Uploaded by User92354

BAB II GEOLOGI REGIONAL

advertisement
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
2.1 Geografis
Pulau Buton yang terdapat di kawasan timur Indonesia terletak di batas
bagian barat Laut Banda, Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografis, Pulau
Buton terletak diantara garis lintang 04° 20’ - 05° 45’ S, dan garis bujur 122° 00’ 123° 30’ E (Gambar 2.1). Pulau Buton terkenal dengan kekayaan aspalnya yang
melimpah
serta
ditemukan
juga
banyak
rembesan
minyak,
sehingga
mengindikasikan adanya hidrokarbon yang sudah matang di daerah ini. Panjang
pulau ini sekitar 155 km dan lebarnya berkisar antara 15 - 60 km. Secara
administratif, Buton dibagi menjadi tiga provinsi yaitu Buton Selatan, Buton
Tengah dan Buton Utara. Buton Selatan merupakan lembah dan bukit berarah
timur-laut dan memilki topografi karst. Buton Tengah didominasi oleh deretan
pegunungan berarah utara, dan sepanjang pantai barat berelief rendah dengan arah
timur-laut dan tanjung-tanjung yang dikontrol struktur. Provinsi Utara didominasi
oleh pegunungan pantai berbentuk tapal kuda miring ke arah selatan kedalam
rawa bakau Cekungan Lambale. Arah umum pegunungan tersebut adalah
baratlaut – tenggara. Lokasi penelitian terletak di daerah Buton Selatan tepatnya
di cekungan Bulu / Lasalimu.
6
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Gambar 2.1. Lokasi penelitian.
2.2 Fisiografi Regional
Fisiografi Pulau Buton menjadi tiga zona (Davidson, 1991), yaitu :
1. Zona Selatan
2. Zona Tengah, dan
7
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
3. Zona Utara
Zona Selatan terdiri dari lembah dan punggungan berarah timur laut,
kemudian ditandai dengan berkembangnya hamparan daerah koral dan
memperlihatkan topografi karst.
Zona Tengah didominasi oleh wilayah yang luas, barisan pegunungan
yang berarah utara, dan di daerah sepanjang pesisir pantai barat memperlihatkan
daerah dengan relief rendah dan dikontrol oleh struktur berupa semenanjung.
Zona Utara didominasi oleh lingkaran pegunungan berbentuk tapal kuda
yang drainasenya mengalir ke arah selatan yaitu menuju rawa bakau pada
Cekungan Lambele (Gambar 2.2).
Gambar 2.2. Pembagian zona fisiografi P. Buton (Davidson, 1991).
8
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Daerah penelitian masuk kedalam Zona Buton Selatan dan berada
pada cekungan Bulu/Lasalimu. Topografi yang berbukit-bukit dan
munculnya Pegunungan Kapantoreh dengan litologi ofiolit pada Zona
Buton Selatan mengindikasikan adanya proses kolisi yang terjadi serta
adanya kemungkinan pembentukan pola struktur sesar anjak di daerah ini.
2.3 Stratigrafi Regional
Stratigrafi regional pulau Buton menurut Davidson (1991) dibagi menjadi
empat fase peristiwa tektonik/sedimentologi yaitu sedimentasi ”Pre-Rift”,
sedimentasi ”Rift-Drift”, sedimentasi ”Syn- and Post-Orogenic”, dan sedimentasi
”Recent Orogenic” (Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Kolom stratigrafi regional (modifikasi dari Davidson (1991)).
9
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.3.1 Sedimentasi ”Pre-Rift”
Buton. Sedimentasi ”Pre-Rift” (Davidson, 1991) mencakup batuan
metamorfik Doole berumur awal Trias, Formasi Winto berumur Trias Tengah,
dan Formasi Ogena berumur Jura Akhir (?).
2.3.1.1 Formasi Doole
Stratigrafi Buton dimulai dari batuan paling tua dari Formasi Doole yang
terdiri dari batupasir, batulanau, batusabak dan filit yang berasal dari erosi batuan
granit dan metamorf (Tanjung dkk., 2007). Formasi Winto berumur Trias berada
diatas Formasi Doole yang terdiri dari sedimen klastik, terutama serpih. Diatas
Formasi Winto diendapkan Formasi Ogena berumur Jura Akhir yang terdiri dari
endapan serpih dan karbonat laut dalam. Serpih dari Formasi Winto dan Ogena
mengandung banyak material organik, yang dapat dijadikan sebagai sumber
hidrokarbon.
2.3.1.2 Formasi Winto
Formasi Winto terdiri dari batulempung, serpih, batupasir litik,
konglomerat, dan batugamping mikrit kristalin berukuran halus. Umur dari
Formasi ini diperkirakan mulai dari Trias Tengah–Trias Akhir (Tanjung dkk.,
2007).
2.3.1.3 Formasi Ogena
Secara stratigrafi batuan Formasi Winto ditutupi oleh Formasi Ogena.
Kontaknya diperkirakan selaras pada sumur Sampolakosa-1S (Davidson, 1991).
Litologinya terdiri dari batugamping kalsilutit berlapis baik dan interkalasi serpih
tipis. Formasi Ogena berumur Jura Awal dan merupakan endapan laut dalam.
10
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.3.2 Sedimentasi ”Rift-Drift”
Sedimentasi ”Rift-Drift” (Davidson, 1991) mencakup Formasi Rumu
berumur Jura Akhir, Formasi Tobelo berumur Kapur hingga Oligosen, dan
batugamping alas Formasi Tondo berumur Miosen. Karbonat laut dalam
mendominasi sikuen ini. Formasi Tobelo yang berumur Kapur atas terdiri dari
batugamping kalsilutit laut dalam dan rijang merah yang kadang hadir sebagai
sisipan maupun nodul..
2.3.2.1 Formasi Rumu
Di Buton Selatan, Formasi Rumu diinterpretasikan mengendap tidak
selaras diatas Formasi Ogena (Tanjung dkk., 2007). Formasi ini terdiri dari tiga
litologi yang berbeda, yaitu kalsilutit berwarna merah muda yang mengandung
rijang, batulempung abu-abu pucat yang mengandung belemnites dan skeletal
wackestones. Hal ini menunjukkan bahwa Formasi Rumu diendapkan pada
lingkungan laut dangkal. Di Buton Utara, Formasi Rumu tidak dijumpai,
kemungkinannya penyebaran Formasi ini terbatas atau merupakan fasies yang
ekivalen dengan suksesi dari Formasi Ogena.
2.3.2.2 Formasi Tobelo
Formasi termuda pada sekuen sedimen Pra-Neogen ialah Formasi Tobelo.
Umur batuannya diperkirakan dari Kapur Bawah sampai Oligosen (Davidson,
1991). Litologinya berupa batugamping masif atau berlapis dengan lensa-lensa
atau nodul rijang. Batugampingnya mikritik, terekristalisasi, sangat banyak uraturat kalsit dan stilolit. Conto batuan yang diambil untuk analisis paleontologi
tidak mengandung fauna, kemungkinan akibat telah terjadinya rekristalisasi.
Kemungkinan Formasi Tobelo diendapkan pada lingkungan Neritik–Batial
(Davidson, 1991).
11
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.3.2.3 Anggota Batugamping Formasi Tondo
Anggota batugamping dari Formasi Tondo terdiri dari batugamping masif
dan batugamping mikrit yang diendapkan pada lingkungan neritik luar (Tanjung
dkk., 2007). Anggota batugamping dari Formasi Tondo ini sangat jarang
ditemukan pada daerah Buton Selatan.
2.3.3 Sedimentasi “Syn” dan “Post Orogenik”
Sedimen Syn-Orogenic dan Post-Orogenic terjadi pada Formasi Miosen
Tondo dan Formasi Pliosen Sampolakosa. Klastik Tondo berasal dari erosi lapisan
Pra-Miosen selama tumbukan Buton dan Muna/Sulawesi Tenggara yang terjadi
pada Miosen Awal-Tengah. Fasies klastik kasar diinterpretasikan sebagai turbidit
distal, dan diatasnya diendapkan fasies klastik halus secara selaras. Litologi yang
dominan adalah konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung, dan napal.
2.3.3.1 Formasi Tondo
Kelompok Tondo dapat dibagi menjadi dua fasies dominan (Tanjung dkk.,
2007), yaitu fasies klastik kasar dan fasies klastik halus. Fasies klastik kasar
Formasi Tondo diendapkan tidak selaras di atas Anggota Batugamping Formasi
Tondo (Tanjung dkk., 2007). Fasies klastik kasar ini terdiri dari konglomerat dan
batupasir litik. Batugamping dan rijang banyak ditemukan sebagai fragmen pada
konglomerat maupun batupasir litik.
Fasies klastik kasar Formasi Tondo terdiri dari konglomerat dan batupasir
litik berbutir medium sampai kasar. Fasies ini di interpretasi sebagai himpunan
kipas turbidit laut dalam yang fragmennya berasal dari erosi batuan yang lebih tua
yaitu sedimen Pra-Neogen dan batuan ofiolit. Di Buton Selatan, sekuen tersebut
diperkirakan memiliki kisaran umur dari Miosen Awal (N3/N4) sampai awal
Miosen Akhir (N15/N16) (Davidson, 1991). Fasies klastik halus Formasi Tondo
di interpretasi sebagai endapan turbidit distal. Litologi dominannya berupa
batulempung, batulanau dan batupasir. Semua sedimen ini berlaminasi tipis dan
mengandung lapisan tipis karbonan serta hancuran tumbuhan. Batupasirnya
berbutir halus dan tersemen baik dengan kalsit ataupun dolomit. Foraminifera
12
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
planktonik sangat banyak ditemukan dan menunjukkan suatu pendalaman gradual
selama pengendapan di neritik luar sampai batial atas pada Miosen Akhir
(Davidson, 1991).
2.3.3.2 Formasi Sampolakosa
Formasi Sampolakosa terdiri dari napal dan batugamping kalkarenit.
Formasi ini memiliki kisaran umur dari Miosen Akhir sampai Pliosen Akhir
(Tanjung dkk., 2007). Litologi dari formasi ini terdiri dari napal, batugamping
kalkarenit, dan batugamping terumbu. Kontak dengan Formasi Tondo berupa
ketidakselarasan (Tanjung dkk., 2007). Napal dari formasi ini diinterpretasikan
terendapkan
pada
lingkungan
laut
dalam,
namun
lapisan
kalkarenit
memperlihatkan lingkungan pengendapan laut dangkal (Tanjung dkk., 2007).
2.3.4 Sedimentasi “Recent Orogenic”
2.3.4.1 Formasi Wapulaka
Formasi Wapulaka berumur Pliosen Akhir-Pleistosen (Tanjung dkk.,
2007) dan terdiri dari batugamping bioklastik yang terkarstifikasi intensif,
tersementasi buruk, dan sering membentuk teras-teras. Formasi ini diendapkan
pada lingkungan neritik dalam (Tanjung dkk., 2007).
2.3.5 Ofiolit
Singkapan terbesar batuan ofiolit ini terdapat di perbukitan Kapantoreh
Buton Selatan. Batuannya terutama berupa serpentinit, gabro dan dolerit. Dan
keberadaannya diatas sekuen Pra-Neogen diinterpretasi akibat proses tektonik
yang terjadi pada saat terjadi kolisi. Batuan ofiolit yang dianalisa menggunakan
Radiometri diperkirakan memiliki rentang umur 7.88 jtl. sampai 2.27 jtl.
(Davidson, 1991).
2.4 Tektonik Regional
Buton dianggap sebagai suatu pecahan dari benua Australia-New Guinea
sama halnya dengan busur kepulauan Banda lainnya (Gambar 2.4). Anggapan ini
diperoleh dari adanya kesamaan pada kandungan fosil yang berumur Mesozoik,
13
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
stratigrafi sebelum terjadi pemisahan, dan waktu pemisahan dengan busur
kepulauan Banda lainnya.
Gambar 2.4 Busur Kepulauan Banda yang merupakan fragmen dari Australia (Daly dkk., 1987).
Sejarah tektonik dan stratigrafi dari kebanyakan pulau di busur Banda
dicirikan oleh beberapa kejadian yang sama. Ini termasuk peristiwa pre-rift
dengan pengendapan sedimen kontinen pada half graben, peristiwa rifting yang
dicirikan oleh uplift, erosi, dan vulkanisme yang terlokalisir, peristiwa drifting
yang dicirikan oleh penurunan dan pengendapan sedimen laut, dan peristiwa
tumbukan Neogen.
Pada awalnya Buton dipercaya terdiri dari 2 buah lempeng mikro-kontinen
yang terpisah. Lempeng pertama mencakup bagian timur Pulau Buton dan Pulau
14
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Tukang Besi dan lempeng kedua mencakup bagian barat Pulau Buton dan Pulau
Muna (Hamilton, 1979 op.cit Davidson, 1991). Namun dengan data geologi dan
geofisika terbaru, dipercaya daerah Buton terdiri dari 3 buah lempeng mikrokontinen yang terdiri dari Pulau Buton, Muna/SE Sulawesi, dan Tukang Besi,
yang terlibat dalam suatu tumbukan ganda.
Sejarah tektonik dan stratigrafi di Pulau Buton kurang lebih sama dengan
busur kepulauan Banda lainnya. Menurut Davidson (1991), Pulau Buton
dipengaruhi oleh 4 peristiwa tektonik (Gambar 2.3), yaitu:
1.
Masa pre-rift pada Permian sampai Akhir Trias ketika Pulau Buton masih
menjadi bagian dari Australia
2.
Masa rift-drift ketika Pulau Buton mulai memisahkan diri dari Australia
dan menuju timurlaut pada Trias Akhir sampai Oligosen .
3.
Masa deformasi. pembentukan cekungan dan pengisian cekungan (synpost orogenic) pada Miosen Awal sampai Pliosen yang diawali dengan
tumbukan Pulau Buton dengan Pulau Muna (Sulawesi Tenggara)
4.
Masa deformasi yang lebih muda (recent orogenic) pada Pliosen sampai
sekarang yang dimulai dengan Tumbukan Pulau Buton dengan Pulau
Tukangbesi.
Efek tumbukan Pulau Buton – Muna/Sulawesi Tenggara terekam pertama
kali di selatan Buton pada Miosen Awal (N3) dimana sikuen sesar anjakan dan
lipatan terbentuk. Klastik Syn-Orogenic diendapkan pada cekungan Neogen
sebagai akibat dari sesar anjakan berarah timur dan erosi dari pengangkatan
lapisan yang berumur Trias hingga Oligosen. Subduksi, kompresi, dan deformasi
berlanjut hingga Miosen Tengah (N11) di bagian selatan. Hal ini mengakibatkan
pengangkatan, erosi klastik Syn-Orogenic Miosen Awal, dan pembentukan
ketidakselarasan regional. Tumbukan Buton-Muna/Sulawesi Tenggara tidak
mempengaruhi Buton utara hingga Miosen Tengah (Davidson, 1991).
15
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Gambar 2.3. Model rekonstruksi Tektonik Lempeng di Pulau Buton (Nolan, 1989 op.cit.
Davidson, 1991).
Kompresi regional maksimum, sesar anjakan, dan pengangkatan di Buton
terjadi pada Miosen Tengah. Kompresi dari tumbukan Buton-Muna/Sulawesi
Tenggara berlanjut hingga Miosen Akhir tetapi sudah tidak intensif. Kompresi
tersebut mengakibatkan pengaktifan kembali sesar minor pada sesar anjakan yang
curam dan pengendapan klastik berbutir sedang di cekungan Neogen. Perubahan
arah struktur dan deformasi yang signifikan terjadi sekitar 5 jtl. Perubahan ini
menghubungkan
penghambatan
zona
subduksi
awal,
akresi
Buton
ke
Muna/Sulawesi Tenggara, dan pergeseran zona subduksi ke arah timur antara
Pulau Buton dan Tukangbesi. Efek awal dari tumbukan mikrokontinen ButonTukangbesi terekam pada umur Pliosen Akhir. Tumbukan oblique
dari dua
mikrokontinen mengakibatkan pergerakan strike-slip dan dip-slip pada sesar yang
curam ditandai dengan adanya pengangkatan dan penunjaman yang terlokalisir
16
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
(Davidson, 1991). Kompresi oblique dan asosiasinya dengan strike-slip tetap
berlanjut hingga sekarang.
2.4.1 Buton Selatan (Cekungan Bulu/Lasalimu)
Model cekungan berupa satu seri linier, cekungan-cekungan sedimen yang
berkembang antara puncak sesar batuan Pra-Neogen selama tumbukan pulaupulau Buton dan Muna Miosen Awal - Akhir (Gambar 2.4). Erosi pada puncak
sesar naik mengakibatkan pengisian cekungan-cekungan terutama oleh detritus
klastik. Umur batuan yang mengisi cekungan-cekungan tersebut dimulai dari
Miosen Awal–Pliosen Akhir (Davidson, 1991).
Di Buton Selatan, cekungan-cekungan Neogen linier memiliki arah
timurlaut – baratdaya dan dibatasi sisi-sisi baratlaut dan tenggaranya oleh batuan
yang lebih tua. Dua buah cekungan Neogen yang besar terdapat di Buton Selatan,
yaitu Cekungan Selat Buton yang terletak jauh di pantai barat Buton memanjang
di bawah selat sempit yang memisahkan pulau-pulau Buton dan Muna (Gambar
2.4). Dan yang kedua ialah Cekungan Bulu/Lasalimu di Buton Tenggara.
17
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Gambar 2.4. Penyebaran Cekungan di Pulau Buton (modifikasi dari Davidson, 1991).
2.4.2 Buton Utara (Cekungan Lambale)
Sepanjang sisi barat Pulau Buton merupakan jalur linier perbukitan
memanjang dari bagian tengah sampai utara pulau. Perbukitan ini terdiri dari
batuan karbonat dan ofiolit Pra-Neogen serta sekuen Neogen yang tipis diatasnya.
Ke arah ujung utara pulau perbukitan ini membelok ke arah timur dan membentuk
Pegunungan Tobelo. Pada pegunungan Tobelo terdapat beberapa puncak tertinggi
di pulau (1.140 m) dan tempat tersingkapnya batuan Pra-Neogen yang terdiri dari
Formasi Winto, Ogena dan Tobelo. Sedangkan di arah timur, pegunungan Tobelo
membelok ke arah selatan ke arah Tanjung Ereke. Disini, pegunungan tersebut
disusun terutama oleh batugamping Tondo. Akan tetapi di pantai timur, ada
18
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
sebuah bukit berketinggian lebih dari 815 m terdiri dari Kelompok Metamorfik
Doole. Pegunungan yang dibahas diatas membentuk rantai menerus dengan
cekungan tertutup berbentuk tapal kuda (Cekungan Lambale) di bagian tengah
daerah tersebut. Pola aliran sungai saat ini mengalir kedalam cekungan ini.
19
Download