JOURNAL INTELLECTUAL SUFISM RESEARCH (JISR) e-ISSN : p-ISSN : JISR 1(1), November 2018, 1-10 Email : [email protected] IMPLIKASI PENDIDIKAN EKONOMI DAN RASIONALITAS EKONOMI ISLAM TERHADAP GAYA HIDUP SALIK Emi Nuraini, 085731463793, [email protected] Merlyawati Priyantini, 085730199355, [email protected] ABSTRAK Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) menganalisis bagaimana pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga, rasionalitas ekonomi, dan gaya hidup salik; (2) menganalisis bagaimana pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga dan rasionalitas ekonomi berimplikasi terhadap gaya hidup salik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga dan rasionalitas ekonomi para salik tergolong tinggi, serta gaya hidup salik cenderung bergaya hidup sederhana (2) para salik dididik orang tuanya dalam mengelola keuangan dan mengendalikan pengeluaran, sehingga terlatih menjadi pribadi yang sederhana. Demikian pula dengan rasionalitas ekonomi para salik tidak terlepas dari kaidah-kaidah keislaman, yang selalu menyisipkan niat untuk beribadah kepada Allah serta tidak bersikap israf dalam setiap aktivitas ekonominya. Keywords : pendidikan ekonomi, rasionalitas, gaya hidup salik PENDAHULUAN Seiring perkembangan zaman, aktivitas ekonomi manusia berkembang kearah pertukaran barang dan jasa yang tidak didasarkan pada daya guna dan kemanfaatan melainkan hanya sebagai tanda atau simbol harga diri dan pencitraan. Sekarang manusia tidak lagi membeli barang-barang melainkan membeli merek yang melekat pada barang tersebut. Hal ini dilakukan demi memenuhi keiinginan yang di dalamnya terdapat kepuasan dan kebahagiaan jika bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Masyarakat membeli barang bukan lagi sebagai wujud pemenuhan kebutuhan, namun lebih mengarah pada pemenuhan hasrat pribadi. Kebutuhan dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi suatu barang namun hasrat tidak akan pernah terpenuhi.1 Perilaku ekonomi tersebut merupakan wujud gaya hidup konsumtif. Kecenderungan konsumtif biasanya lebih banyak dilakukan oleh 1 Nanang Martono, sosiologi perubahan sosial: perspektif klasik, modern, postmodern, dan poskolonia, (jakarta: PT. Raja Grafinso Persada, 2011), 134. Journal Intellectual Sufism Research (JISR) remaja putri yang berstatus sebagai mahasiswi. Perkembangan secara fisik menuntutnya untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap penampilan karena dengan berpenampilan menarik akan lebih Fenomena yang melanda sebagian besar daerah perkotaan adalah berkembangnya budaya konsumerisme yang ditandai dengan berkembangnya gaya hidup. Berbagai gaya hidup yang terlahir dari kegiatan konsumsi semakin beragam pada masyarakat perkotaan. Menurut Mukadis, gaya hidup yang lebih menonjol pada masyarakat perkotaan saat ini adalah gaya hidup konsumtif dimana kegiatan berbelanja bukan lagi sebagai pemenuhan kebutuhan tapi ajang pemuas kenikmatan. Kegunaan barang bukanlah tolok ukur utama dalam keputusan pembelian. Semua bertumpu pada gengsi dan nafsu untuk memiliki yang menjadikannya merasa lega ketika apa yang diinginkan terpenuhi.2 Gaya hidup dapat timbul melalui lingkungan sosial dimana seseorang menghabiskan banyak waktu mereka. Seperti halnya lingkungan pesantren yang berusaha menumbuhkan gaya hidup sederhana. Pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan tradisional yang terus berkembang menjadi suatu lembaga pendidikian yang menyesuaikan dengan kebutuhan zaman, menunjukkan bahwa peran pesantren sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Pada zaman dahulu lembaga pendidikan ini lebih banyak terdapat di pedesaan, namun sekarang pesantren juga terdapat di kota-kota besar. Hal ini berkebalikan dengan gaya hidup yang berkembang di daerah perkotaan yang 2 Yani Marjaniyati, Op. Cit., hal 4. Vol 1, No. 1, November 2018 muda untuk diterima di lingkungannya. Penampilan merupakan aset bagi remaja putri karena dengan mengikuti tren masa kini akan menjadikannya lebih percaya diri. lebih cenderung bergaya hidup konsumtif. Menurut Novitasari dan Handoyo bahwa sering kali terjadi perubahan gaya hidup mahasiswa urban dimana terjadi proses pergesran budaya dari daerah yang cenderung sederhana menjadi budaya kota yang identik dengan kehidupan konsumtif sehingga pola kebiasaan mahasiswa daerah juga mengalami perubahan.3 Perannya sebagai mahasiswa yang terdidik sekaligus sebagai santri menjadikan mereka digelari sebagai salik., karena salik tidak lain adalah mereka yang mengembara dalam perjalanan menuju Allah. Selain dituntut untuk memiliki akal yang sehat, mereka juga dituntut untuk memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan untuk membedakan mana yang hakdan mana yang batil.4 Terkait dengan pola kebiasaan mahasiswa, pendidikan mendasar yang memiliki peranan penting dalam membentuk pola kebiasaan, terutama pada pengambilan keputusan ekonomi adalah pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga. Ilmu ekonomi tidak hanya didapatkan melalui proses perkuliahan secara formal namun proses transformasi dan interaksi ilmu tersebut juga terjadi ketika seseorang dalam Latifah Novitasari – Prambudi Handoko, “Perubahan Gaya Hidup Konsumtif Pada Mahasiswa Urban Di Unesa”, Paradigma. 2: 3, (2014), 1. 4 Abdul Majid Hj. Khatib, Rahasia Sufi diterjemahkan dari Sirrul Asrar fi ma Yahtaju Ilahi Abrar, (Yogyakarta: Futuh, 2002), 321. 3 1 Journal Intellectual Sufism Research (JISR) lingkungan keluarga karena dalam lingkungan keluarga merupakan titik awal seseorang berproses mendapatkan ilmu baik berupa jasmani dan rohani.5 Pendidikan di dalam keluarga mempuyai peranan penting serta menjadi gerbang pertama seorang manusia dalam menerima pendidikan serta proses pembentukan karakter diri. walaupun proses transformasi ilmu didalam keluarga tidak terstruktur dan tertata rapi seperti proses perkuliahan yang disusun secara sistematis dalam bentuk kurikulum maupun dalam sebuah perencanaan pengajaran dalam waktu tertentu.6 Menurut Purwanto pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar yang menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun dalam masyarakat.7 Menurut Lemmitte, pendidikan ekonomi dalam keluarga dapat dilakukan dengan membiasakan dan bersikap yang sehat terhadap uang dengan pemberian pendidikan pengelolan uang maka ada beberapa hal yang positif terkait dengan membelanjakan, menabung, dan 8 menginvestasikan uang dengan benar. Permasalahan ekonomi yang komplek menuntut manusia terus berusaha mencari solusi dalam pemenuhan kebutuhan. Manusia adalah makhluk secara kontinu memiliki kebutuhan yang menuntut untuk segera 5 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pres, 2009), 44. 6 Ishak Vito, “pengaruh pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga terhadap rasionalitas ekonomi mahasiswa pendidikan ekonomi fkip universitas tanjung pura” jurnal (2013), 2. 7 M. Ngalim Purwanto, Ilmu pendidikan Teoretis dan Praktis (Bandung: PT. Remaja Rosda, 2009), 79. 8 Januar Kustiandi, Beberapa Kajian Teori Kawasan Pendidikan Ekonomi (Malang: PPS UM, 2011), 5. Vol 1, No. 1, November 2018 dipenuhi dan selalu dalam batas yang kurang dan kurang, sehingga kurang bersyukur dengan apa yang dimiliki saat ini.9 Setiap manusia dituntut untuk mampu menghadapi masalah jangka pendek seperti pemenuhan kebutuhan konsumsi. Dalam hal ini diperlukan tindakan ekonomi yang rasional dalam setiap pengambilan keputusan ekonomi. Menurut Sukidin rasionalitas ekonomi berarti aktor melakukan perhitungan dari pemanfaatan atau preferensi dalam pemilihan suatu bentuk tindakan, aktor juga menghitung biaya setiap jalur perilaku, dan aktor berusaha memaksimalkan pemanfaatan untuk mencapai pilihan tertentu.10 Sebagai mahasiswa sekaligus santri yang tidak hanya mendapatkan pendidikan umum namun juga pendidikan islam, salik dituntut untuk bertindak rasional sesuai dengan tuntunan ajaran islam dalam setiap pemenuhan kebutuhan hidupnya. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dimana. Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif kausal. Penelitian asosiatif kausal merupakan jenis penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antar variabel yang saling terkait satu sama lainnya yang menjelaskan bagaimana suatu varibel dapat 11 mempengaruhi variabel lainnya. Dengan kata lain desain kausal dapat menjelaskan hubungan antara satu variabel dengan 9 Yani Marjaniyati, Op. Cit., hal 1. Sukidin, Sosiologi Ekonomi (Tawangamangu: center for society studies, 2009), 137. 11 Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen (Bandung: Alfabeta, 2011),. 10 1 Journal Intellectual Sufism Research (JISR) Vol 1, No. 1, November 2018 variabel lainnya yang saling mempengaruhi. Peneliti mengambil 48 responden santri putri pondok pesantren mahasiswa Jagad ‘Alimussirry. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan kuesioner. Adapun kriteria penilaian sebagai berikut:12 Tabel Item instrument dalam Skala Likert Alternatif Jawaban Skor Sangat Setuju (SS) 4 Setuju (S) 3 Tidak Setuju (TS) 2 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Sumber :Sugiyono 2011 Masing-masing diinterpretasikan dan dipersentase menggunakan rumus persentase yaitu: ๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐๐ ๐ ๐ฝ๐ข๐๐๐โ ๐ ๐๐๐ ๐๐๐ค๐๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ = ๐ฅ 100% jawaban skor ideal Keterangan : Skor ideal = Skor maksimal x jumlah soal x jumlah responden Dengan kategori persentase sebagai berikut:13 Persentase 81% 100% 12 Kategori Sangat Tinggi Ibid, Sugiyono 13 A. Ridwan, Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika (Bandung: Alfabeta, 2009), 29. 61% 80% 41% 60% 21% 40% 0% 20% Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah PEMBAHASAN Kuesioner variabel pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga terdiri dari 6 item pertanyaan. Jumlah nilai jawaban responden untuk kedelapan item pertanyaan tersebut adalah 146 + 122 + 109 + 118 + 144 + 161 = 800. Sedangkan skor idealnya adalah 4 x 6 x 48 = 1.152. Jadi perhitungan persentasenya adalah sebagai berikut: ๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐๐ ๐ ๐ฝ๐ข๐๐๐โ ๐ ๐๐๐ ๐๐๐ค๐๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ = x100% jawaban skor ideal 800 ๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐๐ ๐ = x 100% 1.152 ๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐๐ ๐ = 69,44% Kuesioner variabel pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga terdiri dari 7 item pertanyaan. Jumlah nilai jawaban responden untuk kedelapan item pertanyaan tersebut adalah 149 + 157 + 139 + 167 + 152 + 148 + 160 = 1.072. Sedangkan skor idealnya adalah 4 x 7 x 48 = 1.344. Jadi perhitungan persentasenya adalah sebagai berikut: ๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐๐ ๐ = ๐ฝ๐ข๐๐๐โ ๐ ๐๐๐ ๐๐๐ค๐๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ x100% jawaban skor ideal 1.072 ๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐๐ ๐ = x 100% 1.344 ๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐๐ ๐ = 79,76% Kuesioner variabel gaya hidup sederhana terdiri dari 8 item pertanyaan. 1 Journal Intellectual Sufism Research (JISR) Jumlah nilai jawaban responden untuk kedelapan item pertanyaan tersebut adalah 143 + 139 + 135 + 117 + 144 + 137 + 134 + 139 = 1.088. Sedangkan skor idealnya adalah 4 x 8 x 48 = 1.536. Jadi perhitungan persentasenya adalah sebagai berikut: ๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐๐ ๐ ๐ฝ๐ข๐๐๐โ ๐ ๐๐๐ ๐๐๐ค๐๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ = x100% jawaban skor ideal 1.088 ๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐๐ ๐ = x 100% 1.536 ๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐๐ ๐ = 70,83% Dari perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga, rasionalitas ekonomi islam dan gaya hidup para salik pondok pesantren mahasiswa jagad ‘alimussirry termasuk dalam kategori tinggi. Selain itu diketahui pula bahwa gaya hidup salik cenderung mengarah pada gaya hidup sederhana. Salik sejatinya merupakan gelar atau sebutan bagi mereka yang berjalan di jalan Allah dengan tujuan untuk mencari dan semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam perjalanan menuju kepada-Nya, seorang salik tetap membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru yang lebih mengerti tentang perkara baik dan buruk, serta jalan apa saja yang harus ditempuh untuk bisa mencapai tujuan tersebut agar salik tidak tersesat. Seorang salik pada dasarnya merupakan manusia biasa yang memiliki kehidupan layaknya orang pada umumnya. Sama halnya dengan santri pondok pesantren Jagad ‘Alimussirry yang dapat dikatakan bahwa mereka adalah salik karena tujuan mereka adalah mencari Allah. Disamping itu mereka adalah para mahasiswa yang berakal sehat dan berpengetahuan tinggi serta memiliki cukup Vol 1, No. 1, November 2018 kebijaksanaan, dimana hal tersebut merupakan sesuatu yang wajib dimiliki oleh seorang salik. Hal ini senada dengan pernyataan Jailani yang mengatakan bahwa seorang salik hendaknya memiliki akal sehat, pengetahuan dan kebijaksanaan karena dengan ketiga aspek tersebut seorang salik akan bisa membedakan yang hak dan yang batil.14 Ketiga aspek tersebut tidak terlepas dari pendidikan pertama yang mereka terima sebelum mendapatkan pendidikan di pondok pesantren dan di kampus yaitu pendidikan di lingkungan keluarga yang sangat besar pengaruhnya dalam membentuk karakter, sikap, dan gaya hidup salik. Pendidikan di lingkungan keluarga tergantung pada bagaimana orang tua mengarahkan anaknya menjadi pribadi yang baik atau buruk. Orang tua yang membiasakan anaknya menerima uang atau barang-barang secara berlebihan, secara tidak langsung mendidik anaknya menjadi pribadi yang boros serta dapat mempengaruhi kecenderungan anaknya untuk berperilaku konsumtif. Namun orang tua yang membiasakan anaknya menerima uang atau barang-barang secara tidak berlebihan, akan melatih anak untuk menjadi pribadi yang sederhana dan mendidik anak dalam menerapkan nilainilai ekonomi islam yakni keseimbangan. Menurut Nawawi keseimbangan terwujud dalam kesederhanaan, hemat dan menjauhi sikap pemboros. Seperti firman Allah dalam surat Al – Furqan: 67 ูโซู ูุงููููุฐูููู ุฅูุฐู ุง ุฃู ููู ูููุง ููู ู ููุณ ูุฑูููุง ู ูููู โฌ โซู ููุช ู ูุฑูุง ู ู ู ูุงูู ุจู ููู ูฐูุฐู ููู ู ู ูู ู ูุง ูู ุงโฌ 14 Abdul Majid Hj. Khatib, Op. Cit., hal 321. 1 Journal Intellectual Sufism Research (JISR) Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah di tengahtengah antara yang demikian.15 Konsep gaya hidup sederhana ini senada dengan konsep islam seperti zuhud dan qona’ah.16 Zuhud adalah tidak mementingkan hal-hal yang bersifat keduniawian atau meninggalkan gemerlap kehidupan yang bersifat material dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh negatif kehidupan dunia.17 Sedangkan qona’ah merupakan sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari rasa tidak puas dan perasaan kurang.18 Zuhud dan qona’ah merupakan sikap dasar yang harus dimiliki oleh seorang salik karena pada dasarnya seorang salik harus takut kepada Allah dan menghindarkan diri dari kemurkaan-Nya termasuk meninggalkan gemerlap kehidupan dunia. Namun dalam kenyataannya yang terjadi saat ini jauh lebih banyak mereka yang memuja gemerlap pernak-pernik yang ditawarkan di dunia daripada mereka yang selalu berusaha untuk hidup sederhana dan merasa cukup dengan segala yang dimiliki. QS. Al – Furqan: 67. Ahmad Fariz, Skripsi: “Aplikasi Ajaran Pola Hidup Sederhana Drs. KH. Hasbulloh dalam Kehidupan Ekonomi Santri”. (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013), hal 4. 17 Falah Kharisma Nuraziz, http://falahkharisma.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-darisifat-zuhud.html, 2012 diakses pada 20 Februari 2016. 18 Nurul Fatimah Sri Wulandari, https://nurulfatimah96.wordpress.com/tugastugas/materi-agama/pengertian-qanaah-dantasamuh/,2011 diakses pada 21 Februari 2016. 15 16 Vol 1, No. 1, November 2018 Salik sejatinya akan selalu menyerahkan jiwa raganya, bahkan keseluruhan wujudnya hanya kepada Allah, sedangkan ghairullah (gemerlap dunia) diletakkan di bawah tapak kakinya bahkan tidak dipandang sedikitpun. Anak yang sudah terbiasa dididik orang tuanya dalam mengelola keuangan akan lebih mudah dalam mengendalikan pengeluaran. Demikian pula seorang salik yang jika sejak awal sudah terlatih dengan pengendalian keuangan yang baik maka akan lebih mudah baginya menyesuaikan antara keinginan dan kebutuan terhadap barang maupun jasa. Tindakan tersebut terwujud dalam sikap penghematan terhadap pengeluaran yang mungkin masih bisa ditunda. Sebagaimana yang dikatakan Fariz manusia yang sederhana adalah manusia yang sanggup menyesuaikan diri sesuai dengan kondisi dan 19 kemampuannya. Dalam hal ini bukan berarti lari dari kehidupan nyata, namun suatu usaha membentengi diri dengan nilainilai rohaniah yang mampu mengakkan diri ketika nanti dihadapkan dengan problem kehidupan yang serba materialistis. Fenomena yang ada dikalangan mahasiswa yang dalam hal ini sekaligus seorang santri, terutama mahasiswa/santri yang tinggal jauh dari orang tua dan mengatur kebutuhan konsumsinya secara mandiri dari hasil pendapatan orang tua diperlukan pengaturan keuangan yang tepat agar segala kebutuhannya saat jauh dari orang tua dapat terpenuhi dengan baik. Keadaan lingkungan pertemanan didukung dengan banyaknya fasilitas-fasilitas hiburan 19 Ahmad Fariz, Op. Cid hal. 3. 1 Journal Intellectual Sufism Research (JISR) dan wisata kuliner yang menggiurkan sedikit banyak memberi dampak terhadap pola konsumsi mahasiswa pada umumnya. Karena seseorang mengkonsumsi suatu barang atau jasa bukan hanya karena mereka butuh, namun aspek “lapar mata” yang sering terjadi saat seseorang berkonsumsi merupakan indikasi perilaku konsumtif. Pada awalnya ia sudah merencanakan mengkonsumsi barangbarang tertentu, namun saat tiba pada pusat perbelanjaan, maka banyak motivasi lain yang mempengaruhinya dalam memilih barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Hal tersebut dapat berpotensi menjadikannya berperilaku konsumtif. Selain itu, Rasa sungkan, dan persaingan dalam pertemanan terkadang juga membuat pola konsumsi yang tidak rasional dan akhirnya akan mempengaruhi keadaan finansialnya sendiri. Pertanggung jawaban finansial kepada orang tua yang tidak terpenuhi, disinyalir dapat menyebabkan keterlambatan anak dalam memahami apa pentingnya pengaturan keuangan sendiri. Namun berbeda jika sejak dini santri sudah dibiasakan untuk bertanggungjawab terhadap keungannya, maka sekalipun jauh dari orang tua ia akan tetap mengendalikan setiap pengeluarannya karena pembiasaan yang diterapkan orang tua terus terbawa dimanapun ia berada. Saliki yang memiliki pengetahuan terhadap cara mengelola keuangan, kualitas barang, dan kebutuhan mendesak yang sewaktuwaktu bisa terjadi akan lebih selektif dalam melakukan kegiatan konsumsi. Para Salik pondok pesantren mahasiswa jagad ‘alimussirry berasal dari Vol 1, No. 1, November 2018 berbagai daerah dan mempunyai status sosial yang berbeda-beda mulai dari kalangan bawah, menengah dan kalangan atas. Namun seiring berjalannya waktu gaya hidup keseharianya baik dalam berpakaian, makan, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari antara salik satu dengan yang lainnya tidak jauh berbeda. Gaya hidup sederhana tercermin dari keseharian mereka baik dalam berpakaian, makan, dan memenuhi kebutuhan seharihari walaupun memang masih ada sebagian kecil yang tetap bertahan dengan gaya hidup konsumtif karena daya dukung ekonomi orang tua yang tinggi dan kurangnya pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga dalam hal pengendalian finansial. Mahasiswa pada umumnya tidak lagi secara rasional memenuhi kebutuhannya saat berbelanja, namun tertarik pada hal-hal yang tidak terduga saat berada pada pusat perbelanjaan. Hal ini mungkin akan berkurang intensitasnya pada mahasiswa yang memiliki rasionalitas ekonomi islam. Demikian pula yang terjadi pada salik Jagad ‘alimussirry yang juga sebagai seorang mahasiswa sekaligus santri. Karena mereka memiliki rasionalitas ekonomi islam yang tinggi maka dalam pemenuhan kebutuhannya selalu didasarkan pada etika, moral serta petununjuk Allah. Dalam ekonomi konvensional rasionalitas didefinisikan sebagai tindakan manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya yaitu memaksimumkan kepuasan atau keuntungan senantiasa berdasarkan pada keperluan (need) dan keinginan-keinginan (want) yang digerakkan oleh akal yang sehat dan tidak akan bertindak secara 1 Journal Intellectual Sufism Research (JISR) sengaja membuat keputusan yang bisa merugikan kepuasan atau keuntungan mereka. Bahkan menurutnya, suatu aktivitas atau sikap yang terkadang nampak tidak rasional akan tetapi seringkali ia memiliki landasan rasionaliti yang kuat, misalnya sikap orang lanjut usia yang tidak mau belajar teknologi baru, dan orang yang berpacaran dengan menghabiskan waktu dan uang. Dalam ekonomi Islam, tindakan rasional termasuklah kepuasan atau keuntungan ekonomi dan rohani baik di dunia maupun di akhirat dan dalam menjalankan perekonomian tidak hanya berasaskan pada logikal semata-mata, akan tetapi juga berasaskan pada nilai-nilai moral dan etika serta tetap berpedoman kepada petunjuk-petunjuk dari Allah SWT. Dalam pelaksanaannya rasionalitas ekonomi islam para salik Jagad ‘alimussirry sebagian besar sudah sesuai dengan konsep rasionalitas ekonomi islam dimana hal tersebut berdampak pada pencerminan gaya hidupnya. Islam membenarkan individu untuk mencapai kesuksesan di dalam hidupnya melalui tindakan-tindakan ekonomi, namun kesuksesan dalam Islam bukan hanya kesuksesan materi akan tetapi juga kesuksesan di hari akhirat dengan mendapatkan keridhaan dari Allah SWT. Kesuksesan dalam kehidupan muslim diukur dengan moral agama Islam, bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Menurut Kahf, Semakin tinggi moralitas seseorang, semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan ketakwaan kepada Allah SWT merupakan kunci dalam moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran dapat dicapai dengan perilaku Vol 1, No. 1, November 2018 yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta menjauhkan diri dari kejahatan. Ketakwaan kepada Allah dicapai dengan menyandarkan seluruh kehidupan hanya karena (niyyat) Allah, dan hanya untuk (tujuan) Allah, dan dengan cara yang telah ditentukan oleh Allah. 20 hal ini bisa dilihat dari kebiasaan salik yang selalu menyisipkan niat untuk beribadah kepada Allah SWT dalam setiap aktivitas ekonominya yang ditunjukkan pada jawaban angket nomor 1 dan nomor 4 pada variabel rasionalitas ekonomi islam dengan proporsi jawaban setuju lebih banyak. Islam tidak melarang individu dalam menggunakan barang untuk mencapai kepuasan selama individu tersebut tidak mengkonsumsi barang yang haram dan berbahaya atau merusak. Islam melarang mengkonsumsi barang untuk israf (pembaziran) dan tabzir (spending in the wrong way) seperti suap, berjudi dan lainnya. Dalam hal ini juga berlaku pada konsumsi terhadap waktu. Salik yang sudah terbiasa menanamkan nilai-nilai islam dalam setiap tindakannya cenderung akan lebih bijak dalam menggunakan waktu dan uangnya. Dari hasil angket diketahui bahwa salik Jagad ‘alimussirry jauh lebih menyukai menghabiskan waktunya di dalam pondok daripada digunakan di luar pondok (mall, cafe, tempat nongkrong, dll) serta tidak israf dalam membelanjakan uangnya. Tidak semua yang mereka suka harus dibeli jika hal tersebut bukan kebutuhan yang mendesak bagi mereka. 20 Sayyid Tahir et al. (ed.), Readings in Microeconomics An Islamic Perspective, (Petaling Jaya: Longman Malaysia Sdn Bhd, 1992), hlm. 6267. 1 Journal Intellectual Sufism Research (JISR) KESIMPULAN 1. 2. pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga dan rasionalitas ekonomi para salik tergolong tinggi, serta gaya hidup salik cenderung bergaya hidup sederhana Didikan orang tua dalam lingkungan keluarganya untuk bijak dalam menggunakan waktu dan uang akan cenderung terbawa pada kehidupannya salik ketika sudah jauh dari orang tua. Demikian halnya salik yang selalu menyisipkan nilai-nilai ajaran islam dalam setiap tindakan ekonominya akan cenderung pada pengaplikasian gaya hidup sederhana. DAFTAR PUSTAKA Khatib, Abdul Majid. 2002. Rahasia Sufi diterjemahkan dari Sirrul Asrar fi ma Yahtaju Ilahi Abrar. Yogyakarta: Futuh. Fariz, Ahmad. 2013. Aplikasi Ajaran Pola Hidup Sederhana Drs. KH. Hasbulloh dalam Kehidupan Ekonomi Santri. Skripsi diterbitkan. UIN Sunan Kalijaga Hasbullah.2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pres. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kustiandi, Januar. 2011. Beberapa Kajian Teori Kawasan Pendidikan Ekonomi. Malang: PPS UM. Marjaniyati, Yani. Hubungan perilaku konsumtif dengan gaya hidup santri di pondok pesantren (strudi pada santri pondok pesantren darul a’mal kota metro)” Skripsi diterbitkan. Vol 1, No. 1, November 2018 Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Postmodern, Dan Poskolonia. jakarta: PT. Raja Grafinso Persada. Novitasari, Latifah & Prambudi Handoko. 2014. Perubahan Gaya Hidup Konsumtif Pada Mahasiswa Urban Di Unesa. Paradigma. Vol. No.2 Purwanto, M. Ngalim. 2009. Ilmu pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosda. Ridwan, A., 2009. Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika. Bandung: Alfabeta. Nuraziz, Falah Kharisma. 2012 http://falahkharisma.blogspot.co.id/2012/12/peng ertian-dari-sifat-zuhud.html. diakses pada 20 Februari 2016 Sayyid Tahir et al. 1992. Readings in Microeconomics An Islamic Perspective,. Petaling Jaya: Longman Malaysia Sdn Bhd.. Sukidin. 2009. Sosiologi Ekonomi. Tawangamangu: Center For Society Studies. Vito, Ishak. 2013. Pengaruh Pendidikan Ekonomi Di Lingkungan Keluarga Terhadap Rasionalitas Ekonomi Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Tanjung Pura” jurnal. Wulandari, Nurul Fatimah Sri. 2011 https://nurulfatimah96.wordpress.com/ tugas-tugas/materi-agama/pengertianqanaah-dan-tasamuh/. diakses pada 21 Februari 2016. 1