DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT KOTA PALU TAHUN 2013 DR. Sulaeman Miru, SE. M.Si Hp. 0811456040 PENDAHULUAN Latar Belakang Ketimpangan pembangunan antarwilayah telah menjadi isu yang amat sentral dalam pembangunan daerah saat ini. Sejumlah argumen tentunya dapat dikemukakan untuk menjelaskan fenomena tersebut. Dari perspektif ekonomi argumen klasik yang sering dikemukakan adalah pembangunan yang lebih banyak memihak ke satu kawasan/wilayah tertentu. Secara umum dapat digarisbawahi bahwa munculnya wacana ini adalah disebabkan adanya ketidakadilan, khususnya dalam bidang ekonomi yang dirasakan oleh beberapa daerah semakin mendalam. Ketertinggalam wilayah di berbagai daerah, disebabkan oleh beberapa kondisi yang memang berbeda dan membutuhkan langkah-langkah strategis dalam upaya percepatan pembangunan di kawasan tertinggal. Percepatan pembangunan wilayah di satu daerah, sebaiknya ditempuh tidak semata melalui upaya peningkatan investasi, akan tetapi juga upaya optimalisasi program-program lintas sektor di wilayah tertentu. Peningkatan investasi berasal dari mobilisasi segala sumber daya, baik yang berasal dari pihak pemerintah maupun swasta, sedangkan optimalisasi program-program lintas sektor adalah untuk menghasilkan serta mendayagunakan kegiatan-kegiatan lintas sektor yang diarahkan pada wilayah-wilayah tertinggal agar dapat mencapai sasaran yang hendak dicapai. Upaya efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumberdaya dan sumber dana pembangunan daerah sebaiknya dilaksanakan dengan pendekatan wilayah. Pengembangan suatu wilayah dengan keterpaduan, keserasian dan koordinasi dalam berbagai masukan (input) pembangunan, baik berupa program sektoral, program pembangunan daerah maupun program khusus yang disusun berdasarkan potensi pembangunan daerah dan kebutuhan nyata merupakan perencanaan peruntukan suatu wilayah dengan tepat. Oleh kerena itu, suatu perencanaan tata ruang wilayah di setiap daerah diperlukan untuk pencapaian oprimalisasi hasil pembangunan. Kota Palu merupakan ibukota Sulawesi Tengah yang merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan di Sulawesi Tengah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan pembangunan daerah maka perlu memperhatikan distribusi pembangunan wilayah, khususnya distribusi pendapatan maupun potensi ekonomi daerah sehingga terjadi pemerataan dan keadilan dalam pembangunan ekonomi, khususnya rentang pendapatan antara masyarakat golongan bawah dengan golongan atas. Pengalaman menunjukkan bahwa peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) melalui pemberdayaan ekonomi tidak dengan sendirinya membawa peningkatan standar hidup masyarakat secara keseluruhan. Terdapat dua alasan mengapa hal tersebut tidak berlaku, yaitu pertama, umumnya pertumbuhan penduduk di daerah berkembang lebih besar dibandingkan pertumbuhan ekonomi, sehingga secara komparatif tidak memberikan peningkatan taraf hidup secara signifikan. Kedua, adanya ketidakadilan dan struktur ekonomi yang tidak berpihak kepada masyarakat umum, membuat output pertumbuhan tersebut tidak terdistribusi ke seluruh wilayah secara merata. Sehingga teori trickle down effect yang mendasari kebijakan di atas tidak berlaku sepenuhnya. Kemakmuran tersebut umumnya hanya akan dinikmati oleh sebahagian kalangan tertentu yang secara komparatif memiliki pengetahuan, keterampilan, daya saing, dan absorbtive capacity yang lebih baik. Tujuan Penelitian Adapun Penelitian distribusi pendapatan masyarakat Kota Palu bertujuan untuk: a. Menganalisis pertumbuhan PDRB dan pendapatan per kapita di Kota Palu. b. Menganalisis kesenjangan pembangunan ekonomi antar wilayah kecamatan di wilayah Kota Palu. c. Menganalisis distribusi pendapatan masyarakat di Kota Palu. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengambil kebijakan (pemerintah daerah) sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun berbagai kebijakan berkaitan dengan distribusi pendapatan masyarakat di Kota Palu. Luaran Penelitian Secara umum luaran penelitian ini adalah tersusunnya dokumen distribusi pendapatasn masyarakat di Kota Palu. Secara rinci luaran penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Gambaran pertumbuhan PDRB dan pendapatan per kapita di Kota Palu. b. Gambaran kesenjangan pembangunan ekonomi antar wilayah kecamatan di wilayah Kota Palu. c. Gambaran distribusi pendapatan masyarakat di Kota Palu. METODE PENELITIAN Tipe Penelitian Tipe penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif memberikan gambaran nyata dari maksud studi dengan mendata, mengindentifikasi dan mengungkap kondisi atau fenomena yang terjadi di lapangan mengenai distribusi pendapatan masyarakat di Kota Palu. Tehnik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara (interview) dan observasi yang dilakukan melalui studi lapangan (field research) di Kota Palu serta dilengkapi dengan informasi dari berbagai stakeholders yang relevan dengan penelitian ini. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber antara lain: a. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal (Bappeda & PM) Kota Palu b. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palu dan Provinsi Sulawesi Tengah c. Dinas/Badan/Kantor di Kota Palu yang terkait dengan penelitian ini. Metode Analisis Sasaran utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui distribusi pendapatan di Kota Palu. Oleh karena itu, metode analisis yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Klasen Typologi digunakan untuk menganalisis struktur pertumbuhan ekonomi daerah diamati melalui penggabungan secara sistematis terhadap laju pertumbuhan PDRB dan pendapatan per kapita, lalu diklasifikasikan ke dalam kelompok/kategori bertitik tolak pada pengamatan terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita, sehingga membagi pola pembangunan menjadi: I. Daerah Maju dan Pertumbuhan Cepat Klasifikasi wilayah kecamatan yang mengalami laju pertumbuhan PDRB rata-rata dan PDRB per kapita lebih tinggi dari kota. Umumnya wilayah kecamatan tersebut merupakan daerah paling maju baik dari aspek pembangunan maupun kecepatan pertumbuhan. Biasanya wilayah kecamatan ini merupakan daerah yang potensi pembangunannya sangat besar dan sektor perekonomian dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. II. Daerah yang Sedang Tumbuh Klasifikasi wilayah kecamatan yang memiliki potensi daerah yang besar, tetapi belum memanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, wilayah kecamatan ini laju pertumbuhannya tinggi, namun memiliki PDRB per kapita di bawah rata-rata kota. Hal ini menggambarkan bahwa tahap pembangunan yang telah dicapai masih relatif rendah dibandingkan kecamatan lain. Pada masa yang akan datang, wilayah kecamatan ini akan terus berkembang dan berupaya mengejar ketertinggalannya. III. Daerah Maju Tapi Tertekan Klasifikasi wilayah kecamatan yang memiliki PDRB per kapita di atas kota. Namun, mengalami laju pertumbuhan yang kecil dibandingkan dengan kota. Laju pertumbuhan yang kecil disebabkan tertekannya kegiatan utama wilayah kecamatan yang bersangkutan. IV. Daerah Relatif Tertinggal Klasifikasi wilayah kecamatan yang memiliki laju pertumbuhan dan PDRB per kapita yang rendah. Wilayah kecamatan ini biasanya memusatkan pembangunan pada sektor yang mempunyai multiplier rendah dan sektor swasta kurang berkembang. Tabel 3.2 Klasen Typologi Y Yi > Y Yi < Y (I) (II) Wilayah Maju dan Wilayah yang Sedang Tumbuh Cepat Tumbuh (III) (IV) Wilayah Maju Wilayah Relatif Tetapi Tertekan Tertinggal r ri > r ri < r Keterangan: r : Laju pertumbuhan Ekonomi Kota Palu Y : PDRB Kota Palu ri : Laju pertumbuhan Ekonomi Kecamatan i Yi : PDRB per Kecamatan i B. Williamson Indeks, digunakan untuk menganalisis distribusi pendapatan. Adapun formulasinya adalah sebagai berikut: CVw = {√∑[(Yi – Yr)^2] / [fi/n]} / Yr Keterangan: CVw : Indeks Williamson Yi : PDRB per kapita di kecamatan i Yr : PDRB per kapita rata-rata Kota Fi : Jumlah penduduk di kecamatan i n : Jumlah penduduk kota Semakin besar nilai indeks Williamson yaitu mendekati 1 berarti semakin tinggi tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah, sebaliknya semakin rendah tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi maka indeks Williamson akan semakin mendekati nol. Oshima dalam Mattola (1985) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah kesenjangan ada pada taraf rendah, sedang atau tinggi. Untuk itu ditemukan kriteria sebagai barikut: CVw=<0,35 : Kesenjangan taraf rendah CVw= 0,35-0,5 : Kesenjangan taraf sedang CVw=> 0,5 : Kesenjangan taraf tinggi C. Gini ratio merupakan suatu ukuran kemerataan yang dihitung dengan membandingkan luas antara diagonal dan kurva lorenz (daerah A) dibagi dengan luas segitiga di bawah diagonal. Gambar 3.1 Kurva Lorenz Data yang diperlukan dalam penghitungan gini ratio: Jumlah rumah tangga atau penduduk Rata-rata pendapatan atau pengeluaran rumahtangga yang sudah dikelompokkan menurut kelasnya. Rumus untuk menghitung gini ratio: k G 1 i 1 Pi (Qi Qi 1 ) 10.000 Keterangan: Pi : persentase rumahtangga atau penduduk pada kelas ke-i Qi :persentase kumulatif total pendapatan atau pengeluaran sampai kelas ke-i Nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1, jika: G < 0,3 0,3 ≤ G ≤ 0,5 G > 0,5 → ketimpangan rendah → ketimpangan sedang → ketimpangan tinggi Tahap Penelitian Keseluruhan pekerjaan dalam penelitian ini akan dilakukan berdasarkan rencana tahapan pelaksanaan dan jadual kegiatan sebagai berikut : a. Tahap Persiapan Tahap ini adalah tahap paling awal yang dilakukan sebelum melangkah pada pekerjaanpekerjaan berikutnya secara keseluruhan. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data awal mengenai wilayah studi. Berdasarkan data tersebut, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan: (1) Menyusun desain penelitian dan melakukan uji coba lapangan; (2) Menyempurnakan dan menggandakan desain penelitian sesuai yang dibutuhkan; (3) Mempelajari peta administrasi dan peta wilayah studi; dan (4) Mempersiapkan peralatan untuk kegiatan survei dalam rangka pengumpulan data. b. Tahap Pengumpulan Data Pada tahap ini cakupan data (primer dan sekunder) yang akan dikumpulkan dilakukan secara lebih luas dan detail dengan cara-cara sebagai berikut : 1. Data Primer: mencakup data yang dihimpun melalui observasi dan wawancara langsung dengan para responden. 2. Data Sekunder: mencakup data tentang perekonomian daerah Kota Palu. c. Tahap Analisis Data Pada tahap ini, dilakukan editing dan coding terhadap data yang telah dihimpun, kemudian diolah dengan dukungan software computer berupa program SPSS. d. Tahap Pelaporan Pada tahap ini, penyajian laporan akan dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Laporan pendahuluan (inception report), memuat rencana rencana kerja dan metode pendekatan dalam pelaksanaan studi serta hasil pengumpulan data primer dan sekunder. 2. Laporan akhir (final report), adalah laporan lengkap yang merupakan hasil penelitian Kajian Distribusi Pendapatan Masyarakat di Kota Palu. HASIL PENELITIAN Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Walaupun kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan ekonomi selalu ditujukan untuk mempertinggi kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya, kegiatan pembangunan ekonomi selalu dipandang sebagai sebahagian dari usaha pembangunan yang dijalankan oleh suatu masyarakat. Pembangunan ekonomi hanya meliputi usaha sesuatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan masyarakatnya, sedangkan keseluruhan usaha-usaha pembangunan meliputi juga usaha-usaha pembangunan sosial, politik, dan kebudayaan. Dengan adanya pembatasan di atas maka pengertian pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk sesuatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Laju pembangunan ekonomi suatu daerah ditunjukkan dengan menggunakan tingkat pertambahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Namun demikian cara tersebut memiliki kelemahan karena cara itu tidak secara tepat menunjukkan perbaikan kesejahteraan masyarakat yang dicapai. Pada saat terjadi pertambahan kegiatan ekonomi masyarakat, terjadi pula pertambahan penduduk. Oleh karena itu pertambahan kegiatan ekonomi ini digunakan untuk mempertinggi kesejahteraan ekonomi masyarakat. Apabila pertambahan PDRB lebih rendah dibandingkan pertambahan penduduk maka pendapatan per kapita akan tetap sama atau cenderung menurun. Ini berarti bahwa pertambahan PDRB tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Dalam penggunaan yang lebih umum, istilah pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negaranegara maju, sedangkan pembangunan ekonomi untuk menyatakan perkembangan di negara sedang berkembang. Pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi dengan wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembanguan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasarpasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber-sumberdaya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya-sumberdaya swasta secara bertanggung jawab. Dalam pembangunan ekonomi daerah diperlukan campur tangan pemerintah. Apabila pembangunan daerah diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar maka pembangunan dan hasilnya tidak dapat dirasakan oleh seluruh daerah secara merata. Keadaan sosial ekonomi yang berbeda disetiap daerah akan membawa implikasi bahwa cakupan campur tangan pemerintah untuk tiap wilayah berbeda pula. Perbedaan tingkat pembangunan antar daerah, mengakibatkan perbedaan tingkat kesejahteraan daerah. Memusatnya ekspansi ekonomi di suatu wilayah disebabkan berbagai hal, misalnya konsisi dan situasi alamiah yang ada, letak geografis, dan sebagainya. Ekspansi ekonomi suatu daerah akan mempunyai pengaruh yang merugikan bagi daerah-daerah lain, karena tenaga kerja yang ada, modal, perdagangan, akan pindah kedaerah yang melakukan ekspansi tersebut. Oleh karena itu, apabila proses perekonomian diserahkan kepada mekanisme pasar akan membawa akibat-akibat yang kurang menguntungkan baik bagi daerah-daerah yang terbelakang maupun daerah-daerah maju dan pada akhirnya justru dapat mengganggu kestabilan ekonomi daerah secara keseluruhan. Pola Pembangunan Ekonomi Wilayah Hasil analisis Klasen Typologi menunjukkan struktur pertumbuhan ekonomi daerah diamati melalui penggabungan secara sistematis terhadap laju pertumbuhan PDRB dan pendapatan per kapita, lalu diklasifikasikan ke dalam kelompok/kategori bertitik tolak pada pengamatan terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita, sehingga membagi pola pembangunan menjadi: I. Daerah Maju dan Pertumbuhan Cepat Klasifikasi wilayah kecamatan yang mengalami laju pertumbuhan PDRB rata-rata dan PDRB lebih tinggi dari kabupaten. Umumnya wilayah kecamatan tersebut merupakan daerah paling maju baik dari aspek pembangunan maupun kecepatan pertumbuhan. Biasanya wilayah kecamatan ini merupakan daerah yang potensi pembangunannya sangat besar dan sektor perekonomian dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. II. Daerah yang Sedang Tumbuh Klasifikasi wilayah kecamatan yang memiliki potensi daerah yang besar, tetapi belum memanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, wilayah kecamatan ini laju pertumbuhannya tinggi, namun memiliki PDRB di bawah rata-rata Kota Palu. Hal ini menggambarkan bahwa tahap pembangunan yang telah dicapai masih relatif rendah dibandingkan kecamatan lain. Pada masa yang akan datang, wilayah kecamatan ini akan terus berkembang dan berupaya mengejar ketertinggalannya. III. Daerah Maju Tapi Tertekan Klasifikasi wilayah kecamatan yang memiliki PDRB di atas Kota Palu. Namun, mengalami laju pertumbuhan yang kecil dibandingkan dengan kabupaten. Laju pertumbuhan yang kecil disebabkan tertekannya kegiatan utama wilayah kecamatan yang bersangkutan. IV. Daerah Relatif Tertinggal Klasifikasi wilayah kecamatan yang memiliki laju pertumbuhan dan PDRB yang rendah. Wilayah kecamatan ini biasanya memusatkan pembangunan pada sektor yang mempunyai multiplier rendah dan sektor swasta kurang berkembang. Ketimpangan Pembangunan dan Distribusi Pendapatan Pertumbuhan versus distribusi pendapatan merupakan masalah yang menjadi perhatian di negara-negara sedang berkembang. Terdapat wilayah sedang berkembang yang mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan mulai menyadari bahwa pertumbuhan yang tinggi hanya sedikit manfaatnya dalam memecahkan masalah kemiskinan. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi banyak dirasakan orang tidak memberikan pada pemecahan masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan ketika tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut diiringi dengan meningkatnya tingkat pengangguran dan pengangguran semu di daerah pedesaaan maupun perkotaan. Distribusi pendapatan antara kelompok kaya dengan kelompok miskin semakin senjang. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata telah gagal untuk menghilangkan atau bahkan mengurangi luasnya kemiskinan absolut di beberapa wilayah yang sedang berkembang. Pertumbuhan PDRB per kapita yang cepat tidak secara otomatis meningkatkan tingkat hidup rakyat banyak. Bahkan pertumbuhan PDRB per kapita di beberapa wilayah sedang berkembang telah menimbulkan penurunan absolut dalam tingkat hidup orang miskin di perkotaan dan pedesaan. Apa yang disebut dengan proses penetesan ke bawah (trickle down effect) dari manfaat pertumbuhan ekonomi bagi orang miskin tidak terjadi. Adelman dan Morris (1973) dalam Arsyad (2004) mengemukakan 8 faktor yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang, yaitu: (a) Pertambahan pen-duduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita; (b) Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang; (c) Ketidakmerataan pembangunan antar daerah; (d) Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga persen-tase pendapatan modal dari tambahan harta lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah; (e) Rendahnya mobilitas sosial; (f) Pelaksanaan kebijak-sanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis; (g) Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara terhadap barang ekspor negara-negara sedang berkembang; dan (h) Hancurnya industri-industri kerjainan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain. Analisis Ketimpangan Pembangunan Secara teoritis, permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah mulamula dimunculkan oleh Douglas C North dalam analisanya tentang Teori Pertumbuhan Neo-Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lazim dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik (Sjafrizal, 2008). Menurut Hipotesa Neo-klasik, pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menurun (Sjafrizal, 2008). Myrdal dalam Jhingan (1990), ketimpangan wilayah berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba. Motif laba inilah yang mendorong berkembangnya pembangunan terpusat di wilayah-wilayah yang memiliki harapan laba tinggi, sementara wilayah-wilayah yang lainnya tetap terlantar. Lincolin Arsyad (1997) juga berpendapat perbedaan tingkat pembangunan ekonomi antar wilayah menyebabkan perbedaan tingkat kesejahteraan antar wilayah. Ekspansi ekonomi suatu daerah akan mempunyai pengaruh yang merugikan bagi daerah-daerah lain, karena tenaga kerja yang ada, modal, perdagangan akan pindah ke daerah yang melakukan ekspansi tersebut. Ketimpangan pada kenyataannya tidak dapat dihilangkan dalam pembangunan suatu daerah. Adanya ketimpangan, akan memberikan dorongan kepada daerah yang terbelakang untuk dapat berusaha meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak jauh tertinggal dengan daerah sekitarnya. Selain itu daerah-daerah tersebut akan bersaing guna meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga ketimpangan dalam hal ini memberikan dampak positif. Akan tetapi ada pula dampak negatif yang ditimbulkan dengan semakin tingginya ketimpangan antar wilayah. Dampak negatif tersebut berupa inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil (Todaro,2004). Adapun faktor-faktor yang menetukan ketimpangan pembangunan antar wilayah antara lain konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah, mobilitas barang dan faktor produksi antar daerah serta alokasi investasi antar wilayah dengan wilayah lainnya. Bahkan kebijakan yang dilakukan oleh suatu daerah depat pula mempengaruhi ketimpangan pembangunan regional. Oleh karena itu untuk menghitung tingkat ketimpangan wilayah digunakan metode indeks Williamson. Analisis Distribusi Pendapatan Perbedaan pola pembangunan dan kebijakan pembangunan antar wilayah dapat menimbulkan masalah bagaimana pendapatan terbagi secara merata di antara penduduknya. Perbedaan pendapatan antara penduduk dalam suatu wilayah dapat memunculkan berbagai permasalahan sosial antara lain kemiskinan, meningkatkan kegelisahan masyarakat, timbulnya rasa ketidakadilan dalam masyarakat, rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan bahkan konflik sosial (yang dipicu oleh rendahnya rasa ketidakadilan, rendahnya kepercayaan terhadap pemerintah dan adanya kecemburuan sosial). Suatu kebijakan dapat dikatakan lebih produktif bila kebijakan tersebut dapat menjawab pertayaan bagaimana caranya agar peningkatan kesejahteraan (peningkatan output dalam perekonomian/pertumbuhan ekonomi) dapat dinikmati oleh semua golongan dalam masyarakat. Hipotesa Simon Kuznets nyatakan bahwa pada tahap awal pembangunan ekonomi akan mengalami kepincangan tingkat pembagian pendapatan yang semakin memburuk, kemudian stabil dan akhirnya menurun, hipotesa ini biasa dikenal dengan hipotesa U terbalik. Penyebabnya adalah terjadinya konsentrasi kekayaan pada kelompok atas, kurang efektifnya pajak progresif, dan terjadinya akumulasi kepemilikan modal. Walaupun pandangan ini banyak menimbulkan kontroversi, namun Chiswick memberikan pandangan bahwa pekerja-pekerja muda yang tingkat pendidikan dan keterampilannya rendah akan memperoleh upah yang rendah pula, dan hal ini akan membuat pembagian pendapatan yang semakin senjang. Sebaliknya, jika penduduk muda ini masih tetap sekolah, menambah ilmu dan keterampilannya, akan berdampak pada berkurangnya kelompok penduduk yang berpendapatan rendah, sehingga akibat selanjutnya adalah tingkat kesenjangan distribusi pendapatan akan semakin menurun. Sementara, pamandangan umum tentang kajian kemiskinan menyatakan bahwa kemiskinan identik dengan kurangnya akses terhadap sumber daya ekonomi, dengan demikian pembangunan ekonomi tidak banyak berdampak pada golongan penduduk miskin, dan hal ini akan memperburuk kesenjangan distribusi pendapatan. Oleh karena itu pada tahap awal pembangunan kemiskinan merupakan perhatian khusus, jika pemerataan distribusi pendapatan adalah suatu hal penting. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a. PDRB Kota Palu mengalami pertumbuhan dari Tahun 2009, 2010, dan 2011. Tingkat pertumbuhan tertinggi pada sektor jasa-jasa dan terendah pada sektor industri pengolahan. b. Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kota Palu berdasarkan Indeks Williamson adalah timpang kategori rendah, namun mengalami peningkatan ketimpangan setiap tahunnya dari Tahun 2008-2011. c. Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan Kota Palu Tahun 2013 berdasarkan Indeks Gini dan Kurva Lorenz adalah timpang kategori sedang, namun berdasarkan kriteria Bank Dunia adalah timpang kategori rendah. Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kota Palu menurut kecamatan, tertiggi di Kecamatan Palu Selatan dan Terendah di Kecamatan Ulujadi. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan di atas, maka direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut: a. Ketimpangan distribusi pendapatan antar sektor yang ditunjukkan oleh Indeks Williamson, walaupun rendah namun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Oleh karena itu direkomendasikan agar pemerintah Kota Palu memperhatikan pengembangan sektor industri pengolahan dan peningkatan pendidikan dan keterampilan buruh serta perbaikan upah pekerja khususnya pekerja pada level bawah. b. Ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat Kota Palu yang ditunjukkan oleh Indeks Gini walaupun masih kategori timpang sedang, namun ada kecenderungan meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu direkomendasikan agar kebijakan yang diambil pemerintah semakin berpihak kepada penduduk yang berpenghasilan rendah. Di samping itu, peningkatan lama bersekolah menjadi sangat penting dalam rangka mengurangi angkatan kerja yang berpendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, karena hal tersebut akan menurunkan jumlah pekerja yang mendapat upah rendah.