MAKALAH “ASUHAN KEBIDANAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB” Disusun Oleh : KELOMPOK _8 Kartika Mokoagow Hesti Mawarti Vonne C. Sinengkeian Nolvian PROGRAM STUDI D-IV ALIH JENJANG KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES MANADO 2020/2021 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat-Nya, sehingga kelompok 8 (Delapan) dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Asuhan Kebidanan Kesehatan Reproduksi dan Keluarga berencana”. Semoga makalah ini dapat di pergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami serta mengetahui sejarah, perkembangan dan organisasi KB di Indonesia. Harapan kami, makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan bagi para pembaca sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya lebih baik. Oleh karena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Kotamobagu , 31 Januari 2021 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………..…………………………………….…… DAFTAR ISI………………………..…………………………………………….. BAB I PENDAHULUAN…………………...……………….……………………… A. Latar Belakang……………….……………….……….…………………. B. Rumusan Masalah………………………...……...………………………. C. Tujuan…………………………...……………………………….………. BAB II PEMBAHASAN….…………………………………………………….……. A. Sejarah KB di Indonesia…………………………..……………………… B. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan KB di Indonesia….. C. Organisasi - Organisasi KB di Indonesia………………………………… 1. PKBI………………………………………………………………….. 2. BKKBN……………………………………………………………….. BAB III PENUTUP……...………………………………………………………......... A. Kesimpulan….……………………………………………………………. B. Saran………………………………………………………………………. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….…. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Ledakan penduduk ini terjadi karena laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Kondisi ini jelas menimbulkan dua sisi yang berbeda. Disatu sisi kondisi tersebut bisa menjadi salah satu kekuatan yang besar untuk Indonesia. Tetapi di satu sisi kondisi tersebut menyebabkan beban negara menjadi semakin besar. Selain menjadi beban negara juga menimbulkan permasalahan lain. Banyaknya jumlah penduduk yang tidak disertai dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang mampu menampung seluruh angkatan kerja bisa menimbulkan pengangguran, kriminalitas, yang bersinggungan pula dengan rusaknya moralitas masyarakat. Karena berhubungan dengan tinggi rendahnya beban negara untuk memberikan penghidupan yang layak kepada setiap warga negaranya, maka pemerintah memberikan serangkaian usaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk agar tidak terjadi ledakan penduduk yang lebih besar. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menggalakkan program KB (Keluarga Berencana). Program KB pertama kali dilaksanakan pada masa pemerintahan Soeharto yaitu saat Orde Baru. Melalui KB masyarakat diharuskan untuk membatasi jumlah kelahiran anak, yaitu setiap keluarga memiliki maksimal dua anak. Tidak tanggung-tanggung, KB diberlakukan kepada seluruh lapisan masyarakat, dari lapisan bawah hingga lapisan atas dalam masyarakat. Oleh sebab itu makalah ini disusun untuk mengetahui seluk beluk mengenai penyelenggaraan KB di Indonesia, mulai dari sejarah, proses pelaksanaan, kelebihan dan kekurangan dari KB, serta dampak positif maupun dampak negatf dari pelaksanaan KB. Program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia dirintis oleh para ahli kandungan sejak tahun 1950-an dengan maksud untuk mencegah angka kematian ibu dan bayi yang tinggi pada waktu itu. Keluarga Berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Agar dapat mencapai hal tersebut, maka dibuatlah beberapa cara atau alternative untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan atau perencanaan keluarga. Metode kontrasepsi bekerja dengan dasar mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi sel telur wanita (fertilisasi), atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi (melekat) dan berkembang didalam rahim.Kontrasepsi dapat bersifat reversibel (kembali) atau permanen (tetap).Kontrasepsi yang reversibel adalah metode kontrasepsi yang dapat dihentikan setiap saat tanpa efek lama dalam mengembalikan kesuburan atau kemampuan untuk kembali memiliki anak.Metode kontrasepsi permanen atau yang kita sebut sterilisasi adalah metode kontrasepsi yang tidak dapat mengembalikan kesuburan karna melibatkan tindakan operasi. Metode kontrasepsi juga dapat digolongkan berdasarkan cara kerjanya yaitu metode barrier (penghalang), contohnya kondom yang menghalangi sperma, metode hormonal seperti konsumsi pil, dan metode kontrasepsi alami yang tidak menggunakan alat-alat bantu maupun hormonal, namun berdasarkan fisiologis seorang wanita dengan tujuan untuk mencegah fertilisasi (pembuahan ). Faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah efektifitas, keamanan, frekuensi pemakaian, efek samping, serta kemauan dan kemampuan untuk melakukan kontrasepsi secara teratur dan benar. Selain hal tersebut, pertimbangan kontrasepsi juga didasarkan atas biaya serta peran dari agama dan kultur budaya mengenai kontrasepsi tersebut, faktor lainnya adalah frekuensi melakukan hubungan seksual. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Sejarah KB di Indonesia ? 2. Apa Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi perkembangan KB di Indonesia ? 3. Jelaskan Organisasi – Organisasi KB di Indonesia, Seperti PKBI dan BKKBN ? C. Tujuan 3. Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah KB di Indonesia. 4. Untuk Mengetahui Apa Faktor – Faktor Yang mempengaruhi perkembangan KB di Indonesia. 5. Untuk Mengetahui Organisasi – Organisasi KB di Indonesia, Seperti PKBI dan BKKBN. BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah KB di Indonesia Pelopor gerakan Keluarga Berencana di Indonesia adalah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia atau PKBI yang didirikan di Jakarta tanggal 23 Desember 1957 dan diikuti sebagai badan hukum oleh Depkes tahun 1967 yang bergerak secara silent operation. Dalam rangka membantu masyarakat yang memerlukan bantuan secara sukarela, usaha Keluarga Berencana terus meningkat terutama setelah pidato pemimpin negara pada tanggal 16 Agustus 1967 dimana gerakan Keluarga Berencana di Indonesia memasuki era peralihan jika selama orde lama program gerakan Keluarga Berencana dilakukan oleh sekelompok tenaga sukarela yang beroperasi secara diam-diam karena pimpinan negara pada waktu itu anti kepada Keluarga Berencana maka dalam masa orde baru gerakan Keluarga Berencana diakui dan dimasukkan dalam program pemerintah. Struktur organisasi program gerakan Keluarga Berencana juga mengalami perubahan tanggal 17 Oktober 1968 didirikanlah LKBN yaitu Lembaga Keluarga Berencana Nasional sebagai semi Pemerintah, kemudian pada tahun 1970 lembaga ini diganti menjadi BKKBN atau Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang merupakan badan resmi pemerintah dan departemen dan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan program Keluarga Berencana di Indonesia. Gerakan Keluarga berencana (KB) yang kita kenal dipelopori oleh beberapa tokoh, baik dari dalam maupun luar negeri. Pada awal abad ke-19 di Inggris upaya KB mula – mula timbul atas prakarsa sekelompok orang yang menaruh perhatian pada masalah Kesehatan ibu. Maria Stopes (1880-1950) menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan kaum buruh di Inggris. Di Amerika Serikat dikenal Margareth Sanger (1883-1996) dengan program birthcontrol-nya yang merupakan pelopor kelompok keluarga berencana modern. Pada 1917 didirikan National Birth Control League dan pada November 1921 diadakan Konferensi Nasional Amerika tentang pengontrolan kehamilan dengan Margareth Sanger sebagai ketuanya. Pada tahun 1948 Margareth Sanger ikut memelopori pembentukan komite internasional keluarga berencana dalam koferensi di New Delhi pada 1952 dengan meresmikan berdirinya Internasional Planned Parenhood Federation (IPPF). Federasi ini memilih Margareth Sanger dan Rama Ran dari India sebagai pimpinannya. Sejak itulah berdirilah perkumpulan keluarga berencana di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang mendirikan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Sebelum PKBI didirikan di Indonesia, sudah banyak usaha – usaha yang dilakukan untuk membatasi kelahiran. Di antara pelopor keluarga berencana ituadalah Dr. Sulianti Saroso dari Yoyakarta pada tahun 1952. Beliau menganjurkan para ibu membatasi kelahiran mengingat angka kematian bayi yang cukup tinggi. Banyak tantangan dihadapi oleh Dr. Sulianti Saroso, antara lain gabungan organisasi wanita Yogyakarta, bahkan juga dari pemerintah waktu itu. Di Jakarta, perintis dimulai di bagian kebidanan dan kandungan FKUI/RSUP (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo) oleh tokoh – tokoh seperti Profesor Sarwono Prawiroharjo, Dr. M. Joedono, dr. Hanifa Wiknjosastro, Dr. Koen S. Martiono, Dr. R. Soeharto, dan Dr. Hurustiati Subandri. Pelayanan keluarga berencana dilakukan secara diam – diam di poliklinik kebidanan FKUI/RSUP. Setelah pengadaan hubungan dengan IPPF serta mendapatkan dukungan dari para pelopor keluarga berencana setempat pada 23 Desember 1957 Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dilibatkan pula tokoh – tokoh non medis seperti Nani Suwondo, SH, Ny. Sjamsurudjal dan lain – lain. PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga sejahtera melalui tiga macam usaha, yaitu : 1. Mengatur kehamilan atau menjarangkan kehamilan 2. Mengobati kemandulan 3. Memberi nasehat perkawinan Kegiatan penerangan pelayanan masih dilakukan secara terbatas. Hal ini mengingat masih banyaknya kesulitan dan hambatan terutama KUHP pasal 283 yang melarang menyebarluaskan gagasan keluarga berencana. Pada Januari 1967 diadakan symposium kontrasepsi di Bandung dan dengan demikian berita mengenai kontrasepsi diikuti oleh masyarakat luas melalui media masa. Pada Februari 1967 diadakan kongres PKBI pertama antara lain mengharapkan agar keluarga berencana sebagai program pemerintah segera dilaksanakan. Pernyataan PKBI ini sangat tepat pada waktunya, karena tahun 1967 ini Presiden Soeharto menandatangani deklarasi kependudukan sedunia bersama 30 kepala negara lainnya. Pada bulan April 1967 Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin menganggap sudah waktunya kegiatan KB dijalankan secara resmi di Jakarta dengan menyelenggarakan proyek keluarga berencana DKI Jakarta Raya. Berdirinya Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) pada November 1968 yang dalam menjalankan tugasnya diawasi dan dibimbing oleh Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat, merupakan kristalisasi dan kesungguhan pemerintah dalam kebijakan keluarga berencana. Selanjutnya peristiwa – peristiwa bersejarah dalam perkembangan keluarga berencana di Indonesia adalah masuknya program KB dan berdirinya Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui keputusan Presiden RI Nomor 8 Tahun 1970, menggantikan LKBN. Struktur BKKBN yang merupakan badan koordinasi dan bukan merupakan bagian dari departemen kesehatan memberikan keuntungan tersendiri. Struktur ini memungkinkan program melepaskan diri dari pendekatan klinik yang jangkauannya terbatas. Wadah ini memungkinkan pula peranan pakar non medis dalam menyukseskan program KB di Indonesia melalui pendekatan kemasyarakatan. Organisasi BKKBN terus dikembangkan dan disempurnakan melalui kongres Presiden RI No.33 Tahun 1972, No 38 Tahun 1978 dan No 64 Tahun 1983. Perluasan dan perkembangan program keluarga berencana nasional secara bertahap dilakukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan. Dukungan lain terhadap keberhasilan program keluarga berencana nasional adalah dengan meningkatnya daya guna dan hasil guna dari unsur – unsur penunjang program dengan memberikan kontribusi yang saling mengisi sesuai dengan fungsinya masing – masing. Keberhasilan program ini dapat dicapai dengan komitmen politis yang tinggi dari pemerintah dan keuletan serta kesungguhan para unit pelaksana, partisipasi dan institusi masyarakat serta anggota masyarakat. B. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan KB di Indonesia 1. Sosial Ekonomi Tinggi rendahnya status social dan keadaan ekonomi penduduk di Indonesia akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB di Indonesia. Kemajuan program KB tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan. Contoh : keluarga dengan penghasilan cukup akan lebih mampu mengikuti program KB dari pada keluarga yang tidak mampu, karena bagi keluarga yang kurang mampu KB bukan merupakan kebutuhan pokok. Dengan suksesnya program KB maka perekonomian suatau negara akan lebih baik karena dengan anggota keluarga yang sedikit kebutuhan dapat lebih tercukupi dan kesejahteraan dapat terjamin. 2. Budaya Sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religius, serta budaya, tingkat pendidikan persepsi mengenai resiko kehamilan dan status wanita., Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka dan harus memantau perubahan –perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode. 3. Pendidikan Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan keluarga berencana tetapi juga pemilihan suatu metode. Beberapa studi telah memperlihatkan bahwa metode kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan yang lebih berpendidikan. Dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait dengan sebagai metode kontrasepsi. 4. Agama Di berbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode. Sebagai contoh penganut katolik yang taat membatasi pemilihan kontrasepsi mereka pada KB alami. Sebagai pemimpin islam pengklaim bahwa sterilisasi dilarang sedangkan sebagian lainnya mengijinkan. Walaupun agama islam tidak melarang metode kontrasepsi secara umum, para akseptor wanita mungkin berpendapat bahwa pola perdarahan yang tidak teratur yang disebabkan sebagian metode hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama haid mereka dilarang bersembahyang. Di sebagaian masyarakat, wanita hindu dilarang mempersiapkan makanan selama haid sehingga pola haid yang tidak teratur dapat menjadi masalah. 5. Status Wanita Status wanita dalam masyarakat mempengaruhi kemampuan mereka memperoleh dan menggunakan berbagai metode kontrasepsi. Di daerah daerah yang status wanitanya meningkat, sebagian wanita memiliki pemasukan yang lebih besar untuk membayar metode-metode yang lebih mahal serta memiliki lebih banyak suara dalam mengambil keputusan. Juga di daerah yang wanitanya lebih dihargai, mungkin hanya dapat sedikit pembatasan dalam memperoleh berbagai metode, misalnya peraturan yang mengharuskan persetujuan suami sebelum layanan KB dapat diperoleh. C. Organisasi – Organisasi KB di Indonesia 1. PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Pada tahun 1953, sekelompok masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan, khususnya dari kalangan kesehatan memulai prakasa kegiatan KB. Kegiatan kelompok ini berkembang hingga berdirilah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Pada tahun 1957 tepatnya pada tanggal 23 Desember 1957 dengan Dr.R Soeharto sebagai Ketua PKBI adalah pelopor pergerakan keluarga berencana yang membantu masyarakat yang memerlukan bantuan secara sukarela. Tujuan dari PKBI adalah memperjuangkan terwujudnya keluarga sejahtera melalui 3 macam usaha yaitu: a. Mengatur kehamilan b. Mengobati kemandulan c. Memberi nasehat perkawinan 2. BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) Ada beberapa periode sejarah BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasioanal) di Indonesia, yaitu : a. Periode Perintisan (1950-an – 1966) Organisasi keluarga berencana dimulai dari pembentukan Perkumpulan Keluarga Berencana pada tanggal 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia. Nama perkumpulan itu sendiri berkembang menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau Indonesia Planned Parenthood Federation (IPPF). PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga- keluarga yang sejahtera melalui 3 macam usaha pelayanan yaitu mengatur kehamilan atau menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan serta memberi nasihat perkawinan. Pada tahun 1967, PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman. Kelahiran Orde Baru pada waktu itu menyebabkan perkembangan pesat usaha penerangan dan pelayanan KB di seluruh wilayah tanah air. Dengan lahirnya Orde Baru pada bulan maret 1966 masalah kependudukan menjadi fokus perhatian pemerintah yang meninjaunya dari berbagai perspektif. Perubahan politik berupa kelahiran Orde Baru tersebut berpengaruh pada perkembangan keluarga berencana di Indonesia. Setelah simposium Kontrasepsi di Bandung pada bulan Januari 1967 dan Kongres Nasional I PKBI di Jakarta pada tanggal 25 Februari 1967. b. Periode Keterlibatan Pemerintah dalam Program KB Nasional Di dalam Kongres Nasional I PKBI di Jakarta dikeluarkan pernyataan sebagai berikut: ~ PKBI menyatakan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pemerintah yang telah mengambil kebijaksanaan mengenai keluarga berencana yang akan dijadikan program pemerintah ~ PKBI mengharapkan agar Keluarga Berencana sebagai Program Pemerintah segera dilaksanakan. ~ PKBI sanggup untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan program KB sampai di pelosok-pelosok supaya faedahnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat. Pada tahun 1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak, dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia. Pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan Sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya “Oleh karena itu kita harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila”. Sebagai tindak lanjut dari Pidato Presiden tersebut, Menkesra membentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan program KB dijadikan Program Nasional. Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain: 1. Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana. 2. Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No. 35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembanga ini statusnya adalah sebagai Lembaga Semi Pemerintah. c. Periode Pelima (1969-1974) Periode ini mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo Suryaningrat. Dua tahun kemudian, pada tahun 1972 keluar Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai penyempurnaan Organisasi dan tata kerja BKKBN yang ada. Status badan ini berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden. Untuk melaksanakan program keluarga berencana di masyarakat dikembangkan berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan program dan situasi serta kondisi masyarakat. Pada Periode Pelita I dikembangkan Periode Klinik (Clinical Approach) karena pada awal program, tantangan terhadap ide keluarga berencana (KB) masih sangat kuat, untuk itu pendekatan melalui kesehatan yang paling tepat. d. Periode Pelima II (1974-1979) Kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978 adalah sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional dan kependudukan yang mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan. Periode ini pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada kesehatan ini mulai dipadukan dengan sector-sektor pembangunan lainnya, yang dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning). Dalam kaitan ini pada tahun 1973-1975 sudah mulai dirintis Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project. e. Periode Pelita III (1979-1984) Periode ini dilakukan pendekatan Kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan pemuka masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan peserta KB yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta KB baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”. f. Periode Pelita IV (1983-1988) Pada masa Kabinet Pembangunan IV ini dilantik Prof. Dr. Haryono Suyono sebagai Kepala BKKBN menggantikan dr. Suwardjono Suryaningrat yang dilantik sebagai Menteri Kesehatan. Pada masa ini juga muncul pendekatan baru antara lain melalui Pendekatan koordinasi aktif, penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya melalui koordinasi aktif tersebut ditingkatkan menjadi koordinasi aktif dengan peran ganda, yaitu selain sebagai dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program. Pada periode ini juga secara resmi KB Mandiri mulai dicanangkan pada tanggal 28 Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara penerimaan peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia Indah. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye LIngkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB. g. Periode Pelita V (1988-1993) Pada masa Pelita V, Kepala BKKBN masih dijabat oleh Prof. Dr. Haryono Suyono. Pada periode ini gerakan KB terus berupaya meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya manusia dan pelayanan KB. Oleh karena itu, kemudian diluncurkan strategi baru yaitu Kampanye Lingkaran Emas (LIMAS). Jenis kontrasepsi yang ditawarkan pada LIBI masih sangat terbatas, maka untuk pelayanan KB LIMAS ini ditawarkan lebih banyak lagi jenis kontrasepsi, yaitu ada 16 jenis kontrepsi. Pada periode ini ditetapkan UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sector Keluarga Sejahtera dan Kependudukan, maka kebijaksanaan dan strategi gerakan KB nasional diadakan untuk mewujudkan keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga. h. Periode Pelita VI (1993-1998) Pada Pelita VI dikenalkan pendekatan baru yaitu “Pendekatan Keluarga” yang bertujuan untuk menggalakan partisipasi masyarakat dalam gerakan KB nasional. Dalam Kabinet Pembangunan VI sejak tanggal 19 Maret 1993 sampai dengan 19 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono ditetapkan sebagai Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN, sebagai awal dibentuknya BKKBN setingkat Kementerian. Pada tangal 16 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan merangkap sebagai Kepala BKKBN. Dua bulan berselang dengan terjadinya gerakan reformasi, maka Kabinet Pembangunan VI mengalami perubahan menjadi Kabinet Reformasi Pembangunan Pada tanggal 21 Mei 1998, Prof. Haryono Suyono menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesra dan Pengentasan Kemiskinan, sedangkan Kepala BKKBN dijabat oleh Prof. Dr. Ida Bagus Oka sekaligus menjadi Menteri Kependudukan. i. Periode Pasca Reformasi Dari butir-butir arahan GBHN Tahun 1999 dan perundang-undangan yang telah ada, Program Keluarga Berencana Nasional merupakan salah satu program untuk meningkatkan kualitas penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan dan kesejahteraan sosial yang selama ini dilaksanakan melalui pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan keluarga dan kesejahteraan keluarga. Arahan GBHN ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) yang telah ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000. Sejalan dengan era desentralisasi, eksistensi program dan kelembagaan keluarga berencana nasional di daerah mengalami masa-masa kritis. Sesuai dengan Keppres Nomor 103 Tahun 2001, yang kemudian diubah menjadi Keppres Nomor 09 Tahun 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen menyatakan bahwa sebagian urusan di bidang keluarga berencana diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota selambat-lambatnya Desember 2003. Hal ini sejalan dengan esensi UU Nomor 22 Tahun 1999 (telah diubah menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004). Dengan demikian tahun 2004 merupakan tahun pertama Keluarga Berencana Nasional dalam era desentralisasi. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang telah disahkan pada tanggal 29 Oktober 2009, berimplikasi terhadap perubahan kelembagaan, visi, dan misi BKKBN. UndangUndang tersebut mengamanatkan perubahan kelembagaan BKKBN yang semula adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Visi BKKBN adalah “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dengan misi “mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera”. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, BKKBN mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 56 Undang-Undang tersebut di atas. Dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat provinsi dan kabupaten dan kota yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki hubungan fungsional dengan BKKBN (pasal 54 ayat 1 dan 2). Peran dan fungsi baru BKKBN diperkuat dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian; Peraturan Kepala BKKBN Nomor 82/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi dan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 92/PER/B5/2011 tentang Organisasi Tata Kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana, sehingga perlu dilakukan perubahan/penyesuaian terhadap Renstra BKKBN tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2010-2014 meliputi penyesuaian untuk beberapa kegiatan prioritas dan indikator kinerjanya. Pasca Reformasi Kepala BKKBN telah mengalami beberapa pergantian: Pada Periode Kabinet Persatuan Indonesia, Kepala BKKBN dirangkap oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang dijabat olehKhofifah Indar Parawansa. Setelah itu digantikan oleh Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir pada tahun 2001 dan meninggal dunia pada akhir 2003 akibat penyakit kanker dan yang kemudian terjadi kekosongan. Pada tanggal 10 November 2003, Kepala Litbangkes Departemen Kesehatan dr. Sumarjati Arjoso, SKM dilantik menjadi Kepala BKKBN oleh Menteri Kesehatan Ahmad Sujudi sampai beliau memasuki masa pensiun pada tahun 2006. Setelah itu digantikan oleh Dr. Sugiri Syarief, MPA yang dilantik sebagai Kepala BKKBN pada tanggal 24 Nopember 2006. Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarha Sejahtera, di mana BKKBN kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi, maka pada tanggal 27 September 2011 Kepala BKKBN, Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA akhirnya dilantik sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN). Pada tanggal 13 Juni 2013 akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fasli Jalal sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pada tanggal 26 Mei 2015 Presiden RI Joko Widodo menetapkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang baru yaitu dr. Surya Chandra Surapaty, MPH, Ph.D, yang dilantik oleh Menteri Kesehatan Prof. Nila F. Moeloek. Pada tanggal 1 Juli 2019 Presiden Joko Widodo melantik dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) sebagai Kepala Badan Kependudukan dan KB sebagai Kepala BKKBN RI. Dalam melaksanakan tugas, BKKBN menyelenggarakan fungsi: - Perumusan kebijakan nasional di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana; - Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana; - Pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana; - Penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana; - Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana; - Pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana. Tugas Pokok Melaksanakan tugas Pemerintahan di Bidang Pengendalian Penduduk dan Penyelenggaraan Keluarga Berencana. Fungsi - Perumusan kebijakan nasional di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana; - Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana; - Pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendaliaan penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana; - Penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana; - Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana; - Pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana; - Penyelenggaraan pelatihan, penelitian, dan pengembangan dibidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana; - Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi umum di lingkungan BKKBN; - Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BKKBN; - Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BKKBN; dan - Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana. Pada tahun 1970 LKBN dibubarkan oleh pemerintah dan kemudian dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Keputusan Presiden RI Nomor 8 tahun 1970 tentang BKKBN yaitu Depkes sebagai unit pelaksana program KB. BKKBN yaitu badan resmi pemerintah yang bertanggungjawab penuh mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia. Keuntungan dari BKKBN adalah: a. Memungkinkan program-program melepaskan diri pendekatan klinis yang jangkauannya terbatas. b. Memungkinkan besarnya peranan pakar-pakar non medis dalam mensukseskan program keluarga berencana di Indonesia melalui pendekatan ke masyarakat. Sedangkan fungsi BKKBN adalah pengkoordinasi, perencana, perumus kebijaksanaan, pengawas pelaksanaan dan evaluasi. Pada waktu itu tujuan program Keluarga Berencana adalah : a. Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu,anak keluarga dan bangsa. b. Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa Dalam perkembangan selanjutnya BKKBN mengembangkan lagi kegiatannya menjadi Program Nasional Kependudukan dan KB (KKB) yang pada waktu ini mempunyai 2 tujuan: a. Tujuan demografis, yaitu mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduk berupa penurunan angka fertilitas dari 44 permil pada tahun 1979 menjadi 22 permil pada tahun 1990 atau 50 % dari keadaan pada tahun 1971 b. Tujuan normatif, yaitu dapat dihayati Norma Keluarga Kecil bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang pada satu waktu akan menjadi falsafah hidup masyarakat dan bangsa Indonesia. Pada awal tahun 2020, BKKBN mengalami metamorphosis dengan Rebranding . Logo BKKBN yang semula merupakan icon yang terdiri dari bapak, ibu dan dua orang anak yang saling berpegangan tangan, yang berada dibawah naungan lengkungan berwarna biru muda, menjadi menjadi lambing cinta yaitu hati.Bentuk ini merepresentasikan awal sebuah perencanaan berasal dari kasih sayang dan keharmonisan keluarga. Arti Lambang BKKBN BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Keluarga Berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Agar dapat mencapai hal tersebut, maka dibuatlah beberapa cara atau alternative untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan atau perencanaan keluarga. Perintis KB dimulai di bagian kebidanan dan kandungan FKUI/RSUP (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo) oleh tokoh – tokoh seperti Profesor Sarwono Prawiroharjo, Dr. M. Joedono, dr. Hanifa Wiknjosastro, Dr. Koen S. Martiono, Dr. R. Soeharto, dan Dr. Hurustiati Subandri. Pelayanan keluarga berencana dilakukan secara diam – diam di poliklinik kebidanan FKUI/RSUP. Setelah pengadaan hubungan dengan IPPF serta mendapatkan dukungan dari para pelopor keluarga berencana setempat pada 23 Desember 1957 Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dilibatkan pula tokoh – tokoh non medis seperti Nani Suwondo, SH, Ny. Sjamsurudjal dan lain – lain. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan KB di Indonesia adalah sosial ekonomi, budaya, Pendidikan, agama dan status wanita. Organisasi – Organisasi KB di Indonesia, seperti PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) dan BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). B. Saran Diharapkan bidan bisa mengetahui bagaimana sejarah KB di Indonesia, faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan KB di Indonesia dan organisasi-organisasi KB di Indonesia, seperti PKBI dan BKKBN. DAFTAR PUSTAKA Hanifah, Winkjosastro. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius. Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. - https://stikesypib.ac.id/blog/sejarah-keluarga-berencana-di-dunia-internasional-dan-diindonesia/ - https://www.google.com/search?q=sejarah+kb+di+indonesia&oq=sejarah+kb&aqs=chrom e.3.69i57j0l6j0i395l3.9492j1j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8 - http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/07/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html - http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/07/organisasi-organisasi-kb-diindonesia_21.html