Uploaded by rachmisaskia

[REVISI] INTUISIONISME, METODE ILMIAH, DAN HIPOTESIS (1)

advertisement
MAKALAH FILSAFAT DAN LOGIKA
Intusionisme, Metode Ilmiah, dan Hipotesis
sebagai Aliran Filsafat
Disusun oleh :
1. Adinda Satriavi Utami
2. Adzkiya Safitri
3. Auri Willyaldo
4. Azzahra Fatrica Madesya
5. Dika Ramadhani
6. Ghifari Septian Akbar
7. Khoirun Nisa Rosari
8. Melinda Sesilia
9. Muhammad Yusuf Abdillah
10. Nur Indah Sari
11. Purnawati
12. Rachmi Saskia Husnika Putri
13. Raisa Handra
14. Rizqa Fitri Damaiasa
15. Ullya Fitri Samsuri
16. Zulfa Khairunnisa
NIM : 10011282025079
NIM : 10011182025019
NIM : 10011182025013
NIM :10011282025093
NIM : 10011182025024
NIM : 10011382025162
NIM : 10011382025168
NIM : 10011282025072
NIM : 10011382025164
NIM : 10011182025015
NIM : 10011182025012
NIM : 10011382025167
NIM : 10011282025075
NIM : 10011182025014
NIM : 10011282025080
NIM : 10011182025022
Dosen Mata Kuliah :
DR. Laila Hanum, M.Si
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini
tepat pada waktunya. Pada kesempatan kali ini, kami selaku penulis membuat
makalah ini dengan mengangkat judul “Intuisionisme, Metode, Ilmiah dan
Hipotesis dalam Filsafat”.
Dalam pembuatan makalah ini, tentu tak lupa penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pengampu, yakni Ibu DR. Laila
Hanum, M.Si., yang telah membimbing penulis selama ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini yang Namanya tidak bisa disebutkan satu per satu.
Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat dan Logika.
Selain itu, kami selaku penulis berharap makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan pada bidang yang terkait.
Tentunya kami, penulis menyadari pada tahap pembelajaran, makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa membuka diri
dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari berbagai pihak.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin Yaa Robbal Aalamiin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Indralaya, 05 September 2020
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB
I
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.
Latar Belakang ............................................................................................. 1
2.
Rumusan Masalah .........................................................................................2
3.
Tujuan Penulisan ...........................................................................................2
4.
Manfaat Penulisan .........................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN .....................................................................................................4
A. INTUISIONISME .........................................................................................4
B. METODE ILMIAH.....................................................................................13
C. HIPOTESIS .................................................................................................33
BAB III
PENUTUP .............................................................................................................37
1.
Kesimpulan .................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................39
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran.
Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu
mencari dan mencari kebenaran sesungguhnya dengan bertanya-tanya
untuk mendapatkan jawaban. Namun jawaban-jawaban tersebut
juga
selalu memuaskan manusia. Manusia harus mengujinya dengan metode
tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini kebenaran yang
bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu yang bisa diukur
dengan cara-cara ilmiah. pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini,
tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru
sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari dan
mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada
sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori
sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan
penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap
yang dihadapinya. Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya tidak akan
berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu
manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunia. Untuk
itulah setiap manusia harus dapat berfikir filosofis dalam menghadapi
segala realitas kehidupan ini yang menjadikan filsafat harus dipelajari.
Memahami sistem filsafat berarti menelusuri dan mengkaji suatu
pemikiran mendasar dan tertua yang mengawali kebudayaan manusia.
Suatu sistem filsafat, berkembang berdasarkan ajaran seorang atau
beberapa orang tokoh pemikir filsafat. aliran-aliran filsafat mempunyai
kaitan dengan ilmu pengetahuan terutama aliran rasionalisme, aliran
empirisme, aliran intuisionisme, dan aliran materialisme kemudian
berkembang mengikuti aliran filsafat lainnya yang memandang aliran
dalam Filsafat secara berbeda. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
1
kami tertarik membahas tentang aliran filsafat intusionisme, metode
ilmiah, dan hipotesis untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Intuisionisme?
2. Siapa saja tokoh-tokoh aliran Intuisionisme?
3. Apa saja pengetahuan menurut aliran Intuisionisme?
4. Apa saja kritik dan kelemahan aliran Intuisionisme?
5. Apa pengertian Metode Ilmiah?
6. Apa macam-macam Metode Ilmiah?
7. Apa tujuan dari Metode Ilmiah?
8. Apa saja langkah-langkah Metode Ilmiah?
9. Apa saja unsur-unsur dalam Metode Ilmiah?
10. Apa langkah-langkah dalam melakukan Penulisan Ilmiah?
11. Apa pengertian hipotesis?
12. Apa fungsi dari hipotesis?
13. Seperti apa ciri-ciri hipotesis tersebut?
14. apa saja jenis-jenis dari hipotesis?
15. pengujian seperti apa yang dapat dilakukan terhadap hipotesis?
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian Intuisionisme.
2. Untuk mengetahui pengetahuan menurut aliran Intuisionisme
3. Untuk mengetahui kelemahan aliran Intuisionisme .
4. Untuk mengetahui pengertian Metode Ilmiah.
5. Untuk mengetahui pembagian Metode Ilmiah.
6. Untuk mengetahui tujuan dari Metode Ilmiah.
7. Untuk mengetahui langkah-langkah dan unsur-unsur dalam
membuat Metode Ilmiah.
8. Untuk mengetahui hipotesis secara menyeluruh
2
4. Manfaat Penulisan
Manfaat pembuatan makalah ini adalah dapat digunakan untuk
menambah ilmu dan pengetahuan di bidang filsafat & logika maupun di
bidang penelitian-penelitian.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. INTUISIONISME
1.
Perngertian Epistemologi Intuisionisme.
Beberapa ahli bahasa mengatakan bahwa secara bahasa,
intuisionisme berasal dari bahasa Latin, intuitio yang berarti
pemandangan. Sedangkan ahli yang lain mengatakan bahwa
intuisionisme, berasal dari perkataan Inggris yaitu intuition yang
bermakna gerak hati atau disebut hati nurani.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, intuisi diartikan
dengan bisikan hati, gerak hati atau daya batin untuk mengerti atau
mengetahui
sesuatu
tidak
dengan
berpikir
atau
belajar.
Perbedaannya dengan firasat atau feeling, kata intuisi lebih banyak
digunakan untuk hal-hal yang bersifat metafisika atau di luar
jangkauan rasio, biasanya dipakai untuk menyebut indera keenam.
Jujun S. Sumantri menggambarkan intuisi pada suatu
masalah yang sedang kita pikirkan yang kemudian kita tunda
karena menemui jalan buntu, tiba-tiba muncul di benak kita yang
lengkap dengan jawabannya. Kita merasa yakin bahwa memang
itulah jawaban yang kita cari namun kita tidak bisa menjelaskan
bagaimana caranya kita sampai di sana.
Pengertian diatas memberi penjelasan bahwa manusia
memiliki gerak hati atau disebut hati nurani. Gerak hati mampu
membuat manusia melihat secara langsung suatu perkara benar
atau salah, jahat atau baik, buruk atau baik secara moral. Ia dirujuk
sebagai suatu proses melihat dan memahami masalah secara
spontan juga merupakan satu proses melihat dan memahami suatu
masalah secara intelek. Pengetahuan intuitif ini merupakan
pengetahuan langsung tentang suatu hal tanpa melalui proses
4
pemikiran rasional. Namun kemampuan seperti ini bergantung
kepada usaha manusia itu sendiri.
Secara fisik organ yang berkaitan dengan gerak hati atau
intusi tidak diketahui secara jelas. Sebagian ahli filsafat
menyebutnya sebagai jantung dan ada juga yang menyebutnya otak
bagian kanan. Pada praktiknya intuisi muncul dalam bentuk
pengetahuan yang tiba-tiba hadir dalam sadar tanpa melalui
penalaran yang jelas, tidak analitik dan tidak selalu logis. Intuisi
bisa muncul tanpa kita rencanakan, ketika diam ataupun bergerak.
Dengan kata lain pemikiran intuisionis ialah sejenis
pengetahuan yang lebih tinggi dan berbeda dengan yang diperoleh
secara individu. Kemunculan ide yang meledak secara tiba-tiba
dalam memberikan tafsiran terhadap sesuatu perkara boleh
dikaitkan dengan aliran pemikiran ini.
Intuisi disebut juga sebagai ilham atau inspirasi.Meskipun
pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun ia
juga tidak terjadi kepada semua orang melainkan hanya jika
seseorang itu sudah berfikir keras mengenai suatu masalah. Ketika
seseorang sudah memaksimalkan daya fikirnya dan mengalami
tekanan, lalu dia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau
bersantai, maka saat itulah intuisi berkemungkinan akan muncul.
Bahkan intuisi sering disebut separo rasional atau kemampuan
yang berbeda pada tahap yang lebih tinggi dari rasional dan hanya
berfungsi jika rasio telah digunakan secara maksimal namun
menemui jalan buntu.
Henri
Bergson
(1859), seorang tokoh
epistemologi
Intuisionisme menganggap tidak hanya indera yang terbatas, akal
juga terbatas. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek yang
selalu berubah, jadi pengetahuan kita tentangnya tidak pernah
tetap. Intelek atau akal juga terbatas. Dengan menyadari
keterbatasan indera dan akal tersebut, Bergson mengembangkan
satu kemampuan yang dimilki oleh manusia, yaitu intuisi.
5
Hati bekerja pada tempat yang tidak mampu dijangkau oleh
akal yaitu penggalaman emosional dan spiritual. Kelemahan akal
adalah karena ia ditutupi oleh banyak perkara.
Menurut Immanuel Kant (1724-1804) akal tidak pernah
mampu mencapai pengetahuan langsung tentang sesuatu perkara.
Akal hanya mampu berpikir perkara yang dilihat terus (fenomena)
tetapi hati mampu menafsir suatu perkara dengan tidak terhalang
oleh perkara apapun tanpa ada jarak antara subjek dan objek.104
Hati dapat memahami pengalaman-pengalaman khusus, misalnya
pengalaman eksistensial, yaitu pengalaman hidup manusia yang
dirasakan langsung, bukan yang telah ditafsir oleh akal. Akal tidak
dapat mengetahui rasa cinta, tetapi hatilah yang merasakannya.
2.
Tokoh Aliran Intuisionisme dan Pemikiranya.

Henry Bergson (1859-1941).
Salah satu tokoh aliran intuisionisme ini adalah
Henry
Bergson
(1859-1941).
Menurutnya,
intuisi
merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara langsung
dan seketika. Unsur utama bagi pengetahuan adalah
kemungkinan adanya suatu bentuk penghayatan langsung
(intuitif),di samping pengalaman oleh indera. Setidaknya,
dalam beberapa hal, intuisionisme tidak mengingkari nilai
pengalaman inderawi, kendati diakui bahwa pengetahuan
yang sempurna adalah yang diperoleh melalui intuisi.
Harold H. Titus memberikan catatan, bahwa intuisi
adalah suau jenis pengetahuan yang lebih tinggi, wataknya
berbeda dengan pengetahuan yang diungkapkan oleh indera
dan akal; dan bahwa intuisi yang ditemukan orang dalam
penjabaran-penjabaran mistik memungkinkan kita untuk
mendapatkan
pengetahuan
langsung
yang
mengatasi
(trancendent) pengetahuan kita yang diperoleh dari indera
dan akal.
6
Selain itu ia juga beranggapan tidak hanya indera
yang terbatas, akal juga terbatas. Objek – objek yang kita
tangkap adalah objek – objek yang selalu berubah. Jadi
pengetahuan tentangya tidak pernah tetap. Intelek atau akal
juga terbatas. Akal hanya memahami suatu objek bila ia
mengonsentrasikan dirinya pada objek itu.
Jadi dalam hal seperti itu, manusia tidak mengetahui
secara keseluruhan (unique), tidak juga memahami sifat –
sifat yang tetap dalam objek. Akal hanya mampu
memahami bagian – bagian dari objek, kemudian bagian –
bagian itu digabung oleh akal. Itu tidak sama dengan
pengetahuan menyeluruh tentang objek itu.

Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881-1966).
Pemikiran yang dicetuskannya banyak dipengaruhi
oleh pandangan Immanuel Kant. Matematika didefinisikan
oleh Brouwer sebagai aktifitas berpikir secara bebas,
namun eksak, suatu aktivitas yang ditemukan dari intuisi
pada suatu saat tertentu.
Dalam pandangan intuisionisme tidak ada realisme
terhadap
objek-objek
dan
tidak
ada
bahasa
yang
menjembatani, sehingga bisa dikatakan tidak ada penentu
kebenaran matematika diluar aktivitas berpikir. Proposisi
hanya berlaku ketika subjek dapat dibuktikan kebenarannya
(dibawa keluar dari kerangka pemikiran). Singkat kata,
Brouwer mengungkapkan bahwa, tidak ada kebenaran
tanpa dilakukan pembuktian.
Brouwer konsisten dengan falsafahnya. Hal ini
dinyatakannya apakah matematika perlu dibenahi agar
kompatible atau tidak-kompatible dengan matematika
klasik adalah pertanyaan yang kurang penting lagi, dan
tidak
dijawab.
Pandangannya
terhadap
matematika
tradisional, dia menganggap dirinya hanya sekedar menjadi
7
seorang tukang revisi. Disimpulkan, dimana artimatika
intusionistik adalah bagian (sub-sistem) dari aritmatika
klasik, namun hal ini tidak berlaku untuk analisis.
Untuk analisis, tidak semua analisis klasikal
diterima atau dipahami secara intuisionistik, tetapi tidak ada
analisis intusionistik secara klasik diterima. Brouwer
mengambil langkah ini dengan segala konsekuensinya
dengan sepenuh hati. Bukan berarti pandangan Brouwer ini
tidak ada yang mendukung.
Di
luar
negaranya,
Belanda,
pandangan
ini
didukung oleh Herman Weyl. Brouwer memegang prinsip
bahwa matematika adalah aktivitas tanpa-perlu-diutarakan
(languageless) yang penting, dan bahasa itu sendiri hanya
dapat memberi gambaran-gambaran tentang aktivitas
matematikal setelah ada fakta.

Arend Heyting (1898-1980).
Murid Brouwer yang memiliki pengaruh besar pada
perkembangan intuisionisme filsafat matematika adalah
Arend Heyting. Heyting menciptakan sebuah formula
logika intuisionisme yang sangat tepat. Sistem ini
dinamakan“Predikat Kalkulus Heyting”.
Heyting menegaskan bahwa dari asumsi metafisika
yang pokok dalam kebenaran realisme-logika
klasik,
bahasa matematika klasik adalah pengertian faktor-faktor
objektivitas syarat-syarat kebenaran yang terbaik. Semantic
matematika klasik menggambarkan suatu kondisi dalam
pernyataan benar atau salah. Semantic seperti ini tidak tepat
untuk intuisionisme.
Sebagai pengganti, bahasa intuisionisme seharusnya
dimengerti dalam faktor-faktor syarat-syarat penyelesaian.
Semantic akan menggambarkan suatu perhitungan seperti
sebuah penyelesaian kanonikal untuk setiap permasalahan.
8
Heyting
mempunyai
andil
dalam
pandangan
Brouwer mengenai kelaziman kontruksi mental dan down
playing bahasa dan logika. Dalam buku “Intuitionism”
(1956) dia mengemukakan pendapat Brouwer, bahasa
adalah media tidak sempurna untuk mengkomunikasikan
konstruksi nyata matematika. System formalnya adalah
dirinya sendiri sebagai sebuah legitimasi konstruksi
matematika, tetapi satu yang tidak diyakini system formal
menggambarkan
secara
utuh
domain
pemikiran
matematika.
Pada suatu penemuan metode baru memungkinkan
kita untuk memperluas system formal. Heyting menegaskan
logika bergantung pada matematika bukan pada yang lain.
Oleh karena itu, Heyting tidak bermaksud pekerjaannya
pada logika untuk menyusun pertimbangan intuisionistik.

Sir Michael Anthony Eardly Dummett (1925).
Pendekatan utama Dummett, matematika dan logika
adalah linguistic dari awal. Filosofinya lebih interest pada
logika intuisionistik daripada matematika itu sendiri.
Seperti Brouwer, tetapi tidak seperti Heyting, Dummet
tidak memiliki orientasi memilih.
Dummet mengeksplorasi matematika klasik dengan
menggunakan bentuk pemikiran yang tidak valid pada
suatu jalan legitimasi penguraian pernyataan alternatifnya.
Ia mengusulkan beberapa pertimbangan mengenai logika
adalah benar yang pada akhirnya harus tergantung pada arti
pertanyaan. Ia juga mengadopsi pandangan yang diperoleh
secara luas, yang kemudian disebut sebagai terminologi
logika.
Dummet menegaskan bahwa arti suatu pernyataan
tidak bisa memuat suatu unsur yang tidak menunjukkan
penggunaannya. Untuk membuatnya, harus berdasarkan
9
pemikiran individu yang memahami arti tersebut. Jika dua
individu secara bersama setuju dengan penggunaan
pernyataan yang dibuat, maka mereka pun menyetujui
artinya.
Alasannya bahwa arti pernyataan mengandung
aturan instrumen komunikasi antar individu. Jika seorang
individu dihubungkan dengan simbol matematika atau
formula, dimana hubungan tersebut tidak berdasar pada
penggunaan, kemudian dia tidak dapat menyampaikan
muatan tersebut dengan arti simbol atau formula tersebut,
maka penerima tidak akan bisa memahaminya.
Acuan arti pernyataan matematika secara umum,
harus
mengandung
kapasitas
untuk
menggunakan
pernyataan pada alur yang benar. Pemahaman seharusnya
dapat dikomunikasikan kepada penerima. Sebagai contoh,
seseorang mengerti ekspresi yang ada dalam bahasa “jika
dan hanya jika”.

Douglas V. Steere.
Douglas V. Steere dalam Mysticism, mengatatakan
bahwa pengetahuan intuisi yang ditemukan orang dalam
penjabaran-penjabaran mistik memungkinkan kita untuk
mendapatkan pengetahuan yang langsung dan mengatasi
(transcend) pengatahuan yang kita peroleh dengan akal dan
indera. Mistisisme atau mistik diberi batasan sebagai
kondisi orang yang amat sadar tentang kehadiran yang
maha riil (the condition of being overwhelmingly aware of
the presence of the ultimately real). Kata Steere
pula,
intuisi dalam mistik bahkan memiliki implikasi yang lebih
jauh sebab mungkin dijelmakan menjadi persatuan aku dan
Tuhan pribadi (al-ittihad) atau kesadaran kosmis (wahdah
al-wujud).

William James.
10
Menurut William James, mistisisme merupakan
suatu kondisi pemahaman (noetic). Sebab bagi para
penganutnya,
mistisisme
merupakan
suatu
kondisi
pemahaman dan pengetahuan, di mana dalam kondisi
tersebut tersingkaplah hakikat realitas yang baginya
merupakan ilham yang bersifat intuitif dan bukan
merupakan pengetahuan demonstratis.

Bertrand Russell.
Sejalan dengan James, Bertrand Russell setelah
menganalisa
kondisi-kondisi
mistisisme
kemudian
berkesimpulan, bahwa di antara yang membedakan antara
mistisisme dengan filsafat-filsafat yang lain adalah adanya
keyakinan atas intuisi (intuition) dan pemahaman batin
(insight) sebagai metode pengetahuan, kebalikan dari
pengetahuan rasional analitik.
3.
Pengetahuan Menurut Aliran Intuisionisme.
Henry Bergson (1859-1941), seorang filosof Perancis
modern
yang
beraliran
intuisionisme,
membagi pengetahuan menjadi dua macam, yakni :

Pengetahuan Mengenai (knowledge about).
Disebut dengan pengetahuan diskursif atau simbolis.
Pengetahuan diskursif diperoleh melalui simbol-simbol
yang mencoba menyatakan kepada kita “mengenai” sesuatu
dengan jalan berlaku sebagai terjemahan bagi sesuatu itu.
Oleh karenanya, ia tergantung kepada pemikiran dari sudut
pandang atau kerangka acuan tertentu yang dipakai dan
sebagai akibat maupun kerangka acuan yang digunakan itu.

Pengetahuan Tentang (knowledge of).
Disebut dengan pengetahuan langsung atau pengetahuan
intuitif karena diperoleh secara langsung. Pengetahuan
intuitif adalah merupakan pengetahuan yang nisbi ataupun
11
lewat perantara. Ia mengatasi sifat -lahiriah- pengetahuan
simbolis
yang pada
memberikan
dasarnya bersifat
pengetahuan
tentang
analitis
obyek
dan
secara
keseluruhan. Maka dari itu menurut Bergson, intuisi adalah
sesuatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan
seketika.
4.
Kritik dan Kelemahan Aliran Intuisionisme.
Intusionis mengklaim bahwa matematika berasal dan
berkembang di dalam pikiran manusia. Ketepatan dalil-dalil
matematika tidak terletak pada simbol-simbol di atas kertas, tetapi
terletak dalam akal pikiran manusia. Hukum-hukum matematika
tidak ditemukan melalui pengamatan terhadap alam, tetapi
Matematika ditemukan dalam pikiran manusia.
Keberatan terhadap aliran ini adalah bahwa pandangan
kaum
intuisionis
tidak memberikan
gambaran
yang jelas
bagaimana matematika sebagai pengetahuan intuitif bekerja dalam
pikiran. Konsep-konsep mental seperti cinta dan benci berbedabeda antara manusia yang satu dengan yang lain. Apakah realistis
bila menganggap bahwa manusia dapat berbagi pandangan intuitif
tentang matematika secara persis sama.
Apa yang diketahui secara intuitif bagi seseorang belum
tentu sama
bagi
orang
lain.
Artinya
cara
seseorang
mendapatkan pengetahuan yang pasti itu, tidak atau belum tentu
berlaku bagi orang lain.
Pengetahuan intuisi ini kebenarannya sulit diukur. Karena
berasal dari lapisan hati nurani seseorang yang terdalam. Benar
tidaknya sangat tergantung kepada keyakinan orang tersebut. Oleh
karenanya sulit diterangkan kepada orang lain. Orang lain
maksimum hanya bisa meniru perilakunya yang dianggap sesuai
dengan hati nuraninya sendiri. Pengetahuan ini tergolong
12
pengetahuan langsung. Tetapi tidak setiap orang mempunyai
pengalaman yang sama.
B. METODE ILMIAH
1.
Pengertian Metode Ilmiah.
Metode ilmiah merupakan gabungan dari dua aliran
pemikiran yaitu rasionalism dan empirism. Metode ilmiah
merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan
yang
disebut ilmu. Dalam metode ilmiah, pengetahuan diperoleh melalui
penelitian yang sistematis, objektif, terkontrol dan dapat diuji.
Metode ilmiah mengacu pada serangkaian prosedur untuk
menyelidiki fenomena, memperoleh pengetahuan baru, atau
memperbaiki dan mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya.
Untuk dapat disebut ilmiah, metode penyelidikan harus didasarkan
pada pengumpulan bukti empiris dan terukur dengan prinsipprinsip penalaran tertentu.
Kata
metode
berasal
dari
kata
Yunani
methodos,
sambungan kata depan meta (ialah menuju, melalui, mengikuti,
sesudah) dan kata benda hodos (ialah jalan, perialanan, cara, arah)
kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah,
hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak
menurut sistem aturan tertentu. Anton Bakker, 1984, hlm. 10)
Sebenarnya jumlah metode filsafat hampir sama banyaknya
dengan definisi dari para ahli dan filsuf sendiri. Karena metode ini
adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai
dengan corak pandangan filsuf itu sendiri.
Metode Ilmiah adalah proses keilmuan yang runut atau
sistematis dalam rangka memperoleh pengetahuan tertentu
berdasarkan bukti fisis. Dalam bahasa Inggris metode ilmiah
disebut sebagai scientific method. Dalam metode ilmiah lmuwan
atau peneliti melakukan pengamatan terhadap suatu masalah
13
tertentu serta membuat hipotesis mengenai hal tersebut. Hipotesis
yang telah dibuat akan dibuktikan dengan melakukan eksperimen
(lebih jauhnya akan dijelaskan dalam langkah-langkah metode
ilmiah).
Sedangkan pengertian metode ilmiah menurut para ahli
adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan,
pengesahan danpenjelasankebenaran(Almadk,1939).
2.
Pembagian Metode Ilmiah.
Menurut Soejono Soemargono (1983), Metode Ilmiah
secara garis besar ada dua macam,yaitu sebagai berikut:

Metode Ilmiah Yang Bersifat Umum
Metode Ilmiah Yang Bersifat Umum masih dapat dibagi
dua,yaitu metode analitiko-sintesis dan metode nono
deduksi.

Metode Penyelidikan Ilmiah
Metode Penyelidikan Ilmiah dibagi menjadi dua,yaitu
metode penyelidikan yang berbentuk daur atau metode
siklus empiris dan metode vertikal yang berbentuk garis
lempang atau metode linier.
Lantaran banyaknya metode ini, Runes dalam Dictionary of
Philosophy bagaimana dikutip oleh Anton Bakker menguraikan
sepanjang sejarah filsafat telah dikembangkan sejumlah metodemetode filsafat yang berbeda dengan cukup jelas. Yang paling
penting dapat disusun menurut garis historis sedikitnya ada 10
metode, yaitu sebagai berikut:

Metode Kritis
Plato dan Sokrates adalah filosof yang menggunakan dan
mengembangkan metode ini. Metode kritis bersifat analisa
istilah dan pendapat, kemudian disistematiskan dalam
hermeneutika yang menjelaskan keyakinan dan berbagai
14
pertentangannya.
Caranya
adalah
dengan
bertanya,
membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak
suatu keyakinan. Dengan begitu, akhirnya akan ditemukan
keyakinan yang terbaik di antaranya. Keyakinan atau
filsafat terbaik inilah yang dikatakan hakikat sesuatu yang
lebih baik.

Metode Filsafat Intuitif
Metode yang dikembangkan oleh Bergson dan Plotinus ini
sering dikatakan tidak bertumpu pada intelek dan
rasionalisasi manusia, tetapi tidak bersifat anti-intelektual.
Manusia terkadang harus mengambil jarak dan berjauhan
dengan logika, serta menyerahkan diri pada kemurnian
kenyataan dan keaslian fitrah manusia.
Bukan berarti pula bahwa logika harus dibungkam dan
rasio ditinggalkan. Tetapi metode ini mengajak kita berpikir
dalam semangat untuk bisa menganalisis suatu keyakinan
tanpa terjerat oleh rasio dan logika. Agak sulit untuk
dibayangkan
namun
akan
mengalir
ketika
dicoba
dilakukan.

Metode Skolastik
Metode ini berkembang pada Abad Pertengahan. Thomas
Aquinas (1225-1247) merupakan salah satu penganjurnya.
Pada masa Klasik, Aristoteles juga dikatakan sebagai
pengguna metode ini. Sesuai dengan namanya, metode
skolastik menunjukkan kaitan yang erat dengan metode
mengajar.
Seseorang
(biasanya
seorang
guru/senior)
akan
membacakan atau mengutarakan suatu pokok bahasan
filsafat. Kemudian pokok bahasan tersebut akan diberi
penafsiran dan komentar oleh filsuf lain. Agar topik
dipahami, semua istilah, ide dan kenyataan dirumuskan,
dibedakan dan diuji dari segala sisi.
15
Segala
pro
dan
kontra
kemudian
dihimpun
dan
dibandingkan. Melalui proses ini, yang disebut “lectio”
diharapkan tercapai suatu pemahaman baru yang lebih baik.
Namun, jika tidak berhasil, maka akan dilanjutkan ke tahap
“disputatio” atau perdebatan.

Metode Filsafat Matematis
Descartes menyebut metode ini dengan sebutan “metode
analistis”.
Menurut
Descartes
ada
keteraturan
dan
ketersusunan alami dalam kenyataan yang berhubungan
dengan pengertian manusia. Ketersusunan alam ini dapat
diungkapkan dengan cara penemuan (via inventionis).
Penemuan itu ditemukan dengan cara melakukan empiris
rasional, atau mencari hal nyata yang telah dialami oleh
seseorang. Metode ini mengintegrasikan segala kelebihan
logika, analisa geometris dan aljabar dan menghindari
kelemahannya.

Metode Empiris-Eksperimental
Para penganut empiris sangat dipengaruhi oleh sistem dan
metode Descartes, terutama dalam menekankan data
kesadaran dan pengalaman individual yang tidak dapat
diragukan lagi. Bagi mereka, pengalaman (empeiria) adalah
sumber pengetahuan yang lebih dipercaya ketimbang rasio.
David Hume (1711-1776) adalah
penyusun
filsafat
Empirisme ini dan menjadi antitesa terhadap Rasionalisme.
Perbedaan utama metode ini dari metode dekrates adalah
metode ini juga membutuhkan eksperimen yang ketat guna
mendapatkan bukti kebenaran empiris yang sejati.

Metode Transendental
Metode ini juga sering disebut dengan metode neoskolastik. Immanuel Kant (1724-1804) merupakan pelopor
metode ini. Pemikiran Kant merupakan titik-tolak periode
16
baru bagi filsafat Barat. Ia mendamaikan dua aliran yang
berseberangan: rasionalisme dan empirisme.
Dari satu sisi, ia mempertahankan objektivitas, univesalitas
dan keniscayaan suatu pengertian. Di sisi lain, ia juga
menerima
pendapat
bahwa
pengertian
berasal
dari
fenomena yang tidak dapat melampaui batas-batasnya.
Kant menempatkan kebenaran bukan pada konsep tunggal,
tetapi dalam pernyataan dan kesimpulan lengkap. Ia
membedakan dua jenis pengertian:
1. Pengertian analistis, yakni pengertian yang selalu
bersifat apriori, misalnya dalam ilmu pasti;
2. Pengertian sintesis, pengertian ini dibagi menjadi dua
yakni: aposteriori singular yang dasar kebenarannya
pengalaman subjektif seperti ungkapan “Saya merasa
panas”, dan apriori yang merupakan pengertian
universal dan pasti seperti ungkapan “Suhu udara hari
ini panasnya mencapai 34 derajat celcius”.
Intinya, metode ini menerima nilai objektif ilmu-ilmu
positif, sebab terbukti telah menghasilkan kemajuan hidup
sehari-hari. Ia juga menerima nilai subjektif agama dan
moral sebab memberikan kemajuan dan kebahagiaan.
Dengan catatan syarat paling minimal yang mutlak harus
dipenuhi
dalam
subjek
supaya
objektifitasnya
memungkinan. Seperti efek placebo obat yang sebetulnya
tidak dapat menyembuhkan, namun membuat seseorang
percaya ia akan sembuh karena telah meminumnya.
Di dalam pengertian dan penilaian metode ini terjadi
kesatuan antara subjek dan objek, kesatuan antara semua
bentuk. Hal ini menuntut adanya kesatuan kesadaran yang
disebut “transcendental unity of apperception”.
17

Metode Dialektis
Tokoh terkenal metode ini adalah Hegel, hingga terkadang
metode ini disebut dengan „Hegelian Method‟. Nama
lengkapnya adalah George Willhelm Friedrich Hegel
(1770-1831). Langkah awal metode ini ialah pengiyaan
dengan mengambil konsep atau pengertian yang lazim
diterima dan jelas.
Kemudian membuat suatu anti tesis atau bantahan dari
konsep atau pengertian yang lazim tersebut. Setelah itu
diambil kesimpulan dari keduanya dan dibentuklah suatu
sintesis dari keduanya. Pada akhirnya sintesis tersebut akan
menemui anti tesis lainnya, untuk kemudian disintesiskan
kembali untuk mendapatkan hahikat yang lebih baik lagi.

Metode Fenomenologis
Fenomena yang dimaksud disini bukanlah fenomena
alamiah yang dapat dicerap dengan observasi empiris
seperti fenomena alam. Fenomena disini merupakan makna
aslinya yang berasal dari bahasa Yunani: phainomai,
artinya adalah “yang terlihat”. Jadi fenomena adalah data
sejauh disadari dan sejauh masuk dalam pemahaman.
Metode fenomenologi dilakukan dengan melakukan tiga
reduksi (ephoc) terhadap objek, yaitu:
1. Mereduksi suatu objek formal dari berbagai hal
tambahan yang tidak substansial.
2. Mereduksi objek dengan menyisihkan unsur-unsur
subjektif seperti perasaan, keinginan dan pandangan.
Pencarian objek murni tersebut disebut dengan reduksi
eidetis.
3. Reduksi ketiga bukan lagi mengenai objek atau
fenomena,
tetapi
merupakan wende
zum
subjekt (mengarah ke subjek), dan mengenai terjadinya
18
penampakan diri sendiri. Dasar-dasar dalam kesadaran
yang membentuk suatu subjek disisihkan.
Intinya metode ini melihat sesuatu dengan objektif tanpa
melihat sisi subjektifnya seperti kepentingan, perasaan, atau
tekanan sosial. Bayangkan bagaimana rasa penasaran
seorang anak kecil yang belum mengerti apa-apa ketika
menemukan hal baru. Ia akan mengobservasinya dan
melakukan apapun untuk secara tidak sadar mempelajari
dan mengenalnya, termasuk meremas dan menendang
kucing liar yang ia temukan di halaman belakang rumah.
Metode ini dipopulerkan oleh Edmund Husserl (18591938).

Metode Filsafat Eksistensialisme
Tokoh-tokoh
terkemuka
Eksistensialisme
adalah
Heidegger, Sartre, Jaspers, Marcel dan Merleau-Point. Para
tokoh eksistensialis tidak menyetujui tekanan Husserl pada
sikap objektif. Bagi kalangan eksistensialis, subjektifitas
manusialah yang pertama-tama dianalisa.
Karena bisa jadi sebetulnya sesuatu yang dianggap “ada”
(exist) itu tidak dapat “mengada” tanpa ada konteks
pembentuk disekitarnya: perasaan manusia, interaktifitas
individu dalam suatu kelompok dan kepentingan tertentu.
Beberapa sifat eksistensialis ialah: subjektivitas individualis
yang unik, bukan objek dan bukan umum.
1. Keterbukaan
terhadap
manusia
dan
dunia
lain:
internasionalitas dan praksis bukan teori saja.
2. Pengalaman afektif dalam hubungan dengan dunia,
bukan observasi.
3. Kesejarahan dan kebebasan, bukan essensi yang tetap.
4. Segi tragis dan kegagalan.
19
Pada dasarnya dalam analisa eksistensi itu, de facto mereka
memakai fenomenologi yang otentik, dengan observasi dan
analisa teliti. Setiap ungkapan, baik awam maupun ilmiah,
berakar pada suatu pengalaman langsung yang bersifat prareflektif
dan
pra-ilmiah.
Melalui
analisa
ungkapan
pengalaman terbatas itulah, justru dapat ditemukan kembali
pengalaman yang lebih fundamental.

Metode Analitika Bahasa
Wittgenstein adalah tokoh dominan dalam metode ini. Ia
mempelajari filsafat dengan alasan yang kemungkinan
sama dengan kebanyakan orang. Ia penasaran dengan
filsafat yang begitu membingungkan. Setelah melakukan
penelitian, ia menemukan bahwa kebingungan ini banyak
disebabkan oleh bahasa filosofis yang rancu dan kacau.
Bagaimana seseorang bisa mengetahui benar salahnya suatu
pendapat, sebelum ia mampu memastikan bahwa bahasa
yang dipakai untuk menyampaikan pertanyaan, pernyataan
dan perbincangan itu adalah benar?
“Arti” bukanlah sesuatu yang berada “di belakang” bahasa;
tidak ada arti “pokok”. Arti kata tergantung dari
pemakaiannya, makna timbul dari penggunaan. Arti kata itu
seluruhnya tergantung dari permainan bahasa (language
games) yang sedang dimainkan.
Metode
ini
meneliti
dan
membedakan
permainan-
permainan bahasa itu untuk mendapatkan keyakinan yang
lebih baik. Juga menetapkan peraturan masing-masing
bahasa
agar
tidak
terjadi
kekeliruan
logis
dan
kesalahpahaman yang disebabkan oleh kerancuan makna
kata.
Dari sepuluh metode tersebut hanya beberapa metode yang khas
bagi filsafat yang dianggap paling penting dan berpengaruh sepanjang
20
sejarah filsafat. Metode yang khas itulah yang dibahas oleh Anton Bakker
dalam bukunya. Metode Metode Filsafat yakni metode kritis (Socrates,
Plato),
metode
intuitif (Plotinus, Henri
Bergson), metode skolastik (Thomas Aquinas), metode geometris (Rene
Descartes),
metode
transendental
eksperimentil
(Immmanuel
(David
Kant,
Hume),
metode
Neo-Skolastik),
kritismetode
dialektis (Hegel), metode fenome-nologis (Husserl, Eksistensialisme), dan
metode analitis bahas (Ludwig Wittgenstein). Sedangkan metode neopositivistis tidak diuraikannya karena sebenarnya bukanlah metode yang
khas filsafat, tetapi hanya metode-metode ilmu eksakta sendiri, dan
metode linguistik.
Penjelasan secara singkat metode-metode filsafat yang khas adalah
sebagai berikut:

Metode Kritis dari Plato dan Socrates
Metode
ini
bersifat
praktis
dan
dijalankan
dalam
percakapan-percakapan. Socrates tidak menyelidiki faktafakta, melainkan ia menganalisis berbagai pendapat atau
aturan-aturan yang dikemukakan orang. Setiap orang
mempunyai pendapat tertentu. Misalnya seorang negarawan
mempunyai pendapat tertentu mengenai keahliannya,
kepada mereka dan kepada warga negara Athena lainnya,
Socrates mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai
pekerjaan mereka dan soal-soal praktis dalam hidup
seorang
manusia.
Socrates
selalu
mulai
dengan
menganggap jawaban pertama sebagai suatu hipotesis dan
dengan
pertanyaan
lebih
lanjut
ia
menarik
segala
konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban tersebut.
Jika ternyata hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan,
karena membawa konsekuensi yang mustahil, maka
hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain. Hipotesis kedua
21
ini diselidiki dengan pertanyaan lain dari pihak Socrates
dan seterusnya begitu.
Metode Socrates tersebut biasanya disebut
dialektika
karena dialog atau wawancara mempunyai peranan hakiki
di dalamnya. Dalam suatu kutipan yang terkenal dari dialog
Theaitetos, Socrates sendiri mengusulkan nama lain untuk
menunjukkan metodenya, yaitu maieutike tekhne (seni
kebidanan). Seperti ibunya adalah scorang bidan, tetapi
Socrates tidak menolong badan bersalin, melainkan
Socrates membidani jiwa-jiwa. Socrates sendiri tidak
menyampaikan pengetahuan, tetapi dengan pertanyaan ia
membidani pengetahuan yang terdapat dalam jiwa orang
lain. Dengan pertanyaan lebih lanjut ia menguji nilai
pikiran yang sudah dilahirkan. Dengan cara dialog tersebut
Socrates
menemukan
suatu
maksudnya berdasarkan
mengenai masalah-masalah
cara
berpikir
beberapa
khusus
induksi,
pengetahuan
memperoleh
kesimpulan pengetahuan yang bersifat umum. (Sudarsono,
1993, hlm. 88-90).

Metode tutuisi Dikembangkan oleh Platinus dan Henri
Bergsun
Guna menyelami hakikat segala kenyataan diperlukan
intuisi yaitu suatu tenaga rohani, kecakapan yang dapat
melepaskan diri dari akal, kecakapan untuk menyimpulkan
serta meninjau dengan sadar. Intuisi adalah naluri yang
telah mendapatkan kesadaran diri, yang telah diciptakan
untuk memikirkan sasaran serta memperluas sasaran itu
menurut kehendak sendiri tanpa batas. Intuisi adalah suatu
bentuk pemikiran yang
berbeda
dengan
pemikiran
akal, sebab pemikiran intuisi bersifat dinamis. Fungsi
intuisi ialah untuk mengenalkan hakikat
pribadinya
atau 'aku' dengan lebih murmi dan untuk mengenal
22
hakikat seluruh kenyataan. Hakikat yang sebenamya, baik
dari „aku‟ maupun dari „seluruh kenyataan‟ oleh intuisi
dilihat sebagai „kelangsungan murni‟ atau „masa murni‟,
yang keadaannya berbeda sekali dengan 'waktu' yang
dikenal akal.
Akal, jika ingin mengerti keadaan suatu kenyataan,
kenyataan
itu dianalisis,
unsur. Unsur
yang
satu
dibongkar
dibedakan
dalam
banyak
dengan
yang
lain, dipisahkan dari yang lain, dan ditempatkan yang satu
di samping yang lain serta sesudah yang lain, artinya akal
memikirkan kembali unsur-unsur itu dalam ruang dan
waktu. Kerja akal yang demikian itu oleh Bergson disebut
kerja yang sinematografis.
Prinsip metode Plotinus adalah harmoni, maksudnya pulkan
banyak bahan dari beberapa filsuf lain kemudian dibandingbandingkan dan ditimbang-timbang kembali sehingga dapat
diberi tafsiran baru. Selanjutnya ia cari kebenaran dengan
jalan yang sangat rumit (kompleks).

Metode skolastik dengan Tokoh yang Terkenal ialah
Aristoteles dan Thomas Aquinas
Metode skolastik sering disebut sintetis deduktif. Sering
nama metode skolastik dipakai untuk menguraikan metode
mengajar, seperti terjadi di sekolah dan universitas; bukan
hanya dalam filsafat, melainkan dalam
semua
ilmu,
seperti hukum, kedokteran, ilmu pasti, dan artes. Namun itu
belum cukup. Kalau dicari metode filsafat Thomas
Aquinas, pertama-tama harus diteliti cara berpikir, cara
menguraikan dan membuktikan ajarannya.
Filsafat Thomas Aquinas dihubungkan erat sekali dengan
teologi. Sekalipun demikian pada dasarnya
filsafatnya
dapat dipandang sebagai suatu filsafat kodrati yang murni.

Metode Geometris dan Metode Empiris
23
Rene Descartes menjadi tokoh pencetus metode geometris
dan metode empiris didukung oleh Hobbes, Locke,
Berkeley, dan Hume. Kedua motode tersebut memiliki
tempat
tersendiri
dalam
upaya pencarian
nilai-nilai
kefilsafatan secara radikal dan hakiki.
Rene Descartes berpendapat bahwa ada ketersusunan alami
dalam kenyataan yang ada hubungannya dengan pengertian
manusia. Di samping itu, ia berusaha keras untuk
menemukan
yang
benar. Adapun
yang
harus dipandang sebagai yang benar adalah apa yang jelas
dan terang (clear and disticily).
Berbeda halnya dengan metode empirisme yang diolah
Hobbes, Locke, Berkeley, dan Hume. Thomas
Hobbes
telah menyusun suatu sistem yang lengkap, ia berpangkal
kepada
empirisme
secara
konsekuen.
Sekalipun
ia
berpangkal pada dasar-dasar empins, namun ia menerima
juga metode yang dipakai dalam ilmu alam yang bersifat
matematis. Ia telah mempersatukan empirisme dengan
rasionalisme dalam bentuk suatu filsalat materialistis yang
konsekuen pada zaman modern. Baginya filsafat adalah
suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab filsafat
adalah ilmu pengetahuan tentang efek atau akibat, atau
tentang penampakan-penampakan yang sedemikian seperti
yang kita peroleh dengan merasionalisasikan pengetahuan
yang semula kita miliki dari penyebab atau asal usul yang
sedemikian seperti yang dapat dimiliki dari mengetahui
terlebih dahulu akibat-akibatnya Sasaran filsafat adalah
fakta-fakta yang diamati, sedang maksudnya adalah
mencari sebab-sebabnya. Adapun peralatannya adalah
pengertian-pengertian
yang
diungkapkan
dalam
pengamatan disajikan fakta fakta yang dikenal dalam
bentuk pengertian-pengertian yang ada di dalam kesadaran
24
kita. Sasaran ini dihasilkan dengan perantaraan pengertianpengertian: ruang, waktu, bilangan dan gerak, yang diamati
pada benda-benda yang bergerak. Menurut Hobbes tidak
semua yang diamati pada benda-benda
itu
adalah
nyata. Yang benar-benar nyata adalah gerak dari bagianbagian kecil benda-benda itu. Segala gejala pada benda
yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya yang ada
pada si pengamat saja. (Sudarsono, 1993, hlm. 91-95) .

Metode Transendental: Kant, Neo-Skolastik
Aliran rasionalisme dan empirisme akhirnya diatasi oleh
filsafat immanuel Kant. Filsafatnya terutama ditekankan
kepada aktivitas pengertian dan penilaian manusia. Jadi,
dalam hal ini tidak menurut aspek atau segi kejiwaan
sebagaimana dalam empirisme, akan tetapi sebagai analisis
kritis.
Menurut Kant, pemikiran telah mencapai arahnya yang
pasti di dalam ilmu pengetahuan alam, seperti yang telah
disusun oleh Newton. Ilmu pengetahuan alam itu telah
mengajar kita, bahwa perlu sekali terlebih dahulu secara
kritis menilai pengenalan atau tindakan mengenal itu
sendiri.

Metode Dialektis: Hegel, Karl Marx
Jalan untuk memahami kenyataan bagi Hegel adalah
mengikuti gerakan pikiran atau konsep. Asal saja mulai
berpikir secara benar, ia akan dibawa oleh dinamika pikiran
itu
sendiri,
dan
akan
dapat
memahami
seluruh
perkembangan sejarah pula. Struktur di dalan pikiran
adalah sama dengan proses genetis dalam kenyataan, maka
metode dan teori atau sistem tidak dapat dipisahkan.
Karena mengikuti dinamika di dalam pikiran dan kenyataan
itu, maka metode Hegel disebut metode dialektis. Dialektis
itu diungkapkan sebagai tiga langkah, yaitu dua pengertian
25
yang bertentangan, kemudian didamaikan (tesis-antitesissintesis).

Metode Fenomenologi: Husserl
Kata
fenomenologi
berasal
dan
bahasa
Yunani fenomenon yang berarti sesuatu yang tampak atau
gejala.
Fenomenologi
adalah
suatu
aliran
yang
membicarakan tentang segala sesuatu yang menampakkan
diri, atau suatu aliran yang membicarakan tentang gejala.
Pada prinsipnya dengan metode fenomenologi yang
dibangun oleh Husserl ingin mencapai "hakikat segala
sesuatu", maksudnya agar mencapai "pengartian yang
sebenamya" atau "hal yang sebenamya" yang menerobos
semua gejala yang tampak. Usaha untuk mencapai hakikat
segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan. Husserl
mengemukakan tiga macam reduksi berikut ini:
1)
Reduksi
fenomenologis,
kita
harus
menyaring
pengalaman-pengalaman kita, dengan maksud supaya
mendapatkan fenomena dalam wujud yang semurni
muminya.
2)
Reduksi eidetis, penyaringan atau penempatan dalam
tanda kurung segala hal yang bukan eidos atau inti sari atau
hakikat gejala atau fenomenon. Jadi hasil reduksi kedua
ialah "penilikan hakikat''.
Di
sini
melihat
hakikat
sesuatu. inilah pengertian yang sejati.
3)
Reduksi transendental, yang harus ditempatkan di
antara tanda kurung dahulu ialah eksistensi dan segala
sesuatu yang tiada hubungan timbal balik dengan kesadaran
mumi, supaya dari objek itu akhirnya orang sampai kepada
apa yang ada pada subjek sendiri.

Metode Analitika Bahasa: Wettgenstein
Metode ini dapat dinilai cukup netral sebab sama sekali
tidak mengendalikan salah satu filsafat. Keistimewaannya
26
dalam metode ini ialah semua kesimpulan dan hasilnya
senantiasa didasarkan kepada
penelitian
bahasa
yang
logis. (Sudarsono, 1993, hlm. 96-102).
3.
Tujuan Metode Ilmiah.
Melakukan Metode Ilmiah tentu saja memiliki tujuan
tertentu, beberapa tujuan seorang peneliti melakukan metode itu
adalah sebagai berikut:
1) Untuk Meningkatkan Keterampilan
Tujuan pertama dari metode ilmiah adalah meningkatkan
kemampuan
atau
keterampilan
dari
peneliti
atau
penulisnya. Keterampilan itu dapat meliputi keterampilan
menulis, menyusun, mengambil keputusan, kesimpulan,
analisis,
hingga
menerapkan
prinsip
ilmiah
secara
sistematis.
2) Untuk Mengorganisasikan Fakta
Penelitian ilmiah sarat akan fakta-fakta. Agar dapat menjadi
kesimpulan dan teori yang valid fakta-fakta tersebut mesti
diorganisasi
atau
diatur
dan
dikembangkan
untuk
membuktikan hipotesis yang telah dibuat di awal sehingga
membuktikan suatu teori, menguji atau membuat teori
baru.
3) Untuk Membuktikan Kebenaran Ilmiah
Metode ilmiah dilakukan untuk membuktikan kebenaran
ilmiah suatu masalah. Pembuktian itu harus melalui
pertimbangan-pertimbangan logis dan pengamatan yang
jelas. Misalnya saja dalam membuktikan pertumbuhan
tanaman yang dipengaruhi cahaya matahari, maka perlu
dilakukan metode ilmiah untuk mendapatkan kebenaran
ilmiahnya.
4) Mencari Ilmu Pengetahuan
27
Metode ilmiah juga bertujuan untuk mencari atau
merumuskan
ilmu
pengetahuan
yang
dimulai
dari
penentuan masalah, pengumpulan data terkait yang relevan,
melakukan analisis data dan interprestasi dari data dan
temuan. Setelah semua proses itu dijalani barulah ditarik
kesimpulan dengan pertimbangan-pertimbangan yang ada.
5) Mendapatkan Pengetahuan Yang Teruji
Tujuan akhir dari metode ilmiah adalah mendapatkan hasil
yang rasional dan teruji dari sebuah masalah sehingga dapat
menambah pengetahuan peneliti dan orang lain.
4.
Langkah-Langkah Metode Ilmiah.
Dalam menjalani metode ilmiah harus dipenuhi langkahlangkah tertentu. Metode ilmiah adalah suatu yang sistematis
sehingga langkah-langkahnya tidak boleh dibalik, harus sesuai
urutannya.
Alur berpikir dalam metode ilmiah didasarkan pada
beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan
ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logicohypotesico-verifikasi ini pada dasarnya memiliki langkah-langkah
sebagai berikut (Jujun S. Suriasumantri, 2003) :
1) Perumusan Masalah
Metode ilmiah dimulai dari perumusan masalah. Masalah
inilah yang akan diteliti dan dicari solusinya. Rumusan
masalah berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai objek
yang diteliti yang memiliki batas yang jelas serta dapat
diketahui faktor-faktor terkaitnya.
2) Penyusunan Kerangka Penelitian
Sebelum menentukan hipotesis sebaiknya setiap peneliti
menyusun kerangka penelitian seperti diagram alir atau
diagram tulang ikan. Dengan adanya kerangka ini
diharapkan peneliti dapat berpikir secara sistematis dan
28
dapat memilah-milah masalah. Selain itu, argumentasiargumentasi yang menjelaskan berkaitan dengan masalah
disusun secara rasional dan sistematis.
3) Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara mengenai pertanyaanpertanyaan yang diajukan pada rumusan masalah. Hipotesis
merupakan kesimpulan kerangka berpikir yang telah
dikembangkan.
4) Eksperimen atau Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang telah dibuat sebelumnya perlu diuji dengan
melakukan penelitian untuk membuktikan teori yang telah
dibuat. Dalam pengujian hipotesis fakta-fakta dikumpulkan
dan dipilah mana yang bersinggungan dengan rumusan
masalah dan mendukung hipotesis.
5) Penarikan Kesimpulan
Setelah melakukan eksperimen dan mendapatkan faktafakta atau data yang mendukung selanjutnya adalah
menarik kesimpulan apakah hipotesis yang diajukan di
awal itu diterima atau ditolak. Jika fakta atau data yang
ditemukan mendukung hipotesis maka hipotesis itu dapat
diterima. Namun, jika sebaliknya, maka hipotesis tersebut
ditolak.
Apa yang perlu dilakukan jika hipotesis ditolak?Tidak perlu
sampai memanipulasi data namun cukup dengan mencari
alasan atau penjelasan yang rasional mengapa hipotesis
tersebut tertolak.
5.
Unsur-Unsur dalam Metode Ilmiah.
Sebagaimana yang ditulis dalam laman mengenai metode
ilmiah di Wikipedia, terdapat beberapa unsur dalam metode ilmiah,
unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1) Karakterisasi
29
Karakterisasi terdiri dari pengamatan dan pengukuran
terhadap objek yang diteliti. Hasil dari karakterisasi ini
adalah data-data atau fakta yang dapat digunakan untuk
menyusun dan membuktikan hipotesis.
2) Hipotesis
Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, hipotesis adalah
penjelasan teoritis yang merupakan dugaan atas hasil
pengamatan dan pengukuran. Hipotesis perlu dibuktikan
dengan eksperimen.
3) Prediksi
Prediksi merupakan deduksi logis dari hipotesis yang telah
ditentukan di awal.
4) Eksperimen
Eksperimen adalah kegiatan pengujian dari semua unsur
sebelumnya, berupa penelitian atau observasi dari masalah
yang ada.
6.
Penulisan Ilmiah.
Metode ilmiah sangat berkaitan dengan penulisan ilmiah.
Jika metode ilmiah adalah jalan untuk menemukan suatu
pengetahuan maka penulisan ilmiah adalah metode untuk
melaporkan penemuan itu agar dapat dibaca dan diketahui banyak
orang.
Penulisan ilmiah disusun oleh langkah-langkah tertentu
sebagai berikut:
1) Pemilihan Masalah
Metode ilmiah ataupun penulisan ilmiah berawal dari
penentuan masalah yang akan dikaji. Masalah tersebut
harus dapat digali dari sumber empiris dan teoritis. Dapat
ditentukan
latar
belakangnya,
tujuan
dan
manfaat
pengkajiannya dalam sebuah pendahuluan. Agar masalah
30
yang diangkat dapat digali dengan baik maka harus diiringi
dengan studi literatur yang relevan.
2) Rumusan Masalah
Setelah menentukan masalah maka selanjutnya adalah
memformulasikan
masalah
tersebut
dalam
rumusan
masalah yang ditulis dan disusun dalam bentuk pertanyaan.
Rumusan masalah inilah yang akan dijawab nantinya.
3) Pengajuan Hipotesis
Hipotesis yang akan dibuat harus relevan dengan rumusan
masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Hipotesis digali
dari kajian pustaka dengan referensi-referensi terkait, tidak
bisa asal tebak saja.
4) Metodologi atau Pendekatan Penelitian
Dalam penulisan ilmiah harus disampaikan metode atau
metodologi yang digunakan dalam penelitiannya. Di
samping itu juga harus jelas pendekatan apa yang dipakai
dalam merancang penelitian agar hasilnya dapat diklaim
valid dan terukur.
5) Menyusun Instrumen Penelitian
Setelah menentukan metode atau pendekatan yang diambil
maka selanjutnya peneliti diharuskan merancang instrumen
yang akan digunakan dalam penelitian tersebut. Misalnya
alat dan bahan yang dibutuhkan. Hal ini harus jelas agar
dapat
melakukan
pengumpulan
data
dengan
baik.
Instrumen yang tepat dan layak akan menentukan dapat
mengukur variabel penelitian. Instrumen ini dijelaskan
dalam tulisan ilmiah yang dibuat.
6) Mengumpulkan dan Menganalisis Data
Eksperimen dilakukan untuk mengumpulkan data yang
dibutuhkan dalam menguji hipotesis. Dengan bantuan
instrumen tadi, data-data yang diperoleh kemudian di
31
analisis dengan metode statistik yang relevan dengan tujuan
penelitian atau pengujian secara kualitatif.
7) Menuliskan Kesimpulan
Proses terakhir dalam penulisan ilmiah adalah menarik
kesimpulan dari data yang telah analisis dan mencocokkan
kesimpulannya dengan hipotesis yang telah dibuat. Lewat
kesimpulan inilah akan ditemukan jawaban dari masalah
dan
kebenaran
dari
hipotesi
yang
telah
diajukan
sebelumnya.
C. HIPOTESIS
1.
Pengertian Hipotesis
Hipotesa berasal dari penggalan kata “hypo” yang artinya
„dibawah” dan “thesa” yang artinya “kebenaran”. Jadi hipotesa
kemudian cara menulisnya disesuaikan dengan ejaan Bahasa
Indonesia menjadi hipotesa dan berkembang menjadi Hipotesa.
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu masalah.
Jawaban tersebut masih perlu diuji kebenarannya. Seorang peneliti
pasti akan mengamati sesuatu gejala, peristiwa, atau masalah yang
menjadi focus perhatiannya. Sebelum mendapatkan fakta yang
benar, mereka akan membuat dugaan tentang gejala, peristiwa,
atau masalah yang menjadi titik perhatiannya tersebut.
Hipotesis ditarik dari serangkaian fakta yang muncul
sehubungan dengan masalah yang diteliti. Dari fakta dirumuskan
hubungan antara satu dengan yang lain dan membentuk suatu
konsep yang merupakan abstraksi dari hubungan antara berbagai
fakta. Hipotesi sangat penting bagi suatu penelitian karena
hipotesis ini makan penelitian diarahkan. Hipotesis dapat
membimbing dan mengarahkan dalam pengumpulan data.
32
2.
Fungsi Hipotesis
Fungsi atau kegunaan hipotesis yang disusun dalam suatu
rencana penelitian, setidaknya ada empat yaitu:
1) Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang
gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan
dalam suatu bidang.
Untuk dapat sampai pada pengetahuan yang dapat dipercaya
mengenai masalah pendidikan, peneliti harus melangkah lebih
jauh dari pada sekedar mengumpukan fakta yang berserakan,
untuk mencari generalisasi dan antar hubungan yang ada
diantara fakta-fakta tersebut. Antar hubungan dan generalisasi
ini akan memberikan gambaran pola, yang penting untuk
memahami persoalan. Pola semacam ini tidaklah menjadi jelas
selama pengumpulan data dilakukan tanpa arah. Hipotesis yang
telah terencana dengan baik akan memberikan arah dan
mengemukakan penjelasan. Karena hipotesis tersebut dapat
diuji
dan
divalidasi
(pengujian
kesahiannya)
melalui
penyelidikan ilmiah, maka hipotesis dapat mebantu kita untuk
memperluas pengetahuan.
2) Hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan yang
langsung dapat diuji dalam penelitian.
Pertanyaan tidak dapat diuji secara langsung. Penelitian
memang dimulai dengan suatu pertanyaan, akan tetapi hanya
hubungan antara variabel yang akan dapat duji. Misalnya,
peneliti tidak akan menguji pertanyaan apakah komentar guru
terhadap pekerjaan murid menyebabkan peningkatan hasil
belajar murid secara nyata“? akan tetapi peneliti menguji
hipotesis yang tersirat dalam pertanyaan tersebut “komentar
guru
terhadap
hasil
pekerjaan
murid,
menyebabkan
meningkatnya hasil belajar murid secara nyata“ atau
yang
lebih spesifik lagi “skor hasil belajar siswa yang menerima
komentar guru atas pekerjaan mereka sebelumnya akan lebih
tinggi dari pada skor siswa yang tidak menerima komentar guru
33
atas pekerjaan mereka sebelumnya“. Selanjutnya peneliti, dapat
melanjutkan penelitiannya dengan meneliti hubngan antara
kedua vatiabel tersebut, yaitu komentar guru dan prestasi siswa.
3) Hipotesis memberikan arah kepada penelitian.
4) Hipotesis merupakan tujuan khusus.
Dengan demikian hipotesis juga menentukan sifat-sifat data
yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut. Secara
sangat sederhana, hipotesis menunjukkan kepada para peneliti
apa yang harus dilakukan. Fakta yang harus dipilih dan diamati
adalah fakta yang adahubungann nya dengan pertanyaan
tertentu. Hipotesislah yang mentukan relevansi fakta-fakta itu.
Hipotesis ini dapat memberikan dasar dalam pemilihan sampel
serta prosedur penelitian yang harus dipakai. Hipotesis juga
dapat menunjukkan analisis satatistik yang diperlukan dan
hubungannya yang harus menunjukkan analisis statistik yang
diperlukan agar ruang lingkup studi tersebut tetap terbatas,
dengan mencegahnya menjadi terlalu sarat.
Sebagi contoh, lihatlah kembali hipotesis tentang, latihan pra
sekolah bagi anak-anak kelas satu yang mengalami hambatan
kultural. Hipotesi ini menunjukkan metode penelitian yang
diperlukan serta sampel yang harus digunakan. Hipotesis
inipun bahkan menuntun peneliti kepada tes statistik yang
mungkin diperlukan untuk menganalisis data. Dari pernyataan
hipotesis itu, jelas bahwa peneliti harus melakukan eksperimen
yang membandingkan hasil eblajr dikelas satu dari sampel
siswa yang mengalami hambatan kultural dan telah mengalami
program pra sekolah dengan sekelompok anak serupa yang
tidak mengalami progaram pra sekolah. Setiap perbedaan hasil
belajar rata-rat kedua kelompok tersebut dapat dianalaisis
denga tes atai teknik analis variansi, agar dapat diketahui
signifikansinya menurut statistik.
34
5) Hipotesis
memberikan
kerangka
untuk
melaporkan
kesimpulan penyelidikan.
Akan sangat memudahkan peneliti jika mengambil setiap
hipotesis secara terpisah dan menyatakan kesimpulan yang
relevan dengan hipotesis tersebut. Artinya, peneliti dapat
menyusun bagian laporan tertulis ini diseputar jawabanjawaban terhadap hipotesis semula, sehingga membuat
penyajian ini lebih berarti dan mudah dibaca.
3.
Ciri Hipotesis Yang Baik
Sebuah hipotesis atau dugaan sementara yang baik
hendaknya
mengandung
beberapa
hal.
Hal-hal
tersebut
diantaranya:
1) Hipotesis harus mempunyai daya penjelas
2) Hipotesis harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada di
antara variabel-variabel-variabel.
3) Hipotesis harus dapat diuji
4) Hipotesis hendaknya konsistesis dengan pengetahuan yang
sudah ada.
5) Hipotesis hendaknya dinyatakan sesederhana dan seringkas
mungkin.
4.
Jenis Hipotesis
1) Hipotesis Nol (Ho)
Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan tidak
adanya hubungan antara variabel independen (X) dan
variabel dependen (Y). Artinya, dalam rumusan hipotesis,
yang
diuji
adalah
ketidakbenaran
variabel
(X)
mempengaruhi (Y).
Contoh: “tidak ada hubungan antara warna baju
dengan kecerdasan mahasiswa”.
35
2) Hipotesis Kerja (H1)
Hipotesis Kerja (H1) adalah hipotesis yang menyatakan
adanya hubungan antara variabel independen (X) dan
variabel dependen (Y) yang diteliti. Hasil perhitungan H1
tersebut, akan digunakan sebagai dasar pencarian data
penelitian.
5.
Pengujian Hipotesis
Suatu hipotesis harus dapat diuji berdasarkan data empiris,
yakni berdasarkan apa yang dapat diamati dan dapat diukur. Untuk
itu peneliti harus mencari situasi empiris yang memberi data yang
diperlukan. Setelah kita mengumpulkan data, selanjutnya kita
harus menyimpulkan hipotesis , apakah harus menerima atau
menolak hipotesis. Ada bahayanya seorang peneliti cenderung
untuk menerima atau membenarkan hipotesisnya, karena ia
dipengaruhi bias atau perasangka. Dengan menggunakan data
kuantitatif yang diolah menurut ketentuan statistik dapat ditiadakan
bias itu sedapat mungkin, jadi seorang peneliti harus jujur, jangan
memanipulasi data, dan harus menjunjung tinggi penelitian sebagai
usaha untuk mencari kebenaran.
36
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Intuisionisme adalah gerak hati, bisikan hati, atau kemampuan
memahami sesuatu tanpa harus difikirkan, yang secara terminologi
diartikan secara sebagai aliran atau paham dalam filsafat dalam
memperoleh pengetahuan dengan mengutamakan intuisi atau gerak hati
atau bisikan hati. Secara Epistemology, pengetahuan intuitif berasal dari
intuisi yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung, tidak
mengenai objek lahir melainkan mengenai kebenaran dan hakikat suatu
objek.
Tokoh
aliran
intuisionisme
Henry
Bergson
(1859-1941)
mengatakan bahwa intuisi merupakan suatu sarana untuk mengetahui
secara langsung dan seketika. Unsur utama bagi pengetahuan adalah
kemungkinan adanya suatu bentuk penghayatan langsung (intuitif), di
samping pengalaman oleh indera. Setidaknya, dalam beberapa hal.
intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi, kendati
diakui bahwa pengetahuan yang sempurna adalah yang diperoleh melalui
intuisi.
Metode ilmiah adalah prosedur dalam mendapatkan pengetahuan
melalui penggunaan metode ilmiah. Hasilnya disebut pengetahuan
ilmiah. Metode ilmiah adalah pengkajian dari peraturan-peraturan yang
terdapat dalam metode ilmiah dalam langkah-langkahnya yaitu
pengenalan masalah, penyusunan hipotesis, pengumpulan data, analisis
dan penyimpulan. Dan bisa menggunakan dua pendekatan yaitu
pendekatan dialektika dan pendekatan induktif-deduktif.
Metode ilmiah adalah menentukan filsafat yang berfungsi sebagai
dasar acuan ilmiah yang harus selalu konsisten dengan ilmu alamiah.
Seorang ilmuwan juga harus menemukan jawaban atas pertanyaan yang
berhubungan dengan alam semesta dari hal tersebut sangat di butuhkan
37
metode ilmiah dalam memecahkan suatu permasalahan yang berkaitan
tentang hukum-hukum alam semesta (ilmu alamiah), sehingga dapat di
jadikan suatu pemikiran yang memiliki nilai ilmiah yang baik dalam segi
lain dalam pikiran atau pandangan manusia.
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu masalah.
Jawaban tersebut masih perlu diuji kebenarannya. Hipotesis memberikan
penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan
pengetahuan dalam suatu bidang, memberikan suatu pernyataan
hubungan yang langsung dapat diuji dalam penelitian, memberikan arah
kepada penelitian,menentukan sifat-sifat data yang diperlukan untuk
menguji pernyataan, serta memberikan kerangka untuk melaporkan
kesimpulan penyelidikan. Sebuah hipotesis haruslah memiliki data yang
jelas, dapat di uji, menyatakan hubungan antar variabel, konsisten, dan
dinyatakan sesederhana mungkin. Sehingga dapat menjunjung tinggi
penelitian sebagai usaha mencari kebenaran.
38
DAFTAR PUSTAKA
Utami, Rifani Arliana. (2020). Filsafat dan Logika.[Internet]. Diakses pada 6
Oktober 2020 pukul 09.32 WIB, dari https :// www .academia.edu/
34750239/ Filsafat_ dan_logika_Copy
Amin, Muhammad Behrul. (2019, Juni). Metode Ilmiah dan Ilmu
Alamiah.[Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.57 WIB, dari
https://www.researchgate.net/publication/334093873_METODE_ILMIAH_
DAN_ILMU_ALAMIAH_1
Sidqi, Ahmad.(2014). Pentingkah (Ber) Filsafat ?. [Internet]. Diakses pada 6
Oktober 2020 pukul 09.33 WIB, dari
https://www.academia.edu/2612032/Peting_kah_Berfilsafat
Tanu , Arisha Yonna.(2018, Juli). Apa yang Dimaksud dengan Filsafat
Intusionisme ?. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.37 WIB,
dari https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-filsafatintuisionisme/116348
Tajudin, Saleh dan Abdullah.(2018, Juli).Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu.
[Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.41 WIB, dari
http://repositori.uinalauddin.ac.id/11781/1/KUMPULAN%20MAKALAH%20FILSAFAT.pdf
Muniron, Muhammad.(2010). Mengkritisi Posisi Filosofis Ikhwan As-Shafa’.
[Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.39 WIB, dari
http://repository.iainkediri.ac.id/18/7/05.%20Bagian%20Kelima.pdf
Amin, Muhammad.(2019). Metode Ilmiah (Filsafat Ilmu). [Internet]. Diakses
pada 6 Oktober 2020 pukul 09.52 WIB, dari
https://www.academia.edu/30237560/Metode_Ilmiah_Filsafat_Ilmu_
Yesi, dkk. (2015, Mei). Filsafat Ilmu Metode Ilmiah. [Internet]. Diakses pada 6
Oktober 2020 pukul 09.53 WIB, dari
http://yesiyesonk.blogspot.com/2015/05/filsafat-ilmu-metode-ilmiah.html
39
Swantara, I Made Dira. (2015). Filsafat Ilmu. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober
2020 pukul 09.56 WIB, dari
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/959b1b3ab5867b15c
36c2b061269bc5b.pdf
Watloy A. (2020, Maret). Teori dan Metode Keilmuwan. [Internet]. Diakses pada
6 Oktober 2020 pukul 09.55 WIB, dari
https://kuliah.unpatti.ac.id/mod/page/view.php?id=14
Thabroni, Gamal. (2019, September). Metode Filsafat – 10 Contoh dan
Penjelasan Lengkap. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 10.02
WIB, dari https://serupa.id/metode-filsafat-10-contoh-penjelasan-lengkap/
Yustini, Lusi. (2016, Oktober). Metode Filsafat. [Internet]. Diakses pada 6
Oktober 2020 pukul 10.08 WIB, dari
http://lusiyustini.blogspot.com/2016/10/metode-filsafat.html?m=1
Hendryadi. (2012, April). Metode Ilmiah. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020
pukul 10.15 WIB, dari
https://teorionline.wordpress.com/2012/04/09/metode-ilmiah/
40
Download