Uploaded by User91433

10. BAB I

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lembaga keuangan syariah di Indonesia telah berkembang pesat
seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Lembaga keuangan
syariah (LKS) merupakan lembaga intermediasi keuangan yang hadir untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan suatu bentuk transaksi yang dijalankan
berdasarkan prinsip syariah Islam. Lembaga keuangan syariah dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu lembaga keuangan bank syariah dan lembaga
keuangan syariah non bank. Lembaga keuangan bank syariah seperti
menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan
(deposit), misalnya tabungan (wadiah, mudharabah), deposito berjangka
(mudharabah) dan giro (wadiah) yang diterima dari penabung (surplus units),
dan lembaga keuangan syariah non bank seperti asuransi syariah, dana pensiun
syariah, modal ventura syariah, pegadaian syariah, lembaga pengelola zakat,
dan BMT.1
Salah satu lembaga keuangan yang sedang berkembang pesat adalah
BMT. BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt almal dan al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif
dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil
bawah dan kecil antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, BMT juga menerima titipan
1
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), 5.
1
2
zakat, infak, dan sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan
amanatnya.2 Dengan demikian, keberadaan BMT dapat dipandang memiliki
dua fungsi utama yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah
seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf serta dapat pula berfungsi sebagai
institusi yang bergerak di bidang investasi yang bersifat sebagaimana layaknya
bank. Pada fungsi kedua ini dapat dipahami bahwa selain berfungsi sebagai
lembaga keuangan, BMT juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi dan
lembaga keuangan.3
BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji Jember menawarkan berbagai
macam produk yang dibagi dalam dua komponen, yaitu produk simpanan dan
produk pembiayaan. Produk pembiayaan yang paling diminati oleh
masyarakat adalah produk multiguna tanpa agunan. Produk multiguna tanpa
agunan ini untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan mudah
tanpa harus adanya persyaratan penyerahan agunan. Produk pembiayaan
multiguna tanpa agunan adalah fasilitas pembiayaan tanpa agunan dengan
plafon maksimal Rp 1.000.000, jangka waktu 12 bulan dan angsuran harian.
Pembiayaan multiguna tanpa agunan hanya diberikan untuk pedagang yang
punya stand di pasar, pembiayaan multiguna tanpa agunan menggunakan akad
murabahah bil wakalah.4 Akad murabahah bil wakalah adalah jual beli
dengan sistem wakalah. Dalam jual beli sistem ini pihak penjual mewakilkan
pembeliannya kepada nasabah, dengan demikian akad pertama adalah akad
wakalah setelah akad wakalah berakhir yang ditandai dengan penyerahan
2
Ibid., 448.
Ibid., 449.
4
www.bmtugtsidogiri.id
3
3
barang dari nasabah ke BMT kemudian pihak lembaga memberikan akad
murabahah.5
Produk multiguna tanpa agunan memiliki 2 keuntungan yaitu bersifat
mudah dan tanpa persyaratan penyerahan agunan karena tanpa adanya
persyaratan penyerahan agunan, produk ini tergolong produk yang mudah dan
cepat dalam hal pemenuhan kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat di
mudahkan dalam hal pembiayaan. Akan tetapi pada prakteknya beberapa
anggota yang melakukan pembiayaan produk multiguna tanpa agunan tidak
mematuhi ketentuan dan ketetapan yang telah diberlakukan oleh BMT UGT
Sidogiri.
Tabel 1.1
Perbedaan Jumlah Nasabah pada Produk yang terdapat
pada BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji Jember
Nama Produk
Jumlah Nasabah
Modal Usaha Barokah
65
Multiguna Tanpa Agunan
128
Kafalah Haji
15
Multijasa Barokah
35
Sumber: BMT UGT Capem Rambipuji 6
Berdasarkan tabel di atas, jumlah nasabah terbanyak adalah produk
multiguna tanpa agunan. Produk multiguna tanpa agunan adalah produk yang
paling unggul yang dimiliki BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji Jember.
Dalam memberikan produk pembiayaan multiguna tanpa agunan harus
lebih hati-hati dan selektif terhadap setiap nasabah yang mengajukan
5
6
Muhammad Ridwan, Manajemen BMT (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2004), 167.
Alfan, Wawancara, Jember, 30 April 2019.
4
permohonan pembiayaan, karena produk pembiayaan tanpa agunan ini lebih
banyak mengandung risiko tertutama dalam kaitannya nasabah tidak bisa
mengembalikan pembiayaan pokok dari BMT UGT Sidogiri. Dengan tanpa
adanya persyaratan penyerahan agunan menjadi peluang bagi para anggota
untuk melakukan tindak kecurangan atau pelanggaran terhadap ketentuan
yang telah diberlakukan. Salah satunya adalah terkait persoalan pembayaran
baik dalam keterlambatan pembayaran atau bahkan tidak melakukan
pembayaran sehingga tindakan tersebut merugikan pihak BMT. Dalam
kesepakatan antara kedua belah pihak, ada beberapa kemungkinan terjadinya
peristiwa yang menyebabkan terhambatnya kelancaran pelaksanaan prestasi
untuk memenuhi kontrak perjanjian. Peristiwa seperti ini terjadi secara tidak
terduga serta tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang lainnya
sementara pihak yang tidak melaksanakan prestasinya beritikad buruk atau
dapat diterjemahkan sebagai force majeure yaitu keadaan memaksa.
Force majeure adalah kejadian di luar dugaan dimana debitur
menunjukkan bahwa tidak terlaksanannya apa yang dijanjikan itu disebabkan
oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan dimana ia tidak dapat
berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan
tadi. Dengan perkataan lain, hal tidak terlaksananya perjanjian atau
keterlambatan dalam pelaksanaan itu, bukanlah disebabkan karena kelalaian.7
Ia tidak dapat dikatakan salah atau alpa, dan orang yang tidak salah tidak
boleh dijatuhi sanksi-sanksi yang diancamkan atas kelalaian.
7
Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: PT Intermasa, 1992), 55.
5
Dalam KUH perdata, force majeure diatur dalam pasal 1244 dan 1245
dalam bagian mengenai ganti rugi karena force majeure merupakan alasan
untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi. Pasal 1244 KUH
perdata mengatur: “Jika ada alasan untuk itu si berutang harus dihukum
mengganti biaya, rugi, dan bunga. Bila ia tidak membuktikan, bahwa hal tidak
dilaksanakan atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perjanjian itu
disebabkan
karena
suatu
hal
yang
tak
terduga,
pun
tak
dapat
dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidak
ada pada pihaknya”. Sementara pasal 1245 KUH perdata menentukan
“Tidaklah biaya, rugi, dan bunga harus digantinya apabila karena keadaan
memaksa atau karena suatu keadaan yang tidak sengaja, si berutang
berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau karena
hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang. 8
Peneliti memilih force majeure pada produk multiguna tanpa agunan
karena produk multiguna tanpa agunan banyak di minati oleh masyarakat dan
tanpa adanya penyerahan agunan menjadi peluang bagi para anggota untuk
melakukan tindak kecurangan. BMT UGT Sidogiri untuk dijadikan tempat
penelitian adalah karena banyaknya jumlah nasabah di kantor tersebut dan
penanganan kasus force majeure yang cepat dibandingkan dengan BMT yang
lain.
8
Rahmat S.S Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa (Jakarta: PT
Gramedia, 2010), 99.
6
Tabel 1.2
Perbedaan Jumlah Nasabah di BMT UGT Sidogiri Jember
Nama BMT
BMT UGT Sidogiri Capem Mangli
BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji
BMT UGT Sidogiri Capem Balung
BMT UGT Sidogiri Capem Bangsal
Jumlah Nasabah
120 orang
243 orang
157 orang
175 orang
Sumber: BMT UGT Capem Rambipuji 9
Berdasarkan tabel di atas, jumlah nasabah di BMT UGT Sidogiri
Capem Rambipuji Jember lebih banyak dibandingkan dengan BMT UGT
Sidogiri yang lain.
Tabel 1.3
Perbedaan Waktu Penanganan Kasus Force Majeure di BMT UGT
Sidogiri Jember
Nama BMT
BMT UGT Sidogiri Capem
Mangli
BMT UGT Sidogiri Capem
Rambipuji
BMT UGT Sidogiri Capem
Balung
BMT UGT Sidogiri Capem
Bangsal
Waktu penanganan
7 hari
3 hari
10 hari
14 hari
Sumber: BMT UGT Capem Rambipuji 10
Berdasarkan tabel di atas, BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji
Jember paling cepat menangani jika ada kasus force majeure, maka penulis
tertarik ingin melakukan penelitian di BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji
Jember guna untuk mengetahui bagaimana penilaian force majeure di BMT
UGT Sidogiri, bagaimana keadaan force majeure dan risiko force majeure.
9
Alfan, Wawancara, Jember, 30 Oktober 2019.
Alfan, Wawancara, Jember, 26 Maret 2019.
10
7
Sehingga, merumuskannya ke dalam karya tulis yaitu skripsi dengan judul
“Mekanisme Penilaian Force Majeure pada Produk Multiguna Tanpa Agunan
di BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji Jember”.
B. Fokus Penelitian
Adapun fokus penelitian dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana pelaksanaan pembiayaan produk multiguna tanpa agunan di
BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji Jember?
2. Bagaimana mekanisme penilaian force majeure pada produk multiguna
tanpa agunan di BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji Jember?
3. Bagaimana risiko force majeure pada produk multiguna tanpa agunan di
BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji Jember?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembiayaan produk multiguna tanpa
agunan di BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji Jember
2. Untuk mendeskripsikan mekanisme penilaian force majeure pada produk
multiguna tanpa agunan di BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji Jember
3. Untuk mendeskripsikan risiko force majeure pada produk multiguna tanpa
agunan di BMT UGT Sidogiri Capem Rambipuji Jember
8
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
yang signifikan bagi semua pihak, serta wawasan keilmuan mengenai
bahasan tentang force majeure.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa IAIN Jember
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi
dalam mengembangkan kajian perbankan syariah khususnya tentang
Mekanisme Penilaian Force Majeure Pada Produk Multiguna Tanpa
Agunan.
b. Bagi Peneliti
Peneliti dapat dengan mudah mengukur sejauh mana kesesuaian
keilmuan yang telah didapat di bangku kuliah yang hanya sering
berputar di dunia teori dengan kenyataan yang ada di lapangan. Dapat
berbagi informasi pengetahuan dan menambah wawasan keilmuan
kepada pembaca mengenai mekanisme penilaian force majeure pada
produk multiguna tanpa agunan.
E. Definisi Istilah
Dalam suatu tujuan penelitian, definisi istilah berisi tentang pengertian
istilah-istilah penting yang menjadi titik perhatian peneliti di dalam judul
penelitian. Tujuannya agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap makna
istilah sebagaimana dimaksud oleh peneliti.
9
Berdasarkan fokus dan rumusan masalah penelitian, maka uraian
definisi istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Force Majeure
Force majeure adalah kejadian di luar dugaan dimana debitur
menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu
disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan dimana
ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang
timbul di luar dugaan tadi. Dengan perkataan lain, hal tidak terlaksananya
perjanjian atau kelambatan dalam pelaksanaan itu, bukanlah disebabkan
karena kelalaiannya. Ia tidak dapat dikatakan salah atau alpa, dan orang
yang tidak salah tidak boleh dijatuhi sanksi-sanksi yang diancamkan atas
kelalaian.11
2. Produk Multiguna Tanpa Agunan (MTA)
Produk multiguna tanpa agunan adalah produk pembiayaan tanpa
agunan untuk usaha mikro kecil di pasar dengan plafon maksimal Rp
1.000.000. Jangka waktu 12 bulan dan angsuran harian. Pembiayaan
multiguna tanpa agunan hanya diberikan untuk pedagang yang punya
stand di pasar.12
3. BMT
BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan
bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi
11
12
Subekti, Hukum Perjanjian, 55.
Brosur BMT UGT Sidogiri
10
pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan
menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu,
BMT juga bisa menerima titipan zakat, infak, dan sedekah, serta
menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya.13
F. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan tidak keluar dari jalur yang telah ditentukan dan agar
lebih berarti susunannya, maka perlu kiranya memberikan gambaran
sistematik pembahasan sebagai berikut:
Bab I Berupa pendahuluan, merupakan pertanggung jawaban
metodologis yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan definisi istilah.
Bab II Berupa kajian kepustakaan pada bab ini akan dipaparkan
penelitian terdahulu dan kajian teori secara literature yang berhubungan
dengan judul penelitian.
Bab III Berupa metode penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis
penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data,
analisis data, pembahasan temuan.
Bab IV Berupa penyajian data dan analisis, yang terdiri dari gambaran
objek penelitian, penyajian data, analisis data, pembahasan temuan.
Bab V Berupa penutup, yang terdiri atas kesimpulan dan saran sebagai
acuan dan data yang dihasilkan dalam penyusunan penelitian ini akan
dicantumkan kepustakaan dan lampiran-lampiran.
13
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, 448.
Download