara
dapat menggunakan proporsi curah jantung dalam jumlah besar sehingga
mengurangi curah jantung yang dapat digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa.
B.
Konsep Teori Gangguan Psikososial
1.
Pengertian Gangguan psikososial
Gangguan psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang
bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan
dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan
jiwa
atau gangguan kesehatan secara nyata, atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa
yang berdampak pada lingkungan sosial (Keliat, et all., 2011 : 2)
2.
Cirri-ciri gangguan psikososial
Menurut keliat, et all., (2011 : 2), cirri-ciri gangguan psikososial adalah
sebagai berikut :
a.
Cemas, khawatir berlebihan, takut
b.
Mudah tersinggung
c.
Sulit konsentrasi
15
C.
d.
Bersifat ragu-ragu
e.
Merasa kecewa
f.
Pemarah dan agresif
g.
Reaksi fisik seperti jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala
Konsep Teori Ansietas
1.
Definisi Ansietas
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman seakan-akan
akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan
rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya,
sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat,
2012). Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang
spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah ada
sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik
yang
berlangsung
beberapa
waktu
(Stuart
dan
Laraia,1998) dalam buku
(Pieter,dkk,2011)
Sedangkan menurut (Riyadi&Purwanto,2010) Ansietas adalah suatu perasaan
takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai gejala
fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang
bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan
oleh
kecemasan
tersebut.
Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidak mampuan mengatasi suatu masalah
atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya
tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan
fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respon seseorang
berupa rasa khawatir , was-was dan tidak nyaman dalam menghadapi suatu hal tanpa
objek yang jelas.
16
2.
Rentang Respon Kecemasan
Respon
Adaptif
Antisipasi
3.
Ringan
respon
Sedang
Berat
Maladaptif
Panik
Tingkatan Ansietas
a.
Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa kehidupan
sehari-hari. Lapang persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan
waspada. Orang yang mengalami ansietas ringan akan terdorong untuk
menghasilkan kreativitas. Respons- respons fisiologis orang yang mengalami
ansietas ringan adalah sesekali mengalami napas pendek, naiknya tekanan
darah dan nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala pada
lambung. Respons kognitif orang yang mengalami ansietas ringan adalah
lapang persepsi yang melebar, dapat menerima rangsangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah dan dapat menjelaskan masalah secara efektif.
Adapun respons perilaku dan emosi dari orang yang mengalami ansietas
adalah
tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-
kadang meninggi.
b.
Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan menurun
dan memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan menyampingkan
hal-hal lain. Respons fisiologis dari orang yang mengalami ansietas sedang
adalah sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik mulut kering,
anoreksia, diare, konstipasi dan gelisah.
Respon kognitif orang yang mengalami ansietas sedang adalah lapang persepsi
yang menyempit, rangsangan luar sulit diterima, berfokus pada apa yang menjadi
17
perhatian. Adapun respons perilaku dan emosi adalah gerakan yang tersentaksentak, meremas tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman .
c.
Ansietas Berat
Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu
cenderung memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikan hal-hal lain. Individu
sulit
berpikir
realistis
dan
membutuhkan
banyak
pengarahan
untuk
memusatkan perhatian pada area lain. Respons-respons fisiologis ansietas berat
adalah napas pendek, nadi dan tekanan darah darah
naik,
banyak
berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur, dan mengalami ketegangan.
Respon kognitif pada orang yang mengalami ansietas berat adalah lapang
persepsi sangat sempit dan tidak mampu untuk menyelesaikan masalah.
Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat dari perasaan tidak aman,
verbalisasi yang cepat, dan blocking.
d.
Panik
Pada tingkatan panik lapang persepsi seseorang sudah sangat sempit
dan sudah mengalami gangguan sehingga tidak bisa mengendalikan diri lagi dan
sulit melakukan apapun walaupun dia sudah diberikan pengarahan. Responsrespons fisiologis panik adalah napas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat,
hipotensi dan koordinasi motorik yang sangat rendah. Sementara respons-respons
kognitif penderita panik adalah lapang persepsi yang sangat pendek sekali dan
tidak mampu berpikir logis. Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat
agitasi, mengamuk dan marah-marah, ketakutan dan berteriak-teriak, blocking,
kehilangan kontrol diri dan memiliki persepsi yang kacau (Herry Zan Pieter,
2011)
4.
Etiologi
a.
Faktor predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang yang
dapat menimbulkan kecemasan (Suliswati,2005). Ketegangan dalam kehidupan
18
tersebut dapat berupa :
1)
Peristiwa
traumatik,
yang
dapat
memicu
terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan
atau situasional
2)
Konflik
emosional
yang
dialami
individu
dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan
kenyataan yang menimbulkan kecemasan pada individu
3)
Konsep
diri
terganggu
akan
menimbulkan
ketidak mampuan
individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan
4)
Frustasi akan menimbulkan rasa ketidak berdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego
5)
Gangguan
fisik
akan
menimbulkan
kecemasan
karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri
individu
6)
Pola
mekanisme
koping
keluarga
atau
pola
keluarga menangani
stress akan mempengaruhi individu dalam berespon
terhadap
konflik
yang
individu
banyak
dialami
karena
pola mekanisme
koping
dipelajari dalam keluarga
7)
Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasan
8)
Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan
yang mengandung benzodizepin, karena benzodizepin dapat menekan
neurotransmiter gama amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
b.
Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan
yang dapat
mencetuskan tibulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan
menjadi 2 yaitu :
1)
Ancaman
terhadap
intregitas
fisik.Ketegangan
yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
a)
Sumber
internal,
meliputi
19
kegagalan
mekanisme fisiologis
sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal
(misalnya hamil).
b)
Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal
2)
Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber eksternal dan internal
a)
Sumber
internal,
dirumah dan
kesulitan
tempat
kerja,
dalam
berhubungan interpersonal
penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap intergritas fisik juga dapat mengancam
harga diri.
b)
Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya . (Eko
Prabowo, 2014)
5.
Tanda dan Gejala
Gejala meliputi ( APA, 1994 )
a.
Palpitasi, jantung berdebar, atau akselerasi frekuensi jantung
b.
Berkeringat
c.
Gemetar atau menggigil
d.
Perasaan sesak napas dan tercekik
e.
Perasaan tersedak
f.
Nyeri atau ketidak nyamanan dada
g.
Mual atau distres abdomen
h.
Merasa pusing, limbung, vertigo, atau pingsan
i.
Derealisasi (Perasaan tidak realistis) atau depersonalisasi (terpisah dari
diri sendiri)
j.
Takut kehilangan kendali atau menjadi gila
k.
Takut mati
l.
Perestesia (kebas atau kesemutan)
m.
Bergantian kedinginan atau kepanasan
20
Gejala lain gangguan ansietas meliputi :
a.
Gelisah, perasaan tegang, khawatir berlebihan, mudah letih, sulit berkonsentrasi,
iritabilitas, otot tegang, dan gangguan tidur (gangguan ansietas umum)
b.
Ingatan atau mimpi buruk berulang yang mengganggu mengenai peristiwa
traumatis, perasaan menghidupkan kembali trauma ( episode kilas balik ),
kesulitan merasakan emosi ( afek datar ), insomnia
dan
iritabilitas
atau
marah yang meledak–ledak ( gangguan stres pasca trauma )
c.
Repetitif, pikiran obsesif, perilaku kasar yang berkaitan dengan kekerasan,
kontaminasi, dan keraguan, berulang kali melakukan aktifitas yang tidak
bertujuan, seperti mencuci tangan, menghitung, memeriksa, menyentuh
(gangguan obsesif- kompulsif)
d.
Rasa takut yang nyata dan menetap akan objek atau situasi tertentu ( fobia
spesifik ), situasi performa atau sosial (fobia sosial), atau berada dalam satu
situasi yang membuat individu terjebak ( agorafobia) (Eko Prabowo, 2014)
6.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecemasan
Mcfarlan dan Wasli (1997 dalam Shives,1998) mengatakan bahwa faktor yang
berkonstribusi pada terjadinya kecemasan meliputi ancaman pada:
a.
Konsep diri
b.
Personal security system
c.
Kepercayaan, lingkungan
d.
Fungsi peran, hubungan interpersonal, dan
e.
Status kesehatan.
Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI (1994), faktor- faktor yang
memengaruhi kecemasan antara lain sebagai berikut
a.
Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian seorang dimulai sejak usia bayi hingga 18
tahun dan bergantung pada pendidikan orang tua dirumah, pendidikan disekolah
dan pengaruh sosialnya, serta pengalaman dalam kehidupannya.Seseorang
menjadi pencemas terutama akibat prosesdan identifikasi dirinya terhadap kedua
orang tuanya daripada pengaruh keturunannya.
21
Perkembangan kepribadian akan membentuk tipe kepribadian seseorang
dimana tipe kepribadian tersebut akan memengaruhi seseorang dalam merespons
kecemasan. Dengan demikian respon kecemasan yang dialami seseorang
akan berbeda dari orang lain, bergantung pada tipe kepribadian tersebut.
b.
Tingkat Maturasi
Tingkat maturasi individu akan memengaruhi tingkat kecemasan. Pada bayi
tingkat kecemasan lebih disebabkan perpisahan dan lingkungan yang tidak
dikenal. Kecemasan pada remaja lebih banyak disebabkan oleh perkembangan
seksual. Pada orang dewasa kecemasan lebih banyak ditimbulkan oleh hal-hal
yang berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia
kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi, sebagai contoh adalah wanita
yang menjelang menopouse. Mereka akan merasa cemas akibat akan mengalami
penurunan fungsi reproduktif sehingga diperlukan dukungan
sosial
untuk
mencegah terjadinya kecemasan tersebut .
c.
Tingkat Pengetahuan
Individu dengan tingkat pengetahuannya lebih tinggi akan mempunyai
koping ( penyelesaian masalah ) yang lebih adaptif terhadap
daripada
d.
individu
yang
kecemasan
tingkat pengetahuannya lebih rendah.
Karakteristik Stimulus
1)
intensitas stressor
Intensitas stimulus yang semakin besar, semakin besar pula
kemungkinan
respons
cemas
akan
terjadi.
Stimulus
hebat
akan
menimbulkan lebih banyak respons yang nyata daripada stimulus yang
timbul perlahan-lahan. Stimulus ini selalu memberi waktu bagi seseorang
untuk mengembangkan cara penyelesaian masalah.
2) Lama Stressor
Stressor yang menetap dapat menghabiskan energi dan akhirnya akan
melemahkan sumber-sumber penyelesaian masalah yang ada.
22
3)
Jumlah Stressor
Stressor yang besar akan lebih meningkatkan kecemasan pada
individu daripada stimulus yang lebih kecil. (Solehati & Kosasih, 2015)
7.
Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup
fisik ( somatik ) , psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius.
Selengkapnya seperti pada uraian berikut :
a.
b.
Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1)
Makan makanan yang bergizi dan seimbang.
2)
Tidur yang cukup.
3)
Olahraga yang cukup
4)
Tidak merokok
5)
Tidak meminum minuman keras
Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter (
sinyal penghantar syaraf ) di susunan saraf pusat otak ( limbic system ). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolitic), yaitu
diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspironeHCl, meprobamate dan
alprazolam.
c.
Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik ( somatik ) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan Untuk
keluhan-keluhan somatik
(
fisik )
itu dapat diberikan obat-obatan yang
ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
23
menghilangkan
d.
Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
1)
Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi semangat atau dorongan
agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan
serta percaya diri.
2)
Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidak mampuan mengatasi kecemasan
3)
Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksutkan memperbaiki (re-konstruksi)
kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
4)
Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrai dan daya ingat.
5)
Psikoterapi
psikodinamik,
untuk
menganalisa
dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang
tidak mampu menghadap stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
6)
Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung .
7)
Terapi psikoreligius untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai
problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial. (Eko Prabowo,
2014)
e.
Napas Dalam
Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas pernapasan
abdominal (diafragma)
Prosedur :
1)
Atur posisi yang nyaman
2)
Fleksikan lutut klien untuk merelaksasi otot abdomen
3)
Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang iga.
4)
Tarik
napas
dalam
melalui
Hitung sampai 3 selama inspirasi.
24
hidung,
jaga
mulut
tetap tertutup.
5)
Hembuskan
udara
lewat
bibir
seperti
meniup
secara perlahan –
lahan (Asmadi,2008).
D.
Pengkajian Fokus
1.
Data Yang Perlu Dikaji
a.
Perilaku
Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata, jelek,
gelisah, melihat sekilas sesuatu , pergerakan berlebihan (seperti; foot shuffling,
pergerakan lengan/tangan), Ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah
peristiwa dalam hidup, insomnia, perasaan gelisah
b.
Afektif
Menyesal, iritabel,kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita berlebihan,
nyeri dan ketidak berdayaan meningkat secara menetap, gemertak, ketidak
pastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat,
ketakutan, distressed, khawatir, prihatin dan mencemaskan
c.
Fisiologis
Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi
meningkat, kesegeraan berkemih ( parasimpatis), nadi meningkat, dilasi pupil,
refleks-refleks meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur, perasaan geli pada
ekstrimitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh meningkat, wajah tegang, anoreksia,
jantung berdebar-debar , diarhea, keragu-raguan berkemih kelelahan, mulut
kering, kelemahan, nadi berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi supervisial,
berkedutan, tekanan darah menurun mual, keseringan berkemih, pingsan, sukar
bernafas, tekanan darah meningkat .
d.
Kognitif
Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian,
lemah,
lapang
persepsi
menurun,
takut
akibat
yang
tidak
khas,
cenderung menyalahkan orang lain, sukar berkonsentrasi, kemampuan berkurang
25
terhadap:( memecahkan masalah dan belajar) , kewaspadaan terhadap gejala
fisiologis .
e.
Faktor yang berhubungan
Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai /
tujuan hidup, hubungan kekeluargaan / keturunan, kebutuhan yang tidak
terpenuhi,
interpersonal-transmisi/penularan,
krisis
situasional,
maturasi,
ancaman terhadap konsep diri, stress, penyalah gunaan zat,ancaman terhadap
atau perubahan dalam : status peran status kesehatan , pola interaksi, fungsi
peran, lingkungan , status ekonomi ( NANDA 2005-2006:9-11)
26
BAB III TINJAUAN
KASUS
A. Pengkajian
INFORMASI UMUM
Inisial klien
: NY. E
Usia
: 73 tahun
Jenis kelamin
:P
Suku
: Jawa
Bahasa dominan
: Indonesia
Status perkawinan
: Kawin
Alamat
: Pulo Nangka Tengah No. 6 Puomas Jaktim Rt. 008/08
Tanggal masuk
:-
Tanggal pengkajian
: 26 Januari 2021
Ruang rawat
:-
Nomor RM
:-
Diagnosa medis
: Gagal Ginjal Kronik
Riwayat alergi
: Tidak ada
KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan merasa lemas dan kedua tangannya terasa baal, pusing, ada mual, muntah
tidak ada
PENAMPILAN UMUM DAN PERILAKU MOTOR
Fisik
Berat badan
: 70 kg
Tinggi badan
: 159 cm
Tanda-tanda vita l
: TD 140/90 mmHg, P 22x/menit, Nadi 82x/menit, T 36ºC
Riwayat pengobatan fisik
Klien sebelumnya sudah pernah periksa ke dokter untuk Ginjal nya namun tidak rutin
control dan tidak pernah melakukan pengobatan ke alternative
27
Hasil pemeriksaan laboratorium: Tidak ada
Tingkat Ansietas
Tingkat ansietas (lingkari tingkat ansietas dan check list perilaku yang tampak)
Ringan
Sedang
Berat
PERILAKU
PERILAKU
Tenang
Ramah
Panik
Menarik diri
√
Bingung
Pasif
Disorientasi
Waspada
Ketakutan
Kooperatif
√
Gangguan perhatian
Gelisah
√
Hiperventilasi
Halusinasi/ delusi
√
Obsesi
Sulit berkonsentrasi
Kompulsi
Waspada berlebihan
Keluhan somatik
Tremor
Hiperaktivitas
Bicara cepat
Lainnya:
Masalah keperawatan: Tingkat ansietas sedang-berat. Adapun perilaku yang ditunjukkan adalah
ramah, kooperatif, gelisah, bingung
KELUARGA
Genogram
28
Keterangan:
: Laki-Laki
: Laki-Laki meninggal
: Perempuan
: Perempuan meninggal
: Entry Point
Tipe keluarga
: Nuclear Family
Pengambilan keputusan
: Kepala Keluarga
Hubungan klien dengan kepala keluarga
: Istri
Kebiasaan yang dilakukan bersama keluarga
:
Klien saat ini tinggal berdua bersama dengan suami klien di rumah dikarenakan
semua
anaknya
sudah
berkeluarga.
Namun,
sering
kali
anak-anaknya
mengunjunginya dan ngobrol- ngobrol atau klien bermain bersama cucunya
Kegiatan yang dilakukan keluarga dalam masyarakat
:
Klien mengatakan mengikuti pengajian yang ada di lingkungan rumah
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
RIWAYAT SOSIAL
Pola sosial
•
Teman/orang terdekat : Klien mengatakan orang terdekatnya saat ini adalah suami
dan anak-anaknya
•
Peran serta dalam kelompok : Klien mengatakan terlibat dalam pengajian di
lingkungan rumah namun saat pandemi pengajian rutin tidak dilakukan
•
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Klien mengatakan tidak
memiliki masalah dalam berhubungan dengan orang lain
29
Obat-obatan yang dikonsumsi
•
Klien mengatakan tidak mengkonsumsi obat-obatan herbal atau obat- obatan
yang diluar resep
•
Klien mengatakan tidak menggunakan alkohol dan obat-obatan untuk mengatasi
masalahnya
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
KONSEP DIRI
Gambaran diri
Klien mengatakan bagian tubuh yang disukai adalah bagian mata
Ideal diri
Klien berharap dapat sembuh dari sakitnya dan organ tubuhnya dapat berfungsi lagi seperti dulu
dan dapat membantu pekerjaan rumah tangga, klien berharap keluarganya dapat menerima
kondisinya saat ini dan member dukungan mental agar klien cepat sembuh, dan klien berharap
setelah sembuh dapat mengikuti pengajian dilingkungannya
Harga diri
Klien tidak merasa harga diri rendah karena masih bisa melakukan kegiatannya tanpa bantuan
dari orang lain
Peran
Selama sakit peran klien sebagai istri, ibu dan nenek tidak ada masalah karena keluarganya
dapat memahami kondisinya
Identitas diri
Klien dirumah sebagai istri dan nenek dari cucu-cucunya dan bertujuan hidup bahagia dengan
suami, anak dan cucunya
30
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
STATUS MENTAL DAN EMOSI
Penampilan
•
Cacat fisik
: Klien tidak memiliki cacat fisik
•
Kontak mata
:Klien melakukan kontak mata saat berinteraksi dengan orang lain
•
Pakaian
: Klien berpakaian rapi sesuai dengan tempat dan kondisi saat ini
•
Perawatan diri
: Klien mengatakan mandi 2 k a l i setiap hari
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Tingkah Laku
Tingkah laku
√
Resah
-
Agitasi
-
Letargi
-
Sikap
-
Ekspresi wajah
√
Jelaskan
Wajah klien tampak tegang
Lain-lain
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Pola Komunikasi
POLA KOMUNIKASI
√
POLA KOMUNIKASI
√
Jelas
√
Aphasia
-
Koheren
√
Perseverasi
-
Bicara kotor
-
Rumination
-
Inkoheren
-
Tangensial
-
Neologisme
-
Banyak bicara/ dominan
-
Asosiasi longgar
-
Bicara lambat
-
Flight of idea
-
Sulit berbicara
-
Lainnya: Tidak ada
16
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Mood dan Afek
√
Jelaskan
Senang
-
Tidak
Sedih
-
Tidak
Patah hati
-
Tidak
Putus asa
-
Tidak
Gembira
-
Tidak
Euporia
-
Tidak
Curiga
-
Tidak
Lesu
-
Tidak
Marah/ bermusuhan
-
Tidak
Lain-lain
√
Tingkah laku
Klien tidak ada berlebihan biasa-biasa saja
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Proses Pikir
√
Jelas
√
Logis
√
Mudah diikuti
√
Relevan
√
Bingung
-
Delusi
-
Bloking
-
Curiga
-
Memori jangka panjang
Hilang
-
Utuh
√
Memori jangka pendek
Hilang
-
Utuh
√
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
17
Persepsi
√
Jelaskan
Halusinasi
-
Tidak ada
Ilusi
-
Tidak ada
Depersonalisasi
-
Tidak ada
Derealisasi
-
Tidak ada
√
Jelaskan
Pendengaran
-
Tidak ada
Penglihatan
-
Tidak ada
Peraba
-
Tidak ada
Pengecapan
-
Tidak ada
Penghidu
-
Tidak ada
Lain-lain:
-
Tidak ada
Halusinasi
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Kognitif
Orientasi realita
-
Waktu
: Klien bisa menyebutkan waktu pagi, siang dan malam
-
Tempat
: Klien bisa menyebutkan saat ini klien berada di rumahnya
-
Orang
: Klien mengenali anak-anaknya dan mengenali perawat
-
Situasi
: Klien bisa menceritakan kondisi saat ini
Memori
Gangguan
√
Gangguan
daya
ingat jangka panjang
Gangguan
daya
ingat jangka pendek
Gangguan
daya
ingat saat ini
-
Tidak ada gangguan
-
Tidak ada gangguan
-
Tidak ada gangguan
Jelaskan
18
Paramnesia
-
Tidak ada
Hipermnesia
-
Tidak ada
Amnesia
-
Tidak ada
Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkatan
√
Jelaskan
Mudah beralih
-
Klien tidak mudah beralih
Tidak mampu
-
Klien mampu berkonsentrasi
-
Klien mampu berhitung sederhana
berkonsentrasi
Tidak mampu
berhitung sederhana
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
IDE-IDE BUNUH DIRI
Ide-ide membahayakan diri sendiri/ orang lain
Tidak terdapat ide-ide merusak diri atau orang lain pada klien
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
KULTURAL DAN SPIRITUAL
Agama yang dianut
Bagaimana kebutuhan klien terhadap spiritual dan pelaksanaannya?
Klien mengatakan melakukan sholat 5 waktu, mengaji .
Apakah klien mengalami gangguan dalam menjalankan kegiatan spiritualnya?
Jika klien merasa pusing, klien shalat dengan cara duduk, karena menurut klien selama
masih bisa melaksanakan shalat, tetap harus dilaksanakan
Adakah pengaruh spiritual terhadap koping individu?
Klien mengatakan setelah shalat atau istighfar klien merasa lebih tenang
19
Budaya yang diikuti
Apakah ada budaya klien yang mempengaruhi terjadinya masalah?
Klien mengatakan tidak ada pengaruh budaya yang mempengaruhi terjadinya masalah,
melainkan karena pola hidup sehat yang tidak dijalankan, terutama pola makan
Tingkat perkembangan psikososial saat ini
Saat ini tingkat perkembangan klien sudah terpenuhi
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
20
ANALISA DATA
Inisial Klien
: Ny. E
No. RM
:
Hari/
Data
Tanggal
(Subjektif dan Objektif)
Selasa
DS :
Masalah Keperawatan
Ansietas
TTD
Tati
Karyati
26 Jan 2021
− Klien merasa bingung
− Klien m e r a s a k h a w a t i r dengan
akibat dari kondisi yang dihadapi
− Klien m e n ge l uh t e rka da n g pu si n g
− Klien mengatakan tidak ada nafsu makan
− Klien mengatakan tidak berdaya
DO :
− Wajah klien tampak tegang
− Klien tampak gelisah
− Muka tampak pucat
− Kontak mata buruk
− Berorientasi pada masa lalu
DSTTV
:
−
: 140/90 mmHg
Gangguan Rasa Nyaman
− Klien mengatakan mengeluh tidak
nyaman
− Klien mengatakan m e n ge l uh s ul i t
t i du r
− Klien mengatakan mengeluh mual
− Klien mengatakan mengeluh lelah
DO :
− Klien tampak gelisah
− Klien menunjukkan gejala distress
21
Tati
Karyati
Prioritas masalah keperawatan adalah :
1. Ansietas
2.
Gangguan rasa nyaman
22
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan
Keperawatan
(Kognitif, Psikomotor,
Rasional
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Afektif)
Ansietas
TUM:
Klien mampu menunjukkan
koping yang efektif terdapat
ansietas
TUK:
1. Klien dapat menjalin dan
mempertahankan
hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal
ansietasnya
3. Klien dapat
menggunakan
teknik mengurangi
ansietas secara
positif
4. Klien dapat dukungan
keluarga untuk
meningkatkan
Klien mampu :
− Bina hubungan saling percaya
− Menunjukkan tanda-tanda
percaya terhadap perawat:
wajah tersenyum, mau
berkenalan, ada kontak
mata, bersedia
menceriatakan perasaannya
− Mengungkapkan perasaan
ansietas, penyebab
− Beri kesempatan
ansietas, dan perilaku
kepada klien untuk
akibat ansietas
mengekspresikan
− Mendemonstrasikan
perasaannya
cara mengatasi ansietas
secara positif
Keluarga
mampu
merawat
anggota
keluarga
dengan
anseitas dengan latihan relaksasi
− Ajarkan teknik menurunkan
− Hubungan
saling
percaya
merupakan
dasar dari terjadinya
komunikasi terapeutik
sehingga
akan
memfasilitasi
dalam
pengungkapan
perasaan, emosi, dan
harapan klien
− Dengan
mengenal
masalah
ansietasnya,
klien
akan
lebih
kooperatif
terhadap
tindakan keperawatan
dan
menyamakan
persepsi bahwa ansietas
terjadi pada klien
− Didapatkannya cara lain
yang sehat yang akan
membantu klien untuk
perawatan diri
ansietas: teknik relaksasi,
distraksi, spiritual
− Berikan kesempatan
untuk mendemosntrasikan
kembali teknik yang telah
diajarkan
mencari cara yang
adaptif
dalam
mengurangi
atau
menghilangkan
ansietasnya
− Mengetahui
kemampuan
klien
dalam
melakukan
teknik untuk mengatasi
ansietas
− Diskusikan masalah yang − Dukungan
keluarga,
mendukung
proses
sedang dihadapi keluarga
perubahan
perilaku
ansietas klien. Untuk
meningkatkan motivasi
klien
dalam
menghilangkan
ansietasnya.
Untuk
memberikan
pengetahuan
kepada
keluarga
sehingga
keluarga
dapat
memahami cara yang
tepat dalam menangani
klien dan pentingnya
perhatian
keluarga.
Agar keluarga dapat
merawat klien di rumah
secara mandiri
Gangguan rasa
TUM: Gangguan rasa nyaman
Klien mampu:
nyaman
pada klien teratasi
− Mengungkapkan
− Kaji penyebab rasa
− Membantu
ketidaknyamanan
perawat
untuk
TUK:
penyebab rasa
mengetahui penyebab
1. Klien dapat
ketidaknyamanan
ketidaknyamanan dan
mengidentifikasi sumber
− Klien mampu
yang membuat tidak
menemukan hal-hal yang
nyaman
dapat meningkatkan rasa
nyaman
− Merasa nyaman
untuk menentukan
intervensi yang tepat
− Ajarkan Teknik
relaksasi
− Meminimalkan
stimulasi/meningkatkan
relaksasi
− Berikan posisi yang nyaman
− Membantu klien untuk
mendapatkan posisi
yang dapat
meningkatkan rasa
nyaman
− Dapat mengurangi
tegangan dan
kedaknyamanan yang
diperberat oleh stress
− Anjurkan bersosialisasi
− Anjurkan tdur dengan baik
setiap malam (7-9 jam)
− Membatu klien
meningkatkan
semangat hidupnya
− Dengan tidur yang cukup
akan
mengembalikan
kebugaran pada tubuh
klien
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama Klien: NY. E
No
Tanggal
1
26 Jan 2021
Diagnosa
Ansietas
Implementasi
−
−
Evaluasi
S : Klien mengatakan lebih tenang
Membina hubungan saling
percaya
setelah
melakukan
Mengkaji tingkat kecemasan
relaksasi nafas dalam
klien
O:
−
Mengkaji sumber cemas
− Klien tampak tenang
−
Mengkaji teknik yang digunakan
− Klien
Mengajarkan
nafas dalam
teknik
mampu
teknik nafas
saat merasa cemas
−
Tanda tangan
relaksasi
teknik
melakukan
dalam
dengan
cukup baik
− TD 120/80 mmHg, Nadi 80
x/menit, Rr 19 x/menit
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi
Tati Karyati
2
26 Jan 2021
Gangguan rasa nyaman
− Mengkaji penyebab rasa
ketidaknyamanan
S : Klien merasa nyaman setelah
diajarkan teknik relaksasi
− Mengajarkan Teknik relaksasi
− Memberikan posisi yang nyaman
O : Klien tampak tenang
− Menganjurkan bersosialisasi
A : Masalah teratasi
− Menganjurkan tdur dengan baik
setiap malam (7-9 jam)
P : Hentikan intervensi
Tati Karyati
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI (CPPT)
Nama Perawat
: Tati Karyati
Nama Klien
: Ny. E
TTD dan Nama
Lengkap
Evaluasi (S O A P)
Hari/ Tanggal: Selasa, 26 Jan 2021
Jam: 18.30 WIB
Tati Karyati
S:
− Klien mengatakan lebih tenang setelah melakukan teknik relaksasi
nafas dalam
O:
− Klien tampak tenang
− Klien mampu melakukan teknik nafas dalam dengan cukup baik
− TD 120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Rr 19 x/menit
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
29
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Associations. (2012). Understan Your Risk fot Your High Blood Pressure.
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBloodPressure/Unders
tandYourRiskforHighBloodPressure/Understand-Your-Risk-for-High- BloodPressure_UCM_002052_Article.jsp
American Heart Associations. (2012). What Are The Symtoms of High Blood Pressure.
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBloodPressure/Sympt
omsDiagnosisMonitoringofHighBloodPressure/What-are-the-Symptoms- of-High- BloodPressure_UCM_301871_Article.jsp (Diunduh pada tanggal 02 Juli 2014, Pukul:
22.23)
Bajko, Zolran., et all. (2012). Anxiety, Depression, and Autonomic Nervous System
Dysfunction in Hypertension. Vol. 317 (1). p: 112-116
Cheung, B.M.Y., et all. (2003). The Relationship Between Hypertension and Anxiety or
Depression in Hongkong Chinese. Vol.10 (1). p: 21-24
D’Silva et all. (2014). Effectiveness of Deep Breathing Exercise (DBE) on The Heart Rate
Variability,
BP, Anxiety
& Derpression
Of Patients
With
Coronary
Artery
Diasease. Vol.4. p: 35-41
Doengoes, Marilynn E., Moorhouse, Mary F., Geissler, Alice C. (2000). Rencana Asuhan
Keperawata:
Pedoman
untuk perencanaan
dan pendokumentasian
perawatan
pasien. Ed. 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doona, Mary Ellen. (1979). Travelbee’s Intervention in Psychiatric Nursing.
Ed.2. USA: F.A. Davis Company
Fontaine & Fletcher. (2003). Mental Health Nursing. 5th ed. New Jearsey: Pearson
Education, Inc.
Fortinash & Holoday-Worret. (1999). Psychiatric Nursing Care Plans. 3 Ed. St.
Louis: Mosby
30
Download