BAB II DASAR TEORI Beberapa kaidah dan konsep yang berlaku pada Eksplorasi Tahanan Jenis (Taib, 1999 ) : 1. Kaidah Superposisi Kaidah ini digunakan untuk menghilangkan kerancuan mengenai harga arus listrik yang terjadi pada beberapa sumber arus listrik. Secara umum telah disepakati bahwa arus listrik mengalir dari kutub positif (+) ke kutub negatif (-), di mana besar arus listrik sama besarnya pada kedua kutub tersebut. Sehingga apabila ada perbedaan ( ΔI ) maka digunakan perbedaan antara kedua sumber tersebut. 2. Kaidah Resiprositas Kaidah ini mengatakan bahwa potensial yang terukur dari suatu titik M akibat dari suatu sumber arus pada titik A akan sama bila titik M tersebut menjadi sumber arus dan titik A menjadi titik amat potensialnya. 3. Kaidah Potensial dan Arus Listrik Medium homogen isotropik memiliki permukaan bidang isopotensial berbentuk bola yang berpusat pada sumber arusnya, garis arus merupakan garis radial tegak lurus terhadap garis isopotensial tadi. Untuk pasangan sumber arus maka garis isopotensial ini akan menjadi lebih kompleks, namun tetap berbentuk bola pada bidang dekat dengan sumber arus, sedangkan garis arus tetap tegak lurus terhadap garis equipotensial tersebut. Namun untuk lapisan yang anisotropik maka garis arus tidak harus selalu tegak lurus terhadap garis isopotensial tersebut. 6 4. Kaidah Kontroversi Kedalaman Penetrasi dan Resolusi Kedalaman penetrasi akan bergantung kepada lebar jarak antara elektroda. Semakin besar bentangan jarak elektroda maka akan semakin dalam penetrasi yang diperoleh. Namun apabila semakin besar bentangan jarak antara elektroda maka akan semakin kecil resolusi yang diperoleh. 5. Kaidah antara Tahanan Jenis dan Facies Batuan Ada hubungan yang erat antara distribusi tahanan jenis batuan dengan perubahan facies geologinya. Harga tahanan jenis biasanya akan mengalami perubahan yang berangsur–angsur ke arah lateral, hal ini diakibatkan perubahan porositas dan perubahan larutan pengisi. Perubahan facies geologi suatu Formasi batuan biasanya merubah hubungan besar butir, porositas, dan salinitas larutan pengisi pori yang terefleksi juga dari data tahanan jenis. 6. Kaidah Media Nonisometri Eksplorasi tahanan jenis dilakukan dengan pendekatan media isometrik, anomali dari media non isometri dipecahkan dengan menggunakan asumsi bahwa perilaku tahanan jenis material bumi didekati dengan asumsi hubungan isotropi dan anisotropi, homogen dan heterogen. Dengan demikian, pendekatan teori tahanan jenis akan lebih mudah dikerjakan. 7. Media Isotropi dan Anisotropi Secara definisi medium isotropi adalah medium yang memiliki harga tahanan jenis yang sama untuk arah X, Y, Z. Sedangkan medium anisotropi adalah media yang konduktivitas maupun harga tahanan jenisnya berubah pada arah tertentu, umumnya ke arah pergerakan arus listrik. Grant dan West (1966) menyebutnya sebagai medium Aelotropik. 8. Media Heterogen Medium Heterogen Isotropi adalah suatu medium yang terdiri dari beberapa gabungan media yang homogen isotropi yang berkontak dengan media homogen isotropi lain dengan tahanan jenis ρ1, ρ 2, ρ3, dst. Kontak tersebut dapat berupa 7 kontak horizontal maupun vertikal, serta lensa yang secara keseluruhan membentuk sifat heterogen untuk medium tersebut. Metoda Tahanan Jenis merupakan suatu metoda yang bekerja dengan mengukur beda potensial antara dua titik yang terjadi akibat adanya aliran arus searah melalui bawah permukaan. Di mana tujuan dari metoda ini adalah untuk menemukan distribusi arus yang melalui bawah permukaan yang berguna untuk melakukan interpretasi terhadap material bumi. Pada dasarnya metoda ini mirip dengan sebuah rangkaian listrik sederhana dengan sebuah baterai sebagai sumber tegangan dan sebuah resistor sebagai hambatannya. Gambar 2.1 Rangkaian listrik sederhana ( Burger, 1992 ). Beda potensial pada ujung baterai menyebabkan muatan–muatan elektron mengalir dari kutub positif ke kutup negatif. Pergerakan dari muatan–muatan elektron melalui kabel perdetik itulah yang disebut arus. I= q t (1) I adalah arus dalam ampere ( A ), q adalah banyak muatan dalam coulomb ( c ), dan t adalah waktu dalam detik ( s ). Sedangkan besarnya arus yang mengalir pada suatu luas permukaan disebut sebagai rapat arus ( J ) . 8 J= I A (2) di mana, J adalah rapat arus dan A adalah luas permukaan. Konsep dari rapat arus sendiri memiliki peran yang besar dalam eksplorasi tahanan jenis. Dengan demikian, apabila kita memperkecil luas permukaan potong pada besar arus mengalir yang konstan, maka kita akan memperoleh rapat arus yang besar. Hukum Ohm yang dikemukakan pertama kali oleh seorang fisikawan Jerman yang bernama Georg Simon Ohm menyatakan bahwa Arus ( I ) berbanding lurus dengan tegangan ( V ) dan berbanding terbalik dengan hambatan ( R ). I= V R (3) Sebelumnya telah dikatakan bahwa arus adalah besarnya muatan yang mengalir perdetik. Maka dapat dianalogikan seperti air yang mengalir melalui pipa. Apabila pada salah satu ujung pipa kita beri kerikil maka ujung yang diberi kerikil tersebut akan menghambat aliran air yang datang dari ujung yang bebas. Dengan demikian dapat dikatakan jika hambatan pada sisi tersebut besar. Demikian juga jika kita menambah panjang sisi pipa yang terisi oleh kerikil, maka hambatan akan lebih besar dari sebelumnya. Namun apabila kita memperbesar diameter pipa maka hambatan akan berkurang dan air mengalir lebih lancar. Maka dari analogi tersebut dapat dinyatakan : R=ρ l A (4) R adalah hambatan ( ohm ), ρ adalah hambatan jenis ( ohmmeter ), l adalah panjang bahan ( m ), dan A adalah luar pemukaan bahan ( m² ). 9 Dengan anggapan bahwa setiap material geologi memiliki nilai tahanan jenis yang berbeda–beda, maka dengan mengukur nilai besar arus yang mengalir dan nilai beda potensial yang ada, dapat diketahui besar tahanan jenis yang ada pula. Dengan demikian diharapkan dapat diketahui material geologi apa yang dilalui arus dan terukur beda potensial antara dua elektroda potensial yang digunakan. Namun perlu diingat bahwa tahanan tidak hanya bergantung pada material namun juga geometri dari material tersebut seperti analogi yang telah dijabarkan di atas. 2.1 Sumber Arus Tunggal Pendekatan yang digunakan dalam beberapa bahasan ke depan adalah homogen isotropik. Dan arus mengalir di dalam bumi melalui material yang memiliki besar hambatan jenis yang seragam dalam semua arah. Selain itu arus mengalir seolah–olah membentuk bola di dalam bumi, di mana besar arus adalah sama pada setiap arah dengan jari–jari ( jarak tempuh ) yang sama. Karena besar arus pada tiap– tiap titik di permukaan bola adalah sama, di mana jarak dari elektroda arus C1 adalah ‘ r ’, maka besar potensialnya sama dengan pada permukaan tersebut. Permukaan ini yang dinamakan permukaan equipotensial dan arah aliran arus akan tegak lurus terhadap kontur equipotensial tersebut. Jika ditentukan tebal permukaan adalah ‘ dr ‘ lalu dengan persamaan 3 dan 4 , maka dapat ditentukan besarnya beda potensial pada bagian ‘ dr ’ tersebut. dr ⎞ ⎛ l ⎞ ⎛ dV = i ( R) = i ⎜ ρ ⎟ = i ⎜ ρ 2 ⎟ ⎝ A ⎠ ⎝ 2π r ⎠ (6) Dengan persamaan di atas kita akan mencari besar potensial pada titik P1 dengan jarak D dari titik C1, seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut: 10 Gambar 2.2 Sumber arus tunggal dan elektroda potensial tunggal dengan D adalah jarak keduanya, dan r adalah jari – jari bola , serta dr pemisah dua permukaan potensial ( Burger, 1992 ). Untuk menemukan besar potensial pada suatu titik maka akan dibandingkan dengan potensial dengan sumber yang jauh sekali ( ∞ ), yang mana dapat dianggap nol. Kemudian dengan mengintegralkan persamaan 6 sepanjang jarak D hingga sumber arus pada jarak tak terhingga. ∞ V = ∫ dV = D i ρ ∞ dr iρ = 2 ∫ 2π D r 2π D (7) ( Van Nostran & Cook, 1966, op. cit. Burger, 1992 ). 2.2 Sumber Arus Ganda dengan Satu Elektroda Potensial Gambar 2.3 Elektroda arus ganda dengan satu elektroda potensial ( Burger, 1992 ). 11 Besarnya tegangan pada titik P1 akan dipengaruhi oleh dua sumber arus listrik yang ada. Di mana arus mengalir dari elektroda arus positif ke elektroda arus negatif. Hal ini telah dibuktikan oleh Franz Neuman pada tahun 1887. Jika P1 adalah titik ukur potensial dan C1 (+) dengan C2 (-) masing–masing adalah sumber arus, maka akan diperoleh hubungan sebagai berikut, ⎛ ρ ⎞ ⎛ ρ ⎞ V p1 = ⎜ i ⎟ + ⎜ −i ⎟ ⎝ 2π r1 ⎠ ⎝ 2π r2 ⎠ (8) Persamaan 8 di atas ditransformasikan ke system kordinat x-z maka diperoleh persamaan : ⎧ ⎫ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ iρ ⎪ 1 1 ⎪ Vp1 = − ⎨ 1 1 ⎬ 2π ⎪ 2 2 ⎡ d ⎤ 2 ⎡⎛ d ⎤2 ⎪ ⎞ 2 ⎪ ⎢⎛⎜ + x ⎞⎟ + z 2 ⎥ ⎢⎜ − x ⎟ + z ⎥ ⎪ ⎪⎩ ⎢⎣⎝ 2 ⎠ ⎠ ⎥⎦ ⎢⎣⎝ 2 ⎥⎦ ⎪⎭ (9) Karena arus mengalir tegak lurus terhadap kontur equipotensial maka ingin diketahui bagaimana caranya arus mengalir pada bidang yang berlapis. Jika dihubungkan kembali dengan prinsip elektronika tentang arus yang mengalir pada rangkaian seri maka akan diketahui bahwa arus yang mengalir bukanlah arus total, melainkan arus yang terbagi – bagi menjadi beberapa fraksi. Jika dimbil pendekatan ini pada arus yang mengalir darielektroda C1 ( + ) ke elektroda C2 ( - ) maka akan diperoleh fraksi arus sepanjang bidang vertikal yang ada di tengah sumber arus. Apabila ‘ i f ’ adalah total arus, z adalah kedalaman, dan d adalah jarak pisah elektroda maka total arus yang mengalir diberikan oleh persamaan, 12 if = ⎛ 2z ⎞ tan −1 ⎜ ⎟ π ⎝ d ⎠ 2 ( 10 ) (Van Nostrand & Cook, 1966, op. cit. Burger, 1992 ). 2.3 Sumber Arus Ganda dengan Dua Elektroda Potensial Gambar 2.4 Sumber arus ganda dengan dua elektroda potensial ( Burger, 1992 ). Beda potensial yang terukur adalah beda potensial yang terjadi antara dua elektroda potensial yang dipasang di tengah–tengah dua elektroda arus. Dengan mengaplikasikan persamaan 8 untuk masing–masing titik ukur potensial maka akan diperoleh, ⎛ ρ ⎞ ⎛ ρ ⎞ V p1 = ⎜ i ⎟ ⎟ + ⎜ −i ⎝ 2π r1 ⎠ ⎝ 2π r2 ⎠ ( 11 ) ⎛ ρ ⎞ ⎛ ρ ⎞ Vp 2 = ⎜ i ⎟ + ⎜ −i ⎟ ⎝ 2π r3 ⎠ ⎝ 2π r4 ⎠ ( 12 ) Dengan demikian maka beda potensial antara P2-P1 adalah : 13 ⎛ iρ iρ ⎞ ⎛ iρ iρ ⎞ ΔV = V p1 − V p 2 = ⎜ − − ⎟ ⎟−⎜ ⎝ 2π r1 2π r2 ⎠ ⎝ 2π r3 2π r4 ⎠ ( 13 ) ⎛1 1 1 1⎞ ⎜ − − + ⎟ ⎝ r1 r2 r3 r4 ⎠ ( 14 ) ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ 2πΔV 1 ⎟ ⎜ ρ= i ⎜1−1−1+1⎟ ⎜r r r r ⎟ ⎝ 1 2 3 4⎠ ( 15 ) ΔV = iρ 2π Maka diperoleh besar ρ, ( Burger, 1992 ). 2.4 Faktor Geometri Pada metoda Eksplorasi Tahanan Jenis ada beberapa konfigurasi elektroda atau susunan elektroda arus dan potensial yang digunakan. Perbedaan letak elektroda potensial ( M-N ) dari letak elektroda arus ( A-B ) akan memengaruhi besar medan listrik yang diukur. Besar faktor oleh perbedaan akibat letak titik pengamatan disebut faktor geometri ( K ). ⎛ ⎜ 1 K = 2π ⎜ 1 1 ⎜ − −1+1 ⎜r r r r ⎝ 1 2 3 4 ⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ( 16 ) Masing–masing aturan atau konfigurasi elektroda memiliki nilai K yang tetap. Berikut merupakan penurunan faktor geometri dari susunan elektroda Schlumberger, 14 bila AB/2 = r dan MN/2 = m dan menyubsitusikannya dengan persamaan 16 akan diperoleh, ⎛ ⎜ 1 K = 2π ⎜ ⎜ 1 − 1 − 1 + 1 ⎝ AM BM AN BN ⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ 1 K = 2π ⎜ ⎟ ⎜ 1 − 1 − 1 + 1 ⎟ ⎝ r−m r+m r+m r−m ⎠ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ 1 K =π ⎜ ⎟ ⎜ 1 − 1 ⎟ ⎝ r−m r+m ⎠ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ 1 ⎟ K =π ⎜ ⎜ r +m−r+m ⎟ ⎜ ( r + m) + ( r − m) ⎟ ⎝ ⎠ Ks = π (r 2m 2 − m2 ) ( 17 ) jika ditulis dalam MN, Ks = π 2MN / 2 (r 2 − 1/ 4MN 2 ) ⎡⎛ r ⎞ 2 1 ⎤ K s = π MN ⎢⎜ ⎟ − ⎥ ⎢⎣⎝ MN ⎠ 4 ⎥⎦ atau ⎡ r2 MN ⎤ − Ks = π ⎢ ⎥ 4 ⎦ ⎣ MN 15 untuk r >> MN maka dapat ditulis ⎛ r2 ⎞ Ks ≈ π ⎜ ⎟ ⎝ MN ⎠ ( 18 ) Jika diketahui besar kuat medan listrik ( E ) adalah E= ρi 2π r 2 maka besar medan listrik akibat pengaruh dua sumber arus adalah E= ρi x2 2π r 2 E= ρ i dV = π r 2 dr ( 19 ) dan dengan substitusi persamaan 18 sebagai faktor geometri untuk AB/2 ( r ) >> MN kedalam persamaan 15, maka diperoleh: ρa = π r2 iMN ΔV ( 20 ) di mana dari persamaan 17 dan 18 kita dapat memperoleh syarat perbandingan AB/2 dengan MN, e= k − kt x100% kt π r2 ⎛ r2 MN ⎞ −π ⎜ − ⎟ MN MN 4 ⎠ ⎝ = ⎛ r2 MN ⎞ − π⎜ ⎟ 4 ⎠ ⎝ MN = MN 2 ( 4r 2 − MN 2 ) 16 MN = 4e 2 L e +1 ( 21 ) ( Taib, 1999 ). Persamaan 21 di atas merupakan pendekatan untuk bidang isopotensial yang berupa bola. Dengan demikian dapat dilihat bahwa persamaan ini berlaku pada media homogen isotropi. Namun persamaan 21 dapat membantu dalam perencanaan akuisisi data. Berikut beberapa faktor geometri untuk beberapa susunan elektroda (Loke, 2004) : Gambar 2.5 Faktor geometri untuk beberapa susunan elektroda ( Loke, 2004 ) . 17 2.5 Tahanan Jenis Semu Tahanan jenis semu merupakan tahanan jenis yang terukur di permukaan yang dilakukan dengan aturan elektroda yang ada. Besarnya tahanan jenis yang terukur tersebut merupakan besarnya tahanan jenis pengganti untuk variasi tahanan jenis yang ada. Di mana asumsi dasarnya diturunkan dari medium homogen isotropik, sedangkan pada kenyataannya medium yang terukur adalah medium anisotropik yang tidak sesederhana asumsi awal. Adanya perbedaan antara hasil pengukuran dengan harga tahanan jenis yang teoritis itulah yang disebut anomali. Selanjutnya anomali ini yang akan membantu interpretasi besar tahanan jenis sebenarnya dan kedalaman yang sebenarnya pula. ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ 2πΔV 1 ⎜ ⎟ ρ= i ⎜1−1−1+1⎟ ⎜r r r r ⎟ ⎝ 1 2 3 4⎠ Dari persamaan ( 22 ) 2 dan 3 maka dapat dilihat hubungan bahwa potensial berbanding lurus dengan rapat arus. Maka bila diukur besar potensial antara dua elektroda potensial maka perubahannya akan sebanding dengan rapat arus pada silinder dari material dekat permukaan yang berada antara dua elektroda potensial itu. Hal ini akan memengaruhi besarnya tahanan jenis semu yang terukur. Pada gambar 3.6 dapat dilihat bahwa pada kasus ( a ) maka akan diperoleh harga ρa = ρ1. pada kasus ( b ) rapat arus akan meningkat pada ρ2 > ρ1 sehingga ρa akan lebih besar dari ρ1. Pada kasus ( c ) pada keadaan ρ2 < ρ1, rapat arus akan berkurang sehingga besar ρa akan lebih kecil dari ρ1. Kesemuanya terjadi akibat pengaruh besar rapat arus yang sebanding dengan besarnya beda potensial yang terukur. 18 Gambar 2.6 Efek tahanan jenis medium pada tahanan jenis semu yang terukur ( Burger, 1992 ). 2.6 Sifat Tahanan Jenis Batuan Berpori 2.6.1 Porositas dan Faktor Formasi Porositas adalah bagian dari volume batuan yang tidak terisi oleh benda padat. Ada beberapa macam porositas ( Harsono, 1997 ) : 1. Porositas Total, merupakan perbandingan antara ruang kosong ( pori2, rekahan, retakan, gerohong ) total yang tidak diisi oleh benda padat yang ada di antara elemen – elemen mineral dari batuan dengan volume total. φt = Vt − Vs V p = Vt Vt ( 23 ) Di mana : Vp = volume ruang “kosong”, biasanya terisi oleh fluida ( air, minyak, gas ). Vs = volume yang terisi oleh zat. Vt = volume total batuan. φ = porositas. Porositas total meliputi : Porositas Primer, antar butir atau kristal. Porositas Gerowong, diperoleh dari proses mekanik ( rekahan ) dan dari proses kimiawi ( dolomitisasi ). 19 2. Porositas Bersambung ( connected porosity ), merupakan bagian dari ruang kosong bersambung di dalam batuan. Contohnya batu apung. 3. Porositas Potensial, berhubungan dengan ukuran jalur pori – pori pada batasan tertentu di mana fluida tak dapat lagi mengalir. Pada formasi air bersih faktor formasi = 1, faktor formasi dinyatakan sebagai berikut : F= ρ0 ρw di mana, ρ 0 = tahanan jenis total batuan. ρ w = tahanan jenis air pengisi pori. Pada batuan dengan butir dan porositas terisi air maka faktor formasinya berdasarkan percobaan di laboratorium, adalah : F= a φm maka, ρ0 = ρ w a φm ( 24 ) persamaan 24 dikenal sebagai hokum Archie I, di mana : a = koefisien yang tergantung pada litologi, antara 0.6 – 2. m = faktor sementasi yang tergantung dari jenis sedimen, bentuk pori, macam sambungan pori, jenis pori, dan distribusi juga kemampatannya. 2.6.2 Kejenuhan Kejenuhan adalah rasio dari volume yang terisi oleh cairan tersebut dengan volume porositas total, ditandai dengan S ( Harsono, 1997 ). Jika fluidanya adalah air formasi : Sw = Vw Vp di mana : Vw = volume terisi cairan. 20 Vp = volume porositas total. Jika air adalah satu – satunya fluida yang mengisi pori maka Sw = 1, jika tidak maka : Sw = V p − Vw Vp Banyak percobaan laboratorium menunjukkan kejenuhan air dapat ditulis dalam bentuk, Sw = ρ0 ρt jika persamaan 24 di substitusi ke dalam persamaan di atas maka akan diperoleh : ρt = aρw φ m S wn ( 25 ) persamaan 25 dikenal juga sebagai persamaan Archie II untuk formasi bersih, di mana : ρt = tahanan jenis batuan tidak jenuh air. S w = kejenuhan air. n = eksponen kejenuhan yang ditentukan berdasarkan percobaan. 2.7 Sifat Anisotropi Bahan Suatu bahan dikatakan memiliki sifat anisotropi bila besar parameter listriknya berubah terhadap arah, umumnya ke arah pergerakan arus. Menurut Kunetz (1966), biasanya tahanan jenis dari suatu batuan bergantung terhadap arah dari arus yang mengalir melalui batuan tersebut, dalam kasus ini batuan dikatakan bersifat anisotropi. Sifat ini mungkin disebabkan oleh struktur mikro dari batuan tersebut. Sebagai contoh batuan sedimen yang pada umumnya lebih resistan pada arah normal terhadap bidang lapisan. Tahanan jenis ini mungkin diukur di laboratorium. Namun untuk volume yang lebih besar pada saat pengukuran dalam eksplorasi, merupakan 21 suatu anisotropi semu. Dengan demikian, sifat anisotropi terkait dengan arah dan skala yang digunakan. Bardasarkan geometrinya maka sifat anisotropi tahanan jenis dibagi dua, yaitu: 1. Anisotropi makro yang meliputi sifat anisotropi akibat keadaan geologi, seperti bidang lapisan, perubahan facies, struktur, dll. 2. Anisotropi mikro yang disebabkan oleh susunan kristal pembentuk batuan, dan lainnya yang bersifat mikro yang terukur di laboratorium. 2.8 Pendekatan Anisotropi Dengan “Parameter Dar – Zarrouk” Gambar 2.7 Ketebalan ( h ) dan tahanan jenis sebenarnya ( ρ) dari masing – masing lapisan. S adalah total kondukatansi longitudinal dan T adalah total resistansi transversal ( Reynold, 1997 ). Raymond Maillet ( 1947 ) berhasil memecahkan masalah media anisotropi dengan suatu parameter yang dikenal dengan Dar–Zarrouk Parameter atau biasa disebut Dar – Zarrouk Function. Nama ini diambil dari nama desa Kartago di Sidi Bon Said, Tunisia. Inti dari parameter ini adalah pengertian tentang Unit Tahanan Listrik Transversal ( ρt ) dan Unit Tahanan Listrik Longitudinal ( ρl ), terutama untuk media homogen anisotropi. Media homogen anisotropi sendiri merupakan suatu media dimana media tersebut homogen dan isotropi untuk masing–masing lapisannya, atau bisa dikatakan kalau media homogen anisotropi merupakan media 22 yang terdiri dari lapisan–lapisan media yang homogen isotropi dengan sifat kelistrikan yang berbeda antar lapisan, namun tetap untuk lapisan itu sendiri. Sehingga dengan demikian perubahan terbesar terjadi pada arah vertikal terhadap bidang lapisan. Itulah sebabnya akan selalu diperoleh nilai Tahanan Listrik Transversal yang lebih besar dari Tahanan Listrik Longitudinal. Harga Tahanan Jenis terukur dari suatu media merupakan resultan dari total sifat fisik media tersebut, seperti Tahanan Listrik dengan arah tegak lurus bidang lapisan ( ρt ) dan Tahanan Listrik dengan arah sejajar bidang Lapisan ( ρl ). Bila suatu bidang lapisan dengan luas permukaan 1 m dan memiliki ketebalan t dan besar tahanan jenis transversal untuk lapisan ke-i adalah, Ri = ρi l A untuk luas permukaan 1 m 2 dan l = h, maka, Ri = ρi h atau bisa ditulis dengan T adalah tahanan jenis transversal yang merupakan tahanan jenis normal terhadap bidang perlapisan. T = hρ ( 23 ) Sedangkan konduktansi yang sejajar dengan bidang perlapisan disebut dengan konduktansi longitudinal ( S ). S= h ( 24 ) ρ Maka dengan demikian dapat ditentukan besarnya tahanan jenis transversal dan konduktansi longitudinal pada tiap lapisan ke-n, n T = ρ1h1 + ρ 2 h2 + ρ3 h3 + ... + ρ n hn = ∑ ρi hi ( 25 ) i =1 23 S= 2.9 h1 ρ1 + h2 ρ2 + h3 ρ3 + ... + hn ρn n =∑ i =1 hi ( 26 ) ρi Barnes Resistivity Layers Pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa besar tahanan listrik yang terukur merupakan tahanan listrik pengganti yang terbentuk dari tahanan listrik total. Sehingga bila dikombinasikan dengan parameter Dar – Zarrouk, dapat diketahui bahwa total tahanan jenis transversal untuk Dar – Zarrouk merupakan perhitungan seri dari seluruh nilai tahanan jenis lapisan yang ada, sedangkan total konduktansi longitudinalnya merupakan perhitungan paralel dari seluruh nilai tahanan jenis yang ada. Konduktansi Longitudinal Dengan menganggap bidang potensial berupa bola maka dapat dihitung tahanan jenis untuk tiap lapisan h1, h2, h3, hn menggunakan parameter Dar–Zorrouk apabila diketahui a1 = h1, a2 = h1 + h2,...an = h1 + h2 + ... + hn , di mana a = kedalaman dan h = tebal lapisan, maka dapat ditulis S =∑ hi ρi Diturunkan dari Dar – Zarrouk untuk 2 lapisan, S= a2 ρa 2 = h1 ρ1 + h2 ρ2 apabila h2 = a2 − a1 , h1 = a1 , ρ a1 ≈ ρ1 , dan besar ρl = ρt untuk lapisan pertama, maka 24 a2 ρa 2 h1 = ρ1 ρl 2 = + ( a2 − a1 ) ρl 2 a2 − a1 a2 a − 1 ρa 2 ρ a1 atau dapat ditulis besar tahanan longitudinal untuk tiap lapisan ke – n adalah ρl n = an − an −1 an a − n −1 ρ an ( 27 ) ρ an −1 Tahanan Jenis Transversal Diturunkan dari Dar – Zarrouk, T = ∑ hi ρi maka untuk kasus 2 lapisan T = a2 ρ a 2 = h1 ρ1 + h2 ρ 2 Dengan asumsi yang sama dengan di atas maka diperoleh, T = a2 ρ a 2 = a1 ρ a1 + ( a2 − a1 ) ρt 2 ρt 2 = a2 ρ a 2 − a1 ρ a1 ( a2 − a1 ) Maka untuk tiap lapisan ke–n dapat dihitung besar tahanan jenis transversalnya, ρtn = an ρ an − an −1 ρ an −1 ( an − an−1 ) ( 28 ) Dengan diketahuinya besar masing–masing tahanan jenis baik pada arah tegak lurus ( transversal ) maupun sejajar ( longitudinal ) dari masing–masing lapisan, 25 maka dapat ditentukan besar hambatan jenis anisotropinya ( ρ m ), di mana merupakan resultan dari keduanya, ρ m = ρl ρt ( 29 ) besar koefisien anisotropinya adalah m = ρt / ρ l ( 30 ) Bila harga masing–masing tahanan untuk tiap lapisan diplot untuk tiap tengah ketebalan masing–masing, maka akan didapat log “True Resistivity” dari Barnes Resistivity Layers (Taib, 1999). 2.10 Teori inversi 2.10.1. Least Square Inversion Metoda least square merupakan metoda inversi dari persamaan yang memiliki jumlah data lebih banyak daripada parameter persamaan yang akan ditentukan. Pada kasus seperti ini, solusi dari parameter yang dicari bukanlah merupakan hasil yang eksak untuk semua parameter dalam persamaannya, melainkan hasil minimalisasi jumlah kuadrat (sum of square) dari error (Manthey, 2001). Untuk itu maka data yang digunakan haruslah data yang bersifat diskrit. Metoda least square dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan jenis persamaannya, yaitu: 1. Linear Least Square Persamaan simple linear adalah persamaan dimana parameternya bersifat linear dalam bentuk, n di = ∑ Gij .m j ( 31 ) j =1 dan penyelesaian persamaan ini bersifat langsung dan sederhana. 2. Non-Linear Least Square Persamaan non-linear adalah persamaan yang parameternya tidak berhubungan langsung (linear) dengan hasil, seperti: 26 d = G.e −2 m ( 32 ) dan penyelesaiannya bersifat iterative dan lebih kompleks. 2.10.2. Metoda Gauss-Newton Penyelesaian masalah inversi pada metoda ini didekati dengan fungsi Gaussian. Di mana suatu persamaan nonlinear didekati dengan persamaan linear dengan mengekspansi fungsi f (m) ke dalam deret Taylor disekitar model awal. Model awal ini didasari oleh suatu nilai tebakan awal dengan variabel m0 . Persamaan dari model awal dapat ditulis sebagai berikut ( Meju, 1994, op. cit. Gerald, 2006): di0 = fi ( m10 , m20 , m30 ,..., mn0 ) ( 33 ) Dengan asumsi bahwa f (m) bersifat linear di sekitar m0 , maka persamaan tersebut dapat diekspansi dengan menggunakan deret Taylor, m k +1 = m k + ( AT A) −1 AT y ⎧⎪ n ∂f (m0 ) ⎫⎪ f ( m) = f ( m 0 ) + ⎨ ∑ i .∂m j ⎬ + 0(|| ∂m ||2 ) ⎩⎪ j =0 ∂m j ⎭⎪ ( 34 ) Jika hubungan nilai observasi dengan hasil perhitungan dengan fungsi f (m) adalah: d = f ( m) + e ( 35 ) di mana e adalah besar kesalahan ( error ), maka dengan menggunakan persamaan 35 dan 36 dapat diperoleh besar error, yaitu: 0 ⎪⎧ n ∂f (m ) ⎪⎫ e = d − f ( m) = d − f ( m 0 ) − ⎨ ∑ i .∂m j ⎬ ⎩⎪ j =0 ∂m j ⎭⎪ ( 36 ) 27 jika y = d − f (m0 ) , menunjukkan besar beda antara data observasi dengan hasil perhitungan dan jika ∂fij / ∂m j = A , dan ∂m = x , maka dapat ditulis sebagai berikut: e = y − Ax ( 37 ) Di mana A adalah turunan parsial dari f (m) terhadap variabel m yang berupa matrik Jacobian. Karena matrik Jacobian bukan merupakan matrik yang simetris maka fungsi yang akan diminimalisasi berupa: q = eT .e = (d − f (m))T .(d − f (m)) q = ( y − Ax)T ( y − Ax) ( 38 ) Dengan menggunakan metoda Gauss-Newton maka persamaan nonlinear ini dapat diselesaikan dengan menentukan turunan q terhadap x adalah 0: ∂q ∂ ( y T y − xT AT y − yT Ax + xT AT Ax) = =0 ∂x j ∂x j − AT y − yT A + AT Ax + xT AT A = 0 2 AT Ax − 2 AT y = 0 x = ( AT A) −1 AT y ( 39 ) x merupakan besar penambahan terhadap variabel awal yang akan selalu dicari untuk tiap iterasi hingga besar x ≈ 0 . Jika ditulis dalam bentuk persamaan maka: m k +1 = m k + ( AT A) −1 AT y ( 40 ) 28 2.11 Kedalaman Penyelidikan pada Metoda Arus Searah ( Depth Of Investigation ) Kedalaman penyelidikan (Depth Of Investigation ) merupakan kedalaman dimana suatu lapisan tipis horizontal ( paralel dengan permukaan bumi ) memberikan jumlah kontribusi maksimum terhadap total sinyal yang terukur pada permukaan (Evjen, 1938). Depth of investigation ditentukan oleh posisi dari dua elektroda arus dan elektroda potensial dan tidak hanya dari penetrasi arus maupun distribusinya sendiri. Ada sebuah ide yang sudah menyebar luas, di mana untuk sumber arus dua titik dengan spasi L pada susunan elektroda Wenner atau Schlumberger kedalaman efektif adalah sama dengan L / 3 ≡ a ( Roy & Apparao, 1971 ). Avjen menemukan bahwa kedalaman penyelidikan absolut pada susunan elektroda wenner bukanlah L/3 melainkan L/9. Akan tetapi kembali lagi, yang dimaksud dengan kedalaman penyelidikan di sini bukanlah kedalaman dimana nilai tahanan jenis semu terukur saja. Pada keadaan sebenarnya, nilai tahanan jenis semu yang terukur adalah kontribusi (dipengaruhi) dari seluruh kedalaman, hanya saja dicari distribusi dari besar kontribusi pada tiap kedalaman. Dengan demikian yang dimaksud dengan kedalaman penyelidikan (depth of investigation) adalah kedalaman yang memberikan kontribusi maksimum terhadap besar nilai tahanan jenis yang terukur dengan spasi elektroda arus L tertentu yang kemudian disebut kedalaman absolut. Dengan menggunakan kesamaan antara medan statis dan stasioner. Besarnya perubahan medan potensial yang disebabkan oleh perubahan tahanan jenis dari suatu lapisan tipis dapat diperoleh dengan mengasumsikan lapisan tipis horizontal tersebut memiliki batas x dan y dari - ∞ sampai ∞ . Sehingga fungsi sensitivitas untuk lapisan tersebut pada susunan 2 elektroda sederhana dapat diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan yang disebut Frechet Derivative dibawah terhadap x dan y ( Loke, 2004 ). F3 D ( x, y, z ) = ⎧ ⎫ 1 ⎪ x( x − a) + y 2 + z 2 ⎪ ⎬ 1.5 1.5 2 ⎨ 4π ⎪ ⎡ x 2 + y 2 + z 2 ⎤ ⎡ ( x − a ) 2 + y 2 + z 2 ⎤ ⎪ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎩ ⎭ 29 FID ( z ) = 1 4π 2 +∞ +∞ ∫ ∫ ⎡x −∞ −∞ ⎣ x( x − a) + y 2 + z 2 2 1.5 1.5 + y 2 + z 2 ⎤⎦ ⎡⎣( x − a) 2 + y 2 + z 2 ⎤⎦ dxdy ( 41 ) Persamaan diatas memiliki solusi yang sederhana ( Roy & Apparao, 1971, op.cit Loke, 2004 ) berikut, FID ( z ) = 2 z π (a + 4 z )1.5 2 ( 42 ) 30 Nilai fungsi diatas kemudian diplot seperti yang ditunjukkan oleh gambar dibawah, Plot Nilai Sensitivitas Untuk Tiap Z/L Grafik kesensitifan untuk beberapa konfigurasi elektroda. Sumbu x adalah perbandingan kedalaman dengan spasi elektroda arus (z/L) dan sumbu y adalah nilai kesensitifannya, l = spasi elektroda potensial, dan L = Spasi elektroda arus.Panah biru adalah kedalaman untuk sesitifitas maksimum Schlumberger array dan panah jingga adalah nilai median depth of investigation Schlumberger array (Roy & Apparao, 1971). Beberapa penulis mengambil nilai maksimum dari grafik tersebut sebagai kedalaman penyelidikan untuk masing–masing susunan elektroda. Namun Edward (1977) dan Barker (1991) memberikan pendekatan dengan konsep Median Depth of Investigation (Loke, 2004). Median Depth of Investigation adalah kedalaman di mana area yang berada di bawah kurva sama besarnya dengan setengah dari total luas area dibawah kurva. Dengan menggunakan konsep ini maka dapat didekati variasi kedalaman dari masing–masing susunan elektroda. 31 A.Roy & Apparao, 1971 telah menemukan beberapa nilai maksimum dari fungsi sensitivitas untuk beberapa susunan elektroda sebagai berikut : Tabel 2.1 Besar perbandingan Depth of Investigation Characteristic terhadap spasi elektroda arus ( Roy & Apparao, 1971). Two electrode 0.35L Equitorial or azimunthal dipole( θ1 = π / 4 ) 0.25L Perpendicular dipole ( θ1 = π / 4 ) 0.20L Polar or radial dipole ( θ1 = π / 4 ) 0.195L Parallel dipole ( θ1 = π / 4 ) 0.18L Modified unipole 0.18L Surface lateralog ( O1O2 = 0.1L ) 0.17L Surface lateralog ( O1O2 = 0.2 L) 0.135L Schlumberger 0.125L Wenner 0.11L Di bawah ini merupakan besarnya perbandingan Median Depth of Investigation (Ze) untuk susunan elektroda Wenner Schlumberger ( gambar 3.5.g ). Dimana L adalah jarak antara elektroda arus ( AB ), a = 1, dan k adalah faktor geometri ( Loke, 2004 ) : 32 Tabel 2.2 Besar perbandingan Median Depth of Investigation terhadap spasi elektroda arus ( Loke, 2004 ). Wenner Schlumberger Ze/L Faktor Geometri ( k ) n=1 0.173 6.2832 n=2 0.186 18.850 n=3 0.189 37.699 n=4 0.190 62.832 n=5 0.190 94.248 n=6 0.191 131.95 n=7 0.191 175.93 n=8 0.191 226.19 n=9 0.191 282.74 n = 10 0.191 345.58 Besarnya kedalaman dari penyelidikan berbanding terbalik dengan resolusi vertikal yang didapatkan, jika diurutkan dari susunan elektroda dengan resolusi vertikal terbesar hingga yang terkecil maka akan diperoleh : 1. Wenner 2. Schlumberger 3. Parallel dipole ( θ1 = π / 4 ) 4. Polar ( radial dengan θ1 = π / 4 ) dipole 5. Perpendicular dipole ( θ1 = π / 4 ) 6. Surface lateralog ( O1O2 = 0.2 L) 7. Surface lateralog ( O1O2 = 0.1L ) dan Modified unipole 8. Equatorial ( azimunthal dengan θ1 = π / 4 ) dipole 9. Two electrode 33