Uploaded by User86846

Hasil Telaah Jurnal

advertisement
NAMA
: NOVIDA ROYANI
SEMESTER : SATU ( 1 )
TUGAS
: TELAAH JURNAL EKOLOGI PERAIRAN
STUDI KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA RUMPU LAUT
DAN ANALISIS RUMPUT LAUT BERDASARKAN MUSIM DAN JARAK
LOKASI SERTA FISIOLOGI NUTRISI RUMPUT LAUT : APLIKASI KONSEP
AKUAKULTUR DAN BIOREMEDIASI
A. Judul
 Studi kelayakan lahan budidaya rumput laut dan analisis
Rumput laut berdasarkan musim dan jarak lokasi serta
Fisiologi nutrisi rumput laut : aplikasi konsep Akuakultur
Dan bioremediasi
 Judulnya baik karena judul berupa pernyataan
B. Nama Penulis
 Judul 1
1. Abdul Qadir jailani
2. Endang Yuli Herawati
3. Bambang Sumedi
 Judul 2
1. Andi asni
 Judul 3
1. Michael Y. Roleda
2. Catriona L. Hurd
C. Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lokasi baru pengembangan
kegiatan budidaya rumput laut secara berkelanjutan yang terbebas dari kegiatan
masyarakat dengan melihat faktor ekologis dan daya dukung perairan.
Rumput laut merupakan salah satu komoditas ekspor dan utama program
Revitalisasi perikanan berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan
Masyarakat .
Parameter lingkungan dan produksi diamati berdasarkan musim dan jarak lokasi
Budidaya.
Karbon anorganik, nitrogen dan fosfor adalah elemen utama yang dibutuhkan
Oleh rumput laut untuk fotosintesis dan pertumbuhan Ulasan ini berfokus
Terutama pada nitrogen,tetapi peran karbon dan fosfor,yang secara interaktif
Dapat mempengaruhi proses fisiologis rumput laut.
D. Objek penelitian
 Kecamatan Bluto Sumenep madura Jawa Timur
 Di Perairan Kabupaten Bantaeng

The Marine Science Institute,
E. Pendahaluan
Perikanan dan akuakultur menyediakan pangan yang besar dan pendapatan bagi
negaranegara yang mempunyai pesisir dan merupakan sumber kehidupan dari 3
milyar orang (Amosu dan Alberto, 2012). Rumput laut merupakan tanaman yang
mengagumkan dilaut dan merupakan tanaman yang sangat berguna. Rumput laut
tumbuh di perairan dangkal (Mohammed, 2013). Rumput laut juga dapat
dimanfaatkan sebagai penyerap nutrien yang berlebihan dari buangan tambak
perikanan (Yousef, 2012) Kabupaten sumenep merupakan daerah penghasil rumput
laut terbesar di Jawa Timur. Wilayah pantai yang landai, ekosistem terumbu karang
dan perairan laut yang relatif tenang memacu perkembangan usaha budidaya rumput
laut, dan dengan luas areal budidaya 5.795 ha dapat menghasilkan 3.224,70 ton rumput
laut per tahun (Anonim, 2008).
Salah satu daerah sentra penghasil rumput laut di Sulawesi Selatan adalah Kabupaten
Bantaeng. Di sepanjang pesisir terdapat potensi rumput laut yang cukup besar, dimana
perkembangan produksi rumput laut lima tahun terakhir semakin meningkat tahun 2010
produksi 6.897 ton kering, sedangkan pada tahun 2015 meningkat menjadi 10.677 ton
kering dengan potensi lahan 5.395 Ha (Dinas Perikanan dan Kelautan Bantaeng, 2014).
Perkembangan kegiatan rumput laut yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng
dilihat dari pemanfaatan lahan budidaya berkembang pesat dan produksinya masih perlu
ditingkatkan. Kondisi tersebut mengakibatkan kegiatan budidaya rumput laut di pesisir
Kabupaten Bantaeng menjadi tidak terkendali. Masyarakat memanfaatkan hampir
setiap jengkal laut pesisir untuk budidaya rumput laut, sehingga sepanjang garis pantai
Kabupaten Bantaeng telah ditanami rumput laut yang diduga tanpa memperhitungkan
daya dukung lahan. Hal ini terutama pada perairan dekat pantai dan yang jauh dari
pantai belum banyak dimanfaatkan. Apabila hal ini terus berlanjut maka kemungkinan
akan terjadi degradasi lingkungan terutama pada daerah yang dekat pantai dan akan
berdampak pada produksi dan kualitas rumput laut. Untuk mengatasi hal tersebut
maka perlu dilakukan penataan lokasi dengan cara pengaturan proporsi pemanfaatan
lahan berdasarkan musim dan jarak dari garis pantai.
Karbon anorganik, cahaya dan nutrisi dibutuhkan untuk rumput laut fotosintesis dan
pertumbuhan, dan secara interaktif mengatur laju produksi rumput laut. Nitrogen adalah
unsur yang paling sering diamati membatasi pertumbuhan, meskipun dalam beberapa
kasus fosfor mungkin membatasi. Apalagi karena karbon anorganik (Ci) di Indonesia
air laut terjadi terutama sebagai bikarbonat (HCO3-), ketidakmampuan dari beberapa
spesies menggunakan HCO3 sebagai sumber Ci dapat menyebabkan karbon Keterbatasan,
terutama di antara spesies kolam pasang surut. Ini Ulasan akan fokus pada nutrisi
nitrogen rumput laut dan juga akan pertimbangkan fosfor dan fisiologi karbon yang dapat
berinteraksi secara interaktif mempengaruhi penyerapan nitrogen dan asimilasi, dan
akibatnya, Fotosintesis dan pertumbuhan rumput laut. Ulasan ini adalah
tidak dimaksudkan untuk menjadi komprehensif tetapi untuk membangun di atas
sebelumnya ulasan dari Harrison & Hurd (2001) andHurd et al. (2014, bab 6). Di sini, kami
menguraikan konsep dasar nutrisi alami sumber ke rumput laut, mekanisme yang
digunakan rumput laut dan mengasimilasi nutrisi, dan kegunaan 'kurva kinetik' di
memahami mekanisme dan tingkat penyerapan nutrisi. Lanjut, kita membahas bagaimana
penyerapan dan pertumbuhan nutrisi diatur oleh faktor abiotik dan biotik menggunakan
klasik dan kontemporer contoh literatur; konteksnya adalah pertumbuhan rumput laut
bisa ditingkatkan dengan menyediakan faktor lingkungan yang optimal seperti cahaya,
gerakan air, dan pasokan nutrisi. Kami kemudian menjelaskan caranya Konsepnya
mungkin diterapkan pada polikultur rumput laut dan terintegrasi akuakultur multitrofik
(IMTA).
F. PEMBAHASAN
Pengukuran kualitas perairan diperoleh bahwa lokasi budidaya di perairan Bluto
masih bagus pada beberapa titik koordinat, akan tetapi ada juga titik nilai yang
menunjukkan skor kurang bagus. Hal ini diduga pada beberapa lokasi di perairan
Bluto mempunyai tingkat pencemaran yang tinggi, sebagai contoh pada koordinat
(113,8121, -7,1330 dan 113,8095, -7,1351). Hasil pengukuran parameter kualitas air
yang dilakukan pada 15 titik pada pukul 11.00-13.00 WIB di perairan Bluto.
Pengambilan data primer yaitu pengukuran langsung parameter lingkungan
dilapangan, sedangkan untuk mengetahui data produksi dan kualitas rumput laut
dengan cara eksprimen. Satu bentangan dipasang bibit rumput laut diikat per rumpun
dan digantung pada tali bentangan dengan jarak per rumpun masing-masing 10 cm.
Bobot awal rumput laut pada setiap bentangan tali masing-masing 5 kg dalam jumlah
rumpun. Pada penelitian ini metode pemeliharaan rumput laut yang digunakan adalah
long line (floating method). Bibit rumput laut diikat pada tali yang panjang selanjutnya
dibentangkan di perairan.
G. PERMASALAHAN
Dampak budidaya terhadap lingkungan dan produksi perikanan budidaya telah
menjadi isu penting dalam beberapa tahun terakhir (Phillips,1990). Aktivitas
masyarakat pesisir berdampak negatif pada lingkungan sekitarnya, oleh sebab itu perlu
diketahui aktivitas yang ada di lokasi yang dapat mengganggu kegiatan budidaya.
Wawancara meliputi kegiatan perikanan dan pengolahan yang ada di lokasi serta
konflik kepentingan. Selanjutnya dibuat peta lokasi yang sesuai untuk kegiatan
budidaya rumput laut..
Nitrat mempengaruhi produksi rumput laut karena nitrat merupakan nutrien utama
bagi pertumbuhan tanaman dan algae karena merupakan faktor pembatas. Pertumbuhan
rumput laut meningkat dengan meningkatnya kadar nitrat di perairan (Hayashi., et. al.,
2010). Unsur nitrat pada perairan diperlukan rumput laut untuk pertumbuhan, produksi
dan untuk pembentukan cadangan makanan berupa kandungan senyawa organik seperti
karbohidrat, protein, lemak dan unsur-unsur lainnya.
Gerakan air adalah pendorong utama penyerapan dan nutrisi produktivitas rumput
laut karena mengatur skala yang lebih besar pasokan nutrisi dan DIC melalui adveksi
ke rumput laut permukaan dan ketebalan batas kecepatan dan difusi lapisan (DBL)
yang terbentuk di permukaan rumput laut (Hurd 2017). Nutrisi bergerak melintasi
DBL melalui difusi molekuler; Oleh karena itu, dalam aliran lambat, di mana lapisan
batas lebih tebal bentuk, pasokan nutrisi dapat dikurangi dibandingkan dengan aliran
cepat, disebut 'pembatasan transfer massa' pertumbuhan (Hurd2000). Banyak
penelitian laboratorium menggambarkan bagaimana NO3- dan NH4+ tingkat
penyerapan meningkat dengan kecepatan air laut, hingga maksimum rate tercapai
(lihat review oleh Hurd 2017). Gelombang simulasi tindakan juga dapat menyebabkan
peningkatan tingkat pertumbuhan (Barr et al. 2008).
Kecepatan di mana tingkat penyerapan jenuh akan bergantung pada persyaratan
spesies untuk nutrisi dan juga pada rumput laut morfologi dan bentuk pertumbuhan.
Rumput laut tumbuh di tempat tidur padat membuat 'lapisan batas kanopi', tambahan
lapisan di mana nutrisi harus melakukan perjalanan untuk mencapai permukaan
rumput laut (Hurd 2017).
H.
HASIL PENELITIAN
1) Studi kelayakan Lahan Budidaya Rumput laut Kecamatan Bluto Sumenep
Madura jawa Timur
Nilai BOD di lokasi berkisar antara 1,1 – 6,3 mg/L, pada beberapa lokasi nilai BOD
ditenggarai melebihi batas optimal 1-2 mg/L (Agustiningsih,2012). Perbedaan nilai ini
dikarenakan perairan Bluto rentan akan masukan limbah baik dari rumah tangga,
pabrik, dan pertanian. Lokasi budidaya rumput laut di harapkan jauh dari sumber
pencemar karena akan membuat rumput laut menjadi kerdil, rumput laut akan dilapisi
cairan yang berkilau seperti pelangi pada bagian thallus sehingga daya serap unsur
hara terganggu.
Ortofosfat berkisar 0,1-0,58 mg/L. Nilai ini terbilang terlalu tinggi untuk suatu
perairan. Sama halnya seperti nitrat keberadaan ortofosfat bersifat pembatas bagi
pertumbuhan rumput laut, terkait dengan tingkat kesuburan perairan. Perairan Bluto
terbilang subur dikarenakan terdapat banyak masukan bahan organik dari darat,
pertanian, limbah RT dan pabrik juga peternakan.
Hasil pengukuran salinitas di lokasi berkisar antara 30-35 ppt dan nilai tersebut
masih dalam batas normal. Nilai salinitas 30-35 ‰ dapat meningkatkan jumlah sel,
pertumbuhan, dan rendemen karaginan rumput laut (Arisandi, 2011). Hasil
pengukuran kualitas air diperoleh kisaran suhu di lokasi 29-33 °C yang tergantung
musim. Saat musim kemarau nilai suhu dapat mencapai 34°C. Nilai suhu tersebut
masih dalam batas normal yang bisa ditoleransi oleh rumput laut. Teknik budidaya
yang tepat menjadi faktor pembatas dalam peningkatan produksi, umumnya di Bluto
menggunakan rakit apung yang sebagian thallus rumput laut muncul ke permukaan
sehingga terpapar langsung oleh sinar matahari yang mengakibatkan thallus menjadi
pucat dikarenakan ketinggian nilai suhu permukaan laut. Selanjutnya rumput laut
yang pucat akan mudah putus hanyut terbawa arus.
2) Analisis Rumput laut Berdasarkan musim dan jarak lokasi Budidaya di
Perairan kabupaten bantaeng
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa musim dan jarak dari garis pantai berpengaruh
nyata terhadap produksi (P<0,05). Hasil uji lanjut BNT terhadap jarak dari garis pantai,
musim berpengaruh terhadap produksi dimana pada musim hujan produksi lebih tinggi
dari pada musim kemarau. Hal ini disebabkan karena pada musim hujan terjadi
perbedaan kualitas perairan terutama ketersediaan unsur hara yang berasal dari aliran air
hujan dan daratan diperairan lebih tinggi, sehingga penyerapan nutrien oleh rumput laut
juga tinggi (Herlinah, 2009). Hal ini sesuai hasil penelitian Latief (2012) di perairan Pulau
Saugi mendapatkan pertumbuhan jenis Kappaphycus alvarezii pada musim hujan lebih
baik dari pada musim kemarau.
Analisis regresi linier berganda antara produksi (Y) dengan parameter lingkungan
yaitu suhu, salinitas, nitrat, fosfat, pH, kecepatan arus, kecerahan (X). Hasil analisis
pada musim hujan menunjukkan bahwa produksi rumput laut signifikan (P<0,05)
dengan kecerahan yaitu R = 0,539 (R2 = 0,291). Hubungan produksi dengan parameter
lingkungan mengikuti persamaan linier : Y = 0,687 + 0,254 Kecerahan. Makna dari
korelasi linier positif yang signifikan ini adalah bahwa dengan meningkatnya
kecerahan pada musim hujan maka produksi rumput laut akan meningkat pula.
Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) 0,291 menunjukkan bahwa keragaman
produksi rumput laut (29,1%) dapat dijelaskan oleh keragaman kecerahan. Oleh
karena itu dapat dikatakan sebesar 29,1% pengaruhnya terhadap produksi rumput
laut jika dibandingkan dengan parameter lain.
Sedangkan hasil analisis regresi pada musim kemarau menunjukkan bahwa
produksi rumput laut signifikan (P<0,05) dengan salinitas, nitrat dan kecerahan yaitu R
= 0,837 (R2 = 0,684). Hubungan produksi dengan parameter lingkungan mengikuti
persamaan linier : Y = -14,068 + 0,401 Salinitas + 4,53 Nitrat + 0,236 Kecerahan.
Makna dari korelasi linier positif yang signifikan ini adalah bahwa salinitas, nitrat dan
kecerahan berhubungan dengan peningkatan produksi rumput laut. Berdasarkan nilai
koefisien determinasi (R2) 0,684 menunjukkan bahwa keragaman produksi rumput
laut (68,4%) dapat dijelaskan oleh keragaman salinitas, nitrat dan kecerahan. Oleh
karena itu dapat dikatakan sebesar 68,4% pengaruh salinitas, nitrat dan kecerahan
terhadap produksi rumput laut pada musim kemarau jika dibandingkan dengan
parameter lain.
3) Seawed Nutrient Physiologi : Application Of Concepts to aquaculture and
Bioremediation
konsentrasi DIC dalam air laut dapat mempengaruhi rumput laut serapan nitrogen.
Misalnya, dalam Hizikia fusiformis[= Sargassum fusiforme (Harvey) Setchell], NO3Serapan itu lebih tinggi dalam budaya yang diperkaya CO2 daripada CO2 ambien
(Zou2005). Apalagi konsentrasi CO2 yang lebih tinggi juga ditingkatkan aktivitas nitrat
reduktase (NR) selama periode cahaya. Lebih besar aktivitas NR maksimum, afinitas
lebih tinggi untuk NO3-, dan yang lebih tinggi Rasio Vmax / Km diamati pada thalli
yang tumbuh dengan CO2 tinggi dalam thalli tumbuh CO2, menunjukkan enzim yang
efisien aktivitas di bawah CO2 tinggi (Zou 2005). Dalam M. pyrifera, tingkat
penyerapan keduanya NO3- dan NH4+ adalah lebih tinggi di bawah konsentrasi CO2
yang lebih tinggi ketika air laut diperkaya dengan NH4+ dibandingkan dengan NO3(Fernández et al.2017a). Selain itu, terlepas dari status N awal rumput laut,
NOMOR 3- tingkat penyerapan dan aktivitas NR meningkat di bawah CO2 yang lebih
tinggi tetapi tidak ada peningkatan laju fotosintesis dan pertumbuhan (Fernández et al.
2017b). Ini menunjukkan bahwa lebih tinggi[H +] / pengurangan pH di bawah
konsentrasi CO2 yang lebih tinggi berperan dalam mengatur metabolisme N. Demikian
pula, peningkatan aktivitas NR juga diamati di Ulva rigida C.Agardh ketika ditanam di
bawah kombinasi CO2 tinggi dan NO3- konsentrasi; namun, ketika ditanam di bawah
NO3 rendah-, Aktivitas NR berkurang terlepas konsentrasi CO2 (Gordillo et al. 2001).
Ini menunjukkan bahwa efek CO2 pada metabolisme N dari U. rigida kemungkinan
besar terkait dengan sintesis de novo NR daripada dengan perubahan dalam
metabolisme C. Bersama dengan CO2 yang lebih tinggi, cahaya optimal dan suhu juga
dapat memainkan peran penting dalam menerjemahkan lebih tinggi.
I. KESIMPULAN
Kegiatan budidaya rumput laut di Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep dapat
menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat pesisir dengan memanfaatkan
luas perairan yang berpotensi, akan tetapi harus memperhitungkan aspek lingkungan
dan sosial masyarakat seperti konflik kepentingan dan pemanfaatan wilayah dengan
perikanan tangkap. Hasil penelitian ini merekomendasikan tentang perlunya campur
tangan pemerintah dalam penyelesaian konflik dalam pemanfaatan lahan untuk
perikanan tangkap dan budidaya dengan mengatur zona-zona pemanfaatan dan
sosialisasi dalam pelestarian lingkungan pesisir.
1. Produksi rumput laut lebih tinggi pada musim hujan dibanding musim kemarau.
2. Musim dan Jarak dari garis pantai berpengaruh (P<0,05) terhadap produksi
Rumput laut
3. Parameter lingkungan yang memberikan konstribusi signifikan terhadap produksi
rumput laut pada musim hujan adalah kecerahan sedangkan pada musim kemarau adalah
nitrat, salinitas dan kecerahan.
Di antara berbagai masalah lingkungan terkait dengan intensif budidaya ikan,
seperti efek pelarian ikan budidaya populasi liar, pencucian logam berat dari keramba
ikan, dan efek penggunaan antibiotik yang tidak diatur, eutrofikasi pesisir merupakan
perhatian utama. Dekomposisi pakan ikan yang berlebihan dan ekskresi hewan dapat
meningkatkan nutrisi terlarut, terutama nitrogen, ke dalam kolom air, yang bisa
berbahaya mekar alga dan kerusakan lingkungan pesisir (mis.Buschmann et al. 2008a;
Chopin et al. 2001; Domingues et al.2015). IMTA adalah metode pertanian yang
bertujuan untuk mengurangi dampak eutrofikasi yang terkait dengan budidaya ikan
dan meningkatkan keberlanjutan akuakultur dengan mendorong ekologis efisiensi,
penerimaan lingkungan, keanekaragaman produk, profitabilitas dan manfaat sosial
(Kleitou et al. 2018). Referensi IMTA untuk pertanian terpadu beberapa organisme
dari berbagai tingkat trofik, di mana satu spesies melengkapi spesies lainnya. Untuk
misalnya, dalam sistem IMTA di mana rumput laut dibudidayakan di dekat dengan
ikan, rumput laut berfungsi sebagai biofilter, berasimilasi kelebihan nutrisi dari
peternakan ikan dan mengubahnya menjadi biomassa yang berharga (Gbr.1;
Fernández et al. 2019). IMTA dapat didirikan di peternakan ikan darat.
J. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1996. Pengembangan Prototipe Wilayah Pesisir dan Marin Kupang-Nusa
Tenggara Timur, Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan Sistem Informasi Geografis,
Cibinong. Anonim, 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang, Laut,
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata
Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta. Anonim, 2008. Pengembangan
Sentra Budidaya dan Agribisnis Rumput Laut. Dinas Kelautan dan Perikanan.
Sumenep. Anonim, 2012. The State of World Fisheries and Aquaculture. Food and
Agriculture Organization of The United Nations. Rome. Agustiningsih, D., 2012.
Analisis Kualitas Air dan Beban Pencemaran Berdasarkan Penggunaan Lahan di
Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Tesis Program Magister Ilmu Lingkungan
Universitas Diponegoro, Semarang. Amarulah, 2007. Pengelolaan Sumberdaya
Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kota Baru untuk Pengembangan Budidaya
Rumput Laut (Eucheuma cottonii). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor Amosu dan Alberto, O. 2012. South African Seaweed
Aquaculture: A Sustainable Development Example for Other African Coastal
Countries. African Journal of Agricultural, 8(43):5268-5279.Arisandi. 2011. Pengaruh
Salinitas yang Berbeda terhadap Morfologi, Ukuran dan Jumlah Sel, Pertumbuhan
serta Rendemen Karaginan Kappaphycus alvarezii. Jurnal Ilmu Kelautan,16(3):143150.
Ariati, R.W., Sya’rani, L dan Arini, E. 2007.Analisis Kesesuaian Perairan Pulau
Karimunjawa dan Pulau Kemujan Sebagai Lahan Budidaya Rumput Laut
Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal PasirLaut, 3(1):27-45.Aslan, L.M.
1998. Budidaya Rumput Laut. Edisis Revisi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.Burtin, P.
2003. Nutritional Value of Seaweed. Journal of Agricultural Food Chemistry,2(4):1-6.
Dahuri, R., 1998. The Application of Carryng Capacity Concept For Sustainable Costal
Resources Development in Indonesia. Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan
Lautan Indonesia, 1(1):22-31 Fachrudin, S.A., 2011. Potential Resources Study At
Coastal Area Of Sumenep Regency. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 3(2):18-28.
Gazali, I. 2013. Evaluasi Dampak Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kertas Terhadap
Kualitas Air Sungai Klinter Kabupaten Nganjuk. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis
dan Biosistem, 1(2):1-8 Harahap, N dan Kaunang, T.D., 2011. Analisis Parameter
Oseanografi di Lokasi Pengembangan Eucheuma spinosum Pulau Nain Kabupaten
Minahasa Utara. Indonesian Journal of Marine Sciences, 16(4):193-198. Harrison P. J.,
dan Hurd C. L. (2001) Nutrient Physiology of Seaweeds: Application of Concepts to
Aquaculture. Cahiers de Biologie Marine. 42:71–82. Kamlasi, Y. 2008. Kajian Ekologis
dan Biologi Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottoni) di
Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tesis
Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Mohammed, G. 2013. Seaweed
Farming. Calicut Research Centre of CMFRI, Calicut. Phillips, M. 1990.Environmental
Aspects of Seaweed Culture. In Regional Workshop on the Culture and Utilization of
Seaweeds. Vol. II, NACA, Bangkok. Radiarta, I., Wardoyo, S. E., Priyono, B., dan
Praseno, O. 2003. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi
Pengembangan Budidaya Laut di Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia, 9(1):67–71. Setiyanto, D., Efendi, I. dan Antara, K. J. 2008.
Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii var Maumare, var Sacol dan Eucheuma cottonii
diPerairan Musi Buleleng. Jurnal Ilmu Kelautan, 13(3):171-176.Sulistyowati, H., 2003.
Struktur Komunitas Seaweed (Rumput Laut) di Pantai Pasir Putih Kabupaten
Situbondo. Jurnal Ilmu Dasar, 4(1): 58-61. Yousef, S.A., Alejandro, AA., Buschmann H.,
dan Kevin, M., 2012. Fitzsimmons Experiments on an Integrated Aquaculture System
(Seaweeds and Marine Fish) on the Red Sea Coast of Saudi Arabia: Efficiency
Comparison of Two Local Seaweed Species for Nutrient Biofiltration and Production.
Aquaculture, 4:21–31. Zoer’aini. 1992. Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Penerbit
Bumi Aksara, Jakarta.
Abreu M.H., Pereira R., Buschmann A.H., Sousa-Pinto I. & Yarish C.2011a.
Nitrogen uptake responses of Gracilaria vermiculophylla (Ohmi) Papenfuss under
combined and single addition of nitrate and ammonium. Journal of Experimental
Marine Biology and Ecology 407: 190–199. DOI: 10.1016/j.jembe.2011.06.034. Abreu
M.H., Pereira R., Yarish C., Buschmann A.H. & Sousa-Pinto I. 2011b. IMTA with
Gracilaria vermiculophylla: productivity and nutrient removal performance of the
seaweed in a land-based pilot scale system. Aquaculture 312: 77–87. DOI: 10.1016/j.
aquaculture.2010.12.036. Ale M.T., Mikkelsen J.D. & Meyer A.S. 2011. Differential
growth response of Ulva lactuca to ammonium and nitrate assimilation. Journal of
Applied Phycology 23: 345–351. DOI: 10.1007/s10811-010- 9546-2. Barr N.G., Kloeppel
A., Rees T.A.V., Scherer C., Taylor R.B. & Wenzel A. 2008. Wave surge increases rates
of growth and nutrient uptake in the green seaweed Ulva pertusa maintained at low
bulk flow velocities. Aquatic Biology 3: 179–186. DOI: 10.3354/ab00079. Barr N.G.,
Tijsen R.J. & Rees T.A.V. 2004. Contrasting effects of methionine sulfoximine on
uptake and assimilation of ammonium in Ulva intestinalis (Chlorophyceae). Journal of
Phycology 40: 697–704. DOI: 10.1111/j.1529-8817.2004.04004.x.Bell E.C. 1993.
Photosynthetic response to temperature and desiccation of the intertidal alga
Mastocarpus papillatus. Marine Biology 117: 337–346. DOI: 10.1007/BF00345679.
Bird K.T. 1988. Agar production and quality from Gracilaria sp. Strain G-16: effects of
environmental factors. Botanica Marina 31: 33–39. DOI: 10.1515/botm.1988.31.1.33.
Bird K.T., Hanisak M.D. & Ryther J. 1981. Chemical quality and production of agars
extracted from Gracilaria tikvahiae grown in different nitrogen enrichment conditions.
Botanica Marina 24: 441–444. DOI: 10.1515/botm.1981.24.8.441. Björk M., Axelsson L.
& Beer S. 2004. Why is Ulva intestinalis the onlymacroalga inhabiting isolated
rockpools along the Swedish Atlantic coast? Marine Ecology Progress Series 284: 109–
116. DOI: 10.3354/ meps284109.
Download