Uploaded by restyrahmatika66

11-Article Text-11-1-2-20180725

advertisement
JOURNAL INTELLECTUAL SUFISM RESEARCH (JISR)
e-ISSN : p-ISSN :
JISR 1(1), November 2018, 1-10
Email : [email protected]
IMPLIKASI PENDIDIKAN EKONOMI DAN RASIONALITAS EKONOMI ISLAM
TERHADAP GAYA HIDUP SALIK
Emi Nuraini, 085731463793, [email protected]
Merlyawati Priyantini, 085730199355, [email protected]
ABSTRAK
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) menganalisis bagaimana pendidikan ekonomi di
lingkungan keluarga, rasionalitas ekonomi, dan gaya hidup salik; (2) menganalisis bagaimana pendidikan
ekonomi di lingkungan keluarga dan rasionalitas ekonomi berimplikasi terhadap gaya hidup salik. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)
pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga dan rasionalitas ekonomi para salik tergolong tinggi, serta gaya
hidup salik cenderung bergaya hidup sederhana (2) para salik dididik orang tuanya dalam mengelola
keuangan dan mengendalikan pengeluaran, sehingga terlatih menjadi pribadi yang sederhana. Demikian pula
dengan rasionalitas ekonomi para salik tidak terlepas dari kaidah-kaidah keislaman, yang selalu menyisipkan
niat untuk beribadah kepada Allah serta tidak bersikap israf dalam setiap aktivitas ekonominya.
Keywords : pendidikan ekonomi, rasionalitas, gaya hidup salik
PENDAHULUAN
Seiring
perkembangan
zaman,
aktivitas ekonomi manusia berkembang
kearah pertukaran barang dan jasa yang
tidak didasarkan pada daya guna dan
kemanfaatan melainkan hanya sebagai
tanda atau simbol harga diri dan pencitraan.
Sekarang manusia tidak lagi membeli
barang-barang melainkan membeli merek
yang melekat pada barang tersebut. Hal ini
dilakukan demi memenuhi keiinginan yang
di dalamnya terdapat kepuasan dan
kebahagiaan jika bisa mendapatkan apa
yang diinginkan. Masyarakat membeli
barang bukan lagi sebagai wujud
pemenuhan kebutuhan, namun lebih
mengarah pada pemenuhan hasrat pribadi.
Kebutuhan dapat terpenuhi dengan
mengkonsumsi suatu barang namun hasrat
tidak akan pernah terpenuhi.1 Perilaku
ekonomi tersebut merupakan wujud gaya
hidup konsumtif. Kecenderungan konsumtif
biasanya lebih banyak dilakukan oleh
1
Nanang Martono, sosiologi perubahan sosial:
perspektif klasik, modern, postmodern, dan
poskolonia, (jakarta: PT. Raja Grafinso Persada,
2011), 134.
Journal Intellectual Sufism Research (JISR)
remaja putri yang berstatus sebagai
mahasiswi. Perkembangan secara fisik
menuntutnya untuk memberikan perhatian
yang lebih terhadap penampilan karena
dengan berpenampilan menarik akan lebih
Fenomena yang melanda sebagian besar
daerah perkotaan adalah berkembangnya
budaya konsumerisme yang ditandai
dengan berkembangnya gaya hidup.
Berbagai gaya hidup yang terlahir dari
kegiatan konsumsi semakin beragam pada
masyarakat perkotaan. Menurut Mukadis,
gaya hidup yang lebih menonjol pada
masyarakat perkotaan saat ini adalah gaya
hidup
konsumtif
dimana
kegiatan
berbelanja bukan lagi sebagai pemenuhan
kebutuhan tapi ajang pemuas kenikmatan.
Kegunaan barang bukanlah tolok ukur
utama dalam keputusan pembelian. Semua
bertumpu pada gengsi dan nafsu untuk
memiliki yang menjadikannya merasa lega
ketika apa yang diinginkan terpenuhi.2
Gaya hidup dapat timbul melalui
lingkungan sosial dimana seseorang
menghabiskan banyak waktu mereka.
Seperti halnya lingkungan pesantren yang
berusaha menumbuhkan gaya hidup
sederhana. Pesantren sebagai suatu lembaga
pendidikan
tradisional
yang
terus
berkembang menjadi suatu lembaga
pendidikian yang menyesuaikan dengan
kebutuhan zaman, menunjukkan bahwa
peran pesantren sangat besar dalam
kehidupan masyarakat. Pada zaman dahulu
lembaga pendidikan ini lebih banyak
terdapat di pedesaan, namun sekarang
pesantren juga terdapat di kota-kota besar.
Hal ini berkebalikan dengan gaya hidup
yang berkembang di daerah perkotaan yang
2
Yani Marjaniyati, Op. Cit., hal 4.
Vol 1, No. 1, November 2018
muda untuk diterima di lingkungannya.
Penampilan merupakan aset bagi remaja
putri karena dengan mengikuti tren masa
kini akan menjadikannya lebih percaya diri.
lebih cenderung bergaya hidup konsumtif.
Menurut Novitasari dan Handoyo bahwa
sering kali terjadi perubahan gaya hidup
mahasiswa urban dimana terjadi proses
pergesran budaya dari daerah yang
cenderung sederhana menjadi budaya kota
yang identik dengan kehidupan konsumtif
sehingga pola kebiasaan mahasiswa daerah
juga mengalami perubahan.3 Perannya
sebagai mahasiswa yang terdidik sekaligus
sebagai santri menjadikan mereka digelari
sebagai salik., karena salik tidak lain adalah
mereka yang mengembara dalam perjalanan
menuju Allah. Selain dituntut untuk
memiliki akal yang sehat, mereka juga
dituntut untuk memiliki pengetahuan dan
kebijaksanaan untuk membedakan mana
yang hakdan mana yang batil.4
Terkait dengan pola kebiasaan
mahasiswa, pendidikan mendasar yang
memiliki
peranan
penting
dalam
membentuk pola kebiasaan, terutama
pada pengambilan keputusan ekonomi
adalah
pendidikan
ekonomi
di
lingkungan keluarga. Ilmu ekonomi tidak
hanya
didapatkan
melalui
proses
perkuliahan secara formal namun proses
transformasi dan interaksi ilmu tersebut
juga terjadi ketika seseorang dalam
Latifah Novitasari – Prambudi Handoko,
“Perubahan Gaya Hidup Konsumtif Pada
Mahasiswa Urban Di Unesa”, Paradigma. 2: 3,
(2014), 1.
4
Abdul Majid Hj. Khatib, Rahasia Sufi
diterjemahkan dari Sirrul Asrar fi ma Yahtaju Ilahi
Abrar, (Yogyakarta: Futuh, 2002), 321.
3
1
Journal Intellectual Sufism Research (JISR)
lingkungan
keluarga
karena
dalam
lingkungan keluarga merupakan titik awal
seseorang berproses mendapatkan ilmu baik
berupa jasmani dan rohani.5 Pendidikan di
dalam keluarga mempuyai peranan penting
serta menjadi gerbang pertama seorang
manusia dalam menerima pendidikan serta
proses
pembentukan
karakter
diri.
walaupun proses transformasi ilmu didalam
keluarga tidak terstruktur dan tertata rapi
seperti proses perkuliahan yang disusun
secara sistematis dalam bentuk kurikulum
maupun dalam sebuah perencanaan
pengajaran dalam waktu tertentu.6 Menurut
Purwanto pendidikan
keluarga adalah
fundamen atau dasar yang menentukan
pendidikan anak itu selanjutnya, baik di
sekolah maupun dalam masyarakat.7
Menurut Lemmitte, pendidikan ekonomi
dalam keluarga dapat dilakukan dengan
membiasakan dan bersikap yang sehat
terhadap uang
dengan pemberian
pendidikan pengelolan uang maka ada
beberapa hal yang positif terkait dengan
membelanjakan,
menabung,
dan
8
menginvestasikan uang dengan benar.
Permasalahan
ekonomi
yang
komplek
menuntut manusia terus
berusaha mencari
solusi
dalam
pemenuhan kebutuhan. Manusia adalah
makhluk
secara
kontinu
memiliki
kebutuhan yang menuntut untuk segera
5
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta:
Rajawali Pres, 2009), 44.
6
Ishak Vito, “pengaruh pendidikan ekonomi di
lingkungan keluarga terhadap rasionalitas ekonomi
mahasiswa pendidikan ekonomi fkip universitas
tanjung pura” jurnal (2013), 2.
7
M. Ngalim Purwanto, Ilmu pendidikan Teoretis dan
Praktis (Bandung: PT. Remaja Rosda, 2009), 79.
8
Januar Kustiandi, Beberapa Kajian Teori Kawasan
Pendidikan Ekonomi (Malang: PPS UM, 2011), 5.
Vol 1, No. 1, November 2018
dipenuhi dan selalu dalam batas yang
kurang dan kurang, sehingga kurang
bersyukur dengan apa yang dimiliki saat
ini.9 Setiap manusia dituntut untuk mampu
menghadapi masalah jangka pendek seperti
pemenuhan kebutuhan konsumsi. Dalam
hal ini diperlukan tindakan ekonomi yang
rasional
dalam
setiap
pengambilan
keputusan ekonomi. Menurut Sukidin
rasionalitas
ekonomi
berarti
aktor
melakukan perhitungan dari pemanfaatan
atau preferensi dalam pemilihan suatu
bentuk tindakan, aktor juga menghitung
biaya setiap jalur perilaku, dan aktor
berusaha memaksimalkan pemanfaatan
untuk mencapai pilihan tertentu.10 Sebagai
mahasiswa sekaligus santri yang tidak
hanya mendapatkan pendidikan umum
namun juga pendidikan islam,
salik
dituntut untuk bertindak rasional sesuai
dengan tuntunan ajaran islam dalam setiap
pemenuhan kebutuhan hidupnya.
METODE
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif
dimana. Jenis penelitian ini adalah
penelitian asosiatif kausal. Penelitian
asosiatif kausal merupakan jenis penelitian
yang bertujuan untuk menganalisis
hubungan antar variabel yang saling terkait
satu sama lainnya yang menjelaskan
bagaimana
suatu
varibel
dapat
11
mempengaruhi variabel lainnya. Dengan
kata lain desain kausal dapat menjelaskan
hubungan antara satu variabel dengan
9
Yani Marjaniyati, Op. Cit., hal 1.
Sukidin, Sosiologi Ekonomi (Tawangamangu:
center for society studies, 2009), 137.
11
Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen
(Bandung: Alfabeta, 2011),.
10
1
Journal Intellectual Sufism Research (JISR)
Vol 1, No. 1, November 2018
variabel
lainnya
yang
saling
mempengaruhi. Peneliti mengambil 48
responden santri putri pondok pesantren
mahasiswa Jagad ‘Alimussirry. Metode
pengambilan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode observasi dan
kuesioner. Adapun kriteria penilaian
sebagai berikut:12
Tabel Item instrument dalam Skala
Likert
Alternatif Jawaban
Skor
Sangat Setuju
(SS)
4
Setuju
(S)
3
Tidak Setuju
(TS)
2
Sangat Tidak Setuju (STS)
1
Sumber :Sugiyono 2011
Masing-masing diinterpretasikan dan
dipersentase menggunakan rumus persentase
yaitu:
๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘’
๐ฝ๐‘ข๐‘š๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘ ๐‘˜๐‘œ๐‘Ÿ ๐‘—๐‘Ž๐‘ค๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘› ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘๐‘œ๐‘›๐‘‘๐‘’๐‘›
=
๐‘ฅ 100%
jawaban skor ideal
Keterangan :
Skor ideal = Skor maksimal x jumlah soal x
jumlah responden
Dengan kategori persentase sebagai
berikut:13
Persentase
81% 100%
12
Kategori
Sangat
Tinggi
Ibid, Sugiyono
13
A. Ridwan, Rumus dan Data dalam Aplikasi
Statistika (Bandung: Alfabeta, 2009), 29.
61% 80%
41% 60%
21% 40%
0% 20%
Tinggi
Cukup
Rendah
Sangat
Rendah
PEMBAHASAN
Kuesioner
variabel
pendidikan
ekonomi di lingkungan keluarga terdiri dari
6 item pertanyaan. Jumlah nilai jawaban
responden untuk kedelapan item pertanyaan
tersebut adalah 146 + 122 + 109 + 118 +
144 + 161 = 800. Sedangkan skor idealnya
adalah 4 x 6 x 48 = 1.152. Jadi perhitungan
persentasenya adalah sebagai berikut:
๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘’
๐ฝ๐‘ข๐‘š๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘ ๐‘˜๐‘œ๐‘Ÿ ๐‘—๐‘Ž๐‘ค๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘› ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘๐‘œ๐‘›๐‘‘๐‘’๐‘›
=
x100%
jawaban skor ideal
800
๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘’ =
x 100%
1.152
๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘’ = 69,44%
Kuesioner
variabel
pendidikan
ekonomi di lingkungan keluarga terdiri dari
7 item pertanyaan. Jumlah nilai jawaban
responden untuk kedelapan item pertanyaan
tersebut adalah 149 + 157 + 139 + 167 +
152 + 148 + 160 = 1.072. Sedangkan skor
idealnya adalah 4 x 7 x 48 = 1.344. Jadi
perhitungan persentasenya adalah sebagai
berikut:
๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘’ =
๐ฝ๐‘ข๐‘š๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘ ๐‘˜๐‘œ๐‘Ÿ ๐‘—๐‘Ž๐‘ค๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘› ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘๐‘œ๐‘›๐‘‘๐‘’๐‘›
x100%
jawaban skor ideal
1.072
๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘’ =
x 100%
1.344
๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘’ = 79,76%
Kuesioner variabel gaya hidup
sederhana terdiri dari 8 item pertanyaan.
1
Journal Intellectual Sufism Research (JISR)
Jumlah nilai jawaban responden untuk
kedelapan item pertanyaan tersebut adalah
143 + 139 + 135 + 117 + 144 + 137 + 134 +
139 = 1.088. Sedangkan skor idealnya
adalah 4 x 8 x 48 = 1.536. Jadi perhitungan
persentasenya adalah sebagai berikut:
๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘’
๐ฝ๐‘ข๐‘š๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘ ๐‘˜๐‘œ๐‘Ÿ ๐‘—๐‘Ž๐‘ค๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘› ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘๐‘œ๐‘›๐‘‘๐‘’๐‘›
=
x100%
jawaban skor ideal
1.088
๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘’ =
x 100%
1.536
๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘’ = 70,83%
Dari perhitungan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pendidikan ekonomi di
lingkungan keluarga, rasionalitas ekonomi
islam dan gaya hidup para salik pondok
pesantren mahasiswa jagad ‘alimussirry
termasuk dalam kategori tinggi. Selain itu
diketahui pula bahwa gaya hidup salik
cenderung mengarah pada gaya hidup
sederhana.
Salik sejatinya merupakan gelar atau
sebutan bagi mereka yang berjalan di jalan
Allah dengan tujuan untuk mencari dan
semakin mendekatkan diri kepada-Nya.
Dalam perjalanan menuju kepada-Nya,
seorang
salik
tetap
membutuhkan
bimbingan dan arahan dari guru yang lebih
mengerti tentang perkara baik dan buruk,
serta jalan apa saja yang harus ditempuh
untuk bisa mencapai tujuan tersebut agar
salik tidak tersesat. Seorang salik pada
dasarnya merupakan manusia biasa yang
memiliki kehidupan layaknya orang pada
umumnya. Sama halnya dengan santri
pondok pesantren Jagad ‘Alimussirry yang
dapat dikatakan bahwa mereka adalah salik
karena tujuan mereka adalah mencari Allah.
Disamping itu mereka adalah para
mahasiswa yang berakal sehat dan
berpengetahuan tinggi serta memiliki cukup
Vol 1, No. 1, November 2018
kebijaksanaan, dimana hal tersebut
merupakan sesuatu yang wajib dimiliki oleh
seorang salik. Hal ini senada dengan
pernyataan Jailani yang mengatakan bahwa
seorang salik hendaknya memiliki akal
sehat, pengetahuan dan kebijaksanaan
karena dengan ketiga aspek tersebut
seorang salik akan bisa membedakan yang
hak dan yang batil.14 Ketiga aspek tersebut
tidak terlepas dari pendidikan pertama yang
mereka terima sebelum mendapatkan
pendidikan di pondok pesantren dan di
kampus yaitu pendidikan di lingkungan
keluarga yang sangat besar pengaruhnya
dalam membentuk karakter, sikap, dan gaya
hidup salik. Pendidikan di lingkungan
keluarga tergantung pada bagaimana orang
tua mengarahkan anaknya menjadi pribadi
yang baik atau buruk. Orang tua yang
membiasakan anaknya menerima uang atau
barang-barang secara berlebihan, secara
tidak langsung mendidik anaknya menjadi
pribadi
yang
boros
serta
dapat
mempengaruhi kecenderungan anaknya
untuk berperilaku konsumtif. Namun orang
tua yang membiasakan anaknya menerima
uang atau barang-barang secara tidak
berlebihan, akan melatih anak untuk
menjadi pribadi yang sederhana dan
mendidik anak dalam menerapkan nilainilai ekonomi islam yakni keseimbangan.
Menurut Nawawi keseimbangan terwujud
dalam kesederhanaan, hemat dan menjauhi
sikap pemboros. Seperti firman Allah
dalam surat Al – Furqan: 67
ู’โ€ซู…ูˆุงูŽู„ูŽู‘ุฐููŠู†ู… ุฅูุฐู…ุง ุฃู…ู†ูู…ู‚ููˆุง ูŽู„ู…ู’ ูŠูุณ ูุฑูููˆุง ู…ูˆูŽู„ู…โ€ฌ
โ€ซู…ูŠู‚ุช ู ูุฑูˆุง ู…ูˆ ู…ูƒุงู†ู… ุจู…ูŠู†ู… ูฐูŽุฐู… ููŽู„ ู…ูƒ ู‚ู… ู…ูˆุง ู‹ู…ุงโ€ฌ
14
Abdul Majid Hj. Khatib, Op. Cit., hal 321.
1
Journal Intellectual Sufism Research (JISR)
Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka
tidak berlebihan, dan tidak (pula)
kikir, dan adalah di tengahtengah antara yang demikian.15
Konsep gaya hidup sederhana ini
senada dengan konsep islam seperti zuhud
dan qona’ah.16 Zuhud adalah tidak
mementingkan hal-hal yang bersifat
keduniawian atau meninggalkan gemerlap
kehidupan yang bersifat material dalam
rangka mengendalikan diri dari pengaruh
negatif kehidupan dunia.17 Sedangkan
qona’ah merupakan sikap rela menerima
dan merasa cukup atas hasil yang
diusahakannya serta menjauhkan diri dari
rasa tidak puas dan perasaan kurang.18
Zuhud dan qona’ah merupakan sikap dasar
yang harus dimiliki oleh seorang salik
karena pada dasarnya seorang salik harus
takut kepada Allah dan menghindarkan diri
dari
kemurkaan-Nya
termasuk
meninggalkan gemerlap kehidupan dunia.
Namun dalam kenyataannya yang terjadi
saat ini jauh lebih banyak mereka yang
memuja gemerlap pernak-pernik yang
ditawarkan di dunia daripada mereka yang
selalu berusaha untuk hidup sederhana dan
merasa cukup dengan segala yang dimiliki.
QS. Al – Furqan: 67.
Ahmad Fariz, Skripsi: “Aplikasi Ajaran Pola Hidup
Sederhana Drs. KH. Hasbulloh dalam Kehidupan
Ekonomi Santri”. (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2013), hal 4.
17
Falah Kharisma Nuraziz, http://falahkharisma.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-darisifat-zuhud.html, 2012 diakses pada 20 Februari
2016.
18
Nurul Fatimah Sri Wulandari,
https://nurulfatimah96.wordpress.com/tugastugas/materi-agama/pengertian-qanaah-dantasamuh/,2011 diakses pada 21 Februari 2016.
15
16
Vol 1, No. 1, November 2018
Salik sejatinya akan selalu menyerahkan
jiwa
raganya,
bahkan
keseluruhan
wujudnya hanya kepada Allah, sedangkan
ghairullah (gemerlap dunia) diletakkan di
bawah tapak kakinya bahkan tidak
dipandang sedikitpun.
Anak yang sudah terbiasa dididik
orang tuanya dalam mengelola keuangan
akan lebih mudah dalam mengendalikan
pengeluaran. Demikian pula seorang salik
yang jika sejak awal sudah terlatih dengan
pengendalian keuangan yang baik maka
akan lebih mudah baginya menyesuaikan
antara keinginan dan kebutuan terhadap
barang maupun jasa. Tindakan tersebut
terwujud dalam sikap penghematan
terhadap pengeluaran yang mungkin masih
bisa ditunda. Sebagaimana yang dikatakan
Fariz manusia yang sederhana adalah
manusia yang sanggup menyesuaikan diri
sesuai
dengan
kondisi
dan
19
kemampuannya. Dalam hal ini bukan
berarti lari dari kehidupan nyata, namun
suatu usaha membentengi diri dengan nilainilai rohaniah yang mampu mengakkan diri
ketika nanti dihadapkan dengan problem
kehidupan yang serba materialistis.
Fenomena yang ada dikalangan
mahasiswa yang dalam hal ini sekaligus
seorang santri, terutama mahasiswa/santri
yang tinggal jauh dari orang tua dan
mengatur kebutuhan konsumsinya secara
mandiri dari hasil pendapatan orang tua
diperlukan pengaturan keuangan yang tepat
agar segala kebutuhannya saat jauh dari
orang tua dapat terpenuhi dengan baik.
Keadaan lingkungan pertemanan didukung
dengan banyaknya fasilitas-fasilitas hiburan
19
Ahmad Fariz, Op. Cid hal. 3.
1
Journal Intellectual Sufism Research (JISR)
dan wisata kuliner yang menggiurkan
sedikit banyak memberi dampak terhadap
pola konsumsi mahasiswa pada umumnya.
Karena seseorang mengkonsumsi suatu
barang atau jasa bukan hanya karena
mereka butuh, namun aspek “lapar mata”
yang sering terjadi saat seseorang
berkonsumsi merupakan indikasi perilaku
konsumtif. Pada awalnya ia sudah
merencanakan mengkonsumsi barangbarang tertentu, namun saat tiba pada pusat
perbelanjaan, maka banyak motivasi lain
yang mempengaruhinya dalam memilih
barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Hal
tersebut dapat berpotensi menjadikannya
berperilaku konsumtif.
Selain itu, Rasa sungkan, dan
persaingan dalam pertemanan terkadang
juga membuat pola konsumsi yang tidak
rasional dan akhirnya akan mempengaruhi
keadaan finansialnya sendiri. Pertanggung
jawaban finansial kepada orang tua yang
tidak
terpenuhi,
disinyalir
dapat
menyebabkan keterlambatan anak dalam
memahami apa pentingnya pengaturan
keuangan sendiri. Namun berbeda jika
sejak dini santri sudah dibiasakan untuk
bertanggungjawab terhadap keungannya,
maka sekalipun jauh dari orang tua ia akan
tetap mengendalikan setiap pengeluarannya
karena pembiasaan yang diterapkan orang
tua terus terbawa dimanapun ia berada.
Saliki yang memiliki pengetahuan terhadap
cara mengelola keuangan, kualitas barang,
dan kebutuhan mendesak yang sewaktuwaktu bisa terjadi akan lebih selektif dalam
melakukan kegiatan konsumsi.
Para
Salik
pondok
pesantren
mahasiswa jagad ‘alimussirry berasal dari
Vol 1, No. 1, November 2018
berbagai daerah dan mempunyai status
sosial yang berbeda-beda mulai dari
kalangan bawah, menengah dan kalangan
atas. Namun seiring berjalannya waktu
gaya hidup keseharianya baik dalam
berpakaian, makan, dan memenuhi
kebutuhan sehari-hari antara salik satu
dengan yang lainnya tidak jauh berbeda.
Gaya hidup sederhana tercermin dari
keseharian mereka baik dalam berpakaian,
makan, dan memenuhi kebutuhan seharihari walaupun memang masih ada sebagian
kecil yang tetap bertahan dengan gaya
hidup konsumtif karena daya dukung
ekonomi orang tua yang tinggi dan
kurangnya
pendidikan
ekonomi
di
lingkungan
keluarga
dalam
hal
pengendalian finansial.
Mahasiswa pada umumnya tidak lagi
secara rasional memenuhi kebutuhannya
saat berbelanja, namun tertarik pada hal-hal
yang tidak terduga saat berada pada pusat
perbelanjaan. Hal ini mungkin akan
berkurang intensitasnya pada mahasiswa
yang memiliki rasionalitas ekonomi islam.
Demikian pula yang terjadi pada salik
Jagad ‘alimussirry yang juga sebagai
seorang mahasiswa sekaligus santri. Karena
mereka memiliki rasionalitas ekonomi
islam yang tinggi maka dalam pemenuhan
kebutuhannya selalu didasarkan pada etika,
moral serta petununjuk Allah. Dalam
ekonomi
konvensional
rasionalitas
didefinisikan sebagai tindakan manusia
dalam memenuhi keperluan hidupnya yaitu
memaksimumkan
kepuasan
atau
keuntungan senantiasa berdasarkan pada
keperluan (need) dan keinginan-keinginan
(want) yang digerakkan oleh akal yang
sehat dan tidak akan bertindak secara
1
Journal Intellectual Sufism Research (JISR)
sengaja membuat keputusan yang bisa
merugikan kepuasan atau keuntungan
mereka. Bahkan menurutnya, suatu
aktivitas atau sikap yang terkadang nampak
tidak rasional akan tetapi seringkali ia
memiliki landasan rasionaliti yang kuat,
misalnya sikap orang lanjut usia yang tidak
mau belajar teknologi baru, dan orang yang
berpacaran dengan menghabiskan waktu
dan uang.
Dalam ekonomi Islam, tindakan
rasional termasuklah kepuasan atau
keuntungan ekonomi dan rohani baik di
dunia maupun di akhirat dan dalam
menjalankan perekonomian tidak hanya
berasaskan pada logikal semata-mata, akan
tetapi juga berasaskan pada nilai-nilai moral
dan etika serta tetap berpedoman kepada
petunjuk-petunjuk dari Allah SWT. Dalam
pelaksanaannya rasionalitas ekonomi islam
para salik Jagad ‘alimussirry sebagian besar
sudah sesuai dengan konsep rasionalitas
ekonomi islam dimana hal tersebut
berdampak pada pencerminan gaya
hidupnya. Islam membenarkan individu
untuk mencapai kesuksesan di dalam
hidupnya
melalui
tindakan-tindakan
ekonomi, namun kesuksesan dalam Islam
bukan hanya kesuksesan materi akan tetapi
juga kesuksesan di hari akhirat dengan
mendapatkan keridhaan dari Allah SWT.
Kesuksesan dalam kehidupan muslim
diukur dengan moral agama Islam, bukan
dengan jumlah kekayaan yang dimiliki.
Menurut Kahf, Semakin tinggi moralitas
seseorang, semakin tinggi pula kesuksesan
yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan
ketakwaan kepada Allah SWT merupakan
kunci dalam moralitas Islam. Kebajikan dan
kebenaran dapat dicapai dengan perilaku
Vol 1, No. 1, November 2018
yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan
serta menjauhkan diri dari kejahatan.
Ketakwaan kepada Allah dicapai dengan
menyandarkan seluruh kehidupan hanya
karena (niyyat) Allah, dan hanya untuk
(tujuan) Allah, dan dengan cara yang
telah ditentukan oleh Allah. 20 hal ini bisa
dilihat dari kebiasaan salik yang selalu
menyisipkan niat untuk beribadah kepada
Allah SWT dalam setiap aktivitas
ekonominya yang ditunjukkan pada
jawaban angket nomor 1 dan nomor 4 pada
variabel rasionalitas ekonomi islam dengan
proporsi jawaban setuju lebih banyak.
Islam tidak melarang individu dalam
menggunakan barang untuk mencapai
kepuasan selama individu tersebut tidak
mengkonsumsi barang yang haram dan
berbahaya atau merusak. Islam melarang
mengkonsumsi
barang
untuk
israf
(pembaziran) dan tabzir (spending in the
wrong way) seperti suap, berjudi dan
lainnya. Dalam hal ini juga berlaku pada
konsumsi terhadap waktu. Salik yang sudah
terbiasa menanamkan nilai-nilai islam
dalam setiap tindakannya cenderung akan
lebih bijak dalam menggunakan waktu dan
uangnya. Dari hasil angket diketahui bahwa
salik Jagad ‘alimussirry jauh lebih
menyukai menghabiskan waktunya di
dalam pondok daripada digunakan di luar
pondok (mall, cafe, tempat nongkrong, dll)
serta tidak israf dalam membelanjakan
uangnya. Tidak semua yang mereka suka
harus dibeli jika hal tersebut bukan
kebutuhan yang mendesak bagi mereka.
20
Sayyid Tahir et al. (ed.), Readings in
Microeconomics An Islamic Perspective, (Petaling
Jaya: Longman Malaysia Sdn Bhd, 1992), hlm. 6267.
1
Journal Intellectual Sufism Research (JISR)
KESIMPULAN
1.
2.
pendidikan ekonomi di lingkungan
keluarga dan rasionalitas ekonomi para
salik tergolong tinggi, serta gaya hidup
salik
cenderung
bergaya
hidup
sederhana
Didikan orang tua dalam lingkungan
keluarganya
untuk
bijak
dalam
menggunakan waktu dan uang akan
cenderung terbawa pada kehidupannya
salik ketika sudah jauh dari orang tua.
Demikian halnya salik yang selalu
menyisipkan nilai-nilai ajaran islam
dalam setiap tindakan ekonominya akan
cenderung pada pengaplikasian gaya
hidup sederhana.
DAFTAR PUSTAKA
Khatib, Abdul Majid. 2002. Rahasia Sufi
diterjemahkan dari Sirrul Asrar fi ma
Yahtaju Ilahi Abrar. Yogyakarta:
Futuh.
Fariz, Ahmad. 2013. Aplikasi Ajaran Pola
Hidup Sederhana Drs. KH. Hasbulloh
dalam Kehidupan Ekonomi Santri.
Skripsi diterbitkan. UIN Sunan
Kalijaga
Hasbullah.2009.
Dasar-dasar
Ilmu
Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pres.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kustiandi, Januar. 2011. Beberapa Kajian
Teori Kawasan Pendidikan Ekonomi.
Malang: PPS UM.
Marjaniyati, Yani. Hubungan perilaku
konsumtif dengan gaya hidup santri di
pondok pesantren (strudi pada santri
pondok pesantren darul a’mal kota
metro)” Skripsi diterbitkan.
Vol 1, No. 1, November 2018
Martono,
Nanang.
2011.
Sosiologi
Perubahan Sosial: Perspektif Klasik,
Modern,
Postmodern,
Dan
Poskolonia. jakarta: PT. Raja Grafinso
Persada.
Novitasari, Latifah & Prambudi Handoko.
2014.
Perubahan
Gaya
Hidup
Konsumtif Pada Mahasiswa Urban Di
Unesa. Paradigma. Vol. No.2
Purwanto, M. Ngalim. 2009. Ilmu
pendidikan Teoretis dan Praktis.
Bandung: PT. Remaja Rosda.
Ridwan, A., 2009. Rumus dan Data dalam
Aplikasi Statistika. Bandung: Alfabeta.
Nuraziz, Falah Kharisma. 2012 http://falahkharisma.blogspot.co.id/2012/12/peng
ertian-dari-sifat-zuhud.html. diakses
pada 20 Februari 2016
Sayyid Tahir et al. 1992. Readings in
Microeconomics
An
Islamic
Perspective,. Petaling Jaya: Longman
Malaysia Sdn Bhd..
Sukidin.
2009.
Sosiologi
Ekonomi.
Tawangamangu: Center For Society
Studies.
Vito, Ishak. 2013. Pengaruh Pendidikan
Ekonomi Di Lingkungan Keluarga
Terhadap
Rasionalitas
Ekonomi
Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP
Universitas Tanjung Pura” jurnal.
Wulandari, Nurul Fatimah Sri. 2011
https://nurulfatimah96.wordpress.com/
tugas-tugas/materi-agama/pengertianqanaah-dan-tasamuh/. diakses pada 21
Februari 2016.
1
Download