Uploaded by User91412

PETUNJUK-PRAKTIKUM-farmasetika-2

advertisement
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
CAPAIAN PEMBELAJARAN
CAPAIAN PEMBELAJARAN UMUM
Mahasiswa akan dapat membuat bermacam-macam bentuk sediaan obat atas
dasar resep yang diperoleh, untuk mendukung proses terapi pada pasien
sesuai dengan bentuk-bentuk sediaan obat yang diminta, baik bentuk sediaan
padat, semi padat, dan cair dengan memperhitungkan problematika yang ada,
baik dosis, inkompatibilitas, dan stabilitas sediaan obat.
CAPAIAN PEMBELAJARAN KHUSUS
Mahasiswa diharapkan dapat :
1.
Menganalisa tentang keabsahan dan kelengkapan resep.
2.
Melakukan perhitungan dosis.
3.
Mencari dan membuat resep-resep standar pada buku standar.
4.
Melakukan penimbangan dan peracikan bahan obat.
5.
Melakukan sebagian cara pengujian atau kontrol sifat fisis sediaan
tablet.
6.
Mencari dan menganalisa problem dalam resep.
7.
Membuat bentuk sediaan obat padat, semi padat, dan cair.
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
KETENTUAN DAN TATACARA PELAKSANAAN PRAKTIKUM
FARMASETIKA II
1. Praktikan diharuskan membuat jurnal praktikum sebelum praktikum
dimulai dan mendapat acc oleh asisten praktikum.
2. Praktikan harus hadir
10
menit sebelum praktikum dimulai.
Keterlambatan lebih dari 15 menit tidak diperbolehkan mengikuti
praktikum.
3. Praktikan diharuskan berpakaian rapi, sopan, mengenakan sepatu (bukan
sepatu sandal), memakai cocard, dan mematuhi tata tertib yang berlaku.
4. Praktikan diharuskan mengenakan jas praktikum bersih dan berwarna
putih.
5. Praktikan harus melakukan pre test tertulis selama 10 menit sebelum
mengerjakan resep. Bagi praktikan yang tidak memenuhi nilai batas
lulus (NBL≥60) tidak diperkenankan mengikuti praktikum.
6. Praktikan harus mengecek ketersediaan alat yang akan digunakan
sebelum mengerjakan sediaan obat sesuai resep.
7. Setelah mengerjakan resep dan membersihkan peralatan, praktikan
diharuskan mengerjakan post test praktikum.
8. Demi kelancaran praktikum, praktikan diharuskan membawa peralatan
yang diperlukan dalam praktikum, seperti kain lap (serbet) yang
bersih (2 buah), tissu, sudip, dan pipet tetes.
9. Praktikan harus menjaga kebersihan semua peralatan yang ada di
laboratorium.
10. Jangan menggunakan peralatan yang tidak diperlukan.
11. Bila berhalangan hadir, praktikan wajib membuat surat ijin kepada dosen
koordinator praktikum.
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
|1
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
12. Jika dua kali tidak mengikuti praktikum, maka tidak diperbolehkan
mengikuti responsi.
13. Evaluasi praktikum dapat diselenggarakan dengan ketentuan kehadiran setiap
mahasiswa minimal 75 %.
14. Setiap mahasiswa peserta praktikum farmasetika 2 harus mentaati dan
melaksanakan ketentuan dan tata cara praktikum dan apabila melanggar akan
dikenakan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
2 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
PANDUAN UMUM KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM
1.
Memakai jas praktikum selama praktikum berlangsung. Lebih baik lengkapi
juga dengan masker dan sarung tangan.
2.
Mempersiapkan materi praktikum yang akan dikerjakan, pahami semua
prosedur kerja secara keseluruhan sebelum masuk lab.
3.
Bekerja dengan sungguh-sungguh. Tidak diperbolehkan mengganggu
praktikan lain, bergurau, dan bermain-main di lab.
4.
Tidak diperbolehkan makan, minum, dan atau menghisap permen
selama bekerja di lab, serta menggunakan alat lab sebagai wadah makanan
dan minuman.
5.
Membaca dengan cermat dan memahami petunjuk penggunaan semua
peralatan sebelum menggunakannya. Jika belum memahami tanyakan
kepada dosen pembimbing, asisten, atau laboran.
6.
Sebelum menggunakan bahan, cek label pada wadah
minimal dua kali
untuk memastikan kebenaran bahan yang diambil.
7.
Mengambil bahan yang diperlukan secukupnya dan tidak diperbolehkan
mengembalikan bahan kimia sisa kembali ke wadahnya untuk menghindari
kontaminasi.
8. Tidak diperbolehkan memindahkan bahan-bahan keluar lab.
9. Letakkan tas dan buku-buku yang tidak dipakai ke dalam loker.
10. Jauhkan tangan dari wajah, mata, mulut, dan badan saat menggunakan
bahan-bahan kimia atau peralatan
lab. Segera cuci tangan setelah
melakukan percobaan.
11. Jika bahan kimia mengenai mata atau kulit segera cuci dengan air mengalir
sekurangnya selam 10 menit.
12. Pastikan peralatan yang digunakan bersih dan tidak rusak/retak.
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
|3
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
13. Bekerja dengan hati-hati ketika memanaskan bahan-bahan. Gunakan
bantuan kain untuk membantu memindahkan wadah yang masih panas.
14. Jangan mencelupkan glassware panas di air dingin karena dapat
menyebabkan glassware retak. Biarkan dahulu di suhu ruang hingga
glassware tidak lagi panas.
15. Mengetahui letak dan prosedur penggunaan peralatan keamanan seperti
pemadam api. Jika terjadi kebakaran pada alat, segera cabut kontak
peralatan dengan sumber listrik dan segera hubungi dosen atau laboran.
16. Jika terjadi kecelakaan atau terluka, segera hubungi asisten, dosen, atau
laboran untuk mendapat pertolongan.
17. Setelah semua pekerjaan selesai, bersihkan alat yang telah digunakan
dan meninggalkan lab dalam kondisi bersih.
Perhatian!!!
Simpan uang, perhiasan, dan barang-barang berharga lainnya.
Kehilangan barang-barang tersebut menjadi tanggung jawab mahasiswa
yang bersangkutan.
4 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
TATA CARA PENIMBANGAN
1.
Diperiksa apakah semua komponen timbangan/neraca sudah lengkap
dan sesuai pada tempatnya dengan mencocokkan nomor-nomor yang
terdapat pada komponen tersebut
2.
Periksa kedudukan timbangan sejajar atau rata, dapat dilihat dari posisi
jarum anting dengan alas anting harus tepat. Jika belum tepat, atur
tombol pengatur tegaknya timbangan
3.
Periksa apakah posisi pisau sudah tepat pada tempatnya. Jika sudah,
tuas penyangga diputar hingga timbangan terangkat dan akan kelihatan
apakah piringnya seimbang atau berat sebelah. Jika tidak seimbang kita
dapat memutar mur kiri atau kanan sesuai dengan keseimbangannya
hingga neraca seimbang
4.
Letakkan kertas perkamen di atas kedua piring timbangan, kemudian
lihat apakah neraca seimbang atau berat sebelah. Jika belum seimbang,
lakukan dengan penambahan sedikit kertas atau batu penara pada salah
satu piring timbangan hingga neraca menjadi seimbang. Tidak
diperkenankan
menara
dengan
anak
timbangan.
Selanjutnya,
penimbangan bahan-bahan atau obat dapat dimulai
5.
Alas bahan atau wadah bahan untuk menimbang terlebih dahulu harus
disetarakan.
6.
Cara penimbangan bahan-bahan atau obat:
a.
Bahan padat (serbuk, lilin): ditimbang di atas kertas perkamen.
Bahan-bahan yang dipersyaratkan untuk diayak, penimbangan
bahan dilakukan setelah diayak terlebih dahulu.
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
|5
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
b.
Bahan setengah padat (vaselin, adeps lanae) : ditimbang diatas
kertas perkamen atau cawan penguap.
c.
Bahan cair : ditimbang di atas kaca arloji, cawan penguap, atau
langsung dalam botol atau wadah.
d.
Bahan cair kental :
1.
Extr.Belladone, Extr.Hyosiami : ditimbang di atas
kertas perkamen.
2.
Ichtyol : ditimbang di atas kertas perkamen yang
sebelumnya dibasahi dengan parafin cair atau vaselin.
e.
Bahan oksidator (KMnO4, Iodin, Argenti nitras), ditimbang
pada gelas timbang atau gelas arloji yang dapat ditutup.
f.
7.
Bahan yang bobotnya kurang dari 50 mg dilakukan pengeceran.
Bahan yang akan ditimbang diletakkan didaun timbangan sebelah kanan,
dan anak timbangan diletakkan didaun timbangan sebelah kiri.
8.
Bahan obat yang beratnya lebih dari 1g, hendaknya ditimbang di
timbangan gram, sedangkan yang kurang dari 1 g, ditimbangan
milligram.
9.
Setelah selesai menimbang, bahan obat
terus dimasukkan kedalam
tempat (mortir, bekerglass, labu takar atau lainnya) untuk siap
dikerjakan. Sedangkan botol tempat bahan obat segera dikembalikan ke
tempat semula. Tidak boleh menimbang obat kalau belum akan
dikerjakan.
10. Catatlah segala penimbangan yang saudara lakukan.
6 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
ETIKET OBAT
1.
Etiket obat ada dua macam, yaitu etiket putih dan etiket biru.
2.
Etiket putih untuk obat yang melewati saluran pencernaan , etiket biru
untuk obat yang tidak melewati saluran pencernaan.
Contoh etiket obat warna putih :
LAB. FARMASETIKA JURUSAN FARMASI FIKES UNSOED
Jl. Dr.Suparno Karangwangkal Purwokerto Telp. 0281 642840
APA :……………………..
No. SIPA :………………………
Nama Obat :
No.
Tanggal
Nama Pasien
……… X sehari ………. Tab/cap/bungkus
Pagi jam : ……………… Sore jam : ……………...
Siang jam: ……………… Malam jam : ……………….
Sebelum/menjelang/sesudah makan
Paraf
Contoh etiket obat warna biru :
LAB. FARMASETIKA JURUSAN FARMASI FIKES UNSOED
Jl. Dr.Suparno Karangwangkal Purwokerto Telp. 0281 642840
APA :……………………..
No. Sp :………………………
Nama Obat :
No.
Tanggal
Nama Pasien
……… X sehari ………. Suppositoria
Pagi jam : ……………… Sore jam : ……………...
Siang jam: ……………… Malam jam : ……………….
Obat Luar
Paraf
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
|7
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
KETENTUAN DAN TATACARA PENILAIAN PRAKTIKUM
1. Nilai harian 60 %. Nilai harian terdiri dari :
a. Pretest
: 20 %
b. Jurnal Praktikum
: 30%
c. Praktek
: 30%
d. Post test
: 20%
2. Nilai responsi 40 %
8 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
BUKU JURNAL PRAKTIKUM FARMASETIKA II
Jurnal praktikum menggunakan buku tulis biasa, disampul dengan kertas
emas berwarna: A1 kuning, A2 merah, B1 hijau dan B2 biru.
Contoh Cover Jurnal Praktikum Farmasetika II
PRAKTIKUM FARMASETIKA II
Nama
:
NIM
:
Golongan
:
Dosen Pembimbing
:
Asisten
:
LABORATORIUM FARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
|9
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
Contoh Jurnal Praktikum Farmasetika II :
Judul Praktikum
:
Hari/Tgl praktikum
:
Nama Asisten
:
1. Tujuan Praktikum
2. Resep
a. Resep yang bersangkutan.
b. Resep standar sesuai dengan sumbernya bila diperlukan
3. Keabsahan dan kelengkapan resep.
4. Fungsi masing-masing bahan dan indikasi bentuk sediaan obat
5. Problema resep dan penyelesaiannya.
6. Perhitungan dosis maksimal bila diperlukan.
7. Perhitungan bahan untuk penimbangan.
8. Cara kerja, ditulis dengan singkat dan jelas dalam bentuk bagan.
9. Etiket.
10. Copy resep bila diperlukan
11. Wadah dan cara penyimpanan obat
12. Pembahasan cara kerja
13. Daftar Pustaka
Keterangan : sebelum praktikum, praktikan menyiapkan jurnal praktikum
poin 1-11, sesudah praktikum ditambahkan poin 12-13. Jurnal yang telah
dilengkapi, dikumpulkan sehari setelah praktikum berlangsung.
10 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
RESEP DAN COPY RESEP
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dan
dokter hewan kepada apoteker untuk membuat dan menyerahkan obat kepada
pasien. Komponen resep menurut fungsinya terdiri dari :
1.
Remedium cardinale, bahan obat yang berkhasiat utama
2.
Remedium adjuntiva/ajuvans, bahan obat yang menunjang kerja dari
bahan utama.
3.
Corrigens, bahan obat tambahan guna memperbaiki rasa (saporis),
warna (coloris), bau (odoris), dan kelarutan (solubilis)
4.
Constituen / vehiculum/ exipiens, bahan tambahan yang dipakai
sebagai bahan pengisi, dan pemberi bentuk untuk memperbesar
volume obat.
Dalam mengerjakan resep-resep yang diterima, harus diperiksa keabsahan
dan kelengkapan resep terlebih dahulu. Resep dikatakan sah dan lengkap jika
memenuhi semua unsur resep, yaitu :
1.
Nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter.
2.
Tanggal penulisan resep (inscriptio).
3.
Tanda R/ pada bagian kiri resep, dan nama obat atau komposisi obat
(invocatio).
4.
Aturan pakai yang tertulis (signatura).
5.
Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundangundangan yang berlaku (subscriptio).
6.
Nama pasien, bagi resep yang mengandung obat golongan narkotika harus
disertakan juga alamatnya.
7.
Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang
jumlahnya melebihi dosis maksimal.
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
| 11
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
Resep dapat ditulis kembali dalam bentuk salinan resep, atau
disebut juga copie resep atau apograph. Selain memuat semua keterangan
pada resep asli, copie resep memuat nama apotek, alamat apotek, nama
Apoteker Pengelola Apotek , nomor SIK, nomor SIA, tanda tangan
Apoteker Pengelola Apotek, tanda “det” jika obat sudah diserahkan dan
“nedet” jika obat belum diserahkan. Jika dokter menghendaki agar resepnya
dapat diulang, maka pada resep ditulis iter atau boleh diulang, misal ika
dalam resep tertulis iter 2x maka resep tersebut dapat dilayani sebanyak 3
kali.
Resep yang mengandung narkotik tidak boleh ada tulisan atau
tanda iter (diulang), mihi ipsi (pemakaian sendiri), usus cognitus
(pemakaian diketahui). Resep yang mengandung narkotik ini tidak boleh
diulang, tetapi harus dengan resep baru. Contoh dari penulisan resep dapat
dilihat pada contoh di bawah ini :
12 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
Copy resep adalah salinan yang dibuat oleh apotek. Salinan ini
memuat semua keterangan dalam resep asli, seperti dibawah ini :
1.
Nama dan alamat apotek
2.
Nama dan Nomor SIPA Apoteker Pengelola Apotek
3.
Tanda tangan atau paraf Apoteker Pengelola Apotek
4.
Tanda det untuk obat yang sudah diserahkan dan nedet untuk
obat yang belum diserahkan.
5.
Nomor resep dan tanggal pembuatan
Apotek Sendang Agung
Jalan Kedungpane No 3
Apoteker : Kurnia Puspitasari, S.Farm., Apt
SIPA : 198841124/SIPA_33.01/2011/2012
Purwokerto, 5 Maret 2015
COPY RESEP
Dari dokter
: dr. Setiyawati
Resep tanggal
: 5 Maret 2015
Pro
: Nana
Dibuat tanggal
: 5 Maret 2015
R/
Parasetamol
mg 500
CTM
mg 4
SL
q.s
m.f.pulv.dtd.No.XV
da in caps
s.t.d.d.caps I
det
P.C.C
Cap
apotek
Paraf dan Nama Apoteker
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
| 13
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
PEMBUATAN RESEP STANDAR
Resep standar adalah resep-resep yang terdapat pada buku-buku
standar. Resep-resep ini masih banyak digunakan sebagai acuan dan
seringkali komposisinya dimodifikasi dengan obat-obat lain. Buku-buku
standar yang banyak digunakan sebagai referensi antara lain :
1. Pharmacope Nedherland ed V.
2. FI (Formularium Indonesia).
3. CMN.
4. FNA.
5. FMI, dan lain-lain.
Masalah-masalah pada pembuatan resep standar lebih dititik beratkan
pada aspek teknis farmasetisnya. Misalnya teknis pencampuran bahan obat
dari resep standar dengan bahan obat tambahan lainnya.
DOSIS
Tujuan
pengobatan
yang
optimum
dapat
dicapai
dengan
mempertimbangkan berbagai hal antara lain faktor-faktor yang berhubungan
dengan pencapaian terapi maupun keamanan obat, nasib obat di dalam
tubuh, keadaan klinis dari pemakai obat dan rute pemakaian, sehingga
kegagalan dalam pengobatan mungkin terjadi bila aturan dosis/pemakaian
tidak tepat.
Dosis adalah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau
diberikan kepada seseorang penderita untuk obat dalam maupun obat luar.
Obat umumnya diberikan untuk digunakan dalam dosis dan interval waktu
14 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
tertentu. Untuk menentukan dosis, Farmakope Indonesia telah memuat
daftar dosis maksimal berbagai obat.
Pada penulisan resep sering beberapa obat diberikan secara
bersamaan. Hal ini memungkinkan suatu obat berinteraksi dengan lainnya.
Ada berbagai alasan penggunaan kombinasi obat. Kombinasi obat dapat
memperpanjang atau memperpendek bahkan menimbulkan efek toksis dari
obat lainnya. Interaksi obat dapat diharapkan bila zat yang berkhasiat
bekerja secara sinergis/menguntungkan secara terapi. Di bawah ini
merupakan macam-macam dosis :
1. Dosis terapi : suatu takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa
dan dapat menyembuhkan penderita.
2. Dosis minimum : suatu takaran obat terkecil yang diberikan yang masih
dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan resistensi pada penderita.
3. Dosis maksimum : suatu takaran obat terbesar yang diberikan yang
masih dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan keracunan pada
penderita.
4. Dosis letal : takaran obat yang dalam keadaan biasa dapat menyebabkan
kematian kepada penderita.
a.
LD 50 : takaran yang menyebabkan kematian pada 50 % hewan
percobaan
b.
LD 100 : takaran yang menyebabkan kematian pada 100 % hewan
percobaan
5. Dosis toksis : suatu takaran obat yang dalam keadaan biasa dapat
menyebabkan keracunan pada penderita.
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
| 15
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
PERHITUNGAN DOSIS ANAK
Khusus untuk perhitungan dosis anak dapat dilakukan dengan
membandingkan dengan dosis untuk anak yang tertera dalam farmakope
atau dapat dihitung dengan beberapa rumus :
1.
Rumus Young
Danak =
2.
𝑛
20
+ π·π‘‘π‘’π‘€π‘Žπ‘ π‘Ž
Rumus Fried (untuk pasien kurang dari 1 tahun)
Danak=
4.
π‘₯ π·π‘‘π‘’π‘€π‘Žπ‘ π‘Ž
Rumus Dilling
Danak =
3.
𝑛
𝑛+12
π‘’π‘šπ‘’π‘Ÿ π‘‘π‘Žπ‘™π‘Žπ‘š π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘›
150
𝑋 𝐷 𝑑𝑀𝑠
Rumus Crawford
Danak =
πΏπ‘’π‘Žπ‘  π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘šπ‘’π‘˜π‘Žπ‘Žπ‘› π‘‡π‘’π‘π‘’β„Ž π΄π‘›π‘Žπ‘˜
πΏπ‘’π‘Žπ‘  π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘šπ‘’π‘˜π‘Žπ‘Žπ‘› π‘‡π‘’π‘π‘’β„Ž π·π‘’π‘€π‘Žπ‘ π‘Ž
n : umur anak (tahun) ;
π‘₯ π·π‘‘π‘’π‘€π‘Žπ‘ π‘Ž
D : Dosis
16 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
A. BENTUK SEDIAAN CAIR
Bentuk sediaan cair umumnya dapat berupa sediaan larutan seperti : solution,
mixture, emulsa, saturationes, sirup, dan suspensi.
1. SOLUTIONES & MIXTURA
Solutiones adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih bahan
kimia, kecuali dinyatakan lain sebagai pelarut adalah air suling.
Solutiones terdiri dari
1. Solutio : mengandung satu jenis zat terlarut
2. Mixtura : mengandung beberapa macam zat terlarut
Bentuk sediaan ini mempunyai keuntungan :
1. Aksinya lebih cepat dan campurannya homogen.
2. Dosisnya mudah diubah-ubah.
3. Mudah pemakaiannya.
4. Dapat diberi tambahan seperti pemanis, bau-bauan atau warna (saporis,
odoris, coloris)
Kerugian dari bentuk sediaan ini adalah :
1. Banyak obat yang tidak stabil atau rusak dan terurai.
2. Bau dan rasa yang tidak enak sukar ditutupi.
3. Lebih besar volumenya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelarutan :
1. Suhu.
Beberapa zat padat umumnya bertambah larut jika temperaturnya
dinaikkan, dan dikatakan zat tersebut bersifat eksoterm. Pada beberapa
zat lain, kenaikkan temperatur justru menyebabkan zat tersebut tidak
larut, zat ini dikatakan bersifat endoterm.
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
| 17
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
2. Ukuran partikel.
Makin halus zat terlarut, makin kecil ukuran partikel, makin luas
permukaannya yang kontak dengan pelarut sehingga zat terlarut makin
cepat larut.
3. Pengadukan.
2. EMULSI
Emulsi adalah sediaan yang mengandung obat cair atau larutan
obat yang terdispersi dalam cairan pembawa dalam bentuk tetesan kecil.
Emulsi biasa distabilkan dengan zat pengemulsi/emulgator. Emulgator
diperlukan untuk mencegah penyatuan tetesan-tetesan kecil (fase yang
terdispersi) menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase yang
akan memisah. Sediaan farmasi maupun kosmetika dalam bentuk emulsi
banyak dijumpai baik untuk pemakaian topical maupun sistemik.
Emulgator dikelompokkan menjadi
1.
Surfaktan
2.
Hidrokoloid (gom, sellulose, collagen, dll)
3.
Zat padat halus terdispersi
Ada dua tipe emulsi :
1. Emulsi o/w, fase dispersnya minyak dengan medium dispersnya air.
2. Emulsi w/o, fase dispersnya air dan medium dispersnya minyak.
Cara membedakan tipe emulsi ada beberapa cara antara lain :
1.
Dengan pengenceran.
2.
Dengan kertas saring.
3.
Dengan pemberian zat warna, missal : sudan III, metilen blue.
4.
Metode konduktivitas listrik.
18 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
3.
SUSPENSI
Suspensi adalah suatu bentuk sediaan cair yang mengandung bahan
obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan
pembawa. Zat yang terdispersi halus tidak boleh cepat mengendap, jika
digojog perlahan endapan harus segera terdispersi kembali.
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suspense antara lain :
1. Ukuran partikel
2. Banyak sedikitnya partikel bergerak
3. Tolak menolak antar partikel (muatan listrik)
4. Konsentrasi suspensoid
4. SIRUPI
Sirupi atau sirup adalah bentuk sediaan cair yang mengandung
sacharosa atau gula. Konsistensi sirup mengandung konsistensi yang
kental. Sirup banyak digunakan dalam pengobatan baik sebagai corigens
rasa atau sebagai obat.
Terdapat pula sediaan sirup dalam bentuk dry sirup (sirup kering).
Sirup ini merupakan campuran obat dengan sacharose dimana dalam
penggunaannya harus dilarutkan dalam jumlah air tertentu sebelum
digunakan.
5. ELIXIR
Eliksir atau elixir adalah sediaan farmasi yang berbentuk cair yang
mengandung
air
dan
alkohol
(hidroalkohol),
definisi
lainnya
menyebutkan eliksir adalah sediaan cair hidroalkohol, jernih dan manis,
untuk penggunaan oral.
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
| 19
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
Menurut Farmakope Indonesia edisi III, eliksir adalah sediaan
berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau yang sedap, mengandung
obat dan selain obat seperti pemanis, pewangi dan pengawet, digunakan
secara oral. Pelarut utama biasanya etanol, bisa juga ditambahkan
gliserol, sorbitol, dan propilenglikol.
6. PREPARAT GALENIKA
Sediaan ini dibuat dengan menyari/mengekstraksi simplisia dengan
penyari yang sesuai. Secara garis besar cara pembuatan preparat
galenika dibagi :
1. Penyarian dengan pemanasan (suhu 90⁰C) dengan pelarut air :
infusa, decocta.
2. Penyarian dengan perkolasi, maserasi, dengan berbagai pelarut
yang sesuai : tinctura, extractum.
7. OBAT TETES ORAL
Obat tetes
(Guttae) adalah sediaan cair berupa larutan-larutan,
emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar,
digunakan dengan cara meneteskan, dengan menggunakan alat penetes
yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan baku yang berlaku.
Tetes Oral (guttae orales ) adalah obat tetes yang digunakan dengan
meneteskan ke dalam minuman atau makanan untuk ditelan.
20 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
I.
SOLUTIO
R/ Larutan asam borat
80
S.u.e
Pro: Irawan Hartanto
(22 tahun)
Problema resep :
1.
Mencari resep standar
2.
Penimbangan bahan yang diperlukan
3.
Cara pemakaian
4.
Etiket penggunaan
Cara pembuatan :
1.
Asam borat ditimbang, ditambahkan aquades ± 60 ml,
dipanaskan hingga larut, lalu didinginkan.
2.
Tambahkan sisa aquades lalu diaduk.
3.
Disaring dengan kertas saring melalui corong ke dalam botol.
4.
Masukkan dalam botol dan beri etiket.
Permasalahan :
1.
Indikasi pengobatan solutio acidi borici.
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
| 21
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
II.
MIXTURA
R/ Ammonium Chlorida
1
Succ. Liquiritiae
5
SASA
3
Aqua
135
m.f.mixt.
S.t.d.d.C. 1
Pro : Sumini (23 th)
Problema resep :
1.
Bentuk sediaan obat.
2.
Etiket yang digunakan.
3.
Cara penggunaan obat dan aturan pakai.
Cara pembuatan :
1.
Timbang bahan-bahannya.
2.
Gerus Succus dalam mortir dengan air hangat yang dituang sedikit
demi sedikit. Masukkan dalam botol. Dinginkan.
3.
Larutkan ammonium klorida dengan aquades, masukkan dalam
botol.
4.
Terakhir, tambahkan SASA ke dalam botol.
5.
Tutup dan beri etiket.
Permasalahan :
1.
Tujuan pengobatan dengan potio nigra c. tussim.
2.
Sediaan paten dalam perdagangan.
22 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
III.
INFUSA
R/ Inf. Fol. Orthosiphon
Hexamini
100
5
S.t.d.d.C. 1
Pro: Tn. Hasno (40 tahun)
Problema resep :
1.
Pengertian infusa
2.
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam infusa dan jumlahnya
3.
Peruraian Hexamin
Cara Pembuatan :
1.
Timbang bahan-bahan.
2.
Folio orthosiphon dimasukkan ke dalam panci infusa dan
ditambahkan aqua dan air ekstra. Kemudian panci tersebut
dipanasi, setelah suhunya mencapai 90⁰C, dibiarkan sampai 15
menit. Kemudian didinginkan. Setelah dingin, massa disaring
dengan kain kassa sampai mendapatkan infus sejumlah yang
diinginkan.
3.
Larutkan hexamin dalam cairan infusa yang didapat.
4.
Masukkan botol, beri etiket.
Permasalahan :
Tujuan pengobatan dengan kombinasi obat yang tertulis dalam resep.
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
| 23
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
IV.
SUSPENSIONES
R / Sulf. Praecip.
7
Camphor
1
PGA
1,5
Sol.Calc.Hydroxyd
Aquae rosarum
aa ad
100
m.f.susp.
S.b.d.d.u.e
Pro : Anisa Wulandari (20 tahun)
Problema resep :
1. Pembuatan Sol. Calcii Hydroxydi.
2. Bentuk sediaan obat, bahan tambahan yang diperlukan.
3. Cara penggunaan obat oleh pasien.
4. Etiket yang digunakan
Cara pembuatan :
1. Timbang camphor, masukkan mortir, ditetesi spiritus dilutus,
digerus.
2. Timbang sulfur praecipitatum yang sudah diayak B50,
masukkan ke dalam mortir sedikit demi sedikit, sambil diaduk
homogen.
3. Tambahkan PGA, aduk kembali.
4. Tambahkan aqua rosarum sedikit demi sedikit dan diaduk
hingga homogen.
5. Suspensi yang diperoleh dimasukkan ke dalam botol, ditutup
dan beri etiket.
Permasalahan :
1. Tujuan pengobatan dengan kombinasi obat yang tertulis dalam
resep.
2. Pemilihan bentuk sediaan.
3. Sediaan paten yang beredar.
24 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
V.
EMULSA
R/ Ol. Iecoris Aselli
PGA
Glycerol
Aqua
Ol. Cinnamomi gtt
25
7,5
2,5
18,75
2
m.f.emuls.
S.t.d.d.Cth.1
Pro : Ciara Khalila (7 tahun)
Problema resep :
1. Apa beda emulsi dan suspensi
2. Cara penggunaan obat oleh pasien
3. Etiket yang digunakan
Cara pembuatan :
1. Timbang bahan-bahannya.
2. Oleum Iecoris Aselli dimasukkan ke dalam mortir, tambahkan
PGA dan aqua sebanyak 1,5X berat PGA. Kemudian diaduk
kuat dengan gerakan dari luar ke dalam hingga terbentuk
korpus emulsi.
3. Tambahkan gliserol, aduk homogen.
4. Tambahkan sisa aqua, lalu masukkan ke dalam botol.
5. Terakhir teteskan oleum cinnamomi
6. Tutup botol dan beri etiket.
Permasalahan :
1. Tujuan pengobatan dengan kombinasi obat yang tertulis dalam
resep.
2. Pemilihan bentuk sediaan.
3. Obat paten dalam perdagangan.
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
| 25
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
VI.
SATURATIONES
R/ Acid citric
Aquae
Spirit. Citri
Natrii Subcarbonas
Sir.Simpl.
Aquae
m.f.pot.eff.
S.duab.vicib.summend
5
30
5
6
20
110
Pro : Anton Wartono (32 tahun)
Problema resep :
1. Bentuk sediaan obat.
2. Bahan-bahan yang diperlukan dan jumlahnya.
3. Etiket yang digunakan.
4. Cara penggunaan obat.
Cara pembuatan :
1. Timbang bahan-bahannya.
2. Masukkan natrii subcarbonas dalam mortir, digerus dan
ditambah aqua sedikit demi sedikit. Natrii subcarbonas yang
sudah larut dimasukkan botol, yang belum larut ditambahkan
lagi air sedikit demi sedikit. Begitu seterusnya sampai semua
natrii subcarbonas habis terlarut.
3. Asam sitrat dilarutkan dengan aqua.
4. Tambahkan sirupus simplex dan spiritus citri ke dalam larutan
asam sitrat. Campuran ini dimasukkan sedikit demi sedikit
melalui dinding botol sambil digojog untuk membuang CO 2
yang terbentuk sampai kurang lebih 2/3 bagiannya.
5. Masukkan sisa 1/3 bagian campuran yang tersisa sekaligus
dengan cepat lewat didinding botol. Segera tutup botol dengan
tutup champagne.
Permasalahan :
Tujuan pengobatan dengan betuk sediaan saturationes
26 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
VII.
ELIXIR 1
R/ Elixir Paracetamol 80 ml
s.p.r.n. Cth I (febris)
Pro : Raganing Abdi (12 tahun)
Problema resep :
1. Bentuk sediaan obat.
2. Definisi sediaan elixir
3. Etiket yang digunakan.
4. Cara penggunaan obat.
Cara pembuatan :
1. Parasetamol ditimbang, digerus hingga homogen. Dilarutkan
dalam etanol yang sudah dihitung.
2. Dihitung propilenglikol, gliserol, dan solutio sorbitol 70%,
dicampur sampai homogen.
3. Dicampurkan ke campuran no (1) lalu masukkan ke dalam
botol.
4. Beri etiket
Permasalahan :
Tujuan pengobatan dengan bentuk sediaan elixir.
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
| 27
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
VIII.
OBAT TETES ORAL
R/ Sol. Lugoli
25
S.t.d.d. gtt. V
Pro: Tn. Samuddin
Problema resep :
1.
Mencari resep standar
2.
Penimbangan bahan yang diperlukan
3.
Cara pemakaian
4.
Etiket penggunaan
Cara pembuatan :
1.
Timbang Kalii Iodida, dimasukkan mortir, digerus dan
dilarutkan dalam air sebanyak 2,5X berat Kalii iodida (air mulamula dalam resep standar).
2.
Iodium ditimbang dalam botol timbang tertutup, masukkan
dalam larutan KI dengan bantuan sendok porselen, gerus pelanpelan.
3.
Tambahkan sisa aqua. Aduk.
4.
Masukkan dalam botol dan beri etiket.
Permasalahan :
1. Indikasi pengobatan sediaan yang dibuat.
2. Warna botol yang digunakan.
28 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
IX.
DRY SIRUP
R/ Amoksisilin
125mg/5ml
CMC Na
1%
Sukrosa
20%
Na-benzoat
0,25%
Aqua
ad
50 ml
S.t.d.d. C.I
Pro: An. Ananda (7 tahun)
Problema resep :
1.
Penimbangan bahan yang diperlukan
2.
Cara pembuatan dan cara pelarutan dry sirup.
3.
Etiket penggunaan
Cara pembuatan :
1.
Amoksisilin, Sukrosa, Na-benzoat ditimbang dan dihaluskan
sampai homogen.
2.
Ditambahkan CMC-Na
3.
Dimasukkan ke dalam botol dan diberi etiket.
4.
Dilakukan pelarutan dengan aqua yang sudah dihitung ke dalam
sediaan dry sirup yang telah dibuat.
Permasalahan :
1.
Alasan dibuat sediaan dry sirup
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
| 29
Petunjuk Praktikum Farmasetika II
X.
ELIXIR 2
R/ Solutio champorae spirituosa 80 ml
s.u.e
Pro : Ria Karya (12 tahun)
Problema resep :
1.
Penimbangan bahan yang diperlukan
2.
Cara pembuatan dan cara pelarutan elixir.
3.
Etiket penggunaan
Cara pembuatan :
1. Timbang champora dan larutkan dengan ±5 ml etanol
2. Dikocok hingga larut
3. Tambahkan larutan dengan sisa etanol
4. Tambahkan dengan aquadest sedikit demi sedikit
5. Masukkan ke dalam botol dan beri etiket
Permasalahan :
1.
Tujuan pengobatan dengan bentuk sediaan elixir.
30 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman
Download