Uploaded by User92974

Final Report Modal SosialUnduh

advertisement
Kode Talenta/Kode Fakultas:07 /09
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN TALENTA USU
SKEMA PENELITIAN DASAR
PENGUATAN MODAL SOSIAL DIFABEL PERTUNI DALAM
PENGIMPLEMENTASIAN RENCANA STRATEGIS PENGUATAN EKONOMI
PERTUNI KOTA MEDAN
Ketua
Anggota I
Anggota II
Tim Peneliti :
: Dra. Linda Elida, M.Si
(0007026703)
: Dr. Harmona Daulay, M.Si (0011076901)
: Drs. T. Ilham Saladin, MSP (0021086207)
Dibiayai Oleh :
Lembaga Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan Surat Perjanjian Penelitian Talenta Universitas Sumatera Utara
Tahun Anggaran 2020
Nomor : 124/UN5.2.3.1/PPM/SPP-TALENTA USU, Tanggal 28 April 2020
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
Februari 2021
ii
ABSTRAK
Kota Medan sebagai pusat perekonomian di Provinsi Sumatera Utara menjadi tumpuan harapan
bagi penyandang disabilitas karena menyediakan peluang lapangan pekerjaan di sektor
informal. Meskipun sering mendapatkan tindakan diskriminatif yang membatasi ruang gerak
mereka, para penyandang disabilitas terus berjuang mempertahankan kehidupannya dengan
berbagai cara. Dalam hal ini peran Pertuni menjadi sangat penting karena telah
menghubungkan anggotanya dengan berbagai kelompok masyarakat di Kota Medan yang
masih mempunyai kepedulian atas nasib kelompok sosial dengan keterbatasan penglihatan.
Penelitian ini bertujuan menganalisis Modal Sosial Tunanetra yang dapat digunakan untuk
mendukung rencana strategis penguatan ekonomi Pertuni Kota Medan. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan model studi kasus, sedangkan teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
Penyandang disabilitas sebagai sebuah kelompok sosial belum mendapatkan perhatian yang
layak dan masih berada pada posisi yang terpinggirkan dalam dinamika sosial dan ekonomi di
Kota Medan. Meskipun demikian para penyandang disabilitas memiliki modal sosial berupa
kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat dipakai untuk berbagai kegiatan penguatan
ekonomi. Pemanfaatan modal sosial adalah cara untuk bisa bertahan dan melawan arus
diskriminasi yang telah membatasi ruang gerak penyandang disabilitas. Saat ini kehidupan
ekonomi penyandang disabilitas dengan keterbatasan penglihatan masih jauh dari kata layak
ataupun sejahtera. Mereka sangat mengharapkan unsur Pemerintahan Kota Medan untuk
segera menerbitkan Peraturan Daerah tentang Penyandang Disabilitas. Diharapkan juga peran
Pemerintah dan unsur masyarakat lainnya agar dapat membangun inklusi sosial yang bisa
melahirkan suatu peradaban baru yang lebih ramah pada seluruh elemen termasuk Penyandang
Disabilitas.
Kata Kunci : Modal Sosial, Disabilitas, Pertuni, Penguatan Ekonomi, Kota Medan
iii
Prakata
Dengan mengucap syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, kegiatan penelitian
dan penulisan Laporan Akhir telah dapat dilaksanakan dan diselesaikan sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan.
Sungguh kegiatan ini tidak lepas dari kontribusi banyak pihak, sehingga dalam
kesempatan yang berbahagia ini, kami Tim Peneliti menghaturkan terimakasih yang sebesar
besarnya pada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara (USU)
2. Ketua dan Sekretaris Lembaga Penelitian USU
3. Wakil Dekan III Fisip USU
4. Ketua Prodi S1 Sosiologi Fisip USU
5. Ketua Pertuni Wilayah Provinsi Sumatera Utara
6. Ketua dan Pengurus Pertuni Kota Medan
7. Tim Sekretariat Pertuni Wilayah Provinsi Sumatera Utara
8. Para Mahasiswa yang telah membantu kegiatan penelitian ini
9. Serta berbagai pihak yang berkontribusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Hasil dari penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan dan dalam kesempatan ini, Tim
Peneliti memohon masukan dan kritikan yang membangun dari khalayak pembaca.
Terimakasih.
Medan, 25 Februari 2021
An. Tim Peneliti
Dra. Linda Elida, M.Si.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ii
ABSTRAK ......................................................................................................................iii
PRAKATA......................................................................................................................iv
DAFTAR ISI...................................................................................................................v
DAFTAR TABEL ...........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 RumusanMasalah ...............................................................................................2
1.3 Tujuan Khusus Penelitian ..................................................................................2
1.4 Urgensi Penelitian ..............................................................................................2
1.5 Evaluasi Atas Capaian Luaran Kegiatan ...........................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................4
2.1. Teori Modal Sosial............................................................................................4
2.2. PenelitianTerdahulu ..........................................................................................5
2.3 Road Map Penelitian ..........................................................................................6
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................7
3.1. Tahapan-tahapanPenelitian ...............................................................................7
3.2. Lokasi Penelitian...............................................................................................7
3.3. TeknikPengumpulan Data.................................................................................7
3.4. TeknikAnalisis Data .........................................................................................8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………..9
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………… 20
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................21
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jenis Luaran
Tabel 2. Analisis Matriks Modal Sosial
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perlengkapan Modern Pijat di Pertuni Bantuan Dermawan
Gambar 2. Stigma Tidak Menghalangi Untuk Berkreasi
Gambar 3. Belajar Bersama, Dari dan Untuk Mereka
Gambar 4. Sambil Menunggu Peluang Ekonomi, Tetap Semangat Belajar
Gambar 5. Riang Mencoba Peralatan Pijat Yang Baru
Gambar 6. Apa Daya, Demi Kehidupan, Menjadi Penjual Kerupuk Keliling
Gambar 7. Pertemuan Pengurus Dengan Anggota
vii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Draft Artikel Ilmiah
2. Draft Bahan Ajar
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia telah meratifikasi Convention on the Right of Person with
Disabilities (CRPD) Tahun 2007 serta telah menuangkannya dalam Undang Undang No 8
Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Menurut undang undang tersebut, yang
dimaksud dengan Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang memiliki keterbatasan
fisik, mental, intelektual, dan sensorik dalam jangka waktu yang lama sehingga dalam
berinteraksi dengan lingkungannya menemui berbagai hambatan yang menyulitkan untuk
berpartisipasi penuh dan efektif di masyarakat. Adapun ragam Penyandang Disabilitas
mencakup Penyandang Disabilitas Fisik, Penyandang Disabilitas Intelektual, Penyandang
Disabilitas Mental dan/atau Penyandang Disabilitas Sensorik. Dengan demikian semenjak
diundangkannya UU No.8/2016 tentang Penyandang Disabilitas maka istilah istilah yang
bersifat diskriminatif seperti penderita kekurangan, berkebutuhan khusus, kelainan, cacat, tuna
serta istilah istilah masa lalu yang kurang menghargai hak hak kemanusiaan ataupun perasaan
manusiawi diganti dengan istilah penyandang disabilitas (Widinarsih, 2019).
Masyarakat penyandang disabilitas dalam kehidupan masyarakat sekarang ini masih
kerap diperankan sebagai kelas masyarakat yang tergolong marginal. Hal ini membuat mereka
sulit mengakses akan hak-hak sosialnya seperti kemudahan dalam mengakses sarana dan
prasarana publik sertaakses untuk kemandirian ekonomi.Hal ini disebabkan oleh karena
sulitnya mereka mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga banyak sekali ditemukan mereka
hidup dibawah garis kemiskinan dan dengan pendidikan yang rendah (Malik, 2019: 2). Adanya
anggapan bahwa orang cacat itu tidak mampu bekerja maka mereka hanya diberi pekerjaan
yang cocok, seperti tukang pijat atau pembuat sapu serta jenis pekerjaan lain yang tidak
diperebutkan bagi yang normal. Anggapan tersebut membawa akibat bahwa semua pekerjaan
atau pelayanan yang cocok dan dilakukan oleh difabel tidak dianggap sebagai pekerjaan
produktif dan oleh karenanya dinilai secara ekonomis lebih rendah. Selain itu pekerjaan difabel
diperlakukan sebagai kegiatan sosial dan karitas atau sedekah belaka. Akibatnya banyak
difabel harus bekerja keras untuk mendapatkan nilai ekonomi agar dapat mencukupi kehidupan
mereka dari karya dan jasa dengan cara memeras keringat mereka (Demartoto, 2005:6).
Pendangan seperti yang dijelaskan oleh Demartoto diatas tentunya sudah cukup
menggambarkan bahwa sampai saat inipun pandangan diskriminatif dan stigma negatif
masyarakat tentang penyandang disabilitas khususnya tuna netra masih nyata adanya. Hal ini
kemudianlah yang membawa peneliti untuk tertarik mengangkat isu ini pada ranah masyarakat
disabilitas tuna netra yang tergabung di dalam Komunitas Pertuni (Persatuan Tunanetra
Indonesia) Kota Medan, Sumatera Utara. Dari cerita awal yang dilakukan oleh tim peneliti
dengan beberapa pengurus komunitas Pertuni Kota Medan, peneliti menangkap beberapa point
penting mengenai kondisi mereka saat ini di Kota Medan.
Permasalahan yang dihadapi oleh para penyandang disabilitas tunanetra di Kota
Medan saat ini merupakan buah dari permasalahan ekonomi dan keterbatasan lapangan kerja
yang diperuntukkan bagi mereka di Kota Medan. Para pengurus dan anggota Pertuni Kota
Medan saat ini begitu mengeluhkan sulitnya ekonomi mereka dan terbatasnya ruang lingkup
kerja mereka di Kota Medan. Kendala yang mereka hadapi adalah beban hidup yang semakin
tinggi untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka ditambah lagi dengan sulitnya
berkembang usaha panti pijat tunanetra yang mereka miliki karena tergerus oleh usaha panti
pijat konvensional.
Keterbatasan berbagai macam modal yang dimiliki para penyandang disabilitas
tunanetra Pertuni Kota Medan, membuat beban hidup mereka terasa semakin sulit. Mereka
1
merasakan bahwa kebutuhan hidup mereka bersama keluarganya kian hari, kian semakin
bertambah. Akhirnya, mereka stagnan atau pasrah dengan keadaan yang ada saat ini sembari
menggantungkan hidup mereka dari usaha panti pijat yang mereka miliki. Meskipun mereka
tahu, bahwa panti pijat yang mereka kelola pun sulit juga berkembang dikarenakan oleh adanya
pergeseran selera dimasyarakat yang lebih memilih untuk pijat di panti pijat yang konvensional
karena kenyamanan yang ditawarkan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah ini adalah bagaimana peran modal sosial yang dimiliki para
penyandang disabilitas sebagai sumberdaya bagi mereka para penyandang disabilitas tuna netra
Pertuni Kota Medan untuk menjadi sebuah peluang dalam mengimplementasikan rencana
strategis Pertuni Kota Medan pada penguatan ekonomi mereka. Sumber daya itu menyangkut
di dalam modal sosial yang dibentuk dari hubungan relasi antara sesama para penyandang
disabilitas tunanetra Pertuni Kota Medan di dalam menjalankan rencana strategis Pertuni Kota
Medan. Jika, hubungan relasi ini dapat terbangun baik dan tersistematis bukan tidak mungkin
hal ini dapat membentuk modal-modal sosial mereka (individu maupun kelompok) yang
tentunya nanti akan menjadi peluang bagi para penyandang disabilitas tunanetra Pertuni Kota
Medan di dalam memanfaatkan rencana strategis mereka di dalam bidang penguatan ekonomi
mereka.
1.3 Tujuan KhususPenelitian
1. Melihat peran modal sosial di dalam relasi hubungan antar sesama para penyandang
disabilitas tuna netra Pertuni Kota Medan sebagai alat membangun untuk
menciptakan peluang implementasi rencana strategis penguatan ekonomi Pertuni di
Kota Medan.
2. Memberikan gambaran mendasar tentang kehidupan para penyandang disabilitas
tunanetra Pertuni Kota Medan terkait permasalahan yang mereka hadapi.
3. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah Kota Medan dan pemerintah
Provinsi Sumatra Utara agar memberikan sedikit alokasi perhatian terhadap para
penyandang disabilitas tuna netra terkait dengan kebijakan-kebijakan pro disabilitas
yang akan dirumuskan pemerintah baik pemerintah Kota Medan maupun Provinsi
Sumatera Utara.
1.4 Urgensi Penelitian
Berangkat dari permasalahan itulah, Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia) kota
Medan, beberapa tahun belakangan ini melakukan upaya mediasi dan advokasi dengan
beberapa Lembaga Swadawa Masyarakat (LSM) dan bersama pemerintah kota Medan
sekalipun. Tetapi, pada faktanya dilapangan upaya mediasi dan advokasi terkait dengan
pemberdayaan usaha panti pijat dan peningkatan ekonomi mereka bagaikan tujuan yang utopis.
Sehingga akhirnya mereka (para penyandang disabilitas tuna netra Pertuni Kota Medan)
semakin terpinggirkan secara ekonomi dan ketersediaan akses lapangan kerja yang
diperuntukkan bagi mereka di Kota Medan ini. Lantas apa mereka berhenti sampai pada tahap
seperti itu ? jawabannya adalah tidak. Beberapa tahun belakangan ini Pertuni Kota Medan telah
mengkonsepkan beberapa Rencana Strategis (Renstra) Pertuni Kota Medan mereka
kedepannya terkait dengan keberadaan mereka di Kota Medan sebagai masyarakat yang
menuntut adanya kesamaan hak dengan masyarakat normal lainnya di Kota Medan. Salah
satunya adalah rencana strategis penguatan ekonomi para penyandang disabilitas tuna netra
2
Pertuni Kota Medan. Agar dapat terimplementasikan rencana strategis Pertuni Kota Medan ini,
menjadi penting penelitian ini untuk dilihat bagaimana internal komunitas Pertuni ini dalam
mengimplementasikan rencana strategis ini dari kacamata sudut pandang konsep modal sosial.
1.5. Evaluasi Atas Capaian Luaran Kegiatan
Tabel 1. Jenis Luaran
No
1
2
3
4
1
2
3
4
5
Jenis Luaran
A. Luaran Wajib
Artikel
Pada
Jurnal
Internasional Bereputasi
Artikel
Jurnal
Ilmiah
Nasional terakreditasi
Artikel Pada Prosiding
Internasional
Terindeks
Bereputasi
HKI Pada Produk IPTEK
SOSBUD
B. Luaran Tambahan
Artikel Pada Jurnal Ilmiah
Berskala
Nasional
Terakreditasi
Artikel Pada Prosiding
Internasional
Terindeks
Bereputasi
Bahan Ajar
Nama Jurnal/Nama
Konferensi Ilmiah /
Judul HKI
Status Luaran
-
-
JSW (Jurnal Sosiologi
Walisongo) UIN
Walisongo Semarang
(Sinta 2)
-
Draft
-
-
-
-
-
-
HKI Pada Produk IPTEK
SOSBUD
Panduan Atau Kebijakan
Baru Dalam Peningkatan
Mutu Pelayanan dan
Keselamatan Pasien di RS
Mata Kuliah
Pemberdayaan
Masyarakat
-
Draft
-
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
-
2.1 Teori Modal Sosial
Dalam penelitian ini teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah meminjam teori
tentang modal sosial. Konsep ini digunakan untuk melihat modal sosial yang terbentuk bagi
para penyandang disabilias tuna netra di dalam membangun relasis sosial untuk menciptakan
peluang dalam pengimplementasian rencana strategis Pertuni Kota Medan di dalam penguatan
ekonomi mereka. Teori ini bertujuan untuk bisa mampu memberikan motif-motif modal sosial
antar para penyandang disabilitas di Pertuni Kota Medan yang diharapkan mampu
mengimplementasikan rencana strategis mereka di dalam penguatan ekonomi para penyandang
disabilitas tuna netra untuk lepas dari praktek kemarginalan dan mampu mandiri secara
ekonomi.
Modal sosial telah banyak didiskusikan dalam ilmu-ilmu sosial pada tahun-tahun
terakhir. Istilah modal, secara umum melambangkan sesuatu yang menghasilkan atau faktorfaktor produksi yang dapat diharapkan menghasilkan layanan-layanan produktif untuk jangka
beberapa waktu. Beberapa bentuk modal dapat disebut disini seperti modal fisik yang menurut
Lachman, adalah modal yang mengacu kepada obyek-obyek fisik, yaitu benda buatan manusia,
yang merupakan sumberdaya materiil yang dapat digunakan untuk menghasilkan aliran
pendapatan (Ostroom dalam Slamet, 2012: 9).
Francis Fukuyama menjelaskan modal sosial sebagai adanya sekelompok nilai-nilai atau
norma-norma non formal tertentu yang dipahami bersama dikalangan anggota suatu kelompok
yang memungkinkan terjadinya kerjasama. Francis Fukuyama melangkah lebih jauh lagi,
mendefinisikan kepercayaan itu sendiri sebagai unsur dasar modal sosial: ‘Modal sosial adalah
kapabilitas yang muncul dari kepercayaan abadi di tengah-tengah masyarakat atau pada bagian
tertentu dari masyarakat tersebut’ (Fukuyama dalam Field, 2010: 102).
Ilmuwan politik Eric Uslaner mengikuti Fukuyama ketika berargumen bahwa modal
sosial terutama merefleksikan sistem nilai, khususnya kepercayaan sosial (Uslaner dalam Field,
2010:102). Fukuyama pun membicarakan potensi merusak modal sosial. Kendati studi awalnya
tentang ekonomi kepercayaan berpandangan bahwa modal sosial tidak sekedar kebaikan publik
namun juga demi kebaikan publik (Fukuyama dalam Field, 2010: 118).
Modal sosial berperilaku persis seperti modal biasa yaitu, hal ini menyatakan suatu
bentuk investasi sumber daya melalui hubungan sosial dengan sebuah pengambilan yang
diharapkan di pangsa pasar. Maka dari itu, modal sosial terdiri atas sumber daya yang
ditanamkan di dalam suatu jaringan atau hubungan; hal itu dapat berupa kekayaan, kekuasaan,
dan reputasi, sertajaringan yang rumit dan luas yang ditanamkan melalui ikatan langsung dan
tidak langsung (Lin dalam Slamet, 2012:26) dan (Widiyantono, 2019)
Modal sosial sebenarnya secara garis besar dapat menjadi sebuah unsur tonggak
terbentuknya kerjasama antar individu ataupun kelompok untuk membangun sebuah kerjasama
yang kolektif. Didalam modal sosial selalu tidak terlepas pada tiga elemen pokok yang ada
pada modal sosial yang mencakupi (1) Kepercayaan/Trust ; (2) Jaringan sosial/Social
Networks; (3) Norma/norms. Ketiga elemen modal sosial ini merupakan bahan bakar untuk
menggerakkan struktur sosial (Malik, 2019:38). Woolcock juga mengajukan tiga dimensi dari
modal sosial, yaitu: bonding, bridging, dan linking (Malik, 2019:40).
2.2 Penelitian Terdahulu
4
Kajian yang membahas dalam kajian disabilitas tuna netra di Indonesia sebenarnya telah
banyak dilakukan oleh peneliti. Meskipun demikian, kajian-kajian yang dilakukan peneliti
mengenai modal sosial para penyandang disabilitas tuna netra di PERTUNI di dalam
pengimplementasian rencana strategis penguatan ekonomi belum begitu banyak yang
menyoroti fenomena ini dari segi komunitas-komunitas penyandang disabilitas. Berikut ini
dipaparkan beberapa penelitian yang menyoroti tentang fenomena penyandang disabilitas.
1. Slamet Thohari, 2014, Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya, Malang,
Pandangan Disabilitas dan Aksesibilitas Fasiltas Publik bagi Penyandang Disabilitas
di Kota Malang, dari kajian ini menemukan bagaimana masyarakat di kota Malang
memaknai orang cacat, oleh karena itu terlihat dari pemanfaatan jalur dan
aksesibilitas terhadap layanan publik untuk penyandang cacat. Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif, dimana menggunakan sampel berdasarkan standar
yang diatur oleh pemerintah.
2. Efi Asmi Suryani, 2016, Program Magister Sosiologi FISIP Universitas Airlangga,
Surabaya, Gerakan Sosial Pertuni Surabaya Memperjuangkan Hak Tunanetra
Sebagai Warga Negara. Kajian dari penelitian ini fokus studi ini menjelaskan tentang
strategi yang dilakukan Pertuni Surabaya sebagai bentuk gerakan sosial dalam
memperjuangkan hak dan mengungkap mengenai because motive dan in-order to
motive Pertuni memperjuangkan hak mereka sebagai warga negara. Adanya Pertuni
sebagai wadah perjuangan para tuna netra dapat menjadi penjelasan bahwa stigma
negatif yang ditujukan untuk tuna netra dengan sendirinya dapat terbantahkan dan
perlu dihapuskan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya praktik-praktik
diskriminasi yang dialami oleh para tuna dalam mengakses pendidikan, pekerjaan,
maupun lingkungan fisik yang pada akhrinya membuat Pertuni Surabaya melakukan
perjuangan. Tujuan dilakukannya gerakan yakni agar tuna netra memiliki
kesempatan yang sama dalam mengakses segala aspek kehidupan. Strategi yang
digunakan untuk melawan praktik diskriminasi sekaligus sebagai upaya pencapaian
hak dilakukan melalui advokasi baik dalam bentuk mediasi, action plan, maupun
parade tongkat putih.
2.3 Road Map Penelitian
5
BAB III
METODE PENELITIAN
6
3.1 Tahapan-tahapan Penelitian
Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus.
Model penelitian studi kasus terjadi ketika peneliti melakukan eksplorasi kepada entitas atau
fenomena tunggal (the case) yang dibatasi oleh waktu, aktivitas dan pengumpulan detail
informasi dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama waktu yang di
tentukan (Cresswel dalam Malik, 2013:17). Oleh karena itu, studi kasus memiliki keunggulan
dengan kedalaman analisis, juga sifatnya yang spesifik. Tujuan studi kasus adalah memberikan
gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter yang khas dari
kasus (Hidir dalam Malik, 2013:18)
Sementara data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat data
sekunder. Adapun tahapan-tahapan penelitian sebagai berikut:
1. Tahapan persiapan yaitu penyusunan proposal, perbaikan proposal dan melakukan
kontrak penelitian.
2. Tahap pra penelitian yaitu mengumpulkan data-data sekunder, peninjauan lokasi
penelitian, finalisasi lokasi, penyusunan instrument penelitian.
3. Penelitian lapangan Tahap I: Mengumpulkan data tentang history Pertuni Kota
Medan (melihat modal sosial) terhadap kaitannya dengan keberadaan Pertuni Kota
Medan saat sekarang dalam upaya penguatan sosial ekonomi.
4. Penyusunan Laporan Awal: menganalisa data kualitatif dan melakukan laporan
awal.
5. Penelitian lapangan Tahap II: Menganalisa data tentang tentang Modal Sosial Pertuni
Kota Medan terhadap kaitannya dengan agenda awal pengimplementasian rencana
startegis penguatan ekonomi Pertuni Kota Medan.
6. Penyerahan laporan Akhir: penyusunan laporan akhir, melakukan seminar/diskusi
laporan akhir, perbaikan proposal dan penyerahan laporan akhir.
7. Penulisan dan penyerahan publikasi: penulisan publikasi hasil penelitian, penyerahan
publikasi ilmiah.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Pusat Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia) Kota
Medan, beralamat di Jalan Sampul No.32, Sei Putih, Kecamatan Medan Petisah, Sumatera
Utara.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan jawaban yang mendalam dari permasalahan yang dirumuskan dan
sejalan dengan manfaat penelitian yang diharapkan, peneliti berusaha mengumpulkan data
yang diperlukan untuk melakukan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Penelitian literature/kepustakaan, yaitu mempelajari literature, dokumen dan
laporan lain mengenai segala sesuatu yang terkait dengan penelitian yang
dilakukan, dengan mencari bahan-bahan berupa buku, jurnal, situs internet dan
sumber-sumber kepustakaan lainnya.
2. Penelitian dokumentasi berbagai fakta historis maupun aktual tentang Modal Sosial
Pertuni Kota Medan.
3. Wawancara/interview, yaitu pengumpulan data dengan jalan melakukan tanya
jawab dengan narasumber yang mengetahui permasalahan dengan obyek penelitian.
7
3.4 Teknik Analisis Data
Data yang relevan berdasarkan hasil seleksi dan klasifikasi kemudian disusun dan dirinci,
guna mendeskripsikan fenomena secara utuh dan tertata sehingga mudah dipahami. Setelah
data dideskripsikan, selanjutnya dilakukan analisis secara mendalam terhadap berbagai data
tersebut berdasarkan tingkat reabilitas dan validitas (Sotirios & Sarantakos, 2013). Sesuai
dengan disiplin ilmu Sosiologi, penelitian ini dituntut untuk mampu mendeskripsikan,
menjelaskan dan memberikan analisa yang tajam dan tepat terkait Modal Sosial yang ada di
dalam Pertuni Kota Medan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
4.1. Permasalahan Kehidupan Penyandang Tunanetra di Pertuni Kota Medan
Berbicara permasalahan kehidupan penyandang tunanetra di Indonesia sekarang ini
mungkin tak ada habis-habisnya. Kurangnya perhatian dari pemerintah dan adanya segala
bentuk diskriminasi yang dilakukan masyarakat dan pemerintah menjadi fokus utama
permasalahan penyandang disabilitas utamanya juga para penyandang disabilitas tuna netra.
Adanya berbagai organisasi masyarakat yang bergerak dan memfokuskan kerjanya kepada
pemberdayaan masyarakat disabilitas, belum banyak memberikan jalan yang signifikan untuk
kesejahteraan hidup para penyandang disabilitas terutama tuna netra. Tetapi, percayalah segala
sesuatu yang dicita-citakan itu tidak ada yang instant, semua butuh proses untuk mencapai citacita tersebut. Termasuk juga upaya-upaya yang dilakukan Persatuan Tunanetra Indonesia
(Pertuni) Kota Medan di dalam membantu memecahkan permasalahan dan meningkat taraf
kesejahteraan hidup para penyandang tuna netra di Kota Medan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti, diperoleh data bahwa seiring
berjalannya waktu sejak Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) kota Medan berdiri 20 Mei
1985 sampai sekarang ini sudah terdaftar anggota Pertuni kota Medan sebanyak 393 orang.
Belum lagi ditambah dengan anggota-anggota Pertuni yang tersebar di seluruh 17 Kabupaten/
Kota Provinsi Sumatera Utara yang mencapai 782 orang yang memiliki rentan usia 17-72
tahun. Dapat dilihat dengan berkembangnya anggota Pertuni di Sumatera Utara , juga semakin
berkembangnya banyak persoalan-persoalan permasalahan yang dihadapi Pertuni di dalam
memperjuangkan hak-hak tuna netra dan taraf kesejahteraan hidup tuna netra di Kota Medan.
Dari sumber informan yang peneliti wawancarai mengapa terjadi peningkatan yang
drastis bergabungnya para masyarakat penyandang disabilitas tuna netra di Kota Medan ke
dalam Pertuni ini lebih karena disebabkan oleh latar belakang ketidakmampuan ekonomi dan
terbatasnya wadah lapangan kerja yang ramah dan akses untuk para penyandang disabilitas
tuna netra di desa-desa. Sehingga hal ini yang mendorong mereka ini untuk hijrah ke kota
Medan dan bergabung dengan Pertuni sebagai wadah organisasi atas dasar persamaan nasib
dan profesi. Banyak para penyandang disabilitas tuna netra ini yang menggantung hidup
mereka di kota Medan dengan bekerja seadanya saja seperti berprofesi sebagai penjual kerupuk
dan pijat.
Dapat digambarkan bahwa tentunya profesi itu jika tidak ada back-up dan kepedulian
dari pemerintah dan masyarakat, bukan malah membantu mereka lepas dari jeratan kemiskinan
tetapi malah semakin menenggelamkan mereka ke dalam jeritan kemiskinan dan menambah
permasalahan pelik baru di Kota Medan tentunya. Hal ini diperkuat oleh wawancara peneliti
dengan salah satu pengurus Pertuni kota Medan yakni Bapak Hairul. Bapak Hairul mengatakan
bahwa selama ini tidak ada perhatian khusus dari pemerintah terkait dengan kepedulian atas
kesejahteraan dan pekerjaan para penyandang tuna netra di Kota Medan. Ia melihat bahwa
Pertuni jalan sendiri kesana-kemari menggalang dana ke Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dan stakeholder yang memang benar-benar peduli dengan mereka.
Peraturan daerah tentang difabel yang pernah digagas oleh pemerintah Kota Medan
dan Provinsi Sumatera Utara sejak tahun 2014 sampai saat ini belum ada realisasi dari tindak
lanjut perda tersebut. Hal inilah yang dikeluhkan oleh Pak Hairul dan kawan-kawan di Pertuni
Kota Medan. Bagi Pak Hairul yang menjadi kendala utama para penyandang disabilitas
tunanetra ini yang tergabung di dalam Pertuni ini adalah permasalahan ekonomi yang menjadi
kendala utama mengapa para penyandang disabilitas tuna netra sulit lepas dari cengkraman
kemiskinan.
Sedikitnya wadah pekerjaan/ profesi yang diperuntukkan khusus bagi para
penyandang disabilitas tuna netra menjadi pusat perhatian yang utama bagi Pertuni untuk bisa
menjadi jembatan antara masyarakat disabilitas di Kota Medan sebagai kaum inferior
perkotaan dan pemerintah serta masyarakat sebagai aktor superior yang memiliki kekuatan
9
modal dan power di dalam mempengaruhi kebijakan yang pro terhadap para penyandang
disabilitas tuna netra di Pertuni kota Medan. Tetapi, nyata hal itu sampai saat ini hanya sebagai
metafora dan hubungan yang dikotomis semata.
Permasalahan ekonomi dan bidang pekerjaan membuat para penyandang disabilitas
tuna netra di Kota Medan semakin termarginalkan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya
saingan-saingan panti pijat yang menawarkan pelayanan yang jauh lebih komplit dan mewah
daripada panti pijat yang dikelola para penyandang disabilitas tuna netra Pertuni di Kota
Medan. Menjamurnya panti pijat dan refleksi di pusat-pusat perbelanjaan seperti Mall,
membuat usaha panti pijat tuna netra semakin terpinnggirkan dan dipandang sebagai usaha
panti pijat yang menawarkan layanan prostitusi. Hal ini tentunya akan berdampak langsung
kepada pendapatan ekonomi para penyandang disabilitas tuna netra di Kota Medan yang kian
hari, kian memprihatinkan. Para penyandang disabilitas tuna netra yang tergabung di Pertuni
kota Medan kian hari semakin terasa sulit dan sulit untuk mengembangkan modal usaha panti
pijat mereka sendiri. Kemudian ditambah lagi dengan kebutuhan sehari-hari yang semakin
bertambah, menambah beban penderitaan para penyandang disabilitas tunanetra Pertuni Kota
Medan tentunya.
Gambar 1. Perlengkapan Modern Pijat di Pertuni Bantuan Dermawan
Jika mengacu pada teori budaya kemiskinan yang digagas oleh seorang antropolog
dari Amerika yakni Oscar Lewis, bahwa kaum miskin di perkotaan terutama di kota-kota
Amerika terjadi dualisme pertentangan definisi terhadap kaum miskin di Amerika. Sebagian
menilai bahwa kaum miskin itu baik, jujur, dan rendah hati. Namun, ada juga sebagian
anggapan masyarakat yang beranggapan bahwa kaum miskin itu kotor, kasar, dan jahat. Jika
melihat apa yang dikatakan Oscar Lewis tentang kemiskinan, apa yang terjadi selama ini
tentang anggapan orang penyandang disabilitas tuna netra di Pertuni sebagai sekelompok
10
masyarakat yang kotor, rendahan, kasar, dan lain sebagainya, hal ini tidak terbukti dan tidak
bisa menjadi indikator stigma kepada mereka para penyandang disabilitas tuna netra di Pertuni
Kota Medan. Adanya stigma negatif inilah yang tentu sekarang menjadi permasalahan bagi
para penyandang disabilitas tunanetra di Pertuni kota Medan.
Gambar 2. Stigma Tidak Menghalangi Untuk Berkreasi
Dengan seiring berjalannya waktu bahwa apa yang terjadi sekarang, justru sebaliknya
anggapan negatif dari masyarakat dan pemerintah yang memandang para penyandang
disabilitas itu sebagai masyarakat marginal di perkotaan sedang diupayakan untuk di dobrak
dengan berdirinya organisasi-organisasi masyarakat dan komunitas masyarakat yang peduli
dengan keberadaan dan kesejahteraan hidup para penyandang disabilitas salah satunya Pertuni
di Kota Medan.
Stigma negatif inilah yang coba di dobrak oleh Pertuni, bahwa anggapan masyarakat
tentang masyarakat disabilitas itu tidak seperti yang mereka bayangkan sebagai masyarakat
yang kotor, kasar, rendahan, jahat, dan lain sebagainya. Justru sebaliknya, adanya masyarakat
disabilitas tunanetra di Pertuni inilah yang bisa mendobrak stigma negatif itu. Cuma sekarang
yang menjadi persoalannya adalah kurangnya perlindungan dari pemerintah, kepedulian dari
pemerintah dan masyarakat, sehingga para penyandang disabilitas tuna netra yang tergabung
di Pertuni kota Medan, tidak memiliki banyak saluran untuk beraspirasi di masyarakat dan
kurangnya perlindungan dari pemerintah serta kebijakan-kebijakan pro terhadap mereka.
11
Gambar 3 : Belajar Bersama, Dari dan Untuk Mereka
Adanya permasalahan inilah yang kemudian membuat Pertuni harus mengambil
langkah cepat untuk membantu para penyandang disabilitas tuna netra menyelamatkan para
penyandang disabilitas tuna netra lepas dari jeratan kemiskinan yang semakin mendalam.
Maka, sebab itulah perlu adanya kerjasama yang lebih giat lagi yang dilakukan Pertuni dengan
pemerintah, LSM, dan stakeholder-stakeholder untuk mendukung rencana strategis (renstra)
mereka di dalam membantu meningkatkan kesejahteraan taraf hidup para penyandang
disabilitas tuna netra Pertuni di Kota Medan.
12
Gambar 4. Sambil Menunggu Peluang Ekonomi, Tetap Semangat Belajar
4.2. Penguatan Modal Sosial Difabel Pertuni Dalam Pengimplementasian Rencana
Strategis Penguatan Ekonomi Penyandang Difabel Tunanetra.
Modal sosial berperilaku persis seperti modal biasa yaitu, hal ini menyatakan suatu
bentuk investasi sumber daya melalui hubungan sosial dengan sebuah pengambilan yang
diharapkan di pangsa pasar. Maka dari itu, modal sosial terdiri atas sumber daya yang
ditanamkan di dalam suatu jaringan atau hubungan; hal itu dapat berupa kekayaan, kekuasaan,
dan reputasi, sertajaringan yang rumit dan luas yang ditanamkan melalui ikatan langsung dan
tidak langsung (Lin dalam Slamet, 2012:26).
Francis Fukuyama menjelaskan modal sosial sebagai adanya sekelompok nilai-nilai
atau norma-noma non formal tertentu yang dipahami bersama dikalangan anggota suatu
kelompok yang memungkinkan terjadinya kerjasama. Francis Fukuyama melangkah lebih jauh
lagi, mendefinisikan kepercayaan itu sendiri sebagai unsur dalam modal sosial: “Modal Sosial
adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan abadi di tengah-tengah masyarakat atau pada
bagian tertentu dari masyarakat tersebut” (Fukuyama dalam Field, 2010:102). Dalam hal
penelitian ini, konsep modal sosial berperan sebagai sumberdaya penyandang disabilitas tuna
netra baik itu pengurus dan anggota Pertuni di kota Medan untuk bisa lepas dari segala
pandangan negatif dan permasalahan ekonomi sosial penyandang disabilitas tuna netra di Kota
Medan. Adapun unsur-unsur modal sosial menurut Fukuyama ada tiga yakni Jaringan sosial,
Hubungan Kepercayaan, dan norma.
13
Gambar 5. Riang Mencoba Peralatan Pijat Yang Baru
Jika mengacu kepada unsur modal sosial yang dikatakan Francis Fukuyama yakni ada
tiga unsur (jaringan sosial, kepercayaan, dan norma), dapat ditemukan bagaimana penguatan
modal sosial yang dilakukan Pertuni kota Medan untuk menguatkan perekonomian
penyandang disabilitas tuna netra di Kota Medan dan menghapus stigma negatif masyarakat
terhadap para penyandang disabilitas tuna netra di Kota Medan. Hal ini dapat dilihat sebagai
berikut:
1.
Jaringan sosial (Social Network)
Modal sosial berperilaku persis seperti modal biasa yaitu, hal ini menyatakan suatu
bentuk investasi sumber daya melalui hubungan sosial dengan sebuah pengambilan yang
diharapkan di pangsa pasar. Maka dari itu, modal sosial terdiri atas sumber daya yang
ditanamkan di dalam suatu jaringan atau hubungan. Dalam penelitian ini modal sosial yang
terbentuk dari jaringan sosial para penyandang disabilitas Pertuni berasal dari berbagai macam
sumbangsih pemikiran dan bentuk kerjasama timbal balik antar individu agen/aktor para
penyandang disabilitas tuna netra Pertuni kota Medan dengan beberapa macam agen/aktor yang
berada di luar Pertuni. Hal ini dilakukan atas dasar memiliki tujuan bersama yakni untuk
melepaskan para penyandang disabilitas tuna netra di Kota Medan dari keterpurukan ekonomi
dengan cara mendukung program Pertuni tentang penguatan perekonomian para penyandang
disabilitas tuna netra di kota Medan.
Hal ini dapat dilihat dari kutipan wawancara peneliti dengan Pak Rubiman seorang
pengurus dari Pertuni Kota Medan terkait dengan hubungan jaringan sosial Pertuni dengan
beberapa komunitas lainnya di Kota Medan. Beliau mengatakan :
“hubungan dengan komunitas lainnya sangatlah baik dan bekerja sama dengan
bagus, tidak ada kecemburuan sosial. Selain itu hubungan personal antar ketua/
pengurus PERTUNI dengan komuniitas disabilitas lainnya di kota Medan
sangatlah baik, tidak ada konflik, dan saling membantu atau mendukung disetiap
kita mengadakan kegiatan seperti maulid nabi dan isra miraj. Dengan memasang
14
aplikasi software suara antara sesama tuna netra agar bisa menggunakan ponsel
seperti orang normal lainnya (Rubiman, 54 Tahun, Pengurus PERTUNI Kota
Medan)”.
Kemudian dari jaringan sosial itu berkembang menjadi sebuah kerjasama kolektif antara
Pertuni dan beberapa komunitas disabilitas lainnya di Kota Medan yang bertujuan untuk
advokasi dan penguatan ekonomi para penyandang disabilitas tuna netra baik di Pertuni maupun
disabilitas tuna netra secara umum di kota Medan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan wawancara
Pak Rubiman berikut ini:
“ kami pernah bersama-sama mengajukan perda disabilitas ke pemerintah baik
provinsi maupun kabupaten atau kota, dan mengadakan hari disabilitas
internasional disetiap tahunnya dengan bekerja sama dengan semua komunitas
disabilitas. Perkembangan pengajuan PERDA masih dalam proses untuk masuk
legislasi DPRD Sumut komisi E (Rubiman, 54 Tahun, Pengurus PERTUNI Kota
Medan)”.”.
Adapun bentuk kerjasama dari jaringan sosial Pertuni dan komunitas disabilitas
lainnya untuk penguatan ekonomi penyandang disabilitas tuna netra di kota Medan. Dapat
dilihat sebagai berikut:
“membuka lapangan kerja berbentuk usaha panti pijat dan memperkerjakan
anggoat di panti pijat, dan usaha dagang kerupuk untuk menampung anggota
PERTUNI yang mau berdagang. Kemudian mengadakan pelatihan pijat dan
pelatihan komputer bicara,serta keterampilan lainnya (Rubiman, 54 Tahun,
Pengurus PERTUNI Kota Medan)”.
“pertama mengoptimalkan iuran anggota, kedua, menawarkan program-program
terhadap pemerintah maupun masyarakat tentang pengembangan perekonomian
khususnya bagi kaum disabilitas tuna netra. Menjualkan produk alat-alat rumah
tangga, contohnya lemari es, magic com, tempat tidur, kursi, dan lemari pakaian
(Syahrial Napitupulu, 49 tahun, Sekretaris PERTUNI kota Medan)”.
Selain mengadakan beberapa kerjasama dan kegiatan diatas, Pak Syahrial Napitulu
juga menjelaskan bahwa tindakan nyata yang dilakukan Pertuni dengan komunitas disabilitas
lainnya di Kota Medan untuk penguatan ekonomi melalui peran modal sosial yakni dengan
dibentuknya koperasi bersama. Hal ini terlihat dari penuturan beliau di dalam kutipan
wawancara sebagai berikut ini:
“Pertuni saat ini memiliki unit koperasi yang anggotanya terdiri dari disabilitas
tuna netra semua, dengan demikian pengembangan perekonomian tampak lebih
nyata terbantu (Syahrial Napitulu, 49 Tahun, Sekretaris Pertuni kota Medan)”.
Dari kutipan wawancara diatas dapat diambil benang lurus bahwa sejauh ini Pertuni
Kota Medan masih tengah berupaya meningkatan penguatan ekonomi para penyandang
disabilitas tuna netra di Pertuni dengan membangunan modal sosial melalui jaringan/relasi
sosial dengan komunitas disabilitas lainnya di kota Medan dengan cara melakukan berbagai
kerja sama dibidang penguatan ekonomi dan advokasi. Hal ini tentunya sejalan dengan apa
yang dimaksud jaringan sosial yang disampaikan oleh Fukuyama yakni unsur modal sosial
yang berperilaku persis seperti modal biasa yaitu, suatu bentuk investasi sumber daya melalui
hubungan sosial dengan sebuah pengambilan yang diharapkan.
2.
Kepercayaan (Trust)
15
Modal sosial merupakan kepercayaan yang bisa di dapatkan melalui hubungan vertikal
dan horizontal. Kepercayaan (trust) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil dalam
hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan
sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang
saling mendukung. Terbentuknya jaringan sosial (social network) dalam suatu hubungan
individu ataupun kelompok dapat menghasilkan hubungan kepercayaan yang bermuara pada
terciptanya sumber daya di dalam hubungan antar individu atau kelompok tersebut (Field,
2005:16).
Adapun hubungan kepercayaan (trust) yang terlihat dari kerjasama antara Pertuni dan
komunitas lainnya terkait dengan penguatan ekonomi para penyandang disabilitas tuna netra
di kota Medan, dapat dilihat dari pola komunikasi yang bersimultan dan bersifat kontinu
diantara aktor-aktor yang bekerja sama yakni Pertuni dan komunitas lainnya yang peduli
dengan ekonomi disabilitas tuna netra di Kota Medan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan
wawancara peneliti dengan Bapak Syahrial Napitupulu sebagai berikut ini :
“ komunikasi yang lakukan saat ini dijalankan secara konkrit, lancar dan akurat.
Pengurus sering mengadakan kegiatan sambung rasa antar anggota untuk
menyampaikan aspirasi anggota yang akan diperjuangkan Pertuni. Tunanetra
tetap melakukan komunikasi baik secara online maupun tatap muka, datang ke
rumah temannya masing-masing. Hubungan kepercayaan kami terhadap
kerjasama ini dikarenakan adanya kecocokan komunikasi terhadap anggotaanggota serta adanya pemahaman tentang sifat, kelebihan dan kekurangan
masing-masing (Syahrial Napitupulu, 49 Tahun, Sekretaris Pertuni Kota
Medan)”.
Selain itu, Pak Rubiman menjelaskan hubungan kepercayaan (trust) yang terbangun
diatas kerjasama antara Pertuni dengan komunitas lainnya terkait dengan pengembangan
ekonomi para penyandang disabilitas di Kota Medan sangatlah positif. Meskipun ia
menuturkan bahwa kerjasama ini berkembang masih pada ruang lingkup antar komunitas
disabilitas di Kota Medan, belum merambah sampai pada ranah kerjasama bantuan dari CSR
baik BUMN atau BUMD. Hal ini dapat dilihat dari penuturan wawancara Pak Rubiman
berikut ini:
“ positif, bekerja sama dengan para donatur dan UKM untuk membantu kemajuan
Pertuni. Sejak lahirnya koperasi Pertuni belum ada yang menerima bantuan dari
CSR baik BUMN maupun BUMD (Rubiman, 54 Tahun, Pengurus Pertuni Kota
Medan)”.
Dari penjelasan beberapa narasumber diatas terkait dengan hubungan kepercayaan
(trust) atas kerjasama yang dilakukan Pertuni dengan komunitas lainnya di Kota Medan terkait
dengan penguatan ekonomi disabilitas tuna netra di kota Medan dapat dikatakan berjalan
secara positif dan saling mempercayai satu sama lain. Dikarenakan adanya hubungan
kepercayaan yang terbangun baik, maka sampai saat ini bisa dikatakan kerjasama-kerjasama
yang dilakukan Pertuni dengan komunitas lainnya berkembang ke arah yang baik dan tidak
berjalan ditempat. Hal ini tentunya akan bermuara kepada lancarnya program-program
rencana strategis Pertuni di dalam membantu menguatkan perekonomian tuna netra di Kota
Medan.
16
Gambar 6. Apa Daya, Demi Kehidupan, Menjadi Penjual Kerupuk Keliling
3.
Norma (Norms)
Norma (norms) adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh
anggota masyakat pada suatu entititas sosial tertentu. Menurut Fukuyama (2002) norma
merupakan bagian dari modal sosial yang terbentuk tidak diciptakan oleh birokrat atau
pemerintah. Norma dapat dibentuk melalui tradisi, sejarah, tokoh kharismatik yang
membangun sesuatu tata cara perilaku seseorang di dalam kelompok masyarakat, kemudian di
dalamnya kemudian akan timbul modal sosial yang secara spontan dalam kerangka
menentukan tata aturan yang dapat mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok.
Berbicara tentang modal sosial seperti yang diungkapkan oleh konsep modal sosial
Francis Fukuyama, tak adil rasanya jika tidak membahas norma (norms) sebagai salah satu
bagian unsur pembentuk modal sosial agen/individu baik itu dalam hubungan individu maupun
kelompok. Sekali ditekan bahwa Fukuyama, mendasari bahwa pembentuk terciptanya modal
sosial individu ataupun kelompok tentunya didasari oleh tiga elemen dasar yakni jaringan
sosial (social network), hubungan kepercayaan (trust), dan norma (norms).
17
Gambar 7. Pertemuan Pengurus Dengan Anggota
Terkait norma-norma yang berlaku di atas kerjasama yang dilakukan Pertuni dengan
komunitas disabilitas lainnya di Kota Medan, ada beberapa norma yang harus ditaati oleh setiap
pengurus atau anggota komunitas termasuk Pertuni dan komunitas lainnya yang terlibat
kerjasama dengan Pertuni. Hal ini dapat dilihat dari yang tuturkan oleh Pak Rubiman sebagai
berikut:
“ Pertuni tetap menjaga hubungan kerjasama ataupun peraturan organisasi
masing-masing, tidak saling menganggu program kerja masing-masing
organisasi. Kemudian untuk bisa saling berbagi ilmu antara satu dengan yang
lain. Hal ini tentunya harus didasarkan pada alasan atas persamaan nasib tuna
netra itu sendiri (Rubiman, 54 Tahun, Pengurus Pertuni Kota Medan)”
Dari penuturan Pak Rubiman diatas dapat dilihat bahwa Pertuni menjunjung tinggi
norma-norma yang telah disepakati bersama-sama dengan komunitas lainnya. antar komunitas
tidak boleh saling mengganggu dan merusak hubungan rumah tangga komunitas masingmasing. Untuk tetap patuh dengan segala peraturan dan norma yang telah disepakati atas dasar
kerjasama yang dilakukan kedua belah pihak dalam hal ini tentunya kerjasama dalam
penguatan ekonomi penyandang disabilitas tuna netra di kota Medan.
Adanya norma ini sebagai struktur kolektif aktor-aktor yang terlibat kerjasama timbal
balik. Hal ini sejalan dengan definisi norma itu sendiri yakni Norma (norms) adalah
sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyakat pada suatu
entititas sosial tertentu. Menurut Fukuyama (2002) norma merupakan bagian dari modal
sosial yang terbentuk tidak diciptakan oleh birokrat atau pemerintah. Norma dapat dibentuk
melalui tradisi, sejarah, tokoh kharismatik yang membangun sesuatu tata cara perilaku
seseorang di dalam kelompok masyarakat, kemudian di dalamnya kemudian akan timbul
modal sosial yang secara spontan dalam kerangka menentukan tata aturan yang dapat
mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok.
18
Tabel 2: Analisis Matriks Modal Sosial
Unsur Modal
Sosial
Kepercayaan
(Trust)
Jaringan
(Networking)
Norma (Norms)
Temuan Data Penelitan
Hubungan kepercayaan yang timbul dari kerja sama penguatan
ekonomi ini sangat positif. Hubungan ini dapat dilihat dari pola
komunikasi yang simultan dan bersifat kontinu diantara aktor-aktor
yang bekerja sama yakni Pertuni dan komunitas lainnya yang peduli
dengan ekonomi disabilitas tuna netra di Kota Medan. Dikarenakan
adanya hubungan kepercayaan yang terbangun baik, maka sampai
saat ini bisa dikatakan kerjasama-kerjasama yang dilakukan Pertuni
dengan komunitas lainnya berkembang ke arah yang baik dan tidak
berjalan ditempat.
Pertuni Kota Medan masih tengah berupaya meningkatan penguatan
ekonomi para penyandang disabilitas tuna netra di Pertuni dengan
membangunan modal sosial melalui jaringan/relasi sosial dengan
komunitas disabilitas lainnya di kota Medan dengan cara melakukan
berbagai kerja sama dibidang penguatan ekonomi dan advokasi.
Kerjasama penguatan ekonomi dapat dilhat seperti pelatihan
keterampilan, pelatihan komputer, pembentukkan koperasi bersama,
penjualan produk alat-alat rumah tangga, membuka lapangan kerja
usaha panti pijat, dan lain sebagainya.
Sedangkan dibidang advokasi yakni terlibat proses advokasi tentang
pengajuan Peraturan Daerah tentang Penyandang Disabilitas di
Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Dibidang sosial adalah
mengadakan acara dalam perayaan hari disabilitas internasional,
arisan, mengadakan kegiatan dalam perayaan Hari Besar Agama.
Pertuni menjunjung tinggi norma-norma yang telah disepakati
bersama-sama dengan komunitas lainnya. Dilarang saling
mengganggu atau ikut campur dalam hubungan internal komunitas
masing-masing. Untuk tetap patuh dengan segala peraturan dan
norma yang telah disepakati atas dasar kerjasama yang dilakukan oleh
pihak yang terlibat kerjasama dalam penguatan ekonomi penyandang
disabilitas tuna netra di kota Medan.
Sumber: Data Primer Peneliti (2020)
19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
1. Kota Medan sebagai pusat perekonomian menyediakan peluang lapangan pekerjaan
bagi Penyandang Disabilitas tunanetra seperti pijat, hiburan dan jual kerupuk ataupun
menjadi pengemis di sisi lain Pemerintahan Kota Medan masih belum optimal
memberikan perhatiannya, yang salah satu diharapkan adalah dengan menerbitkan
Peraturan Daerah guna mengakomodir amanah UU 8/2016 tentang Penyandang
Disabilitas.
2. Pertuni Kota Medan sebagai lembaga bentukan Pemerintah menjadi wadah penting
bagi Tunanetra di Sumatera Utara, Pertuni menghubungkan anggotanya dengan
berbagai kelompok masyarakat dalam hal pemecahan persoalan sosial dan ekonomi
mereka selain itu Pertuni juga menjadi tempat pengaduan bagi anggotanya yang tak
jarang dijauhkan, diasingkan bahkan ditelantarkan anggota keluarganya.
3. Kepercayaan, Norma dan Jaringan yang merupakan unsur unsur modal sosial menjadi
temuan penting dalam penelitian ini, dengan dimilikinya ketiga unsur modal sosial
tersebut diharapkan
dapat mendukung pengimplementasian rencana strategis
penguatan ekonomi Pertuni Kota Medan.
4. Penyandang Disabilitas sebagai sebuah kelompok sosial belum mendapatkan perhatian
yang layak dan berada pada posisi yang terpinggirkan dalam dinamika sosial dan
ekonomi, meskipun demikian Penyandang Disabilitas memiliki modal sosial berupa
kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat dipakai untuk berbagai kegiatan
penguatan ekonomi.
Saran :
Pemerintah dan unsur masyarakat agar dapat membangun inklusi sosial yang bisa membangun
suatu peradaban baru yang lebih ramah pada seluruh elemen termasuk Penyandang Disabilitas,
sekaitan dengan hal ini maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian lanjutan yang
berfokus pada fokus membangun inklusi sosial.
20
DAFTAR PUSTAKA
Asmi,Suryani E, 2016. Gerakan Sosial Pertuni Surabaya Memperjuangkan Hak Tunanetra
Sebagai Warga Negara. Program Magister Sosiologi FISIP Universitas Airlangga,
Surabaya.
Demartoto, Argyo, 2005. Menyibak Sensitivitas Gender Dalam Keluarga Difabel. Sebelas
Maret University Press: Surakarta.
Field, John, 2010. Modal Sosial. Kreasi Wacana: Bantul.
Fukuyama, F. 2010. Trust: Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Penerbit Qalam:
Yogjakarta.
Hidir, Achmad, 2002.Metode Etnografi, Pusbangdik Universitas Riau.
Malik, Rahman, 2015. Tindakan Sosial Organisasi IKMR (Ikatan Keluarga Minang Riau)
Dalam Pemilukada Provinsi Riau. Jurnal JMSos Universitas Brawijaya, Malang.
Malik, Rahman, 2019. Relasi Antara Agen dan Struktur Berbasis Modal Sosial Komunitas
Difabel (Studi Kasus Pada Penyandang Disabilitas Tuna Netra Komunitas Linkar Sosial Kota
Malang), Malang. (Karya ilmiah tidak di terbitkan).
Malik, Rahman, 2019. Perlawanan Masyarakat Minoritas Dalam Perencanaan Pembangunan
Perkotaan. Jurnal Simulacra Universitas Trunojoyo, Madura.
Slamet, Yulius, 2012. Modal Sosial dan Kemiskinan , UNS Press: Surakarta
Thohari, Slamet, 2014. Pandangan Disabilitas dan Aksesibilitas Fasiltas Publik bagi
Penyandang Disabilitas di Kota Malang. Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya,
Malang.
Widinarsih (2019) http://jurnalkesos.ui.ac.id/index.php/jiks/article/view/239
Widiyantono, Didik http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/27909
21
Download