LAPORAN PENDAHULUAN PSIKOSOSIAL A. Konsep psikososial 1. Definisi psikososial Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Psikososial sendiri berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran, perasaan dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal individu dengan orang-orang di sekitarnya (Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI). Istilah psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologis (Chaplin, 2011). Masalah-masalah psikososial menurut (Nanda, 2012) yaitu : a. Berduka b. Keputusasaan c. Ansietas d. Ketidakberdayaan e. Risiko penyimpangan perilaku sehat f. Gangguan citra tubuh g. Koping tidak efektif h. Koping keluarga tidak efektif i. Sindroma post trauma j. Penampilan peran tidak efektif k. HDR situasional 2. Kecemasan a. Pengertian kecemasan Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut yang penyebabnya tidak diketahui. Sedangkan rasa takut mempunyai penyebab yang jelas dan dapat dipahami (Stuart, 2007). Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas. Ansietas merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu (Viedebeck, 2008). Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang sama disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Nurarif & Kusuma, 2013). b. Penyebab Penyebab kecemasan menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) yaitu : 1) Perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran) 2) Pemajanan toksin 3) Terkait keluarga 4) Herediter 5) Infeksi/kontaminan interpersonal 6) Penularan penyakit interpersonal 7) Krisis maturasi, krisis situasional 8) Stres, ancaman kematian 9) Penyalahgunaan zat 10) Ancaman pada (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran, konsep diri) 11) Konflik tidak disadari mengenai tujuan penting hidup 12) Konflik tidak disadari menenai nilai yang esensial/penting 13) Kebutuhan tidak dipenuhi c. Gejala-gejala kecemasan menurut (Nurarif & Kusuma,2013) yaitu : 1) Gejala perilaku dari kecemasan yaitu : penurunan produktivitas, gerakan yang ireleven, gelisah, melihat sepintas, insomnia, kontak mata yang buruk, mengekspresikan kekawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup, agitasi, mengintai dan tampak waspada. 2) Gejala afektif dari kecemasan yaitu : gelisah, distres, kesedihan yang mendalam, ketakutan, perasaan tidak adekuat, berfokus pada diri sendiri, peningkatan berlebihan, rasa kewaspadaan, nyeri yang iritabilitas, meningkatkan gugup senang ketidakberdayaan, peningkatan rasa ketidakberdayaan yang persisten, bingung, menyesal, ragu/tidak percaya diri dan khawatir. 3) Gejala fisiologis dari kecemasan yaitu : wajah tenang, tremor tangan, peningkatan keringat, peningkatan ketegangan, gemetar, tremor, suara bergetar. 4) Gejala simpatik dari kecemasan yaitu : anoreksia, eksitasi kardiovaskular, diare, mulut kering, wajah merah, jantung berdebardebar, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan reflek, peningkatan frekuensi pernapasan, pupil melebar, kesulitan bernafas, vasokontriksi superfisial, lemah dan kedutan pada otot. 5) Gejala parasimpatik dari kecemasan yaitu : nyeri abdomen, penurunan tekanan darah, penurunan denyut nadi, diare, mual, vertigo, letih, gangguan tidur, kesemutan pada extremitas, sering berkemih, anyanganyangan, dorongan segera berkemih 6) Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : menyadari gejala fisiologis, bloking fikiran, konfusi, penurunan lapang persepsi, kesulitan berkonsentrasi, penurunan kemampuan untuk belajar, penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah, ketakutan terhadap konsekuensi yang tidak spesifik, lupa, gangguan perhatian, khawatir, melamun, cenderung menyalahkan orang lain. d. Tingkat cemas menurut (Stuart, 2007) adalah sebagai berikut : 1) Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari; ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. 2) Ansietas sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya. 3) Ansietas berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain. 4) Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan; jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian. e. Rentang respons Respons adaptif Antisipasi Respon maladaptif Ringan Sedang Berat Panik Skema 1. Rentang Respon Cemas (Stuart, 2007) f. Faktor pendukung 1) Faktor predisposisi Menurut (Suart, 2007) berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas : a) Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian: id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego dan Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. b) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami ansietas yang berat. c) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori konflik memandang ansietas sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan ansietas: konflik menimbulkan ansietas dan ansietas menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan. d) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas dan depresi. e) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas. Selain itu, kesehatan umum individu dan riwayat ansietas pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan ganggun fisik dan selanjutya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stressor. 2) Stresor pencetus Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal dan eksternal, stressor pencetus dapat diklasifikasikan dalam dua jenis menurut (Riyadi & Purwanto, 2009): a) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan terjadi atau menurunkan kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Pada ancaman ini, stressor yang berasal dari sumber eksternal adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan fisik (misal; infeksi virus, polusi udara). Sedangkan yang menjadi sumber internalnya adalah kegagalan mekanisme fisiologi tubuh (misal; sistem jantung, sistem imun, pengaturan suhu dan perubahan, fisiologi selama kehamilan). b) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang. Ancaman yang berasal dari sumber eksternal yaitu kehilangan orang yang berarti (meninggal, perceraian, pindah kerja) dan ancaman yang berasal dari sumber internal berupa gangguan hubungan interpersonal dirumah, tempat kerja atau menerima peran baru. 3) Penilaian stresor Pemahaman tentang ansietas perlu integrasi banyak faktor, termasuk pengetahuan dari perspektif psikoanalitis, interpersonal, perilaku, genetik dan biologis. Penilaian mendorong pengkajian perilaku dan persepsi pasien dalam mengembangkan intervensi keperawatan yang tepat. Penilaian juga menunjukkan berbagai faktor penyebab dan menekankan hubungan timbal balik antara faktor-faktor tersebut dalam menjelaskan perilaku yang terjadi. Dengan demikian, pemahaman yang benar tentang ansietas bersifat holistik (Stuart, 2007). 4) Sumber koping Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut yang berupa model ekonomi, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu individu mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil (Stuart, 2007). 5) Mekanisme koping Menurut (Stuart, 2007) ketika mengalami ansietas, individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya; ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Pola yang biasa digunakan individu untuk mengatasi ansietas ringan cenderung tetap domain ketika ansietas menjadi lebih intens. Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang sadar. Ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping: a) Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntutan situasi stress secara realistis. Perilaku menyerang digunakan untuk menghilangkan atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan Perilaku menarik diri digunakan untuk menjauhkan diri dari sumber ancaman, baik secara fisik maupun psikologis Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasa dilakukan individu, mengganti tujuan atau mengorbankan aspek kebutuhan personal b) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang. Tetapi karena mekanisme tersebut berlangsung secara relatif pada tingkat sadar dan mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, mekanisme ini dapat menjadi respons maladaptif terhadap stress. g. Penatalaksanaan kecemasan 1) Penatalaksanaan farmakologi Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini digunakan untuk jangka pendek dan tidak dianjurkan untuk jangka panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan. obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, seperti buspiron (Buspar) dan berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs, 2005) 2) Penatalaksanaan non farmakologi a) Distraksi Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter & Perry, 2005). Salah satu distraksi yang efektif adalah dengan memberikan dukungan spiritual (membacakan doa sesuai agama dan keyakinannya), sehingga dapat menurunkan hormon-hormon stressor, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik. b) Relaksasi Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi, meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi progresif (Isaacs, 2005). c) Pengetahuan Memberikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik, menjelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat, menggambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat, mengidentifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat, menyediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat, mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit, mendiskusikan pilihan terapi atau penanganan, mendukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan, merujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal dengan cara yang tepat, menginstruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat (Nurarif & Kusuma,2013). Pada penelitian (Riyani, 2013) didapatkan hasil 92% dari seluruh pasien mengalami kecemasan, 5,4 % lainnya mengalami ketidakberdayaan, 2,7% mengalami berduka dan 2,7% sisanya mengalami gangguan citra tubuh. Dalam penelitian ini disebutkan untuk menyelesaikan masalah ansietas, perawat perlu mengetahui penyebab ansietas klien. Jika penyebabnya merupakan kurangnya pengetahuan mengenai kondisi kesehatan klien, pemberian informasi mengenai kondisi klien serta intervensi yang akan diberikan kepada klien dapat menurunkan ansietas secara signifikan. 3. Ketidakberdayaan a. Pengertian Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan memengaruhi hasil secara bermakna, kurang pengendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi. Pada ketidakberdayaan, pasien mungkin mengetahui solusi terhadap masalahnya, tetapi percaya bahwa hal tersebut diluar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut (Wilkinson, 2007). Ketidakberdayaan adalah kondisi ketika individu atau kelompok merasa tidak memiliki kendali personal atas peristiwa atau situasi tertentu yang memengaruhi cara pandang, tujuan dan gaya hidup. Kebanyakan individu mengalami perasaan tidak berdaya dalam berbagai tingkatan disejumlah situasi berbeda. Diagnosis ini dapat digunakan untuk menggambarkan individu yang berespons terhadap hilangnya kendali dengan menunjukkan sikap apati, marah atau depresi. Suatu ketidakberdayan yang berkepanjangan dapat mengarah pada keputusasaan (Carpenito-Moyet, 2013). Faktor yang berhubungan dengan ketidakberdayaan menurut Walkinson (2007) yaitu : 1) Lingkungan perawatan kesehatan 2) Program yang terkait dengan penyakit (misalnya, jangka panjang, sulit dan kompleks) 3) Interaksi interpersonal 4) Gaya hidup keputusasaan 5) Penyakit kronis atau terminal 6) Komplikasi yang mengancam kehamilan b. Batasan karakteristik menurut NANDA (2012) yaitu: 1) Bergantung pada orang lain 2) Depresi karena gangguan fisik 3) Tidak berpatisipasi dalam perawatan 4) Menyatakan asing 5) Menyatakan keraguan tentang kinerja peran 6) Menyatakan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk melaksanakan aktivitas sebelumnya 7) Menyatakan kurang kontrol 8) Menyatakan rasa malu c. Tindakan keperawatan menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) : Self-eficacy enhancement : 1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketidakberdayaan 2) Diskusikan dengan pasien tentang pilihan yang realistis dalam perawatan 3) libatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang perawatan 4) Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan terhadap pasien 5) Dukung pengambilan keputusan 6) Kaji kemampuan untuk pengambilan keputusan 7) Beri penjelasan kepada pasien tentang proses penyakit Self Esteem Enhancement 1) Tunjukkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien untuk mengatasi situasi 2) Dorong pasien mengidentifikasi kekuatan dirinya 3) Ajarkan keterampilan perilaku yang positif melalui bermain peran, model peran, diskusi 4) Dukung peningkatan tanggung jawab diri, jika diperlukan 5) Buat statement positif terhadap pasien 6) Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif 7) Dukung pasien untuk menerima tantangan 8) Kaji alasan untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri 9) Lakukan kolaborasi dengan sumber-sumber lain (petugas dinas sosial, perawat spesialis klinis dan layanan keagamaan). 4. Keputuasaan a. Pengertian Keputusasaan adalah keadaan emosional subjektif yang berkepanjangan ketika individu tidak menemukan alternatif atau pilihan pribadi guna memecahkan masalah yang dihadapi atau mencapai hal yang diinginkan dan tidak dapat mengerahkan energi demi kepentingannya sendiri guna menetapkan sejumlah tujuan. Keputuasaan berbeda dari ketidakberdayaan, yakni ketika seseorang yang putus asa tidak menemukan solusi atas permasalahannya atau cara untuk mencapai hal yang diinginkan, sekalipun ia memegang kendali atas kehidupannya. Seseorang yang tidak berdaya mampu melihat alternatif atau jawaban atas permasalahannya, namun tidak mampu melakukan upaya apapun karena kurangnya kendali atau sumber daya yang dimiliki (Carpenito- Moyet, 2013). Keputusasaan adalah kondisi subjektif yang ditandai dengan individu memandang hanya ada sedikit bahkan tidak ada alternatif atau pilihan pribadi dan tidak mampu memobilisasi energi demi kepentingan sendiri (NANDA, 2012). Keputusasaan menggambarkan bahwa seseorang percaya tidak ada penyelesaian untuk masalahnya (“tidak ada jalan keluar”). Bagi beberapa pasien, keputusasaan dapat menjadi faktor resiko bunuh diri (Wilkinson, 2007). b. Batasan karakteristik menurut NANDA (2012) 1) Menutup mata 2) Penurunan afek 3) Penurunan selera makan 4) Penurunan respons terhadap stimulus 5) Penurunan verbalisasi 6) Kurang inisiatif 7) Kurang keterlibatan dalam asuhan 8) Pasif 9) Mengangkat bahu sebagai respons terhadap orang yang mengajak bicara 10) Gangguan pola tidur 11) Meninggalkan orang yang mengajak bicara 12) Isyarat verbal (misalnya isi putus asa “saya tidak dapat”, menghela napas c. Faktor yang berhubungan dengan keputusasaan menurut Nanda (2012) yaitu : 1) Diasingkan 2) Penurunan kondisi fisiologis 3) Stres jangka panjang 4) Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual 5) Kehilangan kepercayaan pada nilai penting 6) Pembatasan aktivitas jangka panjang 7) Isolasi sosial d. Tindakan keperawatan menurut Carpenito-Moyet (2013) yaitu : 1) Tunjukkan empati untuk mendorong klien menyampaikan keraguan, ketakutan dan kekhawatirannya 2) Tentukan adanya risiko bunuh diri 3) Dorong klien untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapan menjadi hal yang penting dalam kehidupannya 4) Dorong klien mengungkapkan bagaimana harapan menjadi sesuatu yang tidak pasti dan harapannya yang tidak terwujud 5) Ajarkan cara mengatasi aspek-aspek keputusasaan dengan memisahkannya dari aspek-aspek harapan 6) Kaji dan mengerahkan sumber daya dalam diri individu (otonomi, kemandirian, rasionalitas, pemikiran kognitif, fleksibilitas, spiritualitas) 7) Bantu klien mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misalnya hubungan antar-sesama, keyakinan, hal-hal yang ingin dicapai) 8) Ciptakan lingkungan yang mendukung ekspresi spiritual 9) Bantu klien mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek yang realistis (berkembang dari tujuan yang sederhana ke tujuan yang lebih kompleks, dapat menggunakan “poster tujuan” untuk mengindikasikan jenis dan waktu untuk mencapai tujuan yang spesifik). 10) Ajari klien cara mengantisipasi pengalaman yang menyenangkan (misalnya berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat) 11) Kaji dan mengerahkan sumber daya di luar diri individu (orang terdekat, tim layanan kesehatan, kelompok pendukung, Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi) 12) Bantu klien menyadari bahwa ia dicintai, disayangi dan merupakan sosok penting dalam kehidupan orang lain, terlepas dari kondisi kesehatannya yang menurun 13) Dorong klien untuk menceritakan kekhawatirannya pada orang lain yang pernah mempunyai masalah atau penyakit yang sama dan telah memiliki pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif 14) Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, aktivitas keagamaan, hubungan dengan Tuhan, makna dan tujuan berdoa) 15) Beri klien waktu dan kesempatan untuk becermin pada makna penderitaan, kematian dan menjelang ajal 16) Lakukan perujukan sesuai indikasi (misalnya konseling, pemuka agama)