MAKALAH FILSAFAT DAN LOGIKA Intusionisme, Metode Ilmiah, dan Hipotesis sebagai Aliran Filsafat Disusun oleh : 1. Adinda Satriavi Utami 2. Adzkiya Safitri 3. Auri Willyaldo 4. Azzahra Fatrica Madesya 5. Dika Ramadhani 6. Ghifari Septian Akbar 7. Khoirun Nisa Rosari 8. Melinda Sesilia 9. Muhammad Yusuf Abdillah 10. Nur Indah Sari 11. Purnawati 12. Rachmi Saskia Husnika Putri 13. Raisa Handra 14. Rizqa Fitri Damaiasa 15. Ullya Fitri Samsuri 16. Zulfa Khairunnisa NIM : 10011282025079 NIM : 10011182025019 NIM : 10011182025013 NIM :10011282025093 NIM : 10011182025024 NIM : 10011382025162 NIM : 10011382025168 NIM : 10011282025072 NIM : 10011382025164 NIM : 10011182025015 NIM : 10011182025012 NIM : 10011382025167 NIM : 10011282025075 NIM : 10011182025014 NIM : 10011282025080 NIM : 10011182025022 Dosen Mata Kuliah : DR. Laila Hanum, M.Si PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2020 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan kali ini, kami selaku penulis membuat makalah ini dengan mengangkat judul “Intuisionisme, Metode, Ilmiah dan Hipotesis dalam Filsafat”. Dalam pembuatan makalah ini, tentu tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pengampu, yakni Ibu DR. Laila Hanum, M.Si., yang telah membimbing penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini yang Namanya tidak bisa disebutkan satu per satu. Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat dan Logika. Selain itu, kami selaku penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan pada bidang yang terkait. Tentunya kami, penulis menyadari pada tahap pembelajaran, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa membuka diri dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin Yaa Robbal Aalamiin. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu. Indralaya, 05 September 2020 Penulis i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1. Latar Belakang ............................................................................................. 1 2. Rumusan Masalah .........................................................................................2 3. Tujuan Penulisan ...........................................................................................2 4. Manfaat Penulisan .........................................................................................3 BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................4 A. INTUISIONISME .........................................................................................4 B. METODE ILMIAH.....................................................................................13 C. HIPOTESIS .................................................................................................33 BAB III PENUTUP .............................................................................................................37 1. Kesimpulan .................................................................................................37 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................39 ii BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun jawaban-jawaban tersebut juga selalu memuaskan manusia. Manusia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini kebenaran yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah. pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap yang dihadapinya. Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya tidak akan berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunia. Untuk itulah setiap manusia harus dapat berfikir filosofis dalam menghadapi segala realitas kehidupan ini yang menjadikan filsafat harus dipelajari. Memahami sistem filsafat berarti menelusuri dan mengkaji suatu pemikiran mendasar dan tertua yang mengawali kebudayaan manusia. Suatu sistem filsafat, berkembang berdasarkan ajaran seorang atau beberapa orang tokoh pemikir filsafat. aliran-aliran filsafat mempunyai kaitan dengan ilmu pengetahuan terutama aliran rasionalisme, aliran empirisme, aliran intuisionisme, dan aliran materialisme kemudian berkembang mengikuti aliran filsafat lainnya yang memandang aliran dalam Filsafat secara berbeda. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka 1 kami tertarik membahas tentang aliran filsafat intusionisme, metode ilmiah, dan hipotesis untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. 2. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Intuisionisme? 2. Siapa saja tokoh-tokoh aliran Intuisionisme? 3. Apa saja pengetahuan menurut aliran Intuisionisme? 4. Apa saja kritik dan kelemahan aliran Intuisionisme? 5. Apa pengertian Metode Ilmiah? 6. Apa macam-macam Metode Ilmiah? 7. Apa tujuan dari Metode Ilmiah? 8. Apa saja langkah-langkah Metode Ilmiah? 9. Apa saja unsur-unsur dalam Metode Ilmiah? 10. Apa langkah-langkah dalam melakukan Penulisan Ilmiah? 11. Apa pengertian hipotesis? 12. Apa fungsi dari hipotesis? 13. Seperti apa ciri-ciri hipotesis tersebut? 14. apa saja jenis-jenis dari hipotesis? 15. pengujian seperti apa yang dapat dilakukan terhadap hipotesis? 3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengertian Intuisionisme. 2. Untuk mengetahui pengetahuan menurut aliran Intuisionisme 3. Untuk mengetahui kelemahan aliran Intuisionisme . 4. Untuk mengetahui pengertian Metode Ilmiah. 5. Untuk mengetahui pembagian Metode Ilmiah. 6. Untuk mengetahui tujuan dari Metode Ilmiah. 7. Untuk mengetahui langkah-langkah dan unsur-unsur dalam membuat Metode Ilmiah. 8. Untuk mengetahui hipotesis secara menyeluruh 2 4. Manfaat Penulisan Manfaat pembuatan makalah ini adalah dapat digunakan untuk menambah ilmu dan pengetahuan di bidang filsafat & logika maupun di bidang penelitian-penelitian. 3 BAB II PEMBAHASAN A. INTUISIONISME 1. Perngertian Epistemologi Intuisionisme. Beberapa ahli bahasa mengatakan bahwa secara bahasa, intuisionisme berasal dari bahasa Latin, intuitio yang berarti pemandangan. Sedangkan ahli yang lain mengatakan bahwa intuisionisme, berasal dari perkataan Inggris yaitu intuition yang bermakna gerak hati atau disebut hati nurani. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, intuisi diartikan dengan bisikan hati, gerak hati atau daya batin untuk mengerti atau mengetahui sesuatu tidak dengan berpikir atau belajar. Perbedaannya dengan firasat atau feeling, kata intuisi lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang bersifat metafisika atau di luar jangkauan rasio, biasanya dipakai untuk menyebut indera keenam. Jujun S. Sumantri menggambarkan intuisi pada suatu masalah yang sedang kita pikirkan yang kemudian kita tunda karena menemui jalan buntu, tiba-tiba muncul di benak kita yang lengkap dengan jawabannya. Kita merasa yakin bahwa memang itulah jawaban yang kita cari namun kita tidak bisa menjelaskan bagaimana caranya kita sampai di sana. Pengertian diatas memberi penjelasan bahwa manusia memiliki gerak hati atau disebut hati nurani. Gerak hati mampu membuat manusia melihat secara langsung suatu perkara benar atau salah, jahat atau baik, buruk atau baik secara moral. Ia dirujuk sebagai suatu proses melihat dan memahami masalah secara spontan juga merupakan satu proses melihat dan memahami suatu masalah secara intelek. Pengetahuan intuitif ini merupakan pengetahuan langsung tentang suatu hal tanpa melalui proses 4 pemikiran rasional. Namun kemampuan seperti ini bergantung kepada usaha manusia itu sendiri. Secara fisik organ yang berkaitan dengan gerak hati atau intusi tidak diketahui secara jelas. Sebagian ahli filsafat menyebutnya sebagai jantung dan ada juga yang menyebutnya otak bagian kanan. Pada praktiknya intuisi muncul dalam bentuk pengetahuan yang tiba-tiba hadir dalam sadar tanpa melalui penalaran yang jelas, tidak analitik dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul tanpa kita rencanakan, ketika diam ataupun bergerak. Dengan kata lain pemikiran intuisionis ialah sejenis pengetahuan yang lebih tinggi dan berbeda dengan yang diperoleh secara individu. Kemunculan ide yang meledak secara tiba-tiba dalam memberikan tafsiran terhadap sesuatu perkara boleh dikaitkan dengan aliran pemikiran ini. Intuisi disebut juga sebagai ilham atau inspirasi.Meskipun pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun ia juga tidak terjadi kepada semua orang melainkan hanya jika seseorang itu sudah berfikir keras mengenai suatu masalah. Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya fikirnya dan mengalami tekanan, lalu dia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, maka saat itulah intuisi berkemungkinan akan muncul. Bahkan intuisi sering disebut separo rasional atau kemampuan yang berbeda pada tahap yang lebih tinggi dari rasional dan hanya berfungsi jika rasio telah digunakan secara maksimal namun menemui jalan buntu. Henri Bergson (1859), seorang tokoh epistemologi Intuisionisme menganggap tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek yang selalu berubah, jadi pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelek atau akal juga terbatas. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal tersebut, Bergson mengembangkan satu kemampuan yang dimilki oleh manusia, yaitu intuisi. 5 Hati bekerja pada tempat yang tidak mampu dijangkau oleh akal yaitu penggalaman emosional dan spiritual. Kelemahan akal adalah karena ia ditutupi oleh banyak perkara. Menurut Immanuel Kant (1724-1804) akal tidak pernah mampu mencapai pengetahuan langsung tentang sesuatu perkara. Akal hanya mampu berpikir perkara yang dilihat terus (fenomena) tetapi hati mampu menafsir suatu perkara dengan tidak terhalang oleh perkara apapun tanpa ada jarak antara subjek dan objek.104 Hati dapat memahami pengalaman-pengalaman khusus, misalnya pengalaman eksistensial, yaitu pengalaman hidup manusia yang dirasakan langsung, bukan yang telah ditafsir oleh akal. Akal tidak dapat mengetahui rasa cinta, tetapi hatilah yang merasakannya. 2. Tokoh Aliran Intuisionisme dan Pemikiranya. Henry Bergson (1859-1941). Salah satu tokoh aliran intuisionisme ini adalah Henry Bergson (1859-1941). Menurutnya, intuisi merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Unsur utama bagi pengetahuan adalah kemungkinan adanya suatu bentuk penghayatan langsung (intuitif),di samping pengalaman oleh indera. Setidaknya, dalam beberapa hal, intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi, kendati diakui bahwa pengetahuan yang sempurna adalah yang diperoleh melalui intuisi. Harold H. Titus memberikan catatan, bahwa intuisi adalah suau jenis pengetahuan yang lebih tinggi, wataknya berbeda dengan pengetahuan yang diungkapkan oleh indera dan akal; dan bahwa intuisi yang ditemukan orang dalam penjabaran-penjabaran mistik memungkinkan kita untuk mendapatkan pengetahuan langsung yang mengatasi (trancendent) pengetahuan kita yang diperoleh dari indera dan akal. 6 Selain itu ia juga beranggapan tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Objek – objek yang kita tangkap adalah objek – objek yang selalu berubah. Jadi pengetahuan tentangya tidak pernah tetap. Intelek atau akal juga terbatas. Akal hanya memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu. Jadi dalam hal seperti itu, manusia tidak mengetahui secara keseluruhan (unique), tidak juga memahami sifat – sifat yang tetap dalam objek. Akal hanya mampu memahami bagian – bagian dari objek, kemudian bagian – bagian itu digabung oleh akal. Itu tidak sama dengan pengetahuan menyeluruh tentang objek itu. Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881-1966). Pemikiran yang dicetuskannya banyak dipengaruhi oleh pandangan Immanuel Kant. Matematika didefinisikan oleh Brouwer sebagai aktifitas berpikir secara bebas, namun eksak, suatu aktivitas yang ditemukan dari intuisi pada suatu saat tertentu. Dalam pandangan intuisionisme tidak ada realisme terhadap objek-objek dan tidak ada bahasa yang menjembatani, sehingga bisa dikatakan tidak ada penentu kebenaran matematika diluar aktivitas berpikir. Proposisi hanya berlaku ketika subjek dapat dibuktikan kebenarannya (dibawa keluar dari kerangka pemikiran). Singkat kata, Brouwer mengungkapkan bahwa, tidak ada kebenaran tanpa dilakukan pembuktian. Brouwer konsisten dengan falsafahnya. Hal ini dinyatakannya apakah matematika perlu dibenahi agar kompatible atau tidak-kompatible dengan matematika klasik adalah pertanyaan yang kurang penting lagi, dan tidak dijawab. Pandangannya terhadap matematika tradisional, dia menganggap dirinya hanya sekedar menjadi 7 seorang tukang revisi. Disimpulkan, dimana artimatika intusionistik adalah bagian (sub-sistem) dari aritmatika klasik, namun hal ini tidak berlaku untuk analisis. Untuk analisis, tidak semua analisis klasikal diterima atau dipahami secara intuisionistik, tetapi tidak ada analisis intusionistik secara klasik diterima. Brouwer mengambil langkah ini dengan segala konsekuensinya dengan sepenuh hati. Bukan berarti pandangan Brouwer ini tidak ada yang mendukung. Di luar negaranya, Belanda, pandangan ini didukung oleh Herman Weyl. Brouwer memegang prinsip bahwa matematika adalah aktivitas tanpa-perlu-diutarakan (languageless) yang penting, dan bahasa itu sendiri hanya dapat memberi gambaran-gambaran tentang aktivitas matematikal setelah ada fakta. Arend Heyting (1898-1980). Murid Brouwer yang memiliki pengaruh besar pada perkembangan intuisionisme filsafat matematika adalah Arend Heyting. Heyting menciptakan sebuah formula logika intuisionisme yang sangat tepat. Sistem ini dinamakan“Predikat Kalkulus Heyting”. Heyting menegaskan bahwa dari asumsi metafisika yang pokok dalam kebenaran realisme-logika klasik, bahasa matematika klasik adalah pengertian faktor-faktor objektivitas syarat-syarat kebenaran yang terbaik. Semantic matematika klasik menggambarkan suatu kondisi dalam pernyataan benar atau salah. Semantic seperti ini tidak tepat untuk intuisionisme. Sebagai pengganti, bahasa intuisionisme seharusnya dimengerti dalam faktor-faktor syarat-syarat penyelesaian. Semantic akan menggambarkan suatu perhitungan seperti sebuah penyelesaian kanonikal untuk setiap permasalahan. 8 Heyting mempunyai andil dalam pandangan Brouwer mengenai kelaziman kontruksi mental dan down playing bahasa dan logika. Dalam buku “Intuitionism” (1956) dia mengemukakan pendapat Brouwer, bahasa adalah media tidak sempurna untuk mengkomunikasikan konstruksi nyata matematika. System formalnya adalah dirinya sendiri sebagai sebuah legitimasi konstruksi matematika, tetapi satu yang tidak diyakini system formal menggambarkan secara utuh domain pemikiran matematika. Pada suatu penemuan metode baru memungkinkan kita untuk memperluas system formal. Heyting menegaskan logika bergantung pada matematika bukan pada yang lain. Oleh karena itu, Heyting tidak bermaksud pekerjaannya pada logika untuk menyusun pertimbangan intuisionistik. Sir Michael Anthony Eardly Dummett (1925). Pendekatan utama Dummett, matematika dan logika adalah linguistic dari awal. Filosofinya lebih interest pada logika intuisionistik daripada matematika itu sendiri. Seperti Brouwer, tetapi tidak seperti Heyting, Dummet tidak memiliki orientasi memilih. Dummet mengeksplorasi matematika klasik dengan menggunakan bentuk pemikiran yang tidak valid pada suatu jalan legitimasi penguraian pernyataan alternatifnya. Ia mengusulkan beberapa pertimbangan mengenai logika adalah benar yang pada akhirnya harus tergantung pada arti pertanyaan. Ia juga mengadopsi pandangan yang diperoleh secara luas, yang kemudian disebut sebagai terminologi logika. Dummet menegaskan bahwa arti suatu pernyataan tidak bisa memuat suatu unsur yang tidak menunjukkan penggunaannya. Untuk membuatnya, harus berdasarkan 9 pemikiran individu yang memahami arti tersebut. Jika dua individu secara bersama setuju dengan penggunaan pernyataan yang dibuat, maka mereka pun menyetujui artinya. Alasannya bahwa arti pernyataan mengandung aturan instrumen komunikasi antar individu. Jika seorang individu dihubungkan dengan simbol matematika atau formula, dimana hubungan tersebut tidak berdasar pada penggunaan, kemudian dia tidak dapat menyampaikan muatan tersebut dengan arti simbol atau formula tersebut, maka penerima tidak akan bisa memahaminya. Acuan arti pernyataan matematika secara umum, harus mengandung kapasitas untuk menggunakan pernyataan pada alur yang benar. Pemahaman seharusnya dapat dikomunikasikan kepada penerima. Sebagai contoh, seseorang mengerti ekspresi yang ada dalam bahasa “jika dan hanya jika”. Douglas V. Steere. Douglas V. Steere dalam Mysticism, mengatatakan bahwa pengetahuan intuisi yang ditemukan orang dalam penjabaran-penjabaran mistik memungkinkan kita untuk mendapatkan pengetahuan yang langsung dan mengatasi (transcend) pengatahuan yang kita peroleh dengan akal dan indera. Mistisisme atau mistik diberi batasan sebagai kondisi orang yang amat sadar tentang kehadiran yang maha riil (the condition of being overwhelmingly aware of the presence of the ultimately real). Kata Steere pula, intuisi dalam mistik bahkan memiliki implikasi yang lebih jauh sebab mungkin dijelmakan menjadi persatuan aku dan Tuhan pribadi (al-ittihad) atau kesadaran kosmis (wahdah al-wujud). William James. 10 Menurut William James, mistisisme merupakan suatu kondisi pemahaman (noetic). Sebab bagi para penganutnya, mistisisme merupakan suatu kondisi pemahaman dan pengetahuan, di mana dalam kondisi tersebut tersingkaplah hakikat realitas yang baginya merupakan ilham yang bersifat intuitif dan bukan merupakan pengetahuan demonstratis. Bertrand Russell. Sejalan dengan James, Bertrand Russell setelah menganalisa kondisi-kondisi mistisisme kemudian berkesimpulan, bahwa di antara yang membedakan antara mistisisme dengan filsafat-filsafat yang lain adalah adanya keyakinan atas intuisi (intuition) dan pemahaman batin (insight) sebagai metode pengetahuan, kebalikan dari pengetahuan rasional analitik. 3. Pengetahuan Menurut Aliran Intuisionisme. Henry Bergson (1859-1941), seorang filosof Perancis modern yang beraliran intuisionisme, membagi pengetahuan menjadi dua macam, yakni : Pengetahuan Mengenai (knowledge about). Disebut dengan pengetahuan diskursif atau simbolis. Pengetahuan diskursif diperoleh melalui simbol-simbol yang mencoba menyatakan kepada kita “mengenai” sesuatu dengan jalan berlaku sebagai terjemahan bagi sesuatu itu. Oleh karenanya, ia tergantung kepada pemikiran dari sudut pandang atau kerangka acuan tertentu yang dipakai dan sebagai akibat maupun kerangka acuan yang digunakan itu. Pengetahuan Tentang (knowledge of). Disebut dengan pengetahuan langsung atau pengetahuan intuitif karena diperoleh secara langsung. Pengetahuan intuitif adalah merupakan pengetahuan yang nisbi ataupun 11 lewat perantara. Ia mengatasi sifat -lahiriah- pengetahuan simbolis yang pada memberikan dasarnya bersifat pengetahuan tentang analitis obyek dan secara keseluruhan. Maka dari itu menurut Bergson, intuisi adalah sesuatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. 4. Kritik dan Kelemahan Aliran Intuisionisme. Intusionis mengklaim bahwa matematika berasal dan berkembang di dalam pikiran manusia. Ketepatan dalil-dalil matematika tidak terletak pada simbol-simbol di atas kertas, tetapi terletak dalam akal pikiran manusia. Hukum-hukum matematika tidak ditemukan melalui pengamatan terhadap alam, tetapi Matematika ditemukan dalam pikiran manusia. Keberatan terhadap aliran ini adalah bahwa pandangan kaum intuisionis tidak memberikan gambaran yang jelas bagaimana matematika sebagai pengetahuan intuitif bekerja dalam pikiran. Konsep-konsep mental seperti cinta dan benci berbedabeda antara manusia yang satu dengan yang lain. Apakah realistis bila menganggap bahwa manusia dapat berbagi pandangan intuitif tentang matematika secara persis sama. Apa yang diketahui secara intuitif bagi seseorang belum tentu sama bagi orang lain. Artinya cara seseorang mendapatkan pengetahuan yang pasti itu, tidak atau belum tentu berlaku bagi orang lain. Pengetahuan intuisi ini kebenarannya sulit diukur. Karena berasal dari lapisan hati nurani seseorang yang terdalam. Benar tidaknya sangat tergantung kepada keyakinan orang tersebut. Oleh karenanya sulit diterangkan kepada orang lain. Orang lain maksimum hanya bisa meniru perilakunya yang dianggap sesuai dengan hati nuraninya sendiri. Pengetahuan ini tergolong 12 pengetahuan langsung. Tetapi tidak setiap orang mempunyai pengalaman yang sama. B. METODE ILMIAH 1. Pengertian Metode Ilmiah. Metode ilmiah merupakan gabungan dari dua aliran pemikiran yaitu rasionalism dan empirism. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Dalam metode ilmiah, pengetahuan diperoleh melalui penelitian yang sistematis, objektif, terkontrol dan dapat diuji. Metode ilmiah mengacu pada serangkaian prosedur untuk menyelidiki fenomena, memperoleh pengetahuan baru, atau memperbaiki dan mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode penyelidikan harus didasarkan pada pengumpulan bukti empiris dan terukur dengan prinsipprinsip penalaran tertentu. Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta (ialah menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (ialah jalan, perialanan, cara, arah) kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. Anton Bakker, 1984, hlm. 10) Sebenarnya jumlah metode filsafat hampir sama banyaknya dengan definisi dari para ahli dan filsuf sendiri. Karena metode ini adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri. Metode Ilmiah adalah proses keilmuan yang runut atau sistematis dalam rangka memperoleh pengetahuan tertentu berdasarkan bukti fisis. Dalam bahasa Inggris metode ilmiah disebut sebagai scientific method. Dalam metode ilmiah lmuwan atau peneliti melakukan pengamatan terhadap suatu masalah 13 tertentu serta membuat hipotesis mengenai hal tersebut. Hipotesis yang telah dibuat akan dibuktikan dengan melakukan eksperimen (lebih jauhnya akan dijelaskan dalam langkah-langkah metode ilmiah). Sedangkan pengertian metode ilmiah menurut para ahli adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan danpenjelasankebenaran(Almadk,1939). 2. Pembagian Metode Ilmiah. Menurut Soejono Soemargono (1983), Metode Ilmiah secara garis besar ada dua macam,yaitu sebagai berikut: Metode Ilmiah Yang Bersifat Umum Metode Ilmiah Yang Bersifat Umum masih dapat dibagi dua,yaitu metode analitiko-sintesis dan metode nono deduksi. Metode Penyelidikan Ilmiah Metode Penyelidikan Ilmiah dibagi menjadi dua,yaitu metode penyelidikan yang berbentuk daur atau metode siklus empiris dan metode vertikal yang berbentuk garis lempang atau metode linier. Lantaran banyaknya metode ini, Runes dalam Dictionary of Philosophy bagaimana dikutip oleh Anton Bakker menguraikan sepanjang sejarah filsafat telah dikembangkan sejumlah metodemetode filsafat yang berbeda dengan cukup jelas. Yang paling penting dapat disusun menurut garis historis sedikitnya ada 10 metode, yaitu sebagai berikut: Metode Kritis Plato dan Sokrates adalah filosof yang menggunakan dan mengembangkan metode ini. Metode kritis bersifat analisa istilah dan pendapat, kemudian disistematiskan dalam hermeneutika yang menjelaskan keyakinan dan berbagai 14 pertentangannya. Caranya adalah dengan bertanya, membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak suatu keyakinan. Dengan begitu, akhirnya akan ditemukan keyakinan yang terbaik di antaranya. Keyakinan atau filsafat terbaik inilah yang dikatakan hakikat sesuatu yang lebih baik. Metode Filsafat Intuitif Metode yang dikembangkan oleh Bergson dan Plotinus ini sering dikatakan tidak bertumpu pada intelek dan rasionalisasi manusia, tetapi tidak bersifat anti-intelektual. Manusia terkadang harus mengambil jarak dan berjauhan dengan logika, serta menyerahkan diri pada kemurnian kenyataan dan keaslian fitrah manusia. Bukan berarti pula bahwa logika harus dibungkam dan rasio ditinggalkan. Tetapi metode ini mengajak kita berpikir dalam semangat untuk bisa menganalisis suatu keyakinan tanpa terjerat oleh rasio dan logika. Agak sulit untuk dibayangkan namun akan mengalir ketika dicoba dilakukan. Metode Skolastik Metode ini berkembang pada Abad Pertengahan. Thomas Aquinas (1225-1247) merupakan salah satu penganjurnya. Pada masa Klasik, Aristoteles juga dikatakan sebagai pengguna metode ini. Sesuai dengan namanya, metode skolastik menunjukkan kaitan yang erat dengan metode mengajar. Seseorang (biasanya seorang guru/senior) akan membacakan atau mengutarakan suatu pokok bahasan filsafat. Kemudian pokok bahasan tersebut akan diberi penafsiran dan komentar oleh filsuf lain. Agar topik dipahami, semua istilah, ide dan kenyataan dirumuskan, dibedakan dan diuji dari segala sisi. 15 Segala pro dan kontra kemudian dihimpun dan dibandingkan. Melalui proses ini, yang disebut “lectio” diharapkan tercapai suatu pemahaman baru yang lebih baik. Namun, jika tidak berhasil, maka akan dilanjutkan ke tahap “disputatio” atau perdebatan. Metode Filsafat Matematis Descartes menyebut metode ini dengan sebutan “metode analistis”. Menurut Descartes ada keteraturan dan ketersusunan alami dalam kenyataan yang berhubungan dengan pengertian manusia. Ketersusunan alam ini dapat diungkapkan dengan cara penemuan (via inventionis). Penemuan itu ditemukan dengan cara melakukan empiris rasional, atau mencari hal nyata yang telah dialami oleh seseorang. Metode ini mengintegrasikan segala kelebihan logika, analisa geometris dan aljabar dan menghindari kelemahannya. Metode Empiris-Eksperimental Para penganut empiris sangat dipengaruhi oleh sistem dan metode Descartes, terutama dalam menekankan data kesadaran dan pengalaman individual yang tidak dapat diragukan lagi. Bagi mereka, pengalaman (empeiria) adalah sumber pengetahuan yang lebih dipercaya ketimbang rasio. David Hume (1711-1776) adalah penyusun filsafat Empirisme ini dan menjadi antitesa terhadap Rasionalisme. Perbedaan utama metode ini dari metode dekrates adalah metode ini juga membutuhkan eksperimen yang ketat guna mendapatkan bukti kebenaran empiris yang sejati. Metode Transendental Metode ini juga sering disebut dengan metode neoskolastik. Immanuel Kant (1724-1804) merupakan pelopor metode ini. Pemikiran Kant merupakan titik-tolak periode 16 baru bagi filsafat Barat. Ia mendamaikan dua aliran yang berseberangan: rasionalisme dan empirisme. Dari satu sisi, ia mempertahankan objektivitas, univesalitas dan keniscayaan suatu pengertian. Di sisi lain, ia juga menerima pendapat bahwa pengertian berasal dari fenomena yang tidak dapat melampaui batas-batasnya. Kant menempatkan kebenaran bukan pada konsep tunggal, tetapi dalam pernyataan dan kesimpulan lengkap. Ia membedakan dua jenis pengertian: 1. Pengertian analistis, yakni pengertian yang selalu bersifat apriori, misalnya dalam ilmu pasti; 2. Pengertian sintesis, pengertian ini dibagi menjadi dua yakni: aposteriori singular yang dasar kebenarannya pengalaman subjektif seperti ungkapan “Saya merasa panas”, dan apriori yang merupakan pengertian universal dan pasti seperti ungkapan “Suhu udara hari ini panasnya mencapai 34 derajat celcius”. Intinya, metode ini menerima nilai objektif ilmu-ilmu positif, sebab terbukti telah menghasilkan kemajuan hidup sehari-hari. Ia juga menerima nilai subjektif agama dan moral sebab memberikan kemajuan dan kebahagiaan. Dengan catatan syarat paling minimal yang mutlak harus dipenuhi dalam subjek supaya objektifitasnya memungkinan. Seperti efek placebo obat yang sebetulnya tidak dapat menyembuhkan, namun membuat seseorang percaya ia akan sembuh karena telah meminumnya. Di dalam pengertian dan penilaian metode ini terjadi kesatuan antara subjek dan objek, kesatuan antara semua bentuk. Hal ini menuntut adanya kesatuan kesadaran yang disebut “transcendental unity of apperception”. 17 Metode Dialektis Tokoh terkenal metode ini adalah Hegel, hingga terkadang metode ini disebut dengan „Hegelian Method‟. Nama lengkapnya adalah George Willhelm Friedrich Hegel (1770-1831). Langkah awal metode ini ialah pengiyaan dengan mengambil konsep atau pengertian yang lazim diterima dan jelas. Kemudian membuat suatu anti tesis atau bantahan dari konsep atau pengertian yang lazim tersebut. Setelah itu diambil kesimpulan dari keduanya dan dibentuklah suatu sintesis dari keduanya. Pada akhirnya sintesis tersebut akan menemui anti tesis lainnya, untuk kemudian disintesiskan kembali untuk mendapatkan hahikat yang lebih baik lagi. Metode Fenomenologis Fenomena yang dimaksud disini bukanlah fenomena alamiah yang dapat dicerap dengan observasi empiris seperti fenomena alam. Fenomena disini merupakan makna aslinya yang berasal dari bahasa Yunani: phainomai, artinya adalah “yang terlihat”. Jadi fenomena adalah data sejauh disadari dan sejauh masuk dalam pemahaman. Metode fenomenologi dilakukan dengan melakukan tiga reduksi (ephoc) terhadap objek, yaitu: 1. Mereduksi suatu objek formal dari berbagai hal tambahan yang tidak substansial. 2. Mereduksi objek dengan menyisihkan unsur-unsur subjektif seperti perasaan, keinginan dan pandangan. Pencarian objek murni tersebut disebut dengan reduksi eidetis. 3. Reduksi ketiga bukan lagi mengenai objek atau fenomena, tetapi merupakan wende zum subjekt (mengarah ke subjek), dan mengenai terjadinya 18 penampakan diri sendiri. Dasar-dasar dalam kesadaran yang membentuk suatu subjek disisihkan. Intinya metode ini melihat sesuatu dengan objektif tanpa melihat sisi subjektifnya seperti kepentingan, perasaan, atau tekanan sosial. Bayangkan bagaimana rasa penasaran seorang anak kecil yang belum mengerti apa-apa ketika menemukan hal baru. Ia akan mengobservasinya dan melakukan apapun untuk secara tidak sadar mempelajari dan mengenalnya, termasuk meremas dan menendang kucing liar yang ia temukan di halaman belakang rumah. Metode ini dipopulerkan oleh Edmund Husserl (18591938). Metode Filsafat Eksistensialisme Tokoh-tokoh terkemuka Eksistensialisme adalah Heidegger, Sartre, Jaspers, Marcel dan Merleau-Point. Para tokoh eksistensialis tidak menyetujui tekanan Husserl pada sikap objektif. Bagi kalangan eksistensialis, subjektifitas manusialah yang pertama-tama dianalisa. Karena bisa jadi sebetulnya sesuatu yang dianggap “ada” (exist) itu tidak dapat “mengada” tanpa ada konteks pembentuk disekitarnya: perasaan manusia, interaktifitas individu dalam suatu kelompok dan kepentingan tertentu. Beberapa sifat eksistensialis ialah: subjektivitas individualis yang unik, bukan objek dan bukan umum. 1. Keterbukaan terhadap manusia dan dunia lain: internasionalitas dan praksis bukan teori saja. 2. Pengalaman afektif dalam hubungan dengan dunia, bukan observasi. 3. Kesejarahan dan kebebasan, bukan essensi yang tetap. 4. Segi tragis dan kegagalan. 19 Pada dasarnya dalam analisa eksistensi itu, de facto mereka memakai fenomenologi yang otentik, dengan observasi dan analisa teliti. Setiap ungkapan, baik awam maupun ilmiah, berakar pada suatu pengalaman langsung yang bersifat prareflektif dan pra-ilmiah. Melalui analisa ungkapan pengalaman terbatas itulah, justru dapat ditemukan kembali pengalaman yang lebih fundamental. Metode Analitika Bahasa Wittgenstein adalah tokoh dominan dalam metode ini. Ia mempelajari filsafat dengan alasan yang kemungkinan sama dengan kebanyakan orang. Ia penasaran dengan filsafat yang begitu membingungkan. Setelah melakukan penelitian, ia menemukan bahwa kebingungan ini banyak disebabkan oleh bahasa filosofis yang rancu dan kacau. Bagaimana seseorang bisa mengetahui benar salahnya suatu pendapat, sebelum ia mampu memastikan bahwa bahasa yang dipakai untuk menyampaikan pertanyaan, pernyataan dan perbincangan itu adalah benar? “Arti” bukanlah sesuatu yang berada “di belakang” bahasa; tidak ada arti “pokok”. Arti kata tergantung dari pemakaiannya, makna timbul dari penggunaan. Arti kata itu seluruhnya tergantung dari permainan bahasa (language games) yang sedang dimainkan. Metode ini meneliti dan membedakan permainan- permainan bahasa itu untuk mendapatkan keyakinan yang lebih baik. Juga menetapkan peraturan masing-masing bahasa agar tidak terjadi kekeliruan logis dan kesalahpahaman yang disebabkan oleh kerancuan makna kata. Dari sepuluh metode tersebut hanya beberapa metode yang khas bagi filsafat yang dianggap paling penting dan berpengaruh sepanjang 20 sejarah filsafat. Metode yang khas itulah yang dibahas oleh Anton Bakker dalam bukunya. Metode Metode Filsafat yakni metode kritis (Socrates, Plato), metode intuitif (Plotinus, Henri Bergson), metode skolastik (Thomas Aquinas), metode geometris (Rene Descartes), metode transendental eksperimentil (Immmanuel (David Kant, Hume), metode Neo-Skolastik), kritismetode dialektis (Hegel), metode fenome-nologis (Husserl, Eksistensialisme), dan metode analitis bahas (Ludwig Wittgenstein). Sedangkan metode neopositivistis tidak diuraikannya karena sebenarnya bukanlah metode yang khas filsafat, tetapi hanya metode-metode ilmu eksakta sendiri, dan metode linguistik. Penjelasan secara singkat metode-metode filsafat yang khas adalah sebagai berikut: Metode Kritis dari Plato dan Socrates Metode ini bersifat praktis dan dijalankan dalam percakapan-percakapan. Socrates tidak menyelidiki faktafakta, melainkan ia menganalisis berbagai pendapat atau aturan-aturan yang dikemukakan orang. Setiap orang mempunyai pendapat tertentu. Misalnya seorang negarawan mempunyai pendapat tertentu mengenai keahliannya, kepada mereka dan kepada warga negara Athena lainnya, Socrates mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai pekerjaan mereka dan soal-soal praktis dalam hidup seorang manusia. Socrates selalu mulai dengan menganggap jawaban pertama sebagai suatu hipotesis dan dengan pertanyaan lebih lanjut ia menarik segala konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban tersebut. Jika ternyata hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan, karena membawa konsekuensi yang mustahil, maka hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain. Hipotesis kedua 21 ini diselidiki dengan pertanyaan lain dari pihak Socrates dan seterusnya begitu. Metode Socrates tersebut biasanya disebut dialektika karena dialog atau wawancara mempunyai peranan hakiki di dalamnya. Dalam suatu kutipan yang terkenal dari dialog Theaitetos, Socrates sendiri mengusulkan nama lain untuk menunjukkan metodenya, yaitu maieutike tekhne (seni kebidanan). Seperti ibunya adalah scorang bidan, tetapi Socrates tidak menolong badan bersalin, melainkan Socrates membidani jiwa-jiwa. Socrates sendiri tidak menyampaikan pengetahuan, tetapi dengan pertanyaan ia membidani pengetahuan yang terdapat dalam jiwa orang lain. Dengan pertanyaan lebih lanjut ia menguji nilai pikiran yang sudah dilahirkan. Dengan cara dialog tersebut Socrates menemukan suatu maksudnya berdasarkan mengenai masalah-masalah cara berpikir beberapa khusus induksi, pengetahuan memperoleh kesimpulan pengetahuan yang bersifat umum. (Sudarsono, 1993, hlm. 88-90). Metode tutuisi Dikembangkan oleh Platinus dan Henri Bergsun Guna menyelami hakikat segala kenyataan diperlukan intuisi yaitu suatu tenaga rohani, kecakapan yang dapat melepaskan diri dari akal, kecakapan untuk menyimpulkan serta meninjau dengan sadar. Intuisi adalah naluri yang telah mendapatkan kesadaran diri, yang telah diciptakan untuk memikirkan sasaran serta memperluas sasaran itu menurut kehendak sendiri tanpa batas. Intuisi adalah suatu bentuk pemikiran yang berbeda dengan pemikiran akal, sebab pemikiran intuisi bersifat dinamis. Fungsi intuisi ialah untuk mengenalkan hakikat pribadinya atau 'aku' dengan lebih murmi dan untuk mengenal 22 hakikat seluruh kenyataan. Hakikat yang sebenamya, baik dari „aku‟ maupun dari „seluruh kenyataan‟ oleh intuisi dilihat sebagai „kelangsungan murni‟ atau „masa murni‟, yang keadaannya berbeda sekali dengan 'waktu' yang dikenal akal. Akal, jika ingin mengerti keadaan suatu kenyataan, kenyataan itu dianalisis, unsur. Unsur yang satu dibongkar dibedakan dalam banyak dengan yang lain, dipisahkan dari yang lain, dan ditempatkan yang satu di samping yang lain serta sesudah yang lain, artinya akal memikirkan kembali unsur-unsur itu dalam ruang dan waktu. Kerja akal yang demikian itu oleh Bergson disebut kerja yang sinematografis. Prinsip metode Plotinus adalah harmoni, maksudnya pulkan banyak bahan dari beberapa filsuf lain kemudian dibandingbandingkan dan ditimbang-timbang kembali sehingga dapat diberi tafsiran baru. Selanjutnya ia cari kebenaran dengan jalan yang sangat rumit (kompleks). Metode skolastik dengan Tokoh yang Terkenal ialah Aristoteles dan Thomas Aquinas Metode skolastik sering disebut sintetis deduktif. Sering nama metode skolastik dipakai untuk menguraikan metode mengajar, seperti terjadi di sekolah dan universitas; bukan hanya dalam filsafat, melainkan dalam semua ilmu, seperti hukum, kedokteran, ilmu pasti, dan artes. Namun itu belum cukup. Kalau dicari metode filsafat Thomas Aquinas, pertama-tama harus diteliti cara berpikir, cara menguraikan dan membuktikan ajarannya. Filsafat Thomas Aquinas dihubungkan erat sekali dengan teologi. Sekalipun demikian pada dasarnya filsafatnya dapat dipandang sebagai suatu filsafat kodrati yang murni. Metode Geometris dan Metode Empiris 23 Rene Descartes menjadi tokoh pencetus metode geometris dan metode empiris didukung oleh Hobbes, Locke, Berkeley, dan Hume. Kedua motode tersebut memiliki tempat tersendiri dalam upaya pencarian nilai-nilai kefilsafatan secara radikal dan hakiki. Rene Descartes berpendapat bahwa ada ketersusunan alami dalam kenyataan yang ada hubungannya dengan pengertian manusia. Di samping itu, ia berusaha keras untuk menemukan yang benar. Adapun yang harus dipandang sebagai yang benar adalah apa yang jelas dan terang (clear and disticily). Berbeda halnya dengan metode empirisme yang diolah Hobbes, Locke, Berkeley, dan Hume. Thomas Hobbes telah menyusun suatu sistem yang lengkap, ia berpangkal kepada empirisme secara konsekuen. Sekalipun ia berpangkal pada dasar-dasar empins, namun ia menerima juga metode yang dipakai dalam ilmu alam yang bersifat matematis. Ia telah mempersatukan empirisme dengan rasionalisme dalam bentuk suatu filsalat materialistis yang konsekuen pada zaman modern. Baginya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang efek atau akibat, atau tentang penampakan-penampakan yang sedemikian seperti yang kita peroleh dengan merasionalisasikan pengetahuan yang semula kita miliki dari penyebab atau asal usul yang sedemikian seperti yang dapat dimiliki dari mengetahui terlebih dahulu akibat-akibatnya Sasaran filsafat adalah fakta-fakta yang diamati, sedang maksudnya adalah mencari sebab-sebabnya. Adapun peralatannya adalah pengertian-pengertian yang diungkapkan dalam pengamatan disajikan fakta fakta yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada di dalam kesadaran 24 kita. Sasaran ini dihasilkan dengan perantaraan pengertianpengertian: ruang, waktu, bilangan dan gerak, yang diamati pada benda-benda yang bergerak. Menurut Hobbes tidak semua yang diamati pada benda-benda itu adalah nyata. Yang benar-benar nyata adalah gerak dari bagianbagian kecil benda-benda itu. Segala gejala pada benda yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya yang ada pada si pengamat saja. (Sudarsono, 1993, hlm. 91-95) . Metode Transendental: Kant, Neo-Skolastik Aliran rasionalisme dan empirisme akhirnya diatasi oleh filsafat immanuel Kant. Filsafatnya terutama ditekankan kepada aktivitas pengertian dan penilaian manusia. Jadi, dalam hal ini tidak menurut aspek atau segi kejiwaan sebagaimana dalam empirisme, akan tetapi sebagai analisis kritis. Menurut Kant, pemikiran telah mencapai arahnya yang pasti di dalam ilmu pengetahuan alam, seperti yang telah disusun oleh Newton. Ilmu pengetahuan alam itu telah mengajar kita, bahwa perlu sekali terlebih dahulu secara kritis menilai pengenalan atau tindakan mengenal itu sendiri. Metode Dialektis: Hegel, Karl Marx Jalan untuk memahami kenyataan bagi Hegel adalah mengikuti gerakan pikiran atau konsep. Asal saja mulai berpikir secara benar, ia akan dibawa oleh dinamika pikiran itu sendiri, dan akan dapat memahami seluruh perkembangan sejarah pula. Struktur di dalan pikiran adalah sama dengan proses genetis dalam kenyataan, maka metode dan teori atau sistem tidak dapat dipisahkan. Karena mengikuti dinamika di dalam pikiran dan kenyataan itu, maka metode Hegel disebut metode dialektis. Dialektis itu diungkapkan sebagai tiga langkah, yaitu dua pengertian 25 yang bertentangan, kemudian didamaikan (tesis-antitesissintesis). Metode Fenomenologi: Husserl Kata fenomenologi berasal dan bahasa Yunani fenomenon yang berarti sesuatu yang tampak atau gejala. Fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan tentang segala sesuatu yang menampakkan diri, atau suatu aliran yang membicarakan tentang gejala. Pada prinsipnya dengan metode fenomenologi yang dibangun oleh Husserl ingin mencapai "hakikat segala sesuatu", maksudnya agar mencapai "pengartian yang sebenamya" atau "hal yang sebenamya" yang menerobos semua gejala yang tampak. Usaha untuk mencapai hakikat segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan. Husserl mengemukakan tiga macam reduksi berikut ini: 1) Reduksi fenomenologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman kita, dengan maksud supaya mendapatkan fenomena dalam wujud yang semurni muminya. 2) Reduksi eidetis, penyaringan atau penempatan dalam tanda kurung segala hal yang bukan eidos atau inti sari atau hakikat gejala atau fenomenon. Jadi hasil reduksi kedua ialah "penilikan hakikat''. Di sini melihat hakikat sesuatu. inilah pengertian yang sejati. 3) Reduksi transendental, yang harus ditempatkan di antara tanda kurung dahulu ialah eksistensi dan segala sesuatu yang tiada hubungan timbal balik dengan kesadaran mumi, supaya dari objek itu akhirnya orang sampai kepada apa yang ada pada subjek sendiri. Metode Analitika Bahasa: Wettgenstein Metode ini dapat dinilai cukup netral sebab sama sekali tidak mengendalikan salah satu filsafat. Keistimewaannya 26 dalam metode ini ialah semua kesimpulan dan hasilnya senantiasa didasarkan kepada penelitian bahasa yang logis. (Sudarsono, 1993, hlm. 96-102). 3. Tujuan Metode Ilmiah. Melakukan Metode Ilmiah tentu saja memiliki tujuan tertentu, beberapa tujuan seorang peneliti melakukan metode itu adalah sebagai berikut: 1) Untuk Meningkatkan Keterampilan Tujuan pertama dari metode ilmiah adalah meningkatkan kemampuan atau keterampilan dari peneliti atau penulisnya. Keterampilan itu dapat meliputi keterampilan menulis, menyusun, mengambil keputusan, kesimpulan, analisis, hingga menerapkan prinsip ilmiah secara sistematis. 2) Untuk Mengorganisasikan Fakta Penelitian ilmiah sarat akan fakta-fakta. Agar dapat menjadi kesimpulan dan teori yang valid fakta-fakta tersebut mesti diorganisasi atau diatur dan dikembangkan untuk membuktikan hipotesis yang telah dibuat di awal sehingga membuktikan suatu teori, menguji atau membuat teori baru. 3) Untuk Membuktikan Kebenaran Ilmiah Metode ilmiah dilakukan untuk membuktikan kebenaran ilmiah suatu masalah. Pembuktian itu harus melalui pertimbangan-pertimbangan logis dan pengamatan yang jelas. Misalnya saja dalam membuktikan pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi cahaya matahari, maka perlu dilakukan metode ilmiah untuk mendapatkan kebenaran ilmiahnya. 4) Mencari Ilmu Pengetahuan 27 Metode ilmiah juga bertujuan untuk mencari atau merumuskan ilmu pengetahuan yang dimulai dari penentuan masalah, pengumpulan data terkait yang relevan, melakukan analisis data dan interprestasi dari data dan temuan. Setelah semua proses itu dijalani barulah ditarik kesimpulan dengan pertimbangan-pertimbangan yang ada. 5) Mendapatkan Pengetahuan Yang Teruji Tujuan akhir dari metode ilmiah adalah mendapatkan hasil yang rasional dan teruji dari sebuah masalah sehingga dapat menambah pengetahuan peneliti dan orang lain. 4. Langkah-Langkah Metode Ilmiah. Dalam menjalani metode ilmiah harus dipenuhi langkahlangkah tertentu. Metode ilmiah adalah suatu yang sistematis sehingga langkah-langkahnya tidak boleh dibalik, harus sesuai urutannya. Alur berpikir dalam metode ilmiah didasarkan pada beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logicohypotesico-verifikasi ini pada dasarnya memiliki langkah-langkah sebagai berikut (Jujun S. Suriasumantri, 2003) : 1) Perumusan Masalah Metode ilmiah dimulai dari perumusan masalah. Masalah inilah yang akan diteliti dan dicari solusinya. Rumusan masalah berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai objek yang diteliti yang memiliki batas yang jelas serta dapat diketahui faktor-faktor terkaitnya. 2) Penyusunan Kerangka Penelitian Sebelum menentukan hipotesis sebaiknya setiap peneliti menyusun kerangka penelitian seperti diagram alir atau diagram tulang ikan. Dengan adanya kerangka ini diharapkan peneliti dapat berpikir secara sistematis dan 28 dapat memilah-milah masalah. Selain itu, argumentasiargumentasi yang menjelaskan berkaitan dengan masalah disusun secara rasional dan sistematis. 3) Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara mengenai pertanyaanpertanyaan yang diajukan pada rumusan masalah. Hipotesis merupakan kesimpulan kerangka berpikir yang telah dikembangkan. 4) Eksperimen atau Pengujian Hipotesis Hipotesis yang telah dibuat sebelumnya perlu diuji dengan melakukan penelitian untuk membuktikan teori yang telah dibuat. Dalam pengujian hipotesis fakta-fakta dikumpulkan dan dipilah mana yang bersinggungan dengan rumusan masalah dan mendukung hipotesis. 5) Penarikan Kesimpulan Setelah melakukan eksperimen dan mendapatkan faktafakta atau data yang mendukung selanjutnya adalah menarik kesimpulan apakah hipotesis yang diajukan di awal itu diterima atau ditolak. Jika fakta atau data yang ditemukan mendukung hipotesis maka hipotesis itu dapat diterima. Namun, jika sebaliknya, maka hipotesis tersebut ditolak. Apa yang perlu dilakukan jika hipotesis ditolak?Tidak perlu sampai memanipulasi data namun cukup dengan mencari alasan atau penjelasan yang rasional mengapa hipotesis tersebut tertolak. 5. Unsur-Unsur dalam Metode Ilmiah. Sebagaimana yang ditulis dalam laman mengenai metode ilmiah di Wikipedia, terdapat beberapa unsur dalam metode ilmiah, unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: 1) Karakterisasi 29 Karakterisasi terdiri dari pengamatan dan pengukuran terhadap objek yang diteliti. Hasil dari karakterisasi ini adalah data-data atau fakta yang dapat digunakan untuk menyusun dan membuktikan hipotesis. 2) Hipotesis Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, hipotesis adalah penjelasan teoritis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan pengukuran. Hipotesis perlu dibuktikan dengan eksperimen. 3) Prediksi Prediksi merupakan deduksi logis dari hipotesis yang telah ditentukan di awal. 4) Eksperimen Eksperimen adalah kegiatan pengujian dari semua unsur sebelumnya, berupa penelitian atau observasi dari masalah yang ada. 6. Penulisan Ilmiah. Metode ilmiah sangat berkaitan dengan penulisan ilmiah. Jika metode ilmiah adalah jalan untuk menemukan suatu pengetahuan maka penulisan ilmiah adalah metode untuk melaporkan penemuan itu agar dapat dibaca dan diketahui banyak orang. Penulisan ilmiah disusun oleh langkah-langkah tertentu sebagai berikut: 1) Pemilihan Masalah Metode ilmiah ataupun penulisan ilmiah berawal dari penentuan masalah yang akan dikaji. Masalah tersebut harus dapat digali dari sumber empiris dan teoritis. Dapat ditentukan latar belakangnya, tujuan dan manfaat pengkajiannya dalam sebuah pendahuluan. Agar masalah 30 yang diangkat dapat digali dengan baik maka harus diiringi dengan studi literatur yang relevan. 2) Rumusan Masalah Setelah menentukan masalah maka selanjutnya adalah memformulasikan masalah tersebut dalam rumusan masalah yang ditulis dan disusun dalam bentuk pertanyaan. Rumusan masalah inilah yang akan dijawab nantinya. 3) Pengajuan Hipotesis Hipotesis yang akan dibuat harus relevan dengan rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Hipotesis digali dari kajian pustaka dengan referensi-referensi terkait, tidak bisa asal tebak saja. 4) Metodologi atau Pendekatan Penelitian Dalam penulisan ilmiah harus disampaikan metode atau metodologi yang digunakan dalam penelitiannya. Di samping itu juga harus jelas pendekatan apa yang dipakai dalam merancang penelitian agar hasilnya dapat diklaim valid dan terukur. 5) Menyusun Instrumen Penelitian Setelah menentukan metode atau pendekatan yang diambil maka selanjutnya peneliti diharuskan merancang instrumen yang akan digunakan dalam penelitian tersebut. Misalnya alat dan bahan yang dibutuhkan. Hal ini harus jelas agar dapat melakukan pengumpulan data dengan baik. Instrumen yang tepat dan layak akan menentukan dapat mengukur variabel penelitian. Instrumen ini dijelaskan dalam tulisan ilmiah yang dibuat. 6) Mengumpulkan dan Menganalisis Data Eksperimen dilakukan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam menguji hipotesis. Dengan bantuan instrumen tadi, data-data yang diperoleh kemudian di 31 analisis dengan metode statistik yang relevan dengan tujuan penelitian atau pengujian secara kualitatif. 7) Menuliskan Kesimpulan Proses terakhir dalam penulisan ilmiah adalah menarik kesimpulan dari data yang telah analisis dan mencocokkan kesimpulannya dengan hipotesis yang telah dibuat. Lewat kesimpulan inilah akan ditemukan jawaban dari masalah dan kebenaran dari hipotesi yang telah diajukan sebelumnya. C. HIPOTESIS 1. Pengertian Hipotesis Hipotesa berasal dari penggalan kata “hypo” yang artinya „dibawah” dan “thesa” yang artinya “kebenaran”. Jadi hipotesa kemudian cara menulisnya disesuaikan dengan ejaan Bahasa Indonesia menjadi hipotesa dan berkembang menjadi Hipotesa. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu masalah. Jawaban tersebut masih perlu diuji kebenarannya. Seorang peneliti pasti akan mengamati sesuatu gejala, peristiwa, atau masalah yang menjadi focus perhatiannya. Sebelum mendapatkan fakta yang benar, mereka akan membuat dugaan tentang gejala, peristiwa, atau masalah yang menjadi titik perhatiannya tersebut. Hipotesis ditarik dari serangkaian fakta yang muncul sehubungan dengan masalah yang diteliti. Dari fakta dirumuskan hubungan antara satu dengan yang lain dan membentuk suatu konsep yang merupakan abstraksi dari hubungan antara berbagai fakta. Hipotesi sangat penting bagi suatu penelitian karena hipotesis ini makan penelitian diarahkan. Hipotesis dapat membimbing dan mengarahkan dalam pengumpulan data. 32 2. Fungsi Hipotesis Fungsi atau kegunaan hipotesis yang disusun dalam suatu rencana penelitian, setidaknya ada empat yaitu: 1) Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang. Untuk dapat sampai pada pengetahuan yang dapat dipercaya mengenai masalah pendidikan, peneliti harus melangkah lebih jauh dari pada sekedar mengumpukan fakta yang berserakan, untuk mencari generalisasi dan antar hubungan yang ada diantara fakta-fakta tersebut. Antar hubungan dan generalisasi ini akan memberikan gambaran pola, yang penting untuk memahami persoalan. Pola semacam ini tidaklah menjadi jelas selama pengumpulan data dilakukan tanpa arah. Hipotesis yang telah terencana dengan baik akan memberikan arah dan mengemukakan penjelasan. Karena hipotesis tersebut dapat diuji dan divalidasi (pengujian kesahiannya) melalui penyelidikan ilmiah, maka hipotesis dapat mebantu kita untuk memperluas pengetahuan. 2) Hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan yang langsung dapat diuji dalam penelitian. Pertanyaan tidak dapat diuji secara langsung. Penelitian memang dimulai dengan suatu pertanyaan, akan tetapi hanya hubungan antara variabel yang akan dapat duji. Misalnya, peneliti tidak akan menguji pertanyaan apakah komentar guru terhadap pekerjaan murid menyebabkan peningkatan hasil belajar murid secara nyata“? akan tetapi peneliti menguji hipotesis yang tersirat dalam pertanyaan tersebut “komentar guru terhadap hasil pekerjaan murid, menyebabkan meningkatnya hasil belajar murid secara nyata“ atau yang lebih spesifik lagi “skor hasil belajar siswa yang menerima komentar guru atas pekerjaan mereka sebelumnya akan lebih tinggi dari pada skor siswa yang tidak menerima komentar guru 33 atas pekerjaan mereka sebelumnya“. Selanjutnya peneliti, dapat melanjutkan penelitiannya dengan meneliti hubngan antara kedua vatiabel tersebut, yaitu komentar guru dan prestasi siswa. 3) Hipotesis memberikan arah kepada penelitian. 4) Hipotesis merupakan tujuan khusus. Dengan demikian hipotesis juga menentukan sifat-sifat data yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut. Secara sangat sederhana, hipotesis menunjukkan kepada para peneliti apa yang harus dilakukan. Fakta yang harus dipilih dan diamati adalah fakta yang adahubungann nya dengan pertanyaan tertentu. Hipotesislah yang mentukan relevansi fakta-fakta itu. Hipotesis ini dapat memberikan dasar dalam pemilihan sampel serta prosedur penelitian yang harus dipakai. Hipotesis juga dapat menunjukkan analisis satatistik yang diperlukan dan hubungannya yang harus menunjukkan analisis statistik yang diperlukan agar ruang lingkup studi tersebut tetap terbatas, dengan mencegahnya menjadi terlalu sarat. Sebagi contoh, lihatlah kembali hipotesis tentang, latihan pra sekolah bagi anak-anak kelas satu yang mengalami hambatan kultural. Hipotesi ini menunjukkan metode penelitian yang diperlukan serta sampel yang harus digunakan. Hipotesis inipun bahkan menuntun peneliti kepada tes statistik yang mungkin diperlukan untuk menganalisis data. Dari pernyataan hipotesis itu, jelas bahwa peneliti harus melakukan eksperimen yang membandingkan hasil eblajr dikelas satu dari sampel siswa yang mengalami hambatan kultural dan telah mengalami program pra sekolah dengan sekelompok anak serupa yang tidak mengalami progaram pra sekolah. Setiap perbedaan hasil belajar rata-rat kedua kelompok tersebut dapat dianalaisis denga tes atai teknik analis variansi, agar dapat diketahui signifikansinya menurut statistik. 34 5) Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penyelidikan. Akan sangat memudahkan peneliti jika mengambil setiap hipotesis secara terpisah dan menyatakan kesimpulan yang relevan dengan hipotesis tersebut. Artinya, peneliti dapat menyusun bagian laporan tertulis ini diseputar jawabanjawaban terhadap hipotesis semula, sehingga membuat penyajian ini lebih berarti dan mudah dibaca. 3. Ciri Hipotesis Yang Baik Sebuah hipotesis atau dugaan sementara yang baik hendaknya mengandung beberapa hal. Hal-hal tersebut diantaranya: 1) Hipotesis harus mempunyai daya penjelas 2) Hipotesis harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada di antara variabel-variabel-variabel. 3) Hipotesis harus dapat diuji 4) Hipotesis hendaknya konsistesis dengan pengetahuan yang sudah ada. 5) Hipotesis hendaknya dinyatakan sesederhana dan seringkas mungkin. 4. Jenis Hipotesis 1) Hipotesis Nol (Ho) Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya hubungan antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). Artinya, dalam rumusan hipotesis, yang diuji adalah ketidakbenaran variabel (X) mempengaruhi (Y). Contoh: “tidak ada hubungan antara warna baju dengan kecerdasan mahasiswa”. 35 2) Hipotesis Kerja (H1) Hipotesis Kerja (H1) adalah hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y) yang diteliti. Hasil perhitungan H1 tersebut, akan digunakan sebagai dasar pencarian data penelitian. 5. Pengujian Hipotesis Suatu hipotesis harus dapat diuji berdasarkan data empiris, yakni berdasarkan apa yang dapat diamati dan dapat diukur. Untuk itu peneliti harus mencari situasi empiris yang memberi data yang diperlukan. Setelah kita mengumpulkan data, selanjutnya kita harus menyimpulkan hipotesis , apakah harus menerima atau menolak hipotesis. Ada bahayanya seorang peneliti cenderung untuk menerima atau membenarkan hipotesisnya, karena ia dipengaruhi bias atau perasangka. Dengan menggunakan data kuantitatif yang diolah menurut ketentuan statistik dapat ditiadakan bias itu sedapat mungkin, jadi seorang peneliti harus jujur, jangan memanipulasi data, dan harus menjunjung tinggi penelitian sebagai usaha untuk mencari kebenaran. 36 BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Intuisionisme adalah gerak hati, bisikan hati, atau kemampuan memahami sesuatu tanpa harus difikirkan, yang secara terminologi diartikan secara sebagai aliran atau paham dalam filsafat dalam memperoleh pengetahuan dengan mengutamakan intuisi atau gerak hati atau bisikan hati. Secara Epistemology, pengetahuan intuitif berasal dari intuisi yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung, tidak mengenai objek lahir melainkan mengenai kebenaran dan hakikat suatu objek. Tokoh aliran intuisionisme Henry Bergson (1859-1941) mengatakan bahwa intuisi merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Unsur utama bagi pengetahuan adalah kemungkinan adanya suatu bentuk penghayatan langsung (intuitif), di samping pengalaman oleh indera. Setidaknya, dalam beberapa hal. intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi, kendati diakui bahwa pengetahuan yang sempurna adalah yang diperoleh melalui intuisi. Metode ilmiah adalah prosedur dalam mendapatkan pengetahuan melalui penggunaan metode ilmiah. Hasilnya disebut pengetahuan ilmiah. Metode ilmiah adalah pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah dalam langkah-langkahnya yaitu pengenalan masalah, penyusunan hipotesis, pengumpulan data, analisis dan penyimpulan. Dan bisa menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan dialektika dan pendekatan induktif-deduktif. Metode ilmiah adalah menentukan filsafat yang berfungsi sebagai dasar acuan ilmiah yang harus selalu konsisten dengan ilmu alamiah. Seorang ilmuwan juga harus menemukan jawaban atas pertanyaan yang berhubungan dengan alam semesta dari hal tersebut sangat di butuhkan 37 metode ilmiah dalam memecahkan suatu permasalahan yang berkaitan tentang hukum-hukum alam semesta (ilmu alamiah), sehingga dapat di jadikan suatu pemikiran yang memiliki nilai ilmiah yang baik dalam segi lain dalam pikiran atau pandangan manusia. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu masalah. Jawaban tersebut masih perlu diuji kebenarannya. Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang, memberikan suatu pernyataan hubungan yang langsung dapat diuji dalam penelitian, memberikan arah kepada penelitian,menentukan sifat-sifat data yang diperlukan untuk menguji pernyataan, serta memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penyelidikan. Sebuah hipotesis haruslah memiliki data yang jelas, dapat di uji, menyatakan hubungan antar variabel, konsisten, dan dinyatakan sesederhana mungkin. Sehingga dapat menjunjung tinggi penelitian sebagai usaha mencari kebenaran. 38 DAFTAR PUSTAKA Utami, Rifani Arliana. (2020). Filsafat dan Logika.[Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.32 WIB, dari https :// www .academia.edu/ 34750239/ Filsafat_ dan_logika_Copy Amin, Muhammad Behrul. (2019, Juni). Metode Ilmiah dan Ilmu Alamiah.[Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.57 WIB, dari https://www.researchgate.net/publication/334093873_METODE_ILMIAH_ DAN_ILMU_ALAMIAH_1 Sidqi, Ahmad.(2014). Pentingkah (Ber) Filsafat ?. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.33 WIB, dari https://www.academia.edu/2612032/Peting_kah_Berfilsafat Tanu , Arisha Yonna.(2018, Juli). Apa yang Dimaksud dengan Filsafat Intusionisme ?. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.37 WIB, dari https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-filsafatintuisionisme/116348 Tajudin, Saleh dan Abdullah.(2018, Juli).Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.41 WIB, dari http://repositori.uinalauddin.ac.id/11781/1/KUMPULAN%20MAKALAH%20FILSAFAT.pdf Muniron, Muhammad.(2010). Mengkritisi Posisi Filosofis Ikhwan As-Shafa’. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.39 WIB, dari http://repository.iainkediri.ac.id/18/7/05.%20Bagian%20Kelima.pdf Amin, Muhammad.(2019). Metode Ilmiah (Filsafat Ilmu). [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.52 WIB, dari https://www.academia.edu/30237560/Metode_Ilmiah_Filsafat_Ilmu_ Yesi, dkk. (2015, Mei). Filsafat Ilmu Metode Ilmiah. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.53 WIB, dari http://yesiyesonk.blogspot.com/2015/05/filsafat-ilmu-metode-ilmiah.html 39 Swantara, I Made Dira. (2015). Filsafat Ilmu. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.56 WIB, dari https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/959b1b3ab5867b15c 36c2b061269bc5b.pdf Watloy A. (2020, Maret). Teori dan Metode Keilmuwan. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 09.55 WIB, dari https://kuliah.unpatti.ac.id/mod/page/view.php?id=14 Thabroni, Gamal. (2019, September). Metode Filsafat – 10 Contoh dan Penjelasan Lengkap. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 10.02 WIB, dari https://serupa.id/metode-filsafat-10-contoh-penjelasan-lengkap/ Yustini, Lusi. (2016, Oktober). Metode Filsafat. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 10.08 WIB, dari http://lusiyustini.blogspot.com/2016/10/metode-filsafat.html?m=1 Hendryadi. (2012, April). Metode Ilmiah. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2020 pukul 10.15 WIB, dari https://teorionline.wordpress.com/2012/04/09/metode-ilmiah/ 40