Petunjuk Praktikum Farmasetika II CAPAIAN PEMBELAJARAN CAPAIAN PEMBELAJARAN UMUM Mahasiswa akan dapat membuat bermacam-macam bentuk sediaan obat atas dasar resep yang diperoleh, untuk mendukung proses terapi pada pasien sesuai dengan bentuk-bentuk sediaan obat yang diminta, baik bentuk sediaan padat, semi padat, dan cair dengan memperhitungkan problematika yang ada, baik dosis, inkompatibilitas, dan stabilitas sediaan obat. CAPAIAN PEMBELAJARAN KHUSUS Mahasiswa diharapkan dapat : 1. Menganalisa tentang keabsahan dan kelengkapan resep. 2. Melakukan perhitungan dosis. 3. Mencari dan membuat resep-resep standar pada buku standar. 4. Melakukan penimbangan dan peracikan bahan obat. 5. Melakukan sebagian cara pengujian atau kontrol sifat fisis sediaan tablet. 6. Mencari dan menganalisa problem dalam resep. 7. Membuat bentuk sediaan obat padat, semi padat, dan cair. Petunjuk Praktikum Farmasetika II KETENTUAN DAN TATACARA PELAKSANAAN PRAKTIKUM FARMASETIKA II 1. Praktikan diharuskan membuat jurnal praktikum sebelum praktikum dimulai dan mendapat acc oleh asisten praktikum. 2. Praktikan harus hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai. Keterlambatan lebih dari 15 menit tidak diperbolehkan mengikuti praktikum. 3. Praktikan diharuskan berpakaian rapi, sopan, mengenakan sepatu (bukan sepatu sandal), memakai cocard, dan mematuhi tata tertib yang berlaku. 4. Praktikan diharuskan mengenakan jas praktikum bersih dan berwarna putih. 5. Praktikan harus melakukan pre test tertulis selama 10 menit sebelum mengerjakan resep. Bagi praktikan yang tidak memenuhi nilai batas lulus (NBL≥60) tidak diperkenankan mengikuti praktikum. 6. Praktikan harus mengecek ketersediaan alat yang akan digunakan sebelum mengerjakan sediaan obat sesuai resep. 7. Setelah mengerjakan resep dan membersihkan peralatan, praktikan diharuskan mengerjakan post test praktikum. 8. Demi kelancaran praktikum, praktikan diharuskan membawa peralatan yang diperlukan dalam praktikum, seperti kain lap (serbet) yang bersih (2 buah), tissu, sudip, dan pipet tetes. 9. Praktikan harus menjaga kebersihan semua peralatan yang ada di laboratorium. 10. Jangan menggunakan peralatan yang tidak diperlukan. 11. Bila berhalangan hadir, praktikan wajib membuat surat ijin kepada dosen koordinator praktikum. Farmasi Universitas Jenderal Soedirman |1 Petunjuk Praktikum Farmasetika II 12. Jika dua kali tidak mengikuti praktikum, maka tidak diperbolehkan mengikuti responsi. 13. Evaluasi praktikum dapat diselenggarakan dengan ketentuan kehadiran setiap mahasiswa minimal 75 %. 14. Setiap mahasiswa peserta praktikum farmasetika 2 harus mentaati dan melaksanakan ketentuan dan tata cara praktikum dan apabila melanggar akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. 2 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II PANDUAN UMUM KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM 1. Memakai jas praktikum selama praktikum berlangsung. Lebih baik lengkapi juga dengan masker dan sarung tangan. 2. Mempersiapkan materi praktikum yang akan dikerjakan, pahami semua prosedur kerja secara keseluruhan sebelum masuk lab. 3. Bekerja dengan sungguh-sungguh. Tidak diperbolehkan mengganggu praktikan lain, bergurau, dan bermain-main di lab. 4. Tidak diperbolehkan makan, minum, dan atau menghisap permen selama bekerja di lab, serta menggunakan alat lab sebagai wadah makanan dan minuman. 5. Membaca dengan cermat dan memahami petunjuk penggunaan semua peralatan sebelum menggunakannya. Jika belum memahami tanyakan kepada dosen pembimbing, asisten, atau laboran. 6. Sebelum menggunakan bahan, cek label pada wadah minimal dua kali untuk memastikan kebenaran bahan yang diambil. 7. Mengambil bahan yang diperlukan secukupnya dan tidak diperbolehkan mengembalikan bahan kimia sisa kembali ke wadahnya untuk menghindari kontaminasi. 8. Tidak diperbolehkan memindahkan bahan-bahan keluar lab. 9. Letakkan tas dan buku-buku yang tidak dipakai ke dalam loker. 10. Jauhkan tangan dari wajah, mata, mulut, dan badan saat menggunakan bahan-bahan kimia atau peralatan lab. Segera cuci tangan setelah melakukan percobaan. 11. Jika bahan kimia mengenai mata atau kulit segera cuci dengan air mengalir sekurangnya selam 10 menit. 12. Pastikan peralatan yang digunakan bersih dan tidak rusak/retak. Farmasi Universitas Jenderal Soedirman |3 Petunjuk Praktikum Farmasetika II 13. Bekerja dengan hati-hati ketika memanaskan bahan-bahan. Gunakan bantuan kain untuk membantu memindahkan wadah yang masih panas. 14. Jangan mencelupkan glassware panas di air dingin karena dapat menyebabkan glassware retak. Biarkan dahulu di suhu ruang hingga glassware tidak lagi panas. 15. Mengetahui letak dan prosedur penggunaan peralatan keamanan seperti pemadam api. Jika terjadi kebakaran pada alat, segera cabut kontak peralatan dengan sumber listrik dan segera hubungi dosen atau laboran. 16. Jika terjadi kecelakaan atau terluka, segera hubungi asisten, dosen, atau laboran untuk mendapat pertolongan. 17. Setelah semua pekerjaan selesai, bersihkan alat yang telah digunakan dan meninggalkan lab dalam kondisi bersih. Perhatian!!! Simpan uang, perhiasan, dan barang-barang berharga lainnya. Kehilangan barang-barang tersebut menjadi tanggung jawab mahasiswa yang bersangkutan. 4 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II TATA CARA PENIMBANGAN 1. Diperiksa apakah semua komponen timbangan/neraca sudah lengkap dan sesuai pada tempatnya dengan mencocokkan nomor-nomor yang terdapat pada komponen tersebut 2. Periksa kedudukan timbangan sejajar atau rata, dapat dilihat dari posisi jarum anting dengan alas anting harus tepat. Jika belum tepat, atur tombol pengatur tegaknya timbangan 3. Periksa apakah posisi pisau sudah tepat pada tempatnya. Jika sudah, tuas penyangga diputar hingga timbangan terangkat dan akan kelihatan apakah piringnya seimbang atau berat sebelah. Jika tidak seimbang kita dapat memutar mur kiri atau kanan sesuai dengan keseimbangannya hingga neraca seimbang 4. Letakkan kertas perkamen di atas kedua piring timbangan, kemudian lihat apakah neraca seimbang atau berat sebelah. Jika belum seimbang, lakukan dengan penambahan sedikit kertas atau batu penara pada salah satu piring timbangan hingga neraca menjadi seimbang. Tidak diperkenankan menara dengan anak timbangan. Selanjutnya, penimbangan bahan-bahan atau obat dapat dimulai 5. Alas bahan atau wadah bahan untuk menimbang terlebih dahulu harus disetarakan. 6. Cara penimbangan bahan-bahan atau obat: a. Bahan padat (serbuk, lilin): ditimbang di atas kertas perkamen. Bahan-bahan yang dipersyaratkan untuk diayak, penimbangan bahan dilakukan setelah diayak terlebih dahulu. Farmasi Universitas Jenderal Soedirman |5 Petunjuk Praktikum Farmasetika II b. Bahan setengah padat (vaselin, adeps lanae) : ditimbang diatas kertas perkamen atau cawan penguap. c. Bahan cair : ditimbang di atas kaca arloji, cawan penguap, atau langsung dalam botol atau wadah. d. Bahan cair kental : 1. Extr.Belladone, Extr.Hyosiami : ditimbang di atas kertas perkamen. 2. Ichtyol : ditimbang di atas kertas perkamen yang sebelumnya dibasahi dengan parafin cair atau vaselin. e. Bahan oksidator (KMnO4, Iodin, Argenti nitras), ditimbang pada gelas timbang atau gelas arloji yang dapat ditutup. f. 7. Bahan yang bobotnya kurang dari 50 mg dilakukan pengeceran. Bahan yang akan ditimbang diletakkan didaun timbangan sebelah kanan, dan anak timbangan diletakkan didaun timbangan sebelah kiri. 8. Bahan obat yang beratnya lebih dari 1g, hendaknya ditimbang di timbangan gram, sedangkan yang kurang dari 1 g, ditimbangan milligram. 9. Setelah selesai menimbang, bahan obat terus dimasukkan kedalam tempat (mortir, bekerglass, labu takar atau lainnya) untuk siap dikerjakan. Sedangkan botol tempat bahan obat segera dikembalikan ke tempat semula. Tidak boleh menimbang obat kalau belum akan dikerjakan. 10. Catatlah segala penimbangan yang saudara lakukan. 6 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II ETIKET OBAT 1. Etiket obat ada dua macam, yaitu etiket putih dan etiket biru. 2. Etiket putih untuk obat yang melewati saluran pencernaan , etiket biru untuk obat yang tidak melewati saluran pencernaan. Contoh etiket obat warna putih : LAB. FARMASETIKA JURUSAN FARMASI FIKES UNSOED Jl. Dr.Suparno Karangwangkal Purwokerto Telp. 0281 642840 APA :…………………….. No. SIPA :……………………… Nama Obat : No. Tanggal Nama Pasien ……… X sehari ………. Tab/cap/bungkus Pagi jam : ……………… Sore jam : ……………... Siang jam: ……………… Malam jam : ………………. Sebelum/menjelang/sesudah makan Paraf Contoh etiket obat warna biru : LAB. FARMASETIKA JURUSAN FARMASI FIKES UNSOED Jl. Dr.Suparno Karangwangkal Purwokerto Telp. 0281 642840 APA :…………………….. No. Sp :……………………… Nama Obat : No. Tanggal Nama Pasien ……… X sehari ………. Suppositoria Pagi jam : ……………… Sore jam : ……………... Siang jam: ……………… Malam jam : ………………. Obat Luar Paraf Farmasi Universitas Jenderal Soedirman |7 Petunjuk Praktikum Farmasetika II KETENTUAN DAN TATACARA PENILAIAN PRAKTIKUM 1. Nilai harian 60 %. Nilai harian terdiri dari : a. Pretest : 20 % b. Jurnal Praktikum : 30% c. Praktek : 30% d. Post test : 20% 2. Nilai responsi 40 % 8 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II BUKU JURNAL PRAKTIKUM FARMASETIKA II Jurnal praktikum menggunakan buku tulis biasa, disampul dengan kertas emas berwarna: A1 kuning, A2 merah, B1 hijau dan B2 biru. Contoh Cover Jurnal Praktikum Farmasetika II PRAKTIKUM FARMASETIKA II Nama : NIM : Golongan : Dosen Pembimbing : Asisten : LABORATORIUM FARMASETIKA JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2019 Farmasi Universitas Jenderal Soedirman |9 Petunjuk Praktikum Farmasetika II Contoh Jurnal Praktikum Farmasetika II : Judul Praktikum : Hari/Tgl praktikum : Nama Asisten : 1. Tujuan Praktikum 2. Resep a. Resep yang bersangkutan. b. Resep standar sesuai dengan sumbernya bila diperlukan 3. Keabsahan dan kelengkapan resep. 4. Fungsi masing-masing bahan dan indikasi bentuk sediaan obat 5. Problema resep dan penyelesaiannya. 6. Perhitungan dosis maksimal bila diperlukan. 7. Perhitungan bahan untuk penimbangan. 8. Cara kerja, ditulis dengan singkat dan jelas dalam bentuk bagan. 9. Etiket. 10. Copy resep bila diperlukan 11. Wadah dan cara penyimpanan obat 12. Pembahasan cara kerja 13. Daftar Pustaka Keterangan : sebelum praktikum, praktikan menyiapkan jurnal praktikum poin 1-11, sesudah praktikum ditambahkan poin 12-13. Jurnal yang telah dilengkapi, dikumpulkan sehari setelah praktikum berlangsung. 10 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II RESEP DAN COPY RESEP Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada apoteker untuk membuat dan menyerahkan obat kepada pasien. Komponen resep menurut fungsinya terdiri dari : 1. Remedium cardinale, bahan obat yang berkhasiat utama 2. Remedium adjuntiva/ajuvans, bahan obat yang menunjang kerja dari bahan utama. 3. Corrigens, bahan obat tambahan guna memperbaiki rasa (saporis), warna (coloris), bau (odoris), dan kelarutan (solubilis) 4. Constituen / vehiculum/ exipiens, bahan tambahan yang dipakai sebagai bahan pengisi, dan pemberi bentuk untuk memperbesar volume obat. Dalam mengerjakan resep-resep yang diterima, harus diperiksa keabsahan dan kelengkapan resep terlebih dahulu. Resep dikatakan sah dan lengkap jika memenuhi semua unsur resep, yaitu : 1. Nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter. 2. Tanggal penulisan resep (inscriptio). 3. Tanda R/ pada bagian kiri resep, dan nama obat atau komposisi obat (invocatio). 4. Aturan pakai yang tertulis (signatura). 5. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundangundangan yang berlaku (subscriptio). 6. Nama pasien, bagi resep yang mengandung obat golongan narkotika harus disertakan juga alamatnya. 7. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal. Farmasi Universitas Jenderal Soedirman | 11 Petunjuk Praktikum Farmasetika II Resep dapat ditulis kembali dalam bentuk salinan resep, atau disebut juga copie resep atau apograph. Selain memuat semua keterangan pada resep asli, copie resep memuat nama apotek, alamat apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek , nomor SIK, nomor SIA, tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek, tanda “det” jika obat sudah diserahkan dan “nedet” jika obat belum diserahkan. Jika dokter menghendaki agar resepnya dapat diulang, maka pada resep ditulis iter atau boleh diulang, misal ika dalam resep tertulis iter 2x maka resep tersebut dapat dilayani sebanyak 3 kali. Resep yang mengandung narkotik tidak boleh ada tulisan atau tanda iter (diulang), mihi ipsi (pemakaian sendiri), usus cognitus (pemakaian diketahui). Resep yang mengandung narkotik ini tidak boleh diulang, tetapi harus dengan resep baru. Contoh dari penulisan resep dapat dilihat pada contoh di bawah ini : 12 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II Copy resep adalah salinan yang dibuat oleh apotek. Salinan ini memuat semua keterangan dalam resep asli, seperti dibawah ini : 1. Nama dan alamat apotek 2. Nama dan Nomor SIPA Apoteker Pengelola Apotek 3. Tanda tangan atau paraf Apoteker Pengelola Apotek 4. Tanda det untuk obat yang sudah diserahkan dan nedet untuk obat yang belum diserahkan. 5. Nomor resep dan tanggal pembuatan Apotek Sendang Agung Jalan Kedungpane No 3 Apoteker : Kurnia Puspitasari, S.Farm., Apt SIPA : 198841124/SIPA_33.01/2011/2012 Purwokerto, 5 Maret 2015 COPY RESEP Dari dokter : dr. Setiyawati Resep tanggal : 5 Maret 2015 Pro : Nana Dibuat tanggal : 5 Maret 2015 R/ Parasetamol mg 500 CTM mg 4 SL q.s m.f.pulv.dtd.No.XV da in caps s.t.d.d.caps I det P.C.C Cap apotek Paraf dan Nama Apoteker Farmasi Universitas Jenderal Soedirman | 13 Petunjuk Praktikum Farmasetika II PEMBUATAN RESEP STANDAR Resep standar adalah resep-resep yang terdapat pada buku-buku standar. Resep-resep ini masih banyak digunakan sebagai acuan dan seringkali komposisinya dimodifikasi dengan obat-obat lain. Buku-buku standar yang banyak digunakan sebagai referensi antara lain : 1. Pharmacope Nedherland ed V. 2. FI (Formularium Indonesia). 3. CMN. 4. FNA. 5. FMI, dan lain-lain. Masalah-masalah pada pembuatan resep standar lebih dititik beratkan pada aspek teknis farmasetisnya. Misalnya teknis pencampuran bahan obat dari resep standar dengan bahan obat tambahan lainnya. DOSIS Tujuan pengobatan yang optimum dapat dicapai dengan mempertimbangkan berbagai hal antara lain faktor-faktor yang berhubungan dengan pencapaian terapi maupun keamanan obat, nasib obat di dalam tubuh, keadaan klinis dari pemakai obat dan rute pemakaian, sehingga kegagalan dalam pengobatan mungkin terjadi bila aturan dosis/pemakaian tidak tepat. Dosis adalah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau diberikan kepada seseorang penderita untuk obat dalam maupun obat luar. Obat umumnya diberikan untuk digunakan dalam dosis dan interval waktu 14 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II tertentu. Untuk menentukan dosis, Farmakope Indonesia telah memuat daftar dosis maksimal berbagai obat. Pada penulisan resep sering beberapa obat diberikan secara bersamaan. Hal ini memungkinkan suatu obat berinteraksi dengan lainnya. Ada berbagai alasan penggunaan kombinasi obat. Kombinasi obat dapat memperpanjang atau memperpendek bahkan menimbulkan efek toksis dari obat lainnya. Interaksi obat dapat diharapkan bila zat yang berkhasiat bekerja secara sinergis/menguntungkan secara terapi. Di bawah ini merupakan macam-macam dosis : 1. Dosis terapi : suatu takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat menyembuhkan penderita. 2. Dosis minimum : suatu takaran obat terkecil yang diberikan yang masih dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan resistensi pada penderita. 3. Dosis maksimum : suatu takaran obat terbesar yang diberikan yang masih dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan keracunan pada penderita. 4. Dosis letal : takaran obat yang dalam keadaan biasa dapat menyebabkan kematian kepada penderita. a. LD 50 : takaran yang menyebabkan kematian pada 50 % hewan percobaan b. LD 100 : takaran yang menyebabkan kematian pada 100 % hewan percobaan 5. Dosis toksis : suatu takaran obat yang dalam keadaan biasa dapat menyebabkan keracunan pada penderita. Farmasi Universitas Jenderal Soedirman | 15 Petunjuk Praktikum Farmasetika II PERHITUNGAN DOSIS ANAK Khusus untuk perhitungan dosis anak dapat dilakukan dengan membandingkan dengan dosis untuk anak yang tertera dalam farmakope atau dapat dihitung dengan beberapa rumus : 1. Rumus Young Danak = 2. π 20 + π·πππ€ππ π Rumus Fried (untuk pasien kurang dari 1 tahun) Danak= 4. π₯ π·πππ€ππ π Rumus Dilling Danak = 3. π π+12 π’ππ’π πππππ ππ’πππ 150 π π· ππ€π Rumus Crawford Danak = πΏπ’ππ πππππ’ππππ ππ’ππ’β π΄πππ πΏπ’ππ πππππ’ππππ ππ’ππ’β π·ππ€ππ π n : umur anak (tahun) ; π₯ π·πππ€ππ π D : Dosis 16 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II A. BENTUK SEDIAAN CAIR Bentuk sediaan cair umumnya dapat berupa sediaan larutan seperti : solution, mixture, emulsa, saturationes, sirup, dan suspensi. 1. SOLUTIONES & MIXTURA Solutiones adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih bahan kimia, kecuali dinyatakan lain sebagai pelarut adalah air suling. Solutiones terdiri dari 1. Solutio : mengandung satu jenis zat terlarut 2. Mixtura : mengandung beberapa macam zat terlarut Bentuk sediaan ini mempunyai keuntungan : 1. Aksinya lebih cepat dan campurannya homogen. 2. Dosisnya mudah diubah-ubah. 3. Mudah pemakaiannya. 4. Dapat diberi tambahan seperti pemanis, bau-bauan atau warna (saporis, odoris, coloris) Kerugian dari bentuk sediaan ini adalah : 1. Banyak obat yang tidak stabil atau rusak dan terurai. 2. Bau dan rasa yang tidak enak sukar ditutupi. 3. Lebih besar volumenya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelarutan : 1. Suhu. Beberapa zat padat umumnya bertambah larut jika temperaturnya dinaikkan, dan dikatakan zat tersebut bersifat eksoterm. Pada beberapa zat lain, kenaikkan temperatur justru menyebabkan zat tersebut tidak larut, zat ini dikatakan bersifat endoterm. Farmasi Universitas Jenderal Soedirman | 17 Petunjuk Praktikum Farmasetika II 2. Ukuran partikel. Makin halus zat terlarut, makin kecil ukuran partikel, makin luas permukaannya yang kontak dengan pelarut sehingga zat terlarut makin cepat larut. 3. Pengadukan. 2. EMULSI Emulsi adalah sediaan yang mengandung obat cair atau larutan obat yang terdispersi dalam cairan pembawa dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi biasa distabilkan dengan zat pengemulsi/emulgator. Emulgator diperlukan untuk mencegah penyatuan tetesan-tetesan kecil (fase yang terdispersi) menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase yang akan memisah. Sediaan farmasi maupun kosmetika dalam bentuk emulsi banyak dijumpai baik untuk pemakaian topical maupun sistemik. Emulgator dikelompokkan menjadi 1. Surfaktan 2. Hidrokoloid (gom, sellulose, collagen, dll) 3. Zat padat halus terdispersi Ada dua tipe emulsi : 1. Emulsi o/w, fase dispersnya minyak dengan medium dispersnya air. 2. Emulsi w/o, fase dispersnya air dan medium dispersnya minyak. Cara membedakan tipe emulsi ada beberapa cara antara lain : 1. Dengan pengenceran. 2. Dengan kertas saring. 3. Dengan pemberian zat warna, missal : sudan III, metilen blue. 4. Metode konduktivitas listrik. 18 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II 3. SUSPENSI Suspensi adalah suatu bentuk sediaan cair yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi halus tidak boleh cepat mengendap, jika digojog perlahan endapan harus segera terdispersi kembali. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suspense antara lain : 1. Ukuran partikel 2. Banyak sedikitnya partikel bergerak 3. Tolak menolak antar partikel (muatan listrik) 4. Konsentrasi suspensoid 4. SIRUPI Sirupi atau sirup adalah bentuk sediaan cair yang mengandung sacharosa atau gula. Konsistensi sirup mengandung konsistensi yang kental. Sirup banyak digunakan dalam pengobatan baik sebagai corigens rasa atau sebagai obat. Terdapat pula sediaan sirup dalam bentuk dry sirup (sirup kering). Sirup ini merupakan campuran obat dengan sacharose dimana dalam penggunaannya harus dilarutkan dalam jumlah air tertentu sebelum digunakan. 5. ELIXIR Eliksir atau elixir adalah sediaan farmasi yang berbentuk cair yang mengandung air dan alkohol (hidroalkohol), definisi lainnya menyebutkan eliksir adalah sediaan cair hidroalkohol, jernih dan manis, untuk penggunaan oral. Farmasi Universitas Jenderal Soedirman | 19 Petunjuk Praktikum Farmasetika II Menurut Farmakope Indonesia edisi III, eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau yang sedap, mengandung obat dan selain obat seperti pemanis, pewangi dan pengawet, digunakan secara oral. Pelarut utama biasanya etanol, bisa juga ditambahkan gliserol, sorbitol, dan propilenglikol. 6. PREPARAT GALENIKA Sediaan ini dibuat dengan menyari/mengekstraksi simplisia dengan penyari yang sesuai. Secara garis besar cara pembuatan preparat galenika dibagi : 1. Penyarian dengan pemanasan (suhu 90β°C) dengan pelarut air : infusa, decocta. 2. Penyarian dengan perkolasi, maserasi, dengan berbagai pelarut yang sesuai : tinctura, extractum. 7. OBAT TETES ORAL Obat tetes (Guttae) adalah sediaan cair berupa larutan-larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan, dengan menggunakan alat penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan baku yang berlaku. Tetes Oral (guttae orales ) adalah obat tetes yang digunakan dengan meneteskan ke dalam minuman atau makanan untuk ditelan. 20 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II I. SOLUTIO R/ Larutan asam borat 80 S.u.e Pro: Irawan Hartanto (22 tahun) Problema resep : 1. Mencari resep standar 2. Penimbangan bahan yang diperlukan 3. Cara pemakaian 4. Etiket penggunaan Cara pembuatan : 1. Asam borat ditimbang, ditambahkan aquades ± 60 ml, dipanaskan hingga larut, lalu didinginkan. 2. Tambahkan sisa aquades lalu diaduk. 3. Disaring dengan kertas saring melalui corong ke dalam botol. 4. Masukkan dalam botol dan beri etiket. Permasalahan : 1. Indikasi pengobatan solutio acidi borici. Farmasi Universitas Jenderal Soedirman | 21 Petunjuk Praktikum Farmasetika II II. MIXTURA R/ Ammonium Chlorida 1 Succ. Liquiritiae 5 SASA 3 Aqua 135 m.f.mixt. S.t.d.d.C. 1 Pro : Sumini (23 th) Problema resep : 1. Bentuk sediaan obat. 2. Etiket yang digunakan. 3. Cara penggunaan obat dan aturan pakai. Cara pembuatan : 1. Timbang bahan-bahannya. 2. Gerus Succus dalam mortir dengan air hangat yang dituang sedikit demi sedikit. Masukkan dalam botol. Dinginkan. 3. Larutkan ammonium klorida dengan aquades, masukkan dalam botol. 4. Terakhir, tambahkan SASA ke dalam botol. 5. Tutup dan beri etiket. Permasalahan : 1. Tujuan pengobatan dengan potio nigra c. tussim. 2. Sediaan paten dalam perdagangan. 22 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II III. INFUSA R/ Inf. Fol. Orthosiphon Hexamini 100 5 S.t.d.d.C. 1 Pro: Tn. Hasno (40 tahun) Problema resep : 1. Pengertian infusa 2. Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam infusa dan jumlahnya 3. Peruraian Hexamin Cara Pembuatan : 1. Timbang bahan-bahan. 2. Folio orthosiphon dimasukkan ke dalam panci infusa dan ditambahkan aqua dan air ekstra. Kemudian panci tersebut dipanasi, setelah suhunya mencapai 90β°C, dibiarkan sampai 15 menit. Kemudian didinginkan. Setelah dingin, massa disaring dengan kain kassa sampai mendapatkan infus sejumlah yang diinginkan. 3. Larutkan hexamin dalam cairan infusa yang didapat. 4. Masukkan botol, beri etiket. Permasalahan : Tujuan pengobatan dengan kombinasi obat yang tertulis dalam resep. Farmasi Universitas Jenderal Soedirman | 23 Petunjuk Praktikum Farmasetika II IV. SUSPENSIONES R / Sulf. Praecip. 7 Camphor 1 PGA 1,5 Sol.Calc.Hydroxyd Aquae rosarum aa ad 100 m.f.susp. S.b.d.d.u.e Pro : Anisa Wulandari (20 tahun) Problema resep : 1. Pembuatan Sol. Calcii Hydroxydi. 2. Bentuk sediaan obat, bahan tambahan yang diperlukan. 3. Cara penggunaan obat oleh pasien. 4. Etiket yang digunakan Cara pembuatan : 1. Timbang camphor, masukkan mortir, ditetesi spiritus dilutus, digerus. 2. Timbang sulfur praecipitatum yang sudah diayak B50, masukkan ke dalam mortir sedikit demi sedikit, sambil diaduk homogen. 3. Tambahkan PGA, aduk kembali. 4. Tambahkan aqua rosarum sedikit demi sedikit dan diaduk hingga homogen. 5. Suspensi yang diperoleh dimasukkan ke dalam botol, ditutup dan beri etiket. Permasalahan : 1. Tujuan pengobatan dengan kombinasi obat yang tertulis dalam resep. 2. Pemilihan bentuk sediaan. 3. Sediaan paten yang beredar. 24 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II V. EMULSA R/ Ol. Iecoris Aselli PGA Glycerol Aqua Ol. Cinnamomi gtt 25 7,5 2,5 18,75 2 m.f.emuls. S.t.d.d.Cth.1 Pro : Ciara Khalila (7 tahun) Problema resep : 1. Apa beda emulsi dan suspensi 2. Cara penggunaan obat oleh pasien 3. Etiket yang digunakan Cara pembuatan : 1. Timbang bahan-bahannya. 2. Oleum Iecoris Aselli dimasukkan ke dalam mortir, tambahkan PGA dan aqua sebanyak 1,5X berat PGA. Kemudian diaduk kuat dengan gerakan dari luar ke dalam hingga terbentuk korpus emulsi. 3. Tambahkan gliserol, aduk homogen. 4. Tambahkan sisa aqua, lalu masukkan ke dalam botol. 5. Terakhir teteskan oleum cinnamomi 6. Tutup botol dan beri etiket. Permasalahan : 1. Tujuan pengobatan dengan kombinasi obat yang tertulis dalam resep. 2. Pemilihan bentuk sediaan. 3. Obat paten dalam perdagangan. Farmasi Universitas Jenderal Soedirman | 25 Petunjuk Praktikum Farmasetika II VI. SATURATIONES R/ Acid citric Aquae Spirit. Citri Natrii Subcarbonas Sir.Simpl. Aquae m.f.pot.eff. S.duab.vicib.summend 5 30 5 6 20 110 Pro : Anton Wartono (32 tahun) Problema resep : 1. Bentuk sediaan obat. 2. Bahan-bahan yang diperlukan dan jumlahnya. 3. Etiket yang digunakan. 4. Cara penggunaan obat. Cara pembuatan : 1. Timbang bahan-bahannya. 2. Masukkan natrii subcarbonas dalam mortir, digerus dan ditambah aqua sedikit demi sedikit. Natrii subcarbonas yang sudah larut dimasukkan botol, yang belum larut ditambahkan lagi air sedikit demi sedikit. Begitu seterusnya sampai semua natrii subcarbonas habis terlarut. 3. Asam sitrat dilarutkan dengan aqua. 4. Tambahkan sirupus simplex dan spiritus citri ke dalam larutan asam sitrat. Campuran ini dimasukkan sedikit demi sedikit melalui dinding botol sambil digojog untuk membuang CO 2 yang terbentuk sampai kurang lebih 2/3 bagiannya. 5. Masukkan sisa 1/3 bagian campuran yang tersisa sekaligus dengan cepat lewat didinding botol. Segera tutup botol dengan tutup champagne. Permasalahan : Tujuan pengobatan dengan betuk sediaan saturationes 26 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II VII. ELIXIR 1 R/ Elixir Paracetamol 80 ml s.p.r.n. Cth I (febris) Pro : Raganing Abdi (12 tahun) Problema resep : 1. Bentuk sediaan obat. 2. Definisi sediaan elixir 3. Etiket yang digunakan. 4. Cara penggunaan obat. Cara pembuatan : 1. Parasetamol ditimbang, digerus hingga homogen. Dilarutkan dalam etanol yang sudah dihitung. 2. Dihitung propilenglikol, gliserol, dan solutio sorbitol 70%, dicampur sampai homogen. 3. Dicampurkan ke campuran no (1) lalu masukkan ke dalam botol. 4. Beri etiket Permasalahan : Tujuan pengobatan dengan bentuk sediaan elixir. Farmasi Universitas Jenderal Soedirman | 27 Petunjuk Praktikum Farmasetika II VIII. OBAT TETES ORAL R/ Sol. Lugoli 25 S.t.d.d. gtt. V Pro: Tn. Samuddin Problema resep : 1. Mencari resep standar 2. Penimbangan bahan yang diperlukan 3. Cara pemakaian 4. Etiket penggunaan Cara pembuatan : 1. Timbang Kalii Iodida, dimasukkan mortir, digerus dan dilarutkan dalam air sebanyak 2,5X berat Kalii iodida (air mulamula dalam resep standar). 2. Iodium ditimbang dalam botol timbang tertutup, masukkan dalam larutan KI dengan bantuan sendok porselen, gerus pelanpelan. 3. Tambahkan sisa aqua. Aduk. 4. Masukkan dalam botol dan beri etiket. Permasalahan : 1. Indikasi pengobatan sediaan yang dibuat. 2. Warna botol yang digunakan. 28 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman Petunjuk Praktikum Farmasetika II IX. DRY SIRUP R/ Amoksisilin 125mg/5ml CMC Na 1% Sukrosa 20% Na-benzoat 0,25% Aqua ad 50 ml S.t.d.d. C.I Pro: An. Ananda (7 tahun) Problema resep : 1. Penimbangan bahan yang diperlukan 2. Cara pembuatan dan cara pelarutan dry sirup. 3. Etiket penggunaan Cara pembuatan : 1. Amoksisilin, Sukrosa, Na-benzoat ditimbang dan dihaluskan sampai homogen. 2. Ditambahkan CMC-Na 3. Dimasukkan ke dalam botol dan diberi etiket. 4. Dilakukan pelarutan dengan aqua yang sudah dihitung ke dalam sediaan dry sirup yang telah dibuat. Permasalahan : 1. Alasan dibuat sediaan dry sirup Farmasi Universitas Jenderal Soedirman | 29 Petunjuk Praktikum Farmasetika II X. ELIXIR 2 R/ Solutio champorae spirituosa 80 ml s.u.e Pro : Ria Karya (12 tahun) Problema resep : 1. Penimbangan bahan yang diperlukan 2. Cara pembuatan dan cara pelarutan elixir. 3. Etiket penggunaan Cara pembuatan : 1. Timbang champora dan larutkan dengan ±5 ml etanol 2. Dikocok hingga larut 3. Tambahkan larutan dengan sisa etanol 4. Tambahkan dengan aquadest sedikit demi sedikit 5. Masukkan ke dalam botol dan beri etiket Permasalahan : 1. Tujuan pengobatan dengan bentuk sediaan elixir. 30 |Farmasi Universitas Jenderal Soedirman