ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL : ANSIETAS PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI SUSUN OLEH: Tati Karyati 030520490 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS INSTITUT MEDIKA Drg. SUHERMAN CIKARANG 1 TAHUN AJARAN 2020/2021 BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Teori Gagal Ginjal Kronik 1. Definisi Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogenlain dalam darah) (Suzanne & Brenda, 2002). Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Corwin, 2001). Gagal ginjal merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun) (Price, 2006). Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (FKUI, 2006). Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia (Baughman, 2000). Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan uremia 2. Etiologi Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik 2 adalah sebagai berikut : a. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga menimbulkan Gagal Ginjal Kronik dan gagal ginjal (Elizabeth, 2000). b. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7–10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonefritis pascastreptococcus) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain (Elizabeth, 2000). Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel–sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes Ginjal Kronik kronik. Hasil akhir mellitus dan Gagal dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami Gagal Ginjal Kronik ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik (Elizabeth, 2000). c. Penyakit vaskuler Gagal Ginjal Kronikf : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, Stenosis arteria renalis Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal yang berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil. Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi (Gagal Ginjal Kronik maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal. 3 Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua pembuluh darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan ginjal. d. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun. e. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal f. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis g. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah h. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra). 4 3. Anatomi dan Fisiologi Ginjal a. Anatomi Ginjal Gambar 1. Letak ginjal Anatomi ginjal menurut Evelyn C. Pearce (1979), ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, agar terlindung dari trauma langsung. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah kanan. Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 7,5 sentimeter, dan tebal 1,5 sampai 2,5 sentimeter. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram. Bentuk ginjal seperti kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilum. Di atas ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri. Kedua ginjal dilapisi oleh lemak yang bergumna untuk meredam guncangan. Ginjal merupakan bagian dari sistem saluran kencing (urinary system) yang ada dalam tubuh kita. Gambar anatomi ginjal dapat dilihat dalam gambar. 2 5 Gambar 2. Anatomi khusus Ginjal Organ utama dari sistem saluran kemih terdiri atas dua ginjal, dua saluran dari ginjal ke kandung kemih (ureter), satu kandung kemih dan satu saluran dari kandung kemih keluar tubuh (uretra). Panjang uretra pada pria sekitar 20-25 cm yang berfungsi untuk tempat keluarnya urin yang diproduksi oleh ginjal sekaligus menjadi saluran keluarnya sperma. Pada wanita uretra jauh lebih pendek sekitar 2,5-3,8 cm dan terletak di depan organ reproduksi. Berhubung letak uretra pada wanita yang dekat sekali dengan organ reproduksi dan anus, maka pada wanita kasus infeksi saluran kencing lebih banyak didapat karena rawan terinfeksi kuman yang berasal dari saluran pencernaan. Sistem saluran kemih merupakan salah satu sistem ekskresi tubuh dimana fungsinya yang mengeluarkan racun dan cairan yang harus dibuang keluar tubuh. Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid membentuk duktus papilaris bellini dan masuk ke dalam perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis 6 ginjal. Gambar penampang ginjal dapat dilihat pada gambar. 3 Gambar 3. Penampang ginjal Ciri-ciri korteks berwarna coklat tua, tersusun atas nefron (satuan unit struktural dan fungsional ginjal) sebagai alat penyaring darah, korteks terletak di dalam di antara piramida-piramida medulla yang bersebelahan untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari tubulus- tubulus pengumpul yang mengalir ke duktus pengumpul. Sedangkan ciri- ciri medulla berwarna coklat agak terang, tersusun atas tubulus renalis, mengandung massa triangular yang disebut piramida ginjal yang setiap ujung sempitnya papilla masuk ke dalam kaliks minor dan ditembus duktus pengumpul urin. Setiap ginjal orang dewasa memiliki sekitar satu juta unit nefron sebagai unit pembentuk urin. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Setiap nefron tersusun oleh badan malphigi dan saluran panjang (tubulus) yang bergulung. Sebuah nefron merupakan suatu struktur yang menyerupai mangkuk dengan dinding yang seberkas pembuluh darah berlubang (kapsula Bowman), yang mengandung (glomelurus). Badan malphigi ini tersusun atas glomerulus dan kapsula Bowman membentuk korpuskulum renalis. Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler sebagai lanjutan pembuluh darah arteri ginjal. Kapsula Bowman berbentuk seperti mangkuk, yang di dalamnya 7 berkumpul gelungan pembuluh darah kapiler yang halus. Tubulus merupakan saluran lanjutan dari kapsula Bowman. Saluran panjang yang melingkar-lingkar letaknya bersebelahan dengan glomerulus. Tubulus proksimal adalah saluran yang dekat dengan badan malphigi, sangat berliku dan panjangnya sekitar 15 mm. Sedangkan yang jauh dari badan malphigi disebut tubulus distal, sangat berliku dan panjangnya sekitar 5 mm yang membentuk segmen terakhir nefron. Kedua tubulus ini dijembatani oleh lengkung Henle yang berupa leher angsa yang turun ke arah medulla ginjal kemudian naik kembali menuju korteks. Bagian akhir dari tubulus ini adalah saluran pengumpul (ductus collectivus) yang terletak pada medulla yang mengalirkan urin ke kaliks minor menuju kaliks mayor dan menuju piala ginjal. Medulla merupakan tempat saluran dari kapsula Bowman ini berkumpul. Saluran ini mengalirkan urin ke saluran yang lebih besar ke arah pelvis atau piala ginjal. Lalu urin disalurkan ke ureter kemudian ditampung di kandung kemih. Pada jumlah urin tertentu di mana dinding kandung kemih ini tertekan sehingga otot melingkar pada pangkal kandung kemih meregang akan memberikan sinyal rangsang ke saraf untuk menimbulkan berkemih untuk disalurkan ke ureter sebagai saluran pembuangan keluar. (dr. Fransisca Kristiana, 2011) b. Fisiologi ginjal 1) Fungsi ginjal Menurut Price (2006) ginjal mempunyai berbagai macam fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya adalah : a) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah-ubah ekskresi air. b) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal. c) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3 d) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolism protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin. Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah : 8 (1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah. (2) Menghasilkan eritropoetin sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah olehsumsum tulang. (3) (4) (5) 2) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Degradasi insulin. Menghasilkan prostaglandin. Fisiologi pembentukan urine Pembentukan urine adalah fungsi ginjal yang paling esensial dalam mempertahankan homeostatis tubuh. Pada orang dewasa sehat, lebih kurang 1200 ml darah, atau 25% cardiac output, mengalir ke kedua ginjal. Pada keadaan tertentu, aliran darah ke ginjal dapat meningkat hingga 30% (pada saat latihan fisik) dan menurun hingga 12% dari cardiac output. Kapiler glomeruli berdinding porous (berlubang-lubang), yang memungkinkan terjadinya filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180 L/hari). Molekul yang berukuran kecil (air, elektroloit, dan sisa metabolisme tubuh, di antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah, sedangkan molekul berukuran lebih besar (protein dan sel darah merah) tetap tertahan di dalam darah. Oleh karena itu komposisi cairan filtrat yang berada di kapsul Bowman, mirip dengan yang ada di dalam plasma, hanya saja cairan ini tidak mengandung protein dan sel darah. Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut sebagai rerata filtrasi glomerulus atau glomerular filtration (GFR). Selanjutnya, cairan filtrat akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit akan mengalami sekresi di tubulus ginjal, yang kemudian menghasilkan urine yang akan disalurkan melalui duktus kolegentes. Cairan urine tersbut disalurkan ke dalam sistem kalises hingga pelvis ginjal (Basuki, 2011). 4. Patofisiologi Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal 9 ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkat kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semkain berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagaian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefron- nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal mungkin berkurang (Elizabeth, 2001). Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun proses konservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada makanan dapat mengubah keseimbangan yang rawan tersebut, karena makin rendah GFR (yang berarti maikn sedikit nefron yang ada) semakin besar perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan urine menyebabkan berat jenis urine tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu sama dengan plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia (Price, 2006). 10 5. Manifestasi Klinis Manifestasi klinik menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi sistem tubuh yaitu : a. Manifestasi kardiovaskuler : Gagal Ginjal Kronik, pitting edema, edema periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial. b. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura). c. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal. d. Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang. e. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan. f. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum. g. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi Kussmaul ; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik) atau kedutan otot. 6. Stadium Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadiumstadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan mencakup menurut Corwin (2001) adalah: a. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal. b. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka terima. 11 c. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak nefron yang mati. d. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. 7. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Corwin (2001) adalah: a. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan penatalaksanaan adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut, terutama dengan restriksi protein dan obat-obat antiGagal Ginjal Kronik. b. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. c. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi ginjal. d. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan. Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik menurut FKUI (2006) meliputi : 8. 1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya 2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition) 3) Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal 4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular 5) Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi 6) Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Komplikasi Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006) yaitu: a. Komplikasi Hematologis Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam keadaan baik. Sangat jarang 12 terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi anemia aplastik. b. Penyakit vascular dan Gagal Ginjal Kronik Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, Gagal Ginjal Kronik mungkin merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar Gagal Ginjal Kronik pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk bisa menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel. Gagal Ginjal Kronik seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat. c. Dehidrasi Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrsi. d. Kulit Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi. Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal ureum pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat. e. Gastrointestinal Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun 13 gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi. Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai urin. f. Endokrin Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot pada orang dewasa. g. Neurologis dan psikiatrik Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan, kehilangan kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi neurologis (mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar ekstensor, dan yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu pada uremia dan terjadi perubahan yang tergantung hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) pada transpor kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam menyebabkan neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot dapat juga terjadi dan kadang merespons terhadap pemberian kuinin sulfat. Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas sering terjadi dan terdapat peningkatan risiko bunuh diri. h. Imunologis Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialisis dapat mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat. 14 i. Lipid Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani hemodialisis, mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di sepanjang membran peritoneal. j. Penyakit jantung Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika kadar ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang berat. Kelebihan cairan dan Gagal Ginjal Kronik dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula dialisis arteriovena yang besara dapat menggunakan proporsi curah jantung dalam jumlah besar sehingga mengurangi curah jantung yang dapat digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa. B. Konsep Teori Gangguan Psikososial 1. Pengertian Gangguan psikososial Gangguan psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa atau gangguan kesehatan secara nyata, atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial (Keliat, et all., 2011 : 2) 2. Cirri-ciri gangguan psikososial Menurut keliat, et all., (2011 : 2), cirri-ciri gangguan psikososial adalah sebagai berikut : a. Cemas, khawatir berlebihan, takut b. Mudah tersinggung c. Sulit konsentrasi 15 C. d. Bersifat ragu-ragu e. Merasa kecewa f. Pemarah dan agresif g. Reaksi fisik seperti jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala Konsep Teori Ansietas 1. Definisi Ansietas Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman seakan-akan akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya, sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat, 2012). Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Stuart dan Laraia,1998) dalam buku (Pieter,dkk,2011) Sedangkan menurut (Riyadi&Purwanto,2010) Ansietas adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut. Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidak mampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respon seseorang berupa rasa khawatir , was-was dan tidak nyaman dalam menghadapi suatu hal tanpa objek yang jelas. 16 2. Rentang Respon Kecemasan Respon Adaptif Antisipasi 3. Ringan respon Sedang Berat Maladaptif Panik Tingkatan Ansietas a. Ansietas Ringan Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa kehidupan sehari-hari. Lapang persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan waspada. Orang yang mengalami ansietas ringan akan terdorong untuk menghasilkan kreativitas. Respons- respons fisiologis orang yang mengalami ansietas ringan adalah sesekali mengalami napas pendek, naiknya tekanan darah dan nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala pada lambung. Respons kognitif orang yang mengalami ansietas ringan adalah lapang persepsi yang melebar, dapat menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan dapat menjelaskan masalah secara efektif. Adapun respons perilaku dan emosi dari orang yang mengalami ansietas adalah tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang- kadang meninggi. b. Ansietas Sedang Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan menurun dan memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan menyampingkan hal-hal lain. Respons fisiologis dari orang yang mengalami ansietas sedang adalah sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi dan gelisah. Respon kognitif orang yang mengalami ansietas sedang adalah lapang persepsi yang menyempit, rangsangan luar sulit diterima, berfokus pada apa yang menjadi 17 perhatian. Adapun respons perilaku dan emosi adalah gerakan yang tersentaksentak, meremas tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman . c. Ansietas Berat Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu cenderung memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikan hal-hal lain. Individu sulit berpikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain. Respons-respons fisiologis ansietas berat adalah napas pendek, nadi dan tekanan darah darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur, dan mengalami ketegangan. Respon kognitif pada orang yang mengalami ansietas berat adalah lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu untuk menyelesaikan masalah. Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat dari perasaan tidak aman, verbalisasi yang cepat, dan blocking. d. Panik Pada tingkatan panik lapang persepsi seseorang sudah sangat sempit dan sudah mengalami gangguan sehingga tidak bisa mengendalikan diri lagi dan sulit melakukan apapun walaupun dia sudah diberikan pengarahan. Responsrespons fisiologis panik adalah napas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi dan koordinasi motorik yang sangat rendah. Sementara respons-respons kognitif penderita panik adalah lapang persepsi yang sangat pendek sekali dan tidak mampu berpikir logis. Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat agitasi, mengamuk dan marah-marah, ketakutan dan berteriak-teriak, blocking, kehilangan kontrol diri dan memiliki persepsi yang kacau (Herry Zan Pieter, 2011) 4. Etiologi a. Faktor predisposisi Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang yang dapat menimbulkan kecemasan (Suliswati,2005). Ketegangan dalam kehidupan 18 tersebut dapat berupa : 1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional 2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan yang menimbulkan kecemasan pada individu 3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak mampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan 4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidak berdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego 5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu 6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang individu banyak dialami karena pola mekanisme koping dipelajari dalam keluarga 7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasan 8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodizepin dapat menekan neurotransmiter gama amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan. b. Faktor Presipitasi Stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan tibulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1) Ancaman terhadap intregitas fisik.Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi : a) Sumber internal, meliputi 19 kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya hamil). b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal 2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber eksternal dan internal a) Sumber internal, dirumah dan kesulitan tempat kerja, dalam berhubungan interpersonal penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap intergritas fisik juga dapat mengancam harga diri. b) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya . (Eko Prabowo, 2014) 5. Tanda dan Gejala Gejala meliputi ( APA, 1994 ) a. Palpitasi, jantung berdebar, atau akselerasi frekuensi jantung b. Berkeringat c. Gemetar atau menggigil d. Perasaan sesak napas dan tercekik e. Perasaan tersedak f. Nyeri atau ketidak nyamanan dada g. Mual atau distres abdomen h. Merasa pusing, limbung, vertigo, atau pingsan i. Derealisasi (Perasaan tidak realistis) atau depersonalisasi (terpisah dari diri sendiri) j. Takut kehilangan kendali atau menjadi gila k. Takut mati l. Perestesia (kebas atau kesemutan) m. Bergantian kedinginan atau kepanasan 20 Gejala lain gangguan ansietas meliputi : a. Gelisah, perasaan tegang, khawatir berlebihan, mudah letih, sulit berkonsentrasi, iritabilitas, otot tegang, dan gangguan tidur (gangguan ansietas umum) b. Ingatan atau mimpi buruk berulang yang mengganggu mengenai peristiwa traumatis, perasaan menghidupkan kembali trauma ( episode kilas balik ), kesulitan merasakan emosi ( afek datar ), insomnia dan iritabilitas atau marah yang meledak–ledak ( gangguan stres pasca trauma ) c. Repetitif, pikiran obsesif, perilaku kasar yang berkaitan dengan kekerasan, kontaminasi, dan keraguan, berulang kali melakukan aktifitas yang tidak bertujuan, seperti mencuci tangan, menghitung, memeriksa, menyentuh (gangguan obsesif- kompulsif) d. Rasa takut yang nyata dan menetap akan objek atau situasi tertentu ( fobia spesifik ), situasi performa atau sosial (fobia sosial), atau berada dalam satu situasi yang membuat individu terjebak ( agorafobia) (Eko Prabowo, 2014) 6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecemasan Mcfarlan dan Wasli (1997 dalam Shives,1998) mengatakan bahwa faktor yang berkonstribusi pada terjadinya kecemasan meliputi ancaman pada: a. Konsep diri b. Personal security system c. Kepercayaan, lingkungan d. Fungsi peran, hubungan interpersonal, dan e. Status kesehatan. Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI (1994), faktor- faktor yang memengaruhi kecemasan antara lain sebagai berikut a. Perkembangan Kepribadian Perkembangan kepribadian seorang dimulai sejak usia bayi hingga 18 tahun dan bergantung pada pendidikan orang tua dirumah, pendidikan disekolah dan pengaruh sosialnya, serta pengalaman dalam kehidupannya.Seseorang menjadi pencemas terutama akibat prosesdan identifikasi dirinya terhadap kedua orang tuanya daripada pengaruh keturunannya. 21 Perkembangan kepribadian akan membentuk tipe kepribadian seseorang dimana tipe kepribadian tersebut akan memengaruhi seseorang dalam merespons kecemasan. Dengan demikian respon kecemasan yang dialami seseorang akan berbeda dari orang lain, bergantung pada tipe kepribadian tersebut. b. Tingkat Maturasi Tingkat maturasi individu akan memengaruhi tingkat kecemasan. Pada bayi tingkat kecemasan lebih disebabkan perpisahan dan lingkungan yang tidak dikenal. Kecemasan pada remaja lebih banyak disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada orang dewasa kecemasan lebih banyak ditimbulkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi, sebagai contoh adalah wanita yang menjelang menopouse. Mereka akan merasa cemas akibat akan mengalami penurunan fungsi reproduktif sehingga diperlukan dukungan sosial untuk mencegah terjadinya kecemasan tersebut . c. Tingkat Pengetahuan Individu dengan tingkat pengetahuannya lebih tinggi akan mempunyai koping ( penyelesaian masalah ) yang lebih adaptif terhadap daripada d. individu yang kecemasan tingkat pengetahuannya lebih rendah. Karakteristik Stimulus 1) intensitas stressor Intensitas stimulus yang semakin besar, semakin besar pula kemungkinan respons cemas akan terjadi. Stimulus hebat akan menimbulkan lebih banyak respons yang nyata daripada stimulus yang timbul perlahan-lahan. Stimulus ini selalu memberi waktu bagi seseorang untuk mengembangkan cara penyelesaian masalah. 2) Lama Stressor Stressor yang menetap dapat menghabiskan energi dan akhirnya akan melemahkan sumber-sumber penyelesaian masalah yang ada. 22 3) Jumlah Stressor Stressor yang besar akan lebih meningkatkan kecemasan pada individu daripada stimulus yang lebih kecil. (Solehati & Kosasih, 2015) 7. Penatalaksanaan Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup fisik ( somatik ) , psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkapnya seperti pada uraian berikut : a. b. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara : 1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang. 2) Tidur yang cukup. 3) Olahraga yang cukup 4) Tidak merokok 5) Tidak meminum minuman keras Terapi psikofarmaka Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter ( sinyal penghantar syaraf ) di susunan saraf pusat otak ( limbic system ). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolitic), yaitu diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspironeHCl, meprobamate dan alprazolam. c. Terapi somatik Gejala atau keluhan fisik ( somatik ) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan Untuk keluhan-keluhan somatik ( fisik ) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan. 23 menghilangkan d. Psikoterapi Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain: 1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi semangat atau dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri. 2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidak mampuan mengatasi kecemasan 3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksutkan memperbaiki (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor. 4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrai dan daya ingat. 5) Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadap stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan. 6) Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung . 7) Terapi psikoreligius untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial. (Eko Prabowo, 2014) e. Napas Dalam Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas pernapasan abdominal (diafragma) Prosedur : 1) Atur posisi yang nyaman 2) Fleksikan lutut klien untuk merelaksasi otot abdomen 3) Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang iga. 4) Tarik napas dalam melalui Hitung sampai 3 selama inspirasi. 24 hidung, jaga mulut tetap tertutup. 5) Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup secara perlahan – lahan (Asmadi,2008). D. Pengkajian Fokus 1. Data Yang Perlu Dikaji a. Perilaku Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata, jelek, gelisah, melihat sekilas sesuatu , pergerakan berlebihan (seperti; foot shuffling, pergerakan lengan/tangan), Ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup, insomnia, perasaan gelisah b. Afektif Menyesal, iritabel,kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita berlebihan, nyeri dan ketidak berdayaan meningkat secara menetap, gemertak, ketidak pastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir, prihatin dan mencemaskan c. Fisiologis Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi meningkat, kesegeraan berkemih ( parasimpatis), nadi meningkat, dilasi pupil, refleks-refleks meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur, perasaan geli pada ekstrimitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh meningkat, wajah tegang, anoreksia, jantung berdebar-debar , diarhea, keragu-raguan berkemih kelelahan, mulut kering, kelemahan, nadi berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi supervisial, berkedutan, tekanan darah menurun mual, keseringan berkemih, pingsan, sukar bernafas, tekanan darah meningkat . d. Kognitif Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian, lemah, lapang persepsi menurun, takut akibat yang tidak khas, cenderung menyalahkan orang lain, sukar berkonsentrasi, kemampuan berkurang 25 terhadap:( memecahkan masalah dan belajar) , kewaspadaan terhadap gejala fisiologis . e. Faktor yang berhubungan Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai / tujuan hidup, hubungan kekeluargaan / keturunan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, interpersonal-transmisi/penularan, krisis situasional, maturasi, ancaman terhadap konsep diri, stress, penyalah gunaan zat,ancaman terhadap atau perubahan dalam : status peran status kesehatan , pola interaksi, fungsi peran, lingkungan , status ekonomi ( NANDA 2005-2006:9-11) 26 BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian INFORMASI UMUM Inisial klien : NY. E Usia : 73 tahun Jenis kelamin :P Suku : Jawa Bahasa dominan : Indonesia Status perkawinan : Kawin Alamat : Pulo Nangka Tengah No. 6 Puomas Jaktim Rt. 008/08 Tanggal masuk :- Tanggal pengkajian : 26 Januari 2021 Ruang rawat :- Nomor RM :- Diagnosa medis : Gagal Ginjal Kronik Riwayat alergi : Tidak ada KELUHAN UTAMA Klien mengatakan merasa lemas dan kedua tangannya terasa baal, pusing, ada mual, muntah tidak ada PENAMPILAN UMUM DAN PERILAKU MOTOR Fisik Berat badan : 70 kg Tinggi badan : 159 cm Tanda-tanda vita l : TD 140/90 mmHg, P 22x/menit, Nadi 82x/menit, T 36ºC Riwayat pengobatan fisik Klien sebelumnya sudah pernah periksa ke dokter untuk Ginjal nya namun tidak rutin control dan tidak pernah melakukan pengobatan ke alternative 27 Hasil pemeriksaan laboratorium: Tidak ada Tingkat Ansietas Tingkat ansietas (lingkari tingkat ansietas dan check list perilaku yang tampak) Ringan Sedang Berat PERILAKU PERILAKU Tenang Ramah Panik Menarik diri √ Bingung Pasif Disorientasi Waspada Ketakutan Kooperatif √ Gangguan perhatian Gelisah √ Hiperventilasi Halusinasi/ delusi √ Obsesi Sulit berkonsentrasi Kompulsi Waspada berlebihan Keluhan somatik Tremor Hiperaktivitas Bicara cepat Lainnya: Masalah keperawatan: Tingkat ansietas sedang-berat. Adapun perilaku yang ditunjukkan adalah ramah, kooperatif, gelisah, bingung KELUARGA Genogram 28 Keterangan: : Laki-Laki : Laki-Laki meninggal : Perempuan : Perempuan meninggal : Entry Point Tipe keluarga : Nuclear Family Pengambilan keputusan : Kepala Keluarga Hubungan klien dengan kepala keluarga : Istri Kebiasaan yang dilakukan bersama keluarga : Klien saat ini tinggal berdua bersama dengan suami klien di rumah dikarenakan semua anaknya sudah berkeluarga. Namun, sering kali anak-anaknya mengunjunginya dan ngobrol- ngobrol atau klien bermain bersama cucunya Kegiatan yang dilakukan keluarga dalam masyarakat : Klien mengatakan mengikuti pengajian yang ada di lingkungan rumah Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan RIWAYAT SOSIAL Pola sosial • Teman/orang terdekat : Klien mengatakan orang terdekatnya saat ini adalah suami dan anak-anaknya • Peran serta dalam kelompok : Klien mengatakan terlibat dalam pengajian di lingkungan rumah namun saat pandemi pengajian rutin tidak dilakukan • Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Klien mengatakan tidak memiliki masalah dalam berhubungan dengan orang lain 29 Obat-obatan yang dikonsumsi • Klien mengatakan tidak mengkonsumsi obat-obatan herbal atau obat- obatan yang diluar resep • Klien mengatakan tidak menggunakan alkohol dan obat-obatan untuk mengatasi masalahnya Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan KONSEP DIRI Gambaran diri Klien mengatakan bagian tubuh yang disukai adalah bagian mata Ideal diri Klien berharap dapat sembuh dari sakitnya dan organ tubuhnya dapat berfungsi lagi seperti dulu dan dapat membantu pekerjaan rumah tangga, klien berharap keluarganya dapat menerima kondisinya saat ini dan member dukungan mental agar klien cepat sembuh, dan klien berharap setelah sembuh dapat mengikuti pengajian dilingkungannya Harga diri Klien tidak merasa harga diri rendah karena masih bisa melakukan kegiatannya tanpa bantuan dari orang lain Peran Selama sakit peran klien sebagai istri, ibu dan nenek tidak ada masalah karena keluarganya dapat memahami kondisinya Identitas diri Klien dirumah sebagai istri dan nenek dari cucu-cucunya dan bertujuan hidup bahagia dengan suami, anak dan cucunya 30 Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan STATUS MENTAL DAN EMOSI Penampilan • Cacat fisik : Klien tidak memiliki cacat fisik • Kontak mata :Klien melakukan kontak mata saat berinteraksi dengan orang lain • Pakaian : Klien berpakaian rapi sesuai dengan tempat dan kondisi saat ini • Perawatan diri : Klien mengatakan mandi 2 k a l i setiap hari Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan Tingkah Laku Tingkah laku √ Resah - Agitasi - Letargi - Sikap - Ekspresi wajah √ Jelaskan Wajah klien tampak tegang Lain-lain Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan Pola Komunikasi POLA KOMUNIKASI √ POLA KOMUNIKASI √ Jelas √ Aphasia - Koheren √ Perseverasi - Bicara kotor - Rumination - Inkoheren - Tangensial - Neologisme - Banyak bicara/ dominan - Asosiasi longgar - Bicara lambat - Flight of idea - Sulit berbicara - Lainnya: Tidak ada 16 Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan Mood dan Afek √ Jelaskan Senang - Tidak Sedih - Tidak Patah hati - Tidak Putus asa - Tidak Gembira - Tidak Euporia - Tidak Curiga - Tidak Lesu - Tidak Marah/ bermusuhan - Tidak Lain-lain √ Tingkah laku Klien tidak ada berlebihan biasa-biasa saja Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan Proses Pikir √ Jelas √ Logis √ Mudah diikuti √ Relevan √ Bingung - Delusi - Bloking - Curiga - Memori jangka panjang Hilang - Utuh √ Memori jangka pendek Hilang - Utuh √ Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan 17 Persepsi √ Jelaskan Halusinasi - Tidak ada Ilusi - Tidak ada Depersonalisasi - Tidak ada Derealisasi - Tidak ada √ Jelaskan Pendengaran - Tidak ada Penglihatan - Tidak ada Peraba - Tidak ada Pengecapan - Tidak ada Penghidu - Tidak ada Lain-lain: - Tidak ada Halusinasi Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan Kognitif Orientasi realita - Waktu : Klien bisa menyebutkan waktu pagi, siang dan malam - Tempat : Klien bisa menyebutkan saat ini klien berada di rumahnya - Orang : Klien mengenali anak-anaknya dan mengenali perawat - Situasi : Klien bisa menceritakan kondisi saat ini Memori Gangguan √ Gangguan daya ingat jangka panjang Gangguan daya ingat jangka pendek Gangguan daya ingat saat ini - Tidak ada gangguan - Tidak ada gangguan - Tidak ada gangguan Jelaskan 18 Paramnesia - Tidak ada Hipermnesia - Tidak ada Amnesia - Tidak ada Tingkat konsentrasi dan berhitung Tingkatan √ Jelaskan Mudah beralih - Klien tidak mudah beralih Tidak mampu - Klien mampu berkonsentrasi - Klien mampu berhitung sederhana berkonsentrasi Tidak mampu berhitung sederhana Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan IDE-IDE BUNUH DIRI Ide-ide membahayakan diri sendiri/ orang lain Tidak terdapat ide-ide merusak diri atau orang lain pada klien Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan KULTURAL DAN SPIRITUAL Agama yang dianut Bagaimana kebutuhan klien terhadap spiritual dan pelaksanaannya? Klien mengatakan melakukan sholat 5 waktu, mengaji . Apakah klien mengalami gangguan dalam menjalankan kegiatan spiritualnya? Jika klien merasa pusing, klien shalat dengan cara duduk, karena menurut klien selama masih bisa melaksanakan shalat, tetap harus dilaksanakan Adakah pengaruh spiritual terhadap koping individu? Klien mengatakan setelah shalat atau istighfar klien merasa lebih tenang 19 Budaya yang diikuti Apakah ada budaya klien yang mempengaruhi terjadinya masalah? Klien mengatakan tidak ada pengaruh budaya yang mempengaruhi terjadinya masalah, melainkan karena pola hidup sehat yang tidak dijalankan, terutama pola makan Tingkat perkembangan psikososial saat ini Saat ini tingkat perkembangan klien sudah terpenuhi Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan 20 ANALISA DATA Inisial Klien : Ny. E No. RM : Hari/ Data Tanggal (Subjektif dan Objektif) Selasa DS : Masalah Keperawatan Ansietas TTD Tati Karyati 26 Jan 2021 − Klien merasa bingung − Klien m e r a s a k h a w a t i r dengan akibat dari kondisi yang dihadapi − Klien m e n ge l uh t e rka da n g pu si n g − Klien mengatakan tidak ada nafsu makan − Klien mengatakan tidak berdaya DO : − Wajah klien tampak tegang − Klien tampak gelisah − Muka tampak pucat − Kontak mata buruk − Berorientasi pada masa lalu DSTTV : − : 140/90 mmHg Gangguan Rasa Nyaman − Klien mengatakan mengeluh tidak nyaman − Klien mengatakan m e n ge l uh s ul i t t i du r − Klien mengatakan mengeluh mual − Klien mengatakan mengeluh lelah DO : − Klien tampak gelisah − Klien menunjukkan gejala distress 21 Tati Karyati Prioritas masalah keperawatan adalah : 1. Ansietas 2. Gangguan rasa nyaman 22 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa Tujuan Keperawatan (Kognitif, Psikomotor, Rasional Kriteria Evaluasi Intervensi Afektif) Ansietas TUM: Klien mampu menunjukkan koping yang efektif terdapat ansietas TUK: 1. Klien dapat menjalin dan mempertahankan hubungan saling percaya 2. Klien dapat mengenal ansietasnya 3. Klien dapat menggunakan teknik mengurangi ansietas secara positif 4. Klien dapat dukungan keluarga untuk meningkatkan Klien mampu : − Bina hubungan saling percaya − Menunjukkan tanda-tanda percaya terhadap perawat: wajah tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceriatakan perasaannya − Mengungkapkan perasaan ansietas, penyebab − Beri kesempatan ansietas, dan perilaku kepada klien untuk akibat ansietas mengekspresikan − Mendemonstrasikan perasaannya cara mengatasi ansietas secara positif Keluarga mampu merawat anggota keluarga dengan anseitas dengan latihan relaksasi − Ajarkan teknik menurunkan − Hubungan saling percaya merupakan dasar dari terjadinya komunikasi terapeutik sehingga akan memfasilitasi dalam pengungkapan perasaan, emosi, dan harapan klien − Dengan mengenal masalah ansietasnya, klien akan lebih kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan menyamakan persepsi bahwa ansietas terjadi pada klien − Didapatkannya cara lain yang sehat yang akan membantu klien untuk perawatan diri ansietas: teknik relaksasi, distraksi, spiritual − Berikan kesempatan untuk mendemosntrasikan kembali teknik yang telah diajarkan mencari cara yang adaptif dalam mengurangi atau menghilangkan ansietasnya − Mengetahui kemampuan klien dalam melakukan teknik untuk mengatasi ansietas − Diskusikan masalah yang − Dukungan keluarga, mendukung proses sedang dihadapi keluarga perubahan perilaku ansietas klien. Untuk meningkatkan motivasi klien dalam menghilangkan ansietasnya. Untuk memberikan pengetahuan kepada keluarga sehingga keluarga dapat memahami cara yang tepat dalam menangani klien dan pentingnya perhatian keluarga. Agar keluarga dapat merawat klien di rumah secara mandiri Gangguan rasa TUM: Gangguan rasa nyaman Klien mampu: nyaman pada klien teratasi − Mengungkapkan − Kaji penyebab rasa − Membantu ketidaknyamanan perawat untuk TUK: penyebab rasa mengetahui penyebab 1. Klien dapat ketidaknyamanan ketidaknyamanan dan mengidentifikasi sumber − Klien mampu yang membuat tidak menemukan hal-hal yang nyaman dapat meningkatkan rasa nyaman − Merasa nyaman untuk menentukan intervensi yang tepat − Ajarkan Teknik relaksasi − Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi − Berikan posisi yang nyaman − Membantu klien untuk mendapatkan posisi yang dapat meningkatkan rasa nyaman − Dapat mengurangi tegangan dan kedaknyamanan yang diperberat oleh stress − Anjurkan bersosialisasi − Anjurkan tdur dengan baik setiap malam (7-9 jam) − Membatu klien meningkatkan semangat hidupnya − Dengan tidur yang cukup akan mengembalikan kebugaran pada tubuh klien IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Nama Klien: NY. E No Tanggal 1 26 Jan 2021 Diagnosa Ansietas Implementasi − − Evaluasi S : Klien mengatakan lebih tenang Membina hubungan saling percaya setelah melakukan Mengkaji tingkat kecemasan relaksasi nafas dalam klien O: − Mengkaji sumber cemas − Klien tampak tenang − Mengkaji teknik yang digunakan − Klien Mengajarkan nafas dalam teknik mampu teknik nafas saat merasa cemas − Tanda tangan relaksasi teknik melakukan dalam dengan cukup baik − TD 120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Rr 19 x/menit A : Masalah teratasi P : Hentikan Intervensi Tati Karyati 2 26 Jan 2021 Gangguan rasa nyaman − Mengkaji penyebab rasa ketidaknyamanan S : Klien merasa nyaman setelah diajarkan teknik relaksasi − Mengajarkan Teknik relaksasi − Memberikan posisi yang nyaman O : Klien tampak tenang − Menganjurkan bersosialisasi A : Masalah teratasi − Menganjurkan tdur dengan baik setiap malam (7-9 jam) P : Hentikan intervensi Tati Karyati CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI (CPPT) Nama Perawat : Tati Karyati Nama Klien : Ny. E TTD dan Nama Lengkap Evaluasi (S O A P) Hari/ Tanggal: Selasa, 26 Jan 2021 Jam: 18.30 WIB Tati Karyati S: − Klien mengatakan lebih tenang setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam O: − Klien tampak tenang − Klien mampu melakukan teknik nafas dalam dengan cukup baik − TD 120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Rr 19 x/menit A : Masalah teratasi P : Hentikan intervensi 29 DAFTAR PUSTAKA American Heart Associations. (2012). Understan Your Risk fot Your High Blood Pressure. http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBloodPressure/Unders tandYourRiskforHighBloodPressure/Understand-Your-Risk-for-High- BloodPressure_UCM_002052_Article.jsp American Heart Associations. (2012). What Are The Symtoms of High Blood Pressure. http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBloodPressure/Sympt omsDiagnosisMonitoringofHighBloodPressure/What-are-the-Symptoms- of-High- BloodPressure_UCM_301871_Article.jsp (Diunduh pada tanggal 02 Juli 2014, Pukul: 22.23) Bajko, Zolran., et all. (2012). Anxiety, Depression, and Autonomic Nervous System Dysfunction in Hypertension. Vol. 317 (1). p: 112-116 Cheung, B.M.Y., et all. (2003). The Relationship Between Hypertension and Anxiety or Depression in Hongkong Chinese. Vol.10 (1). p: 21-24 D’Silva et all. (2014). Effectiveness of Deep Breathing Exercise (DBE) on The Heart Rate Variability, BP, Anxiety & Derpression Of Patients With Coronary Artery Diasease. Vol.4. p: 35-41 Doengoes, Marilynn E., Moorhouse, Mary F., Geissler, Alice C. (2000). Rencana Asuhan Keperawata: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed. 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Doona, Mary Ellen. (1979). Travelbee’s Intervention in Psychiatric Nursing. Ed.2. USA: F.A. Davis Company Fontaine & Fletcher. (2003). Mental Health Nursing. 5th ed. New Jearsey: Pearson Education, Inc. Fortinash & Holoday-Worret. (1999). Psychiatric Nursing Care Plans. 3 Ed. St. Louis: Mosby 30