EVIDENCE-BASED PRACTICE PENGARUH TERAPI MADU TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA DIABETES MELITUS Laporan Keperawatan Medikal Bedah DISUSUN OLEH: RIA RAMADANI WANSYAPUTRI G1B220006 PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2020 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolik berupa meningkatnya kadar gula darah melebihi normal (hiperglikemi) yang diakibatkan oleh gangguan pada produksi insulin, sensitifitas insulin, maupun keduanya (American Diabetes Association, 2014). Jumlah penderita diabetes mellitus terus mengalami peningkatan jumlah penderitanya. IDF (International Diabetes Federation) menyatakan terdapat 382 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi lima sembilan dua juta orang. Salah satu komplikasi dari DM adalah neuropati, berupa berkurangnya sensasi di kaki dan sering dikaitkan dengan diabetic foot ulcers (DFU). Neuropati perifer menyebabkan hilangnya sensasi di daerah distal kaki yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki bahkan amputasi. Ulkus kaki diabetik berkontribusi terhadap >50% ulkus kaki penderita diabetes dan sering tidak menimbulkan rasa nyeri disertai lebam. Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik DM berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Prevalensi penderita DFU di Indonesia sekitar 15%, dengan angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetika merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80%. Penyembuhan ulkus diabetikum ditujukan untuk mengurangi risiko infeksi dan amputasi, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan. Perawatan yang dilakukan tergantung pada keparahan ulkus serta ada atau tidaknya iskemia jaringan sekitar. Hal yang utama pada penyembuhan ulkus diabetikum meliputi kontrol kadar gula darah secara berkala, debridemen, mengurangi tekanan pada bagian tubuh yang mengalami luka, memberikan antibiotik adekuat untuk mengatasi infeksi, dan dressing (penutupan luka) untuk mempertahankan kelembapan pada lesi (Karimi et al., 2019). Tatalaksana dressing dalam penyembuhan ulkus diabetikum dapat dilakukan dengan menggunakan pengobatan herbal seperti madu. Secara umum madu memiliki kandungan seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, air dan beberapa senyawa asam amino, vitamin, serta mineral yang berperan dalam proses penyembuhan luka seperti antiinflamasi, anti-bakteri, dan anti-oksidan (Gunawan, 2017). Selain itu, madu juga memiiki efek bakterisidal spektrum luas, mempercepat proliferasi epitelium, dan mengabsorpsi edema di sekitar ulkus (Karimi et al.,) Sifat anti bakteri dari madu membantu mengatasi infeksi pada perlukaan dan aksi anti inflamasinya dapat mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan. Madu juga merangsang tumbuhnya jaringan baru, sehingga selain mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada diabetes (Anshori, 2014). 1.2.Tujuan Penulisan Setelah dilakukan kegiatan Evidence Based Practice (EBP) pembaca diharapkan mampu memahami dan mendapatkan tambahan ilmu mengenai Pengaruh Terapi Madu terhadap Penyembuhan Luka Diabetes Melitus. 1.3.Metode Dalam penulisan evidence based practice ini, penulis menggunakan media elektronik dan studi pustaka untuk memperoleh informasi dan analisis mengenai Pengaruh Terapi Madu terhadap Penyembuhan Luka Diabetes Melitus. Artikel yang berkaitan dengan “Pengaruh Terapi Madu terhadap Penyembuhan Luka Diabetes Melitus,” didapatkan melalui cara elektronik dengan data based: google, google scholar, portal garuda, studi literature. Penyusunan Evidence Based Practice (EBP) ini menggunakan kata kunci sebagai berikut: Terapi Madu, Proses Penyembuhan Luka, Diabetes Melitus. Hasil pencarian ditemukan sebanyak 526 artikel dari tahun 2015 hingga 2020. Namun, sebanyak 8 artikel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu: 1. Jurnal dari 2015- 2020 2. Jurnal memuat tentang “Pengaruh Terapi Madu terhadap Penyembuhan Luka Diabetes Melitus” BAB II TINJAUAN PUSAKA 2.1.Definisi Diabetes Melitus Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1995). Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Sudarta, 1999). 2.2.Etiologi Diabetes Melitus Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya. Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu : 1. Dibetes melitus tipe I Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor: a) Faktor genetic Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan ditmukannya tipe antigen HLA (Human Leucolyte antoge) teertentu pada individu tertentu b) Faktor imunologi Pada diabetes tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibody terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan tersebut seolah-olah sebagai jeringan abnormal c) Faktor lingkungan Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor ekternal yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. 2. Diabetas Melitus Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin dan juga terspat beberap faktor resiko teetentu yang berhubngan dengan proses terjadinya diabetes tipe II yaitu: a) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun b) Obesitas c) Riwayat keluarga d) Kelopok etnik tertentu 3. Faktor non genetic a) Infeksi Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus. b) Nutrisi Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin, malnutrisi protein dan alkohol dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis. c) Stres Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara. d) Hormonal Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat 2.3.Patofisiologi Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada Diabetes Mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine penderita Diabetes Mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kirakira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%. Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter. 2.4.Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Pada tahap awal sering ditemukan 1. Poliuri (banyak kencing) Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak kencing. 2. Polidipsi (banyak minum) Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum. 3. Polipagi (banyak makan) Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). 4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein. 5. Mata kabur Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. 2.5.Pathway Diabetes Melitus Sumber : Muttaqin (2008) dalam (Handayani, A Nur. 2015 2.6.Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin. Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam membantu klien mengatasi kondisi ini. 2.7.Komplikasi Diabetes Melitus 1. Akut a) Hypoglikemia b) Ketoasidosis c) Diabetik 2. Kronik a) Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. b) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik, nefropati diabetic. c) Neuropati diabetic. 2.8.Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat melakukan metode ilmiah yaitu proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan intervensi mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin. 1. Pengkajian Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes Mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan Diabetes Mellitus : a. Aktivitas dan istirahat : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma. b. Sirkulasi Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung. c. Eliminasi Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat. d. Nutrisi Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah. e. Neurosensori Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung. f. Nyeri Pembengkakan perut, meringis. g. Respirasi Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas. h. Keamanan Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum. i. Seksualitas Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. 2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Diabetes Mellitus yaitu : a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik. b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral. c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia. d. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit. e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik. f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain. g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi. 3. Intervensi Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik. Tujuan : Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi : a. Pantau tanda-tanda vital. Rasional: Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. b. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa. Rasional: Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat. c. Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine. Rasional: Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan. d. Timbang berat badan setiap hari. Rasional: Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. e. Berikan terapi cairan sesuai indikasi. Rasional: Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual. 2. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral. Tujuan : a. Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat b. Menunjukkan tingkat energi biasanya c. Berat badan stabil atau bertambah. Intervensi : a. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien. Rasional: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik. b. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi. Rasional: Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya). c. Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural. Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang. d. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi. Rasional: Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien. e. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Rasional: Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. 3. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia. Tujuan : a. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi. b. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi. Intervensi : a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Rasional : pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial. b. Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri. Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang. c. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif. Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman. d. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi. e. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam. Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret. 4. Resiko tingi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit Tujuan : a. Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi. b. Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori. Intervensi : a. Pantau tanda-tanda vital dan status mental. Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal b. Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya. Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas. c. Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya. Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya. d. Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki. Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan. 5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik. Tujuan : a. Mengungkapkan peningkatan tingkat energi. b. Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan. Intervensi : a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah. b. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup. Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan. c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas. Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis. d. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas seharihari sesuai toleransi. Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi. 6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain. Tujuan : a. Mengakui perasaan putus asa b. Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan. c. Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri. Intervensi : a. Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan. Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah. b. Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga. Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu kemampuan koping. c. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya. Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi. d. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri. Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi. 7. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi informasi. Tujuan : a. Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit. b. Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. c. Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan. Intervensi : a. Ciptakan lingkungan saling percaya Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar. b. Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya. Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup. c. Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat. Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati program. d. Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat. Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat. 4. Implementasi Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana asuhan keperawatan. Pada tahap ini perawat menerapkan keterampilannya dan pengetahuannya berdasarkan ilmu keperawatan dan ilmu lain, yang terkait secara integrasi. Pada waktu perawat memberikan asuhan keperawatan, proses pengumpulan data berjalan terus-menerus guna perubahan/penyesuaian tindakan keperawatan. Beberapa faktor dapat mempengaruhi pelaksanaan rencana asuhan keperawatan, antara lain sumber-sumber yang ada, pengorganisasian pekerjaan perawat serta lingkungan fisik dimana asuhan keperawatan dilakukan. Pelaksanaan tindakan keperawatan pasien (empat tindakan yang utama) : a. Melaksanakan prosedur keperawatan b. Melakukan observasi c. Memberikan pendidikan kesehatan (penyuluhan kesehatan). d. Melaksanakan program pengobatan. Pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah direncanakan, dilakukan berdasarkan standar asuhan keperawatan dan sistem pendelegasian yang telah ditetapkan. 5. Evaluasi Hasil yang diharapkan pada klien Diabetes Mellitus adalah : a. Apakah kebutuhan volume cairan klien terpenuhi/adekuat ? b. Apakah nutrisi klien terpenuhi ke arah rentang yang diinginkan ? c. Apakah infeksi dapat dicegah dengan mempertahankan kadar glukosa ? d. Apakah tidak terjadi perubahan sensori perseptual ? e. Apakah kelelahan dapat diatasi dan produksi energi dapat dipertahankan sesuai kebutuhan ? f. Apakah klien dapat menerima keadaan dan mampu merencanakan perawatannnya sendiri ? g. Apakah klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakit 2.9.Tinjauan Literature No 1. Peneliti dan Judul Radiant Eka Pramana, Maria Suryani, Mamat Supriyono. Judul : Efektivitas Pengobatan Madu Alami Terhadap Penyembuhan Luka Infeksi Kaki Diabetic (Studi Kasus Di Puskesmas Bangetayu Dan Puskesmas Genuk Semarang) Introduction Infeksi kaki diabetik dapat dicegah dengan perawatan yang tepat dan efektif. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lisbet (2009), didapatkan hasil adanya perubahan yang baik pada luka yang diberi madu alami. Madu alami memiliki kandungan yang dapat menyembuhan luka diabetic. Sebagai contoh enzom katalase yang berfungsi sebagai antibakteria dan kandungan air yang kurang dari 18% memungkinkan madu untuk menarik pus (nanah) di sekitar area luka yang dioles dengan madu alami tersebut Method Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasy experiment dengan kelompok pembanding (control time series design). Populasi diambil di area kerja Puskesmas Bangetayu dan Genuk Semarang. Pada bulan September 2011 – Februari 2012 ada 6 responden di wilayah kerja Puskesmas Bangetayu da nada 8 responden di wilayah kerja Puskesmas Genuk Semarang yang menderita IKD. Penelitian ini menggunakan total sampling. Result Didapatkan hasil bahwa terdapat beberapa perbedaan antara kelompok dengan menggunakan madu dan yang tidak menggunakan madu sebesar 0,008 atau lebh kecil dari nilai taraf signifikansi 5% atau 0,05%. Discussion Didapatkan hasil bahwa pada hari ke 7, semua responden memiliki perubahan luka yang baik, diantaranya adanya jaringan granulasi baru, tidak ada reaksi inflamasi (peradangan) dan luka mongering. Tetapi pada kelompok pembanding ditemukan bahwa hampir semua luka tidak ada perubahan diantaranya granulasi sangat lambat (baru terlihat pada hari ke 5), banyak ditemukan jaringan mati yang masih keras (seperti baal), dan masih adanya reaksi inflamasi (peradangan) ditandai dengan adanya warna kemerahan pada luka. Selain itu bukan hanya madu saja yang mempengaruhi penyembuhan luka. Besarnya luka, dalamnya luka dan derajat luka juga factor penting dalam proses penyembuhan luka. Semakin kecil kuka, semakin dangkal luka, dan semakin kecil derajat luka maka luka akan cepat sembuh Conclusion Hasil analisis bivariate didapatkan hasil nilai probabilitas sebesar 0,008 lebih kecil dibandingkan taraf signifikan 5% atau 0,05. Hasil akhir dapat disimpulkan bahwa penggunaan madu alami lebih efektif untuk penyembuhan luka diabetic. 2. Subhannur Rahman, Dini Rahmayani. Judul : Efektivitas Penggunaan Madu Campuran Terhadap Proses Penyembuhan Luka Di Poli Kaki Diabetik Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin Tahun 2016 Madu adalah cairan kental manis yang dihasilkan oleh lebah, bahan ini telah lama di gunakan sebagai obat dan penelitian yang dilakukan pada penelitian dekade terakhir telah menunjukkan manfaat yang besar dari madu. Selain memiliki efek antimikroba, madu juga memiliki anti inflamasi dan meningkatkan fibroblastik serta angioblastik. Analisis mengenai kandungan madu menyebutkan bahwa unsur terbesar komponen madu adalah glukosa dengan kadar fruktosa paling besar (76,8%) disamping mineral dan vitamin. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experiment. Populasi dalam penelitian ini adalah klien dengan luka kaki diabetik grade II dan III. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan metode Porposive Sampling. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 15 sampel. Penggunaan madu campuran terhadap proses penyembuhan luka foot ulcer di Poli Kaki Diabetik RSUD Ulin Banjarmasin menunjukkan hasil yang efektif. Rata-rata granulasi tumbuh pada hari ke 14 sampai dengan 21 hari perawatan. Madu memiliki kandungan asam amino, karbohidrat total, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, besi, sodium (natrium), total lemak dan kolesterol, namun yang berbeda disini adalah komposisi air yang ada didalam madu campuran. Aktivitas kandungan air yang sedikit dan dengan osmolaritas yang tinggi dalam agen perawatan luka diyakini sebagai suatu hal yang dapat mencegah infeksi dan mempercepat proses penyembuhan luka. Proses osmosis inilah yang menyerap air dari bakteri pada luka sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri karena kekurangan air dan mengeringkan bakteri hingga bakteri sulit tumbuh dan akhirnya mati. Selain itu kandungan air yang terdapat dalam madu akan memberikan kelembaban pada luka, sehingga proses granulasi luka tumbuh dengan baik Penggunaan madu campuran terhadap proses penyembuhan luka foot ulcer di Poli Kaki Diabetik RSUD Ulin Banjarmasin menunjukkan hasil yang efektif.. 3. Nabhani, Yuli Widiyastuti. Judul : Pengaruh Madu Terhadap Proses Penyembuhan Luka Gangrene Pada Pasien Diabetes Melitus Cara perawatan luka gangren dengan madu secara rutin akan lebih baik, dari jaman dulu madu sangat dipercaya oleh masyarakat untuk berbagai jenis pengobatan termasuk luka madu juga mudah didapat selain itu efektif dalam proses penyembuhan luka karena kandungan airnya rendah, juga PH madu yang asam serta kandungan hidrogen peroxida-nya mampu membunuh bakteri dan mikro-organisme yang masuk kedalam tubuh kita. Selain itu madu juga mengandung antibiotika sebagai antibakteri dan antiseptik menjaga luka Metode yang digunakan adalah metode Quasi Eksperiment Design dengan pendekatan one design pre-test and post-test group, yaitu membandingkan subjek sebelum dan sesudah diberikan tindakan perawatan luka menggunakan madu. Populasi dalam penelitian adalah seluruh pasien kunjungan di poliklinik omah luka sejumlah 20 dengan teknik aksidental sampling. Instrumen menggunakan alat ukur design yang terdiri dari: check list. Analisa menggunakan uji Paired t test pada signifikan 5%. Analisis bivariat diperoleh hasil T hitung 5.000 dan p value 0.015 karena hasil t hitung 5.000 diatas harga atau > table t: 2.35 dan p < dari 0.05, maka disimpulkan ada manfaat madu untuk mempercepat proses penyembuhan luka gangrene sehingga hipotesis yang berbunyi ada manfaat madu terhadap penyembuhan luka gangrene di terima. Dan keeratan pengaruh paired sample correlation 0,577 (57%) sehingga mempunyai pengaruh yang sedang. Madu sangat dipercaya oleh masyarakat untuk berbagai jenis pengobatan termasuk luka. Madu mengandung vitamain, asam amino, mineral, antibiotik dan bahanbahan aroma terapi. Sehingga perawatan luka gangren dengan madu secara rutin akan lebih baik, madu juga mudah didapat selain itu efektif dalam proses penyembuhan luka karena kandungan airnya rendah, juga PH madu yang asam serta kandungan hidrogen peroxidanya mampu membunuh bakteri dan mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh kita. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa madu memiliki manfaat untuk membantu proses penyembuhan luka gangrene pasien diabetes mellitus. 4. Edy Siswantoto Judul : Efektivitas Perawatan Luka Diabetic Metode Modern Dressing Menggunakan Madu Terhadap Proses Penyembuhan Luka Salah satu cara untuk penanganan luka adalah dengan perawatan luka dengan metode modern dressing menggunakan madu. Dengan kandungan madu yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan di dukung menggunakan metode modern dressing diharapkan dengan kolaborasi kedua bahan tersebut proses penyembuhan luka diabetik bisa lebih cepat dan optimal Desain penelitian yang dilakukan adalah penelitian pre-experimental dengan rancangan one group pretestposttest. Pengukuran yang dilakukan sebelum eksperimen (P1) disebut pretest. Pada penelitian ini pretest bertujuan untuk mengobservasi kondisi luka sebelum pemberian perlakuan (X). Perlakuan yang diberikan berupa perawatan luka metode modern dressing menggunakan madu. Setelah dilakukan perawatan luka, peneliti mengobservasi kembali kondisi luka tersebut (P2) disebut posttest. Uji hipotesis dengan tingkat nilai kemaknaan p<α (α= 0,05) didapatkan dari hasil uji Wilcoxon diketahui nilai p= 0,001< 0,05. Artinya bahwa Ho ditolak sedangkan Hi diterima artinya ada perbedaan pretest dan postest perawatan luka metode modern dressing menggunakan madu terhadap proses penyembuhan luka diabetik. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa perawatan luka metode modern dressing menggunakan madu yang dilakukan efektif untuk mempercepat proses penyembuhan luka diabetik. Perawatan luka yang dilakukan adalah menggunakan madu sebagai bahan utama untuk mempercepat pertumbuhan granulasi. Granulasi pada luka yang dirawat menggunakan madu tumbuh dengan baik, ketika luka dibalut menggunakan balutan yang diolesi madu dapat menciptakan kelembapan yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini terbukti dari hasil penelitian pada pasien diabetic yang mengalami luka setelah dilakukan perawatan luka metode modern dressing menggunakan madu didapatkan seluruh pasien luka mengalami penurunan grade luka dengan hasil sebagian besar responden masuk klasifikasi luka grade II. Berdasarkan penelitian perawatan luka diabetic metode modern dressing menggunakan madu sangat efektif terhadap proses penyembuhan luka di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Mojosari dengan uji validitas Wilxocon diperoleh hasil p=0,001. 5. Fauziyah Sundari, Hendro Djoko. Judul : Pengaruh Terapi Madu Terhadap Luka Diabetic Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rw 011 Kelurahan Pegirian Surabaya Madu merupakan salahsatu terapi nonfarmakologis yang bisa diberikan dalam perawatan luka DM. Berdasarkan hasil studi empiris, telah banyak hasil alam yang dapat dijadikan sebagai pengobatan alternatif penyembuhan luka diabetik, salah satunya adalah penggunaaan madu. Madu memiliki kandungan gula yang sangat tinggi yang dapat membantu membentuk lapisan pelindung yang mencegah bakteri masuk sekaligus menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu, madu juga mengandung berbagai macam enzim salah satunya enzim katalase yang memberi efek pemulihan pada luka. Peneliti menggunakan desain penelitian pre-eksperimental dengan pendekatan one group pra-post test design. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling dengan pendekatan purposive sampling. Hasil penelitian terlihat adanya perubahan derajat luka sebelum dan sesudah diberikan terapi madu. Derajat luka katagori ringan bertambah jumlahnya dari 1 menjadi 3 responden, derajat luka sedang juga berubah dari yang semula tidak ada menjadi 4 responden, dan untuk derajat luka berat terjadi penurunan dari 9 orang menjadi 3 orang . Dan dari hasil uji statistik menggunakan Wilcoxon diperoleh ρ=0,023 yang berarti ada pengaruh terapi madu terhadap luka diabetikum. Dari hasil penelitian hasil tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden di RW 011 Kelurahan Pegirian Surabaya mengalami perubahan derajat luka setelah dilakukan terapi madu. madu merupakan salah satu obat untuk proses penyembuhan luka yang tertua yang pernah ada, yang berfokus untuk mengatasi atau mempercepat penyembuhan luka. Kategori luka pada responden dari berat dapat berubah menjadi kategori sedang atau ringan Hal ini juga tidak terlepas dari kemauan dan kepatuhan responden untuk menyembuhkan luka diabetikum yang dialaminya dimana mereka setiap harinya selalu rajin untuk mengoleskan madu pada daerah luka setiap harinya dan tidak lupa diimbangi dengan pengaturan pola makan yang baik dan menjaga kebersihan pada daerah luka. Hasil penelitian pemberian madu dapat di gunakan sebagai metode pengobatan alternatif non farmakalogis yang dapat membantu proses penyembuhan luka diabetic 6. Nengke Puspita Sari, Maritta Sari. Judul : Pengaruh Pemberian Topical Madu Kaliandra Terhadap Pengurangan Jaringan Nekrotik Pada Luka Diabetes Mellitus Komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien diabetes melitus adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak, yaitu timbulnya luka pada kaki. Metode yang dapat dilakukan untuk pengobatan luka gangren dengan madu Kaliandra karena kandungan pada madu yaitu zat gula fruktosa dan glukosa yang merupakan jenis gula monosakarida yang mudah diserap oleh usus. Selain itu banyak kandungan vitamin, asam amino, mineral, antibiotik 89,0%, air 17,1%, karbohidrat 82,4%, protein 0,5% (Aden, 2010). Perawatan luka gangren dengan madu secara rutin lebih baik dan sangat dipercaya sejak jaman dulu oleh masyarakat. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasi eksperimental. Kelompok pertama (A) adalah kelompok yang tidak diberikan perlakuan dan kelompok kedua (B) yang diberikan terapi madu. Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini berjumlah 10 pasien ulkus diabetikum dengan rincian 10 orang sebagai kelompok kontrol dan 10 orang sebagai kelompok eksperimen dengan teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling, yaitu semua pasien luka diabetes dengan derajat II-IV yang Kondisi luka setelah dilakukan intervensi dengan madu Kaliandra mengalami penurunan sebesar 11,52% (dari 33,87 menjadi 26,33). Penurunan ini menunjukkan adanya regenerasi luka yang diharapkan untuk terjadinya penyembuhan luka diabetikum. Rerata skor perkembangan proses penyembuhan luka diabetikum sebelum intervensi pada kelompok perawatan dengan madu adalah 33,87 (95% CI=20,8747,45). Sedangkan rerata skor penyembuhan luka setelah intervensi adalah 26,33 (95% CI=11,9940,68). Dalam proses penyembuhan luka, madu Kaliandra memiliki sifat antibakterial yang tinggi dibanding dengan madu lainnya. Kandungan vitamin C dan kinerja enzim peroksida berperan sebagai antioksidan dan dapat melindungi sel. Enzim peroksida ini memecah H2O2 (Hidrogen Peroksida) menjadi H2O dan O2. Berbagai penelitian mengatakan untuk penyembuhan luka dibutuhkan lingkungan yang lembab dan mendapat sirkulasi O2 (oksigen) yang baik. Madu mengandung vitamin C tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan serum vitamin yang baik untuk sintesis kolagen. Sifat osmosis pada madu memperlancar peredaran darah, sehingga area luka mendapat nutrisi yang adekuat. Tidak hanya nutrisi yang sampai ke area luka, tetapi juga leukosit akan merangsang pelepasan sitokin dan growth factor sehingga lebih cepat terbentuk granulasi dan epitelisasi. Selain itu karena Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan terhadap pengurangan jaringan nekrotik pada ulkus diabetikum sebelum dan setelah dilakukan terapi madu Kaliandra. Terapi madu Kaliandra sangat efektif dalam mengurangi jaringan nekrotik pada ulkus diabetikum 7. Sukhri Heruanto Ritonga, Imam Budi Putra, Yesi Ariani. Judul : Pengaruh Madu Sebagai Topical Terhadap Tingkat Kenyamanan Klien Dengan Luka Kaki Diabetik Kandungan pH madu yang asam serta kandungan H2O2 (hydrogen perroxida) mampu membunuh bakteri dan mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh. Antibiotik dan antibakteri sangat efektif digunakan untuk menjaga luka. Sifat madu seperti ini dapat meningkatkan keseimbangan kelembaban pada luka dan akhirnya dapat memicu terjadi autolytic debridement (Evans & Mahoney, 2013; Belcher, 2012; Molan, 2001). selain karena lingkungan dengan keseimbangan kelembaban, madu juga dapat memicu terjadinya autolytic debridement dengan mekanisme bahwa madu menstimulasi aktifitas enzim protease pada luka. berkunjung di puskesmas yang memenuhi kriteria penelitian dijadikan sampel. Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasy experiment dengan rancangan penelitian one group pretest posttest design. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara consecutive sampling. Jumlah sampel 31. Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah lembar observasi sifatnya yang osmosis, saat balutan dengan madu dilepas tidak terjadi perlengketan sehingga tidak merusak jaringan baru yang sudah tumbuh. Dibandingkan dengan perawatan dengan normal salin, perawatan dengan madu lebih efektif untuk meningkatkan granulasi dan epitelisasi. Hasil analisis bivariate diperoleh nilai p value 0,000 (p<0,05) berarti terdapat pengaruh madu terhadap proses penyembuhan luka dan tingkat kenyamanan pasien Debridement merupakan cara untuk menghilangkan jaringan mati atau nekrosis dari permukaan luka. Debridement secara garis besar terdiri dari dua bagian, yaitu debridement aktif dan autolytic debridement. Madu adalah cairan alami yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman atau bagian lain dari tanaman atau ekskresi serangga yang mempunyai rasa manis. Madu bersifat osmotik karena mengandung hampir 20 % air. Sifat madu seperti ini dapat meningkatkan keseimbangan kelembaban pada luka dan akhirnya dapat memicu terjadi autolytic Terdapat pengaruh madu terhadap proses penyembuhan luka dan tingkat kenyamanan pasien 8. Nuril Hudha Al Anshori, Nur Widayati, Anisah Ardiana. Judul : Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Madu Terhadap Kolonisasi Bakteri Sraphylococus Aureus Pada Luka Diabetic Pasien Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember Aktifasi enzim pada luka ini akan menstimulasi plasmin, dimana plasmin akan memecahkan bekuan darah pada jaringan nekrotik pada dasar luka. Luka diabetik sangat mudah menimbulkan komplikasi berupa infeksi akibat invasi bakteri serta adanya hiperglikemia menjadi tempat yang optimal untuk pertumbuhan bakteri. Penanganan luka pada pasien Diabetes Mellitus dapat dilakukan dengan terapi non farmakologis. Madu merupakan terapi non farmakologis yang biasa diberikan dalam perawatan luka Diabetes Mellitus. Sifat antibakteri dari madu membantu mengatasi infeksi pada perlukaan dan aksi anti inflamasinya dapat verbal rating comfort scale. Penelitian ini menggunakan desain pre eksperiment: one group pretest and posttest. Populasi pada penelitian ini adalah jumlah pasien Diabetes Mellitus yang terdaftar di wilayah kerja Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember pada bulan Oktober hingga Desember 2013 yaitu 132 pasien Diabetes Mellitus. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Sampel debridement. Hasil analisis data menggunakan dependent t-test didapatkan nilai p value 0,000 (p value < α = 0,05), maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh perawatan luka menggunakan madu terhadap kolonisasi bakteri Staphylococcus aureus pada luka diabetik pasien Diabetes Mellitus di wilayah kerja Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember Kandungan gula yang tinggi dalam madu mampu memperlambat pertumbuhan bakteri. Teksturnya yang kental membantu pembentukan lapisan pelindung anti pembusukan dari luar. Aktivitas antibakteri madu terjadi karena adanya hidrogen peroksida, flavonoid, dan konsentrasi gula hipertonik. Hidrogen peroksida dibentuk di dalam madu oleh aktivitas enzim glucose oxide yang memproduksi asam glukonat dan hidrogen peroksida dari glukosa. Efek madu pada penyembuhan luka menghasilkan semacam zat kimia untuk debridemen, jaringan rusak dan mati. Proses debridemen luka pada pasien yang dirawat menggunakan madu sangat mudah diangkat Terdapat pengaruh perawatan luka menggunakan madu terhadap kolonisasi bakteri Staphylococcus aureus pada luka diabetik pasien Diabetes Mellitus di wilayah kerja Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan. dalam penelitian ini yang telah memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 7 responden. atau dibersihkan, jaringan nekrotik berupa gumpalan debris berwarna putih kekuningan dan berserabut sangat mudah terangkat dari dasar luka. BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pembahasan Menurut .American Diabetes Association (ADA) 2010, mendefinisikan DM sebagai suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin. Pada keadaan normal kadar gula diatur sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas. Jika terjadi gangguan pada organ pankreas maka tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan tubuh kekurangan insulin. Penanganan luka diabetik dapat dilakukan dengan terapi farmakologi maupun terapi non farmakologi. Terapi farmakologi meliputi pemberian suntikan insulin, obat hipoglikemik oral (OHO). Madu merupakan terapi non farmakologi yang bias diberikan dalam perawatan luka DM. Dengan kandungan madu yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan di dukung menggunakan metode modern dressing diharapkan dengan kolaborasi kedua bahan tersebut proses penyembuhan luka diabetik bisa lebih cepat dan optimal. Madu adalah cairan kental manis yang dihasilkan oleh lebah, bahan ini telah lama di gunakan sebagai obat dan penelitian yang dilakukan pada penelitian dekade terakhir telah menunjukkan manfaat yang besar dari madu. Selain memiliki efek antimikroba, madu juga memiliki anti inflamasi dan meningkatkan fibroblastik serta angioblastik. Analisis mengenai kandungan madu menyebutkan bahwa unsur terbesar komponen madu adalah glukosa dengan kadar fruktosa paling besar (76,8%) disamping mineral dan vitamin. Aktivitas kandungan air yang sedikit dan dengan osmolaritas yang tinggi dalam agen perawatan luka diyakini sebagai suatu hal yang dapat mencegah infeksi dan mempercepat proses penyembuhan luka. Proses osmosis inilah yang menyerap air dari bakteri pada luka sehingga menghambat pertumbuhan bakteri karena kekurangan air bakteri dan mampu mengeringkan hingga bakteri sulit tumbuh dan akhirnya mati. Selain itu kandungan air yang terdapat dalam madu akan memberikan kelembaban pada luka, sehingga proses granulasi luka tumbuh dengan baik. Berbagai penelitian mengatakan untuk penyembuhan luka dibutuhkan lingkungan yang lembab dan mendapat sirkulasi O2 (oksigen) yang baik. Madu mengandung vitamin C tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan serum vitamin yang baik untuk sintesis kolagen. Sifat osmosis pada madu memperlancar peredaran darah, sehingga area luka mendapat nutrisi yang adekuat. Tidak hanya nutrisi yang sampai ke area luka, tetapi juga leukosit akan merangsang pelepasan sitokin dan growth factor sehingga lebih cepat terbentuk granulasi dan epitelisasi. Selain itu karena sifatnya yang osmosis, saat balutan dengan madu dilepas tidak terjadi perlengketan sehingga tidak merusak jaringan baru yang sudah tumbuh. Didalam proses penyembuhan luka kaki diabetik selain menggunakan madu, ada faktor lain yang juga berperan penting dalam membantu proses percepatan perbaikan jaringan luka, diantaranya adalah kepatuhan pasien dalam melakukan diit atau pola makan yang teratur. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dari hasil telaah evidence based practice (ebp) terkait Pengaruh Terapi Madu terhadap Penyembuhan Luka Diabetes Melitus maka dapat disimpulkan bahwa terapi madu berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka diabetes melitus 4.2 Saran Saran yang dapat diberikan kepada masyarakat dan tenaga medis untuk menggunakan intervensi terapi madu untuk membantu proses penyembuhan luka pada penderita diabetes melitus. Saran untuk peneliti selanjutnya yaitu melakukan penelitian berdasarkan grade luka diabetes mellitus untuk melihat keefektifan dan pengaruh terapi madu pada setiap grade nya. 4.3 Implikasi Penelitian a. Keperawatan Penelitian ini menunjukkan terapi madu berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka pada penderita diabetes melitus. Penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan pilihan intervensi bagi perawat dalam menangani klien dengan luka diabetes melitus. b. Pendidikan Meningkatkan pengetahuan dan pembelajaran bagi institusi pendidikan tentang pengaruh terapi madu terhadap penyembuhan luka diabetes melitus. c. Rumah Sakit Sebagai arahan untuk memberikan pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan dalam pengendalian proses penyembuhan luka pada penderita diabetes melitus. d. Pembaca Hasil literatur review ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan masukan dalam pengembangan ilmu dimasa yang akan datang.