Pajak Penghasilan (PPH) PPh atau pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Penghasilan yang dimaksud dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan yang lainnya. Objek pajak penghasilan Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; laba usaha; keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; royalti atau imbalan atas penggunaan hak; sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; keuntungan selisih kurs mata uang asing; selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; premi asuransi; iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; penghasilan dari usaha berbasis syariah; imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan surplus Bank Indonesia. Subjek Pajak Penghasilan Pribadi Subjek pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri adalah WNI/WNA yang bekerja dan memperoleh penghasilan serta berdomisili (berkediaman tetap) di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau yang dalam satu tahun pajak ada di Indonesia dan mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia. Namun, tidak semua WNI/WNA dalam pengertian di atas dikategorikan sebagai wajib pajak penghasilan. Sebab, seseorang yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) senilai Rp 54 juta/tahun tidak wajib membayar pajak penghasilan. Badan Subjek pajak penghasilan badan meliputi semua perusahaan yang melakukan aktivitas usahanya di Indonesia. Sebuah badan terkena kewajiban membayar pajak atau disebut subjek pajak penghasilan dalam negeri ketika mulai didirikan atau bertempat kedudukan atau memperoleh penghasilan di Indonesia. Kewajiban perpajakan badan berakhir ketika dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia Warisan Warisan yang belum dibagi dikategorikan sebagai subjek pajak penghasilan jika berpotensi menjadi penghasilan. Salah satu contohnya adalah warisan berupa properti (bisa rumah, ruko, kantor, Gudang dll) yang disewakan. Nah, pelaksanaan kewajiban perpajakan, baik kewajiban bayar pajak dan lapor pajak, dari subjek pajak warisan dapat diwakili oleh salah satu ahli waris, pengurus warisan maupun pelaksana wasiat. Badan Usaha Tetap Badan Usaha Tetap (BUT) adalah aset berupa tanah, gedung, mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet. Tempat usaha dari badan usaha tetap dapat tidak bertempat kedudukan di Indonesia selama ia melakukan aktivitas ekonomi yang memberikan penghasilan. Subjek penghasilan badan usaha tetap ini dapat berupa: Tempat kedudukan manajemen. Cabang perusahaan. Kantor perwakilan. Gedung kantor. Pabrik. Bengkel. Gudang. Ruang untuk promosi dan penjualan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam penerapannya, Badan atau perorangan yang membayar pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara, melainkan lewat pihak yang memotong PPN. Pajak Pertambahan Nilai bersifat objektif, tidak kumulatif, dan merupakan pajak tidak langsung. Subjek pajaknya terdiri dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non PKP, harus dipahami subjek pajak ini berbeda dengan Wajib Pajak. Subjek pajak belum memiliki kewajiban untuk membayar pajak sedangkan Wajib Pajak sudah memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Barang atau jasa yang tidak dikenai ppn Barang yang tidak dikenai ppn: Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman yang dikonsumsi di tempat atau tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering. Uang, emas batangan, dan surat berharga. Jasa yang tidak dikenai ppn: Jasa pelayanan kesehatan medis. Jasa pelayanan sosial. Jasa keuangan. Jasa asuransi. Jasa keagamaan. Jasa pendidikan. Jasa kesenian dan hiburan. Dsb. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Tarif PPNBM kendaraan bermotor: Tarif PPnBM sebesar 10% Tarif PPnBM sebesar 20% Tarif PPnBM sebesar 30% Tarif PPnBM sebesar 40% Tarif PPnBM sebesar 50% Tarif PPnBM sebesar 60% Tarif PPnBM sebesar 125% Tarif PPNBM non-kendaraan bermotor Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 20% Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 40% Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 50% Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 75% Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang muncul karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau badan yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat dari padanya. Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang bersifat kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek yaitu bumi dan/atau bangunan. Sedangkan keadaan subjeknya tidak ikut menentukan besarnya barang. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Subjek PBB adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki hal-hal berikut ini: Mempunyai hak atas bumi. Memperoleh manfaat atas bumi. Memiliki bangunan. Menguasai bangunan. Memperoleh manfaat atas bangunan. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB sendiri merupakan pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Pungutan ini ditanggung oleh pembeli dan hampir mirip dengan PPh bagi penjual. Sehingga pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak. Sebelumnya BPHTB dipungut oleh pemerintah pusat, namun keberadaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan jika BPHTB dialihkan menjadi salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota. Bea Materai Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen tersebut ditanda tangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau dokumen tersebut selesai dibuat atau diserahkan kepada pihak lain bila dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak. Fungsi Materai Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai, disebutkan kalau fungsi materai adalah pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk dokumen tertentu. Jadi pada dasarnya, bea meterai adalah pajak atau objek pemasukan kas negara yang dihimpun dari dana masyarakat yang dikenakan terhadap dokumen tertentu. Karena itu, dokumen berharga yang dibubuhi meterai akan dianggap sah selama memenuhi ketentuan pasal 1320 KUHPerdata. Jika dokumen tersebut ingin digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, harus dilunasi bea meterai yang terutang. Subjek Bea Materai Pihak yang menerima atau mendapatkan manfaat dokumen, kecuali pihak yang bersangkutan menentukan berbeda. Jika dokumen dibuat secara sepihak, seperti kuitansi, bea meterai terutang oleh penerima kwitansi. Jika dokumen dibuat oleh dua pihak atau lebih, seperti surat perjanjian, masing-masing pihak terutang bea meterai. Dokumen Yang Dikenakan Bea Materai Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata. Akta-akta notaris termasuk salinannya. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya. Surat yang memuat jumlah uang, di antaranya: Surat yang menyebutkan penerimaan uang, surat yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank, surat yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank, surat yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungan. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengendalian, yaitu: Suratsurat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dari maksud semula.