Kode Talenta/Kode Fakultas:07 /09 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TALENTA USU SKEMA PENELITIAN DASAR PENGUATAN MODAL SOSIAL DIFABEL PERTUNI DALAM PENGIMPLEMENTASIAN RENCANA STRATEGIS PENGUATAN EKONOMI PERTUNI KOTA MEDAN Ketua Anggota I Anggota II Tim Peneliti : : Dra. Linda Elida, M.Si (0007026703) : Dr. Harmona Daulay, M.Si (0011076901) : Drs. T. Ilham Saladin, MSP (0021086207) Dibiayai Oleh : Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan Surat Perjanjian Penelitian Talenta Universitas Sumatera Utara Tahun Anggaran 2020 Nomor : 124/UN5.2.3.1/PPM/SPP-TALENTA USU, Tanggal 28 April 2020 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Februari 2021 ii ABSTRAK Kota Medan sebagai pusat perekonomian di Provinsi Sumatera Utara menjadi tumpuan harapan bagi penyandang disabilitas karena menyediakan peluang lapangan pekerjaan di sektor informal. Meskipun sering mendapatkan tindakan diskriminatif yang membatasi ruang gerak mereka, para penyandang disabilitas terus berjuang mempertahankan kehidupannya dengan berbagai cara. Dalam hal ini peran Pertuni menjadi sangat penting karena telah menghubungkan anggotanya dengan berbagai kelompok masyarakat di Kota Medan yang masih mempunyai kepedulian atas nasib kelompok sosial dengan keterbatasan penglihatan. Penelitian ini bertujuan menganalisis Modal Sosial Tunanetra yang dapat digunakan untuk mendukung rencana strategis penguatan ekonomi Pertuni Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan model studi kasus, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Penyandang disabilitas sebagai sebuah kelompok sosial belum mendapatkan perhatian yang layak dan masih berada pada posisi yang terpinggirkan dalam dinamika sosial dan ekonomi di Kota Medan. Meskipun demikian para penyandang disabilitas memiliki modal sosial berupa kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat dipakai untuk berbagai kegiatan penguatan ekonomi. Pemanfaatan modal sosial adalah cara untuk bisa bertahan dan melawan arus diskriminasi yang telah membatasi ruang gerak penyandang disabilitas. Saat ini kehidupan ekonomi penyandang disabilitas dengan keterbatasan penglihatan masih jauh dari kata layak ataupun sejahtera. Mereka sangat mengharapkan unsur Pemerintahan Kota Medan untuk segera menerbitkan Peraturan Daerah tentang Penyandang Disabilitas. Diharapkan juga peran Pemerintah dan unsur masyarakat lainnya agar dapat membangun inklusi sosial yang bisa melahirkan suatu peradaban baru yang lebih ramah pada seluruh elemen termasuk Penyandang Disabilitas. Kata Kunci : Modal Sosial, Disabilitas, Pertuni, Penguatan Ekonomi, Kota Medan iii Prakata Dengan mengucap syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, kegiatan penelitian dan penulisan Laporan Akhir telah dapat dilaksanakan dan diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Sungguh kegiatan ini tidak lepas dari kontribusi banyak pihak, sehingga dalam kesempatan yang berbahagia ini, kami Tim Peneliti menghaturkan terimakasih yang sebesar besarnya pada : 1. Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) 2. Ketua dan Sekretaris Lembaga Penelitian USU 3. Wakil Dekan III Fisip USU 4. Ketua Prodi S1 Sosiologi Fisip USU 5. Ketua Pertuni Wilayah Provinsi Sumatera Utara 6. Ketua dan Pengurus Pertuni Kota Medan 7. Tim Sekretariat Pertuni Wilayah Provinsi Sumatera Utara 8. Para Mahasiswa yang telah membantu kegiatan penelitian ini 9. Serta berbagai pihak yang berkontribusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Hasil dari penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan dan dalam kesempatan ini, Tim Peneliti memohon masukan dan kritikan yang membangun dari khalayak pembaca. Terimakasih. Medan, 25 Februari 2021 An. Tim Peneliti Dra. Linda Elida, M.Si. iv DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ...................................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ii ABSTRAK ......................................................................................................................iii PRAKATA......................................................................................................................iv DAFTAR ISI...................................................................................................................v DAFTAR TABEL ...........................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................viii BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1 1.2 RumusanMasalah ...............................................................................................2 1.3 Tujuan Khusus Penelitian ..................................................................................2 1.4 Urgensi Penelitian ..............................................................................................2 1.5 Evaluasi Atas Capaian Luaran Kegiatan ...........................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................4 2.1. Teori Modal Sosial............................................................................................4 2.2. PenelitianTerdahulu ..........................................................................................5 2.3 Road Map Penelitian ..........................................................................................6 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................7 3.1. Tahapan-tahapanPenelitian ...............................................................................7 3.2. Lokasi Penelitian...............................................................................................7 3.3. TeknikPengumpulan Data.................................................................................7 3.4. TeknikAnalisis Data .........................................................................................8 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………..9 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………… 20 DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................21 LAMPIRAN v DAFTAR TABEL Tabel 1. Jenis Luaran Tabel 2. Analisis Matriks Modal Sosial vi DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Perlengkapan Modern Pijat di Pertuni Bantuan Dermawan Gambar 2. Stigma Tidak Menghalangi Untuk Berkreasi Gambar 3. Belajar Bersama, Dari dan Untuk Mereka Gambar 4. Sambil Menunggu Peluang Ekonomi, Tetap Semangat Belajar Gambar 5. Riang Mencoba Peralatan Pijat Yang Baru Gambar 6. Apa Daya, Demi Kehidupan, Menjadi Penjual Kerupuk Keliling Gambar 7. Pertemuan Pengurus Dengan Anggota vii DAFTAR LAMPIRAN 1. Draft Artikel Ilmiah 2. Draft Bahan Ajar viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia telah meratifikasi Convention on the Right of Person with Disabilities (CRPD) Tahun 2007 serta telah menuangkannya dalam Undang Undang No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Menurut undang undang tersebut, yang dimaksud dengan Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, dan sensorik dalam jangka waktu yang lama sehingga dalam berinteraksi dengan lingkungannya menemui berbagai hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif di masyarakat. Adapun ragam Penyandang Disabilitas mencakup Penyandang Disabilitas Fisik, Penyandang Disabilitas Intelektual, Penyandang Disabilitas Mental dan/atau Penyandang Disabilitas Sensorik. Dengan demikian semenjak diundangkannya UU No.8/2016 tentang Penyandang Disabilitas maka istilah istilah yang bersifat diskriminatif seperti penderita kekurangan, berkebutuhan khusus, kelainan, cacat, tuna serta istilah istilah masa lalu yang kurang menghargai hak hak kemanusiaan ataupun perasaan manusiawi diganti dengan istilah penyandang disabilitas (Widinarsih, 2019). Masyarakat penyandang disabilitas dalam kehidupan masyarakat sekarang ini masih kerap diperankan sebagai kelas masyarakat yang tergolong marginal. Hal ini membuat mereka sulit mengakses akan hak-hak sosialnya seperti kemudahan dalam mengakses sarana dan prasarana publik sertaakses untuk kemandirian ekonomi.Hal ini disebabkan oleh karena sulitnya mereka mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga banyak sekali ditemukan mereka hidup dibawah garis kemiskinan dan dengan pendidikan yang rendah (Malik, 2019: 2). Adanya anggapan bahwa orang cacat itu tidak mampu bekerja maka mereka hanya diberi pekerjaan yang cocok, seperti tukang pijat atau pembuat sapu serta jenis pekerjaan lain yang tidak diperebutkan bagi yang normal. Anggapan tersebut membawa akibat bahwa semua pekerjaan atau pelayanan yang cocok dan dilakukan oleh difabel tidak dianggap sebagai pekerjaan produktif dan oleh karenanya dinilai secara ekonomis lebih rendah. Selain itu pekerjaan difabel diperlakukan sebagai kegiatan sosial dan karitas atau sedekah belaka. Akibatnya banyak difabel harus bekerja keras untuk mendapatkan nilai ekonomi agar dapat mencukupi kehidupan mereka dari karya dan jasa dengan cara memeras keringat mereka (Demartoto, 2005:6). Pendangan seperti yang dijelaskan oleh Demartoto diatas tentunya sudah cukup menggambarkan bahwa sampai saat inipun pandangan diskriminatif dan stigma negatif masyarakat tentang penyandang disabilitas khususnya tuna netra masih nyata adanya. Hal ini kemudianlah yang membawa peneliti untuk tertarik mengangkat isu ini pada ranah masyarakat disabilitas tuna netra yang tergabung di dalam Komunitas Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia) Kota Medan, Sumatera Utara. Dari cerita awal yang dilakukan oleh tim peneliti dengan beberapa pengurus komunitas Pertuni Kota Medan, peneliti menangkap beberapa point penting mengenai kondisi mereka saat ini di Kota Medan. Permasalahan yang dihadapi oleh para penyandang disabilitas tunanetra di Kota Medan saat ini merupakan buah dari permasalahan ekonomi dan keterbatasan lapangan kerja yang diperuntukkan bagi mereka di Kota Medan. Para pengurus dan anggota Pertuni Kota Medan saat ini begitu mengeluhkan sulitnya ekonomi mereka dan terbatasnya ruang lingkup kerja mereka di Kota Medan. Kendala yang mereka hadapi adalah beban hidup yang semakin tinggi untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka ditambah lagi dengan sulitnya berkembang usaha panti pijat tunanetra yang mereka miliki karena tergerus oleh usaha panti pijat konvensional. Keterbatasan berbagai macam modal yang dimiliki para penyandang disabilitas tunanetra Pertuni Kota Medan, membuat beban hidup mereka terasa semakin sulit. Mereka 1 merasakan bahwa kebutuhan hidup mereka bersama keluarganya kian hari, kian semakin bertambah. Akhirnya, mereka stagnan atau pasrah dengan keadaan yang ada saat ini sembari menggantungkan hidup mereka dari usaha panti pijat yang mereka miliki. Meskipun mereka tahu, bahwa panti pijat yang mereka kelola pun sulit juga berkembang dikarenakan oleh adanya pergeseran selera dimasyarakat yang lebih memilih untuk pijat di panti pijat yang konvensional karena kenyamanan yang ditawarkan. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah ini adalah bagaimana peran modal sosial yang dimiliki para penyandang disabilitas sebagai sumberdaya bagi mereka para penyandang disabilitas tuna netra Pertuni Kota Medan untuk menjadi sebuah peluang dalam mengimplementasikan rencana strategis Pertuni Kota Medan pada penguatan ekonomi mereka. Sumber daya itu menyangkut di dalam modal sosial yang dibentuk dari hubungan relasi antara sesama para penyandang disabilitas tunanetra Pertuni Kota Medan di dalam menjalankan rencana strategis Pertuni Kota Medan. Jika, hubungan relasi ini dapat terbangun baik dan tersistematis bukan tidak mungkin hal ini dapat membentuk modal-modal sosial mereka (individu maupun kelompok) yang tentunya nanti akan menjadi peluang bagi para penyandang disabilitas tunanetra Pertuni Kota Medan di dalam memanfaatkan rencana strategis mereka di dalam bidang penguatan ekonomi mereka. 1.3 Tujuan KhususPenelitian 1. Melihat peran modal sosial di dalam relasi hubungan antar sesama para penyandang disabilitas tuna netra Pertuni Kota Medan sebagai alat membangun untuk menciptakan peluang implementasi rencana strategis penguatan ekonomi Pertuni di Kota Medan. 2. Memberikan gambaran mendasar tentang kehidupan para penyandang disabilitas tunanetra Pertuni Kota Medan terkait permasalahan yang mereka hadapi. 3. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah Kota Medan dan pemerintah Provinsi Sumatra Utara agar memberikan sedikit alokasi perhatian terhadap para penyandang disabilitas tuna netra terkait dengan kebijakan-kebijakan pro disabilitas yang akan dirumuskan pemerintah baik pemerintah Kota Medan maupun Provinsi Sumatera Utara. 1.4 Urgensi Penelitian Berangkat dari permasalahan itulah, Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia) kota Medan, beberapa tahun belakangan ini melakukan upaya mediasi dan advokasi dengan beberapa Lembaga Swadawa Masyarakat (LSM) dan bersama pemerintah kota Medan sekalipun. Tetapi, pada faktanya dilapangan upaya mediasi dan advokasi terkait dengan pemberdayaan usaha panti pijat dan peningkatan ekonomi mereka bagaikan tujuan yang utopis. Sehingga akhirnya mereka (para penyandang disabilitas tuna netra Pertuni Kota Medan) semakin terpinggirkan secara ekonomi dan ketersediaan akses lapangan kerja yang diperuntukkan bagi mereka di Kota Medan ini. Lantas apa mereka berhenti sampai pada tahap seperti itu ? jawabannya adalah tidak. Beberapa tahun belakangan ini Pertuni Kota Medan telah mengkonsepkan beberapa Rencana Strategis (Renstra) Pertuni Kota Medan mereka kedepannya terkait dengan keberadaan mereka di Kota Medan sebagai masyarakat yang menuntut adanya kesamaan hak dengan masyarakat normal lainnya di Kota Medan. Salah satunya adalah rencana strategis penguatan ekonomi para penyandang disabilitas tuna netra 2 Pertuni Kota Medan. Agar dapat terimplementasikan rencana strategis Pertuni Kota Medan ini, menjadi penting penelitian ini untuk dilihat bagaimana internal komunitas Pertuni ini dalam mengimplementasikan rencana strategis ini dari kacamata sudut pandang konsep modal sosial. 1.5. Evaluasi Atas Capaian Luaran Kegiatan Tabel 1. Jenis Luaran No 1 2 3 4 1 2 3 4 5 Jenis Luaran A. Luaran Wajib Artikel Pada Jurnal Internasional Bereputasi Artikel Jurnal Ilmiah Nasional terakreditasi Artikel Pada Prosiding Internasional Terindeks Bereputasi HKI Pada Produk IPTEK SOSBUD B. Luaran Tambahan Artikel Pada Jurnal Ilmiah Berskala Nasional Terakreditasi Artikel Pada Prosiding Internasional Terindeks Bereputasi Bahan Ajar Nama Jurnal/Nama Konferensi Ilmiah / Judul HKI Status Luaran - - JSW (Jurnal Sosiologi Walisongo) UIN Walisongo Semarang (Sinta 2) - Draft - - - - - - HKI Pada Produk IPTEK SOSBUD Panduan Atau Kebijakan Baru Dalam Peningkatan Mutu Pelayanan dan Keselamatan Pasien di RS Mata Kuliah Pemberdayaan Masyarakat - Draft - - BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 - 2.1 Teori Modal Sosial Dalam penelitian ini teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah meminjam teori tentang modal sosial. Konsep ini digunakan untuk melihat modal sosial yang terbentuk bagi para penyandang disabilias tuna netra di dalam membangun relasis sosial untuk menciptakan peluang dalam pengimplementasian rencana strategis Pertuni Kota Medan di dalam penguatan ekonomi mereka. Teori ini bertujuan untuk bisa mampu memberikan motif-motif modal sosial antar para penyandang disabilitas di Pertuni Kota Medan yang diharapkan mampu mengimplementasikan rencana strategis mereka di dalam penguatan ekonomi para penyandang disabilitas tuna netra untuk lepas dari praktek kemarginalan dan mampu mandiri secara ekonomi. Modal sosial telah banyak didiskusikan dalam ilmu-ilmu sosial pada tahun-tahun terakhir. Istilah modal, secara umum melambangkan sesuatu yang menghasilkan atau faktorfaktor produksi yang dapat diharapkan menghasilkan layanan-layanan produktif untuk jangka beberapa waktu. Beberapa bentuk modal dapat disebut disini seperti modal fisik yang menurut Lachman, adalah modal yang mengacu kepada obyek-obyek fisik, yaitu benda buatan manusia, yang merupakan sumberdaya materiil yang dapat digunakan untuk menghasilkan aliran pendapatan (Ostroom dalam Slamet, 2012: 9). Francis Fukuyama menjelaskan modal sosial sebagai adanya sekelompok nilai-nilai atau norma-norma non formal tertentu yang dipahami bersama dikalangan anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjadinya kerjasama. Francis Fukuyama melangkah lebih jauh lagi, mendefinisikan kepercayaan itu sendiri sebagai unsur dasar modal sosial: ‘Modal sosial adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan abadi di tengah-tengah masyarakat atau pada bagian tertentu dari masyarakat tersebut’ (Fukuyama dalam Field, 2010: 102). Ilmuwan politik Eric Uslaner mengikuti Fukuyama ketika berargumen bahwa modal sosial terutama merefleksikan sistem nilai, khususnya kepercayaan sosial (Uslaner dalam Field, 2010:102). Fukuyama pun membicarakan potensi merusak modal sosial. Kendati studi awalnya tentang ekonomi kepercayaan berpandangan bahwa modal sosial tidak sekedar kebaikan publik namun juga demi kebaikan publik (Fukuyama dalam Field, 2010: 118). Modal sosial berperilaku persis seperti modal biasa yaitu, hal ini menyatakan suatu bentuk investasi sumber daya melalui hubungan sosial dengan sebuah pengambilan yang diharapkan di pangsa pasar. Maka dari itu, modal sosial terdiri atas sumber daya yang ditanamkan di dalam suatu jaringan atau hubungan; hal itu dapat berupa kekayaan, kekuasaan, dan reputasi, sertajaringan yang rumit dan luas yang ditanamkan melalui ikatan langsung dan tidak langsung (Lin dalam Slamet, 2012:26) dan (Widiyantono, 2019) Modal sosial sebenarnya secara garis besar dapat menjadi sebuah unsur tonggak terbentuknya kerjasama antar individu ataupun kelompok untuk membangun sebuah kerjasama yang kolektif. Didalam modal sosial selalu tidak terlepas pada tiga elemen pokok yang ada pada modal sosial yang mencakupi (1) Kepercayaan/Trust ; (2) Jaringan sosial/Social Networks; (3) Norma/norms. Ketiga elemen modal sosial ini merupakan bahan bakar untuk menggerakkan struktur sosial (Malik, 2019:38). Woolcock juga mengajukan tiga dimensi dari modal sosial, yaitu: bonding, bridging, dan linking (Malik, 2019:40). 2.2 Penelitian Terdahulu 4 Kajian yang membahas dalam kajian disabilitas tuna netra di Indonesia sebenarnya telah banyak dilakukan oleh peneliti. Meskipun demikian, kajian-kajian yang dilakukan peneliti mengenai modal sosial para penyandang disabilitas tuna netra di PERTUNI di dalam pengimplementasian rencana strategis penguatan ekonomi belum begitu banyak yang menyoroti fenomena ini dari segi komunitas-komunitas penyandang disabilitas. Berikut ini dipaparkan beberapa penelitian yang menyoroti tentang fenomena penyandang disabilitas. 1. Slamet Thohari, 2014, Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya, Malang, Pandangan Disabilitas dan Aksesibilitas Fasiltas Publik bagi Penyandang Disabilitas di Kota Malang, dari kajian ini menemukan bagaimana masyarakat di kota Malang memaknai orang cacat, oleh karena itu terlihat dari pemanfaatan jalur dan aksesibilitas terhadap layanan publik untuk penyandang cacat. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dimana menggunakan sampel berdasarkan standar yang diatur oleh pemerintah. 2. Efi Asmi Suryani, 2016, Program Magister Sosiologi FISIP Universitas Airlangga, Surabaya, Gerakan Sosial Pertuni Surabaya Memperjuangkan Hak Tunanetra Sebagai Warga Negara. Kajian dari penelitian ini fokus studi ini menjelaskan tentang strategi yang dilakukan Pertuni Surabaya sebagai bentuk gerakan sosial dalam memperjuangkan hak dan mengungkap mengenai because motive dan in-order to motive Pertuni memperjuangkan hak mereka sebagai warga negara. Adanya Pertuni sebagai wadah perjuangan para tuna netra dapat menjadi penjelasan bahwa stigma negatif yang ditujukan untuk tuna netra dengan sendirinya dapat terbantahkan dan perlu dihapuskan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya praktik-praktik diskriminasi yang dialami oleh para tuna dalam mengakses pendidikan, pekerjaan, maupun lingkungan fisik yang pada akhrinya membuat Pertuni Surabaya melakukan perjuangan. Tujuan dilakukannya gerakan yakni agar tuna netra memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses segala aspek kehidupan. Strategi yang digunakan untuk melawan praktik diskriminasi sekaligus sebagai upaya pencapaian hak dilakukan melalui advokasi baik dalam bentuk mediasi, action plan, maupun parade tongkat putih. 2.3 Road Map Penelitian 5 BAB III METODE PENELITIAN 6 3.1 Tahapan-tahapan Penelitian Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Model penelitian studi kasus terjadi ketika peneliti melakukan eksplorasi kepada entitas atau fenomena tunggal (the case) yang dibatasi oleh waktu, aktivitas dan pengumpulan detail informasi dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama waktu yang di tentukan (Cresswel dalam Malik, 2013:17). Oleh karena itu, studi kasus memiliki keunggulan dengan kedalaman analisis, juga sifatnya yang spesifik. Tujuan studi kasus adalah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter yang khas dari kasus (Hidir dalam Malik, 2013:18) Sementara data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat data sekunder. Adapun tahapan-tahapan penelitian sebagai berikut: 1. Tahapan persiapan yaitu penyusunan proposal, perbaikan proposal dan melakukan kontrak penelitian. 2. Tahap pra penelitian yaitu mengumpulkan data-data sekunder, peninjauan lokasi penelitian, finalisasi lokasi, penyusunan instrument penelitian. 3. Penelitian lapangan Tahap I: Mengumpulkan data tentang history Pertuni Kota Medan (melihat modal sosial) terhadap kaitannya dengan keberadaan Pertuni Kota Medan saat sekarang dalam upaya penguatan sosial ekonomi. 4. Penyusunan Laporan Awal: menganalisa data kualitatif dan melakukan laporan awal. 5. Penelitian lapangan Tahap II: Menganalisa data tentang tentang Modal Sosial Pertuni Kota Medan terhadap kaitannya dengan agenda awal pengimplementasian rencana startegis penguatan ekonomi Pertuni Kota Medan. 6. Penyerahan laporan Akhir: penyusunan laporan akhir, melakukan seminar/diskusi laporan akhir, perbaikan proposal dan penyerahan laporan akhir. 7. Penulisan dan penyerahan publikasi: penulisan publikasi hasil penelitian, penyerahan publikasi ilmiah. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Pusat Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia) Kota Medan, beralamat di Jalan Sampul No.32, Sei Putih, Kecamatan Medan Petisah, Sumatera Utara. 3.3 Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan jawaban yang mendalam dari permasalahan yang dirumuskan dan sejalan dengan manfaat penelitian yang diharapkan, peneliti berusaha mengumpulkan data yang diperlukan untuk melakukan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Penelitian literature/kepustakaan, yaitu mempelajari literature, dokumen dan laporan lain mengenai segala sesuatu yang terkait dengan penelitian yang dilakukan, dengan mencari bahan-bahan berupa buku, jurnal, situs internet dan sumber-sumber kepustakaan lainnya. 2. Penelitian dokumentasi berbagai fakta historis maupun aktual tentang Modal Sosial Pertuni Kota Medan. 3. Wawancara/interview, yaitu pengumpulan data dengan jalan melakukan tanya jawab dengan narasumber yang mengetahui permasalahan dengan obyek penelitian. 7 3.4 Teknik Analisis Data Data yang relevan berdasarkan hasil seleksi dan klasifikasi kemudian disusun dan dirinci, guna mendeskripsikan fenomena secara utuh dan tertata sehingga mudah dipahami. Setelah data dideskripsikan, selanjutnya dilakukan analisis secara mendalam terhadap berbagai data tersebut berdasarkan tingkat reabilitas dan validitas (Sotirios & Sarantakos, 2013). Sesuai dengan disiplin ilmu Sosiologi, penelitian ini dituntut untuk mampu mendeskripsikan, menjelaskan dan memberikan analisa yang tajam dan tepat terkait Modal Sosial yang ada di dalam Pertuni Kota Medan. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 8 4.1. Permasalahan Kehidupan Penyandang Tunanetra di Pertuni Kota Medan Berbicara permasalahan kehidupan penyandang tunanetra di Indonesia sekarang ini mungkin tak ada habis-habisnya. Kurangnya perhatian dari pemerintah dan adanya segala bentuk diskriminasi yang dilakukan masyarakat dan pemerintah menjadi fokus utama permasalahan penyandang disabilitas utamanya juga para penyandang disabilitas tuna netra. Adanya berbagai organisasi masyarakat yang bergerak dan memfokuskan kerjanya kepada pemberdayaan masyarakat disabilitas, belum banyak memberikan jalan yang signifikan untuk kesejahteraan hidup para penyandang disabilitas terutama tuna netra. Tetapi, percayalah segala sesuatu yang dicita-citakan itu tidak ada yang instant, semua butuh proses untuk mencapai citacita tersebut. Termasuk juga upaya-upaya yang dilakukan Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Medan di dalam membantu memecahkan permasalahan dan meningkat taraf kesejahteraan hidup para penyandang tuna netra di Kota Medan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti, diperoleh data bahwa seiring berjalannya waktu sejak Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) kota Medan berdiri 20 Mei 1985 sampai sekarang ini sudah terdaftar anggota Pertuni kota Medan sebanyak 393 orang. Belum lagi ditambah dengan anggota-anggota Pertuni yang tersebar di seluruh 17 Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Utara yang mencapai 782 orang yang memiliki rentan usia 17-72 tahun. Dapat dilihat dengan berkembangnya anggota Pertuni di Sumatera Utara , juga semakin berkembangnya banyak persoalan-persoalan permasalahan yang dihadapi Pertuni di dalam memperjuangkan hak-hak tuna netra dan taraf kesejahteraan hidup tuna netra di Kota Medan. Dari sumber informan yang peneliti wawancarai mengapa terjadi peningkatan yang drastis bergabungnya para masyarakat penyandang disabilitas tuna netra di Kota Medan ke dalam Pertuni ini lebih karena disebabkan oleh latar belakang ketidakmampuan ekonomi dan terbatasnya wadah lapangan kerja yang ramah dan akses untuk para penyandang disabilitas tuna netra di desa-desa. Sehingga hal ini yang mendorong mereka ini untuk hijrah ke kota Medan dan bergabung dengan Pertuni sebagai wadah organisasi atas dasar persamaan nasib dan profesi. Banyak para penyandang disabilitas tuna netra ini yang menggantung hidup mereka di kota Medan dengan bekerja seadanya saja seperti berprofesi sebagai penjual kerupuk dan pijat. Dapat digambarkan bahwa tentunya profesi itu jika tidak ada back-up dan kepedulian dari pemerintah dan masyarakat, bukan malah membantu mereka lepas dari jeratan kemiskinan tetapi malah semakin menenggelamkan mereka ke dalam jeritan kemiskinan dan menambah permasalahan pelik baru di Kota Medan tentunya. Hal ini diperkuat oleh wawancara peneliti dengan salah satu pengurus Pertuni kota Medan yakni Bapak Hairul. Bapak Hairul mengatakan bahwa selama ini tidak ada perhatian khusus dari pemerintah terkait dengan kepedulian atas kesejahteraan dan pekerjaan para penyandang tuna netra di Kota Medan. Ia melihat bahwa Pertuni jalan sendiri kesana-kemari menggalang dana ke Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan stakeholder yang memang benar-benar peduli dengan mereka. Peraturan daerah tentang difabel yang pernah digagas oleh pemerintah Kota Medan dan Provinsi Sumatera Utara sejak tahun 2014 sampai saat ini belum ada realisasi dari tindak lanjut perda tersebut. Hal inilah yang dikeluhkan oleh Pak Hairul dan kawan-kawan di Pertuni Kota Medan. Bagi Pak Hairul yang menjadi kendala utama para penyandang disabilitas tunanetra ini yang tergabung di dalam Pertuni ini adalah permasalahan ekonomi yang menjadi kendala utama mengapa para penyandang disabilitas tuna netra sulit lepas dari cengkraman kemiskinan. Sedikitnya wadah pekerjaan/ profesi yang diperuntukkan khusus bagi para penyandang disabilitas tuna netra menjadi pusat perhatian yang utama bagi Pertuni untuk bisa menjadi jembatan antara masyarakat disabilitas di Kota Medan sebagai kaum inferior perkotaan dan pemerintah serta masyarakat sebagai aktor superior yang memiliki kekuatan 9 modal dan power di dalam mempengaruhi kebijakan yang pro terhadap para penyandang disabilitas tuna netra di Pertuni kota Medan. Tetapi, nyata hal itu sampai saat ini hanya sebagai metafora dan hubungan yang dikotomis semata. Permasalahan ekonomi dan bidang pekerjaan membuat para penyandang disabilitas tuna netra di Kota Medan semakin termarginalkan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya saingan-saingan panti pijat yang menawarkan pelayanan yang jauh lebih komplit dan mewah daripada panti pijat yang dikelola para penyandang disabilitas tuna netra Pertuni di Kota Medan. Menjamurnya panti pijat dan refleksi di pusat-pusat perbelanjaan seperti Mall, membuat usaha panti pijat tuna netra semakin terpinnggirkan dan dipandang sebagai usaha panti pijat yang menawarkan layanan prostitusi. Hal ini tentunya akan berdampak langsung kepada pendapatan ekonomi para penyandang disabilitas tuna netra di Kota Medan yang kian hari, kian memprihatinkan. Para penyandang disabilitas tuna netra yang tergabung di Pertuni kota Medan kian hari semakin terasa sulit dan sulit untuk mengembangkan modal usaha panti pijat mereka sendiri. Kemudian ditambah lagi dengan kebutuhan sehari-hari yang semakin bertambah, menambah beban penderitaan para penyandang disabilitas tunanetra Pertuni Kota Medan tentunya. Gambar 1. Perlengkapan Modern Pijat di Pertuni Bantuan Dermawan Jika mengacu pada teori budaya kemiskinan yang digagas oleh seorang antropolog dari Amerika yakni Oscar Lewis, bahwa kaum miskin di perkotaan terutama di kota-kota Amerika terjadi dualisme pertentangan definisi terhadap kaum miskin di Amerika. Sebagian menilai bahwa kaum miskin itu baik, jujur, dan rendah hati. Namun, ada juga sebagian anggapan masyarakat yang beranggapan bahwa kaum miskin itu kotor, kasar, dan jahat. Jika melihat apa yang dikatakan Oscar Lewis tentang kemiskinan, apa yang terjadi selama ini tentang anggapan orang penyandang disabilitas tuna netra di Pertuni sebagai sekelompok 10 masyarakat yang kotor, rendahan, kasar, dan lain sebagainya, hal ini tidak terbukti dan tidak bisa menjadi indikator stigma kepada mereka para penyandang disabilitas tuna netra di Pertuni Kota Medan. Adanya stigma negatif inilah yang tentu sekarang menjadi permasalahan bagi para penyandang disabilitas tunanetra di Pertuni kota Medan. Gambar 2. Stigma Tidak Menghalangi Untuk Berkreasi Dengan seiring berjalannya waktu bahwa apa yang terjadi sekarang, justru sebaliknya anggapan negatif dari masyarakat dan pemerintah yang memandang para penyandang disabilitas itu sebagai masyarakat marginal di perkotaan sedang diupayakan untuk di dobrak dengan berdirinya organisasi-organisasi masyarakat dan komunitas masyarakat yang peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan hidup para penyandang disabilitas salah satunya Pertuni di Kota Medan. Stigma negatif inilah yang coba di dobrak oleh Pertuni, bahwa anggapan masyarakat tentang masyarakat disabilitas itu tidak seperti yang mereka bayangkan sebagai masyarakat yang kotor, kasar, rendahan, jahat, dan lain sebagainya. Justru sebaliknya, adanya masyarakat disabilitas tunanetra di Pertuni inilah yang bisa mendobrak stigma negatif itu. Cuma sekarang yang menjadi persoalannya adalah kurangnya perlindungan dari pemerintah, kepedulian dari pemerintah dan masyarakat, sehingga para penyandang disabilitas tuna netra yang tergabung di Pertuni kota Medan, tidak memiliki banyak saluran untuk beraspirasi di masyarakat dan kurangnya perlindungan dari pemerintah serta kebijakan-kebijakan pro terhadap mereka. 11 Gambar 3 : Belajar Bersama, Dari dan Untuk Mereka Adanya permasalahan inilah yang kemudian membuat Pertuni harus mengambil langkah cepat untuk membantu para penyandang disabilitas tuna netra menyelamatkan para penyandang disabilitas tuna netra lepas dari jeratan kemiskinan yang semakin mendalam. Maka, sebab itulah perlu adanya kerjasama yang lebih giat lagi yang dilakukan Pertuni dengan pemerintah, LSM, dan stakeholder-stakeholder untuk mendukung rencana strategis (renstra) mereka di dalam membantu meningkatkan kesejahteraan taraf hidup para penyandang disabilitas tuna netra Pertuni di Kota Medan. 12 Gambar 4. Sambil Menunggu Peluang Ekonomi, Tetap Semangat Belajar 4.2. Penguatan Modal Sosial Difabel Pertuni Dalam Pengimplementasian Rencana Strategis Penguatan Ekonomi Penyandang Difabel Tunanetra. Modal sosial berperilaku persis seperti modal biasa yaitu, hal ini menyatakan suatu bentuk investasi sumber daya melalui hubungan sosial dengan sebuah pengambilan yang diharapkan di pangsa pasar. Maka dari itu, modal sosial terdiri atas sumber daya yang ditanamkan di dalam suatu jaringan atau hubungan; hal itu dapat berupa kekayaan, kekuasaan, dan reputasi, sertajaringan yang rumit dan luas yang ditanamkan melalui ikatan langsung dan tidak langsung (Lin dalam Slamet, 2012:26). Francis Fukuyama menjelaskan modal sosial sebagai adanya sekelompok nilai-nilai atau norma-noma non formal tertentu yang dipahami bersama dikalangan anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjadinya kerjasama. Francis Fukuyama melangkah lebih jauh lagi, mendefinisikan kepercayaan itu sendiri sebagai unsur dalam modal sosial: “Modal Sosial adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan abadi di tengah-tengah masyarakat atau pada bagian tertentu dari masyarakat tersebut” (Fukuyama dalam Field, 2010:102). Dalam hal penelitian ini, konsep modal sosial berperan sebagai sumberdaya penyandang disabilitas tuna netra baik itu pengurus dan anggota Pertuni di kota Medan untuk bisa lepas dari segala pandangan negatif dan permasalahan ekonomi sosial penyandang disabilitas tuna netra di Kota Medan. Adapun unsur-unsur modal sosial menurut Fukuyama ada tiga yakni Jaringan sosial, Hubungan Kepercayaan, dan norma. 13 Gambar 5. Riang Mencoba Peralatan Pijat Yang Baru Jika mengacu kepada unsur modal sosial yang dikatakan Francis Fukuyama yakni ada tiga unsur (jaringan sosial, kepercayaan, dan norma), dapat ditemukan bagaimana penguatan modal sosial yang dilakukan Pertuni kota Medan untuk menguatkan perekonomian penyandang disabilitas tuna netra di Kota Medan dan menghapus stigma negatif masyarakat terhadap para penyandang disabilitas tuna netra di Kota Medan. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut: 1. Jaringan sosial (Social Network) Modal sosial berperilaku persis seperti modal biasa yaitu, hal ini menyatakan suatu bentuk investasi sumber daya melalui hubungan sosial dengan sebuah pengambilan yang diharapkan di pangsa pasar. Maka dari itu, modal sosial terdiri atas sumber daya yang ditanamkan di dalam suatu jaringan atau hubungan. Dalam penelitian ini modal sosial yang terbentuk dari jaringan sosial para penyandang disabilitas Pertuni berasal dari berbagai macam sumbangsih pemikiran dan bentuk kerjasama timbal balik antar individu agen/aktor para penyandang disabilitas tuna netra Pertuni kota Medan dengan beberapa macam agen/aktor yang berada di luar Pertuni. Hal ini dilakukan atas dasar memiliki tujuan bersama yakni untuk melepaskan para penyandang disabilitas tuna netra di Kota Medan dari keterpurukan ekonomi dengan cara mendukung program Pertuni tentang penguatan perekonomian para penyandang disabilitas tuna netra di kota Medan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan wawancara peneliti dengan Pak Rubiman seorang pengurus dari Pertuni Kota Medan terkait dengan hubungan jaringan sosial Pertuni dengan beberapa komunitas lainnya di Kota Medan. Beliau mengatakan : “hubungan dengan komunitas lainnya sangatlah baik dan bekerja sama dengan bagus, tidak ada kecemburuan sosial. Selain itu hubungan personal antar ketua/ pengurus PERTUNI dengan komuniitas disabilitas lainnya di kota Medan sangatlah baik, tidak ada konflik, dan saling membantu atau mendukung disetiap kita mengadakan kegiatan seperti maulid nabi dan isra miraj. Dengan memasang 14 aplikasi software suara antara sesama tuna netra agar bisa menggunakan ponsel seperti orang normal lainnya (Rubiman, 54 Tahun, Pengurus PERTUNI Kota Medan)”. Kemudian dari jaringan sosial itu berkembang menjadi sebuah kerjasama kolektif antara Pertuni dan beberapa komunitas disabilitas lainnya di Kota Medan yang bertujuan untuk advokasi dan penguatan ekonomi para penyandang disabilitas tuna netra baik di Pertuni maupun disabilitas tuna netra secara umum di kota Medan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan wawancara Pak Rubiman berikut ini: “ kami pernah bersama-sama mengajukan perda disabilitas ke pemerintah baik provinsi maupun kabupaten atau kota, dan mengadakan hari disabilitas internasional disetiap tahunnya dengan bekerja sama dengan semua komunitas disabilitas. Perkembangan pengajuan PERDA masih dalam proses untuk masuk legislasi DPRD Sumut komisi E (Rubiman, 54 Tahun, Pengurus PERTUNI Kota Medan)”.”. Adapun bentuk kerjasama dari jaringan sosial Pertuni dan komunitas disabilitas lainnya untuk penguatan ekonomi penyandang disabilitas tuna netra di kota Medan. Dapat dilihat sebagai berikut: “membuka lapangan kerja berbentuk usaha panti pijat dan memperkerjakan anggoat di panti pijat, dan usaha dagang kerupuk untuk menampung anggota PERTUNI yang mau berdagang. Kemudian mengadakan pelatihan pijat dan pelatihan komputer bicara,serta keterampilan lainnya (Rubiman, 54 Tahun, Pengurus PERTUNI Kota Medan)”. “pertama mengoptimalkan iuran anggota, kedua, menawarkan program-program terhadap pemerintah maupun masyarakat tentang pengembangan perekonomian khususnya bagi kaum disabilitas tuna netra. Menjualkan produk alat-alat rumah tangga, contohnya lemari es, magic com, tempat tidur, kursi, dan lemari pakaian (Syahrial Napitupulu, 49 tahun, Sekretaris PERTUNI kota Medan)”. Selain mengadakan beberapa kerjasama dan kegiatan diatas, Pak Syahrial Napitulu juga menjelaskan bahwa tindakan nyata yang dilakukan Pertuni dengan komunitas disabilitas lainnya di Kota Medan untuk penguatan ekonomi melalui peran modal sosial yakni dengan dibentuknya koperasi bersama. Hal ini terlihat dari penuturan beliau di dalam kutipan wawancara sebagai berikut ini: “Pertuni saat ini memiliki unit koperasi yang anggotanya terdiri dari disabilitas tuna netra semua, dengan demikian pengembangan perekonomian tampak lebih nyata terbantu (Syahrial Napitulu, 49 Tahun, Sekretaris Pertuni kota Medan)”. Dari kutipan wawancara diatas dapat diambil benang lurus bahwa sejauh ini Pertuni Kota Medan masih tengah berupaya meningkatan penguatan ekonomi para penyandang disabilitas tuna netra di Pertuni dengan membangunan modal sosial melalui jaringan/relasi sosial dengan komunitas disabilitas lainnya di kota Medan dengan cara melakukan berbagai kerja sama dibidang penguatan ekonomi dan advokasi. Hal ini tentunya sejalan dengan apa yang dimaksud jaringan sosial yang disampaikan oleh Fukuyama yakni unsur modal sosial yang berperilaku persis seperti modal biasa yaitu, suatu bentuk investasi sumber daya melalui hubungan sosial dengan sebuah pengambilan yang diharapkan. 2. Kepercayaan (Trust) 15 Modal sosial merupakan kepercayaan yang bisa di dapatkan melalui hubungan vertikal dan horizontal. Kepercayaan (trust) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil dalam hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Terbentuknya jaringan sosial (social network) dalam suatu hubungan individu ataupun kelompok dapat menghasilkan hubungan kepercayaan yang bermuara pada terciptanya sumber daya di dalam hubungan antar individu atau kelompok tersebut (Field, 2005:16). Adapun hubungan kepercayaan (trust) yang terlihat dari kerjasama antara Pertuni dan komunitas lainnya terkait dengan penguatan ekonomi para penyandang disabilitas tuna netra di kota Medan, dapat dilihat dari pola komunikasi yang bersimultan dan bersifat kontinu diantara aktor-aktor yang bekerja sama yakni Pertuni dan komunitas lainnya yang peduli dengan ekonomi disabilitas tuna netra di Kota Medan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan wawancara peneliti dengan Bapak Syahrial Napitupulu sebagai berikut ini : “ komunikasi yang lakukan saat ini dijalankan secara konkrit, lancar dan akurat. Pengurus sering mengadakan kegiatan sambung rasa antar anggota untuk menyampaikan aspirasi anggota yang akan diperjuangkan Pertuni. Tunanetra tetap melakukan komunikasi baik secara online maupun tatap muka, datang ke rumah temannya masing-masing. Hubungan kepercayaan kami terhadap kerjasama ini dikarenakan adanya kecocokan komunikasi terhadap anggotaanggota serta adanya pemahaman tentang sifat, kelebihan dan kekurangan masing-masing (Syahrial Napitupulu, 49 Tahun, Sekretaris Pertuni Kota Medan)”. Selain itu, Pak Rubiman menjelaskan hubungan kepercayaan (trust) yang terbangun diatas kerjasama antara Pertuni dengan komunitas lainnya terkait dengan pengembangan ekonomi para penyandang disabilitas di Kota Medan sangatlah positif. Meskipun ia menuturkan bahwa kerjasama ini berkembang masih pada ruang lingkup antar komunitas disabilitas di Kota Medan, belum merambah sampai pada ranah kerjasama bantuan dari CSR baik BUMN atau BUMD. Hal ini dapat dilihat dari penuturan wawancara Pak Rubiman berikut ini: “ positif, bekerja sama dengan para donatur dan UKM untuk membantu kemajuan Pertuni. Sejak lahirnya koperasi Pertuni belum ada yang menerima bantuan dari CSR baik BUMN maupun BUMD (Rubiman, 54 Tahun, Pengurus Pertuni Kota Medan)”. Dari penjelasan beberapa narasumber diatas terkait dengan hubungan kepercayaan (trust) atas kerjasama yang dilakukan Pertuni dengan komunitas lainnya di Kota Medan terkait dengan penguatan ekonomi disabilitas tuna netra di kota Medan dapat dikatakan berjalan secara positif dan saling mempercayai satu sama lain. Dikarenakan adanya hubungan kepercayaan yang terbangun baik, maka sampai saat ini bisa dikatakan kerjasama-kerjasama yang dilakukan Pertuni dengan komunitas lainnya berkembang ke arah yang baik dan tidak berjalan ditempat. Hal ini tentunya akan bermuara kepada lancarnya program-program rencana strategis Pertuni di dalam membantu menguatkan perekonomian tuna netra di Kota Medan. 16 Gambar 6. Apa Daya, Demi Kehidupan, Menjadi Penjual Kerupuk Keliling 3. Norma (Norms) Norma (norms) adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyakat pada suatu entititas sosial tertentu. Menurut Fukuyama (2002) norma merupakan bagian dari modal sosial yang terbentuk tidak diciptakan oleh birokrat atau pemerintah. Norma dapat dibentuk melalui tradisi, sejarah, tokoh kharismatik yang membangun sesuatu tata cara perilaku seseorang di dalam kelompok masyarakat, kemudian di dalamnya kemudian akan timbul modal sosial yang secara spontan dalam kerangka menentukan tata aturan yang dapat mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Berbicara tentang modal sosial seperti yang diungkapkan oleh konsep modal sosial Francis Fukuyama, tak adil rasanya jika tidak membahas norma (norms) sebagai salah satu bagian unsur pembentuk modal sosial agen/individu baik itu dalam hubungan individu maupun kelompok. Sekali ditekan bahwa Fukuyama, mendasari bahwa pembentuk terciptanya modal sosial individu ataupun kelompok tentunya didasari oleh tiga elemen dasar yakni jaringan sosial (social network), hubungan kepercayaan (trust), dan norma (norms). 17 Gambar 7. Pertemuan Pengurus Dengan Anggota Terkait norma-norma yang berlaku di atas kerjasama yang dilakukan Pertuni dengan komunitas disabilitas lainnya di Kota Medan, ada beberapa norma yang harus ditaati oleh setiap pengurus atau anggota komunitas termasuk Pertuni dan komunitas lainnya yang terlibat kerjasama dengan Pertuni. Hal ini dapat dilihat dari yang tuturkan oleh Pak Rubiman sebagai berikut: “ Pertuni tetap menjaga hubungan kerjasama ataupun peraturan organisasi masing-masing, tidak saling menganggu program kerja masing-masing organisasi. Kemudian untuk bisa saling berbagi ilmu antara satu dengan yang lain. Hal ini tentunya harus didasarkan pada alasan atas persamaan nasib tuna netra itu sendiri (Rubiman, 54 Tahun, Pengurus Pertuni Kota Medan)” Dari penuturan Pak Rubiman diatas dapat dilihat bahwa Pertuni menjunjung tinggi norma-norma yang telah disepakati bersama-sama dengan komunitas lainnya. antar komunitas tidak boleh saling mengganggu dan merusak hubungan rumah tangga komunitas masingmasing. Untuk tetap patuh dengan segala peraturan dan norma yang telah disepakati atas dasar kerjasama yang dilakukan kedua belah pihak dalam hal ini tentunya kerjasama dalam penguatan ekonomi penyandang disabilitas tuna netra di kota Medan. Adanya norma ini sebagai struktur kolektif aktor-aktor yang terlibat kerjasama timbal balik. Hal ini sejalan dengan definisi norma itu sendiri yakni Norma (norms) adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyakat pada suatu entititas sosial tertentu. Menurut Fukuyama (2002) norma merupakan bagian dari modal sosial yang terbentuk tidak diciptakan oleh birokrat atau pemerintah. Norma dapat dibentuk melalui tradisi, sejarah, tokoh kharismatik yang membangun sesuatu tata cara perilaku seseorang di dalam kelompok masyarakat, kemudian di dalamnya kemudian akan timbul modal sosial yang secara spontan dalam kerangka menentukan tata aturan yang dapat mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. 18 Tabel 2: Analisis Matriks Modal Sosial Unsur Modal Sosial Kepercayaan (Trust) Jaringan (Networking) Norma (Norms) Temuan Data Penelitan Hubungan kepercayaan yang timbul dari kerja sama penguatan ekonomi ini sangat positif. Hubungan ini dapat dilihat dari pola komunikasi yang simultan dan bersifat kontinu diantara aktor-aktor yang bekerja sama yakni Pertuni dan komunitas lainnya yang peduli dengan ekonomi disabilitas tuna netra di Kota Medan. Dikarenakan adanya hubungan kepercayaan yang terbangun baik, maka sampai saat ini bisa dikatakan kerjasama-kerjasama yang dilakukan Pertuni dengan komunitas lainnya berkembang ke arah yang baik dan tidak berjalan ditempat. Pertuni Kota Medan masih tengah berupaya meningkatan penguatan ekonomi para penyandang disabilitas tuna netra di Pertuni dengan membangunan modal sosial melalui jaringan/relasi sosial dengan komunitas disabilitas lainnya di kota Medan dengan cara melakukan berbagai kerja sama dibidang penguatan ekonomi dan advokasi. Kerjasama penguatan ekonomi dapat dilhat seperti pelatihan keterampilan, pelatihan komputer, pembentukkan koperasi bersama, penjualan produk alat-alat rumah tangga, membuka lapangan kerja usaha panti pijat, dan lain sebagainya. Sedangkan dibidang advokasi yakni terlibat proses advokasi tentang pengajuan Peraturan Daerah tentang Penyandang Disabilitas di Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Dibidang sosial adalah mengadakan acara dalam perayaan hari disabilitas internasional, arisan, mengadakan kegiatan dalam perayaan Hari Besar Agama. Pertuni menjunjung tinggi norma-norma yang telah disepakati bersama-sama dengan komunitas lainnya. Dilarang saling mengganggu atau ikut campur dalam hubungan internal komunitas masing-masing. Untuk tetap patuh dengan segala peraturan dan norma yang telah disepakati atas dasar kerjasama yang dilakukan oleh pihak yang terlibat kerjasama dalam penguatan ekonomi penyandang disabilitas tuna netra di kota Medan. Sumber: Data Primer Peneliti (2020) 19 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan 1. Kota Medan sebagai pusat perekonomian menyediakan peluang lapangan pekerjaan bagi Penyandang Disabilitas tunanetra seperti pijat, hiburan dan jual kerupuk ataupun menjadi pengemis di sisi lain Pemerintahan Kota Medan masih belum optimal memberikan perhatiannya, yang salah satu diharapkan adalah dengan menerbitkan Peraturan Daerah guna mengakomodir amanah UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. 2. Pertuni Kota Medan sebagai lembaga bentukan Pemerintah menjadi wadah penting bagi Tunanetra di Sumatera Utara, Pertuni menghubungkan anggotanya dengan berbagai kelompok masyarakat dalam hal pemecahan persoalan sosial dan ekonomi mereka selain itu Pertuni juga menjadi tempat pengaduan bagi anggotanya yang tak jarang dijauhkan, diasingkan bahkan ditelantarkan anggota keluarganya. 3. Kepercayaan, Norma dan Jaringan yang merupakan unsur unsur modal sosial menjadi temuan penting dalam penelitian ini, dengan dimilikinya ketiga unsur modal sosial tersebut diharapkan dapat mendukung pengimplementasian rencana strategis penguatan ekonomi Pertuni Kota Medan. 4. Penyandang Disabilitas sebagai sebuah kelompok sosial belum mendapatkan perhatian yang layak dan berada pada posisi yang terpinggirkan dalam dinamika sosial dan ekonomi, meskipun demikian Penyandang Disabilitas memiliki modal sosial berupa kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat dipakai untuk berbagai kegiatan penguatan ekonomi. Saran : Pemerintah dan unsur masyarakat agar dapat membangun inklusi sosial yang bisa membangun suatu peradaban baru yang lebih ramah pada seluruh elemen termasuk Penyandang Disabilitas, sekaitan dengan hal ini maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian lanjutan yang berfokus pada fokus membangun inklusi sosial. 20 DAFTAR PUSTAKA Asmi,Suryani E, 2016. Gerakan Sosial Pertuni Surabaya Memperjuangkan Hak Tunanetra Sebagai Warga Negara. Program Magister Sosiologi FISIP Universitas Airlangga, Surabaya. Demartoto, Argyo, 2005. Menyibak Sensitivitas Gender Dalam Keluarga Difabel. Sebelas Maret University Press: Surakarta. Field, John, 2010. Modal Sosial. Kreasi Wacana: Bantul. Fukuyama, F. 2010. Trust: Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Penerbit Qalam: Yogjakarta. Hidir, Achmad, 2002.Metode Etnografi, Pusbangdik Universitas Riau. Malik, Rahman, 2015. Tindakan Sosial Organisasi IKMR (Ikatan Keluarga Minang Riau) Dalam Pemilukada Provinsi Riau. Jurnal JMSos Universitas Brawijaya, Malang. Malik, Rahman, 2019. Relasi Antara Agen dan Struktur Berbasis Modal Sosial Komunitas Difabel (Studi Kasus Pada Penyandang Disabilitas Tuna Netra Komunitas Linkar Sosial Kota Malang), Malang. (Karya ilmiah tidak di terbitkan). Malik, Rahman, 2019. Perlawanan Masyarakat Minoritas Dalam Perencanaan Pembangunan Perkotaan. Jurnal Simulacra Universitas Trunojoyo, Madura. Slamet, Yulius, 2012. Modal Sosial dan Kemiskinan , UNS Press: Surakarta Thohari, Slamet, 2014. Pandangan Disabilitas dan Aksesibilitas Fasiltas Publik bagi Penyandang Disabilitas di Kota Malang. Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya, Malang. Widinarsih (2019) http://jurnalkesos.ui.ac.id/index.php/jiks/article/view/239 Widiyantono, Didik http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/27909 21