ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DALAM PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) PADA MESIN POLYMER EXTRUSION Oleh : Randy Feraldo Manik ID No. 004201305051 Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Akademik Mencapai Gelar Strata Satu pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Industri 2018 LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi dengan judul “Analisis Produktivitas Dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) Dalam Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Pada Mesin Polymer Extrusion (Studi Kasus di PT. ACP)” yang disusun dan diajukan oleh Randy Feraldo Manik sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik telah ditinjau dan dianggap memenuhi persyaratan sebuah skripsi. Oleh karena itu, saya merekomendasikan skripsi ini untuk maju sidang. Bekasi, Indonesia, 23 Februari 2018 Ir. Andira, M.T. i LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Produktivitas Dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) Dalam Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Pada Mesin Polymer Extrusion (Studi Kasus di PT. ACP)” adalah hasil dari pengamatan terbaik saya dan belum pernah diajukan ke Universitas manapun diterbitkan baik sebagian maupun secara keseluruhan. . Bekasi, Indonesia, 23 Februari 2018 Randy Feraldo Manik ii ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DALAM PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) PADA MESIN POLYMER EXTRUSION Oleh : Randy Feraldo Manik ID No. 004201305051 Disetujui Oleh : Ir. Andira, MT. Dosen Pembimbing Ir. Andira, MT. Kepala Program Studi Teknik Industri iii ABSTRAK PT. ACP adalah sebuah perusahaan yang bergerak di industri manufaktur yang memproduksi kemasan fleksibel. Saat ini PT. ACP dihadapi permasalahan loss time mesin yang besar pada mesin Polymer Extrusion yang memproduksi plastik LLDPE. Loss time mesin yang besar berdampak pada tingkat produktivitas kegiatan produksi dan jumlah produk yang berkualitas. Untuk dapat meningkatkan produktivitas mesin/peralatan maka dilakukan penerapan Total Productive Maintenance (TPM). Langkah yang dilakukan untuk menerapkannya yaitu melakukan pengukuran Overall Equipment Effectiveness (OEE) serta mengetahui faktor terbesar yang mempengaruhi dengan perhitungan six big losses. Setelah itu mencari penyebab-penyebab permasalahan yang terjadi dengan menggunakan fishbone diagram. Standar produktivitas world class yang dirumuskan oleh Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM), yaitu sebesar 85%. Hasil pengukuran OEE saat ini menunjukkan bahwa produktivitas pada Mesin Polymer Extrusion sebesar 74,41%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada ruang yang besar untuk dilakukan improvement agar dapat meningkatkan produktivitas. Faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai OEE pada persentase six big losses yaitu breakdown losess sebesar 42.75%. Kemudian diikuti dengan idling and minor stoppage losses sebesar 26.44, speed losses sebesar 18.14%, setup and adjustment losses sebesar 5.40%, yield losses sebesar 4.78%, dan quality defect and required losses sebesar 2.49%. Dengan penerapan strategi maintenance dan rekomendasi perbaikan maka OEE di tahun 2018 dapat meningkat menjadi 85.10% (mencapai standar world class). Kata kunci : Loss time, Total Productive Maintenance, Overall Equipment Effectiveness, six big losses, autonomous maintenance. iv KATA PENGANTAR Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaikbaiknya dan tepat waktu. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan yang harus ditempuh oleh mahasiswa President University jurusan Teknik Industri untuk mencapai gelar Sarjana Teknik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada: 1. Ibu Ir. Andira, M.T. selaku dosen pembimbing sekaligus kepala Program Studi Teknik Industri President University. 2. Seluruh dosen President University yang telah memberikan ilmu, pengalaman, mengembangkan cara berfikir dan pembelajaran selama proses perkuliahan. 3. Orangtua tercinta yang tidak henti-hentinya memberikan doa dan dukungan, sumber motivasi dan semangat dalam penulisan skripsi ini. 4. Kakak-kakak dan adik-adik tercinta yang selalu mendukung saudaranya untuk menggapai kesuksesan dan memberikan semangat untuk menjadi panutan bagi mereka. 5. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan motivasi untuk terus berkembang dan belajar. 6. Teman-teman Industrial Engineering terutama angkatan 2013 dari semester satu hingga akhir yang telah bersama-sama berjuang. 7. Keluarga kedua saya di Harapan Indah, kota Bekasi yang secara tidak langsung telah memberikan doa dan dukungannya. 8. Terimakasih secara khusus saya ucapkan kepada Desi Natalina Harianja yang selalu sabar menunggu hingga selesai wisuda, memberikan semangat ekstra selama menjalani perkuliahan. 9. Teman-teman dan atasan di perusahaan, PT. Avesta Continental Pack yang telah memberikan kesempatan untuk berkuliah dan bekerja. v Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk membantu dalam penyempurnaan dimasa yang akan datang. Bekasi, 23 Februari 2018 Randy Feraldo Manik vi DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... i LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................... ii ABSTRAK ............................................................................................................. iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix DAFTAR TABEL ................................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang Masalah................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3 1.3. Tujuan .............................................................................................................. 3 1.4. Batasan Masalah .............................................................................................. 3 1.5. Asumsi ............................................................................................................. 4 1.6. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 4 BAB II STUDI LITERATUR ................................................................................. 6 2.1 Pengertian Perawatan ....................................................................................... 6 2.2 Tujuan Perawatan ........................................................................................... 10 2.3 Total Productive Maintenance (TPM) ........................................................... 11 2.3.1 Pendahuluan....................................................................................... 11 2.3.2 Pengertian Total Productive Maintenance (TPM) ............................. 11 2.3.3 Manfaat Total Productive Maintenance (TPM) ................................. 12 2.4 Overall Equipment Effectiveness (OEE) ....................................................... 12 2.5 Six Big Losses ................................................................................................ 14 2.6 Diagram Pareto .............................................................................................. 17 2.7 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) .................................................. 18 BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 20 3.1 Langkah – Langkah Penelitian....................................................................... 20 3.2 Observasi ........................................................................................................ 21 3.3 Identifikasi Masalah ....................................................................................... 21 vii 3.4 Studi Literatur ................................................................................................ 21 3.5 Metode Penelitian .......................................................................................... 22 3.6 Analisis Data .................................................................................................. 22 3.7 Simpulan dan Saran ....................................................................................... 23 BAB IV DATA DAN ANALISIS ........................................................................ 24 4.1. Pengumpulan Data ......................................................................................... 24 4.2. Pengolahan Data ............................................................................................ 30 4.2.1. Perhitungan Availability Rate (AR) ..................................................... 30 4.2.2. Perhitungan Performance Rate (PR)................................................... 32 4.2.3. Perhitungan Rate of Quality (RQ) ....................................................... 34 4.2.4. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) ....................... 36 4.2.5. Perhitungan Six Big Losses ................................................................. 38 4.2.6. Rekapitulasi Time Losses Pada Six Big Losses ................................... 47 4.3. Analisis Diagram Pareto dan Cause and Effect Diagram .............................. 56 4.3.1 Analisis Diagram Pareto ...................................................................... 56 4.3.2 Analisis Cause And Effect Diagram ..................................................... 57 4.4 Penentuan Jenis strategi Perawatan Dengan Pendekatan TPM ..................... 79 4.4.1 Strategi Perawatan Untuk Breakdown Losses ..................................... 79 4.4.2 Strategi Perawatan Untuk Idling And Minor Stoppages Losses .......... 81 4.4.3 Strategi Perawatan Untuk Speed Losses .............................................. 83 4.4.4 Strategi Perawatan Untuk Setup And Adjustment Losses .................... 90 4.4.5 Strategi Perawatan Untuk Yield Losses ............................................... 93 4.4.6 Strategi Perawatan Untuk Quality Defect Losses ................................ 93 4.5 Perhitungan Availability Rate Setelah TPM .................................................. 96 4.6 Perhitungan Performance Rate Setelah TPM................................................. 99 4.7 Perhitungan Rate Of Quality Setelah TPM .................................................. 102 BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 105 5.1 Simpulan ...................................................................................................... 105 5.2 Saran ............................................................................................................ 105 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 106 LAMPIRAN ........................................................................................................ 107 viii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Diagram Pareto ……………………………………………………..18 Gambar 2.2 Diagram Sebab Akibat ……………………………………………..19 Gambar 3.1 Tahapan Metode Penelitian…………………………………………20 Gambar 4.1 Data Output Blown Film 2017 ……………………………………..26 Gambar 4.2 Diagram Alir Proses Kemasan Fleksibel …………………………..28 Gambar 4.3 Diagram Aliran Proses LLDPE Mesin Blown Film ….…………….29 Gambar 4.4 Grafik Availability Rate ……………………………………………32 Gambar 4.5 Grafik Performance Rate ………….………………………………..34 Gambar 4.6 Grafik Rate Of Quality ……………………………………………..36 Gambar 4.7 Grafik Nilai OEE 2017 ……………………………………………..38 Gambar 4.8 Pareto Diagram Six Big Losses …………………………………….56 Gambar 4.9 Analisis Sebab Akibat Breakdown Losses ………………………....59 Gambar 4.10 Analisis Sebab Akibat Idling And Minor Stoppages Losses ……..62 Gambar 4.11 Analisis Sebab Akibat Speed Losses ……………………………..65 Gambar 4.12 Analisis Sebab Akibat Setup And Adjustment Losses …………...68 Gambar 4.13 Analisis Sebab Akibat Yield Losses ……………………………...72 Gambar 4.14 Analisis Sebab Aibat Quality Defect Losses ……………………..76 ix DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Jam Kerja Produksi Mesin Blown Film 2017 ………………………...25 Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Availability Rate (AR) ……………………………31 Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Performance Rate (PR) ……………………………33 Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Rate Of Quality …………………………………..35 Tabel 4.5 Perhitungan Overal Equipment Effectiveness ……..…………………37 Tabel 4.6 Perhitungan Persentase Six Big Losses ………………………………39 Tabel 4.7 Perhitungan Persentase Setup And Adjustment Losses ………………41 Tabel 4.8 Perhitungan Persentase Idling And Minor Stoppages Losses ……...…42 Tabel 4.9 Perhitungan Persentase Reduce Speed Losses ………………………..43 Tabel 4.10 Perhitungan Persentase Quality Defect Losses …...............................45 Tabel 4.11 Perhitungan Persentase Yield Losses ………………………….…….46 Tabel 4.12 Perhitungan Total Time Losses Pada Breakdown Losses ….……….48 Tabel 4.13 Perhitungan Total Time Losses Pada Setup And Adjustment Losses ……………………………………………………………………………………49 Tabel 4.14 Perhitungan Total Time Losses Pada Reduce Speed Losses …….....50 Tabel 4.15 Total Time Losses Pada Idling And Minor Stoppages Losses ….….52 Tabel 4.16 Total Time Losses Pada Quality Defect Losses ……………………..53 Tabel 4.17 Total Time Losses Pada Yield Losses …………………………..…..54 Tabel 4.18 Hasil Rekap Persentase Komulatif Time Losses ……………...…….55 Tabel 4.19 Faktor Penyebab Breakdown Losses ………………………..………60 Tabel 4.20 Faktor Penyebab Idling And Minor Stoppages Losses …...…………63 Tabel 4.21 Faktor Penyebab Speed Losses ………………………………..…….66 Tabel 4.22 Faktor Penyebab Setup And Adjustment Losses ………...…………69 Tabel 4.23 Faktor Penyebab Yield Losses ……………………………..………..73 Tabel 4.24 Faktor Penyebab Quality Defect Losses …………………………….77 Tabel 4.25 Rekomendasi Perbaikan Breakdown Losses ……….……………….80 Tabel 4.26 Rekomendasi Perbaikan Idling And Minor Stoppages Losses …..….82 Tabel 4.27 Rekomendasi Perbaikan Speed Losses ……………………….……..84 Tabel 4.28 Rekomendasi Perbaikan Setup Adjustment Losses …………………92 Tabel 4.29 Rekomendasi Quality Defect Losses ………………….…………….94 x Tabel 4.30 Loading Time Dengan Sistem 5-2 ……………………..……………96 Tabel 4.31 Perhitungan Availability Rate Setelah TPM ……………...…………98 Tabel 4.32 Perhitungan Hasil Produksi 2018 …………………………………..100 Tabel 4.33 Perhitungan Performance Rate Setelah TPM ………………………101 Tabel 4.34 Perhitungan Rate Of Quality Setelah TPM ………………….…..…103 Tabel 4.35 Hasil Perhitungan OEE Setelah TPM ………………………….104 xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT. ACP merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang packaging khususnya produk kemasan fleksibel untuk industri farmasi, kosmetik, makanan dan minuman, dan agroindustri. PT. ACP mulai berdiri pada tanggal 26 November 1976, yang sahamnya dikendalikan oleh pemilik dari Hongkong. Namun pada awal tahun 2017, saham perusahaan ini diambil alih kepemilikan oleh Jepang. Beberapa regulasi maupun kebijakan-kebijakan baru banyak dimunculkan, namun ada juga kebijakan lama yang masih diterapkan di perusahaan ini. Beberapa terobosan-terobosan yang muncul seperti penerapan budaya 5S atau lebih dikenal 5R, penerapan lean manufacturing, menjalankan program conim (Continuous Improvement), serta penerapan TPM (Total Productive Maintenance) untuk mengevaluasi efektivitas pemakaian mesin/peralatan produksi. Terobosan-terobosan tersebut telah berhasil diterapkan yaitu penerapan budaya 5R, penerapan lean manufacturing, dan program conim. Namun untuk pengukuran efektivitas pemakaian mesin/peralatan produksi baru mulai dilakukan analisis dengan cara mengambil data output pada seluruh mesin produksi pada tahun 2017 untuk dibandingkan dengan standar yang berlaku pada perusahaan-perusahaan internasional pada perumusan JIPM (Japan Institute of Plant Maintenance). PT. ACP memiliki beberapa mesin produksi yang diantaranya adalah mesin polymer extrusion untuk memproduksi plastik Low Linear Density Polyethylene (LLDPE). Mesin Polymer Extrusion dihadapkan pada masalah yang berkaitan dengan efektivitas mesin yang diakibatkan oleh kemacetan produksi. Hal ini dapat dilihat dari tidak tercapainya target produksi karena adanya masalah pada mesin/peralatan yang menimbulkan losses time. Selain itu dampak dari kemacetan produksi LLDPE tersebut mengharuskan perusahaan terpaksa membeli plastik LLDPE dari perusahaan lain, sehingga imbasnya pula dapat menyebabkan 1 keterlambatan pengiriman finish goods ke customer. Bahkan beberapa kali operator terpaksa diliburkan dalam beberapa hari karena mesin tidak dapat beroperasi. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan langkah-langkah yang tepat dalam pemeliharaan mesin/peralatan, salah satunya dengan melakukan penerapan Total Productive Maintenance (TPM). Total Productive Maintenance bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan manufaktur secara menyeluruh. Dengan kata lain tujuan dari TPM adalah untuk mencapai kinerja yang ideal dan mencapai zero loss, yang artinya tanpa cacat, tanpa breakdown, tanpa kecelakaan, tanpa kesia-siaan pada proses produksi maupun proses changeover (Nakajima, 1988). Pada tahun 2017 mesin polymer extrusion mengalami losses time yang diakibatkan oleh six big losses mencapai angka paling tinggi yaitu 121,656 menit (2,028 jam) atau 85 hari. Dengan adanya loss time tersebut maka perlu dilakukan evaluasi penerapan Total Productive Maintenance (TPM) yang dilakukan dengan mengukur nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) sebagai indikator, serta mencari penyebab ketidak efektifan dari mesin tersebut dengan melakukan perhitungan six big losses untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dari keenam faktor six big losses yang ada. Selanjutnya menerapkan delapan pilar pendukung keberhasilan TPM agar mampu menjaga fungsi dari mesin/peralatan pendukung kegiatan kerja, kemudian memperhatikan bagaimana meningkatkan produktivitas dari para pekerja atau operator yang nantinya akan memegang kendali secara langsung pada mesin/peralatan tersebut. Sehingga dengan itu PT. ACP khususnya di mesin polymer extrusion akan mengetahui titik kelemahan serta bagaimana strategi perbaikan yang akan dilakukan untuk mendongkrak efektivitas mesin/peralatan yang akan diukur pada orientasi 3 tahun kedepan. Dan dalam 3 tahun kedepan itu pula perusahaan akan mengambil keputusan apakah mesin polymer extrusion masih layak beroperasi atau terpaksa dibubarkan jika tidak meberikan profit yang signifikan. 2 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka ditetapkan perumusan masalah yang dihadapi pada penelitian ini adalah : a. Berapa besar tingkat efektivitas mesin polymer extrusion selama tahun 2017. b. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tingginya loss time terjadi dari perhitungan six big losses. c. Bagaimana strategi yang dilakukan untuk meningkatkan performansi efektivitas di mesin polymer extrusion. 1.3. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis dalam penerapan TPM di PT. ACP khususnya di mesin polymer extrusion adalah : a. Untuk mengetahui nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) yang didasarkan pada faktor availability, performance, dan rate of quality. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab menurunnya efektivitas melalui pengukuran six big losses dan mengidentifikasikan faktor-faktor dominan dari enam faktor six big losses. c. Melakukan analisis terhadap faktor yang menyebabkan terjadinya six big losses menggunakan cause and effect diagram untuk penentuan strategi perawatan dan memberikan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan utama dari keenam faktor six big losses. 1.4. Batasan Masalah a. Data historis yang digunakan dianggap valid dalam mendukung penelitian ini. b. Penelitian dilakukan pada Departemen produksi khususnya di bagian Blown Film. c. Penelitian ini dimulai bulan Agustus 2017. d. Pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini tidak membahas tentang biaya yang ditimbulkan akibat losses yang terjadi. 3 e. Penelitian yang dilakukan hanya sampai pada rekomendasi perbaikan perawatan mesin dan peralatan berdasarkan dari temuan yang ada diperusahaan, khususnya departemen Blown Film. 1.5. Asumsi Beberapa asumsi pada penelitian ini adalah: a. Pengukuran yang dilakukan dianggap sebagai langkah awal dimulainya progam perbaikan efektivitas mesin dan peralatan, sehingga pengukuran yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan efektivitas yang belum pernah dilakukan sebelumnya. b. Teknologi, mesin, serta metode kerja yang digunakan masih sama. c. Selama dilakukan penelitian tidak terjadi perubahan dalam sistem produksi. d. Semua karyawan sudah mengetahui bagian jobdesnya sesuai dengan SOP yang telah diberikan. e. Kualitas plasik LLDPE yang dihasilkan sudah sesuai dengan karakteristik mutu yang diminta. 1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan ini terdiri dari 5 bagian, diantaranya adalah: BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan laporan terhadap perkembangan solusi dari permasalahan. Pada bagian ini juga ditampilkan batasan masalah, asumsi dan sistematika penulisan laporan. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini diberikan beberapa teori dan referensi yang berkaitan dengan total productive maintenance (TPM) khususnya mengenai analisis overall equipment effectiveness di mesin polymer extrusion, serta analisis cause and effect diagram untuk pemecahan masalah yang ada pada saat ini. 4 BAB III METODOLOGI PENELITAN Pada bab ini akan diuraikan pembahasan mengenai langkah-langkah sistematis yang akan dilakukan dalam penelitian untuk memperoleh pemecahan masalah. BAB IV DATA DAN ANALISIS Bagian ini memberikan data-data jam kerja di bagian blown film, output mesin blown film, dan data-data kerusakan mesin yang terjadi untuk kemudian dianalisis dan dilakukan perbaikan agar mengetahui seberapa besar perubahan tingkat efektivitas penggunaan mesin/peralatan produksi untuk memperoleh penyelesaian dari masalah yang ada. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan akhir pada perubahan produktivitas mesin polymer extrusion setelah dilakukan TPM berdasarkan analisa yang dilaksanakan. Dan saran-saran diberikan untuk menunjang keberhasilan penerapan 8 pilar strategi TPM. 5 BAB II STUDI LITERATUR 2.1 Pengertian Perawatan Menurut Vincent Gaspersz, perawatan (maintenance) merupakan suatu kegiatan yang diarahkan pada tujuan untuk menjamin kelangsungan fungsional suatu sistem produksi sehingga dari sistem itu diharapkan menghasilkan output sesuai dengan yang dikehendaki. Sistem perawatan dapat dipandang sebagai bayangan dari sistem produksi, dimana apabila sistem produksi beroperasi dengan kapasitas yang sangat tinggi maka akan lebih intensif. (Gaspersz, 94, Hal; 513) Perawatan dapat juga merupakan aktivitas memelihara atau menjaga fasilitas/ peralatan perusahaan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian serta penggantian komponen yang diperlukan agar kegiatan produksi dapat berjalan lancar sesuai dengan yang direncanakan. Pada dasarnya terdapat dua prinsip utama dalam sistem perawatan yaitu : 1. Menekan (memperpendek) periode kerusakan (breakdown period) sampai batas minimum dengan mempertimbangkan aspek ekonomis. 2. Menghindari kerusakan tidak terencana, dan kerusakan secara tiba-tiba. Dalam sistem perawatan terdapat empat kegiatan pokok yang berkaitan dengan tindakan perawatan, yaitu : 1. Perawatan yang bersifat preventif Perawatan ini dimaksudkan untuk menjaga keadaan peralatan sebelum peralatan itu menjadi rusak. Pada dasarnya yang dilakukan adalah perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menentukan keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi. Dengan demikian semua fasilitas-fasilitas produksi yang mendapatkan perawatan preventif akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu dalam kondisi siap digunakan untuk proses produksi setiap saat. Hal ini memerlukan suatu rencana dan jadwal perawatan yang sangat cermat dan rencana yang lebih 6 tepat. Perawatan preventif ini sangat penting karena kegunaannya yang sangat efektif didalam fasilitas-fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan “critical unit“.Akibat yang ditimbulkan dari kerusakan komponen critical unit suatu peralatan diantaranya : - Membahayakan kesehatan atau keselamatan para pekerja. - Mempengaruhi kualitas produksi yang dihasilkan. - Menghambat seluruh proses produksi. - Harga dari komponen tersebut cukup mahal. - Pengadaan (pembelian) komponen delay dari supplier. Dalam prakteknya perawatan preventif yang dilakukan oleh suatu perusahaan dapat dibedakan lagi sebagai berikut : a. Perawatan rutin, yaitu aktivitas pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin (setiap hari). Misalnya pembersihan peralatan pelumasan oli, pengecekan isi bahan bakar dan sebagainya. b. Perawatan periodik, yaitu aktivitas pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap 100 jam kerja mesin, lalu meningkat setiap 500 jam sekali dan seterusnya. Misalnya pembongkaran silinder, penyetelan katup-katup, pemasukan dan pembuangan silindermesin dan sebagainya. Perawatan preventif akan menguntungkan atau tidak tergantung pada : a. Distribusi dari kerusakan Pada penjadwalan dan pelaksanaan perawatan preventif harus memperlihatkan jenis distribusi dari kerusakan yang ada, karena dengan mengetahui jenis distribusi kerusakan dapat disusun suatu rencana perawatan yang benar-benar tepat sesuai dengan latar belakang alat tersebut. b. Hubungan antara waktu perawatan preventif terhadap waktu perbaikan Hendaknya diantara kedua waktu ini diadakan keseimbangan dan diusahakan dapat dicapai titik maksimal. Jika ternyata jumlah waktu untuk perawatan preventif lebih lama dari waktu menyelesaikan kerusakan tiba- 7 tiba, maka tidak ada manfaatnya yang nyata untuk mengadakan perawatan preventif, lebih baik ditunggu saja sampai terjadi kerusakan. Walaupun masih ada suatu faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu apabila ternyata jumlah kerugian akibat rusaknya mesin cukup besar, meliputi biayabiaya : - Pekerja menganggur - Produksi terhenti - Biaya penggantian spare part - Kekecewaan konsumen Jika waktu untuk menyelesaikan perawatan preventif sama dengan waktu untuk menyelesaikan kerusakan, perawatan preventif masih dapat dipertimbangkan untuk dilaksanakan. 2. Perawatan yang bersifat korektif Perawatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki peralatan yang rusak. Pada dasarnya aktivitas yang dilakukan adalah pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan. Kegiatan ini sering disebut sebagai kegiatan perbaikan atau reparasi. Perawatan korektif dapat juga didefinisikan sebagai perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang terjadi akibat tidak dilakukanya perawatan preventif maupun telah dilakukan perawatan preventif tapi sampai pada suatu waktu tertentu fasilitas dan peralatan tersebut tetap rusak. Jadi dalam hal ini kegiatan perawatan sifatnya hanya menunggu sampai terjadi kerusakan baru kemudian diperbaiki atau direparasi. 3. Perawatan yang bersifat prediktif Tindakan perawatan yang dilakukan pada periode yang telah ditetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan evaluasi data operasi yang diambil, sebagai contoh data getaran, temperatur, tekanan dan lain-lain. Perencanaan dari perawatan prediktif ini dapat dilakukan berdasarkan data operator di lapangan yang diajukan melalui work order ke bagian troubleshooting agar dilakukan tindakan tepat sehingga tidak merugikan perusahaan. 8 4. Perawatan mandiri (autonomous maintenance) Perawatan mandiri adalah kegiatan yang dirancang untuk melibatkan operator dengan sasaran utama untuk mengembangkan pola hubungan antara manusia, mesin, dan tempat kerja yang bermutu. Perawatan mandiri ini juga dirancang untuk melibatkan operator dalam merawat mesinnya sendiri. Kegiatan tersebut dapat berupa pembersihan, pengencangan baut/mur, pelumasan, pengecekan fungsi komponen dan alat, serta perbaikan sederhana. Tujuan dari kegiatan tersebut bukan hanya untuk menciptakan tempat kerja yang rapih dan bersih, namun juga untuk membekali operator agar mampu mendeteksi berbagai sinyal dari indikator penyimpangan dari kondisi normal dalam waktu yang sekejap. Untuk mencapai autonomous maintenance tersebut ada langkah-langkah penting yang harus dilakukan, yaitu : a. Cleaning, machine review, tightening Kegiatan ini meliputi pembersihan mesin secara keseluruhan, menyingkirkan item yang tidak perlu atau jarang digunakan yang dapat menghambat kinerja alat, memperbaiki adanya perubahan setting pada peralatan, dan mengencangkan baut/mur yang kendor akibat adanya getaran. b. Maintenance prevention Mengurangi waktu untuk pembersihan yang tidak perlu, pengecekan mesin yang lama, perbaikan dan penyesuaian setting yang lama. c. Pembuatan standar tetap Langkah yang dilakukan adalah membuat jadwal perawatan secara berkala (baik harian, mingguan, bulanan, atau 3 bulanan), dan prosedur melakukan perawatan yang baku. d. Inspeksi Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pengecekan mesin sesuai prosedur manual dan standar mesin, hingga rekomendasi secara teknis. e. Inspeksi secara otomatis 9 Langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah pengecekan secara menyeluruh dalam unit kerja degan menggunakan check sheet, agar perawatan hanya dilakukan dalam waktu tertentu saja dan ditangani oleh teknisi maintenance yang sudah terlatih dan kapabel. f. Organisasi pendukung TPM Membuat sebuah sistem otomatis yang dapat menunjang aktivitas maintenance. g. Fungsional TPM secara masif Kegiatan yang dilakukan adalah membuat dokumentasi dari setiap hasil tindakan maintenance untuk memperoleh suatu progres yang nyata, mengamati dan mengevaluasi setiap kekeliruan secara berkala sehingga dapat diberikan improvement tambahan. 2.2 Tujuan Perawatan Secara umum perawatan mempunyai tujuan-tujuan yang menurut A. S. Corder adalah untuk : 1. Memungkinkan tercapainya mutu produksi dan kepuasan pelanggan melalui penyesuaian, pelayanan dan pengoperasian peralatan secara tepat. 2. Memaksimalkan umur kegunaan dari sistem. 3. Menjaga agar sistem aman dan mencegah berkembangnya gangguan keamanan. 4. Meminimalkan biaya produksi total yang secara langsung dapat dihubungkan dengan service dan perbaikan. 5. Memaksimalkan produksi dari sumber-sumber sistem yang ada. 6. Meminimalkan frekuensi dan kuatnya gangguan terhadap proses operasi. 7. Menyiapkan personel, fasilitas dan metodenya. 8. Agar mampu mengerjakan tugas-tugas perawatan . (A. S. Corder, 92, Hal; 81) 10 2.3 Total Productive Maintenance (TPM) 2.3.1 Pendahuluan Manajemen pemeliharaan mesin/peralatan modern dimulai dengan apa yang disebut preventive maintenance yang kemudian berkembang menjadi productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya disingkat dengan PM dan pertama kali diterapkan oleh industri-industri manufaktur di Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya ditempatkan satu departemen yang disebut maintenance departement. Preventive maintenance mulai dikenal pada tahun 1950-an, yang kemudian berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang ada dan kemudian pada tahun 1960-an muncul apa yang disebut productive maintenance. Total Productive Maintenance (TPM) mulai dikembangkan pada tahun 1970-an pada perusahaan di negara Jepang yang merupakan pengembang konsep maintenance yang diterapkan pada perusahaan industri manufaktur Amerika Serikat yang disebut Preventive Maintenance. Seperti dapat dilihat masa periode perkembangan PM di Jepang dimana periode tahun 1950-an juga bisa dikategorikan sebagai periode “breakdown maintenance”. Mempertahankan kondisi mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan proses produksi merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan pemeliharaan unit produksi. Tujuan pemeliharaan produktif (productive maintenance) adalah untuk mencapai apa yang disebut dengan profitable PM. TPM memerlukan partisipasi penuh dari semua pihak, mulai dari top manjemen hingga ke karyawan lini terdepan. Penugasan operator tidak hanya terfokus untuk menjalankan mesin saja, akan tetapi operator juga diharapkan mampu untuk merawat mesin sebelum dan sesudah pemakaian. 2.3.2 Pengertian Total Productive Maintenance (TPM) Menurut Nakajima (1984) Vice Chairman of the Japan Institute of Plant Maintenance mendefinisikan bahwa TPM merupakan suatu pendekatan yang inovatif dalam maintenance dengan dengan cara meningkatkan kualitas produksi, mengurangi waste, mengurangi biaya produksi, meningkatkan kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada perusahaan manufaktur. 11 Secara menyeluruh definisi dari Total Productive Maintenance mencakup lima elemen yaitu sebagai berikut : 1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM) untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan. 2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas mesin/peralatan secara keseluruhan (overall equipment effectiveness). 3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering, bagian produksi, bagian maintenance). 4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga para karyawan/operator lantai produksi. 5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM melalui manajemen motivasi. 2.3.3 Manfaat Total Productive Maintenance (TPM) Manfaat dari studi aplikasi TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-faktor berikut : 1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan. 2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus. 3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan. 4. Biaya produksi rendah karena kerugian dan pekerjaan yang tidak memberi nilai tambah dapat dikurangi. 5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik. 2.4 Overall Equipment Effectiveness (OEE) Seluruh aktivitas maintenance tentu saja bertujuan untuk meningkatkan performansi, kualitas, dan kemampuan peralatan. Untuk meningkatkan ketiga hal tersebut seolah-olah terlihat sangatlah mustahil. Akan tetapi apabila dianalisa secara logis, jika ketiga hal tersebut diposisikan secara simultan maka proses 12 produksi akan memperoleh peningkatan yang signifikan, variasi produksi dapat ditekan, serta biaya produksi pun dapat diminimasi. Menurut Nakajima (1988), OEE merupakan nilai yang dinyatakan sebagai rasio antara output aktual dibagi output maksimum dari peralatan pada kondisi kinerja yang terbaik. OEE merupakan suatu cara yang praktis untuk memonitor dan meningkatkan efisiensi dari suatu proses maufaktur. Tujuan dari OEE adalah mengukur performa dari suatu sistem maintenance, yang sering digunakan sebagai kunci matrik dalam TPM sehingga nantinya dapat diketahui apakah penerapan TPM yang sudah dilakukan berhasil atau tidak. Dalam pengukuran OEE terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perhitungannya yaitu ketersediaan mesin/peralatan (availability), efisiensi produksi (performance), dan kualitas output mesin/peralatan (quality). Ketiga faktor inilah yang akan menjadi tolak ukur efisiensi dan efektivitas dari suatu pabrik. Untuk itu hubungan dari ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada rumus berikut ini: OEE = Availability x Performance x Quality 2.4.1. Availability Ratio Availability merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan. Availability digunakan untuk menghitung downtime losses, yaitu memperhitungkan setiap ada kejadian mesin tidak dapat beroperasi sepanjang waktu proses produksi yang tersedia. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah : Availability ratio = x 100 % .........................................(1) Dimana : Loading time = Waktu kerja yang tersedia 13 2.4.2. Performance Ratio Performance ratio merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan kemampuan dari peralatan untuk menghasilkan produk. Performance ratio digunakan untuk menghitung speed losses, dimana didalamnya termasuk setiap faktor yang menyebabkan kehilangan waktu efektif dalam proses produksi seperti salah mengoperasikan mesin/peralatan, material yang tidak standar (sehingga sering setting ulang), keausan pada komponen mesin, hingga kesalahan pada operator. Untuk mengukur performance efficiency ada tiga faktor utama yang dibutuhkan yaitu ideal cycle time (waktu siklus ideal), processed amount (jumlah produk yang diproses), dan waktu operasi mesin (operating time). Sehingga formula pengukuran rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Performanc Rate = x 100 %............(2) 2.4.3. Quality Ratio (Rate of Quality Product) Quality ratio atau rate of quality product suatu perbandingan yang menggambarkan kemampuan peralatan untuk memproduksi suatu produk yang sesuai dengan karakteristik standar yang diberikan. Quality ratio digunakan untuk menghitung quality losses, dimana adanya jumlah barang yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar kualitas, termasuk juga produk yang harus dirework. Dengan demikian formula pengukuran rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut : x 100 % ………….(3) Quality Ratio = 2.5 Six Big Losses Proses produksi tentunya mempunyai losses yang mempengaruhi produktivitasnya. Losses tersebut diidentifikasi untuk mengetahui nilai keseluruhan OEE (Overall Equipment Effectiveness) dari mesin/peralatan, dan 14 dari nilai OEE ini nanti dapat diambil langkah-langkah untuk memperbaiki maupun mempertahankan nilai tersebut. Nakajima (1988) mengelompokkan losses tersebut menjadi 6 kerugian besar (six big losses) yang digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Downtime losses Jika output produksinya nol dan sistem tidak memproduksi apapun, maka segmen waktu yang tidak produktif tersebut dinamakan downtime losses. Downtime losses ini terdiri dari : a) Breakdown losses, kerugian ini terjadi dikarenakan mesin/peralatan mengalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi untuk menghasilkan output, dan memerlukan perbaikan atau penggantian. Kerugian ini diukur dengan seberapa lama waktu saat mengalami kerusakan hingga selesai diperbaiki. Rumusnya dapat ditulis sebagai berikut: x 100 % …………………............(4) Breakdown losses = b) Setup and adjustment losses, kerugian ini terjadi akibat dari perubahan kondisi operasi, seperti dimulainya produksi atau dimulainya shift yang berbeda, pergantian spesifikasi produk dan penyesuaian kondisi operasi. Rumus perhitungannya dapat ditulis sebagai berikut: x 100 % ………...…………(5) Setup and adjustment losses = 2. Speed losses Ketika output lebih rendah dibandingkan output pada kecepatan referensi, kondisi ini dinamakan speed lossess. Pada speed lossess belum dipertimbangkan mengenai output yang sesuai dengan spesifikasi kualitas. Kelompok dari kerugian ini dapat berupa: 15 a) Idling and minor stoppages losses, merupakan kerugian yang disebabkan oleh berhentinya mesin/peralatan karena ada permasalahan sementara, seperti mesin terputus-putus (halting), macet (jamming) serta mesin menganggur (idling). Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: Idling and stopagge losses = x 100 % ........(6) b) Reduce speed losses, yaitu kerugian yang disebabkan oleh adanya pengurangan kecepatan produksi dari kecepatan desain mesin/peralatan tersebut. Pengukuran kerugian ini dengan membandingkan kapasitas ideal dengan beban kerja aktual. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: Speed losses = x100 %....(7) 3. Defect or quality losses Ketika ouput produksi yang dihasilkan tidak memenuhi spesifikasi standar kualitas maka jenis kerugian ini disebut quality losses. Kerugian ini dapat berupa: a) Rework and quality defect, kerugian ini terjadi pada saat selama proses produksi berlangsung terjadi kecacatan produk yang dihasilkan. Produk yang tidak sesuai spesifikasi perlu dirework atau dibuat scrap. Untuk melakukan proses rework dan material yang diubah menjadi scrap juga merupakan bentuk kerugian bagi perusahaan karena harus mengeluarkan ongkos untuk mengerjakannya. Rumus perhitungannya dapat ditulis sebagai berikut: Quality defect losses = x100 %.......(8) 16 b) Yield lossess, terjadi dikarenakan bahan baku terbuang (waste). Kerugian terbagi menjadi dua, yaitu kerugian material akibat desain produk dan metode manufakturing serta kerugian penyesuaian karena cacat kualitas produk yang diproduksi pada saat awal proses produksi dan saat terjadi pergantian spesifikasi produk. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: Yield losses = x100 %........(9) 2.6 Diagram Pareto Seorang ahli ekonomi dari Italia bernama Vilvredo Pareto adalah orang yang pertama kali memperkenalkan diagram pareto pada tahun 1897, yang kemudian digunakan oleh Dr. M. Juran sebagai tools dalam bidang manajemen kualitas. Diagram pareto ini dipakai untuk menganalisa suatu fenomena, agar dapat menentukan hal-hal yang menjadi prioritas dan dominan dalam menganalisis dan mengatasi fenomena tersebut. Prinsip pareto lebih dikenal dengan prinsip 80/20, yang artinya 20% masalah memiliki dampak sebesar 80%. Oleh karena itu untuk mengatasi suatu masalah misalnya dalam kegiatan produksi maka dengan diagram pareto tidak harus memukul rata untuk membereskan semua masalahnya secara bersamaan, melainkan perlu mencari faktor dominannya kemudian meyelesaikan faktor dominan tersebut terlebih dahulu. Dengan menyelesaikan faktor dominan tersebut maka masalah dapat teratasi dengan signifikan. Berikut ini adalah contoh diagram pareto yang dapat dilihat seperti gambar 2.1 dibawah ini : 17 Gambar 2.1 Diagram Pareto 2.7 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) Diagram sebab akibat atau lebih sering disebut dengan diagram tulang ikan adalah gambar pengubahan dari garis dan simbol yang dibuat untuk menggambarkan permasalahan yang ada sekaligus menyajikan penyebabpenyebab terjadinya masalah tersebut dengan mengklasifikasikannya berdasarkan penyebab utama. Diagram ini sering digunakan untuk membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah, membantu membangkitkan ide-ide untuk mencari solusi suatu masalah, dan membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. Disamping itu dari sisi kualitas maka cause and effect diagram sering digunakan untuk menyimpilkan penyebab-penyebab variasi dalam proses, dan untuk mengidentifikasi kategori dan sub-kategori penyebab-penyebab yang mempengaruhi karakteristik kualitas tertentu. Berikut ini adalah contoh diagram sebab akibat yang dapat dilihat seperti gambar 2.2 dibawah ini : 18 Gambar 2.2 Diagram sebab akibat Untuk mencari faktor-faktor penyebab utama terjadinya masalah dari suatu kualitas kerja, maka biasanya orang menetapkan bahwa ada 5 faktor penyebab utama yang perlu dikaji yaitu : 1. Manusia (Man) 2. Metode Kerja (Work Method) 3. Mesin/perlatan kerja (Machine/equipment) 4. Bahan Baku (Raw Material) 5. Lingkungan kerja (Environment) 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah – Langkah Penelitian Berikut adalah rangka pikir dalam melakukan penelitian ini yang ditunjukkan oleh gambar 3.1. Metode Metode Penelitian Penelitian Menentukan Menentukan Metode Metode Penelitian Penelitian Masalah Masalah Awal Awal Observasi Observasi ·· Interview Interview ke ke bagian bagian Blown Blown Film untuk mengumpulkan Film untuk mengumpulkan informasi informasi mengenai mengenai cara cara kerja kerja mesin, mesin, uraian uraian proses proses produksi, produksi, dan dan perawatan perawatan yang yang telah telah dilakukan dilakukan ·· Mengumpulkan Mengumpulkan data data loss loss time time yang yang terjadi terjadi akibat akibat kendala kendala produksi produksi Identifikasi Identifikasi Masalah Masalah Menetapkan Menetapkan Latar Latar Belakang, Belakang, Tujuan Tujuan dan dan Sistematika Sistematika Penulisan Penulisan ·· ·· ·· ·· ·· ·· Studi Studi Literatur Literatur Perawatan Perawatan (Maintenance) (Maintenance) Total Total Productive Productive Maintenance (TPM) Maintenance (TPM) OEE OEE Six Six Big Big Losses Losses Diagram Diagram Pareto Pareto Cause Cause And And Effect Effect Diagram Diagram Pengumpulan Pengumpulan Data Data dan dan Analisis Analisis ·· ·· ·· ·· ·· Data Data Hasil Hasil Produksi Produksi perusahaan perusahaan 2016 2016 Loading Loading time time Operation Operation Time Time Data Data Jumlah Jumlah cacat cacat dan dan sisa sisa Data Data downtime downtime Analisis Analisis Data Data ·· Penentuan Penentuan Availability Availability Rate Rate ·· Perhitungan Perhitungan Performance Performance Rate Rate ·· Perhitungan Perhitungan Rate Rate of of Quality Quality Product Product ·· Perhitungan Perhitungan OEE OEE ·· Perhitungann Perhitungann Six Six Big Big Losses Losses ·· Penentuan Penentuan strategi strategi perawatan perawatan dan dan rekomendasi rekomendasi perbaikan perbaikan Kesimpulan Kesimpulan Ya Penelitian Penelitian Selanjutnya Selanjutnya Tidak Selesai Selesai Gambar 3.1 Tahapan Metode Penelitian 20 3.2 Observasi Observasi merupakan langkah awal dalam penelitian ini dengan mengamati proses persiapan alat bantu produksi, setup hingga proses produksi tersebut berjalan. Selain itu dilakukan interview terhadap karyawan di Blown Film untuk menggali informasi-informasi terkait cara kerja mesin, uraian proses produksi, kendala saat produksi, perawatan yang sudah dilakukan. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data loss time yang terjadi akibat adanya kendala saat produksi dari supervisor blown film dan leader bagian troubleshooting. 3.3 Identifikasi Masalah Berdasarkan hasil observasi tersebut kemudian ditentukan rumusan masalah yang terjadi di Blown Film. Dari data yang didapatkan, loss time pada tahun 2016 mencapai 153.779,874 menit (2.562,997 jam). Besar loss time tertinggi terjadi akibat adanya breakdown, dan ini akan diteliti lebih lanjut dengan memunculkan penyebab-penyebab lain yang turut menimbulkan loss time, serta memberikan solusi terhadap permasalahan ini. Beberapa batasan-batasan masalah serta asumsiasumsi yang digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah loss time yang terjadi adalah berkaitan dengan departemen blown film di PT. ACP dimana penelitian ini dilakukan. 3.4 Studi Literatur Studi literatur ini dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk menunjang penelitian dengan melengkapi teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian dan berperan dalam pengumpulan informasi secara lengkap untuk memecahkan suatu masalah. Landasan teori dapat berasal dari buku-buku atau referensi-referensi lain yang berhubungan dengan penelitian. Pada tahapan ini, literatur yang digunakan adalah perhitungan overall equipment effectiveness (OEE), perhitungan six big losses, analisis losses dominan masalah dengan menggunakan diagram pareto, dan pendefinisian permasalahan yang sebenarnya serta solusi yang dilakukan dengan menggunakan cause and effect diagram. Perhitungan OEE mencakup penentuan availability ratio (AR), perhitungan performance rate (PR), dan perhitungan rate of quality product (RQ). Kemudian 21 perhitungan six big losses mencakup pendataan dari hasil produksi, loading time, operation time, data jumlah cacat dan sisa proses, serta data downtime, digunakan sebagai dasar penentuan faktor penyebab masalah yang harus diselesaikan. Terakhir adalah analisis permasalahan menggunakan diagram pareto dan diagram sebab akibat adalah tools yang digunakan untuk mencari solusi dalam pemecahan permasalahan. 3.5 Metode Penelitian Menentukan tahapan untuk berpikir secara sistematis menyangkut masalah loss time yang dihadapi. Tahapan-tahapan penelitian dimunculkan untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya masalah tersebut, merumuskan tindakan perbaikan, menerapkan suatu strategi metode perencanaan maintenance sebagai solusi masalah diatas dan pada akhirnya dapat menarik suatu kesimpulan dari masalah loss time yang dijadikan objek pengamatan. 3.6 Analisis Data Analisis data yang dilakukan adalah mengolah data untuk mengetahui seberapa besar tingkat efektivitas penggunaan mesin/peralatan produksi. Dan untuk memperoleh penyelesaian dari masalah yang ada perlu dilakukan analisis perhitungan OEE, dan analisis perhitungan six big losses. Kemudian diurutkan sesuai tingkat prioritas atau dominan dari loss time yang terjadi saat ini menggunakan diagram pareto. Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya loss time dianalisis menggunakan diagram sebab akibat untuk mencarikan solusi pemecahan masalah loss time yang ada. Hasil dari analisis tersebut kemudian dijadikan sebagai referensi untuk melakukan strategi penerapan perawatan sebagai langkah perbaikan terhadap faktor penghambat usaha peningkatan efektivitas mesin. 22 3.7 Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis dan uraian hasil pengukuran OEE dapat ditarik beberapa kesimpulan terhadap penulisan penerapan total productive maintenance (TPM) pada mesin polymer extrusion ini. Selain itu juga diberikan saran-saran yang dapat dilakukan sebuah improvement untuk menambah nilai ekonomis bagi perusahaan. 23 BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan sekunder yang diperoleh dari pengamatan dan pengambilan data yang sudah ada. Data primer diambil dengan melakukan interview terhadap operator yang mengalami kendala-kendala saat produksi, dan troubleshooter yang menangani masalah-masalah yang terjadi saat produksi, tujuannya untuk mengetahui : 1. Penyebab timbulnya kerusakan pada komponen mesin polymer extrusion. 2. Kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan. 3. Cara penanganan sementara saat kondisi urgent. 4. Tindakan perawatan yang dijalankan saat ini. 5. Komponen yang rawan mengalami kerusakan. Sedangkan untuk data sekunder diambil dari data output mesin blown film sepanjang tahun 2016 yang sudah direkap oleh Supervisor blown film di PT. ACP. Data tersebut memuat informasi hasil produksi setiap bulan pada tahun 2017, kerusakan komponen mesin polymer extrusion, down time mesin, waste reject product, idle time, serta setup time mesin. Pada mesin blown film ini diketahui sistem hari kerjanya yaitu sistem 3-1, yang artinya adalah 3 hari kerja 1 hari off (libur). Kemudian terbagi atas 4 regu yang masing-masing regu terdiri dari 3 orang operator, sehingga jumlah operator adalah 12 operator. Waktu kerja terbagi menjadi 3 shift per hari, sehingga otomatis dengan adanya 4 regu dengan sistem kerja 3-1 maka idealnya mesin blown film akan beroperasi setiap hari termasuk hari minggu kecuali bila ada tanggal merah yaitu hari besar nasional maka operator diliburkan. Namun aktual total waktu kerja yang tersedia sepanjang tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini : 24 Tabel 4.1 Jam Kerja Produksi Mesin Blown Film 2017 Periode Jumlah Hari Kerja (Hari) Total Shift/Hari Jam Kerja/shift (Jam) Jumlah Waktu Kerja (Menit) Januari 26 3 8 37440 Februari 27 3 8 38880 Maret 30 3 8 43200 April 29 3 8 41760 Mei 24 3 8 34560 Juni 26 3 8 37440 Juli 17 3 8 24480 Agustus 25 3 8 36000 September 23 3 8 33120 Oktober 22 3 8 31680 November 23 3 8 33120 Desember 22 3 8 31680 Jika melihat tabel 4.1 jam kerja mesin produksi mesin blown film tahun 2017 diatas dapat diketahui bahwa actual jam hari kerja setiap bulannya tidak sama. Hal ini dikarenakan pada setiap bulannya terdapat kerusakan mesin yang menyababkan adanya down time, juga dikarenakan tidak adanya order yang menyebabkan adanya idle time. Dan dari masalah tersebut operator terpaksa diliburkan dengan alasan efisiensi cost transportasi operator dan sebagainya. Khusus pada bulan Juli adalah jam kerja terendah sepanjang 2017. Hal ini dikarenakan pada bulan Juli merupakan hari raya idul fitri yang mana pada saat itu adalah cuti massal selama 7 hari sesuai dengan peraturan pemerintah. Pada gambar 4.1 dibawah ini adalah data hasil produksi dan data waktu produktivitas mesin blown film extrusion tahun 2017 yang direkap oleh Supervisor divisi blown film. Pada gambar tersebut juga memuat data down time mesin, waste reject product, idle time, serta setup time mesin. 25 PT. AVESTA CONTINENTAL PACK OUTPUT MESIN BLOWN FILM Periode : Januari - Desember 2017 MESIN JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC 580 2 26,125 73 3,710 10 5,585 15.51 36,000 325 1 18,940 57 490 1 13,365 40.35 33,120 440 1 22,205 70 6,975 22 2,060 6.50 31,680 683 2 25,647 77 3,940 12 2,850 8.61 33,120 695 2 21,995 69 6,820 22 2,170 6.85 31,680 990,400 44,324 427 962 796,700 34,889 355 512 929,400 1,316,000 730,100 40,904 47,681 39,994 367 227 339 684 1024 1148 Blown Film 1 *SETTING 570 465 295 605 815 754 340 % 2 1 1 1 2 2 1 *RUNNING 33,780 37,115 18,195 40,990 31,550 33,906 22,175 TIME % 90 95 42 98 91 91 91 (Menit) 2,835 *IDLE 1,300 450 0 1,040 2,770 1,830 % 8 3 1 0 3 7 7 *DOWN 255 0 24,260 165 1,155 10 135 % 1 0.00 56.16 0.40 3.34 0.03 0.55 TOTAL (Menit) 37,440 38,880 43,200 41,760 34,560 37,440 24,480 OUTPUT *Meter 1,519,000 1,464,500 552,800 1,653,100 1,406,600 1,820,800 868,000 *KG Proses 60,089 67,750 28,525 73,072 53,952 62,395 38,641 *KG Defect 758 478 443 713 631 446 375 *KG Waste Set 913 786 531 984 1267 1272 583 Gambar 4.1 Data Output Mesin Blown Film 2017 26 Gambar 4.1 diatas adalah data produktivitas output mesin blown film sepanjang tahun 2017 yang akan dilaporkan kepada direktur PT. ACP. Dari data tersebut nantinya akan diolah untuk mengukur nilai OEE pada mesin blown film. Juga diketahui bahwa mesin blown film Alpine ini memiliki ideal cycle time yang mampu menghasilkan produk sebesar 1,833 Kilogram setiap menitnya. Jumlah keseluruhan karyawan di PT. ACP ini mencapai 500 orang yang terbagi ke beberapa bagian. Secara garis besar PT. ACP ini juga hampir sama dengan perusahaan manufaktur lainnya dalam menjalankan bisnis prosesnya. Dimana pada perusahaan ini memiliki beberapa divisi baik pada bagian perkantoran maupun lapangan (workshop). Alur prosesnya dimulai dari bagian cylinder making unit (CMU) mendesain gambar cetakan yang sesuai dengan permintaan dari customer. Lalu cylinder yang telah didesain diterima oleh bagian printing untuk diproses di mesin printing dengan menggunakan bahan film. Lalu hasil WIP dari printing dilakukan inspeksi sebelum proses coating di mesin coating. Kemudian WIP dari mesin coating diproses di mesin laminasi untuk dilakukan proses dry laminating dengan bahan tambahan film LLDPE yang telah di proses di mesin blown film. Kemudian hasil proses dry laminating dibawa ke bagian slitting untuk dibentuk menjadi kemasan kantong atau roll sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh customer. Hasil dari proses slitting ini kemudian disimpan ke bagian warehouse yang merupakan finish goods untuk siap dilakukan packing dan dikirim ke customer. Berikut adalah diagram alir proses kemasan fleksibel yang ada di PT. ACP yang digambarkan pada gambar 4.2 dibawah ini : 27 Sales Marketing Customer 17 2 1 CMU 3 16 6A PPIC Manufacture 5 7 Shipping Printing Inventory 6B 4 Blown Film Purchasing 15 8 Warehouse Inspection WIP (LLDPE) Area Of Research 14 Packaging Dry Laminasi 10 Coating WIP 9 13 Finish Goods Slitting 11 QC 12 Gambar 4.2 Diagram Alir Proses Kemasan Fleksibel 28 1 Weighing Rawmat 2 Mixing Rawmat 3 LLDPE Proses Blown Film 4 Extrusion Corona Treatment 5 Pressing web to be Layflat Blowing Polymer 6 7 Gambar 4.3 Diagram Alir Proses LLDPE Mesin Blown Film Gambar 4.3 diatas adalah alur proses LLDPE dimesin blown film yang merupakan area pada penelitian ini. Dimulai dari operator menimbang bahan baku polyethylene (PE) sesuai dengan komposisi yang telah dibuatkan oleh R&D. Kemudian PE tersebut di mixing menggunakan alat mixer agar PE tersebut tercampur menjadi homogen. Lalu PE yang telah tercampur tersebut masuk ke extruder untuk proses ekstrusi. Pada Extruder ini diberikan suhu panas hingga 170 derajat celcius melalui band-heater agar PE dapat meleleh menjadi polymer. Dengan dorongan screw yang ada pada extruder maka polymer keluar menuju celah die. Melaui die ini polymer keluar membentuk bubble karena adanya tiupan dari blower melalui cooling air ring. Kemudian bubble dipress dengan nip roll untuk membentuk double layflat. Melalui roll penghantar film berjalan menuju 29 corona treatment. Selanjutnya film dibelah secara lateral menjadi 2 sisi dengan lateral knives. Melalui roll winder A dan winder B film digulung menjadi 2 jumbo yang disebut LLDPE. 4.2. Pengolahan Data Setelah dikumpulkan data-data tentang hasil produksi mesin blown film, down time, idle time, running time, setup time, waste dan reject product, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data-data tersebut untuk menghitung besar nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) pada mesin blown film selama tahun 2017. Kemudian dari nilai OEE tersebut nantinya dapat dianalisis kerugian six big losses juga strategi untuk menurunkan losses yang ada pada mesin blown film extrusion ini. Untuk mencari nilai OEE pada mesin blown film ini, maka langkah awal yang perlu dilakukan adalah menghitung nilai availability rate, performance rate, dan rate of quality berdasarkan sumber data yang dapat dilihat pada gambar 4.1 sebelumnya yaitu output mesin blown film 2017. 4.2.1. Perhitungan Availability Rate (AR) Availability merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan. Availability digunakan untuk menghitung downtime losses, yaitu memperhitungkan setiap ada kejadian berhenti (downtime) dalam rentang waktu proses produksi. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability rate adalah : Availability rate (AR) = x 100 % ……………………(1) Dimana : Loading time = Waktu kerja yang tersedia Operating time = Running time + Setting time 30 Maka, Availability rate (AR) = x 100 % Availability rate (AR) = 91.75% Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Availability Rate (AR) Periode Loading Time (Menit) Running Time (Menit) Setting Time (Menit) Operating Time (Menit) AR (%) Januari 37440 3090 570 34350 91.75% Februari 38880 1300 465 37580 96.66% Maret 43200 24710 295 18490 42.80% April 41760 165 605 41595 99.60% Mei 34560 2195 815 32365 93.65% Juni 37440 2780 754 34660 92.57% Juli 24480 1965 340 22515 91.97% Agustus 36000 9295 580 26705 74.18% September 33120 13855 325 19265 58.17% Oktober 31680 9035 440 22645 71.48% November 33120 6790 683 26330 79.50% Desember 31680 8990 695 22690 71.62% Rata-rata 80.33% Dari tabel hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai availability rate pada tahun 2017 adalah 80.33%, yang menandakan bahwa nilai AR tersebut belum memenuhi standar JIPM (Japan Institute of Plant Maintenance) yang bernilai 90%. Namun pada bulan Januari, Februari, April, Mei, Juni, dan Juli telah memenuhi standar JIPM. Sedangkan pada bulan September merupakan nilai AR terendah dikarenakan adanya kerusakan beberapa komponen mesin seperti motor extruder, mixer, corona treatment, dan motor rotary. Berikut ini adalah gambar 4.4 grafik availability rate sepanjang tahun 2017 di mesin blown film : 31 Gambar 4.4 Grafik Availability Rate 4.2.2. Perhitungan Performance Rate (PR) Performance rate merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan kemampuan dari peralatan untuk menghasilkan produk. Performance rate digunakan untuk menghitung speed losses, dimana didalamnya termasuk setiap faktor yang menyebabkan losses time efektif dalam proses produksi seperti salah mengoperasikan mesin, material yang tidak standar (sehingga sering setting ulang), keausan pada komponen mesin, hingga kesalahan pada operator. Untuk mengukur performance rate ada tiga faktor utama yang dibutuhkan yaitu ideal cycle time (waktu siklus ideal), processed amount (jumlah produk yang diproses), dan waktu operasi mesin (operating time). Sehingga formula performance rate (PR) ini dirumuskan sebagai berikut : Performance rate (PR) = x 100 % …....(2) Dimana : Operating time = Running time + Setting time Ideal cycle time pada mesin blown film adalah 1.83 Kg/menit. 32 Maka, Performance rate (PR) = x 100 % Performance rate (PR) = 93.93% Berikut ini adalah hasil perhitungan performance rate (PR) sepanjang tahuan 2017 di mesin blown film extrusion yang ditampilkan pada tabel 4.3 dibawah ini : Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Performance Rate (PR) Periode Input (Kg) Cycle time (Kg/Menit) Loading Time (Menit) Operating Time (Menit) PR (%) Januari 59139 1.833 37440 34350 93.93% Februari 66808 1.833 38880 37580 96.99% Maret 28082 1.833 43200 18490 82.86% April 72261 1.833 41760 41595 94.78% Mei 52436 1.833 34560 32365 88.39% Juni 61330 1.833 37440 34660 96.53% Juli 37788 1.833 24480 22515 91.56% Agustus 43255 1.833 36000 26705 88.37% September 34371 1.833 33120 19265 97.33% Oktober 40121 1.833 31680 22645 96.66% November 46824 1.833 33120 26330 97.02% Desember 38871 1.833 31680 22690 93.46% Rata-rata 93.16% Dari tabel hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai performance rate pada tahun 2016 adalah 93.16%, yang mengindikasikan bahwa nilai performance rate (PR) tersebut belum mencapai standar JIPM (Japan Institute of Plant Maintenance) yang bernilai 95%. Namun pada bulan Februari, 33 Juni, September, Oktober, dan November telah memenuhi standar JIPM. Pada bulan September merupakan pencapaian performance rate tertinggi dengan persentase 97.33%, dan pencapaian performance rate terendah pada tahun 2017 ada di bulan Maret dengan persentase 82.86%. Pencapaian terendah ini dikarenakan adanya kerusakan mesin pada motor extruder yang menyebabkan mesin tidak dapat beroperasi karena harus menunggu perbaikan motor extruder pada bulan tersebut. Berikut ini ditampilkan gambar 4.5 grafik performance rate 2017 : Gambar 4.5 Grafik Performance Rate 4.2.3. Perhitungan Rate of Quality (RQ) Quality ratio atau rate of quality product adalah suatu perbandingan yang menggambarkan kemampuan peralatan untuk memproduksi suatu produk yang sesuai dengan karakteristik standar yang diberikan. Rate of quality digunakan untuk menghitung quality losses, dimana adanya jumlah barang yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar kualitas, termasuk juga produk yang harus dirework. Dengan demikian formula pengukuran rate of quality ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Rate of quality (RQ) = x 100%…….(3) 34 Maka, Rate of quality (RQ) = x 100 % Rate of quality (RQ) = 98.72% Berikut ini adalah hasil perhitungan rate of quality yang di tampilkan pada tabel 4.4 dibawah ini : Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Rate of Quality (RQ) Input (Kg) Produk Cacat (Kg) Jumlah Produk Good (Kg) RQ (%) Januari 59139 758 58381 98.72% Februari 66808 478 66330 99.28% Maret 28082 443 27639 98.42% April 72261 713 71548 99.01% Mei 52436 631 51805 98.80% Juni 61330 446 60884 99.27% Juli 37788 375 37413 99.01% Agustus 43255 427 42828 99.01% September 34371 355 34016 98.97% Oktober 40121 367 39754 99.09% November 46824 227 46597 99.52% Desember 38871 339 38532 99.13% Periode Rata-rata 99.02% Dari tabel 4.4 hasil perhitungan rate of quality diatas maka dapat disimpulkan bahwa rate of quality tahun 2017 telah mencapai standar JIPM (Japan Institute of Plant Maintenance) yaitu sebesar 99%. Namun jika dilihat pada setiap bulannya, maka pada bulan Januari (98.72%), Maret (98.42%), Mei (98.80%), dan September (98.97%) belum mencapai atau masih nyaris mencapai standar JIPM. Hal ini dikarenakan adanya produk reject yang terjadi akibat kesalahan desain, akibat dari material yang tidak bagus, ataupun dikarenakan 35 faktor lainnya yang menyebabkan kualitas produk not good. Berikut ini disajikan gambar 4.6 grafik rate of quality tahun 2017 : Gambar 4.6 Grafik Rate of Quality 4.2.4. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Menurut Nakajima (1988), OEE merupakan nilai yang dinyatakan sebagai rasio antara output aktual dibagi output maksimum dari mesin pada kondisi kinerja yang terbaik. Tujuan dari OEE adalah mengukur performa dari suatu sistem maintenance, yang sering digunakan sebagai kunci matrik dengan pendekatan TPM sehingga nantinya dapat diketahui apakah produktivitas mesin sudah berhasil mencapai standar yang ditetapkan atau tidak. Dalam pengukuran OEE terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perhitungannya yaitu ketersediaan mesin/peralatan (availability), efisiensi produksi (performance), dan kualitas output mesin/peralatan (quality). Untuk itu hubungan dari ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada rumus berikut ini: OEE = Availability x Performance x Quality Atau, OEE = AR x PR x RQ ………………………………………………………(4) Maka, OEE = (91.75% x 93.93% x 98.72%) x 100% = 85.07% 36 Berikut ini adalah tabel 4.5 hasil perhitungan overall equipment effectiveness (OEE) pada tahun 2017 : Tabel 4.5 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) AR (%) PR (%) RQ (%) OEE (%) Januari 91.75% 93.93% 98.72% 85.07% Februari 96.66% 96.99% 99.28% 93.07% Maret 42.80% 82.86% 98.42% 34.90% April 99.60% 94.78% 99.01% 93.47% Mei 93.65% 88.39% 98.80% 81.78% Juni 92.57% 96.53% 99.27% 88.72% Juli 91.97% 91.56% 99.01% 83.38% Agustus 74.18% 88.37% 99.01% 64.90% September 58.17% 97.33% 98.97% 56.03% Oktober 71.48% 96.66% 99.09% 68.46% November 79.50% 97.02% 99.52% 76.75% Desember 71.62% 93.46% 99.13% 66.36% Periode Rata-rata 74.41% Dari tabel 4.5 hasil perhitungan OEE 2016 diatas dapat diketahui bahwa besar nilai OEE mesin polymer extrusion pada tahun 2017 adalah 74.41% dan berada dibawah standar JIPM (Japan Institute of Plant Maintenance) yaitu 85%. Nilai OEE tersebut menunjukkan ada ruang yang besar untuk dilakukan perbaikan dalam rencana peningkatan efektivitas mesin blown film. Dengan demikian sangat perlu dilakukan langkah-langkah yang tepat agar nilai OEE pada mesin ini dapat ditingkatkan hingga mencapai minimal 85%. Karena jika dilihat ditiap bulannya khususnya pada bulan Januari, Februari, April, dan Juni nilai OEE telah mencapai standar JIPM. Atas indikator inilah maka perlu diupayakan peningkatan nilai OEE pada mesin blown film. Berikut ini adalah gambar 4.7 grafik nilai OEE pada mesin polymer extrusion tahun 2017 : 37 Gambar 4.7 Grafik Nilai OEE 2017 Berdasarkan gambar 4.5 grafik nilai OEE diatas dapat diketahui bahwa pada bulan Maret, Agustus, dan September nilai OEE tidak lebih dari 65% yang berarti tidak dapat diterima. Untuk bulan Mei, Juli, Oktober, November, dan Desember cenderung ada peningkatan. Bahkan pada bulan Januari, Februari, April, dan Juni nilai OEE sangat bagus dan melanjutkan hingga level world class. Dimana menurut Hansen (2001) dalam perhitungan nilai OEE terdapat beberapa kategori, yaitu jika <65% maka nilai tersebut tidak dapat diterima dan harus ditingaktkan, jika 65%-75% maka dapat dikategorikan cukup baik hanya ada kecenderungan adanya peningkatan tiap kuartalnya, sedangkan jika 75%-85% maka nilai OEE tersebut sangat bagus. 4.2.5. Perhitungan Six Big Losses Proses produksi produktivitasnya. tentunya Losses mempunyai tersebut losses diidentifikasi yang untuk mempengaruhi mengetahui nilai keseluruhan OEE (Overall Equipment Effectiveness) dari mesin/peralatan, dan dari nilai OEE ini nanti dapat diambil langkah-langkah untuk memperbaiki maupun mempertahankan nilai tersebut. Nakajima (1988) mengelompokkan losses tersebut menjadi 6 kerugian besar (six big losses) yang digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu downtime losses, speed losses, dan defect or quality losses. Downtime losses ini mempengaruhi nilai availability rate. Sedangkan speed losses 38 mempengaruhi nilai performance rate. Dan terakhir, defect or quality losses mempengaruhi nilai rate of quality. 4.2.5.1. Losses Pada Availability Rate Losses pada availability rate ini terdapat 2 jenis losses yaitu breakdown losses dan setup and adjustment losses. Breakdown losses adalah jenis kerugian yang terjadi akibat mesin megalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi untuk menghasilkan output, dan memerlukan perbaikan atau penggantian. Kerugian ini diukur dengan seberapa lama waktu saat mengalami kerusakan hingga selesai diperbaiki. Rumus breakdown losses dapat dituliskan sebagai berikut : x 100 % ………………………..(4) Breakdown losses = Maka, Breakdown losses = x 100 % Breakdown losses = 0.68% Berikut ini ditampilkan tabel 4.6 hasil perhitungan persentase breakdown losses pada tahun 2017 : Tabel 4.6 Perhitungan Persentase Breakdown Losses Periode Loading Time (Menit) Downtime (Menit) Breakdown Losses (%) Januari 37440 255 0.68% Februari 38880 0 0.00% Maret 43200 24260 56.16% April 41760 165 0.40% Mei 34560 1155 3.34% Juni 37440 10 0.03% 39 Tabel 4.6 Perhitungan Persentase Breakdown Losses (lanjutan) Periode Loading Time (Menit) Downtime (Menit) Breakdown Losses (%) Juli 24480 135 0.55% Agustus 36000 5585 15.51% September 33120 13365 40.35% Oktober 31680 2060 6.50% November 33120 2850 8.61% Desember 31680 2170 6.85% Total 423,360 52,010 Dari tabel 4.6 perhitungan persentase breakdown losses diatas dapat disimpulkan bahwa breakdown losses tertinggi terjadi pada bulan Maret 2017 yaitu sebesar 56.16%. Kegagalan ini banyak disebabkan karena kerusakan motor extruder yang merupakan jantung mesin blown film. Yang mana penanganannya harus diperbaiki menggunakan jasa dari subcont dan mesti menunggu beberapa hari. Sedangkan persentase breakdown losses terendah ada pada bulan Februari 2017 tidak ada sama sekali (0.00%) Setup and adjustment losses adalah kerugian yang terjadi dari akibat perubahan kondisi operasi, seperti dimulainya proses produksi atau dimulainya pergantian shift, pergantian spesifikasi produk, dan perubahan penyesuaian (setting). Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut : Setup and adjustment losses = x 100 % ……………..……(5) Maka, Setup and adjustment losses = x 100 % Setup and adjustment losses = 1.52% 40 Berikut adalah hasil perhitungan persentase setup and adjustment losses yang ditampilkan pada tabel 4.7 berikut ini : Tabel 4.7 Perhitungan Persentase Setup & Adjustment Losses Periode Loading Time (Menit) Setup Time (Menit) Setup & Adjustment Losses (%) Januari 37440 570 1.52% Februari 38880 465 1.20% Maret 43200 295 0.68% April 41760 605 1.45% Mei 34560 815 2.36% Juni 37440 754 2.01% Juli 24480 340 1.39% Agustus 36000 580 1.61% September 33120 325 0.98% Oktober 31680 440 1.39% November 33120 683 2.06% Desember 31680 695 2.19% Total 423,360 6,567 Berdasarkan tabel 4.7 perhitungan persentase setup and adjustment losses diatas dapat disimpulkan bahwa setup and adjustment tertinggi terjadi pada bulan Mei 2017 yaitu sebesar 2.36%. Hal ini dikarenakan banyaknya waktu setting untuk untuk pergantian produk dengan spesifikasi yang berbeda dari produk sebelumnya. Sedangkan setup and adjustment terendah ada pada bulan Maret 2017 yaitu sebesar 0.68%. 41 4.2.5.2. Losses Pada Performance Rate Losses pada performance rate terdiri dari 2 jenis losses yaitu idling and minor stoppages losses dan reduce speed losses. Idling and minor stoppages losses disebabkan oleh berhentinya mesin karena adanya permasalahan sementara, seperti mesin mengalami trouble, atau mesin menganggur (idle). Rumus untuk menghitung idling and minor stoppages losses adalah sebagai berikut : x 100 % …....(6) Idling and minor stopagges losses = Maka, Idling and minor stopagges losses = x 100 % Idling and minor stoppages losses = 7,57% Berikut adalah hasil perhitungan persentase idling and minor stoppages losses yang ditampilkan pada tabel 4.8 berikut ini : Tabel 4.8 Perhitungan Persentase Idling & Minor Stoppages Losses Periode Loading Time (Menit) Idle Time (Menit) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 37440 38880 43200 41760 34560 37440 24480 36000 33120 31680 33120 31680 2835 1300 450 0 1040 2770 1830 3710 490 6975 3940 6820 Total 423,360 32,160 Idling & Minor Stoppages Losses (%) 7.57% 3.34% 1.04% 0.00% 3.01% 7.40% 7.48% 10.31% 1.48% 22.02% 11.90% 21.53% 42 Berdasarkan tabel 4.8 perhitungan persentase idling and minor stoppages losses diatas dapat disimpulkan bahwa idling and minor stoppages losses tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2017 yaitu sebesar 22.02%. Hal ini banyak terjadi dikarenakan pada bulan tersebut banyaknya waktu menganggur akibat tidak adanya orderan (product request) dari departemen PPIC. Sedangkan idling and minor stoppages losses terendah sekaligus menjadi pencapaian terbaik ada pada bulan April 2017 yaitu sebesar 0,00%. Sedangkan reduce speed losses adalah kerugian yang disebabkan karena adanya pengurangan kecepatan produksi dari kecepatan yang didesain untuk mesin tersebut. Untuk mengukur kerugian ini yaitu dengan membandingkan kapasitas ideal dengan beban kerja aktual. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut : Speed losses = x 100 % ....(7) Maka, Speed losses = x 100 % Speed losses = 5,57% Berikut adalah hasil perhitungan persentase reduce speed losses yang ditampilkan pada tabel 4.9 berikut ini : Tabel 4.9 Perhitungan Persentase Reduce Speed Losses Periode Input (Kg) Loading Time (Menit) Operation Time (Menit) Ideal Cycle Time (Menit/Kg) Speed Losses (%) Januari 59139 37440 34350 0.5455537 5.57% Februari 66808 38880 37580 0.5455537 2.91% Maret 28082 43200 18490 0.5455537 7.34% April 72261 41760 41595 0.5455537 5.20% Mei 52436 34560 32365 0.5455537 10.87% Juni 61330 37440 34660 0.5455537 3.21% 43 Tabel 4.9 Perhitungan Persentase Reduce Speed Losses (lanjutan) Periode Input (Kg) Loading Time (Menit) Operation Time (Menit) Ideal Cycle Time (Menit/Kg) Speed Losses (%) Juli 37788 24480 22515 0.5455537 7.76% Agustus 43255 36000 26705 0.5455537 8.63% September 34371 33120 19265 0.5455537 1.55% Oktober 40121 31680 22645 0.5455537 2.39% November 46824 33120 26330 0.5455537 2.37% Desember 38871 31680 22690 0.5455537 4.68% Total 581,286 423,360 339,190 Berdasarkan tabel 4.9 hasil perhitungan persentase speed losses diatas dapat disimpulkan bahwa speed losses tertinggi terjadi pada bulan Mei 2017 yaitu sebesar 10.87%. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan spek material properties yang menyebabkan kecepatan proses produksi pada mesin tidak sesuai dengan kecepatan yang sudah didesain pada mesin tersebut. Juga dikarenakan film blocking pada kecepatan tertentu, disebabkan suhu ruangan yang panas atau melt temperature yang terlalu tinggi. Sedangkan speed losses terendah ada pada bulan September 2017 yaitu sebesar 1.55%. 4.2.5.3. Losses Pada Rate Of Quality Losses pada rate of quality juga terdiri dari 2 jenis losses yaitu quality defect losses dan yield losses. Quality defect losses disebabkan disebabkan karena pada saat proses produksi berlangsung terjadi kecacatan produk yang dihasilkan. Produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi perlu dirework atau dibuat scrap. Untuk melakukan proses rework dan membuat material menjadi scrap juga merupakan bentuk kerugian bagi perusahaan karena harus mengeluarkan ongkos untuk mengerjakannya. 44 Rumus untuk menghitung quality defect losses ini adalah sebagai berikut : x 100 % ……….(8) Quality defect = Maka, Quality defect losses = x 100 % Quality defect losses = 1.10% Berikut adalah hasil perhitungan persentase quality defect losses yang ditampilkan pada tabel 4.10 dibawah ini : Tabel 4.10 Perhitungan Persentase Quality Defect Losses Periode Produk Cacat (Kg) Loading Time (Menit) Ideal Cycle Time (Menit) Quality Defect Losses (%) Januari 758 37440 0.5455537 1.10% Februari 478 38880 0.5455537 0.67% Maret 443 43200 0.5455537 0.56% April 713 41760 0.5455537 0.93% Mei 631 34560 0.5455537 1.00% Juni 446 37440 0.5455537 0.65% Juli 375 24480 0.5455537 0.84% Agustus 427 36000 0.5455537 0.65% September 355 33120 0.5455537 0.58% Oktober 367 31680 0.5455537 0.63% November 227 33120 0.5455537 0.37% Desember 339 31680 0.5455537 0.58% Total 5,559 423,360 45 Berdasarkan tabel 4.10 hasil perhitungan persentase quality defect losses diatas dapat disimpulkan bahwa quality defect losses tertinggi terjadi pada bulan Januari 2017 yaitu sebesar 1.10%. Hal ini disebabkan adanya proses rework pada satu produk akibat defect pada produk tersebut. Sedangkan quality defect losses terendah ada pada bulan November 2017 yaitu sebesar 0.37%. Sedangkan yield losses terjadi dikarenakan bahan baku terbuang (waste). Bentuk dari kerugian ini yaitu kerugian material akibat desain produk dan metode manufaktur serta kerugian penyesuaian (setting) karena cacat kualitas produk yang diproduksi pada saat awal proses produksi atau saat terjadi pergantian spesifikasi produk. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut : Yield losses = x 100 % …....(9) Maka, Yield losses = x 100 % Yield losses = 1.33% Hasil perhitungan persentase yield losses dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut ini : Tabel 4.11 Perhitungan Persentase Yield Losses Periode Produk Cacat Saat Setting (Kg) Loading Time (Menit) Ideal Cyle Time (Menit/Kg) Yield Losses (%) Januari 913 37440 0.5455537 1.33% Februari 786 38880 0.5455537 1.10% Maret 531 43200 0.5455537 0.67% April 984 41760 0.5455537 1.29% Mei 1267 34560 0.5455537 2.00% Juni 1272 37440 0.5455537 1.85% 46 Tabel 4.11 Perhitungan Persentase Yield Losses (lanjutan) Periode Produk Cacat Saat Setting (Kg) Loading Time (Menit) Ideal Cyle Time (Menit/Kg) Yield Losses (%) Juli 583 24480 0.5455537 1.30% Agustus 962 36000 0.5455537 1.46% September 512 33120 0.5455537 0.84% Oktober 684 31680 0.5455537 1.18% November 1024 33120 0.5455537 1.69% Desember 1148 31680 0.5455537 1.98% Total 10,666 423,360 Berdasarkan tabel 4.11 hasil perhitungan persentase yield losses diatas dapat disimpulkan bahwa persentase yield losses tertinggi terjadi pada bulan Mei 2017 sebesar 2.00%. Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut kuantitas dari produk satu ke produk lainnya pendek-pendek, sehingga seringnya dilakukan setting produk dengan spesifikasi yang berbeda-beda. Ditambah saat melakukan adjustment produk, dilakukan pada saat mesin tetap keadaan jalan.Dan persentase yield losses terendah ada pada bulan Maret 2017 sebesar 0.67%. 4.2.6. Rekapitulasi Time Losses Pada Six Big Losses Rekapitulasi time losses pada six big losses dilakukan untuk mencari tahu seberapa besar total waktu yang terbuang atau tidak produktif pada mesin blown film di tahun 2017. Kemudian akan diukur persentase dari masing-masing six big losses sehingga dapat diketahui jenis losses apa yang memiliki persentase tertinggi, yang nantinya akan dilakukan langkah-langkah perbaikan yang tepat untuk menyelesaikan kerugian ini. 4.2.6.1. Total Time Losses Pada Breakdown Losses Setelah pada sub bab sebelumnya telah menghitung nilai persentase dari breakdown losses, maka untuk menghitung berapa besar total time losses pada breakdown losses ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 47 TL breakdown = x Loading time Maka, TL breakdown = x 37440 TL breakdown = 255 menit Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada breakdown losses yang ditunjukkan pada tabel 4.12 dibawah ini : Tabel 4.12 Perhitungan Total Time Losses Pada Breakdown Losses Periode Loading Time (Menit) Breakdown Losses (%) Total Time Losses (Menit) Januari 37440 0.68% 255 Februari 38880 0.00% 0 Maret 43200 56.16% 24260 April 41760 0.40% 165 Mei 34560 3.34% 1155 Juni 37440 0.03% 10 Juli 24480 0.55% 135 Agustus 36000 15.51% 5585 September 33120 40.35% 13365 Oktober 31680 6.50% 2060 November 33120 8.61% 2850 Desember 31680 6.85% 2170 Total 423,360 52,010 Berdasarkan tabel 4.12 perhitungan total time losses pada breakdown losses diatas maka dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang diakibatkan dari breakdown losses sepanjang 2017 adalah sebesar 52,010 menit atau 867 jam. 48 4.2.6.2. Total Time Losses Pada Setup & Adjustment Losses Sama halnya dengan menghitung total time losses pada breakdown losses, bahwa untuk menghitung total time losses pada setup & adjustment losses dapat dihitung dengan rumus berikut ini : TL setup & adjustment = x loading time Maka, TL setup & adjustment = x 37440 TL setup & adjustment = 570 menit Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada setup & adjustment losses yang ditunjukkan pada tabel 4.13 dibawah ini : Tabel 4.13 Perhitungan Total Time Losses Pada Setup & Adjustment Losses Periode Loading Time (Menit) Setup & adjustment Losses (%) Total Time Losses (Menit) Januari 37440 1.52% 570 Februari 38880 1.20% 465 Maret 43200 0.68% 295 April 41760 1.45% 605 Mei 34560 2.36% 815 Juni 37440 2.01% 754 Juli 24480 1.39% 340 Agustus 36000 1.61% 580 September 33120 0.98% 325 Oktober 31680 1.39% 440 November 33120 2.06% 683 Desember 31680 2.19% 695 Total 423,360 6,567 49 Berdasarkan tabel 4.13 total time losses pada setup & adjustment losses diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang diakibatkan dari setup & adjustment losses sepanjang 2017 sebesar 6,567 menit 110 jam. 4.2.6.3. Total Time Losses Pada Reduce Speed Losses Untuk menghitung total time losses pada reduce speed losses dapat dihitung dengan rumus berikut ini : TL speed losses = x loading time Maka, TL speed losses = x 37440 TL speed losses = 2086 menit Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada reduce speed losses yang ditunjukkan pada tabel 4.14 dibawah ini : Tabel 4.14 Perhitungan Total Time Losses Pada Reduce Speed Losses Periode Loading Time (Menit) Reduce Speed Losses (%) Total Time Losses (Menit) Januari 37440 5.57% 2086 Februari 38880 2.91% 1133 Maret 43200 7.34% 3170 April 41760 5.20% 2173 Mei 34560 10.87% 3758 Juni 37440 3.21% 1201 Juli 24480 7.76% 1900 Agustus 36000 8.63% 3107 September 33120 1.55% 514 50 Tabel 4.14 Perhitungan Total Time Losses Pada Reduce Speed Losses (lanjutan) Periode Loading Time (Menit) Reduce Speed Losses (%) Total Time Losses (Menit) Oktober 31680 2.39% 757 November 33120 2.37% 785 Desember 31680 4.68% 1484 Total 423,360 22,067 Berdasarkan tabel 4.14 total time losses pada reduce speed losses diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang diakibatkan dari reduce speed losses sepanjang 2017 adalah sebesar 22,067 menit atau 368 jam. 4.2.6.4. Total Time Losses Pada Idling & Minor Stoppages Losses Untuk menghitung total time losses pada idling & minor stoppages losses dapat dihitung dengan rumus berikut ini : TL Idling & minor stoppages = x loading time Maka, TL Idling & minor stoppages = x 37440 TL Idling & minor stoppages = 2835 menit Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada idling & minor stoppages losses yang ditunjukkan pada tabel 4.15 dibawah ini : 51 Tabel 4.15 Total Time Losses Pada Idling & Minor Stoppages Losses Periode Loading Time (Menit) Idling&Minor Stoppages Losses (%) Total Time Losses (Menit) Januari 37440 7.57% 2835 Februari 38880 3.34% 1300 Maret 43200 1.04% 450 April 41760 0.00% 0 Mei 34560 3.01% 1040 Juni 37440 7.40% 2770 Juli 24480 7.48% 1830 Agustus 36000 10.31% 3710 September 33120 1.48% 490 Oktober 31680 22.02% 6975 November 33120 11.90% 3940 Desember 31680 21.53% 6820 Total 423,360 32,160 Berdasarkan tabel 4.15 total time losses pada idling & minor stoppages losses diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang diakibatkan dari idling & minor stoppages losses sepanjang 2017 adalah sebesar 32,160 menit atau 536 jam. 4.2.6.5. Total Time Losses Pada Quality Defect Losses Untuk menghitung total time losses pada idling & minor stoppages losses dapat dihitung dengan rumus berikut ini : TL quality defect = x loading time 52 Maka, TL quality defect losses = x 37440 TL quality defect losses = 414 menit Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada quality defect losses yang ditunjukkan pada tabel 4.16 dibawah ini : Tabel 4.16 Total Time Losses Pada Quality Defect Losses Periode Loading Time (Menit) Quality Defect Losses (%) Total Time Losses (Menit) Januari 37440 1.10% 414 Februari 38880 0.67% 261 Maret 43200 0.56% 242 April 41760 0.93% 389 Mei 34560 1.00% 344 Juni 37440 0.65% 243 Juli 24480 0.84% 205 Agustus 36000 0.65% 233 September 33120 0.58% 194 Oktober 31680 0.63% 200 November 33120 0.37% 124 Desember 31680 0.58% 185 Total 423,360 3,033 Berdasarkan tabel 4.16 total time losses pada quality defect losses diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang diakibatkan dari quality defect losses sepanjang 2017 adalah sebesar 3,033 menit atau 51 jam. 53 4.2.6.6. Total Time Losses Pada Yield Losses Terakhir, total time losses dari komponen six big losses yang akan dihitung yaitu komponen yield losses. Untuk menghitung total time losses pada yield losses dapat dihitung dengan rumus berikut ini : TL yield losses = x loading time Maka, TL yield losses = x 37440 TL yield losses = 498,091 menit Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada yield losses yang ditunjukkan pada tabel 4.17 dibawah ini : Tabel 4.17 Total Time Losses Pada Yield Losses Periode Loading Time (Menit) Yield Losses (%) Total Time Losses (Menit) Januari 37440 1.33% 498 Februari 38880 1.10% 429 Maret 43200 0.67% 290 April 41760 1.29% 537 Mei 34560 2.00% 691 Juni 37440 1.85% 694 Juli 24480 1.30% 318 Agustus 36000 1.46% 525 September 33120 0.84% 279 Oktober 31680 1.18% 373 November 33120 1.69% 559 Desember 31680 1.98% 626 Total 423,360 5,819 54 Berdasarkan tabel 4.17 total time losses pada yield losses diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif atau terbuang yang diakibatkan dari yield losses sepanjang 2017 adalah sebesar 5,819 menit atau 97 jam. 4.2.6.7. Hasil Rekap Total Time Losses Six Big Losses Setelah menghitung total time losses pada masing-masing komponen six big losses, maka selanjutnya dilakukan rekap persentase time losses tersebut secara komulatif untuk mengetahui besar kontribusi masing-masing faktor dalam mempengaruhi tingkat efektivitas (OEE) pada mesin blown film extrusion 2017. Hasil rekap persentase komulatif time losses pada komponen six big losses tahun 2017 ditunjukkan pada tabel 4.18 berikut ini : Tabel 4.18 Hasil Rekap Persentase Komulatif Time Losses Total Time Losses (Menit) Persentase (%) Persentase Komulatif (%) Breakdown Losses 52,010 42.75% 42.75% Setup & Adjustment Losses 6,567 5.40% 48.15% Idling & Minor Stoppages Losses 32,160 26.44% 74.58% Speed Losses 22,067 18.14% 92.72% Quality Defect Losses 3,033 2.49% 95.22% Yield Losses 5,819 4.78% 100.00% 153,816 100.000 Six Big Losses Total Berdasarkan tabel 4.18 hasil rekap persentase komulatif time losses diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu yang terbuang pada tahun 2017 adalah sebesar 153,816 menit atau 2,564 jam dari total loading time selama tahun 2017 sebesar 423,360 menit (7.056 jam). Diketahui sistem kerja bagian blown film adalah sistem 3-1 dan mempunyai regu sebanyak 4 regu. Sebagai faktor penghambat efektivitas mesin tertinggi diantara keenam komponen six big losses 55 yaitu breakdown losses (tanda yang berwarna merah) dengan catatan waktu 52,010 menit atau sebesar 42.75%, diikuti dengan idling and minor stoppages losses (26.44%), speed losses (18.14%), setup and adjustment losses (5.40%), yield losses (4,78%), dan terakhir quality defect losses dengan persentase terkecil yaitu 2.49%. 4.3. Analisis Diagram Pareto dan Cause and Effect Diagram Setelah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat OEE mesin blown fim pada tahun 2017, maka selanjutnya adalah mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang telah menyebabkan tingginya time losses yang terdapat pada komponen six big losses tersebut dengan tools diagram pareto dan cause and effect diagram. 4.3.1 Analisis Diagram Pareto Diagram pareto ini dipakai untuk menganalisis six big losses, agar dapat menentukan hal-hal yang menjadi prioritas dan dominan dalam menganalisis dan mengatasi time losses tersebut.. Dengan menyelesaikan faktor dominan tersebut maka masalah dapat teratasi dengan signifikan. Berikut ini adalah gambar 4.8 diagram pareto six big losses yang terjadi pada mesin blown film tahun 2017 : Gambar 4.8 Pareto Diagram Six Big Losses 56 Berdasarkan gambar 4.8 diagram pareto six big losses diatas dapat disimpulkan bahwa losses yang paling dominan yang menghambat produktivitas mesin blown film adalah breakdown losses. Hal ini berarti masalah breakdown ini merupakan masalah yang paling prioritas yang harus diatasi untuk mencapai peningkatan nilai OEE yang signifikan. Akan tetapi keseluruhan dari six big losses ini tetap harus diatasi untuk menekan time losses seminimum mungkin sehingga peningkatan produktivitas mesin blown film dapat tercapai. 4.3.2 Analisis Cause And Effect Diagram Setelah mengetahui masalah-masalah yang menyebabkan adanya time losses berdasarkan six big losses yang telah dianalisis pada pareto chart, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis faktor-faktor penyebab dari masing-masing six big losses dengan menggunakan tools diagram sebab akibat. Diagram sebab akibat atau lebih sering disebut dengan diagram tulang ikan adalah gambar pengubahan dari garis dan simbol yang dibuat untuk menggambarkan permasalahan yang ada sekaligus menyajikan penyebabpenyebab terjadinya masalah tersebut dengan mengklasifikasikannya berdasarkan penyebab utama. Diagram ini sering digunakan untuk membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah, membantu membangkitkan ide-ide untuk mencari solusi suatu masalah, dan membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. Disamping itu dari sisi kualitas maka cause and effect diagram sering digunakan untuk menyimpulkan penyebab-penyebab variasi dalam proses, dan untuk mengidentifikasi kategori dan sub-kategori penyebab-penyebab yang mempengaruhi karakteristik kualitas tertentu. Dengan demikian atas penjelasan diatas maka cause and effect diagram ini akan digunakan untuk menganalisis dan menentukan faktor penyebab utama terjadinya breakdown losses, idling and minor stoppages losses, speed losses, setup and adjustment losses, yield losses, serta quality defect losses yang akan dibahas satu persatu. Faktor penyebab dari adanya six big losses ini bisa saja memiliki faktor penyebab yang sama, karena secara teknis kegagalan atau kerusakan yang terjadi pada satu fungsi memiliki keterkaitan antara jenis satu losses dengan losses lainnya. 57 Berdasarkan pareto chart sebelumnya bahwa losses tertinggi dari keseluruhan six big losses adalah breakdown losses sebesar 42.75%. Sehingga dengan demikian terlebih dahulu akan dicari faktor penyebab dari masalah breakdown losses ini. Berikut ini adalah gambar 4.9 yaitu analisis cause and effect diagram untuk masalah pada breakdown losses yang terjadi pada mesin blown film : 58 ENVIRONMENT METHODE MATERIAL Planning PPIC Tidak ada perawatan Umur pakai Penjadwalan tidak teratur Stok material existing habis adanya produk baru Adanaya produk urgent Mencari output banyak AC mati Trial material pengganti Komposisi material baru Supplier Terkena hujan saat shipping Setting throughput melebihi kapasitas Temperatur ruangan panas Kualitas material jelek Penyimpanan tidak aman Bahan baku lembab Carbon brush pendek Umur pakai usang Umur pakai sudah lama BREAKDOWN LOSSES Kerusakan mixer bahan baku Stok habis Terlambat ganti Demotivasi Umur pakai Kerusakan motor extruder Gear sudah aus Tidak dikontrol Gearbox Aus Listrik mati mendadak Tidak ada jadwal service Overload Over capacity Tidak ganti oli Kebijakan PLN Tidak ada jadwal perawatan Troughput melebihi kapasitas Tidak dikontrol Tidak di kontrol Ampere tidak stabil Tidak dikontrol Tidak ada jadwal service Kalibrasi die head Corona Treatment rusak Tidak ada pelatihan Pengetahuan kurang Human error Tidak memiliki kesadaran MAN Power ampere berlebihan Dies kotor Ketebalan tidak stabil Karet roll bocor Blower mati Listrik tidak stabil Tidak ada perawatan Polymer degradasi Dielips tidak presisi Tidak dikontrol Umur pakai Electroda kotor Overheating Baut adjuster kendor Tidak dirawat Controller temperatur mati Getaran mesin Grace/gemuk habis Motor rotary rusak Tidak ada perawatan Umur pakai Tidak dikontrol Gear aus Umur pakai Umur pakai lama MACHINE Gambar 4.9 Analisis Sebab Akibat Breakdown Losses 59 Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan mesin tidak dapat beroperasi (breakdown). Namun faktor-faktor yang paling dominan dan sering terjadi yang mengakibatkan mesin breakdown dapat dilihat pada tabel 4.19 yaitu tabel faktor penyebab breakdown losses dibawah ini : Tabel 4.19 Faktor Penyebab Breakdown Losses No. 1. 2. Masalah Kerusakan pada motor extruder yang tidak berfungsi Mixer bahan baku tidak bisa berputar Penyebab Masalah Kerusakan pada komponen motor (Carbon brush pendek, kuningan tidak rata) Overload (Throughput melebihi kapasitas) karena tidak dikontrol Gear aus karena pemakaian sering overload 3. Corona treatment tidak berfungsi Fuse putus, electrode kotor, exhaust mati 4. Kalibrasi diehead Variation thickness tidak stabil karena dielips tidak presisi 5. Motor rotary tidak berfungsi Gear aus karena grace (gemuk) habis Akibat Mesin tidak bisa beroperasi karena screw (jantung mesin tidak berputar Tidak bisa running dengan formula bahan baku campuran Mesin tidak bisa running karena hasil Film tidak ada corona Mesin tidak bisa running karena menunggu kalibrasi dies minimal 3 jam Mesin tidak bisa running karena jumbo (hasil gulungan) akan tirus Hasil Film keluar Gel (Bintik) 6. Kualitas material jelek Material lembab Mesin tidak running karena Overhaul extruder dan dies untuk dibersihkan 60 Tabel 4.19 Faktor Penyebab Breakdown Losses (Lanjutan) No. Masalah Penyebab Masalah Akibat Hasil Film keluar Gel (Bintik) 7. Kualitas material jelek Adanya material baru karena stok material existing habis 8. Settingan Throughput melebihi kapasitas mesin Mengejar output supaya banyak, adanya produk urgent Mesin tidak running karena Overhaul extruder dan dies untuk dibersihkan Motor extruder overload Film bergaris (dieline) 9. Hasil extrusion tidak bagus karena temperatur ruangan panas AC mati Mesin harus berhenti untuk penurunan temperatur Berdasarkan tabel 4.19 diatas diketahui bahwa masalah yang diberi warna merah adalah masalah yang sering terjadi selama tahun 2017 dan untuk waktu perbaikannya memiliki waktu yang sangat lama yaitu minimal 1 minggu lama perbaikan. Sedangkan masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang sering terjadi namun waktu perbaikan lebih cepat yaitu maksimum 5 jam lama perbaikan. Dan pada masalah yang diberi warna biru adalah masalah yang jarang terjadi dan jika terjadi harus diperbaiki dengan waktu yang lebih cepat yaitu maksimal 3 jam lama perbaikan. Sedangkan masalah yang diberi warna hijau adalah masalah yang juga jarang terjadi namun jika terjadi maka waktu perbaikannya lama yaitu minimal 1 hari lama perbaikan. Berikutnya adalah analisis cause and effect diagram untuk masalah pada idling and minor stoppages losses yang terjadi pada mesin blown film yang dapat dilihat pada gambar 4.10 dibawah ini : 61 ENVIRONMENT METHODE MATERIAL Supplier Tidak paham/lupa LT pengiriman lama Suhu ruangan panas Tidak konsentrasi Stok habis AC split rusak Umur pakai Tidak ada perawatan Salah pasang jalur film Bahan baku kurang IDLING & MINOR STOPPAGES LOSSES Tidak ada perawatan Umur pakai sudah lama Tidak ada trainning Tidak paham troubleshooting Hidraulic malfungsi As Macet Gesekan dengan film Holder pisau tajam Film blocking/baret Film bergulung di winder roll Flying knives macet Pisau Lateral tumpul Human error Tidak konsentrasi Demotivasi Tidak ada perawatan Me s in me nganggur MAN Tidak ada order Umur pakai sudah lama MACHINE Gambar 4.10 Analisis Sebab Akibat Idling and Minor Stoppages Losses 62 Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan mesin tidak dapat beroperasi sebentar atau mesin menganggur. Namun faktorfaktor yang paling dominan dan sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya idling and minor stoppages losses dapat dilihat pada tabel 4.20 yaitu tabel faktor penyebab idling and minor stoppages losses dibawah ini : Tabel 4.20 Faktor Penyebab Idling And Minor Stoppages Losses No. 1. 2. 3. 4. Masalah Film bergulung di winder roll Film blocking atau bergaris bekas pisau Mesin menganggur Bahan baku kurang (stok habis) Penyebab masalah Akibat Flying knives kadang macet Mesin berhenti sementara untuk membuang film yang tergulung di winder roll Pisau lateral sudah tumpul karena umur pakai Mesin berhenti sementara untuk pergantian pisau dan meratakan holder pisau Tidak ada order dari PPIC Mesin tidak beroperasi sampai menunggu orderan dari PPIC Lead time pengiriman lama Mesin menganggur karena menunggu persediaan bahan baku 5. Jalur (alur) film salah Lupa/tidak konsentrasi Mesin berhenti untuk setup ulang jalur film 6. Suhu ruangan panas AC mati Bubble tidak stabil 63 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi warna merah yaitu mesin menganggur adalah masalah yang paling sering terjadi dengan kehilangan waktu yang sangat banyak dan merupakan faktor yang sering menyebabkan operator diliburkan sepanjang tahun 2017. Sedangkan masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang sering terjadi namun bisa diatasi dalam waktu yang cepat (maksimal 1 jam), dan juga dapat diatasi dalam keadaan mesin tetap running, namun mengakibatkan adanya waste of material selama dilakukan problem solving. Untuk masalah yang diberi warna biru adalah masalah yang sangat jarang terjadi dan apabila terjadi maka waktu yang terbuang akibat mesin manganggur yaitu maksimal 24 jam untuk menunggu datangnya material, karena kebanyakan material untuk mesin blown film banyak didatangkan dari supplier lokal. Dan pada masalah yang diberi warna hijau adalah masalah yang juga jarang terjadi dan apabila terjadi dapat diatasi dengan waktu yang tidak lama yaitu maksimal 20 menit. Berikutnya adalah menganalisis faktor penyebab pada masalah reduce speed losses. Yang mana reduce speed losses adalah kerugian yang disebabkan karena adanya pengurangan kecepatan produksi dari kecepatan yang didesain untuk mesin tersebut. Sama halnya dengan factor utama penyebab losses sebelumnya bahwa pengurangan kecepatan atau reduce speed losses ini juga disebabkan oleh karena beberapa faktor,yaitu faktor mesin, material, metode, lingkungan, dan manusia. Berikut ini adalah analisis cause and effect diagram pada masalah speed losses yang terjadi pada mesin blown film sepanjang tahun 2017 yang ditunjukkan pada gambar 4.11 berikut ini : 64 ENVIRONMENT METHODE MATERIAL Operator pilih-pilih urutan Stok material habis Suhu ruangan panas adanya produk urgent AC split rusak Umur pakai Tidak ada perawatan Urutan produksi berantakan Material properties berbeda dengan existing Adanya material pengganti Trial SPEED LOSSES Contoller temperatur mati Over melt temperatur Film blocking Umur pakai sudah lama Tidak ada trainning Tidak paham cara kerja mesin Ruangan panas Rotary aus Be aring rotary joint tidak pre sisi Tidak ada perawatan Human error MAN Motor extruder lemah Tidak ada perawatan Motor trip Chiller mati Belum ada penjadwalan maintenance Demotivasi Umur pakai sudah lama Tidak ada perawatan Umur pakai sudah lama AS kopel patah Tidak ada perawatan MACHINE Gambar 4.11 Analisis Sebab Akibat Speed Losses 65 Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan kecepatan mesin berkurang dari kapasitas. Namun faktor-faktor yang paling dominan dan sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya speed losses dapat dilihat pada tabel 4.21 yaitu tabel faktor penyebab speed losses dibawah ini : Tabel 4.21 Faktor Penyebab Speed Losses No. 1. Masalah Penyebab masalah Akibat Motor extruder lemah Terlambat/tidak ada perawatan pada komponen motor extruder Output dikurangi untuk antisipasi breakdown motor extruder Air shaft couple patah 2. Pendingin chiller tidak berfungsi Motor pompa trip Speed dikurangi mengimbangi throughput yang berkurang akibat proses ekstrusi tidak stabil Overheating 3. Film blocking 4. Bearing rotary joint pada press roll tidak berputar sempurna 5. Kualitas material pengganti berbeda dengan yang existing 6. Urutan proses untuk pergantian produk berantakan 7. Suhu ruangan panas Controller temperature malfunction Film sulit dibelah karena film blocking Bearing aus Putaran roll press tersendat Stok material existing habis Melt pressure lebih rendah (tidak sama dengan yang biasanya) Adanya produk urgent Operator pilih-pilih urutan AC rusak karena tidak ada perawatan Seringnya terjadi perubahan spek produk yang extreme Film sering bloking Geometry bubble tidak stabil 66 Tabel 4.21 Faktor Penyebab Speed Losses (lanjutan) No. Masalah Penyebab masalah Tidak memahami cara kerja mesin (operator baru) 8. Human error Kurang konsentrasi/demotivasi Akibat Kurang responsive terhadap keadaan perubahan kondisi operasi Berdasarkan tabel 4.21 diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi warna merah adalah masalah yang sering terjadi dan memang cara untuk mengatasinya ketika mesin sedang running yaitu dengan menurunkan line speed secara mesin secara manual untuk menghindari terjadinya breakdown pada mesin ataupun untuk menghindari produk cacat misalanya pada film bloking. Sedangkan masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang jarang terjadi, dan bila terjadi maka line speed mesin akan turun secara otomatis seiring dengan adanya perubahan pada proses ektrusi. Dan pada masalah yang diberi warna hijau adalah masalah yang sangat jarang terjadi, dan bila terjadi maka cara mengatasinya ketika mesin sedang running adalah dengan menurunkan line speed mesin secara manual untuk menghindari terjadinya breakdown. Selanjutnya yaitu menganalisis terjadinya setup and adjustment losses pada mesin blown film sepnajang tahun 2017. Yang mana setup and adjustment losses ini adalah kerugian yang terjadi dari akibat perubahan kondisi operasi, seperti dimulainya proses produksi atau dimulainya pergantian shift, pergantian spesifikasi produk, dan perubahan penyesuaian (setting). Berikut ini adalah analisis cause and effect diagram pada masalah setup and adjusment losses yang terjadi pada mesin blown film sepanjang tahun 2017 yang ditunjukkan pada gambar 4.12 berikut ini : 67 ENVIRONMENT METHODE MATERIAL Tidak konsentrasi Kurang Pengetahuan Salah perhitungan Cara setting tidak efisien Operator pilih-pilih urutan Material berlebih Perbedaan cuaca siang malam Suhu ruangan panas Urutan produksi berantakan AC split rusak Umur pakai Tidak ada perawatan Stok material habis Material properties berbeda dengan existing Frekuensi pergantian produk banyak Octagon tidak berfungsi Adanya material pengganti Setting manual Trial produk/bahan baru SETUP & ADJUSTMENT Kondisi kesehatan Operator grogi Tidak ada trainning Tidak paham cara kerja mesin Human error Umur pakai sudah lama LOSSES Heater lama panas Settingan sebelumnya rendah Tidak ada perawatan Melt temp. terlalu rendah Controller ada yang tidak aktif Umur pakai sudah lama Temparatur overheat Octagon auto rusak Screw speed RPM tinggi Tidak ada perawatan Mengejar Throughput 110Kg/jam Collapsing frame masih manual Tidak konsentrasi Desain mesin masih konvensional MAN MACHINE Gambar 4.12 Analisis Sebab Akibat Setup and Adjustment Losses 68 Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya setup and adjustment losses. Namun faktor-faktor yang paling dominan dan sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya setup and adjustment losses dapat dilihat pada tabel 4.22 yaitu tabel faktor penyebab setup and adjustment losses dibawah ini : Tabel 4.22 Faktor Penyebab Setup and Adjustment Losses No. 1. 2. 3. Masalah Collapsing frame masih manual Penyebab masalah Akibat Desain konvensional Setting manual dengan cara membuka atau menutup frame yang berada dilantai 3 Tidak ada perawatan Setting line speed manual Umur pakai sudah lama Harus mengecek secara manual ketebalan film sampai sesuai spek sebelum masspro Octagon auto setting tidak berfungsi Temperatur overheat Controller temperature ada yang tidak aktif Film bergaris atau gel karena temperatur terlalu panas Menunggu penurunan temperatur 4. 5. Melt temperature terlalu rendah Material pada satu produk berlebih Heater lama panas Tampilan film seperti “kulit jeruk” Salah perhitungan Over processing, karena harus menunggu sampai material untuk produk sebelumnya habis 69 Tabel 4.22 Faktor Penyebab Setup and Adjustment Losses (lanjutan) No. Masalah 7. Frekuensi pergantian produk banyak 8. 9. Human error Suhu ruangan berbeda setiap pergantian shift Penyebab masalah Akibat Urutan produksi berantakan Banyak pergantian spek produk secara extreme Operator pilih-pilih Tidak konsentrasi Sebatas mengetahui SOP Perbedaan cuaca antara siang hari dan malam hari Proses adjustment terlalu lama Terjadi perubahan operating condition setiap pergantian shift untuk kualitas produk yang OK Berdasarkan tabel 4.22 diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi warna merah adalah masalah yang sering terjadi namun durasi kehilangan waktunya dapat dikurangi bila dilakukan dengan cara yang tepat. Misalkan pada masalah cara setting yang kurang efisisen. Seringkali operator mengerjakan produk tanpa mempertimbangkan produk untuk proses selanjutnya. Misalkan pada saat sedang proses produk yang spesifikasinya yang memakai temperatur standar yaitu 175 derajat celcius, kemudian produk selanjutnya biasanya diproses dengan temperatur yang lebih tinggi yaitu 200 derajat celcius. Seringkali operator melakukan perubahan setting temperatur pada saat setelah produk mulai diganti. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu panas yang diinginkan menjadi lama. Padahal saat hendak menaikkan temperatur lebih baik dilakukan 30 menit sampai 45 menit sebelum pergantian produk. Sehingga pada saat produk sudah berganti maka suhu panas yang diinginkan sudah tercapai. Masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang sering terjadi namun waktu yang terbuang tidak terlalu lama. Sedangkan masalah yang diberi warna hijau adalah masalah yang normalnya tidak dapat dihindari. Dan masalah yang diberi warna biru adalah masalah yang jarang terjadi. 70 Selanjutnya yaitu menganalisis terjadinya yield losses pada mesin blown film sepnajang tahun 2017. Dan berikut ini adalah analisis cause and effect diagram pada masalah yield losses yang terjadi pada mesin blown film sepanjang tahun 2017 yang ditunjukkan pada gambar 4.12 dibawah ini : 71 ENVIRONMENT METHODE MATERIAL Kurang Pengetahuan Salah perhitungan Tidak ada perawatan Cara s e tting tidak e fis ie n Umur pakai Operator pilih-pilih urutan Mate rial be rle bih AC split rusak Suhu ruangan panas Urutan produksi berantakan Stok material habis Material properties berbeda dengan existing Pergantian shift Fre kue ns i pe rgantian produk banyak Octagon tidak berfungsi Adanya mate rial pe ngganti Se tting manual Trial produk/bahan baru YIELD LOSSES Kondisi kesehatan Ope rator grogi Umur pakai sudah lama Tidak ada trainning Tidak paham cara kerja mesin Octagon auto rus ak Tidak ada perawatan Human e rror Collaps ing frame mas ih manual Tidak konsentrasi Desain mesin masih konvensional MAN MACHINE Gambar 4.13 Analisis Sebab Akibat Yield Losses 72 Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya quality defect losses. Hampir sama dengan setup and adjustment losses, namun yield losses ini penekanannya lebih kepada material yang terbuang akibat penyesuaian untuk setting produk. Dan faktor-faktor yang paling dominan dan sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya yield losses dapat dilihat pada tabel 4.23 yaitu tabel faktor penyebab yield losses dibawah ini : Tabel 4.23 Faktor Penyebab Yield Losses No. 1. Masalah Collapsing frame masih manual Penyebab masalah Akibat Desain masih konvensional Setting manual dengan cara membuka atau menutup frame yang berada dilantai 3 Tidak ada perawatan 2. Octagon auto setting tidak berfungsi Umur pakai sudah lama Kurang konsentrasi 3. Human error 4. Adanya material pengganti Stok material habis 5. Material pada satu produk berlebih Salah perhitungan 6. Cara setting kurang efisien Kurang diberikan trainning Kurang pengetahuan Setting line speed manual Harus mengecek secara manual ketebalan film sampai sesuai spek sebelum masspro Proses adjustment terlalu lama sehingga material banyak terbuang Proses setting lama karena mencari kondisi operasi yang terbaik Over processing, karena harus menunggu sampai material untuk produk sebelumnya habis Waktu setting dan material banyak terbuang 73 Tabel 4.23 Faktor Penyebab Yield Losses (lanjutan) No. Masalah Penyebab masalah Urutan produksi berantakan 7. 8. Frekuensi pergantian produk banyak Suhu ruangan berbeda setiap pergantian shift Operator pilih-pilih Perbedaan cuaca antara siang hari dan malam hari Akibat Banyak pergantian spek produk secara extreme sehingga material banyak terbuang Terjadi perubahan operating condition setiap pergantian shift untuk kualitas produk yang OK Berdasarkan tabel 4.23 diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi warna merah adalah masalah yang sering terjadi namun durasi kehilangan waktunya dapat dikurangi bila dilakukan langkah kerja dengan cara yang tepat. Sedangkan pada masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang sering terjadi namun waktu yang terbuang tidak terlalu lama sehingga material yang terbuang juga tidak banyak, terkecuali pada masalah pada adanya produk pengganti. Pada masalah ini material yang terbuang terbilang banyak akibat dari waktu setting yang lama. Dikarenakan material baru ini memiliki properties yang berbeda dengan material existing, sehingga kondisi operasi yang existing belum tentu sama bila menggunakan material yang baru. Lamanya waktu untuk menemukan kondisi operasi yang ideal menjadi penyebab banyaknya material yang terbuang dikarenakan pada saat setting mesin tetap dalam keadaan running. Sehingga dianjurkan untuk dilakukan pencatatan yang jelas ketika telah menemukan kondisi operasi yang ideal tersebut saat menggunakan material pengganti ini. Pada masalah yang diberikan warna biru adalah masalah yang jarang terjadi dan bila terjadi juga material yang terbuang tidak begitu signifikan. Dan masalah yang diberi warna hijau merupakan masalah yang tidak dapat dihilangkan, namun kerugian dari material yang terbuang juga tidak begitu signifikan. 74 Selanjutnya yaitu menganalisis terjadinya quality defect losses pada mesin blown film sepanjang tahun 2017. Dan berikut ini adalah analisis cause and effect diagram pada masalah quality defect losses yang terjadi pada mesin blown film sepanjang tahun 2017 yang ditunjukkan pada gambar 4.13 dibawah ini : 75 ENVIRONMENT METHODE Tidak ambil sample Tidak di check berkala Suhu ruangan panas Se ttingan powe r corona te rlalu ke cil Tidak mengikuti SOP AC split rusak Umur pakai Tidak ada perawatan Tidak ada trainning Tidak paham Troubleshooting Human e rror Demotivasi MAN MATERIAL Tidak/salah baca tabel formula Tidak sesuai R&D Salah komposisi Penyimpanan tidak aman Shipping kena hujan Se ttingan te mpe ratur tidak se suai Resin basah Kualitas PE je le k Kotor Supplier Jarak dielips tidak presisi Bubble diameter berubah-ubah Thickne ss Variation QUALITY DEFECT LOSSES Umur pakai sudah lama Tidak dikontrol Controller temp mati Power treatment kecil Overheating Dyne le ve l corona tidak standar Polymer degradasi Jarak elektroda dengan film jauh Film gel bintik Tension berlebihan Film de fe ct Film melt fracture Tidak dikontrol Temp kurang panas Heater mati MACHINE Gambar 4.14 Analisis Sebab Akibat Quality Defect Losses 76 Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya quality defect losses. Dan faktor-faktor yang paling dominan dan sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya quality defect losses dapat dilihat pada tabel 4.24 yaitu tabel faktor penyebab quality defect losses dibawah ini : Tabel 4.24 Faktor Penyebab Quality Defect Losses No. 1. Masalah Film defect pada tampilan visual Penyebab masalah Akibat Controller temperature tidak berfungsi Tampilan film ada bintik gel, atau tampilan film seperti kulit jeruk Pemberian power terlalu kecil 2. 3. Dyne level corona treatment tidak standar Ketebalan film tidak stabil (Out of control) Tension roll karet terlalu tinggi Geometry bubble berubahubah Jarak celah dielips tidak presisi Kotor dari tempat penyimpanan 4. Kualitas material (PE) jelek Lembab karena terkena air hujan Salah baca tabel formula dari R&D 5. Salah komposisi material Kurang konsentrasi 6. Setting temperatur salah/tidak sesuai Kurang pengetahuan Tidak mengikuti SOP Hasil film LLDPE tidak dapar diproses untuk dry laminator karena kualitas bounding strength yang kecil Hasil LLDPE di reject karena range ketebalan film jauh dari toleransi QC Hasil LLDPE akan keluar Gel bintik Film LLDPE tidak bisa terpakai karena komposisi material yang berbeda untuk tiap-tiap formula Kualitas film (visually) bermasalah 77 Tabel 4.24 Faktor Penyebab Quality Defect Losses (lanjutan) No. 7. Masalah Suhu ruangan panas Penyebab masalah Akibat AC tidak dingin Film sering bloking karena panas sehingga sulit dibelah dengan pisau lateral Pergantian shift (beda cuaca siang hari dan malam hari) Tidak fokus saat proses 8. Human error Demotivasi Saat ada kotoran/serangga bisa menempel di LLDPE tanpa diketahui Berdasarkan tabel 4.23 diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi warna merah adalah masalah yang sering terjadi, namun biasanya hanya terjadi defect untuk beberapa menit saja sehingga banyak defect tidak begitu banyak untuk tiap-tiap produk. Sedangkan pada masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang jarang terjadi namun tidak bisa dihindari. Dikarenakan adanya getaran mesin yang begitu besar sehingga baut adjuster dielips bisa kendor seiring dengan waktu. Hal ini yang membuat jarak pada celah dielips sudah tidak presisi yang menyebabkan variasi ketebalan tidak stabil. Pada masalah yang diberi warna biru adalah masalah yang sangat jarang terjadi, namun bila terjadi maka waktu untuk mengatasinya memerlukan waktu yang lama karena berhubungan dengan suhu ruangan yang mengikuti cuaca antara siang hari dan malam hari. Dan pada masalah yang diberi warna hijau adalah masalah yang jarang terjadi. Bila terjadi kesalahan komposisi formula pada satu formula, maka produk tersebut masih dapat digunakan untuk produk lain. Akan tetapi, meskipun komposisi formula tadi sama, biasanya untuk spesifikasi lebar tetap berbeda namun tetap bisa dipakai asalkan lebar film produk yang salah komposisi tadi harus lebih lebar dengan produk yang akan dipakai sebagai produk penggannti nanti. 78 4.4 Penentuan Jenis strategi Perawatan Dengan Pendekatan TPM Penentuan jenis perawatan dengan delapan pilar pendukung keberhasilan TPM untuk masing-masing penyebab adanya six big losses perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai OEE ditahun berikutnya. Strategi perawatan dengan rekomendasi delapan pilar TPM tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 4.4.1 Strategi Perawatan Untuk Breakdown Losses Beberapa masalah yang dapat menyebabkan breakdown losses dan strategi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut adalah adalah sebagai berikut : 1. Kerusakan motor extruder Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah kerusakan motor extruder adalah preventive maintenance. Hal ini dikarenakan penyebab masalah kerusakan motor extruder ini adalah terlambat mengganti carbon brush, throughput melebihi kapasitas motor, dan jarang ganti oli pada gearbox. (Rauwendaal, 2013, Hal ; 53) 2. Kerusakan mixer bahan baku Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah kerusakan mixer adalah preventive maintenance. Karena penyebab masalah ini adalah seringnya operator mencampur bahan baku ke mixer dengan kapasitas over load. 3. Kerusakan Corona Treatment Jenis strategi yang tepat untuk mengantisipasi kerusakan corona treatment ini adalah predictive maintenance dan autonomous maintenance. Karena kerusakan ini disebabkan Fuse putus, motor exhaust rusak. Namun penyebab masalah yang sering terjadi adalah dikarenakan motor exhaust rusak karena menyedot kotoran sebagai sisa dari proses ionisasi pada elektroda corona treatment. Seharusnya operator ataupun bagian engineering dapat memprediksi kapan waktunya dilakukan perawatan. Dan operator juga seharusnya memiliki kesadaran untuk membersihkan elektroda corona setiap hendak setting produk berikutnya. 79 4. Kerusakan motor rotary Kerusakan motor rotary sering terjadi dikarenakan grace pada gear sering habis. Jenis perawatan yang tepat untuk masalah ini adalah predictive maintenance. Karena seharusnya bagian maintenance dapat memprediksi kapan akan dilakukan pengecekan grace pada gear rotary. Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang dapat dilakukan untuk menanggulangi breakdown losses dapat dilihat pada tabel 4.25 berikut ini : Tabel 4.25 Rekomendasi Perbaikan Breakdown Losses Faktor What Why Where Terlambat mengganti carbon brush Kerusakan motor extruder Mesin Alpine Througput melebihi kapasitas Machine Kerusakan pada mixer bahan baku Kerusakan pada corona treatment Over capacity Motor exhaust tidak berfungsi Mixer How Autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah memonitor percikan spark carbon brush pada motor extruder Auto maintenance yang dilakukan adalah menurunkan screw speed RPM agar main drive tidak melebihi 100% Autonomous Maintenance yang dilakukan adalah mencampur bahan baku tidak melebihi kapasitas mixer (50Kg) Autonomous maintenance yang dilakukan adalah Corona menjaga kebersihan Treatment elektroda corona agar exhaust tidak menyedot kotoran Who Operator dan Teknisi Operator Operator Operator 80 Tabel 4.25 Rekomendasi Perbaikan Breakdown Losses (lanjutan) Faktor Machine 4.4.2 What Kerusakan motor rotary Why Pelumas gear (grace) habis Where How Who Motor rotary Melakukan perawatan secara berkala untuk memprediksi kapan waktunya memberikan pelumas pada gear Teknisi Strategi Perawatan Untuk Idling And Minor Stoppages Losses Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah yang menimbulkan adanya kerugian dari idling and minor stoppages adalah sebagai berikut : 1. Mesin menganggur Mesin menganggur dikarenakan tidak adanya order, atau waktu kerja dengan sistem 3-1 tidak efisien jika dibandingkan dengan oreder dan kapasitas mesin. Sebaiknya waktu kerja perlu diubah dengan sistem 5-2 seperti yang pernah dilakukan pada 3 tahun sebelumnya. Dengan menerapkan sistem kerja 5-2 maka susunan grup berubah dari 4 grup menjadi 3 grup, yang artinya akan menghemat labor cost (1 grup terdiri dari 2 orang operator). Disamping itu juga bagian marketing mengusahakan untuk mencari order dengan menjual LLDPE yang merupakan hasil dari proses blown film. Sekarang ini LLDPE merupakan WIP untuk diproses di mesin lainnya yaitu mesin dry laminator. 2. Flying knives macet Jenis perawatan yang tepat untuk masalah ini adalah corrective maintenance. Sebaiknya teknisi mengganti sensor pada flying knives agar lebih sensitif. Karena bila kejadian flying knives ini macet saat motong, maka film juga akan terbuang sebagai waste. 81 3. Film blocking Film blocking terjadi karena pisau lateral sudah tumpul. Sehingga strategi yang tepat adalah predictive maintenance. Karena seharusnya operator sudah mengetahui kapan saatnya ganti pisau dengan melihat susunan jadwal produk untuk melakukan setting produk sebelum terjadinya blocking. Autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah dengan membuka keran untuk menambahkan angin pada pisau lateral. Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang dapat dilakukan untuk menanggulangi idling and minor stoppages losses dapat dilihat pada tabel 4.26 berikut ini : Tabel 4.26 Rekomendasi Perbaikan Idling and Minor Stoppages Losses Faktor Order Machine Machine What Mesin menganggur Flying knives macet Film blocking Why Order sedikit Sensor kurang sensitif Pisau lateral sudah tumpul Where How Who Mesin Alpine Marketing berusaha mencari order untk menjual LLDPE sebagai finish goods Marketing Unit rewinder Mengganti sensor dengan spare part yang baru, dan autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah dengan membersihkan sensor dari kotoran debu Teknisi dan operator Part pisau Mengganti pisau dengan yang baru dilakukan pada saat setting pergantian produk. Dan autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah membuka keran secara full untuk menambah kekencangan angin pada pisau lateral Operator 82 4.4.3 Strategi Perawatan Untuk Speed Losses Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah yang menimbulkan adanya kerugian dari speed losses adalah sebagai berikut : 1. Motor extruder lemah Seperti yang telah dijelaskan pada kasus breakdown losses, bahwa masalah extruder lemah ini dikarenakan terlambat melakukan perawatan atau mengganti spare part dari komponen motor seperti carbon brush. Sehingga strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah dilakukan preventive maintenance. Adapun autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah dengan menambah temperature extruder agar lebih panas sehingga proses extrusion lebih ringan karena polymer jadi lebih meleleh. 2. Film blocking Kasus ini terjadi karena controller temperature malfungsi sehingga menyebabkan overheating. Dikarenakan overheating maka film (web) yang keluar dari dies masih dalam keadaan terlalu panas sehingga ketika di press melalui press roll maka film akan menempel, yang mana mengakibatkan sulit dibelah dengan lateral knives. Biasanya solusi yang dilakukan adalah dengan menurunkan line speed. Hal inilah yang menimbulkan speed berkurang dari kapasitas mesin. Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah corrective maintenance, yaitu memperbaiki atau mengganti controller temperature yang sudah tidak berfungsi dengan spare part yang baru. 3. Kualitas material kurang bagus Ketika material yang biasa dipakai kehabisan stok ataupun perusahaan menginginkan material yang harganya lebih murah, maka dicarikan material pengganti. Biasanya material (resin) pengganti tersebut kualitasnya tidak bagus. Hal ini dapat dilihat dari operation condition saat mesin running. Seringkali melt pressure fluktuatif (dari 2800 psi sampai 3300 psi). Ketika melt pressure menunjukkan angka 2800 psi maka speed akan turun. Sedangkan 3300 psi maka speed sesuai dengan kapasitas mesin. Dengan demikian sebaiknya strategi yang 83 dilakukan adalah corrective maintenance, yaitu departemen R&D mengusahakan mencari material yang lebih bagus agar melt pressure dapat stabil. 4. Urutan proses pergantian produk tidak teratur Urutan proses pergantian produk juga dapat mengakibat speed losses. Biasanya ini terjadi karena adanya permintaan produk urgent. Sehingga adanya penyisipan pergantian produk yang extreme. Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah corrective maintenance. Seharusnya PPIC dapat memperbaiki sequence production agar tidak ada permintaan produk urgent yang mengharuskan operator melakukan pergantian produk berkali-kali secara extreme. 5.Human error Human error juga dapat menyebabkan timbulnya speed losses. Karena terkadang operator kurang responsive atau kurang paham jika sewaktu-waktu terjadi perubahan kondisi operasi pada saat mesin sedang running. Misalkan pada saat terjadi masalah film blocking. Terkadang operator langsung mengambil solusi dengan cara menurunkan line speed. Padahal dengan cara menurunkan suhu water chiller agar press roll lebih dingin dapat mengatasi masalah film blocking tersebut tanpa menurunkan line speed. Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang dapat dilakukan untuk menanggulangi Speed losses dapat dilihat pada tabel 4.27 berikut ini : Tabel 4.27 Rekomendasi Perbaikan Speed Losses Faktor Machine What Film blocking Why Controller temperature tidak berfungsi Where How Who Unit dies Memperbaiki atau mengganti part controller yag tidak berfungi. Autonmous maintenance yang dapat dilakukan adalah menambahkan kekuatan angin pada pisa lateral Teknisi dan operator 84 Tabel 4.27 Rekomendasi Perbaikan Speed Losses (lanjutan) Faktor What Why Where How Who PPIC Spv Methode Urutan proses pergantian produk tidak teratur Adanya permintaan produk urgent PPIC PPIC dapat mengatur urutan proses lebih sistematis agar tidak ada permintaan yang tiba-tiba urgent, autonomous maintenance yang dilakukan adalah mengutamakan spesifikasi yang lebarnya hampir sama antar produk Human error Salah penanganan masaslah Kurang pelatihan Mesin Alpine Memberikan pelatihan kepada karyawan tentang troubleshooting 4.4.4 Strategi Perawatan Untuk Setup And Adjustment Losses Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah yang menimbulkan adanya kerugian dari setup and adjustment losses adalah sebagai berikut : 1. Kerusakan pada unit octagon auto setting Unit octagon ini sangat membantu ketika hendak melakukan adjustment pergantian produk. Misalkan pada saat mengganti spesifikasi produk (tebal dan lebar film), dengan bantuan octagon maka ketebalan film yang disetting akan disesuaikan secara otomatis mengikuti line speed. Ketika unit octagon ini mengalami kerusakan, maka operator melakukan adjustment tersebut secara manual, yaitu dengan cara atur speed lalu ukur thickness dengan alat pengukur. Sampai thickness yang diinginkan tercapai. Sehingga rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk setiap adjustment secara manual pada satu produk adalah 10 hingga 15 menit. Ketika menggunakan octagon auto setting waktu yang diperlukan hanya 5 menit untuk adjustment. Untuk itu strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah corrective maintenance. Seharusnya unit octagon tersebut segera diperbaikai atau di ganti dengan unit yang baru. 90 4 Melt temperature terlalu tinggi/rendah Melt temperature terlalu tinggi atau terlalu rendah dikarenakan heater lama panas dan controller temperature ada yang tidak aktif. Sehingga pada saat setting pergantian produk harus menunggu sampai actual temperature mencapai temperature yang telah disetting. Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah ini adalah predictive maintenance dan corrective maintenance. Yaitu dengan cara memperbaiki atau mengganti heater maupun controller temperature yang sudah tidak aktif. Dan seharusnya juga operator dapat memprediksi kapan dilakukannya perubahan setting temperature untuk penyesuaian produk berikutnya. Autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah melakukan perubahan suhu sesuai dengan kebutuhan hasil film. 5 Frekuensi pergantian produk banyak. Frekuensi pergantian produk yang tinggi tidak dapat dihindari karena produk-produk yang didapat dari marketing kuantitasnya tidak banyak sehingga proses setup and adjustment sering dilakukan. Namun strategi yang tepat untuk mengatasi hal ini adalah preventive maintenance, yaitu dengan cara menghindari urutan-urutan proses extreme agar tidak ada pergantian produk yang spesifikasinya terlalu extreme dari produk yang sedang running. Sehinnga autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah mendahulukan spesifikasi lebar yang hampir sama antar produk ketika hendak melakukan setting ke produk berikutnya. 6 Perhitungan material pada satu produk berlebih. Perhitungan akurat untuk menyediakan material pada satu produk sangat diperlukan untuk menghindari over processing. Sehingga waktu tidak terbuang untuk menghabiskan material sebelumnya saat hendak melakukan pergantian produk berikutnya. Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah predictive maintenance, yaitu operator seharusnya dapat memperhitungkan kebutuhan material dengan rumus yang telah diterapkan (demand x tebal x lebar x 0,92) untuk mencegah kelebihan material. 91 Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang dapat dilakukan untuk menanggulangi Setup and adjustment losses dapat dilihat pada tabel 4.28 berikut ini : Tabel 4.28 Rekomendasi Perbaikan Setup And Adjustment Losses Faktor What Machine Adjusment spesifikasi produk dengan manual Machine Melt temperature terlalu tinggi/rendah Methode Methode Urutan adjustment antar produk kurang teratur Overprocessing Why Octagon auto setting rusak Heater dan controller temperature Kuantitas antar produk sedikit Salah perhitungan kebutuhan material Where How Who Unit Octagon Memperbaiki octagon agar berfungsi kembali. Autonomous maintenance yang dilakukan adalah dengan merestart octagon agar angka pada display muncul sementara sebagai acuan Teknisi dan operator Unit Extruder Memperbaiki atau mengganti part heater maupun komponen controller yang telah rusak Teknisi Mesin Alpine Mendahulukan spesifikasi lebar film yang hampir sama antar produk ketika melakukan adjustment spesifikasi ke produk berikutnya Operator Mesin Alpine Autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah memperhitungkan kebutuhan material dengan rumus yang telah menjadi standar, bukan dengan filling Operator 92 4.4.5 Strategi Perawatan Untuk Yield Losses Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah yang menimbulkan adanya kerugian dari yield losses adalah sama dengan strategi untuk mengatasi setup and adjustment losses, karena sama-sama berhubungan dengan setting spesifikasi produk. Namun yang lebih ditekankan pada yield losses ini adalah pemborosan menggunakan materialnya saat melakukan penyesuaian pergantian produk, yang kemudian dikonversikan kedalam hitungan losses timenya. 4.4.6 Strategi Perawatan Untuk Quality Defect Losses Jika melihat perhitungan rate of quality pada bab sebelumnya maka dapat diketahui bahwa sebenarnya nilai rate of quality ditahun 2016 telah mencapai standar JIPM 99%. Sehingga pada perhitungan six big losses bahwa losses yang disebabkan oleh quality defect ini merupakan losses yang persentasenya paling kecil diantara seluruh six big losses yang ada. Melihat dari penyebab masalah yang dapat menimbulkan reject produk, maka strategi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut ini : 1. Film defect pada tampilan visual Masalah visual tampilan film defect seperti adanya bintik pada film atau tampilan film seperti kulit jeruk disebabkan controller temperature maupun heater tidak berfungsi optimal.Sehingga strategi yang tepat untuk mengatasi masalah adalah corrective maintenance, yaitu mengecek bagian heater dan controller temperature yang tidak berfungsi untuk dilakukan perbaikan atau pergantian spare part. 2. Kualitas material kurang bagus Berdasarkan wawancara dengan bagian quality control gudang bahan baku bahwa resin (PE) yang merupakan bahan baku untuk mesin blown film tidak pernah dicek fisiknya. Pengecekan dilakukan hanya berdasarkan laporan analisa yang sudah bertahun-tahun. Sehingga jika properties material tidak standar maka tidak diketahui oleh gudang bahan baku. Bisa saja material tersebut bermasalah dalam kelembapan, sehingga ketika diproses dimesin blown film maka hasil visual film timbul bintik-bintik yang mengakibatkan hasil LLDPEnya direject. 93 Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah preventive maintenance, yaitu dengan cara mengecek fisik material dengan alat ukur quality control untuk mencegah masuknya material-material yang tidak sesuai standar yang ditentukan. Autonomus maintenance yang dapat dilakukan adalah dengan cara memegang biji PE untuk memastikan apakah PE dalam keadaan basah atau lembap. 3. Ketebalan (thickness) film tidak stabil Thickness film yang rangenya extreme dari satu titik ke titik lainnya dapat menyebabkan film LLDPE direject. Masalah thickness film diluar kendali disebabkan karena jarak celah dielips untuk keluarnya polymer sudah tidak presisi akibat adanya getaran mesin. Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah autonomous maintenance, yaitu dengan cara mengkalibrasi dielips agar kembali presisi. Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang dapat dilakukan untuk menanggulangi quality defect losses dapat dilihat pada tabel 4.29 berikut ini : Tabel 4.29 Rekomendasi Perbaikan Quality DefectLosses Faktor Machine Material What Why Where Tampilan film berbintik dan kulit jeruk Heater maupun controller temperature rusak Unit extruder dan dies Kualitas material ada yang tidak bagus Tidak ada pengecekan dari QC saat material dating dari supplier Gudang Bahan Baku How Memperbaiki atau mengganti komponen heater dan controller temperature yang telah rusak. Autonomous maintenance yang dilakukan adalah menyesuaikan temperature dengan profil suhu yang dibutuhkan Material dicek QC ketika dating. Autonomous maintenance yang dilakukan adalah operator memegang dengan tangan untuk memastikan basah atau tidak Who Teknisi dan operator QC dan operator 94 Setelah strategi perawatan dengan 8 pilar keberhasilan TPM dan rekomendasi perbaikan dapat diterapkan dengan konsisten, diharapkan akan mampu mengurangi adanya breakdown, idle, speed loss, product reject, yield loss, dan mempercepat waktu setup, sehingga dengan demikian akan meningkatkan nilai OEE ditahun 2018. Berikut ini juga merupakan rekomendasi secara operasional untuk menunjang keberhasilan melakukan penerapan TPM secara komprehensif dan konsisten yang dijelaskan sebagai berikut : 1. Untuk mengurangi idle time dan breakdown, maka sistem waktu kerja bagian blown film coba diubah dari sistem 3-1 menjadi sistem 5-2 (5 hari kerja yaitu senin sampai jumat, dan sabtu minggu libur), masih dengan 3 shift, dimulai dari awal tahun 2018. 2. Dengan sistem 5-2, maka setiap hari senin dilakukan pemanasan mesin (Heat up) sebelum running. Sesuai dengan SOP bahwa pemanasan mesin memerlukan waktu 3 jam. Sehingga setiap hari senin (pemanasan) dengan waktu 3 jam tersebut bisa dipakai untuk kegiatan maintenance ataupun perbaikan untuk mencegah breakdown saat mesin running.. Dengan demikian waktu tersebut diasumsikan sebagai fix downtime. 3. Perubahan susunan regu seiring dengan perubahan sistem kerja, dari 4 regu menjadi 3 regu, yang berarti mampu mengurangi labor cost. 4. Marketing diharapkan mampu mendapatkan order untuk menjual LLDPE sebagai finish goods, sehingga order blown film stabil (tidak idle). Dengan mengaplikasikan beberapa rekomendasi diatas maka diharapkan pencapaian peningkatan OEE 2018 dapat mencapai 85% sebagai standar international JIPM, atau minimal mengalami peningkatan dari nilai OEE sebelumnya. Selanjutnya yaitu melakukan kajian percobaan perhitungan OEE 2018 yang dapat dicapai dengan menggunakan metode dan perumusan yang sama untuk mengukur keberhasilan penerapan TPM dalam usaha meningkatkan nilai OEE ditahun 2018. 95 4.5 Perhitungan Availability Rate Setelah TPM Untuk menghitung availability rate diperlukan data loading time yang tersedia pada tahun 2018 yang sesuai dengan rekomendasi bahwa sistem kerja telah diubah menjadi sistem 5-2. Sistem 5-2 yang dimaksud artinya adalah hari kerja dimulai dari hari senin hingga jumat (3 shift), sabtu dan minggu merupakan hari libur. Dengan demikian setiap hari senin akan dilakukan pemanasan mesin selama 3 jam sebelum running, kemudian dihari jumat pada shift 3 waktu non produktif dipakai untuk penurunan temperatur selama 1 jam. Berikut ini adalah waktu kerja yang tersedia dan waktu non produktif ditahun 2018 dengan sistem 52 yang ditunjukkan di tabel 4.29 dibawah ini : Tabel 4.30 Loading Time Dengan Sistem 5-2 Jumlah Periode Week Hari Kerja (Hari) Loading Heat Up Time Time (Menit) (Menit) Cool Non Down Produktif Time Time (Menit) (Menit) Januari 5 22 31680 900 300 1200 Februari 4 19 27360 720 240 960 Maret 4 21 30240 720 240 960 April 5 21 30240 900 300 1200 Mei 4 20 28800 720 240 960 Juni 4 15 21600 720 240 960 Juli 5 22 31680 900 300 1200 Agustus 4 21 30240 720 240 960 September 4 19 27360 720 240 960 Oktober 5 23 33120 900 300 1200 November 4 21 30240 720 240 960 Desember 4 20 28800 720 240 960 244 351,360 9,360 3,120 12,480 Total 96 Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut : Loading Time = Jumlah Hari Kerja x 1440 menit Loading Time = 22 x 1440 = 31680 menit Heat Up Time = Jumlah week x 180 menit Heat Up Time = 5 x 180 = 900 menit Cool Down Time = Jumlah week x 60 menit Cool Down Time = 5 x 60 = 300 menit Berdasarkan tabel 4.29 diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu non produktif akibat dari heat up time dan cool down time adalah 12480 menit. Namun waktu non produktif tersebut dapat direkomendasikan menjadi waktu untuk melakukan perawatan (maintenance). Yang mana waktu heat up dapat dipakai untuk melakukan preventif maintenance seperti mengganti carbon brush motor extruder, hingga melakukan pengecekan terhadap komponen mesin yang perlu mendapat perhatian khusus sesuai dengan analisis 4W-1H yang telah dijelaskan sebelumnya agar mesin tidak breakdown pada saat running. Kemudian waktu cool down dapat dipakai untuk corrective maintenance atau predictive maintenance misalnya mengganti pisau lateral yang telah tumpul, ataupun mengecek komponen mesin lainnya agar pada hari seninnya dapat dilaporkan untuk dilakukan perbaikan jika diperlukan. Sehinga dengan demikian maka diasumsikan bahwa waktu heat up dan waktu cool down adalah fix downtime pada mesin. Dari penjelasan diatas telah didapatkan fix downtime yang akan terjadi di 2018. Akan tetapi agar kajian perhitungan ini lebih ideal dan hampir mendekati riil, maka diasumsikan seburuk-buruknya akan terjadi breakdown mesin setiap hari. Yang mana waktu terjadinya breakdown dan action untuk perbaikannya menghabiskan waktu 2 jam setiap hari kerja. Dengan demikian waktu akibat breakdown tersebut disebut dengan ideal downtime. Sehingga perhitungan availability rate 2018 dapat dilihat pada tabel 4.30 berikut ini : 97 Tabel 4.31 Perhitungan Availability Rate (AR) Setelah TPM Periode Week Hari Loading Kerja Time (Hari) (Menit) Fix Ideal Down Down Time Time (Menit) (Menit) Operating AR Time (%) (Menit) Januari 5 22 31680 1200 2640 27840 87.88% Februari 4 19 27360 960 2280 24120 88.16% Maret 4 21 30240 960 2520 26760 88.49% April 5 21 30240 1200 2520 26520 87.70% Mei 4 20 28800 960 2400 25440 88.33% Juni 4 15 21600 960 1800 18840 87.22% Juli 5 22 31680 1200 2640 27840 87.88% Agustus 4 21 30240 960 2520 26760 88.49% September 4 19 27360 960 2280 24120 88.16% Oktober 5 23 33120 1200 2760 29160 88.04% November 4 21 30240 960 2520 26760 88.49% Desember 4 20 28800 960 2400 25440 88.33% Rata-rata 88.10% Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut : Ideal Downtime = Jumlah Hari Kerja x 120 menit Ideal Downtime = 22 x 120 = 2640 menit Operating Time = Loading Time – Fix Downtime – Ideal Downtime Operating Time = 31680 – 1200 – 2640 = 27840 menit AR = x 100% ……………………………………… (Pers 1) AR = x 100% = 87.88% Yang mana jumlah hari kerja, loading time, dan fix downtime telah diketahui. 98 Berdasarkan tabel 4.30 perhitungan availability rate (AR) pada tahun 2018 setelah dilakukan TPM maka dapat disimpulkan bahwa nilai AR ditahun 2018 dapat mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan nilai AR sebelumnya. Peningkatannya sebesar 7.77%, yaitu dari 80.33% menjadi 88.10 %. Walaupun nilai tersebut belum menunjukkan pencapaian standar world class 90%, namun dapat dikatakan bahwa perubahan sistem kerja menjdi 5-2 yang mempengaruhi loading time dapat meningkatkan pencapaian nilai availability rate (AR). 4.6 Perhitungan Performance Rate Setelah TPM Untuk mengukur performance rate ada tiga faktor utama yang dibutuhkan yaitu ideal cycle time (waktu siklus ideal), processed amount (jumlah produk yang diproses), dan waktu operasi mesin (operating time). Menentukan jumlah hasil produksi untuk tahun 2018 dapat dihitung dengan mengalikan operating time dengan cycle time pada mesin blown film. Dengan sistem kerja 5-2, maka dapat dipastikan bahwa pada operating time terdapat didalamnya waktu setup pada saat hendak dimulainya mesin running (awal proses), dan waktu purging (pengurasan) sebelum mesin stop diakhir pekan. Waktu setup awal biasanya 20 menit, dan waktu untuk purging rata-rata 10 menit. Sehingga pada setup dan purging tersebut dinyatakan ada material yang terbuang sebagai waste. Khusus untuk purging, material yang dipakai untuk purging ini adalah material khusus yaitu COSMOTHENE F108-5 yang setiap kali purging memakai 10 Kg. Pada operating time juga terdapat waktu setting adjustment untuk pergantian spesifikasi antar produk. Setting adjustment ini juga mengakibatkan adanya meterial yang terbuang sebagai waste dan tidak dapat dihindari karena proses adjustment tersebut dilakukan dalam kondisi mesin tetap running. Dan jika melihat laporan output mesin blown film tahun sebelumnya dapat diketahui bahwa waste material akibat dari setting adjustment spesifikasi product selama setahun persentasenya rata-rata 2% dari operating time. Sehingga dapat diasumsikan bahwa waste of material sebesar 2% tersebut masih sama dengan tahun 2018 nanti. Sebelum menghitung nilai performance rate terlebih dahulu perlu diketahui berapa input (jumlah hasil produksi) yang akan diperoleh ditahun 2018. Kemudian setelah mengetahui hasil produksi yang diperoleh maka dapat dilakukan perhitungan 99 performance rate. Dari penjelasan diatas maka hasil produksi yang akan diperoleh di tahun 2018 nanti dapat dilihat pada tabel 4.31 berikut ini : Tabel 4.32 Perhitungan Hasil Produksi 2018 Waste RM Cycle Bulan Week Time (Kg/Me nit) untuk Waktu Target Adjust Operasi Hasil produk (Menit) (Kg) per 2% dari target Waste Waste Of Of RM RM Input For For (Kg) Setup Purge (Kg) (Kg) (Kg) Jan 5 1.83 27840 51031 1021 183 50 49777 Feb 4 1.83 23880 43772 884 147 40 43141 Mar 4 1.83 26520 48611 981 147 40 47883 Apr 5 1.83 26220 48061 972 183 50 47406 Mei 4 1.83 25200 46192 933 147 40 45512 Jun 4 1.83 18600 34094 691 147 40 33656 Jul 5 1.83 27540 50481 1021 183 50 49777 Ags 4 1.83 26520 48611 981 147 40 47883 Sep 4 1.83 23880 43772 884 147 40 43141 Okt 5 1.83 28860 52900 1069 183 50 52148 Nov 4 1.83 26520 48611 981 147 40 47883 Des 4 1.83 25200 46192 933 147 40 45512 Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut : Target hasil = Waktu operasi x Cycle time Target hasil = 27840 menit x 1.83 Kg/menit = 51031 Kg Waste of RM for adjustment = Target hasil x persentase waste set sebelumnya Waste of RM for adjustment = 51031 Kg x 2% = 1021 Kg 100 Waste of RM for setup = Jumlah week x Setup time awal running x Cycle time Waste of RM for setup = 5 x 20 menit x 1.83 Kg/menit = 183 Kg Waste of RM for purge = Jumlah week x Kuantitas material setiap kali purging Waste of RM for purge = 5 x 10 Kg = 50 Kg Input = Target hasil – Waste RM adjustment – Waste RM setup – Waste purge Input = 51031 Kg – 1021 Kg – 183 Kg – 50 Kg = 49777 Kg Dimana : Waktu rata-rata setup awal running = 30 menit Pemakaian material setiap sekali purging = 10 Kg Cycle time mesin Alpine (yang sudah ditentukan perusahaan) = 1.83 Kg/menit Setelah menghitung input sebagai hasil dari produksi, maka selanjutnya adalah menghitung performance rate pada tahun 2018 dengan hasil yang ditunjukkan pada tabel 4.32 berikut ini : Tabel 4.33 Perhitungan Performance Rate (PR) Setelah TPM Cycle Time Operating Time Hasil Proses PR (Kg/menit) (Menit) (Kg) (%) Januari 1.83 27840 49777 97.54% Februari 1.83 23880 43141 97.58% Maret 1.83 26520 47883 97.62% April 1.83 26220 47406 97.52% Mei 1.83 25200 45512 97.60% Juni 1.83 18600 33656 97.46% Juli 1.83 27540 49777 97.54% Agustus 1.83 26520 47883 97.62% September 1.83 23880 43141 97.58% Periode 101 Tabel 4.32 Perhitungan Performance Rate (PR) Setelah TPM (lanjutan) Cycle Time Operating Time Hasil Proses PR (Kg/menit) (Menit) (Kg) (%) Oktober 1.83 28860 52900 97.56% November 1.83 26520 48611 97.62% Desember 1.83 25200 46192 97.60% Periode Rata-rata 97.57% Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut ini : x 100% …………………….…..(pers 2) PR = PR = x 100% = 97.54% Berdasarkan tabel 4.32 perhitungan performance rate setelah TPM diatas maka dapat disimpulkan bahwa nilai performance rate setelah dilakukan penerapan TPM akan mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari 93.16% meningkat menjadi 97.54%, yang mana nilai PR tersebut telah mencapai standar world class 95%. Pencapaian ini mampu dicapai ketika throughput mesin tidak mengalami loss dari standar 110Kg/jam. 4.7 Perhitungan Rate Of Quality Setelah TPM Telah diketahui bahwa nilai rate of quality (RQ) sebelumnya sudah baik dan mencapai standar JIPM 99%. Namun akan lebih baik jika kualitas produk tetap diperbaiki agar dapat mengurangi reject produk, sehingga waste akibat reject produk dapat berkurang pula. Akan tetapi dalam kajian perhitungan RQ untuk tahun 2018 nanti dianggap produk reject masih sama dengan yang sebelumnya yaitu sebesar 1% dari hasil produk yang didapatkan. Sehingga perhitungan rate of quality setelah TPM dapat dilihat pada tabel 4.33 berikut ini : 102 Tabel 4.34 Perhitungan Rate Of Quality (RQ) Setelah TPM Periode Input (Kg) Persentase Jumlah Jumlah Good Defect Defect Product (%) (Kg) (Kg) RQ (%) Januari 50010 1% 500 49510 99.00% Februari 42897 1% 429 42468 99.00% Maret 47639 1% 476 47163 99.00% April 47100 1% 471 46629 99.00% Mei 45268 1% 453 44815 99.00% Juni 33412 1% 334 33078 99.00% Juli 49471 1% 495 48976 99.00% Agustus 47639 1% 476 47163 99.00% September 42897 1% 429 42468 99.00% Oktober 51842 1% 518 51324 99.00% November 47639 1% 476 47163 99.00% Desember 45268 1% 453 44815 99.00% Rata-rata 99.00% Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut ini : x 100%…………...……..(pers 3) RQ = RQ = x 100% = 99.00% Berdasrkan tabel 4.33 perhitungan rate of quality setelah TPM diatas dapat disimpulkan bahwa rate of quality masih sama yaitu 99%. Hal ini memang dapat diprediksikan bahwa memang quality of defect losses merupakan persentase losses terkecil diantara keenam faktor six big losses. 103 Setelah menghitung nilai AR, PR, dan RQ maka langkah selanjutnya adalah menghitung nilai OEE yang akan dicapai ditahun 2018. Berikut ini hasil perhitungan OEE tahun 2018 yang ditampilkan pada tabel 4.28 Tabel 4.35 Hasil Perhtungan OEE Setelah TPM Periode AR (%) PR (%) RQ (%) OEE (%) Jan 87.88% 97.54% 99.00% 84.86% Feb 88.16% 97.58% 99.00% 85.16% Mar 88.49% 97.62% 99.00% 85.52% Apr 87.70% 97.52% 99.00% 84.67% Mei 88.33% 97.60% 99.00% 85.35% Jun 87.22% 97.46% 99.00% 84.16% Jul 87.88% 97.54% 99.00% 84.86% Ags 88.49% 97.62% 99.00% 85.52% Sept 88.16% 97.58% 99.00% 85.16% Okt 88.04% 97.56% 99.00% 85.04% Nov 88.49% 97.62% 99.00% 85.52% Des 88.33% 97.60% 99.00% 85.35% Rata-rata 85.10% Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut: OEE = AR x PR x RQ…………………………………………………….(pers 4) OEE = 87.88% x 97.54% x 99.00% = 84.86% Berdasarkan tabel 4.28 hasil perhitungan OEE diatas dapat disimpulkan bahwa nilai OEE 2018 akan mampu mengalami kenaikan yang signifikan, dari yang sebelumnya 74.41% meningkat menjadi 85.10%. Atau boleh dikatakan sudah mencapai standar International JIPM, yakni sebesar 85%. Hal ini mengindikasikan bahwa bila strategi perawatan yakni 8 pilar keberhasilan TPM mampu diterapkan secara konsisten, maka bukan tidak mungkin target OEE 85% dapat dicapai. 104 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Rata-rata tingkat efektivitas (OEE) mesin polymer extrusion ditahun 2017 adalah sebesar 74.41%, masih jauh dibawah world class yaitu 85%. 2. Faktor terbesar time losses yang menghambat pencapaian OEE 2016 dari seluruh faktor six big losses adalah breakdown losses yaitu sebesar 42.75% (52,010 menit), kemudian diikuti faktor idling and minor stoppages losses sebesar 26.44% (32,160 menit), speed losses sebesar 18.14% (22,067 menit), setup and adjustmen losses sebesar 5.40% (6,567 menit), yield losses sebesar 4.78% (5,819 menit), dan quality defect losses sebesar 2.49% (3,033 menit). 3. Strategi perawatan dan rekomendasi perbaikan yang sesuai untuk meningkatkan produktivitas mesin polymer extrusion tertera pada lampiran -1 4. Dengan melakukan strategi perawatan dan rekomendasi perbaikan secara konsisten, maka dengan metode dan perhitungan yang sama nilai OEE ratarata ditahun 2018 akan mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 85.10%. Atau dapat dikatakan telah mencapai standar world class 85%. 5. Dengan berubahnya sistem kerja dari 3-1 menjadi 5-2 maka susunan grup berubah pula dari 4 grup menjadi 3 grup, yang mana 1 grup terdiri dari 2 orang operator. Dengan demikian labor cost dapat berkurang sebesar Rp. 162,000,000,- per tahun (Rp. 4,500,000 /@). 5.2 Saran PT. ACP khususnya bagian maintenance sebaiknya membuat jadwal perawatan secara berkala dengan metode TPM agar strategi perawatan dan rekomendasi perbaikan yang sudah dibuat dalam penelitian ini dapat terlaksana. Hal ini untuk menjaga produktivitas disemua mesin yang ada di PT. ACP. 105 DAFTAR PUSTAKA Nakajima, Seiichi. (1988), “Introduction to Total Productive Maintenance”, 1st Edition, Productivity Press, Inc, Cambridge, Massachusetts. Gaspersz, Vincent.1997. Manajemen Kualitas Dalam Industri Jasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Corder, Anthony. 2002. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta : Erlangga. Blanchard, S.Benjamin. (1997), “An Enhanced Approach for Implementing Total Productive Maintenance in the Manufacturing Environment”, Journal of Quality in Maintenance Engineering, Volume 3. Polymer extrusion / Chris Rauwendaal. -- 5th edition. ISBN 978-1-56990-516-6 (hardcover) -- ISBN 978-1-56990-539-5 (e-book) 1. Plastics--Extrusion. I. 106 LAMPIRAN 107 Lampiran 1 - Hasil Rekap TPM NO. Masalah Jenis Strategi Rekomendasi Perbaikan Jenis Losses Breakdown Losses, speed losses 1. Motor Extruder Preventive Maintenance Tidak telat mengganti carbon brush, autonomous maintenance yang dilakukan adalah menurunkan throughput agar tidak melebihi kapasitas ampere motor, memonitor spark pada carbon brush. 2. Mixer Bahan Baku Preventive Maintenance Operator wajib mengetahui bahwa mencampur bahan baku hanya sesuai batas kapasitas mixer (50Kg) Breakdown Losses 3. Corona Treatment Predictive Maintenance Menentukan waktu servis exhaust corona secara predictive, membersihkan elektroda corona (autonomous maintenance) setiap hendak setting produk Breakdown losses, quality defect losses 4. Motor rotary Predictive Maintenance Tidak telat memberikan pelumas pada gear Breakdown Losses Order Corrective Maintenance Marketing berusaha mencarikan order LLDPE untuk dijual sebagai finish goods. Idling and Minor Stoppages Losses Corrective Maintenance Mengganti sensor dengan part yang baru agar lebih responsive, autonomos maintenance yang dapat dilakukan adalah membersihkan kotoran debu yang menempel pada sensor Idling and Minor Stoppages Losses Predictive Maintenance Mengganti pisau dengan part baru dilakukan pada saat setting pergantian produk, autonomous maintenance membuka keran angin secara full untuk menambah kekuatan angin pada pisau lateral Idling and Minor Stoppages Losses 5. 6. 7. Flying knives macet Pisau lateral tumpul 108 NO. 8 9. 10. 11 Rekomendasi Perbaikan Jenis Losses Corrective Maintenance Memperbaiki atau mengganti part controller yang tidak berfungsi. Speed losses, Setup & adjustment losses, Yield losses, Quality defect losses Penjadwalan tidak teratur Corrective Maintenance PPIC dapat mengatur penjadwalan menjadi lebih sistematis agar tidak ada permintaan yang tiba-tiba urgent, autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah mengutamakan spesifikasi yang lebarnya hampir sama antar produk ketika hendak setting. Speed losses, Setup And Adjustment losses, Yield losses Human error Preventive maintenance, corrective maintenance Memberikan pelatihan kepada operator tentang pemahaman troubleshooting Mencakup seluruh six big losses Corrective Maintenance Memperbaiki komponen octagon agar berfungsi kembali, autonomous maintenance yang dilakukan adalah dengan merestart octagon agar angka pada display muncul sementara sebagai acuan Setup & adjustment losses, yield losses Preventive Maintenance Menghindari urutan-urutan proses extreme agar tidak ada pergantian produk yang spesifikasinya terlalu extreme dari produk yang sedang running. Autonomous maintenace yang dapat dilakukan adalah mendahulukan spesifikasi lebar yang hampir sama antar produk ketika hendak melakukan setting ke produk berikutnya Setup & adjustment losses, yield losses Predictive Maintenance Autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah memperhitungkan kebutuhan material dengan rumus yang telah menjadi standar, bukan dengan filling Setup & adjustment losses, yield losses Masalah Controller temperature tidak berfungsi Octagon auto setting rusak 12 Frekuensi pergantian produk banyak 13. Perhitungan material pada satu produk berlebih Jenis Strategi 109 NO. 14. Masalah Kualitas material tidak bagus Jenis Strategi Rekomendasi Perbaikan Jenis Losses Preventive Maintenance Yaitu dengan cara mengecek fisik material dengan alat ukur quality control untuk mencegah masuknya material-material yang tidak sesuai standar yang ditentukan. Autonomus maintenance yang dapat dilakukan adalah dengan cara memegang biji PE untuk memastikan apakah PE dalam keadaan basah atau lembap.. Quality defect losses 110 Lampiran 2 - Tabel Data Failure Tanggal Failure Mode Failure Cause Failure Effect LT (jam) Jenis Losses 4-Jan-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 5-Jan-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 25-Jan-17 Mixer tidak BB tidak bisa berputar Gear botak 4:00:00 Breakdown 10-Feb-17 Flying knives macet Sensor mati 1:00:00 Small stop 15-Feb-17 Film blocking Pisau tumpul 0:30:00 Small stop 21-Feb-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 16:00:00 Idle 22-Feb-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 4:30:00 Idle 168:30:00 Breakdown 7:00:00 Breakdown 14:00:00 Breakdown 194:00:00 Breakdown 6:30:00 Breakdown 14:00:00 Breakdown 8:00:00 Idle 3:00:00 Breakdown 4:00:00 Breakdown 5:00:00 Breakdown 3-Mar-17 Motor Extruder rusak Rotor terbakar 16-Mar-17 Kerusakan corona Exhaust brisik 20-Mar-17 Motor extruder rusak Carbon brush kebakar 22-Mar-17 Motor extruder rusak Rotor terbakar 25-Mar-17 Rotary dies Unit rusak 28-Mar-17 Motor extruder rusak 31-Mar-17 10-Apr-17 Tidak ada proses Corona trip 11-May-17 Motor extruder rusak 18-May-17 Mixer BB tidak berputar Gear aus Carbon brush kebakar Tidak ada order Electroda kotor Carbon brush kebakar Gear botak Mesin stop menunggu perbaikan Mesin distop karena film bergulung di rewinder Mesin distop untuk ganti pisau Mesin stop menunggu perbaikan dari subcon Mesin stop menunggu perbaikan Mesin stop menunggu perbaikan Mesin stop menunggu perbaikan dari subcon Mesin stop menunggu perbaikan Mesin stop menunggu perbaikan Mesin idle Mesin stop bersihkan electrode dan Housing Mesin stop menunggu perbaikan Mesin stop menunggu perbaikan 111 Tanggal Failure Mode 22-May-17 Ketebalan film OOC Failure Cause Failure Effect LT (jam) Dielips tidak presisi Mesin stop untuk 3:30:00 kalibrasi dielips Operator Tidak ada order 19:00:00 diliburkan Mesin stop Gear botak menunggu 6:30:00 perbaikan Jenis Losses Breakdown 25-May-17 Tidak ada proses 30-May-17 Mixer BB tidak berputar 09-Jun-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 10-Jun-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 8:30:00 Idle 13-Jun-17 Film blocking Pisau tumpul 0:30:00 Small stop 14-Jun-17 Film blocking Pisau tumpul 0:30:00 Small stop 15-Jun-17 Film blocking Roda macet 0:45:00 Small stop 23-Jun-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 11:45:00 Idle 11-Jul-17 Corona Trip Elektroda kotor Mesin stop Perbaikan 2:20:00 Breakdown 19-Jul-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle 20-Jul-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle 18:00:00 Breakdown 24:00:00 Breakdown 24:00:00 Breakdown 24:00:00 Breakdown 03:30:00 Breakdown 04-Aug-17 Motor extruder rusak 05-Aug-76 Motor extruder rusak 06-Aug-17 Bongkar gearbox Spark Carbon brush besar Spark Carbon brush besar Efek dari motor extruder rusak 07-Aug-17 Pemasangan Gearbox 08-Aug-17 Pemasangan motor extruder Mesin distop untuk ganti pisau Mesin distop untuk ganti pisau Mesin distop untuk bersihkan roda pisau Mesin stop menunggu perbaikan Menungu Perbaikan Menungu Perbaikan Menungu Perbaikan Menungu Perbaikan Idle Breakdown 28-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 4:00:00 Idle 29-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle 30-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle 31-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 10:00:00 Idle 01-Sep-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 8:00:00 Idle 4:00:00 Breakdown 24:00:00 Breakdown 13-Sep-17 Motor extruder rusak 14-Sep-17 Gulung motor (jasa subcon) Rotor kebakar Mesin stop menunggu perbaikan Menungu Perbaikan 112 Tanggal 15-Sep-17 16-Sep-17 17-Sep-17 18-Sep-17 19-Sep-17 20-Sep-17 21-Sep-17 22-Sep-17 23-Sep-17 Failure Mode Failure Cause Gulung motor (jasa subcon) Gulung motor (jasa subcon) Gulung motor (jasa subcon) Gulung motor (jasa subcon) Gulung motor (jasa subcon) Gulung motor (jasa subcon) Gulung motor (jasa subcon) Gulung motor (jasa subcon) Pemasangan motor extruder Failure Effect Menungu Perbaikan Menungu Perbaikan Menungu Perbaikan Menungu Perbaikan Menungu Perbaikan Menungu Perbaikan Menungu Perbaikan Menungu Perbaikan Menungu Perbaikan Mesin stop Perbaikan Mesin stop Perbaikan Mesin Stop menunggu overhaul Mesin stop menunggu pemasangn LT (jam) Jenis Losses 24:00:00 Breakdown 24:00:00 Breakdown 24:00:00 Breakdown 24:00:00 Breakdown 24:00:00 Breakdown 24:00:00 Breakdown 24:00:00 Breakdown 24:00:00 Breakdown 08:00:00 Breakdown 4:00:00 Breakdown 6:00:00 Breakdown 10:00:00 Breakdown 14:00:00 Breakdown 08-Oct-17 Corona Trip Elektroda kotor 14-Oct-17 Mixer rusak Overload 17-Oct-17 Overhaul dies Film gel 18-Oct-17 Pemasangan Dies dan kalibrasi Eks Overhaul 26-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 11:00:00 Idle 27-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 28-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 29-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 30-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 31-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 9:00:00 Idle 30-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle 31-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 10:00:00 Idle 10-Nov-17 Mixer rusak Gear botak 6:00:00 Breakdown 12:00:00 Breakdown 17-Nov-17 Motor extruder rusak 18-Nov-17 Motor extruder rusak Spark carbon brush besar Mesin stop perbaikan mixer Mesin stop perbaikan motor extruder Menungu Perbaikan Breakdown 11:00:00 113 Tanggal Failure Mode Failure Cause Failure Effect LT (jam) Jenis Losses 22-Nov-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 18:00:00 Idle 23-Nov-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 24-Nov-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 29-Nov-17 Kerusakan motor extruder Rotor kebakar 11:00:00 Breakdown 30-Nov-17 Ganti Unit motor extruder 8:00:00 Breakdown 13-Dec-17 Rewinder cacat Mesin stop 12:00:00 Breakdown Menungu Perbaikan 24:00:00 Breakdown 14-Dec-17 Ganti rewinder 2 unit Baret bekas cutter Baret bekas cutter Mesin stop perbaikan motor extruder Menungu Perbaikan 26-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 18:00:00 Idle 27-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 28-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 29-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 30-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle 114 Lampiran 3 – Gambar Komponen Mesin Blown Film Yang Failure Gambar 1. Motor Extruder Gambar 3. Bahan Baku Gambar 2. Carbon Brush Motor Exxtruder Gambar 4. Bahan Baku 115 Gambar 5. Flying Knives Gambar 7. Pisau Lateral Gambar 6. Sensor Flying Knives Gambar 8. Band Heater 116 Gambar 9. Controller Temperatur Gambar 11. Gearbox Screw Gambar 10. Unit Dies (dielips) Gambar 12. Press Roll Layflat 117 Gambar 13. Mesin Blown Film 118