Siti Ericha Dwi Kurnia 121911433053 Sejarah Asia Tenggara Dosen Pengampu: Dr. Samidi, S.S., M.A. Thailand Ranking Pertama dalam Pariwisata di Asia Tenggara Abstrak Artikel ini membahas tentang perkembangan industri pariwisata Thailand dan dalam menghadapi masa sulit selama pandemic Covid-19 di sepanjang tahun 2020. Penelitian ini menggunakan metode interpretasi dan historiografi. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu studi literatur dari berbagai sumber berdasarkan kolektivitas. Pariwisata di Asia Tenggara didominasi kunjungan domestik dan umumnya dijadikan destinasi utama untuk liburan. Thailand menduduki posisi pertama yang unggul dalam industri pariwisata dengan strategi dan pengembangan pemasaran yang berhasil memikat para pelancong, apalagi dalam kondisi sulit masa pandemi sejak pembukaan penerbangan internasional diberlakukan daya saing industri ini semakin ketat. Persaingan dengan Singapura, Indonesia, dan Malaysia dan dalam lingkup ASEAN serta hubungan diplomatiknya, Thailand mengklaim bahwa sektor pariwisata akan menjadi pendapatan utama. Dalam hal ini, pengembangan dan pengelolaan efektif dan kreatif sangat diperlukan, khususnya dalam menanggulangi masa pandemi yang sangat merugikan industri kepariwisataan. Kata kunci : Thailand, Pariwisata, Pandemi. Abstract This article discusses the development of the Thai tourism industry and in facing difficult times during the Covid-19 pandemic throughout 2020. This study uses interpretation and historiography methods. The approach used in this research is literature study from various sources based on collectivity. Tourism in Southeast Asia is dominated by domestic visits and is generally the main destination for holidays. Thailand occupies the first position that excels in the tourism industry with a strategy and marketing development that has succeeded in attracting travelers, especially in the difficult conditions during the pandemic since the opening of international flights has imposed an increasingly competitive industrial competitiveness. Competition with Singapore, Indonesia and Malaysia and within the scope of ASEAN and its diplomatic relations, Thailand claims that the tourism sector will be the main income. In this case, effective and creative development and management is needed, especially in overcoming the pandemic period which is very detrimental to the tourism industry. Keywords : Thailand, Tourism, Pandemic. 1 Pendahuluan Pariwisata merupakan sektor potensial yang sedang berkembang cepat, baik dari segi jumlah turis yang berpergian melintasi batas wilayah negara maupun dampaknya terhadap perekonomian negara dan penyerapan tenaga kerja1 peningkatan ekonomi, sosial, dan budaya dan adanya pembangunan infrastuktur, ekonomi liberal serta pendapatan menciptakan peluang yang luas dalam masyarakat untuk pergi berwisata, hal ini dibuktikan bahwa jumlah wisatawan internasional meningkat dari 25 juta pada tahun 1950 dan pada tahun 2017 mencapai 3,1 miliar turis. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dampak dari pariwisata tidak hanya bersifat positif, melainkan menyebabkan dampak negatif seperti kerusakan obyek wisata. Meskipun kunjungan wisata setiap tahun tidak stabil, mengalami peningkatan dan penurunan wisatawan yang diakibatkan dari bencana alam, krisis, teroris, konflik masyarakat, dan lain-lain. Namun, dampak tersebut justru memberikan keleluasaan menuangkan suatu inovasi baru terus-menerus untuk mengembangkan industri pariwisata. Pariwisata merupakan industri yang tidak dapat dihindari oleh siapapun, ditambah dengan kemampuan serta keberhasilan yang telah dicapai menjadikan pariwisata sebagai hal wajib dan gaya hidup dalam kehidupannya. Dengan itu, banyak negara yang memberikan perhatian khusus terhadap industri tersebut, salah satu faktor pendorongnya adalah adanya pariwisata dapat memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan suatu negara khususnya dalam pertumbuhan ekonomi dan juga menjadi penyokong sebagai industri jasa yang mampu mengembangkan perekonomian negara dari sisi peningkatan pendapatan UKM (unit kegiatan masyarakat). Selain itu, perkembangan pariwisata didorong oleh mobilitas masyarakat dalam mengunjungi serta mencari tahu terhadap hal yang belum diketahuinya seperti wilayah, suasana, budaya, bahkan pengalaman baru. Semakin banyak wisatawan yang berkunjung tentunya semakin meningkat income untuk devisa negara, hal ini yang menyebabkan terjadinya persaingan dalam meningkatkan sektor pariwisata dikarenakan kesadaran betapa menguntungkannya industri jasa tersebut. Namun demi kelancaran kegiatan pariwisata, diperlukan adanya partisipasi masyarakat setempat dalam memahami dan melatih mengenai keterampilan dalam pelaksanaanya sehingga wisatawan tidak sungkan mengeluarkan biaya besar untuk mendapatkan benefit yang tak terlupakan saat berkunjung ke sebuah negara. Dalam survey yang dilakukan World Internasional Organization (WTO) 5 tahun terakhir, Asia Tenggara menjadi posisi kedua setelah Asia Pasifik dalam kategori kunjungan terpopuler pariwisata. Hal ini juga mampu memotivasi tersendiri negara-negara di Asia Tenggara untuk mengembangkan potensi mereka termasuk Thailand. Thailand merupakan negara dengan obyek wisata dan warisan alam budaya yang kaya dan beragam, apalagi budaya dan makanan khas juga menjadi sasaran wisata terkenal. Thailand adalah salah satu negara berkembang yang mampu mengatasi krisis ekonomi dengan lahan yang luasnya hampir sebanding dengan pulau Sumatra di Indonesia sebagai tempat wisata. Pada awalnya krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997 hingga berada di 1 UNTWO, 2011, Tourism Market Trends. 2 minus dibawah nol dan mulai terus menanjak hingga sekarang. Tercatat pada 2001 mengalami kenaikan ekonomi sebesar 4% dan tahun 2002 lebih dari 5%, diperkirakan lebih dari 10 juta jiwa telah berkunjung dan berkontribusi dengan pendapatan 250-300 miliar baht per tahun. Untuk mencapai peningkatan pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya, cabang pariwisata Thailand selalu membuat strategi perkembangan yang stabil dan tentunya berpotensi berdampak baik di masa mendatang dengan menerapkan kebijakan baru dan prioritas untuk membantu badan perjalanan bagi wisatawan mancanegara. Perkembangan tersebut tidak hanya membanggakan namun membuat negara tetangganya heran karena Thailand merupakan negara kecil yang tidak banyak memiliki keunggulan. Di sisi lain, Thailand tindak hanya mendongrak sektor pariwisata saja tetapi juga meningkatkan segi kultural mengingat tanahnya berpotensi menghasilkan bahan pangan. Alasan Thailand gigih menjadikan pariwisata sebagai ketertarikan dan pendapatan utama ialah mereka merasa sehebat-hebatnya mengunggulkan sektor industri, manufaktur, dan teknologi tetap akan kalah dengan negara-negara maju. Karenanya, Thailand dapat membuktikan bahwa pariwisata juga mampu berkembang pesat dan menjadi andalan utama penghasil devisa negara dengan 50% dari pendapatan negara. Untuk menanggapi permasalahan sustainable torism atau pariwisata berkelanjutan perlu dikembangkan. Dari konsep pariwisata berkelanjutan, Thailand membuat suatu pariwisata medis yaitu suatu perjalanan ke daerah lain dengan tujuan mencari dan mendapatkan layanan medis dimana wisata medis ini telah terjadi sejak tahun 1990-an. 2 Dalam hal ini, fenomena pariwisata medis telah ada sejak lama yang ditunjukkan melalui kalangan atas dari negara-negara dengan layanan medis. Pada tahun 2003, Thailand meluncurkan kebijakan baru yakni medical hub policy yang bertujuan untuk mendukung dan menjadikan Thailand sebagai pusat layanan medis di Asia, dimana kebijakan tersebut mendorong pengembangan berskala besar di rumah sakit swasta Thailand yang berimplikasi pada pendapatan negara Thailand. Adapun kebijakannya tercantum dalam Thailand: the Excellent Medical Hub of Asia tahun 2003-2008. Namun, memasuki era globalisasi wisata medis mengalami penurunan karena pergeseran tren. Keberlanjutan pariwisata medis dibuat kembali dan dibuat dalam rencana strategis thaun 2014-2018 dengan judul Thailand as a World Class of Health Care Provider dengan tujuan Thailand sebagai penyedia layanan kesehatan dunia dan pusat akademik yang canggih serta sekaligus mendorong rumah sakit umum berkembang dengan standar perawatan internasional dalam melayani dan menarik pelanggan domestik maupun asing. Dalam strategi pengembangan pariwisata, Thailand memperhatikan konektivitas dengan semua negara ASEAN. Strategi ini merupakan salah satu diantara pasar-pasar dekat yang memberikan cabang kepada Thailand dalam jumlah wisatawan yang tidak sedikit. Thailand melakukan usaha pariwisata secara sangat serius dan tidak hanya berfikir tentang perkembangan Thailand sendiri, melainkan juga demi perkembangan bersama komunitas ASEAN. Thailand juga telah membangun kesinambungan untuk membangun jalan-jalan 2 Marcin, Olkiewiez, The Impact of Medical Tourism on the Quality of Organizational and Functional Changes in the Polish Healthcare System, UTMS Journal of Economics, Vol.7 No 1, 2016, hal. 110. 3 baru menuju tempat wisata Vietnam, pemerintah Thailand juga membuat kebijakan dan mekanisme membantu cabang pariwisata Vietnam. Disamping itu, dalam perjalanan sosialisasi wisata, Thailand selalu menciptakan produk-produk wisata yang atraktif yang berbau kultural berkaitan wisata bahari, gua, transit dan pengembangan infrastruktur yang menyerap wisatawan. Thailand juga memberikan usaha yang sangat serius dengan negaranegara tetangganya berbentuk paket-paket wisata, dengan mengembangkan bersama ASEAN salah satu kesempatan besar mengembangkan ASEAN Economic Community (AEC) dengan prospek dari hasil yang didapatkan nanti sehingga dengan memasukkan negara-negara ASEAN juga negara lain yaitu Cina, Jepang, Korea Selatan, Rusia, India, dan Australia melipatgandakan kesempatan peningkatan ekonomi. Oleh karena itu, sector pariwisatanya dijuluki The Land of Smiles harus memaksimalkan pintu bagi negara tetangga. Pembahasan Thailand termasuk destinasi pariwisata yang paling berkembang pesat terbukti dengan peningkatan jumlah pengunjungnya tiap tahun. Gubernur Tourism Authority of Thailand (TAT), Mr. Suraphon Svatasreni mengatakan, “Pariwisata kini diakui sebagai industri jasa yang paling penting di Thailand dan berkontribusi penting dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan devisa negara, pendapatan terbesar pariwisata Thailand didominasi oleh wisatawan ASEAN”. Dan pada tahun 2013, Thailand meluncurkan strategi utama yang rancang untuk setiap ancaman dan tantangan demi mempertahankan Brand Image Thailand yaitu strategi DISCO PLAN, DISCO berarti Thailand memiliki citra yang baik dan masih menjadi pariwisata berkelanjutan terutama dalam persaingan yang kuat dan munculnya gaya hidup yang berkualitas. PLAN dibagi menjadi 5 aksi, yakni Digital Marketing, Image Building, Suintable Development, Cryztalitation/ Crisis Management, dan Organization Management. Berdasarkan UN-WTO tahun 2013, Eropa merupakan paling banyak dikunjungi dengan 51% jumlah wisatawan internasional dan mengalami kenaikan 3,8% dan diposisi kedua Asia Pasifik dengan 23% dan naik 6.8%. Asumsi UN-TWO menegaskan pula bahwa Asia adalah wilayah yang paling berkembang di dunia, hal tersebut didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang baik, tercatat dari tahun 2020 Eropa menurun hingga 46% dan Asia terus tumbuh lebih dari 5% tiap tahun, sehingga diperkirakan tahun 2020 hingga 2033 Asia akan berada pada posisi pertama dengan asumsi kunjungan wisatawan internasional 7,2% tiap tahunnya. Hal ini dikarenakan penyumbang terbesar yaitu di Asia Tenggara, mengadakan pariwisata berkelanjutan setiap tahun membuahkan hasil yang maksimal dan didominasi oleh Thailand, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Philipina. Hasilnya terbukti pada tahun 2016, Thailand menempati posisi ke-18 dalam negara tujuan wisata medis paling popular tingkat global dan menjadi slaah satu dari 3 negara di asia tenggara paling banyak dituju sebagai tujuan wisata medis. 3Hal tersebut diperkuat oleh jumlah wisatawan pada tahun 2018 dengan jumlah wisatawan asing sebanyak 3,42 juta, 2,5 juta wisatawan medis, dan 920.000 ekspatariat. 3 Bangkok Post, 2018, K-Research: Foreigners Key for Hospitals. 4 Di tahun 2020, Thailand ingin membuka pintu lebih lebar bagi wisatawan internasional dengan visa yang lebih diperketat dan sedang merenovasi beberapa fasilitas pariwisata. Sayangnya, hal tersebut terhambat karena datang tamu tak diundang dan merugikan, yakni pandemi virus corona. Pandemic global Coronavirus (Covid-19) memukul sebagian besar wilayah negara di dunia termasuk Asia Tenggara. Wabah virus yang berasal dari Wuhan, Tiongkok telah menewaskan lebih dari 200.000.000. jiwa di seluruh dunia dan hingga kini telah menyebar hingga ke bagian wilayah kecil di dunia. Kemunculan adanya virus ini mulai terdeteksi sejak 31 Desember 2019 dan sekitar bulan Februari mulai terus tersebar mulai dari benua Eropa, Amerika, Australia, sebagian besar kawasan dataran kecil dan Asia Tenggara pastinya. Di Asia Tenggara dikonfirmasi ada 6 negara yang tertular yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Kamboja, Filipina, dan Indonesia bahkan korban jiwa yang berjatuhan lebih banyak daripada asal mula daerah virus ini berasal. Singapura menjadi yang pertama mengonfirmasi adanya 4 orang positif Covid-19. Dikutip dari Channel News Asia, penyebabnya ialah seorang pemandu wisata yang membawa sekelompok wisatawan Cina, dua pegawai toko yang dikunjungi wisatawan itu, dan satu orang pembantu rumah tangga yang tertular majikannya. Setiap negara melakukan banyak upaya dalam menanggulangi wabah, memberi kebijakan untuk memberhentikan kegiatan yang mengundang banyak massa, menerapkan pola hidup sehat dan serangkaian protokol kesehatan dimana-mana, juga merugikan banyak sektor ekonomi karena pembatasan jumlah jiwa di tempat kerja dan tentunya banyak tempat wisata yang ditutup baik kunjungan domestik maupun internasional yang berimbas pada kemerosotan pendapatan dalam sektor terpenting Thailand sebagai penghasilan terbesar negara yakni para turis. Tentunya banyak sekali dampak signifikan bahkan menyebabkan kekrusialan dari berbagai aspek sentral tiap negara. Khususnya dalam sektor ekonomi dan pariwisata. Data dari learnbonds.com, virus novel corona menjadi epidemi termahal dalam 20 tahun terakhir. Tercatat kerugian ekonomi akibat virus yang menyerang sebagian daratan Tiongkok, diproyeksikan sebesar 62 miliar dolar, angka ini lebih besar dari kerugian ekonomi dari virus Ebola yang senilai 53 miliar dolar. Pada awal Maret Direktur Jenderal Departemen Pengendalian Penyakit Suwanchai Wattanayingcharoen mengatakan sejak Januari tercatat sebanyak 42 kasus virus corona. Dilansir dari Bangkok Post, Wakil Direktur Jenderal Departemen Pengendalian Penyakit Dr Tanarak Plipat mengatakan, Thailand kini dalam tahap penularan penyakit sebab mereka tinggal di tempat-tempat wisatawan. Kehadiran pandemic ini membuat resah seluruh penduduk meskioun jumlah kematian tergolong masih rendah dibandingkan negara lain. Di bulan juli, tercatat ada 3.240 kasus dengan 58 kematian tetapi penularan tidak mengalami peningkatan besar dikarenakan budaya dan genetika orang Thailand. Tentunya, untuk mengantisipasi persebaran virus semakin luas, Thailand melakukan lockdown pada bulan Maret yang mematikan bisnis, sekolah, dan pariwisata serta seluruh penerbangan di bulan April dilarang. Hal ini membuat ekonomi menurun 6,5% tetapi tebukti dapat menekan penyebaran virus corona, di bulan agustus sempat sedikit melonggarkan kedatangan turis tetapi dampaknya justru membuat peningkatan kasus terinfeksi semakin bertambah. 5 Kemerosotan tajam yang terjadi di Thailand, dimana otoritas pariwisata mengatakan kedatangan turis Cina anjlok sampai 90 persen sampai Februari 2020 hingga pemilik Chang Siam Elephant Park di Pattaya khawatir akan terlilit hutang untuk menutupi kerugian bisnisnya. Sementara itu para pelaku industri wisata lainnya seperti pemandu wisata, pegawai restoran, dan pekerja mall terpaksa harus berdiam di rumah dan mencari pekerjaan lain untuk menyambung hidup. Meskipun sekarang wabah Corona tengah menjadi momok bagi berbagai negara, Thailand tetap menawarkan visa on arrival untuk turis. Kebijakan visa on arrival ini justru menjadi indikasi bahwa ekonomi lebih diprioritaskan daripada mengatasi krisis kesehatan. Visa ini dibuka pertama kali bagi wisatawan cina pada bulan Oktober, langkah ini menandai pemulihan secara bertahap terhadap sektor pariwisata setelah pandemi cukup mereda. Juru bicara pemerintah Traisulee Traisoranakul memperkirakan akan ada kunjungan dari 1.200 wisatawan pada bulan pertama pembukaan. Ini diperkirakan akan menghasilkan pendapatan sekitar 1 miliar baht dan 12,4 miliar baht selama satu tahun dari 14.400 wisatawan. Untuk mengatasi adanya penyebaran luas, hanya dipilih beberapa negara lain yang rendah kasus covid-19. Meskipun wisatawan diperbolehkan bepergian namun wajib mematuhi protokol kesehatan, menurut Traisulee, wisatawan akan membutuhkan asuransi kesehatan dan hasil tes Covid-19 negatif yang diambil paling lama 72 jam sebelum bepergian dan akan diuji dua kali di tempat karantina. Selain itu, sistem perlindungan Thailand dalam mengantisipasi pergolakan gelombang kedua, maka di wilayah pariwisata telah dilakukan pencegahan penularan lokal 100 hari sebelumnya yang akan menarik perhatian wisatawan. Mengutip laman AsiaOne, Kamis, 8 Oktober 2020, maskapai Thailand, Thai Airways, menghadirkan pengalaman bersantap seolah di dalam kabin. Restoran ini memanfaatkan dekorasi khas kabin pesawat berlokasi di kafetaria kantor pusat maskapai penerbangan di Bangkok dan mulai beroperasi pada awal September, tempat makan tak biasa ini buka pada Rabu hingga Minggu setiap minggunya. Direktur Pelaksana Katering Maskapai, Varangkana Luerojvong, mengatakan bahwa restoran pop-up tersebut setidaknya menyajikan sekitar dua ribu makanan per hari. Inovasi bisnis kuliner tersebut disusul oleh pihak perusahaan untuk mengubah Thai Airways lain jadi tempat serupa yang menawarkan pengalaman bersantap nan unik. Inovasi tersebut dapat menarik perhatian wisatawan domestik maupun internasional. Sejak penutupan industri pariwisata Maret 2020 akibat lockdown, dengan gembira Thailand menyambut turis pertama dengan visa khusus di bandara Svarnabhumi. Dengan visa khusus yang dikeluarkan pemerintah, beberapa negara yang diperbolehkan berkunjung adalah Australia, Bahrain, Brasil, Cina, Kuba, El Savador, Estonia, Fiji, Finlandia, Hong Kong, Pantai Teluk Gading, Kazakhstan, Macao, Mongolia, Selandia Baru, Norwegia, Qatar, Korea, Rwanda, Arab Saudi, Singapura, Taiwan, Uruguay, Vietnam. Beberapa negara tetangga lain seperti Indonesia, Malaysia, Myanmar diperbolehkan berkunjung tetapi dengan persyaratan khusus, kecuali negara-negara tersebut tidak diperbolehkan. Adapun Turis juga harus tinggal di Thailand untuk waktu yang lama dan hanya sebagian kecil destinasi yang boleh dikunjungi oleh turis. Dikutip dari Lonely Planet, keputusan itu diambil pemerintah Thailand untuk merespons kerugian ekonomi yang signifikan setelah menutup akses wisata dari luar negeri sejak Maret tahun ini. Thailand memutuskan untuk 6 mengeluarkan visa bagi traveler dari Amerika Serikat, Inggris, Irlandia, dan negara terdampak pandemi lain. Visa itu termasuk dalam Visa Turis Khusus (STV). Visa itu berlaku mulai 60 hari dan bisa diperpanjang hingga 90 hari. Dengan visa tersebut, turis dapat berlibur di Thailand namun dengan sejumlah syarat yang cukup membuat pelancong merogoh kocek. Bagi pengunjung dari AS, misalnya, untuk mendapat visa wisatawan harus membayar hingga USD 40 atau setara Rp 566 ribu. Kebijakan ini menggagalkan harapan untuk mendapatkan keuntungan di tahun 2020/2021 alias tahun baru, sangat disayangkan Thailand akan tutup sampai Maret 2021. Mulai desember ini, Thailand telah membuka keleluasaan pengunjung dengan tujuan apapun yang tetap diperketat protocol kesehatannya, dengan menggunakan Visa Turis Khsusu (STV) dan hanya bagi negara yang kasusu covdi-19 dalam level medium atau rendah. kebijakan yang langsung berlaku tersebut memungkinkan seluruh tipe wisatawan untuk berkunjung ke sana. Mula dari wisatawan, pelancong bisnis, investor, hingga para pendatang yang menggunakan kapal pesiar asing beserta kru kapal pun kini bisa memasuki Thailand. Bagi yang tiba menggunakan kapal pesiar asing, mereka harus memberikan bukti pembayaran di muka dan harus benar-benar mengikuti aturan dan regulasi yang ditetapkan oleh Departemen Kelautan.Wisatawan harus memiliki bukti akomodasi atau tempat tinggal jangka panjang seperti pemesanan hotel, kontrak rental, atau bukti kepemilikan kondominium. Selanjutnya, calon wisatawan harus memiliki asuransi kesehatan dan perjalanan yang diperlukan, serta sertifikat kesehatan Fit To Fly yang valid. Biaya visa adalah 2.000 baht atau Rp. 942.455 dengan biaya tambahan 2.000 baht setiap akan memperpanjang masa tinggal, paling lama 90 hari dan berlaku hanya 2 kali perpanjangan. Thailand telah berhasil menjaga infeksi virus relatif rendah. Selama ini, total kasus Covid-19 di Thailand adalah 4.297 kasus dan 60 kematian. Namun, keberhasilan itu mengorbankan pariwisata Thailand yang selama ini menjadi salah satu sumber terbesar ekonomi. Infeksi baru datang, ketika pihak berwenang mulai melonggarkan pembatasan perjalanan untuk memungkinkan wisatawan asing masuk Thailand. Upaya ini adalah langkah awal Thailand untuk menghidupkan kembali industri pariwisata. Tak banyak negara yang berhasil menekan rendah kasus pandemic ini, hal ini menuai banyak kebanggaan terhadap pemerintah Thailand dari banyak negara lain. Diktahui, Thailand sangat ketat dalam merendahkan kasus ini karena satu-satunya pendapatan terbesar adalah pariwisata dan jika mereka tidak segera melakukan tindakan ketat dan cepat akan menumpai krisis ekonomi yang buruk. Terbukti dengan ungkapan dalam berita di Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan berdasarkan kajian World Economic Forum yang menyebut Thailand menduduki ranking pertama di level Asia Tenggara untuk kategori pariwisata. Pandemi yang masih melanda dunia membuat Thailand masih buka-tutup pintu untuk semua turis, sejak pembukaan pintu wisata bagi beberapa negara dengan kasus rendah corona, tetapi juni 2021 mendatang Thailand akan buka diri untuk semua negara, walaupun tetap dalam pemeriksaan dan persyaratan ketat. 7 Penutup Bermula dari kegiatan menikmati bagi sebagian orang relatif kaya oleh penduduk modern awal abad ke-20, dan di masa sekarang berwisata menjadi hak asasi manusia. Hal ini dinyatakan oleh John Naisbaitt dalam bukunya Global Paradox yang mengatakan kondisi seperti ini tidak hanya terjadi dinegara maju, akan tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang. Dari semua ini, yang perlu digaris bawahi ialah bahwa pariwisata telah menjadi penyumbang terbesar dalam perdagangan internasional dari sektor jasa. Di Asia Tenggara sendiri, pariwisata menjadi pendapatan besar untuk devisa negara yang dapat menyumbangkan dari 10-20% GDP (Gross Domestic Product) serta 7-8% dari total penunjung. Hal ini menunjukkan bahwa prospek pariwisata di masa yang akan datang akan sangat menguntungkan, terutama apabila melihat estimasi angka jumlah wisatawan dari WTO sampai 2020 sebanyak 1,6 miliar jiwa. Dari pariwisata Thailand tersebut, dapat dilihat bahwa negara berkembang memiliki sisi lain yang tak terlalu ditonjolkan negara maju dan dengan itu berhasil bersaing dalam skala global. Pada intinya, setiap negara berpacu untuk berbenah diri agar semakin baik citra dan mendukung pendapatan negara. 8 DAFTAR PUSTAKA Bonauli. "Asyik! Thailand Terima Turis dari Semua Negara, Termasuk Indonesia." Travel News, Desember 10, 2020: 1. komarudin. "Demi Wisatawan, Visa Turis Thailand Bisa Diperpanjang hingga 45 Hari." Travel, Desember 09, 2020: 4. kompas.com. "Kini Thailand Izinkan Seluruh Turis Asing Ajukan Visa Turis Spesial." Home Travel, desember 17, 2020: 1. —. "Kasus Infeksi Virus Corona di Thailand Rendah, Apa Penyebabnya?" Home Tren, juli 18, 2020: 1. Prakoso, Johanes Andreas. "Thailand Buka Pintu untuk Turis Sejumlah Negara, Adakah Indonesia?" Travel News, november 20, 2020: 1. Prayini, Is. "Pengaruh Destination Branding terhadap Tourist Retention Pada Wisatawan Indonesia Yang Berkunjung ke Thailand (survei pada wisatawan nusantara yang berkunjung ulang ke Thailand melalui tour and travel di Bandung)." MPP Chapter 1, 2013: 12. repository.umy.ac.id. "Turisme Sebagai Kekuatan Ekonomi Thailand." BAB II Turisme Sebagai Kkekuatan Ekonomi Thailand, 2018: 25. Rumah Asean. "Pariwisata Thailand dengan strategi-strategi perkembangan yang baru." Juli 18, 2013: 1. Simanjuntak, Zarrin Algifay. "Upaya Diplomasi Thailand dalam Meningkatkan Daya Saing Pariwisata Medis Thailand di Dunia." Upaya Diplomasi SKRIPSI, 2019: 16. Yudhitya, Nabilla. "Sektor Pariwisata di Thailand yang berhubungan dengan Ekonomi." 2013: 11. 9