Asbabun nuzul Qs. Al Ashr Syaikh Muhammad Abduh menjelaskan, orang Arab jahiliyah biasa bersantai di waktu Ashar. Mereka bercengkerama dan bercanda, hingga saling menyinggung dan akhirnya terjadi perselisihan dan permusuhan. Mereka pun mengutuk waktu ashar. Maka Allah menurunkan surat ini untuk memberikan peringatan, bukan waktu ashar yang salah tetapi merekalah yang salah. Manusia akan berada dalam kerugian selama tidak memenuhi empat kriteria dalam surat ini. Surat Al Ashr memiliki beberapa keutamaan. Di antaranya adalah, ia biasa dibaca oleh sahabat di akhir majelis. Ia juga merangkum kunci keselamatan sehingga bisa mewakili isi Al Quran. Imam Thabrani meriwayatkan dari Ubaidillah bin Hafsh, dia berkata, “Ada dua sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika bertemu mereka tidak akan berpisah melainkan salah satu dari mereka berdua membaca Surat Al Ashr terlebih dahulu, lantas mengucapkan salam.” Imam Baihaqi juga meriwayatkan yang serupa dari Abu Hudzaifah. Syaikh Amru Khalid dalam Khawatir Qur’aniyah mengutip perkataan Imam Syafi’i: “Seandainya Al Quran tidak turun kecuali surat Al Ashr ini, maka sudah mencukupi manusia.” Syaikh Adil Muhammad Khalil dalam Awwal Marrah at-Tadabbar al-Qur’an menyebutkan bahwa Imam Syafi’i mengatakan, “Sekiranya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menurunkan hujjah kepada hamba-Nya selain surat ini, niscaya surat ini telah mencukupi.” Sedangkan Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menyebutkan bahwa Imam Syafi’i mengatakan, “Seandainya manusia memikirkan surat ini, pastilah surat ini cukup bagi mereka.” Manasabah dengan surah sebelumnya Tafsir surat Tafsir surat Al Ashr ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah. Ia bukan tafsir baru melainkan ringkasan kompilasi dari tafsir-tafsir tersebut. Juga ditambah dengan referensi lain seperti Awwal Marrah at-Tadabbar alQur’an dan Khawatir Qur’aniyah. Secara umum, surat ini menunjukkan urgensi waktu. Surat ini berisi penegasan bahwa semua orang akan merugi kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih serta saling menasehati agar menetapi kebenaran dan kesabaran. Surat Al Ashr ayat 1 ْ َا عِ لرْ عَ ل Demi masa. Para ulama sepakat ‘ashr ( )رصعartinya adalah masa atau waktu. Namun penafsiran waktu yang dimaksud dalam ayat ini ada beberapa pendapat. Pertama, masa atau waktu secara umum. Kedua, waktu ashar. Ketiga, masa hidupnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Pendapat yang paling kuat adalah waktu secara umum. Allah bersumpah dengan waktu, menunjukkan betapa pentingnya waktu bagi manusia. Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Rezeki yang tidak diperoleh hari ini masih dapat diharapkan lebih dari itu esok hari. Tetapi waktu yang berlalu hari ini tidak mungkin diharapkan kembali esok.” Allah bersumpah dengan waktu juga menunjukkan kemuliaan waktu. Jika orang-orang Arab jahiliyah meyakini ada waktu sial dan sebagainya, Rasulullah mengingatkan untuk tidak mencela waktu. َّلا ر رُْس لَ عا ِعَ َ س س ْع ََ ع رُْس لَ َا َ ُع ْ ع Jangan mencela waktu, karena sesungguhnya Allah adalah pemilik waktu. (HR. Muslim) Sedangkan al ashr yang ditafsirkan waktu ashar, ia juga memiliki korelasi kuat dengan isi surat ini. Di antara kebiasaan orang-orang musyrikin Makkah, mereka menggunakan waktu ashar untuk bersantai sambil menghitung untung rugi perdagangannya. Dalam surat ini, Allah bersumpah dengan al ashr bukan untuk menghitung untung rugi dunia yang sementara tetapi untung rugi di akhirat yang abadi. Surat Al Ashr ayat 2 َّ ع ْع َِْ َْلَّ ِلا رخ لِ ع َ ٍَ س ل Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kata al insan ( ) رس ٍلرberbentuk makrifat menunjuk pada keseluruhan manusia. Baik mukmin maupun kafir. Meskipun demikian, ia hanya mencakup mukallaf (mendapat beban perintah agama). Sedangkan yang tidak mukallaf, misalnya anak kecil yang belum baligh, tidak masuk dalam ayat ini. Kata lafii ( )يفلmerupakan gabungan dari huruf lam ( )لyang menyiratkan makna sumpah dan huruf fii ( )يفyang mengandung makna tempat atau wadah. Dengan demikian, semua manusia berada dalam wadah khusr. Kata khusr ( )رسخmemiliki banyak arti. Di antaranya adalah rugi, sesat dan celaka yang semuanya mengarah pada hal negatif yang tidak disukai manusia. Khusr pada ayat ini menggunakan bentuk nakirah sehingga maknanya adalah kerugian yang besar dan beraneka ragam. Karenanya ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menuliskan, “Sesungguhnya seluruh manusia itu pastilah berada dalam kerugian, kekurangan dan kehancuran, kecuali orangorang yang mengumpulkan antara iman kepada Allah dan beramal shalih.” Surat Al Ashr ayat 3 ْل َلا َ ْ َْ عل م ل ر يَ ْ س ٍَ سُ رْساَب ع و ع عصََ ر عِ عِّ َقحَ ر رْ س م عِْ ع ع ر ع َ عِْ ع ع ر ع َ م ل ر يَ لْ عل ع kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Ayat ini mengecualikan insan pada ayat sebelumnya. Bahwa insan yang tidak berada dalam kerugian adalah mereka yang memiliki empat kriteria; iman, amal shalih, saling menasehati tentang kebenaran dan saling menasehati tentang kesabaran. Sebagian ulama menjelaskan bahwa agama ini terdiri dari pengetahuan dan pengamalan. Keyakinan dan perbuatan. Iman adalah pengetahuan dan keyakinan. Amal shalih adalah pengamalan dan perbuatan. Sedang saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran adalah dakwah yang merupakan bentuk amal shalih agar orang lain juga beriman dan beramal shalih. Ayat ini menggunakan bentuk jamak, mengisyaratkan pentingnya beramal jamai dan berjamaah. Untuk bisa selamat dari kerugian, manusia harus berjamaah. Beramal jamai bersama orang-orang mukmin dan berdakwah bersama. Kata tawashau (َِ )رِصرberasal dari kata washa (ِ )ىصyang artinya menyuruh berbuat baik. Kata al haq ( )قحلرartinya adalah sesuatu yang mantap dan tidak berubah. Yakni ajaran agama atau kebenaran. Sedangkan sabar ( )ربصartinya adalah menahan nafsu demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik. Ar Razi mengatakan, “Ayat ini menunjukkan bahwa kebenaran itu berat. Kebenaran akan senantiasa diuji. Oleh karena itu, penyebutan kebenaran disertai dengan penyebutan saling menasehati.” 1. Demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.