Uploaded by User85343

1

advertisement
GTE – 01 : UUJK, SMK3 DAN PENGENDALIAN
DAMPAK LINGKUNGAN
PELATIHAN
AHLI PELAKSANA GEOTEKNIK
KONSTRUKSI SUMBER DAYA AIR
(GEOTECHNICAL ENGINEER WRD)
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
KATA PENGANTAR
Laporan UNDP tentang : Human Development Index (HDI) tertuang dalam Human
Development Report, 2004, mencantumkan Indeks Pengembangan SDM Indonesia pada
urutan 111, satu tingkat di atas Vietnam urutan 112 dan jauh di bawah dari Negara-negara
ASEAN terutama Malaysia urutan 59, Singapura urutan 25, dan Australia urutan 3,
merupakan sebuah gambaran kondisi pengembangan SDM kita.
Bagi para pemerhati dan khususnya bagi yang terlibat langsung dalam pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi tersebut merupakan tantangan sekaligus sebagai
modal untuk berpacu mengejar ketinggalan dan obsesi dalam meningkatkan kemampuan
SDM paling tidak setara dengan Negara tetangga ASEAN, terutama menghadapi era
globalisasi.
Untuk mengejar ketinggalan telah banyak daya upaya yang dilakukan termasuk perangkat
pengaturan melalui penetapan undang-undang antara lain :

UU. No. 18 Tahun 1999, tentang : Jasa Konstruksi beserta peraturan pelaksanaannya,
mengamanatkan bahwa setiap tenaga : Perencana, Pelaksana, dan Pengawas harus
memiliki sertifikat, dengan pengertian sertifikat kompetensi keahlian atau ketrampilan
kerja. Untuk melaksanakan kegiatan sertifikasi berdasarkan kompetensi diperlukan
tersedianya “Bakuan Kompetensi” untuk semua tingkatan kualifikasi dalam setiap
klasifikasi di bidang Jasa Konstruksi.

UU. No. 13 Tahun 2003, tentang : Ketenagakerjaan, mengamanatkan (Pasal 10 Ayat
(2)). Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu
pada standard kompetensi kerja.

UU. No. 20 Tahun 2003, tentang : Sistem Pendidikan Nasional, dan peraturan
pelaksanaannya, mengamanatkan Standar Nasional Pendidikan sebagai acuan
pengembangan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi).

UU. No. 7 Tahun 2004, tentang : Sumber Daya Air menetapkan pada Pasal 71 Ayat 1
dan 2 bahwa :
- (1) Menteri yang membidangi sumber daya air dan menteri yang terkait dengan
bidang sumber daya air menetapkan standar pendidikan khusus dalam bidang
sumber daya air
i
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
(2) Penyelenggaraan pendidikan bidang sumber daya air dapat dilaksanakan, baik
oleh Pemerintah, pemerintah daerah maupun swasta sesuai dengan standar
pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Mengacu pada amanat undang-undang tersebut di atas, diimplementasikan kedalam konsep
Pengembangan Sistem Pelatihan Jasa Konstruksi, yang oleh PUSBIN KPK (Pusat
Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi) pelaksanaan programnya didahului
dengan mengembangkan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), SLK
(Standar Latih Kompetensi), dimana keduanya disusun melalui analisis struktur kompetensi
sektor/sub-sektor konstruksi sampai mendetail, kemudian dituangkan dalam jabatan-jabatan
kerja yang selanjutnya dimasukan ke dalam Katalog Jabatan Kerja.
Modul Pelatihan adalah salah satu unsur paket pelatihan sangat penting karena menyentuh
langsung dan menentukan keberhasilan peningkatan kualitas SDM untuk mencapai tingkat
kompetensi yang ditetapkan, disusun dari hasil inventarisasi jabatan kerja yang kemudian
dikembangkan berdasarkan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) dan SLK
(Standar Latih Kompetensi) yang sudah disepakati dalam suatu Konvensi Nasional, dimana
modul-modulnya maupun materi uji kompetensinya disusun oleh Tim Penyusun/tenaga
professional dalam bidangnya masing-masing, merupakan suatu produk yang akan
dipergunakan untuk melatih, dan meningkatkan pengetahuan dan kecakapan agar dapat
mencapai tingkat kompetensi yang dipersyaratkan dalam SKKNI, sehingga dapat menyentuh
langsung sasaran pembinaan dan peningkatan kualitas tenaga kerja konstruksi agar menjadi
kompeten dalam melaksanakan tugas pada jabatan kerjanya.
Dengan penuh harapan modul pelatihan ini dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga citacita peningkatan kualitas SDM khususnya di bidang jasa konstruksi dapat terwujud.
Jakarta,
Nopember 2006
Kepala Pusat
Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi
Ir. Djoko Subarkah, Dipl. HE.
NIP : 110016435
ii
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
PRAKATA
Modul GTE-01 : UUJK (Undang-Undang Jasa Konstruksi), SMK3 (Sistem Manajemen
K3), dan Pengendalian Dampak Lingkungan, berisi beberapa aspek utama terdiri dari :
1 : UUJK, Etika Profesi, Etos Kerja dan UU-SDA (Sumber Daya Air)
2 : SMK3, (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
3 : Pengendalian Dampak Lingkungan.
Undang-undang jasa konstruksi, menguraikan lingkup undang-undang jasa konstruksi,
usaha jasa konstruksi, peran masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi,
pengikatan kontrak, penyelesaian sengketa dan sanksi serta penerapan etika profesi, etos
kerja dan wewenang tanggung jawab pengelolaan sumber daya air menurut undang-undang
Nomor 7 Tahun 2004, tentang : Sumber Daya Air.
Sedangkan SMK3 (Sistem Manajemen K3), menguraikan tentang lingkup dan pengertian K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja), sebab akibat kecelakaan kerja, peraturan perundangan
K3, Alat Pelindung Diri (APD), Tata Laksana baku penerapan K3 Konstruksi yang
didalamnya termasuk KEPMEN KIMPRASWIL Nomor 384/KPTS/M 2004, tentang :
Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Bendungan.
Selain itu masih ada uraian tentang SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) secara khusus Daftar Potensi Bahaya/Kecelakaan serta Daftar Simak K3.
Tentang pengendalian dampak lingkungan akan membahas dan menguraikan pengertian
dasar lingkungan hidup, integrasi aspek lingkungan pada kegiatan proyek konstruksi,
penanggulangan dampak lingkungan pada pekerjaan konstruksi dan dilengkapi dasar-dasar
sistem manajemen lingkungan berbasis ISO-14000.
Dimaklumi bahwa, biarpun sudah diusahakan se-sempurna mungkin namun kemungkinan
adanya kekurangan, maka tim penyusun mengharapkan koreksi dan sumbang sarannya.
Jakarta,
Nopember 2006
Tim Penyusun
iii
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
LEMBAR TUJUAN
JUDUL PELATIHAN
: AHLI PELAKSANA GEOTEKNIK
JUDUL MODUL
: UUJK, SMK3 DAN PENGENDALIAN DAMPAK
LINGKUNGAN
TUJUAN PELATIHAN
A. Tujuan Umum Pelatihan
Setelah mengikuti pelatihan peserta diharapkan :
Mampu menyiapkan perencanaan dan penyelidikan geoteknik sebelum pelaksanaan
pekerjaan konstruksi SDA untuk mendukung perencanaan teknis pekerjaan konstruksi
Sumber Daya Air.
B. Tujuan Khusus Pelatihan
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu :
1.
Melakukan pengumpulan data geoteknik terdahulu.
2.
Mempelajari dan menguasai data terdahulu untuk daerah yang akan diselidiki.
3.
Membuat perencanaan penyelidikan geoteknik.
4.
Melakukan pengendalian pekerjaan penyelidikan geoteknik.
5.
Melakukan analisa hasil penyelidikan geoteknik untuk SDA.
6.
Membuat laporan dan rekomendasikan hasil penyelidikan geoteknik.
SERIE/JUDUL : GTE-01
UUJK, SMK3 DAN PENGENDALIAN DAMPAK
LINGKUNGAN
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM (TPU) :
Setelah modul ini selesai dipelajari pesrta mampu menerapkan ketentuan UUJK (UndangUndang Jasa Konstruksi), etika profesi, etos kerja dan SMK3 (Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja) serta pengendalian dampak lingkungan dalam
pelaksanaan pekerjaan geoteknik.
iv
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) :
Setelah modul ini selesai dipelajari peserta mampu :
1. Menerapkan ketentuan undang-undang jasa konstruksi meliputi tentang :

Pengaturan, lingkup usaha jasa konstruksi dan peran masyarakat

Ketentuan, norma, etika profesi dan etos kerja

Ketentuan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan SDA (Sumber Daya Air)
sesuai undang-undang No. 7 Tahun 2004 dan peraturan pelaksanaannya.
2. Menerapakan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
K3
(Keselamatan
dan
Kesehatan Kerja) yang meliputi :

Pengetahuan dasar K3

Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

SMK3 (Sistem Manajemen K3)

JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja)

Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri)

Daftar Simak K3, kegiatan pelaksanaan pekerjaan pengeboran dan injeksi.
3. Menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan dan
pelestarian lingkungan hidup yang meliputi :

Sistem manajemen lingkungan hidup berbasis ISO-14000

Penanganan dampak lingkungan pada peleksanaan pekerjaan konstruksi

Melakukan integrasi aspek lingkungan pada kegiatan proyek konstruksi.
v
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................
i
PRAKATA .......................................................................................................................
iii
LEMBAR TUJUAN .........................................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................................
vi
DESKRIPSI SINGKAT ...................................................................................................
viii
DAFTAR MODUL ..........................................................................................................
viii
PANDUAN PEMBELAJARAN .......................................................................................
x
MATERI SERAHAN .......................................................................................................
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Umum .....................................................................................................
1-1
1.2. Penerapan Peraturan Perundangan .......................................................
1-1
RANGKUMAN
LATIHAN
BAB 2 UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA
2.1. Pengaturan Jasa Konstruksi ...................................................................
2-1
2.2. Usaha Jasa Konstruksi ............................................................................
2-4
2.3. Peran Masyarakat .................................................................................. 2 - 10
2.4. Pengikatan Pekerjaan Konstruksi ........................................................... 2 - 12
2.5. Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi ................................................. 2 - 21
2.6. Penyelesaian Sengketa dan Sanksi ........................................................ 2 - 29
2.7. Etika Profesi ............................................................................................ 2 - 34
2.8. Etos Kerja ................................................................................................ 2 - 41
2.9. Wewenang dan Tanggung Jawab Pengelolaan SDA (Sumber
Daya Air).................................................................................................. 2 - 54
RANGKUMAN
LATIHAN
BAB 3 K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)
3.1. Pengetahuan Dasar K3 ..........................................................................
3-1
3.2. Peraturan dan Perundang-Undangan K3 ...............................................
3-3
3.3. PERMEN NAKERTRANS No. 5 Tahun 1996 ......................................... 3 - 13
3.4. Sebab Akibat Terjadinya Kecelakaan Kerja ............................................ 3 - 30
vi
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
3.5. Alat Pelindung Diri (APD) ........................................................................ 3 - 34
3.6. Daftar Simak Potensi Bahaya Pekerjaan Pengeboran dan Injeksi .......... 3 - 45
RANGKUMAN
LATIHAN
BAB 4 PERLINDUNGAN DAMPAK LINGKUNGAN
4.1. Pengertian Dasar Lingkungan Hidup.......................................................
4-1
4.2. Pengenalan Sistem Manajemen Lingkungan Berbasis ISO-14000.........
4-7
4.3. Penanganan Dampak Lingkungan Pada Pekerjaan Konstruksi .............. 4 - 13
4.4. Integrasi Aspek Lingkungan Pada Kegiatan Proyek Konstruksi .............. 4 - 19
RANGKUMAN
LATIHAN
DAFTAR PUSTAKA
vii
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
DESKRIPSI SINGKAT
PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN
1.
Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Pelaksana Geoteknik
dibakukan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang
didalamnya sudah dirumuskan uraian jabatan, unit-unit kompetensi yang harus dikuasai,
elemen kompetensi lengkap dengan kriteria unjuk kerja dan batasan-batasan penilaian
serta variabel-variabelnya.
2.
SLK (Standar Latih Kompetensi) disusun dengan mengacu kepada SKKNI, dimana
uraian jabatan dirumuskan sebagai Tujuan Umum Pelatihan dan unit-unit kompetensi
dirumuskan sebagai Tujuan Khusus Pelatihan, kemudian elemen kompetensi dan
Kriteria Unjuk Kerja (KUK) dikaji dan dianalisis unsur kompetensinya yaitu :
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja, selanjutnya kurikulum, silabus dan indikator
keberhasilan pembelajaran ditetapkan sesuai level kompetensinya.
3.
Untuk mendukung tercapainya tujuan pelatihan tersebut, berdasarkan rumusan
kurikulum, silabus dan indikator keberhasilan pembelajaran yang ditetapkan dalam SLK,
disusunlah seperangkat modul-modul sebagai bahan pembelajaran pelatihan seperti
tercantum dalam “DAFTAR MODUL” di bawah ini.
DAFTAR MODUL
PELATIHAN :
Ahli Pelaksana Geoteknik
REPRESENTASI UNIT
KOMPETENSI
NO.
KODE
JUDUL
NO.
1.
GTE - 01
UUJK, SMK3 dan Pengendalian
Dampak Lingkungan
1.
UUJK, SMK3 dan
Pengendalian Dampak
Lingkungan
2.
GTE - 02
Pengumpulan Data Geoteknik
2.
Melakukan Pengumpulan
Data Geoteknik Terdahulu
3.
GTE - 03
Kajian Data Geoteknik
3.
Mempelajari dan Menguasai
Data Terdahulu untuk
Daerah yang akan Diselidiki
GTE - 04
Perencanaan Penyelidikan
Geologi Teknik dan Mekanika
Tanah untuk Perencanaan Teknis
Konstruksi SDA
4.
Membuat Perencanaan
Penyelidikan Geoteknik
4.
viii
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
5.
GTE - 05
Pengendalian Pelaksanaan
Penyelidikan Geoteknik
5.
Melakukan Pengendalian
Pekerjaan Penyelidikan
Geoteknik
6.
GTE-06
Laporan Hasil Penyelidikan
Geoteknik
6.
Membuat Laporan dan
Rekomendasi Hasil
Penyelidikan Geoteknik
7.
GTE - 07
Analisa Hasil Penyelidikan
Geoteknik untuk SDA
7.
Melakukan Analisa Hasil
Penyelidikan Geoteknik
untuk SDA
8.
GTE - 08
Pedoman Praktek Sondir, Bor
Tangan, Sampling dan Densiti
Test (Sand Cone)
8.
Pelatihan Penunjang Teori
dan Praktek
ix
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
PANDUAN PEMBELAJARAN
x
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
PANDUAN PEMBELAJARAN
A. BATASAN
GTE – 01 : UUJK, SMK3 DAN PENGENDAKETERANGAN
LIAN DAMPAK LINGKUNGAN
Seri / Judul
1. Deskripsi
:
UUJK, SMK3 dan Pengendalian Dampak
Lingkungan merupakan suatu salah satu modul
dalam rangka membangun tenaga kerja jasa
konstruksi yang profesional dan bertanggung jawab
untuk mengabdi kepada keandalan pembangunan
sektor konstruksi yang dilandasi etos kerja, etika
profesi, keselamatan dan kesehatan kerja,
perlindungan lingkungan sebagai amanah dengan
harapan apa yang dilakukan menjadi amal ibadah
dan sumbangsih kepada bangsa dan negara.
2. Tempat Kegiatan
Di dalam ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya
3. Waktu
4 jam pelajaran (1 jp = 45 menit)
Pembelajaran
Atau sampai tercapainya minimal kompetensi yang
telah ditentukan (khususnya domain kognitif).
xi
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
B. PROSES PEMBELAJARAN
KEGIATAN INSTRUKTUR
KEGIATAN PESERTA
PENDUKUNG
 Menjelaskan tujuan pembelajaran
 Mengikuti penjelasan TPU dan
OHT 1
TPU & TPK
 Merangsang motivasi peserta
dengan pertanyaan atau pengalamannya dalam menerapkan
UUJK, SMK3 dan pengadministrasiannya serta Pengendalian
Dampak Lingkungan.
TPK dengan tekun dan aktif
 Mengajukan pertanyaanpertanyaan apabila kurang
jelas.
1. Ceramah : Pembukaan
Waktu : 5 menit
2. Ceramah : Bab 1-Pendahuluan
Sebagai pengantar uraian isi modul
terdiri :
 Umum
 Penerapan peraturan perundangundangan
 Mendiskusikan setiap pokok
bahasan.
Waktu : 5 menit
 Mengikuti penjelasan instruktur
OHT 2
dengan tekun dan aktif
 Mencatat hal-hal yang perlu
 Mengajukan pertanyaan bila
perlu.
3. Ceramah : Bab 2 – UUJK, Etika
Profesi dan Etos Kerja
 Pengaturan dan usaha jakons
 Peran masyarakat
 Penyelenggaraan dan pengikatan




pekerjaan konstruksi
Penyelesaian sengketa
Etika profesi/Etos Kerja
UU. No. 7 Tahun 200 (SDA)
Mendiskusikan setiap pokok
bahasan.
 Mengikuti penjelasan instruktur
dengan tekun dan aktif
 Mencatat hal-hal yang perlu
 Mengajukan pertanyaan bila
perlu.
OHT 3
Waktu : 60 menit.
4. Ceramah : Bab 3 – K3
(Keselamatan dan
kesehatan kerja)






Pengetahuan dasar K3
Perundang-undangan K3
JAMSOSTEK
SMK3
Sebab akibat kecelakaan
APD
 Daftar simak K3
 Mendiskusikan setiap pokok
bahasan.
 Mengikuti penjelasan instruktur
dengan tekun dan aktif
 Mencatat hal-hal yang perlu
 Mengajukan pertanyaan bila
perlu.
OHT 4
Waktu : 60 menit
xii
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
KEGIATAN INSTRUKTUR
UUJK, SMK3 dan PDL
KEGIATAN PESERTA
PENDUKUNG
 Mengikuti penjelasan instruktur
OHT 5
5. Ceramah : Bab 4 – Perlindungan
Dampak Lingkungan
 Pengertian dasar lingkungan
 Pengenalan SML (Sistem
Manajemen Lingkungan)
 Penanganan Dampak Lingkungan
 Aspek Lingkungan pada kegiatan
dengan tekun dan aktif
 Mencatat hal-hal yang perlu
 Mengajukan pertanyaan bila
perlu.
Proyek Konstruksi
 Mendiskusikan setiap pokok
bahasan.
Waktu : 30 menit.
6. Rangkuman / Penutup
 Rangkuman
 Tanya jawab diskusi/umpan balik
 Penutup.
Waktu : 15 menit.
Pserta diberikan kesempatan
bertanya jawab/diskusi dan
ditanya instruktur serta
membandingkan pengalaman di
lapangan
OHT 6
xiii
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
MATERI SERAHAN
xiv
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Umum
Didalam pelaksanaan konstruksi yang mengacu kepada dokumen kontrak dipastikan
ada unsur-unsur yang harus dilaksanakan secara disiplin, konsisten dan mendasar
sebagai suatu prinsip yang tidak boleh dilanggar, antara lain :
1.
Kepastian mutu (quality assurance) produk konstruksi termasuk volume
2.
Kepastian penerapan ketentuan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
3.
Kepastian perlindungan dan pelestarian lingkungan.
Ketiga unsur tersebut seharusnya dapat dilaksanakan secara terpadu dan simultan
pada setiap kegiatan dalam setiap item pekerjaan.
Untuk memadukan ketiga unsur tersebut di atas dapat dilakukan sewaktu
menyusun/membuat metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi (Construction Method
= CM), melalui identifikasi unsur-unsur :

Tuntutan mutu dan volume sesuai spesifikasi dan gambar kerja

Potensi bahaya/kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan

Pencemaran dan perusakan lingkungan.
Didalam mendisain keterpaduan cukup tepat apabila selalu mengacu peraturan
perundangan yang berlaku terutama tentang :

Penyelenggaraan jasa konstruksi termasuk unsur bidang, sub bidang
konstruksi

Keselamatan dan kesehatan kerja

Perlindungan dan pelestarian lingkungan.
1.2. Penerapan Peraturan Perundangan
a.
Peraturan Perundangan Jasa Konstruksi
Jasa konstruksi yang menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk
fisik konstruksi lainnya, baik dalam bentuk prasarana maupun sarana pemace
pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi,
1-1
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
sosial dan budaya, mempunyai peranan penting dan strategis dalam berbagai
bidang pembangunan.
Mengingat pentingnya peranan jasa konstruksi tersebut terutama dalam rangka
mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas dan dapat diandalkan,
dibutuhkan suatu pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi yang terencana,
terarah, terpadu serta menyeluruh.
Guna pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi tersebut pada 7 Mei 1999
telah diundangkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi dan berlaku efektif satu tahun kemudian. Kemudian telah ditindak
lanjuti dengan diterbitkannya tiga peraturan pemerintah yakni Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa
Konstruksi,
Peraturan
Pemerintah
Nomor
29
Tahun
2000
tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, serta Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.
Dengan adanya Undang-undang Jasa Konstruksi tersebut dimaksudkan agar
terwujud iklim usaha yang kondusif dalam rangka peningkatan kemampuan usaha
jasa konstruksi nasional, seperti : terbentuknya kepranataan usaha; dukungan
pengembangan usaha; berkembangnya partisipasi masyarakat; terselenggaranya
pengaturan,
pemberdayaan,
masyarakat
dalam
dan
pengawasan
penyelenggaraan
pekerjaan
oleh
pemerintad
konstruksi;
dan
dan/atau
adanya
Masyarakat Jasa Konstruksi yang terdiri dari unsur asosiasi perusahaan maupun
asosiasi profesi.
Lebih lanjut undang-undang jasa konstruksi Bab 5 – Penyelenggaraan Konstruksi,
Pasal 23, menetapkan bahwa :
(1). Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan
tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing tahap
dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan pengerjaan, dan pengakhiran.
(2)
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang
keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan
tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya
tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
(3)
Para pihak dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan untuk menjamin
1-2
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
berlangsungnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
Dalam rangka mengimplementasikan pasal dan ayat undang-undang jasa
konstruksi tersebut di atas, perlu disosialisasikan dan dimantapkan penerapan
ketentuan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga
kerja serta pengendalian dampak lingkungan kerja.
b.
Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan Hidup
Seperti halnya tentang jasa konstruksi yang sudah diatur dengan Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah, untuk keselamatan dan kesehatan kerja serta
pengendalian dampak lingkungan juga sudah ada peraturan perundangundangan.
Kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang lingkungan hidup tersebut diatas,
selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangan seperti :
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian disempurnakan
dengan PP. Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
3. Berbagai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bappedal
tentang Pedoman Umum Pelaksanaan AMDAL, sebagai penjabaran dari PP.
Nomor 51 Tahun 1993.
4. Berbagai Keputusan Menteri-Menteri Sektoral tentang Pedoman Teknis
Pelaksanaan AMDAL untuk masing-masing sektor sabagai penjabaran dari
Pedoman Umum Pelaksanaan AMDAL dari Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Selain itu berbagai peraturan perundangan yang diterbitkan akhir-akhir ini juga
banyak yang mengacu pada permasalahan Lingkungan Hidup seperti UndangUndang Penataan Ruang, Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Hayati dan
Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan
sebagainya.
Dalam pekerjaan konstruksi akan terdapat banyak komponen kegiatan yang dapat
menimbulkan dampak penting terhadap Lingkungan Hidup, sehingga untuk
mengantisipasi hal tersebut diatas, maka sesuai dengan ketentuan-ketentuan
1-3
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
dalam peraturan perundangan yang berlaku, kegiatan tersebut diatas wajib
dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
pelaksanaannya mengacu pada berbagai pedoman dan petujuk teknis AMDAL
yang relevan, dengan memperhatikan sasaran dan ciri-ciri atau karakteristik
kegiatan proyek yang bersangkutan.
c.
Peraturan Perundangan K3
Dalam rangka penyelenggaraan pekerjaan konstruksi mulai dari perencanaan,
pelaksanaan pengawasan, pengoperasian dan pemeliharaan harus dapat
diupayakan dan dijamin agar jangan terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja dalam hal ini populer dengan istilah : NIHIL KECELAKAAN DAN NIHIL
PENYAKIT AKIBAT KERJA (Zero Accident).
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut di atas telah dilakukan pengaturan melalui
penerbitan peraturan perundang-undangan tentang K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) antara lain :
a.
Undang-Undang No, 1 Tahun 1970 tentang : Keselamatan Kerja
b.
Undang-Undang No, 3 Tahun 1992 tentang : Jaminan Sosial Tenaga Kerja
c.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 1993, tentang : Penyelenggaraan
Program JAMSOSTEK
d.
Peraturan Menteri NAKERTRANS No. PER 05/MEN/1996, tentang SMK3
(Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
e.
Dan masih banyak lagi yang perlu diperhatikan.
Dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang mulai banyak
dikenal di masyarakat luas saat ini ada beberapa referensi sebagai berikut :
1.
OHASAS 18001: 1999, Occupational Health and Safety Assessment Series
2.
OHASAS 18002: 2000, Guideline for the Implementation of OHASAS 18001:
1999
3.
COHSMS,
Construction
Industry
Occupational
Health
and
Safety
Management Systems
4.
ILO, Guideline on Occupational Safety and Health Management System, 2001
1-4
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
RANGKUMAN
1.
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara Hukum, maka setiap gerak
langkah pengaturan selalu berdasarkan peraturan peundang-undangan
2.
Untuk pengaturan penyelenggaraan konstruksi telah ditetapkan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999 tentang : Jasa Konstruksi sebagai induknya
3.
Untuk pengaturan keselamatan kerja telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 1,
Tahun 1970 tentang : Keselamatan Kerja
4.
Sedang tentang pengaturan lingkungan hidup peraturan perundang-undangan
sebagai induknya adalah : Undang-Undang Nomor 4, Tahun 1982 tentang :
Lingkungan Hidup.
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
LATIHAN
1.
Sebutkan peraturan perundang-undangan yang berupa Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah untuk pengaturan tentang Konstruksi
2.
Sebutkan peraturan perundang-undangan yang berupa Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah untuk pengaturan tentang Lingkungan Hidup
3.
Sebutkan
peraturan
perundang-undangan
yang
berupa
Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan Menteri untuk
pengaturan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
BAB 2
UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA
2.1.
Pengaturan Jasa Konstruksi
2.1.1. Umum
Jasa konstruksi yang menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk
fisik lainnya, baik dalam bentuk prasarana maupun sarana pendukung
pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang terutama bidang ekonomi,
sosial, dan budaya, mempunyai peranan penting dan strategis dalam berbagai
bidang pembangunan.
Mengingat pentingnya peranan jasa konstruksi tersebut terutama dalam rangka
mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas, dibutuhkan suatu
pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi yang terencana, terarah, terpadu
serta menyeluruh.
Guna pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi tersebut, maka pada 7 Mei
1999 telah diundangkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi dan berlaku efektif satu tahun kemudian. Dan untuk peraturan
pelaksanaannya kemudian telah ditindak lanjuti dengan diterbitkannya tiga
peraturan pemerintah yakni Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang
Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, serta peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa
Konstruksi.
Dengan adanya Undang-undang Jasa Konstruksi tersebut dimaksudkan agar
terwujud iklim usaha yang kondusif dalam rangka peningkatan kemampuan usaha
jasa konstruksi nasional, seperti : terbentuknya kepranataan usaha; dukungan
pengembangan usaha; berkembangnya partisipasi masyarakat; terselenggaranya
pengaturan,
masyarakat
pemberdayaan,
dan
pengawasan
oleh
pemerintah
dan/atau
dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; dan adanya
Masyarakat Jasa Konstruksi yang terdiri dari unsur asosiasi perusahaan maupun
asosiasi profesi.
2.1.2. Pengertian
Jasa konstruksi adalah layanan :
2-1
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL

konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi;

pelaksanaan pekerjaan konstruksi; dan

konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.
Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan
dan/atau
pelaksanaan
serta
pengawasan
yang
mencakup
pekerjaan :

arsitektural;

sipil;

mekanikal;

elektrikal; dan

tata lingkungan.
Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas
atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
Penyedia jasa adalah orang peseorangan atau badan yang kegiatan usahanya
meyediakan layanan jasa konstruksi.
2.1.3. Ruang Lingkup Pengaturan
Ruang lingkup pengaturan Undang-undang Jasa Konstruksi meliputi :
a. Usaha jasa konstruksi
b. Pengikatan pekerjaan konstruksi
c. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
d. Kegagalan bangunan
e. Peran masyarakat
f.
Pembinaan
g. Penyelesaian sengketa
h. Sangsi
i.
Ketentuan peralihan
j.
Ketentuan penutup
2.1.4. Asas-Asas Pengaturan Jasa Konstruksi
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada :
a. Asas Kejujuran dan Keadilan.
Asas Kejujuran dan Keadilan mengandung
pengertian kesadaran akan
fungsinya dalam penyelenggaraan tertib jasa konstruksi serta bertanggung
jawab memenuhi berbagai kewajiban guna memperoleh haknya.
2-2
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
b. Asas Manfaat
Asas Manfaat mengandung pengertian bahwa segala kegiatan jasa konstruksi
harus
dilaksanakan
berlandaskan
prinsip-prinsip
profesionalitas
dalam
kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektifitas yang dapat
menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi para pihak dalam
penyelenggaraan jasa konstruksi dan bagi kepentingan nasional.
c. Asas Keserasian
Asas Keserasian mengandung pengertian harmoni dalam interaksi antara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi yang berwawasan lingkungan untuk menghasilkan
produk yang
berkualitas dan bermanfaat tinggi.
d. Asas Keseimbangan
Asas Keseimbangan mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi harus berlandaskan pada prinsip yang menjamin
terwujudnya keseimbangan antara kemampuan penyedia jasa dan beban
kerjanya.
Pengguna jasa dalam menetapkan penyedia jasa wajib mematuhi asas ini,
untuk menjamin terpilihnya penyedia jasa yang paling sesuai, dan di sisi lain
dapat memberikan peluang pemerataan yang proposional dalam kesempatan
kerja penyedia jasa.
e. Asas Kemandirian
Asas Kemitraan mengandung pengertian tumbuh dan berkembangnya daya
saing jasa konstruksi nasional.
f.
Asas Keterbukaan
Asas Keterbukaan mengandung pengertian ketersediaan informasi yang dapat
diakses sehingga memberikan peluang bagi para pihak, terwujudnya
transparansi
dalam
penyelenggaraan
pekerjaan
konstruksi
yang
memungkinkan para pihak dapat melaksanakan kewajiban secara optimal dan
kepastian akan hak dan untuk memperolehnya serta memungkinkan adanya
koreksi
sehingga
dapat
dihindari
adanya
berbagai
kekurangan
dan
penyimpangan.
g. Asas Kemitraan
Asas Kemitraan mengandung pengertian hubungan kerja para pihak yang
harmonis, terbuka, bersifat timbal balik, dan sinergis.
2-3
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
h. Asas Keamanan dan Keselamatan
Asas Keamanan dan Keselamatan mengandung pengertian terpenuhinya
tertib
penyelenggaraan
jasa
konstruksi,
keamanan
lingkungan
dan
keselamatan kerja, serta pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi dengan tetap
memperhatikan kepentingan umum.
2.1.5. Tujuan
Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk :
a. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk
mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan
hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas;
b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin
kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dalam hak dan kewajiban,
serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;
c. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.
2.2.
Usaha Jasa Konstruksi
2.2.1. Kondisi Jasa Konstruksi Nasional
Pada akhir dekade yang lalu usaha jasa konstruksi telah mengalami peningkatan
kuantitatf di berbagai tingkatan. Namun peningkatan kuantitatif tersebut belum
diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya yang tercermin pada
kenyataan bahwa mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi
pemanfaatan
sumber
daya
manusia,
modal,
dan
teknologi
dalam
penyelenggaraan jasa konstruksi belum sebagaimana yang diharapkan.
Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut, pada umumnya pangsa pasar
pekerjaan konstruksi yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dikuasai
oleh usaha jasa konstruksi nasional.
Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa sebab antara lain : belum diarahkannnya
persyaratan usaha, serta keahlian dan keterampilan untuk mewujudkan keandalan
usaha
yang
profesional;
masih
rendahnya
kesadaran
hukum
dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi termasuk kepatuhan para pihak dalam
pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait
dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan yang dapat
menghasilkan bangunan yang berkualitas dan mampu berfungsi sebagaimana
direncanakan; serta masih rendahnya kesadaran masyarakat akan manfaat dan
2-4
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
arti penting jasa konstruksi yang mampu mewujudkan ketertiban dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi secara optimal.
Kondisi jasa konstruksi sebagaimana diuraikan di atas disebabkan oleh dua faktor,
yaitu :
a. Faktor internal, yakni :
1) Masih adanya kelemahan dalam manajemen, penguasaan teknologi, dan
permodalan, serta keterbatasan tenaga ahli dan tenaga terampil;
2) Belum tertatanya secara utuh dan kokoh struktur usaha jasa konstruksi
yang tercermin dalam kenyataan belum terwujudnya kemitraan yang
sinergis antar penyedia jasa dalam berbagai klasifikasi dan/atau kualifikasi.
b. Faktor eksternal, yakni :
1) Masih adanya kekurangsetaraan hubungan kerja antara pengguna jasa
dan penyedia jasa;
2) Belum mantapnya dukungan berbagai sektor secara langsung maupun
tidak langsung yang mempengaruhi kinerja dan keandalan jasa konstruksi
nasional, antara lain akses kepada permodalan, pengembangan profesi
keahlian dan profesi keterampilan, ketersediaan bahan dan komponen
bangunan yang standar;
3) Belum tertatanya pembinaan jasa konstruksi secara nasional, masih
bersifat parsial dan sektoral.
Mengingat jasa konstruksi nasional tersebut merupakan salah satu potensi
Pembangunan Nasional dalam mendukung perluasan lapangan usaha dan
kesempatan kerja serta penerimaan negara, maka potensi jasa konstruksi tersebut
perlu ditumbuhkembangkan agar lebih mampu berperan dalam Pembangunan
Nasional.
2.2.2. Iklim Usaha Yang Kondusif Dalam Peningkatan Kemampuan Usaha Jasa
Konstruksi
Dalam rangka peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional diperlukan
iklim usaha yang kondusif, yakni :
a. Terbentuknya kepranataan usaha, meliputi :
1) Persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan kualifikasi perusahaan
jasa konstruksi;
2-5
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2) Standar klasifikasi dan kualifikasi perusahaan keahlian dan keterampilan
yang mengatur bidang dan tingkat kemampuan orang perseorangan yang
bekerja pada perusahaan jasa konstruksi ataupun yang melakukan usaha
orang perseorangan;
3) Tanggung jawab profesional yakni penegasan atas tanggung jawab
terhadap hasil pekerjaannya;
4) Terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi :
kesehatan dan keselamatan kerja, serta jaminan sosial;
5) Terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi
oleh persaingan yang sehat;
6) Pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan
kedudukan antarpihak dalam hak dan kewajiban dalam suasana hubungan
kerja yang bersifat terbuka, timbal balik, dan sinergis yang memungkinkan
para pihak untuk mendudukkan diri pada fungsi masing-masing secara
konsisten.
b. Dukungan pengembangan usaha, meliputi :
1) Tersedianya permodalan termasuk pertanggungan yang sesuai dengan
karakteristik usaha jasa konstruksi;
2) Terpenuhinya ketentuan tentang jaminan mutu;
3) Berfungsinya asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi dalam memenuhi
kepentingan anggotanya termasuk memperjuangkan ketentuan imbal jasa
yang adil;
c. Berkembangnya
partisipasi
masyarakat,
yakni
:
timbulnya
kesadaran
masyarakat akan mendorong terwujudnya tertib jasa komstruksi serta mampu
umtuk mengaktualisasikan hak dan kewajibannya;
d. Terselenggaranya
pengaturan,
pemberdayaan,
dan
pengawasan
yang
dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Masyarakat Jasa Konstruksi bagi para
pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi agar mampu memenuhi
berbagai ketentuan yang dipersyaratkan ataupun kewajiban-kewajiban yang
diperjanjikan;
e. Perlunya Masyarakat Jasa Konstruksi dengan unsur asosiasi perusahaan dan
asosiasi profesi membentuk lembaga untuk pengembangan jasa konstruksi.
2-6
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2.2.3. Cakupan Pekerjaan Konstruksi
Sesuai ketentuan Pasal 1 UU No. 18/1999 pekerjaan konstruksi yang merupakan
keseluruhan
atau
sebagian
rangkaian
kegiatan
perencanaan
dan/atau
pelaksanaan beserta pengawasan mencakup :
a. Pekerjaan arsitektural yang mencakup antara lain : pengolahan bentuk dan
masa bangunan berdasarkan fungsi serta persyaratan yang diperlukan setiap
pekerjaan konstruksi;
b. Pekerjaan sipil yang mencakup antara lain : pembangunan pelabuhan,
bandar udara, jalan kereta api, pengamanan pantai, saluran irigasi/kanal,
bendungan, terowongan, gedung, jalan dan jembatan, reklamasi rawa,
pekerjaan pemasangan perpipaan, pekerjaan pemboran, dan pembukaan
lahan;
c. Pekerjaan mekanikal yang mencakup pekerjaan antara lain : pemasangan
turbin, pendirian dan pemasangan instalasi pabrik, kelengkapan instalasi
bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, minyak, dan gas;
d. Pekerjaan elektrikal yang mencakup antara lain : pembangunan jaringan
transmisi
dan
distribusi
kelistrikan,
pemasangan
instalasi
kelistrikan,
telekomunikasi beserta kelengkapannya;
e. Pekerjaan tata lingkungan yang mencakup antara lain : pekerjaan
pengolahan dan penataan akhir bangunan maupun lingkungannya;
2.2.4. Bentuk Usaha Jasa Konstruksi
Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU No.18/1999 bentuk usaha jasa konstruksi
dapat berupa badan usaha atau orang perseorangan.
Bentuk usaha orang perorangan baik warga negara Indonesia maupun asing
hanya khusus untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi berskala
terbatas/kecil
seperti :
a. Pelaksanaan konstruksi yang bercirikan : risiko kecil, teknologi sederhana,
dan biaya kecil.
b. Perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang sesuai dengan
bidang keahliannya.
Pembatasan
jenis
pekerjaan
tersebut
dimaksudkan
untuk
memberikan
perlindungan terhadap para pihak maupun masyarakat atas risiko pekerjaan
konstruksi.
Pada dasarnya penyelenggaraan jasa konstruksi berskala kecil melibatkan usaha
orang perseorangan atau usaha kecil.
2-7
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Sementara itu untuk pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang
berteknologi tinggi dan/atau berbiaya besar harus dilakukan oleh badan usaha
yang berbentuk perseroan terbatas (PT) atau badan usaha asing yang
dipersamakan.
Bentuk badan usaha nasional dapat berupa badan hukum seperti : Perseroan
Terbatas (PT), Koperasi, ataupun bukan badan hukum seperti : CV, atau Firma.
Sedangkan badan usaha asing adalah badan usaha yang didirikan menurut
hukum dan berdominisili di negara asing, memiliki kantor perwakilan di Indonesia,
dan dipersamakan dengan badan hukum Perseroan Terbatas (PT).
2.2.5. Persyaratan Usaha Jasa Konstruksi
1.
Badan Usaha
Badan usaha baik selaku perencana konstruksi, pelaksana konstruksi,
maupun pengawas konstruksi dipersyaratkan memenuhi perizinan usaha di
bidang konstruksi, dan memiliki sertifikat klasifikasi dan kualifikasi
perusahaan jasa konstruksi.
Perizinan usaha tersebut yang mempunyai fungsi publik dimaksudkan untuk
melindungi masyarakat dalam usaha dan/atau pekerjaan jasa konstruksi.
Sedangkan penetapan klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa konstruksi
bertujuan untuk membentuk struktur usaha yang kokoh dan efisien melalui
kemitraan yang sinergis antar pelaku usaha jasa konstruksi.
Klasifikasi usaha jasa konstruksi dilakukan untuk mengukur kemampuan
badan usaha dan usaha orang perseorangan untuk melaksanakan pekerjaan
berdasarkan nilai pekerjaan, dan kualifikasi usaha jasa konstruksi dilakukan
untuk mengukur kemampuan badan usaha dan usaha orang perseorangan
untuk melaksanakan berbagai sub pekerjaan.
Standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian kerja adalah pengakuan tingkat
keahlian kerja setiap badan usaha baik nasional maupun asing yang bekerja
di bidang jasa konstruksi. Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang
dilakukan badan/lembaga yang ditugasi untuk melaksanakan tugas-tugas
tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan melalui
kegiatan registrasi yang meliputi : klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi.
Dengan demikian hanya badan usaha yang memiliki sertifikat tersebut yang
diizinkan untuk bekerja di bidang jasa konstruksi.
Penyelenggaraan jasa berskala kecil pada dasarnya melibatkan pengguna
jasa dan penyedia jasa orang perseorangan atau usaha kecil. Untuk tertib
2-8
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
penyelenggaraan jasa konstruksi ketentuan yang menyangkut keteknikan
misalnya sertifikasi tenaga ahli harus tetap dipenuhi secara bertahap
tergantung kondisi setempat. Namun penerapan ketentuan perikatan dapat
disederhanakan dan permilihan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara
pemilihan langsung sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (3) UU No. 18/1999.
2.
Orang Perseorangan
Mengenai persyaratan bagi orang perseorangan yang bekerja di bidang jasa
konstruksi diatur dalam Pasal 9 UU No. 18/1999 sebagai berikut :
a. Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi
Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan
harus memiliki sertifikat keahlian.
b. Pelaksana konstruksi
Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat
keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja.
c. Perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau pelaksana
konstruksi yang bekerja di badan usaha
Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai
perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu
dalam badan usaha pelaksana harus memiliki sertifikat keahlian.
d. Tenaga kerja keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi
Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja
pada pelaksana konstruksi harus memiliki keterampilan kerja dan
keahlian kerja.
Standar klasifikasi dan kualifikasi keterampilan kerja dan keahlian kerja
adalah pengakuan tingkat keterampilan kerja dan keahlian kerja di
bidang jasa konstruksi ataupun yang bekerja orang perseorangan.
Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh
badan/lembaga yang ditugasi untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut.
Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan melalui
kegiatan registrasi yang meliputi : klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi.
Dengan demikian hanya orang perseorangan yang memiliki sertifikat
tersebut yang diizinkan untuk bekerja di bidang usaha jasa konstruksi.
Standardisasi klasifikasi dan kualifikasi keterampilan dan keahlian kerja
bertujuan untuk terwujudnya standar produktivitas kerja dan mutu hasil
2-9
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
kerja dengan memperhatikan standar imbal jasa, serta kode etik profesi
untuk
mendorong
tumbuh
dan
berkembangnya
tanggung
jawab
profesional.
3.
Tanggung Jawab Profesional
Badan usaha maupun orang perseorangan yang melakukan pekerjaan
konstruksi baik sebagai perencana, pelaksana maupun pengawas harus
bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya baik terhadap kasus
kegagalan pekerjaan konstruksi maupun terhadap kasus kegagalan
bangunan.
Tanggung jawab profesional tersebut dilandasi prinsip-prinsip keahlian
sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual
dalam menjalankan profesinya dengan mengutamakan kepentingan umum.
Bentuk sangsi yang dikenakan dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab
tersebut dapat berupa : sangsi profesi, sangsi administratif, sangsi pidana,
atau ganti rugi.
Sangsi
profesi
tersebut
berupa
:
peringatan
tertulis,
pencabutan
keanggotaan asosiasi, dan pencabutan sertifikat keterampilan atau keahlian
kerja.
Sangsi administratif tersebut berupa : peringatan tertulis, memasukkan
dalam daftar pembatasan/larangan kegiatan kegiatan, atau pencabutan
sertifikat keterampilan atau keahlian kerja.
2.3.
Peran Masyarakat
2.3.1. Hak Masyarakat Umum
Masyarakat berhak untuk :
a. melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi
baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pekerjaan,
maupun pemanfaatan hasil-hasilnya;
b. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara
langsung sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagai akibat
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pekerjaan konstruksi.
Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak
mengajukan gugatan ke pengadilan baik secara orang perseorangan, kelompok
2 - 10
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
orang dengan pemberian kuasa, maupun kelompok orang tidak dengan kuasa
melalui gugatan perwakilan.
Jika diketahui bahwa masyarakat menderita sebagai akibat penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi sedemikian rupa sehingga mempengaruhi peri kehidupan
pokok masyarakat, Pemerintah wajib berpihak pada dan dapat bertindak untuk
kepentingan masyarakat.
2.3.2. Kewajiban Masyarakat Umum
Di samping masyarakat mempunyai hak-hak sebagaimana tersebut di atas,
dengan makna bahwa setiap orang turut berperan serta dalam menjaga ketertiban
dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang jasa konstruksi, masyarakat juga
berkewajiban :
a. menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang
pelaksanaan jasa konstruksi;
b. turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan
kepentingan umum.
2.3.3. Masyarakat Jasa Konstruksi
Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai
kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan
jasa konstruksi.
Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi tersebut dilakukan melalui
suatu forum jasa konstruksi dan khusus untuk pengembangan jasa konstruksi
dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri.
2.3.4. Forum Jasa Konstruksi
Forum jasa konstruksi tersebut terdiri atas unsur-unsur :
a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi;
b. asosiasi profesi jasa konstruksi;
c. asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi;
d. masyarakat intelektual;
e. organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dan berkepentingan di bidang jasa
konstruksi dan/atau yang mewakili konsumen jasa konstruksi
f.
instansi Pemerintah; dan
g. unsur-unsur lain yang dianggap perlu.
2 - 11
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Dalam rangka upaya menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional,
forum jasa konstruksi berfungsi untuk :
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
b. membahas dan merumuskan pemikiran arah penegembangan jasa konstruksi
nasional;
c. tumbuh dan berkembangnya peran pengawasan masyarakat;
d. memberi masukan kepada Pemerintah dalam merumuskan pengaturan,
pemberdayaan, dan pengawasan.
2.3.5. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Lembaga jasa konstruksi yang melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dan
bersifat independen dan mandiri tersebut beranggotakan wakil-wakil dari :
a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi;
b. asosiasi profesi jasa konstruksi;
c. pakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan jasa konstruksi; dan
d. instansi Pemerintah yang terkait.
Lembaga jasa konstruksi tersebut bertugas :
a. melakukan atau mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi;
b. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi;
c. melakukan registrasi tenaga kerja, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan
sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja;
d. melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi;
e. mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di
bidang jasa konstruksi.
2.4.
Pengikatan Pekerjaan Konstruksi
2.4.1
Para Pihak
Dalam pekerjaan konstruksi dikenal adanya para pihak yang mengadakan ikatan
kerja berdasarkan hukum yakni pengguna jasa dan penyedia jasa.
Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas
atau pemilik pekerjaan/ proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya
menyediakan layanan jasa konstruksi.
2 - 12
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Pengertian orang perseorangan adalah warga negara Indonesia atau warga
negara asing, dan pengertian badan adalah badan usaha atau bukan badan
usaha, baik Indonesia maupun asing.
Badan usaha dapat berbentuk badan hukum seperti : Perseroan Terbatas (PT),
Koperasi, atau bukan badan hukum seperti : CV, Firma.
Badan yang bukan badan usaha berbentuk badan hukum seperti : instansi dan
lembaga-lembaga Pemerintah.
Pemilik pekerjaan/proyek adalah orang perseorangan dan badan yang memiliki
pekerjaan/proyek yang menyediakan dana dan bertanggung jawab di bidang
dana.
Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi penyedia jasa dapat berfungsi sebagai
sub penyedia jasa dari penyedia jasa lainnya yang berfungsi sebagai penyedia
jasa utama. Dengan demikian perlakuan terhadap sub penyedia jasa berkaitan
dengan pengikatannya dengan penyedia jasa utama sama dengan pengikatan
yang dilakukan antara pengguna jasa dengan penyedia jasa utama dengan
melalui persaingan yang sehat sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang
dipersyaratkan.
2.4.2. Ketentuan Pengikatan
Pengikatan merupakan suatu proses yang ditempuh oleh pengguna jasa dan
penyedia jasa pada kedudukan yang sejajar dalam mencapai suatu kesepakatan
untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. Dalam setiap tahapan proses
ditetapkan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang adil dan serasi dengan
sangsi.
Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip
persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan
umum atau pelelangan terbatas. Namun dalam keadaan tertentu, penetapan
penyedia jasa tersebut dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau
penunjukan langsung.
Prinsip persaingan yang sehat mengandung pengertian antara lain :
a. diakuinya kedudukan yang sejajar antar pengguna jasa dan penyedia jasa;
b. terpenuhinya ketentuan asas keterbukaan dalam proses pemilihan dan
penetapan;
c. adanya peluang keikutsertaan dalam setiap tahapan persaingan yang sehat
bagi penyedia jasa sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang
dipersyaratkan;
2 - 13
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
d. keseluruhan pengertian tentang prinsip persaingan yang sehat tersebut di atas
dituangkan dalam dokumen yang jelas, lengkap, dan diketahui dengan baik
oleh semua pihak serta bersifat mengikat.
Dengan pemilihan atas dasar prinsip yang sehat tersebut, pengguna jasa
mendapatkan penyedia jasa yang andal dan mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan rencana konstruksi ataupun bangunan yang berkualitas sesuai
dengan jangka waktu dan biaya yang ditetapkan. Di sisi lain merupakan upaya
untuk menciptakan iklim usaha yang mendukung tumbuh dan berkembangnya
penyedia jasa yang semakin berkualitas dan mampu bersaing.
Pemilihan yang didasarkan atas persaingan yang sehat dilakukan secara umum,
terbatas ataupun langsung. Dalam pelelangan umum setiap penyedia jasa yang
memnuhi kualifikasi yang diminta dapat mengikutinya.
Sementara itu pengertian “keadaan tertentu” sebagaimana dipersyaratkan dalam
pemilihan langsung dan penunjukan langsung adalah :
a. penanganan darurat;
b. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa
yang sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak;
c. pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan
keselamatan negara;
d. pekerjaan yang berskala kecil.
Dokumen pemilihan penyedia jasa yang disusun oleh pengguna jasa dan
dokumen penawaran yang disusun oleh penyedia jasa berdasarkan prinsip
keahlian bersifat mengikat antara kedua pihak dan tidak boleh diubah secara
sepihak sampai dengan penandatanganan kontrak kerja konstruksi.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam ketentuan pengikatan sebagai berikut :
a.
Pelelangan terbatas hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan
telah lulus prakualifikasi
b.
Dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan
cara pemilihan langsung atau penunjukan langsung
c.
Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang,
keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja, serta kinerja penyedia
jasa
d.
Pemilihan penyedia jasa hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9
UUJK No. 18 tahun 1999.
2 - 14
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
e.
UUJK, SMK3 dan PDL
Badan-badan usaha yang dimiliki oleh satu atau kelompok orang yang sama
atau berada pada kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti
pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara bersamaan.
2.4.3. Kewajiban Dan Hak Para Pihak
Tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat terwujud melalui antara lain
melalui pemenuhan hak dan kewajiban dan adanya kesetaraan kedudukan para
pihak terkait.
Dalam rangka terjaminnya kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan
penyedia jasa, maka dalam undang-undang mengenai jasa konstruksi diatur
ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam proses pengikatan
secara seimbang.
Kewajiban pengguna jasa dalam pengikatan mencakup :
a. mengumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman
setiap pekerjaan yang ditawarkan dengan cara pelelangan umum atau
pelelangan terbatas;
b. menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat
ketentuan-ketentuan secara lengkap, jelas dan benar serta mudah dipahami,
yang memuat :
1) petunjuk bagi penawar;
2) tata cara pelelangan dan atau pemilihan mencakup prosedur, persyaratan,
dan kewenangan;
3) persyaratan kontrak mencakup syarat umum dan syarat khusus; dan
4) ketentuan evaluasi;
c. mengundang
semua
penyedia
jasa
yang
lulus
prakualifikasi
untuk
memasukkan penawaran;
d. memberikan penjelasan tentang pekerjaan termasuk mengadakan peninjauan
lapangan apabila diperlukan;
e. memberikan tanggapan terhadap sanggahan dari penyedia jasa;
f.
menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan
pemilihan dalam batas waktu yang ditentukan dalam dokumen lelang;
g. mengembalikan jaminan penawaran bagi penyedia jasa yang kalah sedangkan
bagi penyedia jasa yang menang mengikuti ketentuan yang diatur dalam
dokumen pelelangan;
h. menunjukkan bukti kemampuan membayar;
2 - 15
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
i.
UUJK, SMK3 dan PDL
menindaklanjuti penetapan tertulis tersebut dengan suatu kontrak kerja
konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak yang
secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;
j.
memberikan penjelasan tentang risiko pekerjaan termasuk kondisi dan bahaya
yang dapat timbul dalam pekerjaan konstruksi dan mengadakan peninjauan
lapangan apabila diperlukan.
Hak pengguna jasa dalam pengikatan :
a. mencairkan jaminan penawaran dan selanjutnya memiliki uangnya dalam hal
penyedia jasa tidak memenuhi ketentuan pelelangan; dan
b. menolak seluruh penawaran apabila dipandang seluruh penawaran tidak
menghasilkan kompetisi yang efektif atau seluruh penawaran tidak cukup
tanggap terhadap dokumen pelelangan.
Kewajiban penyedia jasa dalam pengikatan :
a. menyusun dokumen penawaran yang memuat rencana dan metode kerja,
rencana usulan biaya, tenaga terampil dan tenaga ahli, rencana dan anggaran
keselamatan dan kesehatan kerja, dan peralatan berdasarkan prinsip keahlian
untuk disampaikan kepada pengguna jasa;
b. menyerahkan jaminan penawaran; dan
c. menandatangani kontrak kerja konstruksi dalam batas waktu yang ditentukan
dalam dokumen lelang.
Hak penyedia jasa dalam pengikatan :
a. memperoleh penjelasan pekerjaan;
b. melakukan peninjauan lapangan apabila diperlukan;
c. mengajukan sanggahan terhadap pengumuman hasil lelang; dan
d. menarik jaminan penawaran bagi penyedia jasa yang kalah.
2.4.4. Kontrak Kerja Konstruksi
Sesuai ketentuan Pasal 1 UU No.18/1999, kontrak kerja konstruksi adalah
keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa
dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Kontrak kerja pada dasarnya dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam
pekerjaan konstruksi yang masing-masing untuk pekerjaan pelaksanaan, dan
umtuk pekerjaan pengawasan. Khusus untuk pekerjaan terintegrasi, kontrak kerja
konstruksi untuk kedua tahapan pekerjaan konstruksi tersebut dapat dituangkan
dalam satu kontrak kerja konstruksi.
2 - 16
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Kontrak kerja konstruksi dibedakan berdasarkan : bentuk imbalan, jangka waktu
pelaksanaan, dan cara pembayaran hasil pekerjaan.
a. Kontrak kerja konstruksi berdasarkan bentuk imbalan terdiri dari :
1) Lump Sum;
2) Harga Satuan;
3) Biaya Tambah Imbalan Jasa;
4) Gabungan Lump Sum dan Harga satuan
5) Aliansi.
b. Kontrak kerja konstruksi berdasarkan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan
konstruksi terdiri dari :
1) Tahun Tunggal; dan
2) Tahun Jamak.
c. Kontrak kerja konstruksi berdasarkan cara pembayaran hasil pekerjaan terdiri
dari :
1) Sesuai kemajuan pekerjaan; atau
2) Secara berkala
Kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya mencakup uraian mengenai :
a. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak;
b. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup
kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan;
c. Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka
waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab
penyedia jasa;
d. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi
tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi;
e. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil
pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang
diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan
imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi;
f.
Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa
dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi;
g. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah
satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
2 - 17
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Cidera janji adalah suatu keadaan apabila salah satu pihak dalam kontrak kerja
konstruksi :
1) Tidak melakukan apa yang diperjanjikan; dan/atau
2) Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan; dan/atau
3) Melakukan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat; dan/atau
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Yang dimaksud dengan tanggung jawab, antara lain, berupa pemberian
kompensasi, penggantian biaya dan atau perpanjangan waktu, perbaikan atau
pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang
diperjanjikan, atau pemberian ganti rugi.
h. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara
penyelesaian perselisihan akibat ketidak sepakatan;
Penyelesaian perselisihan memuat tentang tatacara penyelesaian perselisihan
yang diakibatkan antara lain oleh ketidaksepakatan dalam hal pengertian,
penafsiran, atau pelaksanaan berbagai ketentuan dalam kontrak kerja konstruksi
serta ketentuan tentang tempat dan cara penyelesaian.
Penyelesaian perselisihan ditempuh melalui antara lain musyawarah, mediasi,
arbitrase, ataupun pengadilan.
i.
Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang
pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya
kewajiban salah satu pihak;
j.
Keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian
yang timbul di luar kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi
salah satu pihak;
Keadaan memaksa mencakup :
1) Keadaan memaksa
yang bersifat mutlak (absolut) yakni para pihak tidak
mungkin melaksanakan hak dan kewajibannya;
2) Keadaan memaksa yang tidak bersifat mutlak (relatif), yakni para pihak masih
dimungkinkan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya.
Risiko yang diakibatkan oleh keadaan memaksa dapat diperjanjikan oleh para
pihak, antara lain melalui lembaga pertanggungan.
2 - 18
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
k. Kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia
jasa dan pengguna jasa atas kegagalan bangunan;
l.
Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para
pihakdalam pelaksanaan keselamata dan kesehatan kerja serta jaminan
sosial;
Perlindungan pekerja disesuaikan dengan undang-undang mengenai keselamatan
dan kesehatan kerja, serta undang-undang mengenai jaminan sosial tenaga kerja.
m. Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan
ketentuan tentang lingkungan.
Aspek lingkungan mengikuti ketentuan undang-undang mengenai pengelolaan
lingkungan.
Di samping ketentuan di atas, ketentuan lain mengenai kontrak kerja konstruksi
yakni :
a. Untuk pekerjaan perencanaan harus memuat ketentuan mengenai hak atas
kekayaan intelektual yang diartikan sebagai hasil inovasi perencana konstruksi
dalam suatun pelaksanaan kontrak kerja konstruksi baik bentuk hasil akhir
perencanaqan
dan/atau
bagian-bagiannya
yang
kepemilikannya
dapat
diperjanjikan.
Penggunaan hak atas kekayaan intelektual yang sudah dipatenkan harus
dilindungi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam pekerjaan
konstruksi dapat memuat ketentuan mengenai ketentuan tentang sub penyedia
jasa serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan
yang harus memenuhi standar yang berlaku.
c. Kontrak kerja konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak
tentang
pemberian insentif.
Insentif adalah penghargaan yang diberikan kepada penyedia jasa atas
prestasinya, antara lain kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih awal daripada
yang
diperjanjikan
dengan
tetap
menjaga
mutu
sesuai
dengan
yang
dipersyaratkan, yang dapat berupa uang ataupun bentuk lainnya.
2 - 19
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
d. Kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak
kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dapat dibuat dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris. Namun harus secara tegas hanya 1 (satu)
bahasa yang mengikat secara hukum.
e. Kontrak kerja konstruksi tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia.
f.
Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana diuraikan pada
butir a. sampai dengan butir m. di atas berlaku juga dalam kontrak kerja
konstruksi antara penyedia jasa dengan sub penyedia jasa.
Kesemua ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi tersebut di atas dituangkan
dalam dokumen yang terdiri dari sekurang-kurangnya :
a. Surat perjanjian, yang ditandatangani pengguna jasa dan penyedia jasa dan
memuat antara lain :
1) uraian para pihak;
2) konsiderans;
3) lingkup pekerjaan;
4) hal-hal pokok seperti nilai kontrak, jangka waktu pelaksanaan; dan
5) daftar dokumen-dokumen yang mengikat beserta urutan keberlakuannya.
b. Dokumen lelang yaitu dokumen yang disusun oleh pengguna jasa yang
merupakan dasar bagi penyedia jasa untuk menyusun usulan atau penawaran
untuk pelaksanaan
tugas yang berisi lingkup tugas dan persyaratannya
(umum, khusus, teknis, administratif, dan kondisi kontrak);
c. Usulan atau penawaran, yaitu dokumen yang disusun oleh penyedia jasa
berdasarkan dokumen lelang yang berisi metode, harga penawaran, jadwal
waktu, dan sumber daya;
d. Berita acara berisi kesepakatan yang terjadi antara pengguna jasa dan
penyedia jasa selama proses evaluasi usulan atau penawaran oleh pengguna
jasa antar lain klarifikasi atas hal-hal yang menimbulkan keragu-raguan;
e. Surat pernyataan dari pengguna jasa menyatakan menerima atau menyetujui
usulan atau penawaran dari penyedia jasa; dan
2 - 20
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
f.
UUJK, SMK3 dan PDL
Surat pernyataan dari penyedia jasa yang menyatakan kesanggupan untuk
melaksanakan pekerjaan.
2.5.
Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi
2.5.1. Kegiatan Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi beberapa yakni dimulai dari tahap
perencanaan yang meliputi : prastudi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan
umum, dan perencanan teknik dan selanjutnya diikuti dengan tahap pelaksanaan
beserta pengawasannya yang meliputi : pelaksanaan fisik, pengawasan, uji coba,
dan penyerahan bangunan.
Masing-masing
tahap
penyelenggaraan
pekerjaan
konstruksi
tersebut
dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran.
a. Kegiatan penyiapan meliputi kegiatan awal penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi untuk memenuhi berbagai persyaratan yang diperlukan dalam
memulai pekerjaan perencanaan atau pelaksanaan fisik dan pengawasan.
b. Kegiatan pengerjaan meliputi :
1) Dalam tahap perencanaan, merupakan serangkaian kegiatan yang
menghasilkan berbagai laporan tentang tingkat kelayakan, rencana
umum/induk, dan rencana teknis.
2) Dalam tahap pelaksanaan, merupakan serangkaian kegiatan pelaksanaan
fisik beserta pengawasannya yang menghasilkan bangunan.
c. Kegiatan
pengakhiran,
yang
berupa
kegiatan
untuk
menyelesaikan
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi :
1) Dalam tahap perencanaan, dengan disetujuinya laporan akhir dan
dilaksanakan pembayaran akhir.
2) Dalam tahap pelaksanaan dan pengawasan, dengan dilakukannya
penyerahan akhir bangunan dan dilaksanakannya pembayaran akhir.
2.5.2. Ketentuan Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi
Untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang :
a. Keteknikan, yang meliputi
persyaratan keselamatan umum, konstruksi
bangunan, mutu hasil pekerjaan, mutu bahan dan atau komponen bangunan,
dan mutu peralatan sesuai dengan standar atau norma yang berlaku;
b. Keamanan, keselamatan, dan kesehatan tempat kerja konstruksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2 - 21
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
c. Perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. Tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.5.3. Kewajiban Para Pihak Dalam Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi
Kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi baik dalam
kegiatan penyiapan, dalam kegiatan pengerjaan, maupun dalam kegiatan
pengakhiran meliputi :
a. Dalam kegiatan penyiapan :
1) pengguna jasa, antara lain :
a) menyerahkan dokumen lapangan untuk pelaksanaan konstruksi, dan
fasilitas sebagaiman ditentukan dalam kontrak kerja konstruksi;
b) membayar uang muka atas penyerahan jaminan uang muka dari
penyedia jasa apabila diperjanjikan.
2) penyedia jasa, antara lain :
a) menyampaikan usul rencana kerja dan penanggung jawab pekerjaan
untuk mendapatkan persetujuan pengguna jasa;
b) memberikan jaminan uang muka kepada pengguna jasa apabila
diperjanjikan.
c) mengusulkan
calon
subpenyedia
jasa
dan
pemasok
untuk
mendapatkan persetujuan pengguna jasa apabila diperjanjikan.
b. Dalam kegiatan pengerjaan :
1) pengguna jasa, antara lain :
memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan kontrak kerja konstruksi dan
menanggung semua risiko atas ketidakbenaran permintaan, ketetapan
yang dimintanya/ditetapkannya yang tertuang dalam kontrak kerja;
2) penyedia jasa, antara lain :
mempelajari, meneliti kontrak kerja, dan melaksanakan sepenuhnya semua
materi kontrak kerja baik teknik dan administrasi, dan menanggung segala
risiko akibat kelalaiannya.
c. Dalam kegiatan pengakhiran :
1) pengguna jasa, antara lain :
2 - 22
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
memenuhi tanggung jawabnya sesuai kontrak kerja kepada penyedia jasa
yang telah berhasil mengakhiri dan melaksanakan serah terima akhir
secara teknis dan administratif kepada pengguna jasa sesuai kontrak kerja.
2) penyedia jasa, antara lain :
meneliti secara seksama keseluruhan pekerjaaan yang dilaksanakannya
serta menyelesaikannya dengan baik sebelum mengajukan serah terima
akhir kepada pengguna jasa.
2.5.4. Sub Penyedia Jasa
Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi penyedia jasa dapat menggunakan
subpenyedia jasa yang mempunyai keakhlian khusus sesuai dengan masingmasing tahapan pekerjaan konstruksi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Subpenyedia jasa tersebut harus juga
memenuhi ketentuan mengenai
perizinan usaha di bidang konstruksi, mengenai kepemilikan sertifikat
klasifikasi dan kualifikasi perusahaan, dan mengenai kepemilikan sertifikasi
keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja.
b. Pengikutsertaan subpenyedia jasa dibatasi oleh adanya tuntutan pekerjaan
yang memerlukan keahlian khusus dan ditempuh melalui mekanisme
subkontrak, dengan tidak mengurangi tanggung jawab penyedia jasa terhadap
seluruh hasil pekerjaannya.
c. Bagian pekerjaan yang akan dilaksanakan subpenyedia jasa harus mendapat
persetujuan pengguna jasa.
d. Pengikutsertaan subpenyedia jasa bertujuan memberikan peluang bagi
subpenyedia jasa yang mempunyai keahlian spesifik melalui mekanisme
keterkaitan dengan penyedia jasa.
e. Penyedia jasa wajib memenuhi hak-hak subpenyedia jasa sebagaimana
tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan
subpenyedia jasa, antara lain adalah hak untuk menerima pembayaran secara
tepat waktu dan tepat jumlah yang harus dijamin oleh penyedia jasa dan dalam
hal ini pengguna jasa mempunyai kewajiban untuk memantau pelaksanaan
pemenuhan hak subpenyedia jasa oleh penyedia jasa.
f.
Subpenyedia jasa wajib memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagaimana
tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan
subpenyedia jasa.
2 - 23
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2.5.5. Kegagalan Pekerjaan Konstruksi
Kegagalan pekerjaan konstruksi yang merupakan kegagalan yang terjadi selama
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi
yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam
kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat
kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa.
Penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi
yang disebabkan kesalahan penyedia jasa atas biaya sendiri.
Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila kegagalan
pekerjaan konstruksi mengakibatkan kerugian dan atau gangguan terhadap
keselamatan umum antara lain :
a. Menghentikan sementara pekerjaan konstruksi;
b. Meneruskan pekerjaan dengan persyaratan tertentu;
c. Menghentikan sebagian pekerjaan.
2.5.6. Kegagalan Bangunan
Sesuai ketentuan Pasal 1 UU No.18/1999, kegagalan bangunan adalah keadaan
bangunan yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna
jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau
tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi
atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa
dan/atau pengguna jasa,
Tidak berfungsinya bangunan tersebut adalah baik dari segi teknis, manfaat,
keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum.
Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan
bangunan.
Bentuk pertanggungjawaban tersebut dapat berupa sangsi administratif, sangsi
profesi, maupun pengenaan ganti rugi.
1. Jangka Waktu Pertanggungjawaban
Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan ditentukan
sesuai dengan umur konstruksi yang direncanakan dengan paling lama 10
tahun sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
Pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan untuk perencana konstruksi
mengikuti kaidah teknik perencanaan dengan ketentuan sebagai berikut :
2 - 24
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
a. selama masa tanggungan atas kegagalan bangunan di bawah 10
(sepuluh) tahun berlaku ketentuan sangsi profesi dan ganti rugi;
b. untuk kegagalan bangunan lewat dari masa tanggungan dikenakan sangsi
profesi.
Penetapan umur konstruksi yang direncanakan harus secara jelas dan tegas
dinyatakan dalam dokumen perencanaan, serta disepakati dalam kontrak kerja
konstruksi.
Jangka
waktu
pertanggungjawaban
atas
kegagalan
bangunan
harus
dinyatakan dengan tegas dalam kontrak kerja konstruksi.
2. Penilaian Kegagalan Bangunan
Penetapan kegagalan bangunan dilakukan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli
yang profesional dan kompeten dalam bidangnya serta bersifat independen
dan mampu memberikan penilaian secara obyektif dan profesional dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Penilai ahli harus dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak
diterimanya laporan mengenai terjadinya kegagalan bangunan;
b. Penilai ahli adalah penilai ahli di bidang konstruksi;
c. Penilai ahli yang terdiri dari orang perseorangan atau kelompok orang atau
badan usaha dipilih dan disepakati bersama oleh penyedia jasa dan
pengguna jasa;
d. Penilai ahli harus memiliki sertifikat keahlian dan terdaftar pada Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi.
Tugas penilai ahli adalah :
a. menetapkan sebab-sebab terjadinya kegagalan bangunan;
b. menetapkan tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan bangunan;
c. menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan bangunan
serta tingkat dan sifat kesalahan yang dilakukan;
d. menetapkan besarnya kerugian, serta usulan besarnya ganti rugi yang
harus dibayar oleh pihak atau pihak-pihqak yang melakukan kesalahan;
e. menetapkan jangka waktu pembayaran karugian.
Penilai ahli berwenang untuk :
a. menghubungi pihak-pihak terkait untuk memeperoleh keterangan yang
diperlukan;
2 - 25
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
b. memperoleh data yang diperlukan;
c. melakukan pengujian yang diperlukan;
d. memasuki lokasi tempat terjadinya kegagalan bangunan.
Penilai ahli berkewajiban untuk melaporkan hasil penilaiannya kepada pihak
yang menunjuknya dan menyampaikan kepada Lembaga Pengembangan
Jasa Konstruksi dan instansi yang mengeluarkan izin membangun, paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah melaksanakan tugasnya.
3. Kewajiban dan Tanggung Jawab Penyedia Jasa
Jika terjadi kegagalan bangunan yang terbukti menimbulkan kerugian bagi
pihak lain, yang disebabkan kesalahan perencana/pengawas atau pelaksana
konstruksi, maka kepada perencana/pengawas atau pelaksana selain
dikenakan ganti rugi
wajib bertanggung jawab bidang profesi untuk
perencana/pengawas atau sesuai bidang usaha untuk pelaksana.
Penyedia jasa konstruksi diwajibkan menyimpan dan memelihara dokumen
pelaksanaan konstruksi yang dapat dipakai sebagai alat pembuktian bilamana
terjadi kegagalan bangunan selama jangka waktu pertanggungan dan selamalamanya 10 (sepuluh) tahun sejak dilakukan penyerahan akhir hasil pekerjaan
konstruksi.
Perencana konstruksi dibebaskan dari tanggung jawab atas kegagalan
bangunan sebagai dari rencana yang diubah pengguna jasa dan atau
pelaksana konstruksi tanpa persetujuan tertulis dari perencana konstruksi
Subpenyedia jasa berbentuk usaha orang perseorangan dan atau badan
usaha yang dinyatakan terkait dalam terjadinya kegagalan bangunan
bertanggung jawab kepada penyedia jasa utama.
4. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengguna Jasa
Pengguna jasa wajib melaporkan terjadinya kegagalan bangunan dan
tindakan-tindakan yang diambil kepada menteri yang bertanggung jawab
dalam bidang konstruksi dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.
Pengguna
jasa
bertanggung
jawab
atas
kegagalan
bangunan
yang
disebabkan oleh kesalahan pengguna jasa termasuk karena kesalahan dalam
pengelolaan. Apabila hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka
pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai ganti rugi.
2 - 26
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
5. Ganti Rugi Dalam Hal Kegagalan Bangunan
Pelaksanaan ganti rugi dalam hal kegagalan bangunan dapat dilakukan
dengan mekanisme pertanggungan pihak ketiga atau asuransi, dengan
ketentuan :
a. persyaratan dan jangka waktu serta nilai pertanggungan ditetapkan atas
dasar kesepakatan;
b. premi dibayar oleh masing-masing pihak, dan biaya premi yang menjadi
bagian dari unsur biaya pekerjaan konstruksi.
Dalam hal pengguna jasa tidak bersedia memasukkan biaya premi tersebut di
atas, maka risiko kegagalan bangunan menjadi tanggung jawab pengguna
jasa.
Besarnya kerugian yang ditetapkan oleh penilai ahli bersifat final dan
mengikat.
Sementara itu biaya penilai ahli menjadi beban pihak-pihak yang melakukan
kesalahan dan selama penilai ahli melakukan tugasnya, maka pengguna jasa
menanggung pembiayaan pendahuluan.
2.5.7. Gugatan Masyarakat
Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak
mengajukan gugatan ke pengadilan secara :
a. orang perseorangan;
b. kelompok orang dengan pemberian kuasa;
c. kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan.
Yang dimaksud dengan “hak mengajukan gugatan perwakilan “ adalah hak
kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah
besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum dan
ketentuan yang ditimbulkan karena kerugian atau gangguan sebagai akibat
kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Gugatan masyarakat tersebut adalah berupa :
a. tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu;
b. tuntutan berupa biaya atau pengeluaran nyata;
c. tuntutan lain.
“Biaya atau pengeluaran nyata” adalah biaya yang nyata-nyata dapat dibuktikan
sudah
dikeluarkan
oleh
masyarakat
dalam
kaitan
dengan
akibat
kegiatan
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
2 - 27
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Khusus gugatan perwakilan yang diajukan oleh masyarakat tidak dapat berupa
tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu :
a. memohon kepada pengadilan agar salah satu pihak dalam penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan
dengan kewajibannya atau tujuan dari kontrak kerja konstruksi;
b. menyatakan seseorang (salah satu pihak) telah melakukan perbuatan
melanggar hukum karena melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan
bersama dalam kontrak kerja konstruksi;
c. memerintahkan seseorang (salah satu pihak) yang melakukan usaha/kegiatan
jasa konstruksi untuk membuat atau memperbaiki atau mengadakan
penyelamatan bagi para pekerja jasa konstruksi.
2.5.8. LARANGAN PERSEKONGKOLAN
Dalam rangka terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang
dilandasi oleh persaingan yang sehat serta terwujudnya tertib penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi, dalam Pasal 55 PP No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan
Jasa Konstruksi diatur ketentuan mengenai larangan persekongkolan di antara
para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Pengguna jasa dan penyedia jasa dilarang melakukan persekongkolan untuk :
a. mengatur dan atau menentukan pemenang dalam pelelangan umum atau
pelelangan terbatas sehingga mengakibatkan persaingan usaha yang tidak
sehat (termasuk antar penyedia jasa);
b. menaikan nilai pekerjaan (mark up) yang mengakibatkan kerugian bagi
masyarakat dan atau keuangan Negara;
Pelaksana konstruksi dan atau subpelaksana konstruksi dan atau pengawas
konstruksi dan atau subpengawas konstruksi dilarang melakukan persekongkolan
untuk :
a. mengatur dan menentukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja
konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat;
b. mengatur dan menentukan pemasokan bahan dan atau komponen bangunan
dan atau peralatan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang
merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat.
Atas pelanggararan ketentuan tersebut di atas, pengguna jasa dan atau penyedia
jasa dan atau pemasok dikenakan sangsi sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2 - 28
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
2.6.
UUJK, SMK3 dan PDL
Penyelesaian Sengketa dan Sangsi
2.6.1. Umum
Sengketa (disputes) atau beda pendapat sering terjadi selama pelaksanaan
kontrak kerja konstruksi yang disebabkan adanya beda penafsiran atas
pelaksanaan ketentuan kontrak kerja konstruksi. Sekalipun upaya-upaya keras
untuk mengurangi kemungkinan sengketa tersebut telah dilakukan dengan
menyiapkan dan membahas bersama para pihak atas isi ketentuan dokumen
kontrak kerja konstruksi dalam rangka penyamaan penafsiran dan pemahaman,
namun tetap saja kemungkinan terjadi beda pendapat selama pelaksanaan
kontrak kerja. Oleh karenanya, sengketa atau beda pendapat selalu diperkirakan
dan tatacara penyelesaiannya harus
diatur dalam ketentuan kontrak kerja
konstruksi.
Kontrak kerja konstruksi sering menetapkan bahwa direksi pekerjaan adalah pihak
yang akan menafsirkan atas ketentuan kontrak kerja konstruksi dan keputusannya
bersifat final. Ketika permasalahan itu berkaitan dengan mutu bahan dan mutu
kerja (workmanship), keputusan direksi pekerjaan tersebut biasanya dapat
diterima semua pihak. Namun bila beda pendapat
tersebut menyangkut kerja
tambah, tambah waktu, tambah biaya, denda dan sejenisnya, legalitas atau
kewenangan hukum direksi pekerjaan adalah terbatas, dan dengan kata lain
pengaturan mengenai penyelesaian sengketa diperlukan.
Pada dasarnya penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara bertahap yakni
dimulai dengan tahapan melalui perdamaian yaitu melalui perundingan langsung,
kemudian kalau tidak berhasil menyelesaikan, dengan kesepakatan tertulis, tahap
kedua, yakni para pihak menunjuk atau meminta bantuan seorang atau lebih
penasehat ahli maupun mediator untuk menyelesaikan sengketa.
Jika cara tersebut belum juga menyelesaikan sengketa, maka dapat ditempuh
penyelesaian sengketa tahap ketiga yakni dengan menunjuk seorang mediator
oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa atas
permintaan para pihak yang bersengketa.
Jika cara perdamaian melalui pilihan penyelesaian sengketa tersebut tidak dapat
dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan tertulis dapat mengajukan
usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc yang
pelaksanaannya sesuai ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
2 - 29
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Walaupun tidak dinyatakan secara tegas, namun penyelesaian sengketa tersebut
tidak harus mengikuti prosedur alternatif penyelesaian tahap demi tahap mulai dari
tahap pertama sampai dengan tahap keempat, dan dapat saja mengabaikan tahap
tertentu. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan antara lain : kecepatan dan
efisiensi penyelesaian, tidak adanya ketentuan yang secara tegas
mengatur
keharusan mengikuti tahapan tersebut, adanya kebebasan memilih cara
penyelesaian sengketa oleh para pihak yang bersengketa, dan efektifitas
penyelesaian.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa telah menyediakan beberapa pranata hukum sebagai
pilihan penyelesaian sengketa secara damai yang dapat ditempuh para pihak
untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat mereka yakni dengan melalui
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian para ahli sesuai
kesepakatan mereka. Penggunaan mekanisme penyelesaian secara damai
tersebut hanyalah berlaku untuk sengketa di bidang perdata dan tidak berlaku
untuk sengketa di bidang pidana.
Dalam rangka melindungi hak keperdataan para pihak yang bersengketa, Pasal
36 UU No. 18/1999 mengatur ketentuan bahwa penyelesaian sengketa jasa
konstruksi
dapat
ditempuh
melalui
pengadilan
atau
di
luar
pengadilan
berdasarkan plihan secara sukarela para pihak yang bersengketa dan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan tersebut tidak berlaku terhadap tindak
pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Guna mencegah terjadinya putusan yang berbeda mengenai suatu sengketa jasa
konstruksi untuk menjamin kepastian hukum, jika dipilih upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak
yang bersengketa.
2.6.2. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk :
a. masalah-masalah
yang
timbul
dalam
kegiatan
pengikatan
dan
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; serta
b. dalam hal terjadi kegagalan bangunan.
2 - 30
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa, penyelesaian
sengketa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi di luar pengadilan dapat
dilakukan dengan cara :
a. melalui pihak ketiga, yaitu :
1) mediasi (yang ditunjuk oleh para pihak atau oleh Lembaga Arbitrase dan
Lembaga Alternatif Penyelesaian SengketaI;
2) konsiliasi; atau
b. arbitrase melalui Lembaga Arbitrase atau Arbitrase Ad Hoc.
Penunjukan pihak ketiga tersebut dapat dilakukan sebelum sesuatu sengketa
terjadi, yaitu dengan menyepakatinya dan mencantumkannya dalam kontrak kerja
konstruksi.
Dalam hal penunjukan pihak ketiga dilakukan setelah sengketa terjadi, maka hal
itu harus disepakati dalam suatu akta tertulis yang ditandatangani para pihak
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pihak ketiga
tersebut dapat dibentuk oleh Pemerintah dan/atau masyarakat jasa konstruksi.
Penyelesaian sengketa secara mediasi atau konsiliasi tersebut dapat dibantu
penilai ahli untuk memberikan pertimbangan profesional aspek tertentu sesuai
kebutuhan.
Penyelesaian sengketa dengan menggunakan bantuan mediator dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. oleh satu orang mediator;
b. mediator ditunjuk berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa;
c. mediator tersebut harus mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi;
d. apabila diperlukan, mediator dapat minta bantuan penilai ahli;
e. mediator bertindak sebagai fasilisator yaitu hanya membimbing para pihak
yang
bersengketa
untuk
mengatur
pertemuan
dan
mencapai
suatu
kesepakatan yang dituangkan dalam kesepakatan tertulis.
Penyelesaian sengketa dengan menggunakan bantuan konsiliator dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. oleh seorang konsiliator;
b. konsiliator ditunjuk berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa;
2 - 31
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
c. konsiliator harus mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi;
d. konsiliator menyusun dan merumuskan upaya penyelesaian untuk ditawarkan
kepada para pihak;
e. jika rumusan tersebut disetujui oleh para pihak, maka solusi yang dibuat
konsiliator menjadi rumusan pemecahan masalah yang dituangkan dalam
kesepakatan tertulis.
Semua kesepakatan tertulis dalam penyelesaian sengketa melalui alternatif
penyelesaian
sengketa
melalui
mediator
dan
konsiliator
tersebut
yang
ditandatangani kedua belah pihak bersifat final dan mengikat para pihak untuk
dilaksanakan dengan itikad baik.
Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa arbitrase dilakukan melalui
arbitrase sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan putusan
arbitrase bersifat final dan mengikat.
Jika dibandingkan dengan lembaga pengadilan maka lembaga arbitrase
mempunyai beberapa kelebihan antara lain :
a. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;
b. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal yang bersifat
prosedural dan administrtif;
c. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut mereka diyakini mempunyai
pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang relevan dengan masalah
yang disengketakan, di samping jujur dan adil;
d. para pihak dapat menetukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya
termasuk proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase;
e. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dengan tata
cara (prosedur) yang sederhana dan langsung dapat dilaksanakan.
Badan arbitrase nasional di Indonesia yang bertugas menyelesaikan sengketa
dagang baik yang bersifat domestik maupun internasional adalah Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) yang didirikan atas prakarsa Kamar Dagang dan
Industri Indonesia (KADIN) dan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
yang didirikan atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
2 - 32
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2.6.3. Sangsi
Atas pelanggaran Undang-undang Jasa Konstruksi tersebut, kepada para
penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sangsi berupa dan atau denda
dan atau pidana.
Sangsi administratif dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi;
e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi.
Sangsi administratif dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
d. larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi;
e. pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
f.
pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Sangsi pidana atau denda dapat dikenakan kepada barang siapa yang :
a. melakukan
perencanaan
pekerjaan
konstruksi
yang
tidak
memenuhi
ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi
atau kegagalan bangunan;
b. melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan
keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaann
konstruksi atau kegagalan bangunan;
c. melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja
memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan
konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan
menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan
bangunan.
2 - 33
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
2.7.
UUJK, SMK3 dan PDL
Etika Profesi
2.7.1. Umum
Perkembangan Kegiatan Jasa Konstruksi merupakan suatu tantangan bagi
pelaku-pelaku kegiatan tersebut yang harus dicermati dan diantisipasi dengan
baik dan secara sungguh-sungguh, karena pada saat ini para pelaku-pelaku jasa
konstruksi di Indonesia menghadapi dua sisi tantangan, tantangan dari luar (arus
globalisasi) dan tantangan dari dalam yang merupakan tantangan dirinya sendiri
(profesionalisme), yang kesemuanya itu harus dapat diatasi dengan tepat dan
cepat.
Dalam profesionalitas pelaku jasa konstruksi harus ditingkatkan kesadaran
terhadap nilai, kepercayaan dan sikap yang mendukung seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan jabatan kerja yang dimilikinya, dimana
etika dalam berkarya termasuk pada pelaksanaan kegiatan konstruksi dilapangan;
pelaku-pelaku jasa konstruksi harus tampil dengan sikap moral yang tinggi, untuk
dapat menghasilkan pekerjaan yang sesuai dengan standar dan spesifikasi yang
diberikan.
Etika adalah berasal dari kata ethics dari bahasa Yunani yaitu „Ethos“ yang berarti
kebiasaan atau karakter. Dalam pelaksanaan konstruksi seorang tenaga kerja
perlu
memiliki etika atas
perilaku moral dan keputusan yang menghormati
lingkungan, dan mematuhi peraturan lainnya dalam kegiatan masa konstruksi,
dengan kata lain seorang tenaga kerja jasa konstruksi perlu mempunyai nilai
moralitas, yang berarti sikap, karakter atau tindakan apa yang benar dan salah
serta apa yang harus dikerjakannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya
untuk hidup dilingkungan sosial mereka dalam melaksanakan kegiatan pekerjaan
tersebut.
Masing-masing orang misalnya Pelaksana Saluran Irigasi, Teknisi Penghitung
Kuantitas, pekerja, konsultan pengawas atau direksi teknik dan masyarakat
pengguna irigasi, mempunyai serangkaian nilai yang dimiliki masing-masing
individu;
masing-masing individu menggabungkan nilai pribadi kedalam suatu
sistem sebagai suatu hasil dan sikap yang saling mempengaruhi dan saling
merefleksikan pengalaman dan intelegensinya sehingga terbentuk suatu kegiatan
secara sinergi.
2 - 34
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2.7.2. Nilai-nilai Profesional
Pelaksana Konstruksi, termasuk bagian dari pada itu, merupakan suatu profesi
yang didasarkan pada perhatian, nilai profesional berkaitan dengan kompetensi,
dimana nilai-nilai moral yang universal dikembangkan menjadi kode etik profesi
yang didasarkan pada pengalaman dalam setiap pelaksanaan konstruksi di
beberapa tempat/wilayah.
Etika
Etik menentukan sikap yang benar, mereka berkaitan dengan apa yang
″seharusnya“ atau ″harus“ dilakukan. Etika tidak seperti hukum yang harus
berkaitan dengan aturan sikap yang merefleksi prinsip-prinsip dasar yang benar
dan yang salah dan kode-kode moralitas.
Etika didisain untuk memproteksi hak asasi manusia. Dalam seluruh pekerjaan
bidang sumber daya air, etika memberi standar profesional kegiatan pelaksanaan
konstruksi; standar-standar ini memberi keamanan dan jaminan bagi pelaksana
konstruksi maupun pengguna prasarananya (masyarakat).
Meskipun etika dan moral sering digunakan bergantian, para ahli Etika
membedakannya, dimana Etika menunjuk pada keadaan umum dan serangkaian
peraturan dan nilai-nilai formal, sedangkan moral merupakan nilai-nilai atau
prinsip-prinsip dimana seseorang secara pribadi menjalankannya (Jameton 1984
Etika profesi).
2.7.3. Kode Etik Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI)
1. Selalu menjunjung tinggi dan mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga AKI.
2. Berperilaku sebagai Kontraktor Nasional yang menghormati dan menghargai
profesinya.
3. Bertindak untuk tidak mempengaruhi/memaksakan dalam memenangkan
tender atau mendapatkan kontrak.
4. Bertindak untuk tidak memberi atau menerima imbalan dalam memenangkan
tender atau mendapatkan kontrak.
5. Bertindak untuk tidak mendapatkan harga penawaran dan/atau data tender
sesama anggota yang masih dirahasiakan.
6. Bertindak untuk tidak merubah harga/kondisi penawaran setelah tender
ditutup.
2 - 35
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
7. Bertindak untuk tidak saling membajak tenaga kerja maupun tenaga ahli
sesama anggota.
8. Bertindak untuk menjabat secara sengaja baik langsung maupun tidak
langsung nama baik, kesempatan dan usaha sesama anggota.
9. Berpartisipasi dalam tukar menukar informasi, mengadakan latihan dan
penelitian
mengenai
syarat-syarat
kontrak,
Teknologi
dan
Tata
cara
pelaksanaan sebagai bagian dari tanggung jawab kepada masyarakat dan
Industri Jasa Konstruksi.
2.7.4. Kode Etik Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI)
Menyadari peran sebagai pelaksana konstruksi yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari masyarakat jasa konstruksi pada khususnya dan rakyat Indonesia
pada umumnya dan dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi nasional
yang sehat untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945, GAPENSI menetapkan Kode Etik yang merupakan pedoman
perilaku bagi para anggota di dalam menghayati dan melaksanakan tugas dan
kewajiban masing-masing, dengan nama “Dasa Brata“, sebagai berikut :
1. Berjiwa Pancasila yang berarti satunya kata dan perbuatan didalam
menghayati dan mengamalkannya
2. Memiliki kesadaran nasional yang tinggi, dengan mentaati semua perundangundangan dan peraturan serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela
ataupun melawan hukum
3. Penuh rasa tanggung jawab di dalam menjalankan profesi dan usahanya.
4. Bersikap adil, wajar, tegas, bijaksana dan arif serta dewasa dalam bertindak
5. Tanggap terhadap kemajuan dan selalu beriktiar untuk meningkatkan mutu,
keahlian, kemampuan dan pengabdian masyarakat.
6. Didalam menjalankan usahanya wajib berupaya agar pekerjaan yang
dilaksanakannya dapat berdaya guna dan berhasil guna
7. Mematuhi segala ketentuan ikatan kerja dengan pengguna jasa yang
disepakati bersama
8. Melakukan persaingan yang sehat dan menjauhkan diri dari praktek-praktek
tidak terpuji, apapun bentuk, nama dan caranya
9. Tidak menyalahgunakan kedudukan, wewenang dan kepercayaan yang
diberikan kepadanya
10. Memegang teguh disiplin, kesetiakawanan dan solidaritas organisasi.
2 - 36
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2.7.5. Kode Etik Persatuan Insinyur Indonesia (PII)
Kode Etik PII (Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia) :
Empat Prinsip Dasar :
1. Mengutamakan keluruhan budi
2. Menggunakan
pengetahuan
dan
kemampuan
untuk
kepentingan
kesejahteraan umat manusia
3.
Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya
4. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional
keinsinyuran
Tujuh Tuntutan Sikap :
1. Mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyrakat
2. Bekerja sesuai kompetensinya
3. Hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan
4. Menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab
tugasnya
5. Membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing
6. Memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi
7. Mengembangkan kemampuan profesional
2.7.6. Kode Etik Himpunan Ahli Teknik Hidrolika Indonesia (HATHI)
1. Latar Belakang
Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2000 tentang usaha dan Peran
Masyarakat Jasa Konstruksi mengisyaratkan bahwa asosiasi profesi wajib
memiliki dan menjunjung tinggi kode etik profesi.
HATHI sebagai asosiasi profesi memiliki Kode Etik yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga
HATHI.
Kode Etik HATHI diturunkan dari visi tentang norma dan nilai luhur anggota
HATHI dalam melaksanakan semua kegiatan profesinya.
2 - 37
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2. Kaidah Dasar
1. Mengutamakan keluhuran budi
2. Menggunakan
pengetahuan
dan
kemampuan
untuk
kepentingan
kesejahteraan masyarakat
3. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional
teknik keairan.
3. Sikap
1. Senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat
2. Senantiasa bekerja sesuai dengan kompetensi
3. Senantiasa menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan
4. Senantiasa menghindari pertentangan kepentingan dalam tugas dan
tanggung jawab
5. Senantiasa membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan
6. Senantiasa memegang teguh kehormatan, integrtas dan martabat profesi
7. Senantiasa mengembangkan kemampuan profesi.
Sesuai ketentuan Anggaran Dasar HATHI, anggota HATHI wajib menjunjung
tinggi dan melaksanakan Kode Etik HATHI.
4. Tata Laku Anggota
Pemilik sertifikat HATHI adalah anggota HATHI. Karenanya pemilik sertifikat
HATHI wajib tunduk dan menjunjung tinggi Kode Etik HATHI
Pelanggaran terhadap kode etik HATHI dapat mengakibatkan sangsi
pencabutan keanggotaan HATHI yang pada akhirnya secara hukum akan
menggugurkan kepemilikan sertifikat HATHI.
2 - 38
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2.7.7. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Tentang Jasa Konstruksi
1. Tanggung Jawab Profesional
Tanggung jawab profesional sesuai dengan UUJK adalah sebagai berikut :
TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL
AZAS
PARA
PELAKU
Bertanggung jawab
sesuai dengan kaidah
keilmuan, kepatuhan
dan kejujuran
intelektual dalam
menjalankan
profesinya dengan
mengutamakan
kepentingan umum.
UUJK Pasal 11 (2).
1. Badan Usaha
2. Orang
perseorangan/
Tenaga kerja
Konstruksi
MACAM TANGGUNG
JAWAB
1. Pada tahap pelaksanaan konstruksi
tanggung-jawab
kegagalan pekerjaan
konstruksi
2. Setelah selesai
pelaksanaan
pekerjaan konstruksi
tanggung jawab
kegagalan bangunan
UUJK Pasal 5 (1)
UUJK Pasal 11, 22, 25 &
26, PP Penyelenggaraan
Jasa Konstruksi
SANGSI
1. Sangsi
Administrasi
2. Sangsi Pidana
3. Ganti rugi pada
pihak yang
dirugikan
UUJK Pasal 41, 42 &
43
Tanggung jawab profesional sesuai dengan UUJK harus dilandasi oleh prinsipprinsip keahlian sesuai kaidah keilmuan dan kejujuran intelektual dan bagi
anggota HATHI sebagai tenaga profesional harus bertindak berdasarkan Kode
Etik Asosiasi. Pelaksanaan tanggung jawab profesional bagi tenaga profesional
HATHI akan terjadi pada setiap tahapan kegiatan pekerjaan konstruksi, dimulai
dari
perencanaan,
pelaksanaan
beserta
pengawasannya
dan
tahap
operasional/pemanfaatan.
2 - 39
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2. Pengakuan Profesi dan Tanggung Jawab Hukum
Korelasi keterkaitan antara pengakuan profesi secara hukum dengan tanggung
jawab hukum yang diatur dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi dapat
digambarkan sebagai berikut :
PENGAKUAN
PROFESI SECARA
HUKUM
UUJK Pasal 8
Badan Usaha harus memiliki sertifikat,
klasifikasi dan kualifikasi perusahaan
jasa konstruksi.
UUJK Pasal 9
Orang perseorangan/tenaga kerja
konstruksi (Perencana, Pengawas dan
Pelaksana) harus memiliki sertifikat
keahlian atau sertifikat keterampilan.
TANGGUNG
JAWAB HUKUM
SANGSI
UUJK Pasal 11
Badan usaha dan orang
perseorangan harus bertanggung
jawab terhadap hasil pekerjaannya
UUJK Pasal 42
ADMINISTRATIF
PROFESI
UUJK Pasal 43
PIDANA
KEGAGALAN BANGUNAN
UUJK Pasal 25
Pengguna jasa dan penyedia jasa
wajib bertanggung jawab atas
kegagalan bangunan
SANGSI
UUJK Pasal 26
1. Perencanaan atau pengawas
kontruksi wajib bertanggung jawab
sesuai bidang profesi dan dikenakan
ganti rugi atas kegagalan bangunan
akibat kesalahannya
2. Pelaksana konstruksi wajib
bertanggung jawab sesuai bidang
usaha dan dikenakan ganti rugi atas
kegagalan bangunan akibat
kesalahannya.
UUJK Pasal 27
Pengguna jasa wajib bertanggung jawab
dan dikenakan ganti rugi atas kegagalan
bangunan akibat kesalahannya yang
menimbulkan kerugian bagi pihak lain
UUJK
UUJK
PasalPasal
26, 27
26, 27
GANTI
RUGI
GANTI RUGI
SISTEM
PERTANGGUNGAN
UNTUK GANTI RUGI
2 - 40
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2.8.
Etos Kerja
2.8.1. Umum
Menghayati makna “Etos Kerja” akan dapat mengungkapkan suatu persepsi, apa
dan bagaimana seharusnya melaksanakan tugas pekerjaan dengan sebaikbaiknya.
Agar mampu dan mau melakukan tugas pekerjaan pertama kali dituntut
mempunyai “kompetensi”, dan apabila telah melekat wewenang, tanggung
jawab,kewajiban dan hak, maka dapat disebut “kompeten”.
Dengan demikian orang perorang atau kelompok orang dalam suatu kelembagaan
yang mempunyai kompetensi dan telah melekat wewenang, tanggung jawab,
kewajiban dan hak maka orang per orang atau kelompok orang dalam suatu
kelembagaan dapat dikatakan sebagai yang kompeten.
Dalam rangka melakukan tugas yang sebaik-baiknya, diharapkan para pelakunya
menghayati bahwa tugas pekerjaan yang dibebankan di atas pundaknya sebagai
“amanah” yang harus dipertanggung jawabkan di dunia dan akhirat, khususnya
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan manusia atau kelompok manusia yang
memberikan amanah.
Tanggung jawab yang dimaksud meliputi :
-
Tanggung jawab di dunia akan ditandai dengan : taat dan patuh pada kaidah
normatif yang mengikat yang dalam hal ini dapat dirumuskan sebagai :
Disiplin kerja.
-
Tanggung jawab diakhirat ditandai dengan rasa tanggung jawab kepada
Tuhan Yang Maha Esa ditandai dengan menjalankan ajaran agamanya secara
khusuk, ada yang dilengkapi dengan tanggung jawab budaya suatu suku atau
sekelompok masyarakat yang membentuk kepribadiannya dan ada juga terikat
dengan rasa tanggung jawabnya terhadap kebesaran dan keluhuran dari
nenek moyang leluhurnya.
Untuk dapat mempertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dapat
dilakukan antara lain, setiap individu manusia yang mendapat ”amanah”
melakukan tugas pekerjaan, seyogyanya selalu diawali ”niat” menjalankan tugas
pekerjaan semoga menjadi ”amal ibadah” yang selalu mendapat bimbingan dan
ridho dari Tuhan Yang Maha Esa yang selanjutnya dapat diterima dan menjadi
amal ibadah.
Modal utama dapat menjalankan tugas pekerjaan yang dapat dipertanggung
jawabkan dihadapan Tuhan Yang Maha Esa adalah : Iman dan Taqwa,
2 - 41
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
menjalankan perintah dan meninggalkan larangan yang diajarkan agama. Prinsip
ini kiranya cukup tepat untuk masyarakat bangsa Indonesia yang mempunyai
filsafat hidup berbangsa dan bernegara di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), yaitu : PANCASILA, dimana sila pertama mengamanatkan :
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.8.2. Disiplin Kerja
1.
Pengertian
Disiplin adalah suatu sikap yang menunjukan kesediaan untuk mematuhi,
menepati dan mendukung nilai dan kaidah atau peraturan yang berlaku
dalam suatu masyarakat tertentu dalam kurun waktu tertentu (Ensiklopedi
Indonesia)
Dari pengertian tersebut di atas, beberapa hal yang perlu kita ketahui
tentang hakekat disiplin adalah :
a. Nilai dan Kaidah
Nilai adalah suatu konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik atau
buruk, salah atau benar, adil atau tidak adil bagi suatu masyarakat.
Sedangkan kaidah atau peraturan adalah suatu nilai yang dibakukan
menjadi pedoman untuk berprilaku dan bertindak terhadap sesama
manusia dan lingkungannya
a1.
Wujud disiplin selain kaidah atau peraturan
Identik dengan kaidah atau peraturan adalah bisa berupa : fungsi
lembaga-tujuan lembaga, program kerja, tugas atau uraian kerja.
Karena hal tersebut juga berfungsi sebagai pedoman dalam
melakukan kegiatan dan bertindak seseorang dalam suatu
lingkungan kerja
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa menegakan
disiplin pada suatu lembaga adalah tidak hanya terlihat dari sikap
mematuhi, menepati dan mendukung kaidah atau peraturan yang
berlaku. Namun juga harus nampak pada kepatuhan, ketepatan
dan dukungan terhadap: fungsi lembaga – tujuan lembaga –
program kerja – tugas atau uraian kerja yang telah direncanakan.
2 - 42
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
a2.
UUJK, SMK3 dan PDL
Fungsi kaidah atau peraturan
Adanya kaidah atau peraturan di dalam kehidupan bermasyarakat
adalah sebagai sarana pengendalian sosial agar dalam kehidupan
bermasyarakat tercipta suasana “ketertiban” dan ketentraman”
Secara sosiologis, menurut Soerjono Soekamto mengemukakan
bahwa “ketertiban” itu terlihat apabila suatu masyarakat :

Ada kaidah yang jelas dan tegas

Ada konsistensi dalam pelaksanaan kaidah

Ada
keteraturan
(penataan
secara
sistematik)
dalam
memproyeksikan arah kemasyarakatan

Ada sistem pengendalian yang mantap

Ada stabilitas yang nyata atau tidak semu

Ada proses social yang kondusif

Tidak adanya perubahan yang sering terjadi

Tidak adanya kaidah yang tumpang tindih

Tidak adanya standar ganda dalam penerapan kaidah atau
peraturan
Adapun “Ketentraman” yang dimaksud adalah keadaan batin warga
masyarakat bebas dari rasa kuatir, kecewa atau frustasi dan konflik
dalam diri seorang menghadapi dua pilihan yang serba menyulitkan
atau serba tidak mengenakan
a3.
Prasyarat menegakkan kaidah atau peraturan
Prasyarat menegakkan kaidah atau peraturan (disiplin) ada 4 aspek
yang harus diperhatikan secara seimbang, yakni :

Kaidah atau peraturannya itu sendiri harus jelas dan tegas

Kesadaran warga untuk mematuhi harus ada

Sarananya harus menunjang

Petugas yang menegakkan kaidah harus arif (professional)
dalam melaksanakannya.
2 - 43
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
b. Sikap
b1. Pengertian
Sikap adalah suatu disposisi atau keadaaan mental di dalam jiwa
dan diri individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik
lingkungan manusia, alam sekitarnya dan fisiknya)
Sikap itu walaupun berada dalam diri seorang individu, biasanya
juga dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan sering juga bersumber
pada sistem nilai-budaya.
Suatu sistem nilai budaya yang mempengaruhi terhadap sikap
individu, terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup didalam alam
pikiran sebagian besar masyarakat mengenai hal-hal yang harus
mereka anggap bernilai dalam hidup
Misalnya, nilai-budaya (tradisional) dalam adat istiadat kita yang
terlampau banyak berorientasi vertikal terhadap orang-orang
pembesar, orang-orang berpangkat tinggi dan orang-orang tua atau
senior. Akan membentuk atau mempengaruhi sikap warga
masyarakat untuk patuh, menurut dan tidak berani memberikan
komentar pimpinannya.
Contohnya nilai-budaya yang demikian bagi suatu masyarakat
tertentu dan dalam kurun waktu tertentu menganggap sebagai nilaibudaya yang baik. Namun pada masyarakat dan kurun waktu yang
lain bisa beranggapan sebagai nilai-budaya yang buruk. Bagi suatu
masyarakat yang memandang nilai-budaya tersebut buruk karena
nilai-budaya yang demikian akan membentuk sikap.

Solidaritas sapulidi, yaitu solidaritas yang hanya terkonsentrasi
pada bagian atas dan solidaritas yang hanya tergantung pada
tali pengikatnya, begitu tali pengikat kendor, kendor pula
solidaritasnya

Tak berdisiplin murni, yakni hanya berdisiplin karena takut ada
pengawasan dari atas. Pada saat pengawasan itu kendor atau
tidak ada maka hilanglah juga hasrat murni dalam jiwanya untuk
secara ketat mentaati peraturan

Tidak bertanggung jawab, dalam artian, tumbuhnya rasa
tanggung
jawab
karena
adanya
ikatan
batin
dengan
2 - 44
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
pimpinannya. Namun bila ikatan batin tersebut longgar, maka
longgar pula rasa tanggung jawabnya.
b2.
Sikap yang dibutuhkan dalam menegakan disiplin
Untuk memahami salah satu sikap yang dibutuhkan dalam
menegakan disiplin, permasalahannya bukan terletak kepada arti
mematuhi peraturan yang ada. Namun harus berorientasi pada
pertanyaan “Apakah sebabnya orang harus mentaati kaidah
peraturan”. Dengan memahami jawabannya atas pertanyaan itulah
maka potensi orang untuk mematuhi peraturan akan tumbuh dan
berkembang.
Sebagai Ahli K3 Konstruksi ada panggilan dan juga amanah yang harus
dilaksanakan dengan penuh integritas disertai keihlasan dalam bersikap
dan bertindak karena tugas pekerjaannya menyangkut kemanusiaan
demi
keselamatan
menyangkut
dan
beberapa
kesehatan
insan
kerja
manusia
yang
(keluarga
ujung-ujungnya
dan
saudara-
saudaranya) dibalik tenaga kerja yang harus dijamin ”rasa aman, selamat
dan sehat” dalam melaksanakan tugasnya.
Panggilan dan amanah ini diharapkan sebagai landasan motivasi untuk
melaksanakan tugas pekerjaan yang menghasilkan produk terbaik pada
saat itu (tidak pernah merasa puas) yang dijiwai etika profesi, integritas,
moral, iman dan taqwa serta peduli lingkungan.
2.8.3. Mematuhi Kaidah atau Peraturan
Filsafat hukum mencoba mencari dasar kekuatan mengikat dari pada kaidah atau
peraturan, yaitu apakah dipatuhinya kaidah atau peraturan itu disebabkan oleh
karena peraturan itu dibentuk oleh pejabat yang berwenang atau memang
masyarakatnya mengakuinya karena dinilai kaidah atau peraturan tersebut
sebagai suatu kaidah atau peraturan yang hidup didalam masyarakat itu?
Dalam hubungan dengan pertanyaan yang pertama terdapat beberapa teori
penting yang patut diketengahkan.
2 - 45
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
1) Teori Kedaulatan Tuhan (Teokrasi)
Teori kedaulatan Tuhan yang langsung berpegang kepada pendapat bahwa :
“Untuk segala kaidah atau peraturan adalah kehendak Tuhan. Tuhan
sendirilah yang menetapkan kaidah atau peraturan dan pemerintahpemerintah duniawi adalah pesuruh-pesuruh kehendak Tuhan.
Kaidah atau peraturan dianggap sebagai kehendak atau kemauan Tuhan.
Manusia sebagai salah satu ciptaan-Nya wajib taat pada kaidah atau peraturan
Tuhan ini.
Teori kedaulatan Tuhan yang bersifat langsung ini hendak membenarkan
perlunya peraturan yang dibuat oleh raja-raja yang menjelmakan dirinya
sebagai Tuhan didunia. Harus ditaati oleh setiap penduduknya. Sebagai
contoh raja-raja Fir’aun.
Teori Kedaulatan Tuhan yang tidak langsung, menganggap raja-raja bukan
sebagai Tuhan akan tetapi wakil Tuhan didunia. Dalam kaitan ini, dengan
sendirinya juga karena bertindak sebagai wakil, semua kaidah atau peraturan
yang dibuatnya wajib pula ditaati oleh segenap warganya. Pandangan ini
walau berkembang hingga jaman Renaissance, namun hingga saat ini masih
juga ada yang berdasarkan otoritas peraturan pada faktor Ketuhanan itu.
2) Teori Perjanjian Masyarakat
Pada pokoknya teori ini berpendapat bahwa orang taat dab tunduk pada
kaidah atau peraturan oleh karena berjanji untuk mentaatinya. Kaidah atau
peraturan diangggap sebagia kehendak bersama, suatu hasil konsensus
(perjanjian) dari segenap anggota masyarakat.
Tentang perjanjian ini, terdapat perbedaan pendapat antara Thomas Hobbes,
John Locke dan J.J Rousseau.
Dalam bukunya “De Give” (1642) dan Leviathan” (1651), Thomas Hobbes
membentangkan pendapat yang intinya sebagai berikut :
Pada mulanya manusia itu hidup dalam suasana bellum omnium contra
omnes, selalu dalam keadaan perang (saling bunuh membunuh, saling sikutmenyikut). Agar tercipta suasana damai tentram. Lalu diadakan perjanjian
diantara mereka (Pactum Unionis). Setelah itu disusul perjanjian antara semua
dengan seseorang tertentu (pactum subjectionis) yang akan diserahi
2 - 46
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
kekuasaan untuk memimpin mereka. Kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin
ini adalah mutlak. Timbulah kekuasaan yang bersifat absolut.
Konstruksi John Lock dalam bukunya “Two Treatises on Civil Government”
(1690), agak berbeda karena pada waktu perjanjian itu disertakan pula syaratsyarat yang antara lain kekuasaan yang diberikan dibatasi dan dilarang
melanggar hak-hak azasi manusia. Teorinya menghasilkan kekuasaan raja
yang dibatasi oleh konstitusi.
J.J. Rousseau dalam bukunya “Le Contrak Social on Principes de Droit
Politique” (1672), berpendapat bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh anggota
masyarakat tetap berada pada individu-individu dan tidak diserahkan pada
seseorang tertentu secara mutlak atau dengan persyaratan tertentu.
Konstruksi yang dihasilkannya ialah pemerintahan demokrasi langsung. Tipe
pemerintahan seperti ini hanya sesuai dengan Negara dengan wilayah sempit
dan penduduknya sedikit. Pemikirannya tidak dapat diterapkan untuk suatu
Negara modern dengan wilayah Negara yang luas dan banyak penduduknya.
3) Teori Kedaulatan Negara
Pada intinya teori ini berpendapat bahwa ditaatinya kaidah atau peraturan itu
karena Negara menghendakinya
Hans Kelsen misalnya dalam bukunya Hauptprobleme der Staatslehre (1811),
Das Problem der Souveranitat und die Theori des Volkerects (1920),
Allegemeine Staatsleher (1925) dan Reine Rechstlehre (1934), menganggap
bahwa kaidah atau peraturan itu merupakan “Wille des Staates” orang tunduk
pada kaidah atau peraturan karena merasa wajib mentaatinya karena kaidah
atau peraturan itu adalah kehendak Negara
4) Teori Kedaulatan Hukum
Kaidah atau peraturan mengikat bukan karena Negara menghendakinya akan
tetapi karena merupakan perumusan dari kesadaran kaidah atau peraturan
rakyat. Berlakunya kaidah atau peraturan karena niat bathinnya yaitu
menjelma di dalam kaidah atau peraturan itu.
Pendapat ini diutarakan oleh Prof. Mr. H. Krabbe dalam bukunya “Die Lehre
der Rechtssouveraniatat (1906)”.
2 - 47
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Selanjutnya beliau berpendapat bahwa kesadaran kaidah atau peraturan yang
dimaksud berpangkal pada perasaan kaidah peraturan setiap individu yaitu
perasaan bagaimana seharusnya peraturan itu.
Terdapat banyak kritik terhadap pendapat diatas. Pertanyaan-pertanyaan
berkisar pada apa yang dimaksud dengan kesadaran kaidah atau peraturan
bagian terbesar dari anggota masyarakat jadi bukan perasaan kaidah atau
peraturan itu?
Prof. Krabbe mencoba menjawab dengan mengetengahkan perumusan baru
yaitu bahwa kaidah atau peraturan itu berasal dari perasaan kaidah atau
peraturan terbesar dari anggota masyarakat jadi bukan perasaan kaidah atau
peraturan setiap individu.
Seorang muridnya yang terkenal Prof. Mr. R. Kraneburg dalam bukunya
“Positief Recht an Rechbewustzij (1928) berusaha membelanya dengan
teorinya yang terkenal “azas keseimbangan” (evnredigheidspostulat).
5). Type Kepatuhan
Dalam berkehidupan bermasyarakat, kepatuhan terhadap kaidah atau
peraturan dapat dipilah-pilahkan menjadi 3 yakni :
1. Kepatuhan internal, kepatuhan yang timbul daro dalam diri seseorang
2. Kepatuhan eksternal, kepatuhan yang timbul dari pengaruh luar
3. Kepatuhan semu, yakni type kepatuhan yang pada saat ada pengawasan
atau yang secara formalitas tidak dapat dibuktikan adanya penyimpangan
namun yang sebenarnya tidak sedikit yang dipalsukan.
2.8.4. Kecenderungan Orang Tidak Disiplin
Untuk memberikan jawaban mengapa kebanyakan orang cenderung untuk tidak
disiplin dapat dilihat dari beberapa sudut pandang keilmuan, yakni :
1) Pakar Anthropologi Budaya, Koentjaraningrat, mengemukakan pendapat
bahwa Revolusi kita, serupa dengan semua revolusi yang terjadi dalam
sejarah
manusia,
telah
membawa
akibat-akibat
post-revolusi
berupa
kerusakan-kerusakan mental dan fisik, dalam masyarakat bangsa kita.
Salah satu diantaranya, nilai-budaya yang terlampau banyak berorientasi
vertikal ke arah atasan. Mengapa? Karena nilai-budaya yang terlampau
2 - 48
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
berorientasi vertikal kearah atasan akan mematikan jiwa yang ingin berdiri
sendiri dan berusaha sendiri. nilai yang seperti ini juga akan tumbuhnya rasa
disiplin murni, karena orang hanya akan taat kalau pengawasan tadi menjadi
kendor atau pergi
2) Dari sudut sosiologis. Soedjito, sosiolog yang tidak diragukan reputasinya,
mengemukakan suatu prespektif sosiologis, sebagai berikut :
Masalah sosial : (kedisiplinan) adalah merupakan resultante dari berbagai
faktor di dalam masyarakat yang sedang mencari bentuk dan kepribadian,
karena tidak adanya keajegan yang dapat dipegang sebagai pengarahan, bisa
menimbulkan dis-organisasi sosial dan bentuk alienation.
Alienation dalam bentuk frustasi bisa menimbulkan sikap asosial terhadap
orang lain.
Sikap asosial bisa melahirkan tata nilai moralitas yang beranggapan bahwa
menjadi jago atau melanggar peraturan merupakan suatu hal yang patut
dibanggakan.
Dalam kondisi sosial yang demikian, akan terjadi lomba ketangkasan
meningkatkan kuantitas dan kualitas kejahatan. Seperti keadaan masyarakat,
bahwa kejahatan itu tidak hanya dilakukan oleh orang yang tidak mapan
ekonominya saja. Namun orang yang sudah mapan ekonominyapun juga
melakukan kejahatan yang lazim disebut white colar crime.
Selanjutnya Soedjito mengemukakan bahwa, masyarakat yang kehilangan
pegangan akan mudah menimbulkan anomi, keadaan anomi ialah keadaan di
mana norma-norma social tidak mempunyai kekuatan untuk mengatur
masyarakat.
3) Soerjono Soekamto, didalam bukunya Sosiologi Hukum, menyatakan :
Bahwa timbulnya perilaku menyimpang kaidah sosial dalam masyarakat
adalah dapat dipengaruhi oleh 4 aspek, yaitu :
a) Kaidah sosial (hukumnya) itu sendiri harus terinci secara jelas dan tegas
sehingga mampu berfungsi sebagai pengendalian sosial atau terciptanya
suasana ketertiban dan ketentraman
Sikap Penegak Hukum, juga menentukan terwujudnya fungsi sebagai
pengendalian sosial. Karena dalam kehidupan masyarakat, walaupun
hukumnya sudah terinci secara jelas dan tegas tapi kalau sikap atau
semangat penegak Hukumnya bertindak atau berbuat yang menyimpang
juga tidak mempunyai arti.
2 - 49
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
b) Sarana dan prasarananya juga harus menunjang
c) Kesadaran
hukum
warga
masyarakatnya
juga
harus
ditumbuh
kembangkan
Keempat aspek tersebut harus mendapatkan perhatian yang seimbang,
karena bila salah satu aspek saja terabaikan tidak mungkin terwujud
tegaknya hukum (disiplin) dalam suatu masyarakat.
2.8.5. Menepati
Salah satu wujud seseorang itu patuh pada kaidah atau peraturan yang ada
adalah menepati. Adapun therminologi menepati adalah suatu perbuatan atau
tindakan yang sesuai dengan kaidah atau peraturan yang berlaku
Kemudian muncul pertanyaan : mengapa kita harus menepati kaidah atau
peraturan?
Secara hukum, kalau suatu kaidah (atau program yang telah direncanakan) telah
disepakati
sebagai
kehendak
bersama
atau
sebagai
konsensus,
maka
keseluruhan warga masyarakat (warga lembaga) tersebut telah mengikatkan diri
atau telah terikat oleh hasil konsensus tersebut. Dengan demikian mereka
mempunyai kewajiban moral untuk menepati hasil consensus tersebut.
Menurut
Prof.
Eggens
yang
terkenal
dengan
teorinya
“konsensualisme”
mengemukakan, bahwa keharusan menepati kaidah atau peraturan adalah suatu
tuntutan kesusilaan merupakan suatu puncak peningkatan martabat manusia yang
tersimpul dalam pepatah een man een man een word een word, artinya, dengan
diletakkannya kepercayaan pada seseorang, maka orang tersebut telah
ditingkatkan martabatnya setinggi-tingginya.
Dengan landasan teori termaksud di atas, jawaban mengapa orang harus
menepati kaidah atau peraturan adalah karena suatu kesusilaan dan merupakan
suatu puncak peningkatan martabat manusia
2.8.6. Mendukung
Mendukung adalah sikap partisipasi aktif dalam melaksanakan nilai dan kaidah
(fungsi, tugas atau uraian kerja).
Partisipasi aktif, merupakan suatu proses kegiatan yang hidup dan berkembang,
oleh karena itu partisipasi pasif (tidak menolak program-program yang
2 - 50
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
direncanakan namun tidak ada prakarsa) harus dihilangkan. Dan sebaliknya
partisipasi aktif perlu dipertumbuh-kembangkan.
Adapun langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka menumbuh
kembangkan partisipasi adalah :
1) Identifikasi dan klasifikasi jenis-jenis partisipasi
2) mewadahi partisipasi agar kegairahan berpartisipasi tidak melayang, misalnya
wadah partisipasi buah pikiran dapat membentuk : rapat mingguan, briefing,
seminar dan penataran
3) Pra-syarat partisipasi, yakni :
a) Adanya rasa senasib sepenanggungan atau ringan sama dijinjing dan
berat sama dipikul
b) Adanya rasa ketergantungan dan keterkaitan
c) Adanya keterkaitan tujuan
d) Adanya prakarsawan
e) Adanya iklim partisipasi
Iklim partisipasi perlu diciptakan, karena pada umumnya partisipasi apapun
tidak akan ada dikalangan bawah apabila tidak diperhatikan.
Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan partisipasi adalah :
a) Keberadaan dan kedaulatan bawahan dihormati
b) Tugas dan wewenang bahwa yang telah dilimpahkan diakui
c) Adanya komunikasi tenggang rasa dan anggota “Duduk sama rendah
berdiri sama tinggi
d) Tertanamnya perasaan, bahwa keikutsertaan bawahan mempunyai arti
relevan bagi dirinya dan lingkungannya.
2.8.7. Permasalahan
Dengan bertolak pada makna disiplin terurai diatas, ruang lingkup permasalahan
menegakkan disiplin dapat dipertanyakan sebagai berikut:
1. Apakah kaidah atau (fungsi lembaga yang terumuskan dalam tujuan lembaga,
tujuan lembaga terjabarkan dalam program-program kerja, program-program
kerja terdistribusikan pada unit-unit kerja dalam bentuk uraian kerja) sudah
terinci secara jelas, tegas dan mampu berfungsi sebagai pengendali dalam
proses kegiatan
2 - 51
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2. Apakah kesadaran warga lembaga dalam menjalankan tugas sudah
menggunakan kaidah-kaidah yang ada sebagai pedoman sudah ada
3. Apakah sarana dan prasarana sudah mampu mendukung untuk menegakkan
disiplin
4. Apakah kelompok elite di lembaga kita sudah arif (professional) dalam
mengantisipasi dan mengatasi gejala-gejala yang timbul
5. Adakah faktor-faktor lain yang mempengaruhi tegaknya disiplin di lembaga
kita.
2.8.8. Langkah-Langkah Menegakkan Disiplin
1. Menata kembali peraturan, tujuan program kerja dan pendistribusiannya agar
terumus secara jelas dan tegas
2. Penataan ulang butir-butir nomor 1, hasilnya harus mampu berfungsi sebagai
pengendali agar proses kegiatan di lembaga kita nampak.
a. Adanya keteraturan (penataan secara sistematik) dalam memproyeksikan
arah lembaga
b. Adanya sistem pengendalian yang mantap
c. Adanya stabiitas yang nyata atau tidak semu
d. Adanya iklim kerja yang kondusif
e. Tidak adanya standar ganda dalam pelaksaan
f.
Tidak adanya rasa kuatir, kecewa atau frustasi dan konflik dalam diri warga
lembaga untuk memilih dua pilihan yang tidak serba enak.
3. Dalam rangka menumbuhkan kesadaran disiplin bawahan dengan melakukan
pendekatan edukatif antara lain :

Ing ngarso sun tulodo

Ing madyo mbangun karso

Tut wuri Handayani

Saling asah, saling asuh, saling asih

Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.
Agar tumbuh kesadaran melu andarbeni, melu hangrukebi dan nulat sariro
hangrosowani
Dan menghindarkan penjatuhan sangsi yang subyektif, tanpa pembuktian
terlebih dahulu dan tidak didasarkan pada kaidah yang berlaku.
2 - 52
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
4. Mengoptimalkan sarana yang ada dan melengkapi sarana yang belum ada.
Dalam hal ini, harus diketahui terlebih dahulu hasil perolehan butir nomor 1, 2
dan 3 diatas.
5. Dirumuskan sistem pengendalian terlebih dahulu dan baru dibentuk unit kerja
yang bidang garapannya sebagai pengendali proses kegiatan kegiatan yang
ada dilembaga.
6. Nilai budaya vertikal oriented harus dibuang jauh-jauh dan sebagai gantinya
adalah nilai budaya organis atau sejaring.
7. Untuk menambah wawasan dalam upaya menegakan disiplin di lembaga kita.
Penulis kutipkan kesimpulan pendapat Menhankam Edi Sudrajat, sebagai
berikut :
a. Para petinggi Negara harus menjadi teladan dan bertanggung jawab atas
disiplin nasional memerlukan suri tauladan secara hierarkis dan tidak akan
ada prajurit yang disiplin apabila komandannya bertindak semaunya
sendiri. Adapun keluhan terhadap tingkat nasional maka sesungguhnya
keluhan tersebut pertama-tama ditunjukan kepada lapisan elite, para
pimpinan dan pemuka masyarakat, karena dari mereka diharapkan suri
teladannya. Golongan inilah yang sesungguhnya bertanggung jawab
terhadap cacat celanya kesuriteladanan, karena masuk dalam golongan
elite masyarakat.
b. Pembudayaan disiplin nasional tidak dapat dilaksanakan secara santai
tetapi membutuhkan konsistensi, tekad yang bulat, kerja keras dan disertai
dengan tindakan nyata tanpa pandang bulu terhdap pelanggarnya
Lebih dari itu pembudayaan nasional memerlukan keteladanan secara
hierarchies, karena itu jika ada keluhan terhadap tingkat disiplin nasional
maka sesungguhnya keluhan tersebut harus ditujukan kepada elite atau
pada para pimpinan
c. Disiplin bukanlah hanya kewajiban kepatuhan dari bawah ke atas tetapi
lebih
utama
lagi
dari
atas
ke
bawah,
berapa
disiplin
dalam
mempertanggung jawabkan pembinaan dan kepemimpinan
Hanya dengan demikian tercipta rasa aman dan terjamin keamanan dari
yang berada di bawah yakni masyarakat luas
d. Disiplin nasional termasuk disiplin berpikir dan dimulai dari sikap batin dan
kejernihan hati nurani.
2 - 53
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Jika hati nurani sudah bersih maka akan terbentuk sikap dan prilaku yang
disiplin, termasuk dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
e. Disiplin, pada dasarnya adalah sikap batin yang tercermin dalam perilaku
untuk senantiasa mentaati setiap norma dan ketentuan secara sadar dan
dijalankan secara ikhlas tanpa adanya paksaan.
Oleh karenanya sikap batin dan perilaku disiplin tidak dapat diwujudkan hanya
melalui ceramah atau kuliah saja namun harus ditumbuhkembangkan melalui
contoh teladan serta melalui pembiasaan dalam kehidupan secara terus
menerus (Suara Karya, Kamis, 29 Juni 1995).
2.9.
Wewenang dan Tanggung Jawab Pengelolaan Sumber Daya Air
2.9.1. Umum
Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, menetapkan
bahwa Sumber daya Air adalah air, sumber air, dan daya yang terkandung di
dalamnya, dalam hal ini lebih lanjut ditetapkan bahwa :

Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air
hujan, dan air laut yang berada di darat

Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah.

Sumber air adalah tempat atau wadah air alami/dan atau buatan yang terdapat
pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah

Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air
yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta lingkungannya.
2.9.2. Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengertian pengelolaan sumber daya air seperti yang tercantum dalam undangundang no. 7 tahun 2004 adalah :

Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau dan mengevaluasi penyellenggaraan konservasi sumber daya air,
penggunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air
2 - 54
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik

Pola
pengelolaan
UUJK, SMK3 dan PDL
sumber
daya
air
adalah
kerangka
dasar
dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air

Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara
menyeluruh
dan
terpadu
yang
diperlukan
untuk
menyelenggarakan
pengelolaan sumber daya air

Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai
tujuan pengelolaan sumber daya air.
Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan,
kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian serta
transparansi dan akuntabilitas. Dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan
berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber
daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Lebih lanjut seperti diuraikan pada Pasal 11 dan 12 bahwa :

Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat
dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air

Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air
permukaan dan air tanah

Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha
seluas-luasnya

Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan
antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air

Pengelolaan air permukaan didasarkan pada wilayah sungai

Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah.
2.9.3. Wewenang dan Tanggung Jawab
Tentang wewenang dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air seperti
tertuang pada :
2 - 55
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
a. Pasal 13 ayat :
(1)
Wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden
(2)
Presiden
menetapkan
sebagaimana
dimaksud
wilayah
pada
sungai
ayat
dan
(1)
cekungan
dengan
air
tanah
memperhatikan
pertimbangan Dewan Sumber Daya Air Nasional
(3)
Penetapan wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas
kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas
negara, dan wilayah sungai strategis nasional
(4)
Penetapan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota, cekungan air
tanah lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas provinsi dan
cekungan air tanah lintas negara
(5)
Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara penetapan wilayah sungai dan
cekungan air tanah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
b. Pasal 14 :
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi :
a.
menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;
b.
menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
c.
menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
d.
menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai
strategis nasional;
e.
melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
f.
mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
2 - 56
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
g.
mengatur,
menetapkan,
UUJK, SMK3 dan PDL
dan
memberi
rekomendasi
teknis
atas
penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada
cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;
h.
membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air
wilayah sungai lintas lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah
sungai strategis nasional;
i.
memfasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam pengelolaan
sumber daya air;
j.
menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber
daya air;
k.
menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah
sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; dan
l.
memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.kota.
c. Pasal 15 :
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah provinsi meliputi :
a.
menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya
berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan
kepentingan provinsi sekitarnya;
b.
menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota;
c.
menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi
sekitarnya;
d.
menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber daya air wilayah
sungai lintas kabupaten/kota;
e.
melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
f.
mengatur, menetapkan dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota;
g.
mengatur,
menetapkan,
dan
memberi
rekomendasi
teknis
atas
penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan
air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;
2 - 57
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
h.
UUJK, SMK3 dan PDL
membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
i.
memfasilitasi
penyelesaian
sengketa
antar
kabupaten/kota
dalam
pengelolaan sumber daya air;
j.
membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan
pokok masyarakat atas air;
k.
menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
dan
l.
memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
pemerintah kabupaten/kota.
d. Pasal 16 :
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah kabupaten/kota meliputi :
a.
menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya
berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan
pengelolaan
sumber
daya
air
provinsi
dengan
memperhatikan
kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
b.
menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota;
c.
menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam
satu
kabupaten/kota
dengan
memperhatikan
kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
d.
menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota;
e.
melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam
satu
kabupaten/kota
dengan
memperhatikan
kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
f.
mengatur, menetapkan dan memberi izin penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber
daya air pada wilayah sungai dalam kabupaten/kota;
g.
membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
kabupaten/kota
dan/atau
pada
wilayah
sungai
dalam
satu
kabupaten/kota;
h.
memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat
di wilayahnya; dan
2 - 58
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
i.
UUJK, SMK3 dan PDL
menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota.
e. Pasal 17 :
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah desa atau yang disebut dengan
nama lain meliputi :
a.
mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan
oleh
masyarakat
dan/atau
pemerintah
di
atasnya
dengan
mempertimbangkan asas kemanfaatan umum;
b.
menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangannya;
c.
memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air
sesuai dengan ketersediaan air yang ada; dan
d.
memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan
sumber daya air di wilayahnya.
f.
Pasal 18 :
Sebaga wewenang Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat diselenggarakan oleh
pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
g. Pasal 19, Ayat :
(1)
dalam hal pemerintah daerah belum dapat melaksanakan sebagian
wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16,
pemerintah daerah dapat menyerahkan wewenang tersebut kepada
pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pelaksanaan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air oleh
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16
wajib diambil oleh pemerintah di atasnya dalam hal :
a. pemerintah
daerah
tidak
melaksanakan
sebagian
wewenang
pengelolaan sumber daya air sehingga dapat membahayakan
kepentingan umum; dan/atau
b. adanya sengketa antar provinsi atau antar kabupaten/kota.
2 - 59
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2.9.4. Pengamanan Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi
Memperhatikan UU. No. 18 tahun 1999 tentang : Jasa Konstruksi, pasal 23 ayat
(2) menetapkan bahwa :
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang
keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga
kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Selain itu undang-undang No. 7 tahun 2004, tentang : Sumber Daya Air, pasal 63
ayat (1) menetapkan bahwa :
Pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dilakukan berdasarkan norma,
standar, pedoman, dan manual dengan memanfaatkan teknologi dan sumber daya
lokal serta mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan keberlanjutan
fungsi ekologis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pengalaman banyaknya terjadi musibah akibat pekerjaan konstruksi
dan
amanat
perundang-undangan
tersebut
di
atas
maka
pengamanan
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi menjadi suatu keharusan bagi semua yang
terlibat.
Khususnya
tentang
pengamanan
penyelenggaraan
pekerjaan
konstruksi
bendungan telah diatur dengan : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
72/PRT/1997, tentang: Keamanan Bendungan, dan sudah dituangkan pada SNI
(Standar Nasional Indonesia) Nomor : SNI – 1731 – 1989, bagian F, tentang :
Pedoman Keamanan Bendungan, antara lain menetapkan :
Bagain Kedua, maksud dan tujuan pasal 2, ayat :
(1)
Pengaturan keamanan bendungan dimaksudkan untuk mewujudkan tertib
pembangunan dan pemanfaatan bendungan agar layak teknis disain dan
konstruksi, aman dalam pengelolaannya, sehingga dapat mencegah atau
sekurang-kurangnya mengurangi resiko kegagalan bangunan bendungan.
(2)
Pengaturan keamanan bendungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk kelestarian fungsi bendungan serta memberikan jamianan
keamanan bendungan dan terlidunginya masyarakat serta harta benda yang
berada di wilayah yang terpengaruh oleh potensi bahaya bendungan.
2 - 60
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Bagain Ketiga, Ruang Lingkup pasal 3, ayat :
(1)
Lingkup pengaturan keamanan bendungan adalah pengaturan terhadap
kegiatan
pembangunan,
pengelolaan
rehabilitasi,
perluasan
dan
penghapusan fungsi bendungan dalam aspek keamanan bendungan..
(2)
Bendungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua bendungan
yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.
bendungan yang mempunyai ketinggian 15 meter, diukur dari dasar
lembah terdalam dan dengan daya tampung sekurang-kurangnya
100.000 meter kubik; atau
b.
bendungan yang mempunyai ketinggian kurang dari 15 meter, diukur
dari dasar lembah terdalam dan dengan daya tampung sekurangkurangnya 500.000 meter kubik; atau
c.
bangunan penahan air lainnya di luar ketentuan yang disebut dalam
butir (a) dan atau (b) ayat ini yang ditetapkan oleh Komisi Keamanan
Bendungan.
(3)
Luas daerah pengawasan keamanan bendungan meliputi juga daerah waduk
dan dearh sabuk hijau
Bab IV Pembangunan,
Bagian Pertama Perijinan Pembangunan Bendungan Pasal 11:
Pembangunan bendungan harus terlebih dahulu mendapat perijinan sebagai
berikut :
a)
Izin penggunaan sumber daya air beserta lokasinya sesuai dengan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang berlaku.
b)
Persetujuan AMDAL sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
yang berlaku
c)
Persetujuan yang berkaitan dengan keamanan bendungan yang diatur
dalam Peraturan Menteri ini.
Bagian kedua Disain, Pasal 12 ayat :
(1)
Disain
bendungan
harus
memenuhi
ketentuan
teknis
perencanaan
bendungan yang ditetapkan oleh Menteri
(2)
Penyiapan disain suatu bendungan hanya dapat dilakukan apabila Pemilik
Bendungan memperkerjakan tenaga ahli perekayasaan bendungan.
(3)
Disain bendungan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri
2 - 61
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
(4)
UUJK, SMK3 dan PDL
Unit Keamanan Bendungan harus melakukan kajian atas laporan disain
bendungan sebagai bahan evaluasi Komisi Keamanan Bendungan dalam
merumuskan rekomendasi kepada Menteri.
(5)
Persetujuan disain akan dikeluarkan Menteri selambat-lambatnya dalam
waktu 6 (enam) bulan setelah diterimanya permohonan dari Pemilik
Bendungan.
(6)
Apabila dalam waktu 6 (enam) bulan Persetujuan Disain belum diberikan,
maka Pemilik Bendungan dianggap telah memperoleh persetujuan, kecuali
bila disainnya belum dapat dinyatakan layak.
(7)
Pemilik Bendungan berkewajiban melaksanakan review desain sebelum
pelaksanaan
pembangunan,
dan
melaporkan
hasilnya
kepada
Unit
Keamanan Bendungan.
(8)
Biaya yang ditimbulkan oleh kegiatan pengkajian disain sebagaimana
disebutkan psa ayat (4) dibebankan kepada Pemilik Bendungan.
Bagian ketiga : Pelaksanaan Konstruksi dan Rencana Pengisian Waduk Pasal 13,
ayat :
(1)
Pemilik
Bendungan
harus
melaksanakan
konstruksi
sesuai
dengan
persyaratan teknis dan ketentuan pelaksanaan konstruksi yang ditentukan
oleh Menteri.
(2)
Dalam pelaksanaan konstruksi Pemilik Bendungan wajib melakukan
supervisi dengan memperkerjakan tenaga ahli perekayasaan bendungan
(3)
Unit Keamanan Bendungan mengadakan pemantauan berkala guna
melakukan pengkajian atas pelaksanaan konstruksi.
(4)
Setiap perubahan disain yang akan menghasilkan modifikasi struktur, harus
dikonsultasikan kepada Unit Keamanan Bendungan sebelum dilaksanakan
(5)
Pemilik Bendungan dapat melakukan pengisian waduk apabila bendungan
sudah memenuhi syarat untuk pengisian dan harus mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari Menteri.
(6)
Unit Keamanan Bendungan harus melakukan kajian atas dokumen
pelaksanaan konstruksi, rencana pengisian waduk dan rencana awal
petunjuk operasi dan pemeliharaan dan Rencana Tindak Darurat sebagai
bahan
evaluasi
Komisi
Keamanan
Bendungan
dalam
merumuskan
rekomendasi kepada Menteri.
2 - 62
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
(7)
UUJK, SMK3 dan PDL
Persetujuan Pengisian Waduk akan dikeluarkan selambat-lambatnya dalam
waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permohonan dari Pemilik
Bendungan.
(8)
Apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan Persetujuan Pengisian Waduk belum
diberikan maka Pemilik Bendungan dianggap telah memperoleh persetujuan,
kecuali bila waduk belum dapat dinyatakan layak untuk diisi.
(9)
Biaya yang ditimbulkan oleh kegiatan pengkaian pelaksanaan konstruksi dan
rencana pengisian waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibebankan
kepada Pemilik Bendungan.
Dengan memahami dan menerapkan ketentuan peraturan perundangan seperti
tersebut diatas, diharapkan resiko kegagalan pekerjaan konstruksi maupun
kegagalan bangunan terutama dapat mencegah terjadinya korban manusia, harta
benda, kerusakan lingkungan serta terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja
dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi bendungan.
2 - 63
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
RANGKUMAN
1.
Maksud mempelajari UUJK (Undang-Undang Jasa Konstruksi) ialah :
Agar terwujud iklim usaha yang kondusif dalam rangka peningkatan kemampuan
usaha jasa konstruksi nasional.
Dengan melengkapi :

Terbentuknya kepranataan usaha

Dukungan pengembangan usaha

Berkembangnya partisipasi masyarakat

Terselenggaranya pengaturan pemberdayaan dan pengawasan oleh pemerintah
dan masyarakat.

2.
Adanya masyarakat jasa konstruksi (asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi).
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas :
1. Kejujuran dan keadilan
2. Manfaat
3. Keserasian
4. Keseimbangan
5. Kemandirian
6. Keterbukaan
7. Kemitraan
8. Keamanan dan keselamatan.
3.
Peran masyarakat sesuai UUJK adalah :
a. Hak masyarakat umum
 Melakukan pengawasan
 Memperoleh penggantian
 Yang dirugikan berhak menggugat
b. Kewajiban masyarakat umum
 Menjaga ketertiban
 Mencegah terjadinya hasil pekerjaan yang membahayakan
c. Masyarakat jasa konstruksi
 Memperluas bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan.
4.
Forum Jasa Konstruksi yang bernaung dalam lembaga pengembangan jasa
konstruksi :
 Asosiasi perusahaan jasa konstruksi
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
 Asosiasi profesi jasa konstruksi
 Asosiasi perusahaan barang mitra jasa konstruksi
 Masyarakat intelektual
 Organisasi kemasyarakatan wakil konsumen jasa konstruksi
 Instansi pemerintah
 Unsur-unsur lain yang dianggap perlu
5.
Kewajiban dan hak para pihak dalam pengikatan
Kewajiban pengguna jasa
1. Mengumumkan secara luas pekerjaan yang ditenderkan
2. Menerbitkan dokumen tender
3. Mengundang semua yang lulus prakualifikasi
4. Memberikan penjelasan tentang pekerjaan tersebut
5. Memberikan tanggapan terhadap sanggahan
6. Menetapkan penyedia jasa
7. Mengembalikan jaminan penawaran bagi yang kalah
8. Menunjukkan bukti kemampuan membayar
9. Menindaklanjuti penetapan tertulis (kontrak)
10. Mengganti biaya yang dikeluarkan penyedia jasa bila batal
11. Memberikan penjelasan tentang resiko pekerjaan.
6.
Hak pengguna jasa
1. Memungut biaya pengadaan dokumen
2. Mencairkan jaminan bila penyedia jasa tidak memenuhi ketentuan
3. Menolak seluruh penawar bila seluruh penawar tidak tanggap.
7.
Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi (PPK)
1. Kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
a. Kegiatan penyiapan
-
kegiatan awal pelaksanaan pekerjaan
b. Kegiatan pengerjaan
-
serangkaian kegiatan perencanaan atau
-
serangkaian kegiatan pelaksanaan
c. Kegiatan pengakhiran
-
penyerahan laporan akhir dan pembayaran akhir
-
penyerahan bangunan dan pembayaran akhir
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
8.
Ketentuan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
9.
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara bertahap yakni :
UUJK, SMK3 dan PDL

Melalui perdamaian

Para pihak meminta atau menunjuk bantuan seseorang atau lebih

Menunjuk seorang mediator oleh lembaga arbitrase

Para pihak berdasarkan kesepakatan tertulis dapat menggunakan lembaga
arbitrase

Apabila belum dapat ditempuh melalui pengadilan seperti biasanya ditulis dalam
pasal surat perjanjian kerja
10.
Tanggung jawab profesional seperti yang diamanatkan undang-undang jasa
konstruksi :
a. Azas
-
bertanggung jawab sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatuhan dan kejujuran
intelektual
-
dalam menjalankan profesinya dengan mengutamakan kepentingan umum
b. Jenis tanggung jawab
-
pada tahap pelaksanaan konstruksi kegagalan pekerjaan konstruksi
-
setelah selesai pelaksanaan pekerjaan konstruksi kegagalan bangunan
c. Sangsi
11.
-
sangsi administrasi
-
sangsi pidana
-
ganti rugi pada pihak yang dirugikan
Sebagai tenaga ahli perlu dikembangkan etos kerja yaitu :
a. Menghayati makna “etos kerja” akan dapat mengungkapkan suatu persepsi, apa
dan bagaimana seharusnya melaksanakan tugas pekerjaan dengan sebaikbaiknya.
b. Para pelakunya menghayati bahwa tugas pekerjaan yang dibebankan di atas
pundaknya sebagai “amanah” yang harus dipertanggung jawabkan di dunia dan
akhirat.
12.
Dalam rangka pelaksanaan pekerjaan bendungan perlu dipahami ketentuan
pembangunan bendungan yang dituangkan pada KEPMEN PU No. 72/PRT/1997,
Tentang : Keamanan Bendungan.
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
LATIHAN
Isian atau Jawaban Singkat
Isilah titik-titik dari lembar pertanyaan atau jawab pertanyaan secara benar, singkat dan
jelas
1. Masyarakat juga berkewajiban turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang
membahayakan kepentingan.
Sebutkan undang-undang apa dan pasal berapa yang menyebutkan kewajiban
masyarakat.
. ....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
2. Sebagai kontraktor harus paham betul tentang kegagalan bangunan.
Sebutkan undang-undang apa, bab berapa, pasal berapa saja yang mengatur tentang
kegagalan bangunan.
. ....................................................................................................................................
. ....................................................................................................................................
3. Peraturan pemerintah nomor berapa tahun berapa, yang mengatur tentang :
Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi
. ....................................................................................................................................
. ....................................................................................................................................
4. Dalam pelaksanaan tugas kita semua dituntut tanggung jawab, paling tidak 2
tanggung yang sangat mendasar sesuai yang uraian dalam Bab 8, Etos Kerja modul
ini. Sebutkan.
.....................................................................................................................................
. ....................................................................................................................................
5. Sebutkan 5 cakupan pekerjaan konstruksi yang dirumuskan dalam UU No. 18/1999
dan PP No. 28/29/30 tahun 2000.
. ....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
6. Jelaskan secara singkat kewajiban dan tanggung jawab penyedia jasa :
. ....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
7. Jelaskan secara singkat kewajiban dan tanggung jawab pengguna jasa :
. ....................................................................................................................................
. ....................................................................................................................................
8. Antara pengguna jasa dan penyedia jasa dilarang melakukan persekongkolan.
Sebutkan 2 jenis persengkokolan yang dominan dan sering terjadi :
. ....................................................................................................................................
. ....................................................................................................................................
9. Peraturan
Pemerintah
nomor
berapa
dan
pasal
berapa
yang
melarang
persekongkolan :
. ....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
10. Jelaskan perbedaan antara etika dan moral :
. ....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
BAB 3
K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)
3.1.
Pengetahuan Dasar K3
3.1.1. Umum
Untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi yang optimal, maka aspek keselamatan kerja harus mendapat perhatian tersendiri. Keselamatan kerja merupakan
salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam melakukan suatu pekerjaan
disamping dua aspek lain, yaitu pemenuhan target produksi sesuai mutu/spesifikasi
dan pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan. Ketiga aspek tersebut tidak
dapat berdiri sendiri-sendiri, tetapi merupakan suatu kesatuan yang saling terkait dan
masing-masing memiliki peran yang strategis serta tidak dapat terlepas satu dengan
lainnya.
a.
Pengertian dan tujuan keselamatan dan kesehatan kerja
Pengertian umum dari keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk
melaksanakan
pekerjaan
tanpa
mengakibatkan
kecelakaanatau
nihil
kecelakaan penyalit akibat kerja atau zero accident. Dengan demikian setiap
personil di dalam suatu lingkungan kerja harus membuat suasana kerja atau
lingkungan kerja yang aman dan bebas dari segala macam bahaya untuk
mencapai hasil kerja yang menguntungkan. Tujuan dari keselamatan kerja
adalah untuk mengadakan pencegahan agar setiap personil atau karyawan
tidak mendapatkan kecelakaan dan alat-alat produksi tidak mengalami
kerusakan ketika sedang melaksanakan pekerjaan.
b.
Prinsip keselamatan dan kesehatan kerja
Prinsip keselamatan kerja bahwa setiap pekerjaan dapat dilaksanakan dengan
aman dan selamat. Suatu kecelakaan terjadi karena ada penyebabnya, antara
lain manusia, peralatan, atau kedua-duanya. Penyebab kecelakaan ini harus
dicegah untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diketahui
agar pekerjaan dapat dilakukan dengan aman, antara lain:
1) Mengenal dan memahami pekerjaan yang akan dilakukan,
2) Mengetahui potensi-bahaya yang bisa timbul dari setiap kegiatan pada
setiap item pekerjaan yang akan dilakukan
3) Melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam Daftar Simak K3.
3-1
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Dengan mengetahui dan melaksanakan ketiga hal tersebut di atas akan tercipta
lingkungan kerja yang aman dan tidak akan terjadi kecelakaan, baik
manusianya maupun peralatannya.
c.
Pentingnya keselamatan kerja
Keselamatan kerja sangat penting diperhatikan dan dilaksanakan antara lain
untuk:
1) Menyelamatkan karyawan dari penderitaan sakit atau cacat, kehilangan
waktu, dan kehilangan pemasukan uang.
2) Menyelamatkan keluarga dari kesedihan atau kesusahan, kehilangan
peneri-maan uang, dan masa depan yang tidak menentu.
3) Menyelamatkan perusahaan dari kehilangan tenaga kerja, pengeluaran
biaya akibat kecelakaan, melatih kembali atau mengganti karyawan,
kehilangan waktu akibat kegiatan kerja terhenti, dan menurunnya produksi.
3.1.2. Pembinaan keselamatan kerja
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan perlu dilakukan pembinaan keselamatan
kerja terhadap karyawan agar dapat meniadakan keadaan yang berbahaya di tempat
kerja. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk membina
keselamatan kerja para karyawannya, baik yang bersifat di dalam ruangan (in-door
safety development) atau praktik di lapangan (out-door safety development). Setiap
perusahaan harus memiliki safety officer sebagai personil atau bagian yang
bertanggung jawab terhadap pembinaan keselamatan kerja karyawan maupun tamu
perusahaan. Usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan
keselamatan kerja antara lain:
1) Penyuluhan singkat atau safety talk
1.a. Motivasi singkat tentang keselamatan kerja yang umumnya dilakukan setiap
mulai kerja atau pada hari-hari tertentu selama 10 menit sebelum bekerja
dimulai.
1.b. Pemasangan poster keselamatan kerja
1.c. Pemutaran film atau slide tentang keselamatan kerja
2) Safety committee
2.a. Mengusahakan terciptanya suasana kerja yang aman.
2.b. Menanamkan rasa kesadaran atau disiplin yang sangat tinggi tentang
pentingnya keselamatan kerja
3-2
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2.c. Pemberian informasi tentang teknik-teknik keselamatan kerja serta
peralatan keselamatan kerja.
3) Pendidikan dan pelatihan
3.a. Melaksanakan kursus keselamatan kerja baik dengan cara mengirimkan
karyawan ke tempat-tempat diklat keselamatan kerja atau mengundang
para akhli keselamatan kerja dari luar perusahaan untuk memberikan
pelatihan di dalam perusahaan.
3.b. Pelaksanaan nomor 1.a. dapat di dalam negeri atau pun di luar negeri.
3.c. Latihan penggunaan peralatan keselamatan kerja
Alat-alat keselamatan kerja harus disediakan oleh perusahaan. Alat tersebut
berupa alat proteksi diri yang diperlukan sesuai dengan kondisi kerja.
3.2.
Peraturan dan Perundang-Undangan K3
3.2.1. Beberapa Peraturan Yang Berkaitan Dengan K3 Di Indonesia perlu dipahami
1. Undang-undang No.1 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undangundang Kerja Tahun 1948 No. 12.
Di dalam penjelasannya dikatakan bahwa Undang-undang No. 12 tahun 1948 ini
dimaksudkan sebagai undang-undang pokok (lex generalis) undang-undang kerja
yang memuat aturan-aturan dasar tentang pekerjaan anak, orang muda dan
orang wanita, waktu kerja, istirahat dan tempat kerja.
Mengenai pekerjaan anak, ditentukan bahwa anak-anak tidak boleh menjalankan
pekerjaan (pasal 2). Maksud larangan ini adalah memberikan perlindungan
terhadap keselamatan, kesehatan dan pendidikan si anak. Larangan itu sifatnya
mutlak, artinya di semua perusahaan, tanpa membedakan jenis perusahaan
tersebut. tetapi kenyataannya masih ada anak yang bekerja dengan berbagai
alasan. Yang perlu diperhatikan adalah perlindungannya serta kesempatan untuk
sekolah dan mengembangkan diri.
Orang muda pada dasarnya dibolehkan melakukan pekerjaan. Namun untuk
menjaga keselamatan, kesehatan dan kemungkinan perkembangan jasmani dan
rohani, pekerjaan itu dibatasi.
Orang wanita pada dasarnya tidak dilarang melakukan pekerjaan, tetapi hanya
dibatasi berdasarkan pertimbangan bahwa wanita badannya lemah serta untuk
menjaga kesehatan dan kesusilaannya.
Dalam Undang-undang Kera dinyatakan :
a. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari, kecuali
jikalau pekerjaan itu menurut sifat, tempat dan keadaan seharusnya
dijalankan oleh seorang wanita. Demikian pula apabila pekerjaan itu tidak
3-3
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
dapat dihindarkan berhubungan dengan kepentingan atau kesejahteraan
umum (pasal 7). Malam hari, ialah waktu antara jam 18.00 sampai 06.00.
b. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan di dalam tambang, lubang di
dalam tanah atau tempat lain untuk mengambil logam dan bahan-bahan lain
dari dalam tanah (pasal 8).
c. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi
kesehatan atau keselamatannya, demikian pula pekerjaan yang menurut sifat,
tempat dan keadaannya berbahaya bagi kesusilaannya (pasal 9).
Disamping itu, pasal 13 memuat pula ketentuan yang khusus ditujukan bagi orang
wanita, yaitu mengenai haid dan melahirkan.
3.2.2. Undang-Undang Keselamatan Kerja, Lembaran Negara No. 1 Tahun 1970
Undang-undang Keselamatan Kerja, Lembaran Negara Nomor 1 tahun 1970 adalah
Undang-undang keselamatan kerja yang berlaku secara nasional di seluruh wilayah
hukum Republik Indonesia dan merupakan induk dari segala peraturan keselamatan
kerja yang berada di bawahnya. Meskipun judulnya disebut dengan Undang-undang
Keselamatan Kerja sesuai bunyi pasal 18 namun materi yang diatur termasuk
masalah kesehatan kerja.
Setelah bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan, sudah barang tentu dasar filosofi
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja seperti tercermin di dalam peraturan
perundangan yang lama tidak sesuai lagi dengan falsafah Negera Republik Indonesia
yaitu Pancasila.
Pada tahun 1970 berhasil dikeluarkan Undang-Undang No. I tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja yang merupakan penggantian VR. 1910 dengan beberapa
perubahan mendasar, antara lain :
–
Bersifat lebih preventif
–
Memperluas ruang lingkup
–
Tidak hanya menitik beratkan pengamanan terhadap alat produksi.
1. Tujuan
Pada dasarnya Undang-Undang No. I tahun 1970 tidak menghendaki sikap kuratif
atau korektif atas kecelakaan kerja, melainkan menentukan bahwa kecelakaan
kerja itu harus dicegah jangan sampai terjadi, dan lingkungan kerja harus
memenuhi
syarat-syarat
kesehatan.
Jadi,
jelaskah
bahwa
usaha-usaha
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja lebih diutamakan daripada
penanggulangan.
3-4
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai 'kejadian yang tidak diduga
sebelumnya". Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja dapat diramalkan atau diduga
dari semula jika perbuatan dan kondisi tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena
itu, kewajiban berbuat secara selamat, dan mengatur perala serta perlengkapan
produksi sesuai standar yang diwajibkan oleh UU adalah suatu cara untuk
mencegah terjadinya kecelakaan.
H.W. Heinrich dalam bukunya The Accident Prevent mengungkapkan bahwa 80%
kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman (unsafe act) dan hanya
20% oleh kondisi yang tidak aman (unsafe condition), dengan demikian dapat
disimpulkan setiap karyawan diwajibkan untuk memelihara keselamatan dan
kesehatan kerja secara maksimal melalui perilaku yang aman.
Perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh :
a. Kekurangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap ;
b. Keletihan atau kebosanan ;
c. Cara kerja manusia tidak sepadan secara ergonomis ;
d. Gangguan psikologis ;
e. Pengaruh sosial-psikologis.
Penyakit akibat kerja disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :
a. Faktor biologis ;
b. Faktor kimia termasuk debu dan uap logam ;
c. Faktor fisik terinasuk kebisingan/getaran, radiasi, penerangan, suhu dan
kelembaban ;
d. Faktor psikologis karena tekanan mental/stress.
“ Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
serta produktivitas nasional …”
Kutipan di atas adalah konsiderans Undang-undang No. 1/1970 yang bersumber
dari pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan oleh sebab itu seluruh faktor penyebab
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di tempat kerja wajib ditanggulangi
oleh pengusaha sebelum membawa korban jiwa.
Tujuan dan sasaran daripada Undang-undang Keselamatan seperti pada
pokok-pokok pertimbangan dikeluarkannya Undang-undang No. I tahun 1970,
maka dapat diketahui antara lain :
3-5
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja
selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
b. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berajalan secara lancar tanpa hambatan apapun.
Kondisi tersebut dapat dicapai antara lain apabila kecelakaan termasuk
kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi.
Oleb karena itu setiap usaha keselamatan dan kesehatan kerja tidak lain adalah
pencegahan
dan
penanggulangan
kecelakaan
di
tempat
kerja
untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional.
2. Ruang Lingkup
Undang-undang Keselamatan Kerja ini berlaku untuk setiap tempat kerja yang
didalamnya terdapat tiga unsur, yaitu :
a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun usaha
sosial;
b. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya baik secara terus menerus
maupun hanya sewaktu-waktu;
c. Adanya sumber bahaya.
Tempat Kerja adalah tempat dilakukannya pekerjaan bagi sesuatu usaha, dimana
terdapat tenaga kerja yang bekerja, dan kemungkinan adanya bahaya kerja di
tempat itu.
Tempat kerja tersebut mencakup semua tempat kegiatan usaha baik yang
bersifat ekonomis maupun sosial.
Tempat kerja yang bersifat sosial seperti :
a. bengkel tempat untuk pelajaran praktek ;
b. tempat rekreasi ;
c. rumah sakit ;
d. tempat ibadah ;
e. tempat berbelanja ;
f.
pusat hiburan.
Tenaga kerja yang bekerja disana, diartikan sebagai pekerja maupun tidak tetap
atau yang bekerja pada waktu-waktu tertentu, misalnya : rumah pompa, gardu
transformator dan sebagainya yang tenaga kerjanya memasuki ruangan tersebut
hanya sementara untuk mengadakan pengendalian, mengoperasikan instalasi,
menyetel, dan lain sebagainya maupun yang bekerja secara terus-menerus.
3-6
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Bahaya kerja adalah sumber bahaya yang ditetapkan secara terperinci dalam
Bab II pasal 2 ayat (2) yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Perincian
sumber bahaya dikaitkan dengan :
a. keadaan perlengkapan dan peralatan ;
b. lingkungan kerja ;
c. sifat pekerjaan ;
d. cara kerja ;
e. proses produksi.
Materi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur dalam ruang lingkup UU No.
1 tahun 1970 adalah keselamatan dan kesehatan kerja yang bertalian dengan
mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta cara
mencegah
terjadinya
kecelakaan
dan
sakit
akibat
kerja,
memberikan
perlindungan kepada sumber-sumber produksi sehingga meningkatkan efisiensi
dan produktivitas.
Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam pasal 3 dan 4 mulai
dari tahap perencanaan, perbuatan dan pemakaian terhadap barang, produk
teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
untuk :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan ;
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya ;
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan ;
f.
Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja ;
g. Mencegah
dan
mengendalikan
timbul
atau
menyebarluasnya
suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara dan getaran ;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik pisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan ;
i.
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai ;
j.
Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik ;
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l.
Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
3-7
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang;
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r.
Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi;
3. Pengawasan
Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah unit
organisasi pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan
ketentuan pasal 10 UU No. 14 tahun 1969 dan pasal 5 ayat (a) UU No. 1 tahun
1970. Secara operasional dilakukan oleh Pegawai Pengawasan Ketenagakerjaan
berfungsi untuk :
a. Mengawasi dan memberi penerangan pelaksanaan ketentuan hukum
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Memberikan penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga
kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan secara efektif dari
peraturan-peraturan yang ada.
c. Melaporkan kepada yang berwenang dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja
tentang kekurangan-kekurangan atau penyimpangan yang disebabkan karena
hal-hal yang tidak secara tegas diatur dalam peraturan perundangan atau
berfungsi sebagai pendeteksi terhadap masalah-masalah keselamatan dan
kesehatan kerja di lapangan.
Fungsi pengawasan yang harus dijalankan oleh Direktur, para Pegawai
Pengawas dan Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus dapat dijalankan
sebaik-baiknya. Untuk itu diperlukan tenaga pengawas yang cukup besar
jumlahnya dan bermutu dalam arti mempunyai keahlian dan penguasaan teoritis
dalam bidang spesialisasi yang beraneka ragam dan berpengalaman di
bidangnya.
Untuk mendapatkan tenaga yang demikian tidaklah mudah dan sangat sulit
apabila hanya mengandalkan dari Departemen Tenaga Kerja sendiri.
Karena fungsi pengawasan tidak memungkinkan untuk dipenuhi oleh pegawai
teknis dari Departemen Tenaga Kerja sendiri, maka Menteri Tenaga Kerja dapat
3-8
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
mengangkat tenaga-tenaga ahli dari luar Departemen Tenaga Kerja maupun
swasta sebagai ahli K3 seperti dimaksud dalam pasal 1 ayat (6) UU No. tahun
1970.
Dengan sistem ini maka terdapat desentralisasi pelaksanaan pengawasan
keselamatan dan kesehatan kerja tetapi kebijaksanaan nasional tetap berada,
dan menjadi tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja guna menjamin pelaksanaan
Undang-undang Keselamatan Kerja dapat berjalan secara serasi dan merata di
seluruh wilayah hukum Indonesia.
Dalam pasal 6 diatur tentang tata cara banding yang dapat ditempuh apabila
terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan atau tidak dapat menerima putusan
Direktur dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja. Panitia banding adalah
panitia teknis yang anggotanya terdiri dari ahli-ahli dalam bidang yang diperlukan.
Tata cara, susunan anggota, tugas dan lain-lain ditentukan oleh Menteri Tenaga
Kerja.
Untuk pengawasan yang dilakukan oleh petugas Departemen Tenaga Kerja
dalam hal ini Pengawas Ketenagakerjaan maka pengusaha harus membayar
retribusi seperti yang diatur dalam pasal 7.
Agar setiap tenaga kerja mendapatkan jaminan terhadap kesehatannya yang
mungkin dapat diakibatkan oleh pengaruh-pengaruh lingkungan kerja yang
bertalian dengan jabatannya dan untuk tetap menjaga efisiensi dan produktivitas
kerja, maka diwajibkan untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap setiap
tenaga kerja baik secara awal maupun berkala.
4. Kewajiban Pengurus K3
a. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari
tenaga kerja yang akan diterimanya maupun yang akan dipindahkan sesuai
dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
b. Memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya
secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan disetujui oleh
Direktur.
c. Menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja baru tentang :
1) Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat
kerjanya.
2) Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam
tempat kerjanya.
3) Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
4) Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
3-9
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
d. Hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia
yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut
diatas.
e. Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan kebakaran serta
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, dan juga dalam pemberian
pertolongan pertama pada kecelakaan.
f.
Memenuhi dan mentaati semua syarat dan ketentuan yang berlaku bagi
usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.
g. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja yang dipimpinnya
pada pejabat Yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja, sesuai dengan tata
cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan yang telah ditentukan.
h. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua
syarat
keselamatan,
kerja
yang
diwajibkan,
sehelai
undang-undang
keselamatan kerja dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi
tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan
kerja.
i.
Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinannya, semua gambar
keselamatan kerja. Yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya,
pada tempat-tempat yang mudah dilihat terbaca menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
j.
Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya. Dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut,
disertai
dengan
petunjuk-petunjuk
yang
diperlukan
menurut
pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
5. Kewajiban dan hak tenaga kerja
a. Memberikan keterangan apabila diminta oleh Pegawai Pengawas/Ahli K3.
b. Memakai alat-alat pelindung diri.
c. Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
d. Meminta pengurus untuk melaksanakan syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
e. Menyatakan keberatan terhadap pekerjaan dimana syarat-syarat K3 dan
alat-alat pelindung diri tidak menjamin keselamatannya.
3 - 10
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
6. S a n g s i
Ancaman hukuman dari pada pelanggaran UU No. 1 Tahun 1970 merupakan
ancaman pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 100.000,-
3.2.3. Jaminan Sosial Tenaga Kerja
1. Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Dikeluarkannya undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan
perlindungan jaminan sosial kepada setiap tenaga kerja melalui mekanisme
asuransi.
Ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja dalam undang-undang ini meliputi:
a. Jaminan Kecelakaan Kerja
b. Jaminan Kematian
c. Jaminan Hari Tua
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Selain dari itu di dalam pasal 11 menyebutkan bahwa, daftar jenis penyakit yang
timbul karena hubungan kerja serta perubahannya ditetapkan dengan Keputusan
Presiden. Tentang jaminan pemeliharaan kesehatan dapat dijelaskan bahwa :
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga
kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya
kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena upaya penyembuhan
memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada
perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan
masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja.
Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan
kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan
(preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehablitatif). Dengan demikian
diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal sebagai
potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
selain untuk tenagakerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya.
2. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Di dalam peraturan ini peranan dokter penguji kesehatan kerja dan dokter
penasehat banyak menentukan derajat kecacatan serta dalam upaya pelayanan
kesehatan kerja.
3 - 11
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
3. Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul
Karena Hubungan Kerja.
Di dalam peraturan ini tercantum daftar berbagai jenis penyakit yang ada
kaitannya dengan hubungan kerja.
3.2.4. Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 5/MEN/1996
Adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh Departemen Tenaga Kerja
Republik Indonesia, yang me rupakan penjabaran dari UU No. 1 thn 1970 dan
dituangkan kedalam suatu Peraturan Menteri. Sistem ini terdiri dari 12 elemen
yang terurai kedalam 166 kriteria.
Penerapan terhadap SMK3 ini dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
a. Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat resiko rendah harus
menerapkan sebanyak 64 (enam puluh empat) kriteria,
b. Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat resiko menengah harus
menerapkan sebanyak 122 (seratus dua puluh dua) kriteria,
c. Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko tinggi harus
menerapkan sebanyak 166 (sera tus enam puluh enam) kriteria.
Keberhasilan penerapan SMK3 di tempat kerja diukur dengan cara berikut :
 Untuk tingkat pencapaian penerapan 0% - 59% dan pelanggaran peraturan
perundangan akan dikenai tindakan hukum,
 Untuk tingkat pencapaian penerapan 60%-84% diberikan sertifikat dan
bendera perak,
 Untuk tingkat pencapaian penerapan 85%-100% diberikan sertifikat dan
bendera emas
Sistem ini bisa digunakan untuk semua jenis industri, berupa industri manufaktur,
industri jasa konstruksi, industri produksi, dll.
2. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja versi
18001:1999
(Occupational
Health
and
Safety
Assessment
OHSAS
Series
18001:1999) berikut Guidelines for the implementation of OHSAS 18001:1999
(OHSAS 18002:2000) adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh 13
organisasi internasional dengan menggunakan 10 standar K3 di beberapa
negara. Sistem ini terdiri dari 4 klausul besar yang terurai kedalam 9 sub klausul.
Standar ini dikembangkan sebagai reaksi atas kebutuhan masyarakat/institusi
yang
sangat
mendesak,
sehingga
institusi
tersebut bisa
melaksanakan
3 - 12
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
manajemen K3 dengan standar tertentu, terhadap institusi tersebut bisa dilakukan
audit serta mendapatkan sertifikatnya. Demikian juga terhadap auditornya juga
akan mempunyai standar panduan dalam melaksanakan kegiatan auditnya.
Sistem OHSAS 18001:1999 dikembangkan kompatibel dengan standar sistem
ISO 9001:1994 (Quality) dan standar sistem ISO 14001:1996 (Environmental),
dengan tujuan sebagai fasilitas integrasi antara quality, environmental dan
occupational health and safety management system.
3. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja versi
COHSMS
(Construction Industry Occupational Health and Safety Management
Systems) adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh Japan
Construction Safety and Health Association (JCSHA), yaitu suatu asosiasi
perusahaan jasa konstruksi di Jepang. COHSMS merupakan standar K3 khusus
ditujukan bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Sistem ini
terdiri dari 11 elemen dasar bagi lokasi kerja dan 17 elemen dasar bagi kantor.
Pembangunan K3 berdasarkan COHSMS dilaku kan secara mandiri berdasar
keinginan dari perusahaan konstruksi itu sendiri. Pembangunan sistem, pe
laksanaan dan operasi sistem, pengawasan sistem dan review sistem seluruhnya
dilakukan dengan mema sukkan pendapat dari pekerja, sehingga merupakan
sistem dengan pelaksanaan mandiri dimana sistem tersebut dilakukan oleh
perusahaan konstruksi
itu
sendiri
sebagai
tanggung jawab
perusahaan
konstruksi.
3.3.
PERMENNAKER TRANS No. 5 Tahun 1996
3.3.1. Lingkup
SMK3 (ketiga sistem yang ada) mengandung persyaratan-persyaratan dalam sistem
Keselamatan
dan
menggunakannya
Kesehatan
untuk
Kerja,
mengontrol
sehingga
resiko
dan
suatu
organisasi
melakukan
bisa
perbaikan
berkesinambungan terhadap prestasi kerjanya.
Spesifikasi dalam SMK3 bisa diterapkan oleh berbagai jenis organisasi dengan
tujuan :
a. membangun sistem K3 dalam rangka meminimalisir secara maksimal, bila
memungkinkan menghilangkan suatu resiko terhadap karyawan, harta benda
maupun pihak lain terkait dalam rangka pengembangan K3,
b. menerapkan, memelihara dan mewujudkan perbaikan berkesinambungan dalam
sistem K3,
3 - 13
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
c. adanya kontrol dalam hal pelaksanaan K3 terhadap kebijakan organisasi yang
telah ditetapkan,
d. mendemonstrasikan kesesuaian antara sistem K3 yang dibangun dengan sistem
lain dalam organisasi,
e. menjalani proses sertifikasi dan registrasi dalam bidang sistem K3 oleh organisasi
eksternal (auditor),
Pengembangan dalam pelaksanaan sistem K3 akan tergantung faktor-faktor tertentu,
misalnya kebijakan K3 dalam organisasi, sifat aktifitasnya, tingkat resiko yang
dihadapi dan tingkat kompleksitas operasional organisasi.
Sebagaimana diterangkan didepan bahwa, pada dasarnya secara umum ketiga
sistem dari SMK3 yang dimaksud diatas mengandung 5 prinsip dasar yang sama
yang terdiri dari 5 (lima ) prinsip dasar (elemen u tama) yaitu :
a. Kebijakan K3 ( KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA policy )
b. Perencanaan (Planning)
c. Penerapan dan Operasi (Implementation and operation)
d. Pemeriksaan dan tindakan perbaikan (Checking and corrective action)
e. Tinjauan Manjemen (Management review)
f.
Perubahan perbaikan Berkelanjutan (Perbaikan berkelanjutan).
Pertbaikan berkelanjutan
(Continual improvement)
A.
Tinjauan
Manajemen
Kebijakan
(Policy)
Perencanaan
(Planning)
Pemeriksaan dan
tindakan
perbaikan(Checking
and corrective action
Penerapan dan
operasionil
(Implementati
on
Gambar 3.1 - Lima Prinsip Dasar Pengembangan SMK3
3 - 14
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Untuk memudahkan dan menyamakan
pengertian, secara umum sebagaimana
diamanatkan Undang – undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam
pasal 87 ayat 2 yang menyebutkan setiap perusahaan wajib menjalankan SMK3.
yang dimaksudkan disini tentunya adalah SMK3 sesuai dengan Permennaker No.
5/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3). Berkaitan dengan yang tersebut terakhir ini maka penjelasan detail ke stiap
elemen
SMK3 berikut ini, diberikan dengan tetap mengacu pada SMK3 yang
dimaksudkan oleh Undang –undang.
5 Prinsip dasar pelaksanaan SMK3 sesuai Permennaker No. 5/MEN/1996 tentang
pedoman penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3). Terdiri dari :
a. Penetapan Komitmen dan Kebijakan K3
b. Perencanaan (Pemenuhan Kebijakan, Tujuan dan Sasaran Penerapan K3)
c. Penerapan Rencana K3 secara Efektif dgn Mengembangkan Kemampuan dan
Mekanisme Pendukung yang Diperlukan utk Mencapai Kebijakan, Tujuan dan
Sasaran K3
d. Pengukuran, Pemantauan, dan Pengevaluasian Kinerja K3
e. Peninjauan
Secara
Teratur
dan
Peningkatan
Penerapan
SMK3
secara
berkesinambungan
Penjabaran ke 5 prinsip pedoman pelaksanaan penerapan SMK3 tersebut diatas
akan diberikan sebagai sebagaimana penjelasan berikut ini :
1. Komitmen Dan Kebijakan K3
Dalam suatu organisasi harus dibuat Penetapan Komitmen dan Kebijakan K3,
atau secara umum dikenal juga dengan istilah “OH&S Policy” oleh top
management, secara jelas menyatakan tujuan Komitmen dan Kebijakan K3, serta
adanya komitmen terhadap perbaikan (perubahan) berkelanjutan (perbaikan
berkelanjutan) dalam kinerja K3 L
Tinjauan Manajemen (Management Review)
Umpan Balik (Feedback
Komitme
from Audit)
Audit (Pengukuran kinerja
/measuring performance)
Perencanaan (Planning)
Gambar 3.2 - Skema Komitmen dan Kebijakan
3 - 15
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Beberapa hal harus diperhatikan berkaitan dengan kebijakan (policy) organisasi:
a. sesuai dengan iklim organisasi dan tingkat resiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang dihadapi organisasi,
b. mengandung komitmen dalam hal perbaikan berkelanjutan,
c. mengandung
komitmen
dalam
hal
pemenuhan
terhadap
peraturan
perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berlaku maupun
persyaratan-persyaratan lainnya,
d. didokumentasikan, diterapkan dalam aktifitas organisasi dan dipelihara,
e. dikomunikasikan kepada seluruh karyawan secara intensif sehingga seluruh
karyawan peduli terhadap kewajiban-kewajibannya dalam hal Keselamatan
dan Kesehatan Kerja,
f.
mudah dijangkau oleh pihak-pihak lain (pihak luar organisasi),
g. dievaluasi secara ndicato untuk menjamin bahwa policy organisasi ini masih
relevan dan sesuai dengan aktifitas organisasi
2. Perencanaan K3
Dalam perencanaan K3 haruslah memenuhi Pemenuhan terhadap Kebijakan
yang ditetapkan yang memuat Tujuan, Sasaran dan ndicator kinerja
penerapan K3 dengan mempertimbangkan penelaahan awal sebagai bagian
dalam mengidentifikasi potensi sumber bahaya penialaian dan pengendalian
resiko atas permasalahan K3 yang ada dalam perusahaan atau di proyek atau
tempat kegiatan kerja konstruksi berlangsung.
Dalam mengidentifikasi potensi bahaya yang ada serta tantangan yang dihadapi,
akan sangat mempengaruhi dalam menentukan kondisi perencanaan K3
perusahaan.
Untuk hal tersebut haruslah ditentukan oleh lsu Pokok dalam Perusahaan dalam
identifikasi bahaya :
-
Frekewensi dan tingkat keparahan Keceiakaan Kerja
-
Keceiakaan Lalu Lintas
-
Kebakaran dan Peledakan
-
Keselamatan Produk (Product Safety)
-
Keselamatan Kontraktor
-
Emisi dan Pencemaran Udara
-
Limbah Industri.
3 - 16
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
3. Tujuan dan Sasaran
Berdasar telaah awal ditetapkan target atau tujuan serta sasaran yang akan
dicapai dalam bidang K3. Disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dan
tingkat resiko yang ada.
4. Sasaran Penerapan SMK3, meliputi :

Sumber Daya Manusia

Sistem dan Prosedur

Sarana dan Fasilitas

Pencapaian prespektif di Lingkungan internal dan ektenal

Pemberdayaan, pertumbuhan dalam penerapan K3
Organisasi harus menyusun planning KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA yang meliputi :
a. identifikasi bahaya (hazard identification), penilaian dan pengendalian resiko
(risk assessment and risk control) yang dapat diukur
b. pemenuhan terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lainnya,
c. penentuan tujuan dan sasaran ,
d. program kerja secara umum dan program kerja secara khusus.
e. Indikator kinerja sebagai dasar penilaian kinerja K3.
Kebijakan ( Policy)
Audit
Perencanaan
(Planning)
Umpan balik & pengukuran
kinerja (feedback from
measuring performance)
Penerapan dan operasionil (Implementation and operation)
Gambar 3.3 - Skema Perencanaan
5. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Resiko
Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur tentang perencanaan
identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendaliannya, dalam memenuhi
kebijakan K3 yang ditetapkan.
Prosedur perencanaan identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendaliannya
harus ditetapkan, dikendalikan dan didokumentasikan
3 - 17
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Assessment dan pengendalian resiko ini harus telah dipertimbangkan dalam
penetapan target K3.
Beberapa hal perlu diperhatikan dalam menyusun identifikasi bahaya :
a. identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendaliannya bersifat proaktif,
bukan reaktif,
b. buat identifikasi dan klasifikasi resiko kemudian dikontrol dan diminimalisir,
dikaitkan dengan objective dan program kerja,
c. konsisten diterapkan,
d. bisa memberi masukan dalam penentuan fasilitas-fasilitas yang diperlukan
oleh organisasi, identifikasi pelatihan dan pengembangan ystem terhadap
operasi organisasi,
e. bisa menjadi alat pemantau terhadap tindakan-tindakan yang diperlukan,
sehingga terwujud efektifitas dan efisiensi.
6. Peraturan dan Perundang – Undangan dan Persyaratan Lainnya.
Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur tentang identifikasi
peraturan perundangan dan persyaratan-persyaratan lainnya yang diperlukan
dalam kegiatan organisasi.
Organisasi tersebut harus memelihara ketersediaan dokumen-dokumen ini,
mensosialisasikan kepada karyawan maupun kepada pi hak luar terkait.
Organisasi harus memastikan dapat mengendalikan tinjauan peraturan dan
perundang-undangan, standar / acuan
terkini
sebagai akibat perubahan
kebijakan pemerintah, perubahan keadaan / peralatan / teknologi yang terjadi
diluar organisasi
7. Tujuan dan Sasaran .
Organisasi harus menyusun dan memelihara tujuan dan sasaran K3, bila
memungkinkan berupa tujuan dan sasaran K3 yang telah dikuantifisir, pada
setiap fungsi dan level dalam organisasi.
Ketika menetapkan maupun meninjau kembali tujuan dan sasaran ini, organisasi
harus mempertimbangkan peraturan perundangan dan persyaratan-persyaratan
lainnya, bahaya dan resiko, teknologi yang digunakan, kemampuan keuangan,
persyaratan dalam pengoperasian organisasi dan pandangan pihak luar terkait.
Dalam menetapkan tujuan dan sasaran sekurang – kurangnyua harus memenuhi
kualifikasi :
a. Dapat diukur,
b. Satuan / sistem pengukuran,
3 - 18
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
c. Sasaran pencapaian,
d. Jangka waktu pencapaiannya
Penetapan tujuan dan sasaran kebijakan K3 harus dikonsultasikan dengan wakil
tenaga kerja, Ahli K3, dan pihak – pihak yang terkait dengan pelaksanaan
pekerjaan
Tujuan dan sasaran ini harus konsisten terhadap kebijakan K3 termasuk
kebijakan tentang perbaikan berkelanjutan.
8. Indikator Kinerja .
Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan Keselamatan dan kesehatan
kerja perusahaan harus menggunakan ystem c kinerja yang dapat diukur
sebagai dasar penilaian kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
sekaligus merupakan informasi
mengenai keberhasilan pencapaian sistem
manejemen Keselamatan dan kesehatan kerja.
9. Program – Program Manajemen K3 .
Program manjemen Keselamatan dan kesehatan kerja meliputi perencanaan
awal dan perencanaan kegiatan yang sedang berlangsung, Dalam rangka
pencapaian tujuan dan sasaran, maka organisasi harus menyusun dan
memelihara program kerja Keselamatan dan kesehatan kerja untuk meningkatkan
kondisi Keselamatan dan kesehatan kerja. Disesuaikan dengan kondisi, sumber
daya yang tersedia dan tingkat prioritasnya.
Program kerja memuat penanggung jawab dan otoritas pada fungsi-fungsi dan
level dalam organisasi dan target waktu dalam pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi tersebut.
Program kerja ini harus dievaluasi secara ystem c dan terencana, bila
diperlukan, bisa diamandemen sehubungan dengan pergeseran aktifitas, hasil
produksi, hasil jasa atau kondisi operasi dalam organisasi.
Elemen Program K3
a. Untuk menerapkan dan mengembangkan ystem manajemen Keselamatan
dan
kesehatan
Keselamatan
kerja
dan
disusun
kesehatan
pertanggung jawaban
program
kerja,
implementasi
dengan
atau
elemen
menetapkan
sistem
dalam pencapaian tujuan dan sasaran sesuai
dengna fungsi dan tujuan dari tingkatan manajemen perusahaan yang
bersangkutan
3 - 19
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
b. Elemen Keselamatan dan kesehatan kerja disesuaikan dengan kebutuhan
masing – masing perusahaan berdasarkan hasil telaah awal dan penetapan
tujuan dan sasaran yang ingin dicapai perusahaan termasuk dalam
menetapkan sarana dan jangka waktu untuk pencapaian tujuan dan
sasaran tersebut
10. Penerapan Rencana K3
Secara Efektif dgn Mengembangkan Kemampuan dan Mekanisme Pendukung yg
Diperlukan utk Mencapai Kebijakan, Tujuan dan Sasaran Keselamatan dan
kesehatan kerja
Perencanaan K3 (Planning)
Umpan balik & pengukuran
kinerja
Audit
Penerapan dan
Operasional
(Implementation and
(Feedback from measuring
performance)
operation)
Pemeriksaan dan Tindakan Perbaikan (Checking and corrective action)
Gambar 3.4 - Skema Penerapan dan Operasional K3
3.3.2. Jaminan Kemampuan
1. Sumber Daya Manusia, Sarana Dan Dana
Organisasi (Perusahaan) harus menyediakan Sumber daya manusia (SDM),
sarana dan dana yang memadai untuk menjamin pelaksanaan SMK3 sesuai
dengan persyaratan sistem SMK3 yang ditetapkan.
Dalam memenuhi ketentuan diatas, organisasi harus membuat prosedur dan
menyediakan biaya, sehingga dapat dipantau ke efektiffannya, diantaranya :
a. Sumber daya yang memadai sesuai dengan tingkat keperluannya,
b. Melakukan identifikasi kompetensi kerja
termasuk pelaksanaan pelatihan
yang dibutuhkan,
c. Membuat ketentuan untuk mengkomunikasikan informasi K3 secara efektif,
3 - 20
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
d. Membuat ketentuan untuk mendapatkan saran – saran dari para ahli
e. Membuat
ketentuan
/
peraturan
untuk
pelaksanaan
konsultasi
dan
keterlibatan pekerja.
2. Integrasi
Organisasi menjamin sistem SMK3 yang dilaksanakan dapat terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan secara selaras dan seimbang.
3. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat
a. Organisasi
Organisasi harus menentukan aturan main, kewenangan dan otoritas
personil-personil yang mengatur, menjalankan dan memantau aktifitasaktifitas yang berkaitan dengan resiko K3 dalam kaitan dengan aktifitas,
fasilitas dan proses dalam organisasi secara keseluruhan. Dokumen-dokumen
tersebut harus di tetapkan, didokumentasikan dan dikomunikasikan.
Penanggung jawab tertinggi dalam K3 adalah top management. Bila
organisasi berupa perusahaan berskala besar, mempunyai anak-anak
perusahaan, maka yang dimaksud top management harus didefi nisikan
dengan jelas.
Manajemen organisasi harus menyediakan sumber daya utama, termasuk
didalamnya sumber daya manusia, spesialis-spesialis, teknologi maupun
keuangan dalam rangka pelaksanaan, kontrol dan perbaikan ma najemen K3.
Organisasi mampu mengembangkan Organisasi K3 yang handal dan
berkualitas dalam hal Implementasi :

Pengembangan Job Description K3

Penerapan Job Safety Analysis
b. Peran Tenaga Ahli
Untuk mengembangkan, menerapkan dan memelihara cara kerja, prosedur,
sistem, pengaman dan standar untuk menghilangkan, mengendalikan dan
mengurangi bahaya Kecelakaan kerja terhadap manusia, prasarana dan
lingkungan, pembinaan SDM K3
Penanggung jawab K3 dalam manajemen organisasi harus mempunyai
aturan main, tanggung jawab dan wewenang dalam rangka :
3 - 21
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
1) menjamin bahwa persyaratan-persyaratan dalam sistem manajemen K
dibangun, diterapkan dan dipelihara sesuai dengan spesifikasi dalam
OHSAS,
2) menjamin
bahwa
laporan
performance
sistem
manajemen
K33
disampaikan kepada top manage- ment dalam rangka evaluasi dan
sebagai dasar perbaikan sistem manajemen K3.
4. Konsultasi, Komunikasi, dan Kesadaran
Organisasi harus mempunyai prosedur yang menjamin bahwa informasi-informasi
K3 dikomunikasikan kepada dan dari karyawan maupun pihak lain terkait.
Keterlibatan dan konsultasi karyawan harus didokumentasikan dan disampaikan
kepada pihak lain yang berkepentingan.
Dalam hal ini pengurus organisasi harus dapat menunjukkan komitmennya dalam
pelaksanaan konsultasi, komunikasi dan penyadaran pekerja kan pelaksanaan
K3, dengan melibatkan seluruh unsur pekerja dan pihak – pihak lain yang terkait
akan pelaksanaan dan penerapan, pemeliharaan dan pengembangan SMK3,
untuik hal ini maka, Karyawan harus :
a.
berperan aktif dalam pengembangan dan evaluasi kebijakan dan prosedur
berkaitan dengan pengen dalian resiko,
b.
diberi informasi tentang wakil karyawan dalam bidang K dan penanggung
jawab manajemen da lam bidang K.
5. Pelatihan Kompetensi Kerja
Pengurus organisasi harus mempunyai dan menjamin kompetensi kerja dan
pelatihan setiap tenaga kerja yang cukup dalam rangka menjalankan tugasnya
dalam unit-unit kerja yang terkait dengan K3. Kompetensi harus didefinisikan
sesuai dengan pendidikan, pelatihan dan pengalaman.
Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk menjamin
karyawan-karyawannya bekerja pada fungsi-fungsi dan level yang relevan, dalam
kaitan dengan :
a. menjamin kesesuaian sistem yang dijalankan dengan kebijakan, prosedur dan
persyaratan-persyaratan dalam sistem K3,
b. konsekwensi-konsekwensi
K3,
baik
aktual
maupun
potensial,
dalam
menjalankan aktifitas kerja, aturan main dan tanggung jawab dalam
pencapaian kebijakan K3 dan prosedur
3 - 22
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
3.3.3. Kegiatan Pendukung
1. Komunikasi
Komunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting
pelaksanaan SMK3, semua kegiatan ini harus didokumentasikan, prosedur yang
ada harus dapat menjamin pemenuhan kebutuhan tersebut :
a. Mengkomunikasikan hasil pelaksanaan SMK3, pemantauan, audit dan
tinjauan ulang manajemen kesemua pihak yang mempunyai tanggung jawab
dalam kinerja K3,
b. Melakukan identifikasi dan menerima informasi K3 yang terkait dari luar
perusahaan,
c. Menjamin informasi yang terkait dikomunikasikan kepada
orang – orang
diluar perusahaan yang membutuhkannya.
2. Pelaporan
Sistem pelaporan internal penerapan SMK3 perlu ditetapkan oleh organisasi
untuk memastikan bahwa SMK3 dipantau dan kinerjanya ditingkatkan, Hal
tersebut untuk menangani :
a. Pelaporan identifikasi sumber bahaya,
b. Pelaporan terjadinya insiden,
c. Pelaporan ketidaksesuaian,
d. Pelaporan Kinerja SMK3, dan
e. pelaporan
lainnya yang dipersyaratkan oleh perusahaan maupun oleh
peraturan – perundang undangan
3. Pendokumentasian
Organisasi harus membuat dan memelihara informasi dalam bentuk cetak
(kertas) atau elektronik. Dokumen-dokumen disusun sepraktis mungkin, sehingga
bisa mewujudkan efektifitas dan efisiensi dalam be kerja.
4. Pengendalian Dokumen
Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk mengontrol seluruh
dokumen dan data-data untuk menjamin :
a. seluruh dokumen diarsip dengan baik,
b. secara
periodik
dievaluasi,
direvisi
sesuai
kebutuhan
dan
disetujui,
disesuaikan dengan kecukupannya oleh personil yang berkompeten,
c. revisi yang berlaku tersedia di semua lokasi yang memerlukannya,
d. dokumen-dokumen yang tidak terpakai dipisahkan dengan baik dari aktifitas
yang sedang berjalan.
3 - 23
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
5. Pencatatan dan Manajemen Informasi
Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi,
memelihara dan mendespo sisi catatan K, termasuk hasil audit dan evaluasi.
Catatan K3 harus sah, bisa diidentifikasi dan mempunyai kemampuan telusur
sehubungan dengan akti fitas tertentu. Catatan K harus disimpan dan dipelihara
dengan cara tertentu, sehingga siap setiap sa at untuk didapatkan dan terlindung
dari kerusakan atau hilang.
3.3.4. Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian, Dan Pengendalian Resiko
Identifikasi bahaya sebagaimana ditetapkan dalam bagian / elemen, harus dinillai
tingkat resikonya, yang merupakan tolok ukur mengetahui adanya kemungkinan
terjadinya bahaya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.. yang selanjutnya akan
dapat dikendalikan tingkat resikonya
1. Identifikasi Sumber Bahaya
Identifikasi potensi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan :
a. Kondisi atau kejadian yang dapat menimbulkan bahaya
b. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi
2. Penilaian
Penilaian resiko harus dilakukan setelah diketahui identifikasi potensi sumber
bahaya, Penilaian resiko didasarkan pada :
a. Tingkat kekerapan (frekwensi) terjadinya insiden / kecelakaan kerja
b. Tingkat keparahan (consequences) yang terjadi akibat insiden / kecelakaan
kerja
Penilaian resiko ini untuk memastikan dan menentukan adanya prioritas
pengendalian resiko inseden, kecelakaan dan penyakit akibat kerja
3. Tindakan Pengendalian
Organisasi harus mengontrol seluruh aktifitas-aktifitas sesuai dengan identifikasi
resiko yang telah disusun. Hal ini bisa ditempuh dengan jalan:
a. penerapan dan pemeliharaan prosedur, sehingga akan bisa melihat adanya
deviasi terhadap policy dan tujuan dan sasaran K3,
b. menyusun kriteria-kriteria operasi dalam prosedur,
c. penerapan dan pemeliharaan prosedur yang berhubungan dengan resiko
material, peralatan kerja dan tenaga kerja dan mengkomunikasikan prosedurprosedur tersebut kepada pihak terkait lainnya,
d. penerapan dan pemeliharaan prosedur dalam perencanaan areal kerja,
proses, instalasi lainnya.
3 - 24
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Pengendalian resiko kecelakaan dan penyekit akibat kerja dilakukan juga melalui
metode :
 Pendidikan, peltihan,
 Pembangunan kesadaran dan motivasi dengan pemberian penghargaan
dapat berupa insentif / bonus, surat penghargaan dllnya,
 Evaluasi terhadap hasil inspeksi, audit, analisa insiden dan kecelakaan,
 Penegakkan hokum dan peraturan – peraturan K3,
 Pengendalian teknis / rekayasa yang meliputi : eliminasi, subtitusi bahaya,
isolasi, ventilasi, higene dan sanitasi
Ada suatu contoh siklus aplikasi K3 yang dibuat oleh Japan Construction Safety
and Health Association (JCSHA), terdiri dari :
a. Siklus harian K3 (Daily Safety Work Cycle)
b. Siklus mingguan K3 (Weekly Safety Work Cycle)
c. Siklus bulanan K3 (Monthly Safety Work Cycle)
Ketiga siklus K3 (lihat Bab 5) diatas penting sekali untuk secara konsisten
dilakukan oleh organisasi proyek, mengingat pelaksanaan proyek konstruksi
mempunyai item-item pekerjaan yang berbeda dan dinamis, berganti dari waktu
ke waktu. Satu jenis proyek konstruksi juga berbeda dari jenis proyek lainnya,
sehingga mempunyai strategi penanganan yang berbeda pula.
4. Perancangan (Design) dan Rekayasa
Pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dalam proses
rekayasa harus dimulai sejak tahapan perancangan dan perencanaan.
Setiap tahap dari siklus perancangan meliputi :
a. Pengembangan,
b. Verifikasi tinjauan ulang,
c. Validasi dan penyesuaian yang dikaitkan dengan identifikasi sumber bahaya,
prosedur penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.
Pada bagian Perancangan (Design) dan Rekayasaini, personel yang menangani
harus memiliki kompetensi kerja yang sesuai dan, diberikan wewenang serta
tanggung jawab yang jelas untuk melakukan validasi persyaratan SMK3
5. Pengendalian Administratif
a. Prosedur dan instruksi kerja yang dibuat harus mempertimbangkan segala
aspek K3 pada setiap tahapan,
b. Prosedur dan instruksi kerja yang dibuat harus terdokumentasi,
3 - 25
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
c. Rancangan, tinjauan ulang Prosedur dan instruksi kerja harus dibuat oleh
personel yang mempunyai kompetensi kerja dengan melibatkan pelaksana
yang terkait. Dalam hal ini personel yang melaksanakan harus diberikan
pelatihan agar memiliki kompetensi yang sesuaidengan bidang pekerjaannya.
d. Prosedur dan instruksi kerja yang dibuat harus ditinjau secara berkala, untuk
memastikan bahwa prosedur dan instruksi kerja tersebut terkendali sesuai
dengan perubahan keadaan yang terjadi seperti pada peraturan – perundang
undangan, peralatan, proses atau bahkan bahan baku yang digunakan.
6. Tinjauan Ulang Kontrak
Pengadaan barang dan jasa harus ditinjau ulang untuk memastikan dan
menjamin kemampuan organisasi dalam memenuhi persyaratan- persyaratan K3
yang ditentukan
7. Pembelian
Setiap pembelian barang dan jasa termasuk didalamnya prosedur pemeliharaan
barang dan jasa harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan resiko
kecelakaan dan penyakit akibat kerja :
a. Dalam sistem pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta
mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan K3,
b. Pada saat penerimaan barang dan jasa di tempat kerja , organisasi harus
dapat menjelaskan kepada semua pihak yang akan menggunakan barang
dan jasa tersebut mengenai identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian
resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi.
8. Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat atau Bencana
Organisasi harus membuat dan memelihara perencanaan dan prosedur untuk
mengidentifikasi potensial bahaya dalam rangka merespon insiden dan situasi
keadaan darurat dan dalam rangka tindakan prefentif dan reduksi terhadap
kecelakaan dan sakit akibat kerja.
Dokumen ini harus dievaluasi, terutama setelah mendapatkan insiden dan situasi
keadaan darurat. Dokumen ini juga harus ditest / di uji secara periodic / berkala,
untuk mengetahui kehandalan sistem yang ditetapkan,
Pengujian sistem keadaan darurat harus dilakukan oleh orang / petugas yang
mempunyai kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang besar harus mendapatkan
ijin dari / atau dikoordinasikan dengan instansi yang berwenang.
9. Prosedur Menghadapi Insiden
Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur yang menetapkan
tanggung jawab dan wewenang dalam hal :
a. menangani dan menyelidiki kecelakaan kerja, insiden dan ketidak sesuaian,
3 - 26
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
b. pengambilan tindakan dalam rangka mereduksi akibat yang timbul oleh
kecelakaan, insiden atau keti dak sesuaian,
c. konfirmasi dalam hal efektifitas dari tindakan korektif dan tindakan prefentif
yang telah dilakukan.
Penyediaan fasilatas guna melengkapi prosedur yang ditetapkan meliputi :
a. Penyediaan sarana dan fasilitas P3 K yang cukup sesuai dengan tingkatan
besarnya
organisasi, guna menyakinkan dapat melaksanakan pertolongan
medik dalam keadaan darurat,
b. Proses perawatan lanjutan setelah insiden / kecelakaan
Prosedur ini juga mengandung hal-hal dimana tindakan korektif dan tindakan
prefentif harus dievaluasi dengan menggunakan proses penilaian resiko sebelum
diimplementasikan
10. Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan darurat
Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur yang menetapkan
tanggung jawab dalam hal Pemulihan Keadaan darurat, yang secara cepat dapat
menangani dan mengembalikan pada kondisi normal dan membantu pemulihan
tenaga kerja yang mengalami trauma.
3.3.5. Penerapan Rencana K3
1. Inspeksi dan Pengujian
Organisasi harus menetapkan inspeksi, pengujian dan pemantauan berkaitan
dengan tujuan dan sasaran K3 yang ditetapkan, frekwensi inspeksi, pengujian
dan pemantauan harus disesuaikan dengan obyeknya, Prosedur
inspeksi,
pengujian dan pemantauan meliputi :
a. Personel yang terlibat mempunyai kompetensi dan pengalaman yang cukup,
b. Catatan, rekaman hasil inspeksi, pengujian, dan pemantauan dipelihara dan
tersedia dengan baik bagi tenaga kerja, kontarktor yang terkait dan
manajemen,
c. Penggunaan peralatan dan metode pengujian di jamin memenuhi standar
keselamatan
d. Tindakan perbaikan segera dilakukan atas ketidaksesuaian yang ditemukan
saat inpeksi, pengujian dan pemantauan,
e. Penyelidikan
yang
memadai
harus
doilakukan
untuk
menemukan
permasalahan suatu insiden,
f.
Hasil temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang.
3 - 27
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2. Audit dan Sistem Manajemen K3
Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur audit dan program audit
dalam rangka audit sistem manajemen K3, agar :
a. mengetahui kesesuaian dengan sistem manajemen K3 :
1) kesesuaian dengan perencanaan manajemen K3 termasuk spesifikasinya,
2) telah diterapkan dan dipelihara dengan benar,
3) kesesuaian dengan kebijakan dan target dengan efektif
b. evaluasi terhadap hasil audit sebelumnya,
c. menyediakan informasi tentang hasil audit kepada manajemen organisasi
Program audit lengkap dengan jadwalnya yang dilaksanakan secara berkala,
harus didasarkan pada hasil dari penilaian resiko dari aktifitas organisasi dan
hasil dari audit sebelumnya..
Pelaksanaan audit dilaksanakan secara sistimatik terhadap pekerjaan yang
menjadi obyek audit oleh personil independen yang mempunyai kompetensi kerja
audit,
dengan
tujuan
untuk
mengetahui
keefektifan
sistem
manjemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang diterapkan.
Prosedur audit mencakup lingkup, frekwensi, metodologi, kompetensi, wewenang
dan persyaratan-persyaratan untuk melakukan audit dan pelaporan hasil.
Frekwensi audit harus ditentukan atas hasil tinjauan ulang audit sebelumnya oleh
manajemen, rekaman hasil audit ini harus disebar luaskan ke unit – unit yang
terkait dengan observasi audit. Hal ini guna memastikan agar tidak akan terjadi
ketidaksesuaian yang sama pada unit – unit lain yang belum dilaksanakan audit,
dimana hasil audit sebelumnya menjadi acuan tindakan perbaikan dan
peningkatan pelaksanaan K3 yang berkelanjutan.
3. Tindakan Pemeriksaan, Perbaikan dan Penerapannya
Penerapan dan Operasionil (Implementation and operation)
Umpan
balik
dari
pengukuran kinerja
Audit
Checking
And
(Feedback from
measuring performance)
Tinjauan Manajemen (Management review)
Gambar 3.5 - Skema Pemeriksaan dan Perbaikan
3 - 28
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
4. Pengukuran, Pemantauan, dan Pengevaluasian Kinerja K3
Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk memantau dan
mengukur kinerja K seca ra teratur. Prosedur ini mengandung :
a. ukuran yang bersifat kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kebutuhan
organisasi,
b. pemantauan terhadap peningkatan tujuan dan sasaran K organisasi,
c. secara proaktif melakukan pengukuran terhadap kinerja pemenuhan program
manajemen,
d. secara reaktif melakukan pengukuran kinerja kecelakaan kerja, sakit akibat
kerja, insiden (termasuk near-miss) dan bukti-bukti historis K,
e. pencatatan data dan hasil pemantauan dan pengukuran kinerja dalam upaya
analisa upaya korektif dan analisa upaya prefentif.
3.3.6. Tinjauan Ulang Dan Peningkatan Oleh Pihak Manajemen
Tinjauan Manajemen harus dilakukan Peninjauannya
Secara Teratur untuk
Peningkatan Penerapan SMK3 secara Berkelanjutan (continual improvement), hal ini
harus dapat dipastikan dilakukan dan didokumentasikan serta mudah ditelusur bila
diperlukan untuk kepentingan pengembangan SMK3.
Pemerikasaan dan Tindakan perbaikan (Checking and corrective action)
Internal Factors
Tinjauan
Manajemen
(Management
review
Internal Factors
(faktor internal)
(faktor eksternal)
Kebijakan (Policy)
Gambar 3.6 - Skema Tinjauan Manajemen
Pimpinan Puncak manajemen dalam organisasi harus mengevaluasi manajemen
sistem K3 secara periodik sesuai yang telah ditentukan, untuk menjamin kecocokan,
kesesuaian dan efektifitasnya.
3 - 29
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Dalam proses evaluasi ini harus tersedia informasi yang memadai sehingga
manajemen organisasi bisa melakukan evaluasi dengan tepat. Hasil evaluasi harus
didokumentasikan.
Tinjauan manajemen ditujukan untuk memungkinkan dilakukan perubahan policy,
tujuan dan sasaran dan hal-hal lain dalam sistem K didalam kerangka hasil audit
sistem K3 dan perbaikan berkelanjutan.
3.4.
Sebab Akibat Terjadinya Kecelakaan Kerja
3.4.1. Kecelakaan
Kecelakaan adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak direncanakan, tidak
diingini, dan tidak diduga sebelumnya. Kecelakaan dapat terjadi sewaktu-waktu dan
mempunyai sifat merugikan terhadap manusia (cedera) maupun peralatan atau
mesin (kerusakan) yang mengakibatkan dampak negatif kecelakaan terhadap
manusia, peralatan, dan produksi, yang akhirnya dapat menyebabkan kegiatan
(penambangan) terhenti secara menyeluruh.
3.4.2. Penyebab kecelakaan
Setiap kecelakaan selalu ada penyebabnya yang tidak diketahui atau direncana-kan
sebelumnya. Hasil studi memperlihatkan grafik proporsi penyebab kecelakaan yang
disebabkan oleh tindakan karyawan tidak aman (88%), kondisi kerja tidak aman
(10%), dan diluar kemampuan manusia (2%). Grafik tersebut diperoleh dari hasil
statistik tentang kecelakaan pekerja pada perusahaan industri secara umum tidak
hanya industri pertambangan. Yang patut dicermati adalah bahwa manusia ternyata
sebagai penyebab terbesar kecelakaan. Uraian berikut ini akan memberikan
penjelasan tentang penyebab terjadinya kecelakaan.
Adapun penyebab kecelakaan antara lain :
1) Tindakan karyawan yang tidak aman
Dapat ditinjau dari pemberi pekerjaan, yaitu bisa Pengawas, Foreman, Superintendent, atau Manager; dan dari karyawannya sendiri.
a. Tanggung jawab pemberi pekerjaan
 Instruksi tidak diberikan
 Instruksi diberikan tidak lengkap
 Alat proteksi diri tidak disediakan
 Pengawas kerja yang bertentangan
 Tidak dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap mesin, peralatan, dan
pekerjaan
3 - 30
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
b. Tindakan atau kelakukan karyawan
 Tergesa-gesa atau ingin cepat selesai
 Alat proteksi diri yang tersedia tidak dipakai
 Bekerja sambil bergurau
 Tidak mencurahkan perhatian pada pekerjaan
 Tidak mengindahkan peraturan dan instruksi
 Tidak berpengalaman
 Posisi badan yang salah
 Cara kerja yang tidak benar
 Memakai alat yang tidak tepat dan aman
 Tindakan teman sekerja
 Tidak mengerti instruksi disebabkan kesukaran bahasa yang dipakai
pemberi pekerjaan (misalnya Pengawas, Foreman, dan sebagainya)
2) Kondisi kerja yang tidak aman
Dapat ditinjau dari peralatan atau mesin yang bekerja secara tidak aman dan
keadaan atau situasi kerja tidak nyaman dan aman.
a. Peralatan atau benda-benda yang tidak aman
 Mesin atau peralatan tidak dilindungi
 Peralatan yang sudah rusak
 Barang-barang yang rusak dan letaknya tidak teratur
b.
Keadaan tidak aman
 Lampu penerangan tidak cukup
 Ventilasi tidak cukup
 Kebersihan tempat kerja
 Lantai atau tempat kerja licin
 Ruang tempat kerja terbatas
 Bagian-bagian mesin berputar tidak dilindungi
3) Diluar kemampuan manusia (Act of God)
Penyebab kecelakaan ini dikategorikan terjadinya karena kehendak Tuhan atau
takdir. Prosentase kejadiannya sangat kecil, maksimal 2%, dan kadang-kadang
tidak masuk akal, sehingga sulit dijelaskan secara ilmiah.
3 - 31
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Dari uraian tentang penyebab kecelakaan di atas, maka penyebab kecelakaan
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pendorong atau pembantu terjadinya
kecelakaan, dan penyebab langsung kecelakaan.
3.4.3. Kerugian akibat kecelakaan
Kecelakaan akan mendatangkan berbagai kerugian terhadap karaywan, keluarga
karyawan, dan perusahaan. Di bawah ini adalah jenis-jenis kerugian yang muncul
akibat kecelakaan, yaitu:
1) Terhadap karyawan
1.a. Kesakitan
1.b. Cacat atau cidera
1.c. Waktu dan penghasilan (uang)
2) Terhadap keluarga
2.a. Kesedihan
2.b. Pemasukan penghasilan terhambat atau terputus
2.c. Masa depan suram atau tidak sempurna
3) Terhadap perusahaan
3.a. Kehilangan tenaga kerja
3.b. Mesin atau peralatan rusak
3.c. Biaya perawatan dan pengobatan
3.d. Biaya penggantian dan pelatihan karyawan baru
3.e. Biaya perbaikan kerusakan alat
3.f. Kehilangan waktu atau bekerja terhenti karena menolong yang kecelakaan
3.g. Gaji atau upah dan kompensasi harus dibayarkan
3.4.4. Pemeriksaan kecelakaan
Untuk mencegah agar tidak terulang kecelakaan yang serupa perlu dilakukan
pemeriksaan atau mencari penyebab terjadinya kecelakaan tersebut. Maksud
pemeriksaan suatu kecelakaan antara lain untuk menciptakan:
1) Tindakan pencegahan kecelakaan
1.a. Memperkecil bahaya, mengurangi, atau meniadakan bagian-bagian yang
berbahaya
1.b. Peralatan dan perlengkapan yang perlu diberi pengaman
1.c. Bagian-bagian yang dapat mendatangkan kecelakaan perlu diberi
pengaman, seperti bagian berputar dari suatu mesin, pipa panas, dan
sebagainya.
3 - 32
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
1.d. Tanda-tanda peringatan pada tempat yang berbahaya, seperti peralatan
listrik tegangan tinggi, lubang berbahaya, bahan peledak, lalulintas, tempat
penggalian batu, pembuatan terowongan, dan sebagainya.
2) Dasar pencegahan kecelakaan
2.a. Menciptakan dan memperbaiki kondisi kerja
2.b. Membuat tindakan berdasarkan fakta yang ada
3.4.5. Pendorong Terjadinya Kecelakaan
Hal-hal yang membantu atau mendorong terjadinya kecelakaan antara lain sebagai
berikut:
1) Tuntunan mengenai keselamatan kerja (safety)
 Tidak cukup instruksi
 Peraturan dan perencanaan kurang lengkap
 Bagian-bagian yang berbahaya tidak dilindungi, dsb
2) Mental para karyawan
 Kurang koordinasi
 Kurang tanggap
 Cepat marah atau emosional atau bertemperamen tidak baik
 Mudah gugup atau nervous
 Mempunyai masalah keluarga, dsb
3) Kondisi fisik karyawan
 Terlalu letih
 Kurang istirahat
 Penglihatan kurang baik
 Pendengaran kurang baik, dsb.
3.4.6. Sebab langsung terjadinya kecelakaan
Terdapat dua penyebab langsung terjadinya kecelakaan dengan beberapa rincian
sebagai berikut:
1) Tindakan tidak aman

Tidak memakai alat proteksi diri

Cara bekerja yang membahayakan

Bekerja sambil bergurau

Menggunakan alat yang tidak benar
3 - 33
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2) Kondisi tidak aman

Alat yang digunakan tidak baik atau rusak

Pengaturan tempat kerja tidak baik dan membahayakan

Bagian-bagian mesin yang bergerak atau berputar dan dapat menimbulkan
bahaya tidak dilindungi

Lampu penerangan kurang memadai

Ventilasi kurang baik atau bahkan tidak ada
3) Terjadinya kecelakaan
Yang dimaksud dengan terjadinya kecelakaan adalah peristiwa yang membentuk
kecelakaan tersebut, diantaranya adalah:
 terpukul, terbentur
 terjatuh, tergelincir, kaki terkilir
 kemasukan benda baik melalui mulut atau hidung dan keracunan gas
 terbakar
 tertimbun, tenggelam, terperosok
 terjepit
 terkena aliran listrik, dll
3.4.7. Akibat kecelakaan
Seperti telah diurakian sebelumnya bahwa kecelakaan akan menimbulkan akibat
negatif baik kepada karyawan dan keluarganya maupun perusahaan. Inti dari akibat
kecelakaan adalah:
 luka-luka atau kematian
 kerusakan mesin atau peralatan
 produksi tertunda.
3.5.
Alat Pelindung Diri
3.5.1. Umum
Sejak dahulu kala para pengurus/ pengusaha dan pekerja sudah berusaha untuk
melindungi diri mereka dari terjadinya kecelakaan yang akan menimpa mereka baik
itu merupakan pakaian dan topi yang melindungi mereka dari serangan cuaca
ataupun sepatu yang kokoh agar mereka bisa bekerja dengan nyaman tanpa
terganggu. Seiring dengan kemajuan teknologi Alat Pelindung Diri semakin beragam
bentuknya dan ini sangat membantu berkurangnya pekerja yang cedera atau
meninggal disebabkan kecelakaan kerja.
3 - 34
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Dinegara berkembang seperti Indonesia ini kesadaran akan penggunaan Alat
Pelindung Diri ini sangat kurang sehingga menurut data yang ada pada Jamsostek
lebih dari 8000 kecelakaan terjadi di Indonesia atau hampir 30 kali setiap hari ada
kecelakaan kerja terjadi , itu baru yang dilaporkan ke Jamsostek untuk memperoleh
santunan, belum lagi yang didiamkan atau kecelakaan yang tidak berakibat fatal
yang kadang memang sengaja ditutup-tutupi oleh kontraktor untuk menghindari
masaalah dengan pihak yang berwajib ( Polisi dan Depnaker ). Kerugian yang
ditimbulkan oleh kecelakaan kerja ini cukup besar disamping biaya pengobatan
terganggunya
jadwal pekerjaan, waktu kerja yang hilang dan berkurangnya aset
nasional berupa tenaga kerja yang trampil.
Banyak para kontraktor yang secara sengaja mengelak dalam kewajibannya untuk
menyediakan Alat pelindung Diri ( APD) yang memadai
dengan alas an tidak
dianggarkan dalam proyek dan dalam usahanya untuk mengejar target keuntungan
yang sebesar-besarnya. Padahal dengan menyediakan APD ini kontraktor justru
dijaga dari pengeluaran tak terduga yang timbul dari kecelakaan kerja sehingga
target keuntungan yang akan diraih takkan berkurang.
Pemerintah dalam hal ini dengan Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja no. 1 tahun 1970 telah mewajibkan kepada pihak pengelola pekerjaan untuk
menyediakan Alat Pelindung Diri dan mewajibkan
kepada para pekerja untuk
memakainya dan peraturan ini diperkuat lagi dengan Peraturan-peraturan dari
menteri yang terkait seperti Peraturan Menaker dan Mekrimpraswil / Pekerjaan
Umum yang membuat Pedoman Keselamatan Kerja bagi pekerjaan Konstruksi.
Penggunaan Alat pelindung Diri yang standar sangat diperlukan , karena banyak
kasus dimana pekerja yang sudah memakai Alat Pelindung Diri masih bisa terkena
celaka karena penggunaan Pelindung yang tidak standar.
Modul ini sengaja disusun agar para pemakai mengetahui Alat Pelindung Diri yang
dibutuhkan standar yang diminta dan kegunaannya.
3.5.2. Kewajiban Untuk Menyediakan Dan Memakai Alat Pelindung Diri
Disamping bahwa kesadaran menyediakan dan memakai Alat pelindung Diri itu bagi
Pengurus/Pengusaha dan Pekerja merupakan keuntungan
kepada mereka,
pemerintah dalam hal ini telah mewajibkannya dalam undang-undang .Kewajiban
untuk menyediakan bagi Pelaksana (Pengurus ) pekerjaan menyediakan dan
memakai Alat Pelindung Diri
bagi para pekerja ada pada Undang-Undang
Keselamatan Kerja No, 1 tahun 1970 seperti kutipan dibawah ini :
3 - 35
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 9
(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada setiap tenaga kerja
baru tentang .
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul ditempat
kerjanya.
b. Semua pengaman dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat
kerjanya.
c. Alat Pelindung Diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA
Pasal 12
Dengan peraturan dan perundangan diatur hak dan kewajiban tenaga kerja untuk
1. Memakai Alat Perlindungan Diri yang diwajibkan.
2. Memenuhi dan mentaati semua syarat syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan.
3. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat-syarat keselamatan
kerja yang diwajibkan diragukan olehnya dst
BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
d. Menyediakan secara cuma-cuma Alat Perlindungan Diri yang diwajibkan kepada
tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya ……..dst.
3.5.3. KEBIASAAN UNTUK MENGGUNAKAN PELINDUNG
Peralatan pelindung diri untuk pekerja pada dasarnya mempunyai masalah tersendiri.
Rendahnya motivasi dari pihak pekerja untuk menggunakan peralatan itu hendaknya
diimbangi dengan kesungguhan Kontraktor menerapkan aturan penggunaan
peralatan itu. Terdapat beberapa segi yang perlu perhatian dan pemecahan
sekaligus :
 Untuk pertama kali menggunakan alat pelindung diri seperti helm, sepatu kerja
dan ikat pinggang pengaman memang kurang menyenangkan pekerja. Memanjat
dengan memakai sepatu bahkan akan terasa kurang aman bagi yang tidak
terbiasa, mula-mula terasa memperlambat pekerjaan. Memakai sarung tangan
3 - 36
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
juga mula-mula akan terasa risih. Memang diperlukan waktu agar menggunakan
alat pelidung diri itu menjadi kebiasaan. Tetapi yang penting pada akhirnya harus
terbiasa.
 Diperlukan tenaga
pengawas
K3
Konstruksi
untuk
mengingatkan
dan
mengenakan sangsi bagi pelanggar yang tidak menggunakan alat pelindung
tersebut.
 Untuk pembiayaan peralatan memang diperlukan dana, dan hal ini tentu sudah
dianggarkan oleh Kontraktor. Karena itu hendaknya diadakan inventarisasi dan
prosedur penyimpanan, perbaikan, perawatan, membersihkan dan menggantikan
alat pelindung diri oleh Kontraktor.
3.5.4. Jenis Alat Pelindung
Hampir semua Alat Pelindung Diri yang dipakai pada bidang Industri dan jasa lain,
digunakan juga dalam dunia Konstruksi, karena dunia konstruksi bukan hanya untuk
membangun fasilitas baru tetapi digunakan pula dalam pemeliharaan dan perbaikan
suatu fasilitas yang masih berjalan.
a. Pelindung Kepala
Untuk pekindung kepala selalu digunakan Helm Pengaman, yang berguna untuk
menghindari risiko kejatuhan benda-benda tajam dan berbahaya. Peralatan atau
bahan kecil tetapi berat bila jatuh dari ketinggian dan menimpa kepala bisa
berakibat mematikan. Kecelakaan yang menimpa kepala sering terjadi sewaktu
bergerak dan berdiri dalam posisi berdiri atau ketika naik ketempat yang lebih
tinggi. Terutama bila ditempat yang lebih tinggi pekerjaan sedang berlangsung.
Aturan yang lebih keras pada daerah seperti ini harus diberlakukan tanpa kecuali
terhadap siapapun yang memasuki area tersebut. Upaya ini ditambah leflet-leflet
peringatan tertulis yang jelas dan mudah terbaca.
Jenis Helm yang digunakan juga harus standar. Ada standar nasional dan ada
juga standar internasional. Juga cara pemakaiannya harus betul, tali pengikat ke
dagu harus terpasang sebagaimana mestinya sehingga tidak mudah terlepas.
b. Pelindung Kaki
Sepatu Keselamatan (Safety shoes) untuk menghindari kecelakan yang
diakibatkan tersandung bahan keras seperti logam atau kayu, terinjak atau
terhimpit beban berat atau mencegah luka bakar pada waktu mengelas. Sepatu
boot karet bila bekerja pada pekerjaan tanah dan pengecoran beton.
3 - 37
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Pada umumnya di pekerjaan konstruksi, kecelakaan kerja terjadi karena tertusuk
paku yang tidak dibengkokkan, terpasang vertical di papan sebagai bahan
bangunan yang berserakan ditempat kerja. Ada beberapa jenis sepatu kerja :

Memakai pelindung kaki agar aman dari kejatuhan benda.

Sepatu bot yang dipakai di tanah basah atau memasuki air.

Sepatu untuk memanjat.

Sepatu untuk pekerjaan berat.

Sepatu korosi, untuk bekerja menggunakan bahan kimia dan bahan sejenis.
c. Pelindung Tangan
Sarung Tangan
untuk pekerjaan yang dapat menimbulkan cidera lecet atau
terluka pada tangan seperti pekerjaan pembesian fabrikasi dan penyetelan ,
Pekerjaan las, membawa barang -–barang berbahaya dan korosif seperti asam
dan alkali.
Banyak kecelakaan luka terjadi di tangan dan pergelangan dibanding bagian
tubuh lainnya. Kecelakaan ditangan seperti bengkak, terkelupas, terpotong,
memar atau terbakar bisa berakibat vatal dan tidak dapat lagi bekerja. Diperlukan
pedoman penguasaan peralatan teknis dan pelindung tangan yang cocok seperti
Sarung Tangan. Pekerjaan-pekerjaan yang yang memerlukan pelidung tangan
misalnya adalah :
o
Pekerjaan yang berhubungan dengan permukaan yang kasar, tajam atau
permukaan menonjol.
o
Pekerjaan yang berhubungan dengan benda panas, karatan atau zat- zat
seperti aspal dan resin beracun.
o
Pekerjaan yang berhubugan dengan listrik dan cuaca.
Ada berbagai sarung tangan yang dikenal a.l:
 Sarung Tangan Kulit
 Sarung Tangan Katun
 Sarung Tangan Karet untuk isolasi
Sarung Tangan Kulit digunakan untuk pekerjaan pengelasan , pekerjaan
pemindahan pipa dll
Sarung Tangan Katun digunakan pada pekerjaan besi beton , pekerjaan bobokan
dan batu, pelindung pada waktu harus menaiki tangga untuk pekerjaan
ketinggian.
3 - 38
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Sarung Tangan Karet untuk pekerjaan listrik yang dijaga agar tidak ada yang
robek agar tidak terjadi bahaya kena arus listrik.
d. Pelindung Pernafasan
Beberapa alat pelindung pernafasan ( masker) diberikan sebagai berikut, dengan
penggunaan tergantung kondisi ataupun situasi dlapangan disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan :
1). Masker Pelindung Pengelasan yang dilengkapi kaca pengaman ( Shade of
Lens ) yang disesuaikan dengan diameter batang las ( welding rod )
a). Untuk welding rod 1/16” sampai 5/32” gunakan shade no.10
b). Untuk welding rod 3/16 sampai ¼ “
gunakan shade no 13
2). Masker Gas dan Masker Debu adalah alat perlindungan untuk melindungi
pernafasan dari gas beracun dan debu.
Dalam pekerjaan di proyek banyak terdapat pekerjaan yang berhubungan
dengan bahaya debu, minyak atau gas yang berasal dari :

Peralatan pemecah dan batu.

Kecipratan pasir.

Bangunan terbuka yang mengandung debu asbes.

Pekerjaan las, memotong bahan yang dibungkus atau dilapisi zinkum,
nikel atau cadmium.

Cat semprot.

Semburan mendadak.
Bila terdapat kecurigaan bahwa di udara terdapat gas beracun, pelindung
pernafasan harus segera dipakai. Jenis Pelindung Pernafasan yang harus
dipakai tergantung kepada bahaya dan kondisi kerja masing-masing. Juga
diperlukan latihan cara menggunakan dan merawatnya. Perlu minta petunjuk
pihak berwenang untuk peralatan Pelindung Pernafasan ini.
Bekerja di ruang tertutup seperti gudang atau ruangan bawah tanah ada
kemungkinan terdapat bahaya asap, gas berbahaya atau bahan-bahan yang
rapuh wajib pula menggunakan perlindungan pernafasan.
Juga terdapat alat Pelindung Pernafasan jenis setengah muka yang terdiri
atas :

Yang memakai alat filter atau penyaring katrid. Filter ini perlu diganti
secara berkala.

Pelindung Pernafasan dari gas dan asap.

Filter kombinasi penahan gas dan asap.
3 - 39
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Disamping itu terdapat juga alat Pelindung Pernafasan penuh muka memakai
filter yang bisa melindungi mata maupun muka.
Pelindung Pernafasan yang lain ialah yang melindungi seluruh muka yang
dilengkapi udara dalam tekanan tertentu dan merupakan jenis yang terbaik,
terutama bila di tempat kerja kurang dapat oksigen. Udara dalirkan dari
kompresor yang dilengkapi penyaring. Pada iklim panas alat ini terasa sejuk
dan menyenagkan. Alat ini lebih mandiri tapi memerlukan pelatihan cara
memakainya sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.
e. Pelindung Pendengaran
Pelindung Pendengaran untuk mencegah rusaknya pendengaran akibat suara
bising diatas ambang aman seperti pekerjaan plat logam. ( batasn nilai ambang
batas akan diterangkan dalam modul kesehatan)
f.
Pelindung Mata
Kaca Mata Pelindung (Protective goggles) untuk melindungi mata dari percikan
logam cair, percikan bahan kimia, serta kaca mata pelindung untuk pekerjaan
menggerinda dan pekerjaan berdebu
Mata dapat luka karena radiasi atau debu yang berterbangan. Kecalakaan yang
mengenai mata seringkali terjadi dalam:

Memecah batu, pemotongan, pelapisan atau pemasangan batu, pembetonan
dan memasang bata dengan tangan atau alat kerja tangan menggunakan
tenaga listrik

Pengupasan dan pelapisan cat atau permukaan berkarat.

Penutupan atau penyumbatan baut.

Menggerinda dengan tenaga listrik.

Pengelasan dan pemotongan logam.
Dalam pekerjaan konstruksi terdapat juga risiko karena tumpahan, kebocoran
atau percikan bahan cair panas atau lumpur cair.
Persoalan yang banyak terjadi adalah, kemalasan tukang untuk memakai
pelindung, alat tidak cocok, atau memang alatnya tidak tersedia sama sekali di
proyek.
g. Tali Pengaman & Sabuk Keselamatan (safety belt)
Banyak sekali terjadi kecelakaan kerja karena jatuh dari ketinggian. Pencegahan
utama ialah tersedianya jaring pengaman. Tetapi untuk keamanan individu perlu
Ikat Pinggang Pengaman / Sabuk Pengaman ( Safety Belt ). Yang wajib
3 - 40
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
digunakan untuk mencegah cidera yang lebih parah pada pekerja yang bekerja
diketinggian
( > 2 M tinggi ).
Contoh jenis-jenis pekerjaan yang memerlukan Tali Pengaman :

Pekerjaan perawatan pada bangunan struktur seperti jembatan.
Terdapat banyak jenis Ikat Pinggang Pengaman dan Tali Pengaman,
diperlukan petunjuk dari pihak yang kompeten tentang tali pengaman yang
paling cocok untuk suatu jenis pekerjaan. Termasuk cara penggunaan dan
perawatannya. Tali Pengaman yang lengkap harus selalu dipakai bersama
Ikat Pinggang Pengaman.
Syarat-syarat untuk Tali Pengaman adalah :

Batas jatuh pemakai tidak boleh lebih dari dua meter
dengan cara
meloncat.

Harus cukup kuat menahan berat badan.

Harus melekat di bangunan yag kuat melalui titik kait diatas tempat kerja.
Demikianlah
Alat Pelindung Diri yang umum dipakai dan sifatnya lebih
mendasar. Karena diluar itu sangat banyak sekali ketentuan-ketentuan yang
harus diingat baik bila mengerjakan sesuatu, menggunakan peralatan tertentu
dan menangani bahan tertentu.
Sesungguhnya bila pekerja itu dipersiapkan melalui sistim pelatihan,
kecelakaan yang diakibatkan alpa menggunakan Alat Pelindung Diri seperti ini
akan jauh berkurang. Sebab dalam sistim pelatihan diajarkan cara
menggunakan peralatan yang betul, efektif dan tanpa membahayakan.
Hampir semua pekerja tukang kita tidak pernah dibekali pengetahuan melalui
sistim pelatihan. Hanya memupuk pengalaman sambil langsung bekerja.
Dengan cara penjelasan ringkas kepada mereka sambil bekerja
tentang
pencegahan kecelakaan hasilnya akan terbatas. Akan jauh lebih berhasil bila
merupakan program dalam paket pelatihan sejak berstatus calon pencari
kerja atau pemula. Hal ini merupakan penyeebab angka kecelakaan kerja
bidang konstruksi di Indonesia termasuk tinggi.
Disamping alat pelindung diri diatas pekerja harus berpakaian yang komplit
sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditanganinya seperti tukang las harus
dilengkapi jaket/rompi kulit tetapi minimum harus memakai kaos dan celana
panjang.
3.5.5. Hal hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan APD
Alat Pelindung Diri akan berfungsi dengan sempurna apabila dipakai secara baik
dan benar .
3 - 41
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
a. Sediakanlah Alat Pelindung Diri yang sudah teruji dan telah memiliki SNI atau
standar internasional lainnya yang diakui.
b. Pakailah alat pelindung diri yang sesuai dengan jenis pekerjaan walaupun
pekerjaan tersebut hanya memerlukan waktu singkat.
c. Alat Pelindung Diri harus dipakai dengan tepat dan benar.
d. Jadikanlah memakai alat pelindung diri menjadi kebiasaan. Ketidak nyamanan
dalam memakai alat pelindung diri jangan dijadikan alasan untuk menolak
memakainya
e. Alat Pelindung Diri tidak boleh diubah-ubah pemakaiannya kalau memang terasa
tidak nyaman dipakai laporkan kepada atasan
atau pemberi
kewajiban
pemakaian alat tersebut.
f.
Alat Pelindung Diri dijaga agar tetap berfungsi dengan baik.
g. Semua pekerja,pengunjung dan mitra kerja ke proyek konstruksi harus memakai
alat pelindung diri yang diwajibkan seperti Topi Keselamatan dll.
3.5.6. Acuan / standar yang dipakai.
Apabila kita membeli Alat Pelindung diri kita akan
berpedoman kepada standar
industri yang berlaku, belilah hanya barang yang telah mencantumkan kode SNI
(Standar Nasional Indonesia) atau JIS untuk barang buatan Jepang , ANSI, BP dsb
tergantung dari negara asal barang untuk kebutuhan proyek dan dinyatakan laik
untuk pekerjaan yang dimaksud.
Dibawah ini beberapa contoh standar alat pelindung diri dan SNI dan standar
internasional lainnya.
Helmet ( Topi Pengaman )
: ANSI Z 89,1997 standard
Sepatu Pengaman ( Safety Shoes )
: SII-0645-82,DIN 4843,Australian Standard
AS/NZS 2210.3.2000, ANSI Z 41PT 99,SS 105,1997.
Sabuk Pengaman
: EN 795 Class C ANSI OSHA
Banyak lagi standar–standar yang diberlakukan dinegara maju , tetapi yang lebih
penting kalau kita memakai produk dalam negeri,
ujilah ketahanannya terhadap
suatu beban yang akan diberikan kepadanya dengan toleransi keamanan minimum
50 %. Karena mungkin bagi kontraktor kecil dan menengah akan menjadi beban
keuangan bila harus menyediakan produk import untuk pekerjanya.
Perlu juga dipertimbangkan daya tahan dan kwalitas yang dipakai bisa untuk
beberapa proyek atau periode pekerjaan sehingga beban keuangan akan terasa
menjadi lebih ringan.
3 - 42
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
3.5.7. Contoh alat pelindung diri (APD)
PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT
•Safety helmet.
•Eye protectors for dust and flying objects.
•Shading eye protectors.
•Welding protective hoods.
•Earplugs,Earmuffs.
•Protective
respirators.
Gloves.
•Dust mask.
•Gas mask.
•Breathing equipment.
•Supplied-air respirator.
Clothing, Safety belts.
Footwear.
Structure of safety helmets
(at the time of falls)
Safety Belts with a shock absorber
Belt
5.Shock-absorbing liner
(Polystyrene foam core)
4.Ring string
1.Outer shell
2.Hammock
Buckle
A shock absorber
3.Head band
Hook
6.Chin strap
Gambar 3.7 - Alat Pelindung Diri
3 - 43
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Contoh penggunaan Safety belt yang benar
Harness Safety belt
Slide chuck
Move freely up and
down, when falling
shock is transmitted,
grasp life line.
Gambar 3.8 - Penggunaan Safety Belt
3 - 44
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
3.6.
UUJK, SMK3 dan PDL
Daftar Simak Potensi Bahaya / Kecelakaan
3.6.1. Tata Laksana baku (SOP) Penerapan K3 Konstruksi
1. Pengertian
Tata Laksana Baku (Standard Operating Procedure = SOP) penerapan K3
Konstruksi diatur dalam Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada
Tempat Kegiatan Konstruksi yang dikeluarkan dalam bentukm Surat keputusan
Bersama
No.
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Menteri
Pekerjaan
Umum
Kep.174/ MEN/ 1986
tanggal 4 Maret 1986, yang sekaligus berfungsi sebagai
104/ KPTS/ 1986
petunjuk umum berlakunya Buku Pedoman Pelaksanaan, terutama khusus
tentang Keselamatan Kerja dan yang sifatnya lebih menekankan kepada
pencegahan. Adapun tentang Kesehatan Kerja lebih khusus diatur dalam
Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja, yang kemudian dilengkapi dengan petunjuk melalui Surat
Keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian
Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Yang terakhir ini lebih
menekankan pada penanganan akibat.
Dalam Pedoman yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama tersebut
persyaratan yang harus dipenuhi dirinci sebagai berikut :
a. Persyatratan Administratif
b. Persyaratan Teknis
c. Perancah (Scaffolds)
d. Tangga Kerja Lepas (Ladder) dan Tangga Kerja Sementara (Stairs)
e. Peralatan Untuk Mengangkat (Lifting Appliance)
f.
Tali, Rantai dan Perlengkapan Lainnya
g. Permesinan : Ketentuan Umum
h. Peralatan
i.
Pekerjaan Bawah Tanah
j.
Penggalian
k. Pamancangan Tiang Pancang
l.
Pengerjaan Beton
m. Operasi Lainnya Dalam Pembangunan Gedung
n. Pembongkaran (Demolition)
Terlihat bahwa Buku Pedoman ini mengatur sebagian besar bidang dan jenis
pekerjaan konstruksi. Dalam setiap Bab lebih lanjut diatur sangat rinci mengenai
lingkup
berlakunya
peraturan,
kewajiban
umum,
keharussn
dibentuknya
3 - 45
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
organisasi K3, laporan kecelakaan dan pertolongan pertama pada kecelakaan
serta persyaratan-persyaratan lainnya.
2. Persyaratan Umum
a. Persyaratan Administratif
Dalam persyaratan ini pertama-tama dinyatakan, terhadap semua tempat
dimana dilakukan kegiatan konstruksi berlaku semua ketentuan hukum
mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berlaku di Indonesia.
Disini jelas, bahwa tidak hanya berlaku untuk proyek milik Pemerintah atau
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan tetapi juga proyek milik swasta
ataupun anggota masyarakat lainnya.
Selanjutnya sebagai kewajiban umum bagi Kontraktor dinyatakan bahwa :

Tempat kerja, peralatan, lingkunan kerja dan tata cara kerja diatur
demikian rupa sehingga tenaga kerja terilindung dari risko kecelakaan.

Harus menjamin bahwa mesin-mesin peralatan, kendaraan atau alat-alat
lain harus aman digunakan dan dan sesuai Keselamatan Kerja.

Kontraktor harus turut mengawasi agar tenaga kerja bisa selamat dan
aman dalam bekerja.

Kontraktor harus menunjuk petugas Keselamatan Kerja yang karena
jabatannya di dalam organisasi kontraktor bertanggungjawab mengawasi
koordinasi pekerjaan yang dilakukan, untuk menghindari risiko bahaya
kecelakaan.

Pekerjaan yang diberikan harus cocok dengan keahlian, usia dan jenis
kelamin serta kondisi fisik dan kesehatan tenaga kerja.

Kontraktor harus menjamin bahwa
semua tenaga kerja telah diberi
petunjuk terhadap bahaya demi pekerjaana masing-masing dan usaha
pencegahannya.

Petugas Keselamatan Kerja tersebut diatas
bertanggungjawba pula
terhadap semua tempat kerja, peralatan, sarana pencegahan kecelakaan,
lingkungan kerja dan cara-cara pelaksanaan kerja yang aman.

Hal-hal yang menyangkut biaya yang timbul dalam penyelenggaraan
Keselamata dan Kesehatan Kerja ini menjadi tanggungjawab Kontraktor.
b. Organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Mengenai organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja digariskan sbb:
3 - 46
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik

UUJK, SMK3 dan PDL
Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus bekerja secara penuh
(full time), berarti tidak bisa sambilan atau separoh waktu.

Bila mempekerjakan sejumlah minimal 100 orang atau kondisi dari sifat
proyek memang memerlukan, diwajibkan untuk membentuk unit Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Unit ini merupakan unit struktural
yang dikelola organisasi Kontraktor.

Petugas K3 harus bekerja sebaik-baiknya dibawah koordinasi Kontraktor
serta bertanggungjawab kepada Kontraktor.

Dalam hubungan ini kewajiban Kontraktor adalah :
-
Menyediakan fasilitas untk melaksanakan tugasnya untuk Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Safety Committee).
-
Berkonsultasi dengan Safety Committee dalam segala hal yang
berhubugan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di proyek.
-
Mengambil langkah-langkah praktis untuk memberikan efek pada
rekomendasi dari Safety Committee.

Jika terdapat dua atau lebih Kontraktor bergabung dalam suatu proyek
mereka harus bekerjasama membentuk kegiatan-kegiatan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
c. Laporan Kecelakaan

Setiap kejadian kecelakaan kerja atau kejadian yang berbahaya harus
dilaporkan kepada Depnakertrans. dan Departemen Pekerjaan Umum
(sekarang Dep. Kimpraswil).

Laporan tersebut harus meliputi statistik yang :

Menunjukkan catatan kecelakaan dari setiap kegiatan kerja, pekerja
masing-masing, dan

Menunjukkan gambaran semua kecelakaan dan sebab-sebabnya.
d. Keselamatan Kerja dan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

Diwajibkan memeriksa kesehatan individu pekerja pada :

Sebelum atau beberapa saat setelah pertama kali memasuki masa
kerja.


Secara berkala sesuai risiko yang terdapat pada pekerjaan.
Pekerja berumur dibawah 18 tahun harus dapat pengawasan kesehatan
khusus, meliputi pemeriksaan kembali atas kesehatannya secara teratur.

Data pemeriksaan kesehatan harus dicatat dan disimpan untuk referensi.
3 - 47
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik

UUJK, SMK3 dan PDL
Suatu organisasi untuk keadaan darurat harus dibentuk untuk setiap
daerah tempat bekerja yang meliputi semua pekerja, dibentuk petugas
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yang dilengkapi alat
komunikasi dan jalur transportasi. Setiap pekerja harus diberitahu adanya
hal ini.

Memberikan pertolongan pertama kecelakaan atau ada yang kena sakit
secara tiba-tiba harus dilakukan oleh Dokter, Juru Rawat atau orang yang
terdidik dalam P3K.

Alat-alat P3K dan kotak obat yang memdai harus tersedia di tempat kerja
dan dijaga agar tidak kotor, kena udara lembab dsb.

Isi alat P3K atau kotak obat tidak boleh ditempati benda-benda lain, dan
paling sedikit harus berisi : obat kompres, perban, Gauze yang steril,
antiseptic, plester,forniquet, gunting, splint dan perlengkapan bila ada
yang digigit ular. Juga harus dilengkapi instruksi yang jelas dan mudah
dimengerti, dan harus dijaga supaya tetap berisi

Kereta pengangkut orang sakit (Carrying Basket) harus selalu tersedia.

Jika tenaga kerja dipekerjakan dibawah tanah atau pada keadaan lain,
alat penyelamat harus selalu tersedia di dekat tempat mereka bekerja.

Jika tenaga kerja dipekerjakan di tempat-tempat yang ada kemungkinan
risiko tenggelam atau keracunan gas alat-alat penyelamat harus selalu
tersedia di dekat tempat mereka bekerja.
 Persiapan-persiapan harus dilakukan untuk memungkinkan mengangkut
dengan cepat, jika diperlukan untuk petugas yang sakit atau mengalami
kecelakaan ke rumah sakit atau tempat berobat semacam itu.
 Petunjuk atau informasi harus diumumkan atau ditempelkan ditempat
yang strategis dengan memberitahukan :

Kotak obat terdekat, alat P3K. ambulan, alat pengangkut orang sakit
dan alamat untuk urusan kecelakaan.

Tempat tilpon terdekat untuk memanggil ambulan, nama dan nomor
telepon orang yang bertugas.

Nama, alamat nomor tilpon dokter, rumah sakit dan tempat penolong
yang dapat segera dihubungi dalam keadaan darurat.
3. Persyaratan Teknis
Persyaratan Teknis mengatur tentang Tempat Kerja dan Peralatan

Pintu Masuk dan Keluar harus dibuat dan dipelihara dengan baik.
3 - 48
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik

UUJK, SMK3 dan PDL
Lampu dan Penerangan bila tidak memadai harus diadakan diseluruh tempat
kerja, harus aman dan cukup terang. Harus dijaga oleh petugas bila perlu bila
ada gangguan.

Ventilasi, harus ada ditempat tertutup termasuk pembuangan udara kotor.

Jika tidak bisa mernghilangkan debu dan udara kotor, harus disediakan alat
pelindung diri.

Kebersihan, bahan yang tidak terpakai harus dibuang, paku yang tidak
terpakai harus dibuang atau dibengkokkan, benda-benda yang bisa
menyebabkan orang tergelincir serta sisa barang dan alat harus dibuang,
tempat kerja yang licin karena oli harus dibersihkan atau disiram pasir. Alatalat yang mudah dipindahkan harus dikembalikan ke tempat penyimpanan.

Pencegahan Bahaya Kebakaran Dan Alat Pemadam Kebakaran.

Persyaratan ini sangat rinci antara lain mengatur bahwa harus tersedia alat
pemadam kebakaran dan saluran air dengan tekanan yang cukup. Semua
pengawal dan sejumlah tenaga terlatih harus disediakan dan selalu siap
selama jam kerja. Alat-alat itu harus diperiksa secara periodik oleh yang
berwenang, dan ditempatkan ditempat yang mudah dicapai. Alat pemadam
dan jalan menuju ke tempat pemadaman harus terpelihara. Demikian juga
tentang syarat jumah, bahan kimia peralatan itu dan syarat pemasangan pipa
tempat penyimpana air.

Syarat-syarat mengenai Alat Pemanas (Heating Appliances).

Syarat-syarat mengenai Bahan Yang Mudah Terbakar.

Syarat mengenai Cairan Yang Mudah Terbakar.

Syarat-syarattentang Inspeksi dan Pengawasan.

Syarat-syarat tentang Perlengkapan dan Alat Peringatan.

Syarat-syarat tentang Perlindungan Terhadap Benda-benda Jatuh dan Bagian
Bangunan Yang Rubuh.

Persyaratan Perlindungan Agar Orang Tidak Jatuh, Tali Pengaman dan
Pinggir Pengaman.

Persyaratan Lantai Terbuka dan Lubang Pada Lantai.

Persyaratan tentang Lubang Pada Dinding.

Persyaratan tentang Tempat Kerja Yang Tinggi.

Pencagahan Terhadap Bahaya Jatuh Kedalam Air.

Syarat-syarat mengenai Kebisingan dan Getaran (Vibrasi).

Syarat-syarat tentang Penghindaran Terhadap Orang Yang Tidak Berwenang.
3 - 49
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik

UUJK, SMK3 dan PDL
Syarat-syarat tentang Struktur Bangunan dan Peralatan. Memuat mengenai
Konstruksi Bangunan, Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan serta
Pemakaian atau penggunaannya.
2.6.2. Daftar Simak K3
a. Daftar Simak Potensi Bahaya/Kecelakaan
Setelah dilakukan identifikasi atau dikaji potensi bahaya setiap kegiatan dalam
item pekerjaan yang dituangkan dalam metode kerja, langkah selanjutnya dibuat
suatu daftar simak untuk „Penerapan Ketentuan K3“ (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) yang dituangkan dalam format daftar simak sebagai berikut :
DAFTAR SIMAK POTENSI BAHAYA / KECELAKAAN
1. Jenis Pekerjaan
: .....................................................................................
2. Nama Proyek
: .....................................................................................
3. Lokasi Proyek
: .....................................................................................
No.
Dibuat Oleh
Uraian Kegiatan
Potensi Bahaya/Kecelakaan Kerja
: ......................... Nama .........................tanggal...........................
Diperiksa Oleh : ......................... Nama .........................tanggal..........................
Diperiksa Oleh : ......................... Nama .........................tanggal..........................
b. Bentuk Format Daftar Simak K3
Bentuk Format Daftar Simak K3 dapat dibuat sebagai berikut :
3 - 50
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
DAFTAR SIMAK K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)
1. Jenis Pekerjaan
: .....................................................................................
2. Nama Proyek
: .....................................................................................
3. Lokasi Proyek
: .....................................................................................
No.
Uraian Kegiatan K3
Dilaksanakan
Ya
Dibuat Oleh
: .......................................................................
Tanggal
: .......................................................................
Tidak
Doperiksa Oleh : .......................................................................
2.6.3. Pedoman Penyusunan Daftar Simak K3 Bendungan
Khususnya tentang penyusunan Daftar Simak K3 untuk pekerjaan bendungan sudah
tertuang pada Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Nomor
384/KPTS/2004 TENTANG : Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan.
Yang isinya sebagai berikut :
DAFTAR ISI
PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PADA TEMPAT KEGIATAN KONSTRUKSI BENDUNGAN
BAB 1
PENGERTIAN ..............................................................................................
1
BAB 2
PERSYARATAN UMUM ...............................................................................
4
BAB 3
PERSYARATAN PADA TEMPAT KERJA ....................................................
8
3.1.
Pintu masuk dan keluar ....................................................................
8
3.2.
Lampu penerangan ...........................................................................
8
3.3.
Ventilasi ............................................................................................
9
3.4.
Alat pemanas ....................................................................................
9
3.5.
Pencegahan terhadap bahaya kebakaran dan alat pemadam
9
kebakaran .........................................................................................
3.6.
Bahan-bahan yang mudah terbakar .................................................
12
3.7.
Lingkungan dan pemakaian bahan-bahan kimia ..............................
12
3.8.
Cairan yang mudah terbakar ............................................................
13
3 - 51
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
3.9.
Perlengkapan peringatan .................................................................
13
3.10.
Perlindungan pekerja terhadap benda-benda jatuh dan bagian
14
bangunan yang runtuh ......................................................................
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
3.11.
Perlindungan tenaga kerja agar tidak jatuh ......................................
14
3.12.
Lantai terbuka, lubang pada lantai ...................................................
15
3.13.
Lubang pada dinding ........................................................................
16
3.14.
Tempat-tempat kerja yang tinggi ......................................................
17
PERSYARATAN KESEHATAN KERJA ....................,,,.................................
18
4.1.
Kewajiban penyedia jasa ..................................................................
18
4.2.
Tenaga kerja yang harus diperiksa kesehatannya ...........................
19
4.3.
Pengawasan kegiatan kesehatan kerja ............................................
20
4.4.
Perselisihan ......................................................................................
20
4.5.
Pemeriksaan kesehatan berkala ......................................................
20
4.6.
Pemeriksaan khusus ........................................................................
21
4.7.
Kewajiban melapor penyakit akibat kerja ........................................
22
4.8.
Tindakan pencegahan ......................................................................
23
4.9.
Kewajiban tenaga kerja ....................................................................
23
4.10.
Peran serta Hyperkes .......................................................................
24
LINGKUNGAN TEMPAT KEGIATAN KERJA ....................,,,........................
29
5.1.
Kebersihan lokasi kerja .....................................................................
29
5.2.
Kebisingan ........................................................................................
30
5.3.
Getaran ............................................ ................................................
31
5.4.
Penanganan keadaan darurat ..........................................................
31
5.5.
Pertolongan pertama pada kecelakaan ............................................
32
5.6.
Tempat kerja dan alat-alat kerja .......................................................
34
5.7.
Kebersihan dan kerapihan tempat kerja ...........................................
34
5.8.
Pencegahan dari bahaya kejatuhan benda ......................................
34
5.9.
Larangan memasuki lokasi kerja ......................................................
35
5.10.
Tanda peringatan rambu-rambu dan alat pelindung diri ...................
35
PERSYARATAN RENCANA TATA LETAK TEMPAT KERJA .......................,,
39
6.1.
Rencana tata letak pekerjaan bendungan ........................................
39
6.2.
Persyaratan tata letak material dan tempat kerja..............................
40
PEKERJAAN GALIAN ....................,,,...........................................................
41
7.1.
Persyaratan rencana penggalian ......................................................
41
7.2.
Pekerjaan galian dan timbunan pada pondasi .................................
42
7.3.
Persyaratan umum galian tanah ............................................ ..........
42
7.4.
Pekerjaan galian sumuran ................................................................
43
7.5.
Perkuatan dinding galian tanah ........................................................
44
7.6.
Ventilasi udara ..................................................................................
45
7.7.
Pencegahan bahaya kebakaran di dalam galian tanah ....................
46
3 - 52
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
BAB 8
BAB 9
UUJK, SMK3 dan PDL
7.8.
Fasilitas keselamatan di dalam galian tanah.....................................
47
7.9.
Pengerekan selama penggalian sumuran ........................................
48
7.10.
Penyelamatan dalam keadaan darurat .............................................
48
7.11.
Pekerjaan di ruangan bertekanan pada galian konduit ....................
49
PEKERJAAN TEROWONGAN ....................,,,..............................................
51
8.1.
Ketentuan umum ..............................................................................
51
8.2.
Penerangan .....................................................................................
51
8.3.
Keadaan darurat ............................................ ..................................
52
8.4.
Peledakan di dalam terowongan ......................................................
52
8.5.
Transportasi hasil peledakan ke luar terowongan ...........................
53
8.6.
Kesehatan lingkungan di dalam terowongan ....................................
53
8.7.
Galian terowongan ............................................................................
55
8.8.
Desain penyangga dan pemasangannya .........................................
56
8.9.
Pengontrol debu di dalam terowongan .............................................
57
8.10.
Izin melaksanakan ............................................................................
57
PEKERJAAN
COFFERDAM,
PENGALIHAN
ALIRAN
SUNGAI,
DAN
58
PENGERINGAN (DEWATERING) ...............................................................
BAB 10
BAB 11
BAB 12
9.1.
Pekerjaan cofferdam .........................................................................
58
9.2.
Pengalihan aliran sungai ke saluran pengelak ................................
59
9.3.
Pengeringan ............................................ ........................................
61
PEKERJAAN PEMBORAN DAN INJEKSI ....................................................
62
10.1.
Pekerjaan persiapan .........................................................................
62
10.2.
Pelaksanaan pekerjaan ...................................................................
62
PEKERJAAN BETON DAN PASANGAN BATU ...........................................
64
11.1.
Pekerjaan cetakan beton ..................................................................
64
11.2.
Pekerjaan pembesian .......................................................................
64
11.3.
Pekerjaan beton ................................................................................
65
11.4.
Pekerjaan beton semprot ..................................................................
68
11.5.
Pekerjaan di tempat tinggi ................................................................
68
PEKERJAAN PERANCAH ..............................,,,.............................................
70
12.1.
Ketentuan umum ..............................................................................
70
12.2.
Bahan-bahan ...................................................................................
70
12.3.
Konstruksi perancah ............................................ ............................
71
12.4.
Pemeriksaan dan pemeliharaan .......................................................
72
12.5.
Peralatan pengangkat pada perancah .............................................
73
12.6.
Kerangka siap pasang ......................................................................
73
12.7.
Penggunaan perancah .....................................................................
73
12.8.
Pelataran tempat bekerja ..................................................................
74
12.9.
Balustrade pengaman dan papan pengaman kaki ...........................
75
12.10.
Gang, ramp, dan jalur pengangkut bahan ........................................
75
3 - 53
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
BAB 13
UUJK, SMK3 dan PDL
PEKERJAAN PELEDAKAN DAN PENANGANAN BAHAN .............................
77
13.1.
Perakitan dan peledakan ..................................................................
77
13.2.
Petunjuk keamanan gudang bahan peledak ...................................
80
13.3.
Pengangkutan bahan peledak di jalan raya......................................
81
PEKERJAAN MUAT, PEMINDAHAN DAN BONGKAR MATERIAL ................
83
14.1.
Jalan hantar dan jalan kerja ..............................................................
83
14.2.
Material pra-cetak ............................................................................
83
14.3.
Penyaringan dan pencampuran tanah, pasir dan gravel .................
86
14.4.
Penimbunan dan pemadatan ..........................................................
86
14.5.
Pekerjaan pemancangan...................................................................
86
PEKERJAAN KONSTRUKSI BAJA DAN PENGELASAN ...............................
93
15.1.
Konstruksi baja .................................................................................
93
15.2.
Pekerjaan pengelasan .....................................................................
94
15.3.
Pekerjaan mekanikal-elektrikal ........................................................
95
15.4.
Pekerjaan hidromekanikal ...............................................................
97
15.5.
Pekerjaan pengecatan .....................................................................
97
15.6.
Pekerjaan pengakhiran ....................................................................
98
BAB 16
PENGGENANGAN (IMPOUDING) ..................................................................
99
BAB 17
PENGGUNAAN PERALATAN KONSTRUKSI................................................
100
17.1.
Alat angkat ........................................................................................
100
17.2.
Peralatan pekerjaan tanah ..............................................................
102
17.3.
Mesin pemecah batu .......................................................................
103
17.4.
Alat pencampur aspal ......................................................................
104
17.5.
Mesin pengaduk beton ....................................................................
104
17.6.
Peralatan pemindahan tanah ..........................................................
107
17.7.
Excavator .........................................................................................
109
17.8.
Bulldozer ..........................................................................................
112
17.9.
Mesin pemadat jalan ........................................................................
112
17.10.
Alat-alat pemuat ...............................................................................
113
17.11.
Tractor truck .....................................................................................
114
17.12.
Tractor truk pengangkut ...................................................................
114
17.13.
Kabin ................................................................................................
115
17.14.
Rem .................................................................................................
116
17.15.
Pipa knalpot .....................................................................................
117
17.16.
Truck pengangkat dan truck untuk keperluan lainnya .....................
119
17.17.
Penggunaan alat bantu kerja konstruksi ........................................
118
BAB 14
BAB 15
BAB 18
PEMENUHAN FASILITAS KANTOR PROYEK, BARAK KERJA, BENGKEL/
MOTOR POOL/GUDANG DAN PENGOPERASIANNYA ...............................
121
18.1.
Pemenuhan fasilitas kesehatan, kebersihan kantor dan bank kerja.
121
18.2.
Bengkel dan motor pool ...................................................................
123
3 - 54
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
c. Daftar Simak K3 setiap kegiatan untuk satu item pekerjaan bendungan
Pekerjaan bendungan terdiri dari beberapa item pekerjaan antara lain :
-
Pekerjaan Tanah
-
Pekerjaan Terowongan
-
Pekerjaan Copperdam
-
Pekerjaan Pengalihan Aliran Sungai dan Pengeringan
-
Pekerjaan Pemboran dan Injeksi
-
Pekerjaan Beton dan Pasangan Batu
-
Pekerjaan Perancah
-
Pekerjaan Peledakan
-
Pekerjaan Muat-Bongkar Material
-
Pekerjaan Konstruksi Baja dan Pengelasan
-
Pergenangan Air.
Dari masing-masing item pekerjaan tentunya terdiri aktivitas-aktivitas (Kegiatan)
sebagai contoh :
Pekerjaan pemboran dan injeksi, aktivitas (Kegiatannya) terdiri dari :
1. Kegiatan persiapan
2. Kegiatan pelaksanaan pekerjaan pengeboran
3. Kegiatan pelaksanaan pekerjaan injeksi.
3 - 55
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
DAFTAR SIMAK K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
1. Jenis Pekerjaan
:
Pengeboran dan Injeksi
2. Nama Proyek
:
Bendungan Sempor
3. Lokasi Proyek
:
Kec. Gombong, Kab. Kebumen.
No.
URAIAN KEGIATAN
1.
Pekerjaan Persiapan
1.1.
a. Pekerjaan pembersihan lokasi dilakukan agar penempatan
dudukan (platform) mesin bor dapat serata mungkin sehingga
dudukannya kuat;
DILAKSANAKAN
Ya
Tidak
b. Dudukan mesin bor diperkuat dengan triger dan kayu.
2.
Pelaksanaan Pekerjaan
2.1.
Semua tutup mesin terpasang baik dan tertutup saat bekerja dan
diperiksa bahwa semua sambungan (joint) peralatan untuk
hubungan mekanik dan perlengkapannya terpasang dengan baik,
termasuk pemasangan batang mata bor (boring rod) harus dalam
satu kelurusan (inlignment).
2.2.
Semua penyambungan mata bor harus dikunci rapat
2.3.
Apabila pengeboran dilakukan di atas perancah maka bangunan
perancah harus dibuat sesuai dengan standar dan diikat kuatkuat agar tidak bergerak/berjalan pada saat digunakan
2.4.
Areal kerja harus diberikan daerah pembatas operasi dan
diberikan tanda larangan masuk (ristricted area)
2.5.
Pemindahan alat harus mengikuti prosedur pemindahan yang
aman, pipa-pipa tidak boleh dilempar-lemparkan
2.6.
Pekerja pemboran harus memakai alat pelindung pendengaran
dan masker pelindung pernafasan
2.7.
Pekerja harus memakai masker pernafasan dan kacamata debu
bila berada di gudang semen dan atau pada waktu pekerjaan
injeksi sedang berjalan
2.8.
Apabila material injeksi mengenai mata pekerja, maka mata harus
segera dicuci dengan air bersih dan memanggil petugas P3K.
Dibuat oleh
: ........................................................
Tanggal
: ........................................................
Diperiksa oleh
: ........................................................
3 - 56
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
RANGKUMAN
1. Pengetahuan dasar K3 merupakan salah satu modul untuk membentuk Ahli K3
Konstruksi dengan cakupan materi :

Pengenalan terjadinya kecelakaan kerja

Pengenalan alat pelindung diri

Tata laksana baku

Pengenalan asuransi kerja.
2. Untuk memasyarakatkan pengertian dan pentingnya K3 dapat dilakukan dengan
melakukan pembinaan melalui :

Penyuluhan terus menerus

Membentuk panitia keselamatan

Pendidikan dan pelatihan.
3. Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan antara lain :

Tindakan tenaga kerja/karyawan yang tidak aman

Kondisi kerja yang tidak aman

Diluar kemampuan manusia.
4. Pendorong terjadinya kecelakaan

Tuntutan mengenai K3

Mental para tenaga kerja

Kondisi fisik karyawan.
5. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
mewajibkan kepada pihak pengelola pekerjaan untuk menyediakan APD (Alat Pelindung
Diri).
6. Untuk membangun kebiasaan menggunakan APD dapat dilakukan dengan kesungguhan
dan disiplin yang tinggi terhadap penggunaan APD secara benar dan tepat dalam setiap
melakukan pekerjaan.
7. Alat Pelindung Diri (APD) utama terdiri dari :
a. Pelindung kepala
b. Pelindung kaki
c. Pelindung tangan
d. Pelindung pernafasan
e. Pelindung pendengaran
f.
Pelindung mata
g. Tali pengaman dan sabuk keselamatan.
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
8. Tata laksana baku (SOP – Keselamatan Operating Procedure) penerapan K3 Konstruksi
diawali dengan terbitnya SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri Tenaga Kerja dan
Menteri Pekerjaan Umum No. 
Kep.174 / MEN / 1986
tanggal 4 Maret 1984.
104 / KPTS / 1986
9. Para tenaga kerja perlu diberi pengertian tentang adanya asuransi yaitu upaya yang
dilakukan saat ini untuk mencegah kerugian yang mungkin timbul dimasa datang
terutama adanya ancaman kecelakaan dan kesehatan kerja bagi para pekerja yang
terlibat.
10. Santunan kecelakaan kerja diberikan bila tenaga kerja mengalami kecelakaan kerja atau
penyakit akibat hubungan kerja dalam hal ini termasuk meninggal dunia akibat
kecelakaan kerja.
11. Sistem manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan rangkaian
proses dimulai dari perencanaan, dilanjutkan penerapan, pemantauan dan peninjauan
kembali yang merupakan perbaikan berkesinambungan.
12. Elemen SMK3 terdiri :
a.
Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
b.
Pendokumentasian strategi
c.
Peninjauan ulang perancangan (desain) dan kontrak
d.
Pengendalian dokumen dan data K3
e.
Pembelian
f.
Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
g.
Pengembangan keterampilan dan kemampuan
h.
Komunikasi dan pelaporan
i.
Pengelolaan material
j.
Standar pemantauan
k.
Audit internal SMK3
l.
Tinjauan manajemen.
13. Prosedur pemeriksaan dan tindakan perbaikan terdiri dari :
a.
Prosedur pemeriksaan, berupa inspeksi dan audit bersifat internal secara harian,
mingguan dan bulanan yang harus dijalankan secara disiplin.
b.
Tindakan perbaikan, ditujukan dan bersifat perbaikan keadaan dan pencegahan
situasi terhadap bahaya yang timbul
c.
Prosedur pengendalian dimaksudkan adalah upaya memantau dan mengukur
pencapaian kinerja K3.
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
14. Pengembangan Sistem Manajemen K3 (SMK3) berdasarkan ketentuan yang tertuang
dalam :
a.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 5 tahjun 1996, tentang
Sistem Manajemen K3, khususnya penerapan SMK3 dibagi menjadi 3 tingkatan
yaitu :

Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat resiko rendah harus
menerapkan sebanyak 64 (enam puluh empat) kriteria

Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko tinggi harus
menerapkan sebanyak 166 (seratus enam puluh enam) kriteria.
Keberhasilan penerapan SMK3 di tempat kerja diukur dengan cara berikut :
-
Untuk tingkat pencapaian penerapan 0% - 59% dan pelanggaran peraturan
perundang-undangan akan dikenai tindakan hukum
-
Untuk tingkat pencapaian penerapan 60% - 84% diberikan sertifikat dan
bendera perak
-
Untuk tingkat pencapaian penerapan 85% - 100% diberikan sertifikat dan
bendera emas.
Sistem ini bisa digunakan untuk semua jenis industri, berupa industri manufaktur
industri jasa konstruksi, industri produksi, dan lain-lain.
b.
SMK3 versi OHSAS (Occupational Health and Safety Assesment SERIE 18001 –
1999)
c.
SMK3 versi CONSMS (Construction Industry Occupational Health and Safety
Management System) adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh Japan
Construction Safety and Health Association (JCSHA).
15. Siklus K3 meliputi ;
- Siklus harian K3
- Siklus mingguan K3
- Siklus bulanan K3.
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
LATIHAN
Isilah titik-titik dari lembar pertanyaan atau jawab pertanyaan secara benar, singkat dan
jelas.
1. Jelaskan secara singkat dan jelas pengertian umum dari keselamatan kerja.
2. Jelaskan secara singkat dan jelas : tujuan dari keselamatan kerja.
3. Sebutkan kerugian yang terjadi akibat kecelakaan.
4. Jelaskan fungsi APD (Alat Pelindung Diri).
5. Sebutkan kewajiban dan hak tenaga kerja.
6. Jelaskan pengertian kecelakaan kerja dalam pekerjaan konstruksi :
7. Jelaskan pengertian dari norma K3.
8. Sebutkan nomor UU. dan PP. tentang jaminan sosial tenaga kerja :
9. Sebutkan beberapa butir penting kewajiban manajemen perusahaan/pengusaha
yang berkaitan dengan K3.
10. Sebutkan kewajiban dan hak tenaga kerja :
11. Bahaya kerja menurut undang-undang K3 adalah ”Sumber Bahaya” yang berkaitan
dengan apa saja :
12. Sebutkan salah satu International Standard and Code, lengkap dengan perpanjangan
singkatannya :
13. Sebutkan ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja yang tertuang pada UU.
No. 3/1992
14. Jelaskan perpanjangan singkatan P3K dan P2K3.
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
15. Tentang SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) diatur
dengan apa, nomor berapa, tahun berapa ?
16. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor. 384/KPTS/2004,
tentang apa ?.
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
BAB 4
PERLINDUNGAN DAMPAK LINGKUNGAN
4.1.
Pengertian Dasar Lingkungan Hidup
4.1.1. Konsep Lingkungan Hidup
1. Istilah Lingkungan Hidup berasal dari kata “Environment” (lingkungan sekitar),
yang oleh Michael Allaby diartikan sebagai “The physical, chemical, and biotic
condition surrounding an organism”, sedangkan Emil Salim mengemukakan
bahwa secara umum lingkungan hidup dapat diartikan sebagai benda, kondisi
dan keadaannya, serta pengaruh yang terdapat pada ruang yang kita tempati dan
mempengaruhi makhluk hidup, termasuk kehidupan manusia.
Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa Lingkungan Hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya dan keadaan, makhluk hidup
termasuk
manusia
dan
perilakunya
yang
mempengaruhi
kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dari berbagai dimensi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan hidup
pada dasarnya terdiri atas 4 unsur, yaitu materi, energi, ruang dan kondisi/situasi
setempat, dengan uraian sebagai berikut :
a. Unsur Materi.
Materi adalah zat yang dapat berbentuk biotik (hewan, tumbuhan, manusia),
atau abiotik (tanah, air, udara, dsb). Kedua unsur tersebut mempunyai
hubungan timbal balik, dan saling pengaruh mempengaruhi secara ekologis.
Unsur ini mengalami proses siklinal yaitu proses yang berulang kembali
kepada keadaan semula, adapun dalam perjalanannya akan mengalami
perubahan
bentuk.
Misalnya
tumbuh-tumbuhan,
untuk
dapat
hidup
memerlukan energi dan mineral, kemudian melalui proses “rantai makanan”,
tumbuhan ini dimakan oleh hewan konsumen Tk. I (Herbivora = pemakan
tumbuhan), yang selanjutnya menjadi mangsa dari hewan konsumen Tk. II
(Omnivora = pemakan segala).
Pada saatnya, tumbuhan dan hewan tersebut mengalami proses kematian,
dan jasadnya menjadi mangsa bakteri Saprodit (bakteri pembusuk) yang
menguraikan jasad tadi menjadi unsur basa (C, N, O, S, P
dsb) yang
diperlukan untuk kehidupan makhluk hidup.
4-1
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
b. Unsur Energi
Semua makhluk yang bergerak untuk dapat hidup memerlukan energi,
demikian pula untuk dapat berinteraksi diperlukan adanya energi.
Sumber energi yang berlimpah berasal dari cahaya matahari, energi ini dapat
menyebabkan pohon dan tumbuhan yang berdaun hidau akan dapat
melakukan proses photo sintesa untuk tumbuh menuju suatu proses
kehidupan. Demikian pula dengan biji-biji dapat tumbuh dan berkembang
karena adanya energi matahari ini.
c. Unsur Ruang
Ruang adalah tempat atau wadah dimana lingkungan hidup berada, suatu
ekosistem habitat tertentu akan berada pada suatu ruang tertentu, artinya
mempunyai batas-batas tertentu yang dapat dilihat secara fisik. Dengan
mengetahui ruang habitat suatu ekosistem maka pengelolaan lingkungan
dapat lebih mudah ditangani secara spesifik.
d. Unsur Kondisi/Situasi
Kondisi atau situasi tertentu dapat mempengaruhi lingkungan hidup, misalnya
karena desakan ekonomi masyarakat pada suatu daerah tertentu, maka
penduduk di wilayah tersebut terpaksa melakukan pembakaran hutan untuk
usaha pertanian, yang dapat menimbulkan ancaman erosi lahan.
2. Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang kemudian dijabarkan ke dalam Peraturan
Pemerintah No. 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
serta
Pedoman-pedoman
Umum
Pelaksanaannya,
maka
aspek-aspek
Lingkungan Hidup yang terkait dengan pekerjaan konstruksi dapat dibedakan
atas :
a. Komponen Fisik – Kimia
1) Iklim seperti suhu, kelembaban, curah hujan, hari hujan, keadaan angin,
intensitas radiasi matahari, serta pola iklim makro.
Uraian tentang iklim termasuk pula kualitas udara, pola penyebaran
pencemaran udara, serta tingkat kebisingan dan sumbernya.
2) Fisiografi, seperti topografi bentuk lahan, struktur geologi dan tanah, serta
keunikan dan kerawanan bentuk lahan secara geologis, termasuk
indikatornya.
4-2
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
3) Hidrologi, seperti karakteristik fisik sungai, danau, rawa, debit aliran,
kondisi fisik daerah resapan, tingkat erosi, tingkat penyediaan dan
pemanfaatan air, serta kualitas fisik, kimia, dan mikrobiologisnya.
4) Hidrooceanologi, atau pola hidrodinamika kelautan seperti pasang surut,
arus dan gelombang/ombak, morphologi pantai serta abrasi dan akresi
pantai.
5) Ruang, tanah dan lahan, seperti tata guna lahan yang ada, rencana
pengembangan wilayah, rencana tata ruang, rencana tata guna tanah,
estetika bentang lahan, serta adanya konflik penggunaan lahan yang ada.
b. Komponen Biologi
1) Flora, seperti peta zona biogeoklimatik dari vegetasi alami, jenis-jenis
vegetasi dan ekosistem yang dilindungi undang-undang, serta adanya
keunikan dari vegetasi dan ekosistem yang ada.
2) Fauna,
seperti
kelimpahan
dan
keanekaragaman
fauna,
habitat,
penyebaran, pola migrasi, populasi hewan budidaya, serta satwa yang
habitatnya dilindungi undang-undang. Termasuk dalam fauna ini adalah
penyebaran dan populasi hewan, invertebrata yang mempunyai potensi
dan peranan sebagai bahan makanan, atau sumber hama dan penyakit.
c. Komponen Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya
1) Demografi seperti struktur kependudukan, tingkat kepadatan, angkatan
kerja, tingkat kelahiran dan kematian, serta pola perkembangan
penduduk.
2) Sosial Ekonomi, seperti kesempatan kerja dan berusaha, tingkat
pendapatan penduduk, prasarana dan sarana ekonomi, serta pola
pemilikan dan pemanfaatan sumber daya alam.
3) Sosial
Budaya,
seperti
pranata
sosial
dan
lembaga-lembaga
kemasyarakatan, adat istiada dan pola kebiasaan, proses sosial,
akulturasi, asimilasi dan integrasi dari berbagai kelompok masyarakat,
pelapisan sosial dalam masyarakat, perubahan sosial yang terjadi serta
sikap dan persepsi masyarakat.
4) Komponen Kesehatan Masyarakat, seperti sanitasi lingkungan, jenis dan
jumlah fasilitas kesehatan, cakupan pelayanan paramedis, tingkat gizi dan
kecukupan pangan serta insidensi dan prevalensi penyakit yang terkait
dengan rencana kegiatan.
4-3
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
4.1.2. Ekologi dan Ekosistem
1. Dalam Lingkungan Hidup dikenal adanya istilah ekologi dan ekosistem, yang
keduanya sangat terkait dengan masalah lingkungan hidup.
Ekologi berasal dari kata Yunani, oikos (= rumah tangga) dan logos (= ilmu),
dengan demikian ekologi dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu tentang rumah
tangga alami.
Menurut Otto Sumarwoto, ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dan lingkungan hidupnya, baik biotis maupun abiotis. Oleh
karena itu pada hakekatnya masalah lingkungan hidup adalah masalah ekologi.
Perbedaan utama antara disiplin Lingkungan Hidup dan disiplin Ekologi terletak
pada penekanannya. Lingkungan Hidup lebih menonjolkan peran manusianya,
sehingga faktor manusia lebih dominan, misalnya bagaimana aktivitas manusia
agar tidak merusak atau mencemari lingkungan. Sedangkan ekologi sebagai
cabang Ilmu Biologi mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya ditinjau dari disiplin biologi, misalnya bagaimana
terselenggaranya mata rantai makanan, sistem reproduksi atau karakteristik
habitat makhluk pada suatu ekosistem. Dengan demikian dapat pula dikatakan
bahwa ilmu lingkungan hidup lebih bersifat ilmu aplikatif (applied science), yaitu
menggunakan pengetahuan ekologi untuk kepentingan kelangsungan hidup
manusia yang lebih lestari.
2. Ekosistem adalah hubungan timbal balik yang terjalin sangat erat antara makhluk
hidup dan lingkungannya dan membentuk suatu sistem.
Hubungan interaksi antar komponen pada suatu ekosistem, dapt berbentuk :
a. Interaksi Simbiosa, dimana kedua belah pihak yang berhubungan tidak
dirugikan, misalnya tumbuhan polong-polongan (leguminosa) mengadakan
simbiosa dengan bakteri yang ada di akarnya, dimana bakteri mendapat zat
hidrat arang (C) dari tumbuhan sedangkan bakteri sendiri menghasilkan zat
lemas (N) yang berguna bagi tumbuhan.
b. Interaksi antagonistik, dapat berupa :

Antibiosa, yang dapat mematikan makhluk lain.

Eksploitasi, yang dapat mengkonsumsi makhluk lain.

Kompetisi, yang saling bersaing untuk mempertahankan eksistensinya
dalam upaya memperoleh sumber daya yang jumlahnya terbatas.
4-4
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
c. Netralistik, tidak adanya interaksi antar komponen, misalnya antara makhluk
burung dengan anjing tidak terjadi interaksi, baik yang sifatnya simbiosa
maupun antagonistik.
4.1.3. Baku Mutu Lingkungan
Dalam pekerjaan konstruksi perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya perubahan
kualitas lingkungan akibat masuknya bahan pencemar yang ditimbulkan oleh rencana
kegiatan, yang pada umumnya terjadi pada komponen fisik kimia, namun bila tidak
ditangani dengan baik dapat menimbulkan dampak lanjutan terhadap komponen
lingkungan lain seperti biologi atau sosial ekonomi dan sosial budaya.
Untuk mengetahui apakah perubahan lingkungan tersebut mencapai toleransi mutu
lingkungan yang diperkenankan, dikenal adanya standar baku mutu lingkungan yang
ditetapkan secara nasional oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup atau tingkat
Daerah oleh Gubernur.
Baku Mutu Air
Baku mutu air atau sumber air adalah batas kadar yang dibolehkan bagi zat atau
bahan pencemar pada air, namun air tetap berfungsi sesuai peruntukannya.
Penentuan baku mutu air didasarkan atas daya dukung air pada sumber air, yang
disesuaikan dengan peruntukan air tersebut sebagai berikut :
a. Golongan A, air yang dipakai sebagai air minum secara langsung tanpa
pengolahan lebih dulu.
b. Golongan B, air yang dapat dipakai sebagai air baku untuk diolah sebagai air
minum dan untuk keperluan rumah tangga.
c. Golongan C, air yang dapat dipakai untuk keperluan perikanan dan peternakan.
d. Golongan D, air yang dapat dipakai untuk keperluan pertanian dan dapat
dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan listrik tenaga air.
Selain baku mutu air, dikenal pula istilah baku mutu limbah cair, yaitu batas kadar
yang dibolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang ke dalam air atau
sumber air, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air.
Penentuan baku mutu limbah cair ini ditetapkan dengan pertimbangan beban
maksimal yang dapat diterima air dan sumber air, dan dibedakan atas 4 golongan
baku mutu air limbah, yakni Golongan, I, II, III dan IV.
Besarnya kadar pencemaran yang diperbolehkan untuk setiap parameter kualitas air
dan air limbah dapat dilihat pada pedoman penentuan baku mutu lingkungan yang
4-5
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
diterbitkan oleh Kantor Menteri Negara LIngkungan Hidup seperti terlihat pada
lampiran.
Baku Mutu Udara
Baku mutu udara dibedakan atas dua hal, yaitu :

Baku mutu udara ambien, yaitu kadar yang dibolehkan bagi zat atau bahan
pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap
makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan atau benda hidup lainnya, yang penentuannya
dengan mempertimbangkan kondisi udara setempat.

Baku mutu udara emisi, yaitu batas kadar yang dibolehkan bagi zat atau bahan
pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara, sehingga tidak
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, yang penentuannya
didasarkan sumber bergerak atau sumber tidak bergerak serta dibedakan antara
baku mutu berat, sedang dan ringan.

Besarnya kadar pencemaran yang dibolehkan untuk setiap parameter
udara
dapat dilihat pada pedoman penentuan baku mutu lingkungan yang diterbitkan
oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, seperti dapat dilihat pada
Lampiran.
Selain itu dikenali pula istilah baku mutu kebisingan yang penentuan didasarkan atas
peruntukan lahan di lokasi tersebut yang seperti contoh menurut Keputusan
Gubernur DKI Jakarta No. 587 tahun 1990 adalah :
No
Max. Derajat Kebisingan (dBA)
Peruntukan
Yang diinginkan
Yang diperkenankan
1.
Perumahan
45
60
2.
Industri/Perkantoran
70
70
3.
Pusat Perdagangan
75
85
4.
Tempat Rekreasi
50
60
5.
Campuran Industri/
Perumahan
50
65
Baku Mutu Air Laut
Baku mutu air laut adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen lainnya yang ada atau harus ada, dan zat atau bahan pencemar yang
ditenggang adanya dalam air laut.
4-6
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Penentuan baku mutu air laut ini didasarkan atas pemanfaatan perairan pesisir laut,
menurut peruntukannya, seperti :
a. Kawasan pariwisata dan rekreasi untuk mandi dan renang.
b. Kawasan pariwisata dan rekreasi untuk umum dan estetika.
c. Kawasan budidaya biota laut.
d. Kawasan taman laut dan konservasi.
e. Kawasan untuk bahan baku dan proses kegiatan pertambangan dan industri.
f.
Kawasan sumber air pendingin untuk kegiatan pertambangan dan industri.
Penetapan peruntukan kawasan laut tersebut menjadi wewenang Gubernur
setempat, dan besarnya kadar/bahan pencemar dapat dilihat pada pedoman
penetapan baku mutu lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup.
4.2.
Pengenalan Sistem Manajemen Lingkungan Berbasis ISO-14000
4.2.1. Umum
ISO (International Organization Standardization) adalah federasi dari organisasi
standar-standar nasional yang berpusat di Jenewa, Swiss. ISO adalah organisasi non
pemerintah yang ditetapkan pada tahun 1947. Misi dari ISO adalah untuk
mengembangkan standar dari kegiatan tertentu dengan maksud untuk memfasilitasi
kegiatan produk dan jasa tertentu. ISO mengembangkan standar di semua sektor
industri kecuali yang berkaitan dengan listrik dan elektronik dikembangkan oleh IEC
(International Electronical Commission).
Standarisasi International dimulai pada sektor tenaga listrik, sejak IEC dibentuk pada
tahun 1906. Sedangkan pengembangan standar internasional pada sektor lainnya
mula-mula dilakukan oleh International Federation of The National Standardization
Association (ISA) yang dibentuk pada tahun 1926. Pada tahun 1942 kegiatan ISA
terhenti
karena
Perang
Dunia
ke
2.
Pada
pertemuan
berikutnya
yang
diselenggarakan di London tahun 1946, wakil-wakil dari 25 negara yang hadir pada
waktu itu memutuskan untuk membentuk suatu organisasi internasional di bidang
standarisasi.
Tujuan
pembentukan
organisasi
ini
adalah
untuk
memfasilitasi
koordinasi
internasional dan penyeragaman standar bidang industri. Organisasi inilah sekarang
dikenal dengan ISO. Sejalan dengan meningkatnya laju pembangunan dan
perkembangan ekonomi/ perdagangan di seluruh dunia, telah terjadi pula
peningkatan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Hal tersebut kemudian
4-7
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
mendorong segenap pihak yang berkepentingan untuk lebih memperhatikan aspek
lingkungan dalam melakukan berbagai kegiatan. Keterkaitan antara kegiatan
pembangunan dan perkembangan ekonomi/ perdagangan dengan lingkungan telah
disadari sejak dilaksanakannya ”Conference on Human and Environment” oleh PBB
pada tahun 1972 di Stockholm.
Setelah terbentuknya badan-badan internasional seperti United Nations Environment
Programme (UNEP) dan World Commission on Environment and Development
(WCED), selanjutnya pada tahun 1992 diselenggarakan United Nations Conference
on Environment and Development (UNCED) atau yang lebih dikenal sebagai KTT
Bumi di Rio de Janeiro. Sejalan dengan perkembangan tersebut isu lingkungan
semakin menjadi fokus perhatian dunia usaha.
Dunia
usahapun
kemudian
membentuk
Business
Council
for
Sustainable
Development membentuk Strategis Advisory Group on the Environment (SAGE) pada
tahun 1991. SAGE bertugas mengkaji perlunya standarisasi di bidang Environment
Management. Setelah itu ISO/IEC kemudian membentuk Komisi Teknis (TC 207)
yang khusus mengembangkan seri standar pengelolaan lingkungan yang diberi
nomor ISO seri 14000. Pada dasarnya, ISO seri 14000 terdiri dari beberapa
kelompok subtansi :
a. Sistem Manajemen Lingkungan
ISO 14001
Sistem Manajemen Lingkungan – Spesifikasi dengan Petunjuk
Penggunaan
ISO 14004
Sistem Manajemen Lingkungan – Spesifikasi Petunjuk Umum
Asas-asas, Sistem dan Penunjang Teknis
ISO/TR 14061 Materi
Referensi
Informasi
untuk
Membantu
Organisasi
Kehutanan dalam penggunaan Standar ISO 14001 dan ISO
14004.
b. Audit Lingkungan
ISO 14010
Petunjuk untuk Audit Lingkungan – Asas-asas Umum
ISO 14011
Petunjuk untuk Audit Lingkungan – Prosedur Audit – Untuk
mengaudit Sistem Manajemen Lingkungan
ISO 14012
Petunjuk untuk Audit Lingkungan – Kriteria Kualifikasi untuk
Auditor Lingkungan
ISO 14015
Petunjuk Penilaian Lokasi dan Organisasi Lingkungan
ISO 19011
Petunjuk Kualitas dan Sistem Audit Manajemen Lingkungan
c. Label dan Deklarasi Lingkungan
ISO 14020
Label dan Deklarasi Lingkungan – Asas-asas Umum
4-8
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
ISO 14021
UUJK, SMK3 dan PDL
Label dan Deklarasi Lingkungan – Deklarasi Diri Menyangkut
Klaim Lingkungan (Tipe II Pelabelan Lingkungan)
ISO 14024
Label dan Deklarasi Lingkungan – Tipe I Pelabelan Lingkungan–
Asas-asas dan Prosedur
ISO/TR 14025
Label dan Deklarasi Lingkungan – Tipe III Pelabelan Lingkungan
d. Evaluasi Kinerja Lingkungan
ISO 14031
Manajemen Lingkungan – Petunjuk dalam Evaluasi Performa
Lingkungan
ISO/TR 14032 Manajemen Lingkungan – Contoh-contoh Evaluasi Performa
Lingkungan
e. Sistem Manajemen Lingkungan
Sistem Manajemen Lingkungan adalah perangkat sistematis untuk pekerjaan
lingkungan berdasarkan pengulangan dan prosedur berjalan-perencanaanpelaksanaan-pemeriksaan-tindakan (to plan-to do-to check-to act – PDCA).
Objektif utama dalam mengimplementasikan dan pengoperasian sebuah sistem
manajemen lingkungan adalah untuk memastikan bahwa semua hasil kegiatan
teratasi secara nasional dan tepat guna dalam sudut biaya dalam penurunan
secara perlahan dampak lingkungan dan memperbaiki performa lingkungan.
f.
Audit Lingkungan
Pengauditan lingkungan membantu dalam memandu dan memberikan fasilitas
pemeriksaan internal sistem manajemen lingkungan untuk mempermudah
pemberian saran tindak lanjut perbaikan kinerja. Audit lingkungan meliputi
evaluasi seberapa baik pengorganisasian, manajemen rutinitas dan perangkat
kerja
perlindungan
lingkungan.
Pengauditan
harus
dilaksanakan
secara
sistematis dan objektif untuk kepastian kredibilitas.
g. Label dan Deklarasi Lingkungan
Label
dan
deklarasi
lingkungan
adalah
perangkat
untuk
dipergunakan
menyampaikan pesan mengenai performa produk dan jasa lingkungan kepada
berbagai audiens. Tujuan pelabelan lingkungan adalah membantu konsumen
untuk mengidentifikasi produk-produk yang ramah lingkungan. Klaim deklarasi diri
lingkungan memberikan pedoman kepada perusahaan dan organisasi mengenai
bagaimana mengekspresikan secara benar hal-hal yang menyangkut lingkungan
seperti dalam mempromosikan kegiatan lingkungan. Deklarasi lingkungan
bertujuan memberikan informasi yang netral dan berkualitas kepada pasar
mengenai aspek kunci dari produk dan jasa lingkungan.
4-9
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
h. Evaluasi Kinerja Lingkungan
Evaluasi performa lingkungan lebih disukai berdasarkan keseluruhan gambaran
umum secara objektif dan hasil dari kinerja manajemen lingkungan dengan
mempergunakan apa yang disebut tipe indikator yang berbeda-beda.
Manajemen
lingkungan
membutuhkan
kinerja
pengukuran
yang
berkesinambungan, pengumpulan informasi dan evaluasi performa lingkungan
jangka panjang yang efektif. Tipe indikator yang berbeda akan membantu untuk
lebih mengerti performa lingkungan secara internal bagi manajemen perusahaan
dan eksternal bagi masyarakat.
i.
Siklus Penilaian (Life Cycle Assesment, LCA)
Siklus penilaian adalah sebuiah prosedur yang memberikan informasi mendasar
mengenai bagaimana dan sampai seberapa jauh aktifitas dan operasi sebuah
perusahaan, termasuk produk dan jasa mereka dan dampaknya pada lingkungan.
LCA memuat semua fase-fase siklus hidup sebuah produk sejak akuisisi bahan
baku dan pemrosesan bahan baku, manufaktur, transportasi dan distribusi,
penggunaan produk, penggunaan ulang dan daur ulang sampai pada
penanganan pembuangan akhir. Dengan melakukan hal itu, LCA mengidentifikasi
aspek lingkungan yang paling signifikan dan karena itu perusahaan harus bekerja
secara fokus dan mengutamakan perbaikan yang berkesinambungan.
4.2.2. Unsur-unsur yang terlibat didalam Standar Manajemen Lingkungan
Pekerjaan awal bagi perusahaan dalam kaitannya dengan unsure-unsur yang terlibat
dalam standar ini lebih dari sekedar masalah yang berkaitan dengan masalah
lingkungan tradisional. Dibawah ini adalah daftar umum dari masalah-masalah
tradisional.

Emisi udara

Pembuangan limbah cair

Penyediaan air minum dan pengolahan limbah rumah tangga

Limbah

Gangguan

Kebisingan

Bau

Radiasi

Fasilitas, tanaman dan kehidupan liar

Pengembangan daerah pinggiran

Perencaan fisik
4 - 10
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik

Analisis dampak lingkungan

Pengemasan

Penggunaan bahan

Penggunaan energi
UUJK, SMK3 dan PDL
Berdasarkan masalah-masalah tradisional diatas, manajemen lingkungan dapat dan
harus juga dihubungkan dengan masalah-masalah penting seperti :

Proses produksi

Penggunaan produk

Pembuangan produk

Keamanan proses/ keselamatan masyarakat

Kesehatan dan keselamatan karyawan
Cara yang baik untuk membedakan antara sistem manajemen mutu dan sistem
manajemen lingkungan adalah dengan menggambarkan sebuah pabrik yang memiliki
sistem manajemen mutu ISO 9000 – produk tersertifikasi, tetapi melakukannya
dengan cara yang tidak ramah lingkungan dan bahkan berbahaya. Bagi perusahaan
manufaktur hal ini mungkin bisa dilakukan, tetapi tidak bagi perusahaan penyedia
jasa, karena hal ini sulit dan tidak mungkin untuk memberi pelayanan yang kotor atau
berbahaya. Jadi, sangat lebih mudah bagi perusahaan jasa untuk menerapkan suatu
sistem yang mencakup kedua elemen tersebut.
4.2.3. Langkah Penerapan ISO 14000
Bagian ini mencoba untuk mencapai suatu keseimbangan antara jumlah minimum
latar belakang dengan kalimat-kalimat penjelasan dan dengan menekankan nasihat
mengenai dokumen yang dibutuhkan.
Dibawah ini adalah pedoman praktis untuk mengimplementasikan Standar ISO
14000.
1. Mendapatkan suatu komitmen dari manajemen puncak, mempresentasikan
sebuah proposal jika perlu. Contoh proposal tersedia dalam buku pegangan ISO
9000 dan BS 7750 dan dalam paket-paket dokumentasi.
2. Melaksanakan Kaji Awal Lingkungan (KAL) dan membuat Buku Kumpulan
Peraturan dan hal-hal yang diperlukan kemudian.
3. Pada saat KAL dan Buku Kumpulan Peraturan telah lengkap, seseorang berada
dalam posisi telah mengetahui hukum (termasuk kebijakan dan pedoman praktik
yang mungkin berada di luar hukum atau mengaplikasikan aktivitas-aktivitas yang
tidak tercakup dalam peraturan perundangan) maupun status lingkungan dan
4 - 11
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
keamanan bahan-bahan yang dibeli, proses dan produk. Keduanya merupakan
dokumen yang pasif, walaupun KAL akan menunjukan apa yang perlu dilakukan.
4. Langkah aktif pertama dan terpenting adalah membentuk Program Manajemen
Lingkungan (PML). Baik BS 7750 maupun konsep awal ISO 14000 tidak
menjelaskan tentang bagaimana standar ini seharusnya dilakukank tetapi sebuah
pendekatan yang diusulkan didalam buku ini telah berjalan dengan baik pada
beberapa perusahaan yang pertama di dunia mengaplikasikan standar tersebut.
Pendekatan tersebut adalah bahwa PML merupakan program menyeluruh,
mencakup proyek implementasi dengan KAL nya, pembuatan Buku Kumpulan
Peraturan dan penciptaan Sistem Manajemen Lingkungan (SML).
Apa perbedaan antara PML dan SML ? PML meliputi organisasi, manajer
lingkungan dan tim kaji ulang lingkungan, struktur dan agenda untuk pertemuan
bulanan, pengawasan program baru dan proyek awal termasuk menetapkan
beberapa ketidaksesuaian satu kali (one-off) yang ditemukan selama KAL, target
dan sasaran jangka panjang, penerbitan kebijakan dan kinerja. SML adalah
sistem harian yang sebagian besar mungkin diotomatisasikan. PML adalah
dokumentasinya dan PML mengkaji ulang dokumen-dokumen dan kontrol-kontrol
yang ada dalam SML. SML adalah sebagian besar Daftar Dampak Lingkungan
sebuah sub dokumen yang dikenal sebagai Prosedur Evaluasi Dampak (bagian
dari PML), manual pengawasan dan pemantauan dan manual manajemen
lingkungan dan segala yang berhubungan dengan prosedur operasi dan
pengawasan.
5. Sistem manajemen lingkungan. setelah KAL, Buku Kumpulan Peraturan, Program
Manajemen Lingkungan (PML) telah ada, Prosedur Evaluasi Dampak baru
diproses. Prosedur ini sebagian besar hanya sekali dikerjakan dan dilaksanakan
hanya selama proyek awal, tetapi prosedur ini harus diulang kembali untuk setiap
proyek baru, proses atau program yang memiliki dampak penting terhadap
lingkungan.
Daftar dampak lingkungan mungkin merupakan dokumen terpenting. Kalau buku
kumpulan peraturan merupakan pernyataan pasif dari apa yang dituntut hukum
atau kebijakan, daftar dampak lingkungan merupakan dokumen yang merinci
dampak sebenarnya yang terjadi akibat aktivitas-aktivitas perusahaan pada
lingkungan. Daftar ini adalah sebuah daftar masalah dan dampak-dampak
pentingnya. Daftar ini mencerminkan masalah-masalah langsung (terjadi di
perusahaan atau dibawah pengawasan langsung perusahaan) dan tidak
langsung (seperti bahan-bahan yang dibeli), pencemaran dan dampak pemakaian
sumber daya.
4 - 12
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Manual pengawasan dan pemantauan dapat berupa buku atau diotomatkan
adalah sekumpulan dokumen semua dicatat yang memperlihatkan bahwa
manajemen akan mengawasi masalah-masalah signifikan, sedangkan manual
manajemen lingkungan adalah dokumen level atas, manual mutu dari sistem
manajemen lingkungan.
4.3.
Penanganan Dampak Lingkungan Pada Pekerjaan Konstruksi
4.3.1. Prinsip Dasar Pengelolaan Lingkungan Hidup
1. Prinsip Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu dalam melaakukan pemanfaatan,
penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan
lingkungan hidup, sehingga pelestarian potensi sumber daya alam dapat tetap
dipertahankan, dan pencemaran atau kerusakan lingkungan dapat dicegah.
Perwujudan dari usaha tersebut antara lain dengan menerapkan teknologi yang
tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan.
Untuk itu berbagai prinsip yang dipakai untuk pengelolaan lingkungan antara
lain :
a. Preventif (pencegahan), didasarkan atas prinsip untuk mencegah timbulnya
dampak yang tidak diinginkan, dengan mengenali secara dini kemungkinan
timbulnya dampak egative, sehingga rencana pencegahan dapat disiapkan
sebelumnya.
Beberapa contoh dalam penerapan prinsip ini adalah melaksanakan AMDAL
secara baik dan benar, pemanfaatan sumber daya alam dengan efisien
sesuai potensinya, serta mengacu pada tata ruang yang telah ditetapkan.
b. Kuratif (penanggulangan), didasarkan atas prinsip menanggulangi dampak
yang terjadi atau yang diperkirakan akan terjadi, namun karena keterbatasan
teknologi, hal tesebut tidak dapat dihindari.
Hal ini dilakukan dengan pemantauan terhadap komponen lingkungan yang
terkena dampak seperti kualitas udara, kualitas air dan sebagainya.
Apabila hasil pemantauan lingkungan mendeteksi adanya perubahan atau
pencemaran lingkungan, maka perlu ditelusuri penyebab/sumber dampaknya,
dikaji pengaruhnya, serta diupayakan menurunnya kadar pencemaran yang
timbul.
c. Insentif (kompensasi), didasarkan atas prinsip dengan mempertemukan
kepentingan 2 pihak yang terkait, disatu pihak pemrakarsa/pengelola kegiatan
4 - 13
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
yang mendapat manfaat dari proyek tersebut harus memperhatikan pihak lain
yang terkena dampak, sehingga tidak merasa dirugikan. Perangkat insentif ini
dapat juga berupa pengaturan oleh pemerintah seperti peningkatan pajak atas
buangan limbah, iuran pemakaian air, proses perizinan dan sebagainya.
2. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan
Rencana pengelolaan lingkungan, harus dilakukan dengan mempertimbangkan
pendekatan
teknologi,
yang
kemudian
harus
dapat
dipadukan
dengan
pendekatan ekonomi, serta pendekatan institusional sebagai berikut :
a. Pendekatan Teknologi.
Berupa tata cara teknologi yang dapat dipergunakan untuk melakukan
pengelolaan lingkungan, seperti :
1. Melakukan kerusakan lingkungan, antara lain dengan :
a. Melakukan reklamasi lahan yang rusak.
b. Memperkecil erosi dengan sistem terasering dan penghijauan.
c. Penanaman pohon-pohon kembali pada lokasi bebas quary dan tanah
kosong.
d. Tata cara pelaksana konstruksi yang tepat.
2. Menanggulangi menurunnya potensi sumber daya alam, antara lain
dengan :
a. Mencegah menurunnya kualitas/kesuburan tanah, kualitas air dan
udara.
b. Mencegah rusaknya kondisi flora yang menjadi habitat fauna.
c. Meningkatkan diversifikasi penggunaan bahan material bangunan.
3. Menanggulangi limbah dan pencemaran lingkungan, antara lain dengan :
a. Mendaur ulang limbah, hingga dapat memperkecil volume limbah.
b. Mengencerkan kadar limbah, baik secara alamiah maupun secara
engineering.
c. Menyempurnakan design peralatan/mesin dan prosesnya, sehingga
kadar pencemar yang dihasilkan berkurang.
b. Pendekatan Ekonomi
Pendekatan ekonomi yang dapat dipakai dalam pengelolaan lingkungan
antara lain:
1. Kemudahan dan keringanan dalam proses pengadaan peralatan untuk
pengelolaan lingkungan.
4 - 14
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
2. Pemberian ganti rugi atau kompensasi yang wajar terhadap masyarat
yang terkena dampak.
3. Pemberdayaan masyarakat dalam proses pelaksanaan kegiatan dan
penggunaan tenaga kerja.
4. Penerapan teknologi yang layak ditinjau dari segi ekonomi.
c. Pendekatan Institusional / Kelembagaan
Pendekatan institusional yang dipakai dalam pengelolaan lingkungan, antara
lain :
1. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait, dan
masyarakat setempat dalam pengelolaan lingkungan.
2. Melengkapi peraturan, dan ketentuan serta persyaratan pengelolaan
lingkungan termasuk sangsi-sangsinya.
3. Penerapan teknologi yang dapat didukung oleh institusi yang ada.
3. Mekanisme pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
a. Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan tersebut menjadi tugas dan
tanggung jawab pemrakarsa/pengelola kegiatan, dilaksanakan selama
pelaksanaan dampak negatif, maupun pengembangan dampak positif.
b. Kegiatan pengelolan lingkungan terkait dengan berbagai instansi, dan
masyarakat setempat, sehingga perlu dijabarkan keterkaitan antar instansi
dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan tersebut.
Penentuan instansi terkait, disesuaikan dengan fungsi, wewenang dan bidang
tugas serta tanggung jawab instansi tersebut.
c. Mengingat bahwa pengelolaan lingkungan harus dilakukan selama proyek
berlangsung, maka perlu ditetapkan unit kerja yang bertanggunga jawab
melaksanakan pengelolaan lingkungan, serta tata cara kerjanya. Unit kerja
tersebut dapat berupa pembentukan unit baru atau pengembangan dari unit
kerja yang sudah ada. Pemrakarsa/pengelola kegiatan harus mengambil
inisiatif dalam melakukan pengelolaan lingkungan, sedangkan instansi terkait
diarahkan untuk menyempurnakan dan memantapkannya.
d. Pembiayaan merupakan faktor yang penting atas terlaksananya pengelolaan
lingkungan, untuk itu sumber dan besatnya biaya harus dijabarkan dalam
RKL. Pada prinsipnya pemrakarsa/pengelola kegiatan harus bertanggung
jawab atas penyediaan dana untuk pengelolaan lingkungan yang diperlukan.
4 - 15
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
4.3.2. Komponen Pekerjaan Konstruksi Yang Menimbulkan Dampak
Komponen pekerjaan konstruksi dapat menimbulkan dampatk terhadap lingkungan
hidup, sangat dipengaruhi oleh jenis besaran dan volume pekerjaan tersebut serta
kondisi lingkungan yang ada di sekitar lokasi kegiatan.
Pada umumnya komponen pekerjaan konstruksi yang dapat menimbulkan dampak
antara lain :
1. Persiapan Pelaksanaan Konstruksi.
a. Mobilitas peralatan berat, terutama untuk jenis kegiatan konstruksi yang
memerlukan banyak alat-alat berat, dan terletak atau melintas areal
permukiman, serta kondisi prasarana jalan yang kurang memadai.
b. Pembuatan dan pengoperasian bengkel, basecamp dan barak kerja yang
besar dan terletak di areal pemukiman.
c. Pembukaan dan pembersihan lahan untuk lokasi kegiatan yang cukup luas
dan dekat areal pemukiman.
2. Pelaksanaan Kegiatan Konstruksi.
a. Pekerjaan tanah, mencakup penggalian dan penimbunan tanah.
b. Pengangkutan tanah dan material bangunan.
c. Pembuatan pondasi, terutama pondasi tiang pancang.
d. Pekerjaan struktur bangunan, berupa beton, baja dan kayu.
e. Pekerjaan jalan dan pekerjaan jembatan.
f.
Pekerjaan pengairan seperti saluran dan tanggul irigasi/banjir, sudetan
sungai, bendung serta bendungan.
Disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada disekitar lokasi kegiatan,
kegiatan konstruksi tersebut diatas akan dapat menimbulkan dampak terhadap
komponen fisik kimia dan bahkan bila tidak ditanggulangi dengan baik akan dapat
menimbulkan dampak lanjutan terhadap komponen lingkungan lain seperti
komponen biologi maupun komponen sosial ekonomi dan sosial budaya.
4.3.3. Dampak Yang Timbul Pada Pekerjaan Konstruksi Dan Upaya Menanganinya
Pada suatu pekerjaan konstruksi perlu dipertimbangkan adanya dampak-dampak
yang timbul akibat pekerjaan tersebut serta upaya untuk menanganinya.
Disesuaikan dengan jenis dan besaran pekerjaan konstruksi serta kondisi lingkungan
di sekitar lokasi kegiatan, penentuan jenis dampak lingkungan yang
4 - 16
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
cermat dan teliti, atau melakukan analisis secara sederhana dengan memakai data
sekunder.
Berdasarkan pengalaman selama ini berbagai dampak lingkungan yang dapat timbul
pada pekerjaan konstruksi dan perlu diperhatikan cara penanganannya adalah
sebagai berikut :
1. Meningkatnya Pencemaran Udara dan Debu
Dampak ini timbul karena pengoperasian alat-alat berat untuk pekerjaan
konstruksi seperti saat pembersihan dan pematangan lahan pekerjaan tanah,
pengangkutan tanah dan material bangunan, pekerjaan pondasi khususnya tiang
pancang, pekerjaan badan jalan dan perkerasan jalan, serta pekerjaan struktur
bangunan.
Indikator dampak yang timbul dapat mengacu pada ketentuan baku mutu udara
atau adanya tanggapan dan keluhan masyarakat akan timbulnya dampak
tersebut.
Upaya penanganan dampak dapat dilakukan langsung pada sumber dampak itu
sendiri atau pengelolaan terhadap lingkungan yang terkena dampak seperti :
a. Pengaturan kegiatan pelaksanaan konstruksi yang sesuai dengan kondisi
setempat, seperti penempatan base camp yang jauh dari lokasi pemukiman,
pengangkutan material dan pelaksanaan pekerjaan pada siang hari.
b. Memakai metode konstruksi yang sesuai dengan kondisi lingkungan, seperti
memakai pondasi bore pile untuk lokasi disekitar permukiman.
c. Penyiraman secara berkala untuk pekerjaan tanah yang banyak menimbulkan
debu.
2. Terjadinya erosi dan longsoran tanah serta genangan air
Dampak ini dapat timbul akibat kegiatan pembersihan dan pematangan lahan
serta pekerjaan tanah termasuk pengelolaan quary, yang menyebabkan
permukaan lapisan atas tanah terbuka dan rawan erosi, serta timbulnya
longsoran tanah yang dapat mengganggu sistem drainase yang ada, serta
mengganggu estetika lingkungan disekitar lokasi kegiatan.
Indikator dampak dapat secara visual dilapangan, dan penanganannya dapat
dilakukan antara lain :
a. Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang memadai sehingga tidak merusak
atau menyumbat saluran-saluran yang ada.
b. Perkuat tebing yang timbul akibat perkerjaan konstruksi.
c. Pembuatan saluran drainase dengan dimensi yang memadai.
4 - 17
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
3. Percemaran kualitas air
Dampak ini timbul akibat pekerjaan tanah dapat yang menyebabkan erosi tanah
atau pekerjaan konstruksi lainnya yang membuang atau mengalirkan limbah ke
badan air sehingga kadar pencemaran di air tesebut meningkat.
Indikator dampak dapat dilihat dari warna dan bau air di bagian hilir kegiatan serta
hasil analisis kegiatan air/mutu air serta adanya keluhan masyarakat.
Upaya penanganan dampak ini dapat dilakukan antara lain :
a. Pembuatan kolam pengendap sementara, sebelum air dari lokasi kegiatan
dialirkan ke badan air.
b. Metode pelaksanaan konstruksi yang memadai.
c. Mengelola limbah yang baik dari kegiatan base camp dan bengkel.
4. Kerusakan prasarana jalan dan fasilitas umum
Dampak ini timbul akibat pekerjaan pengangkutan tanah dan material bangunan
yang melalui jalan umum, serta pembersihan dan pematangan lahan serta
pekerjaan tanah yang berada disekitar prasarana dan utilitas umum tersebut.
Indikator dampak dapat dilihat dari kerusakan prasarana jalan dan utilitas umum
yang dapat mengganggu berfungsinya utilitas umum tersebut, serta keluhan
masyarakat disekitar lokasi kegiatan.
Upaya penanganan dampak yang timbul tersebut antara lain dengan cara :
a. Memperbaiki dengan segera prasarana jalan dan utilitas umum yang rusak.
b. Memindahkan labih dahulu utilitas umum yang terdapat dilokasi kegiatan
ketempat yang aman.
5. Gangguan Lalu Lintas
Dampak ini timbul akibat pekerjaan pengangkutan tanah dan material bangunan
serta pelaksanaan pekerjaan yang terletak disekitar/berada di tepi prasarana
jalan umum, yang lalu lintasnya tidak boleh terhenti oleh pekerjaan konstruksi.
Indikator dampak dapat dilihat dari adanya kemacetan lalulintas di sekitar lokasi
kegiatan dan tanggapan negatif dari masyarakat disekitarnya.
Upaya penanganan dampak tersebut dapat dilakukan antara lain :
a. Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik dengan memberi prioritas pada
kelancaran arus lalulintas.
4 - 18
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
b. Pengaturan waktu pengangkutan tanah dan material bangunan pada saat
tidak jam sibuk.
c. Pembuatan rambu lalulintas dan pengaturan lalulintas di sekitar lokasi
kegiatan.
d. Menggunakan metode konstruksi yang sesuai dengan kondisi lingkungan
setempat.
6. Berkurangnya keaneka-ragaman flora dan fauna
Dampak ini timbul akibat pekerjaan pembersihan dan pematangan lahan serta
pekerjaan tanah terutama pada lokasi-lokasi yang mempunyai kondisi biologi
yang masih alami, seperti hutan.
Indikator dampal dapat dilihat dari jenis dan jumlah tanaman yang ditebang,
khususnya jenis-jenis tanaman langka dan dilindungi serta adanya reaksi
masyarakat.
Upaya penanganan dampak tersebut dapat dilakukan antara lain :
a. Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang memadai.
b. Penanaman kembali jenis-jenis pohon yang ditebang disekitar lokasi kegiatan.
Selain dampak primer tersebut diatas masih dampak-dampak sekunder akibat
pekerjaan konstruksi yang perlu mendapat perhatian bagi pelaksana proyek,
seperti :
1. Terjadinya interaksi sosial (positif/negatif) antara penduduk setempat dengan
para pekerja pendatang dari luar daerah.
2. Dapat meningkatkan peluang kerja dan kesempatan berusaha pada
masyarakat setempat, serta meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat.
4.4.
Integrasi Aspek Lingkungan Pada Kegiatan Proyek Konstruksi
4.4.1. Pengertian Amdal
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah hasil studi mengenai
dampak penting suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.
Disesuaikan dengan jenis kegiatannya, AMDAL dapat dibedakan atas :
a. AMDAL Sektoral, biasanya disebut AMDAL, bila kegiatan terletak pada satu
lokasi tertentu dan melibatkan kewenangan satu instalasi yang bertanggung
jawab.
4 - 19
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
b. AMDAL Kawasan, bila kegiatan terletak pada satu kesatuan hamparan
ekosistem dan menyangkut kewenangan satu instalasi yang bertanggung
jawab.
c. AMDAL terpadu/Multi Sektor, bila kegiatan terletak pada satu kesatuan
hamparan ekosistem dan menyangkut kewenangan lebih sari satu instalasi
yang bertanggung jawab.
d. AMDAL Regional, bila kegiatan terletak pada satu kesatuan hamparan
ekosistem dan satu rencana pengembangan wilayah sesuai dengan RUTR
dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instalasi yang bertanggung jawab.
Dokumen AMDAL tersebut diatas terdiri atas berbagai dokumen yang berturutturut sebagai berikut :
a. KA - ANDAL, yaitu ruang lingkup studi ANDAL yang merupakan hasil
pelingkupan atau proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang berkaitan
dengan dampak penting.
b. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), yaitu dokumen yang menelaah secara
cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana atau kegiatan.
c. RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) adalah dokumen yang mengandung
upaya penanganan dampak penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan oleh rencana kegiatan.
d. RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) adalah dokumen yang mengandung
upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak
penting akibat rencana kegiatan.
2. Dalam suatu pekerjaan konstruksi terkadang dapat menimbulkan dampak
penting, atau perubahan lingkungan yang mendasar, yang penentuannya
didasarkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a. Jumlah manusia yang akan terkena dampak.
b. Luas wilayah sebaran dampak.
c. Lamanya dampak berlangsung.
d. Intensitas Dampak.
e. Banyaknya komponen lain yang terkena dampak.
f.
Sifat kumulatif dampak.
g. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
Kriteria-kriteria atas besaran faktor-faktor yang menimbulkan dampak penting
tersebut dapat dilihat pada pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting yang
4 - 20
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
tercantum dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 056 tahun 1994, dan perlu dikaji
secara mendalam dalam laporan ANDAL.
Sedangkan kegiatan-kegiatan yang berpotensi mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan seperti tersebut diatas antara lain :
a. Perubahan bentuk lahan dan bentang alam.
b. Exploitasi sumber daya alam yang terbaharui maupun yang tak terbaharui.
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,
kerusakan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya.
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan atau perlindunan cagar budaya.
e. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan,jenis hewan dan jasad renik.
f.
Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati.
g. Penerapan
terknologi
yang
diperkirakan
mempunyai
potensi
besar
mempengaruhi lingkungan.
h. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan mempengaruhi pertahanan
negara.
Penentuan apakah kegiatan ini menimbulkan dampak penting sehingga perlu
melaksanakan AMDAL, ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup
setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat instansi yang
bertanggung jawab atas kegiatan tersebut.
Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak menimbulkan dampak penting
dan atau secara teknologi dampak penting yang timbul dapat dikelola, maka
kegiatan tersebut tidak diwajibkan menyusun ANDAL, namun diharuskan
melakukan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan,
dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
4.4.2. Kedudukan Amdal Dalam Proses Pengembangan Proyek Konstruksi
Proses
pengembangan
proyek
pada
umumnya
meliputi
tahapan-tahapan
perencanaan umum, studi kelayakan termasuk pra-studi kelayakan, perencanaan
teknis, konstruksi dan tahapan pasca konstruksi yang mencakup operasi,
pemeliharaan serta pemanfaatannya.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kegiatan AMDAL merupakan bagian dari
proses dari setiap tahapan pengembangan proyek tersebut di atas, seperti dapat
dilihat pada lampiran 1.
4 - 21
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
1. Penyaringan AMDAL pada tahap Perencanaan Umum
Perencanaan Umum merupakan awal dari suatu gagasan atau ide untuk
memenuhi suatu kebutuhan atau permintaan masyarakat, dapat berupa rencana
jangka panjang, rencana jangka menengaha dan jangka pendek, yang secara
terus menerus menghasilkan rencana dan progaram untuk diimplementasikan.
Pada tahap ini dilakukan penyaringan AMDAL untuk mengetahui secara umum
apakah proyek tersebut menimbulkan perubahan yang mendasar terhadap
lingkungan, sehingga harus melaksanakan AMDAL, ataukah tidak menimbulkan
dampak yang berarti sehingga cukup melaksanakan UKL dan UPL.
Besarnya perubahan lingkungan yang timbul tesebut sangat dipengaruhi oleh :

Volume dan besaran rencana kegiatan.

Lokasi proyek dan kondisi lingkungannya.

Fungsi dan peruntukan lahan di sekitar lokasi proyek.
2. Pelingkupan dan KA-ANDAL pada tahap pra studi kelayakan.
Pra studi kelayakan merupakan bagian dari studi kelayakan dilakukan untuk
menganalisis apakah proyek yang diusulkan tersebut dapat dipertanggung
jawabkan baik dari segi teknis, ekonomi dan lingkungan.
Kegiatan AMDAL berupa pelingkupan adalah proses awal untuk menentukan
lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting hipotesis yang timbul
dari rencana proyek yang diusulkan. Pelingkupan ini merupakan proses penting
dalam penyusunan KA-ANDAL, karena melalui proses ini dapat ditentukan.

Dampak penting hipotesis yang relevan untuk dibahas dalam ANDAL.

Batas wilayah studi ANDAL.
KA-ANDAL sebagai penjabaran lebih lanjut dari pelingkupan diatas merupakan
ruang lingkup studi ANDAL yang dipakai sebagai acuan untuk menyusun studi
ANDAL.
Untuk itu KA-ANDAL minimal harus mencakup :

Informasi rencana proyek dan kondisi lingkungannya.

Lingkup tugas studi termasuk metode studi.

Kebutuhan tenaga ahli dan jadwal pelaksanaannya.
3. Studi ANDAL pada tahap Studi Kelayakan
Sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan studi
kelayakan harus mencakup aspek-aspek teknis, ekonomis dan lingkungan, akan
menghasilkan suatu dokumen bagi para pengambil keputusan apakah proyek
4 - 22
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
tersebut layak untuk dilaksanakan. Studi ANDAL yang dilakukan pada tahap ini
merupakan penelaahan dampak penting yang timbul akibat rencana kegiatan
proyek secara cermat dan mendalam, dan hasilnya merupakan acuan untuk
merumuskan penanganan dampak yang timbul tersebut dalam bentuk Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Studi ini juga merupakan dokumen proyek yang penting, karena dipakai oleh para
pengambil keputusan apakah proyek tersebut layak ditinjau dari segi lingkungan,
sehingga dapat diimplementasikan.
4.4.3. RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemantauan
Lingkungan)
1. Penjabaran RKL dan RPL pada Tahap Perencanaan Teknis
Perencanaan teknis dimaksudkan untuk menyiapkan gambar-gambar teknis,
syarat dan spesifikasi teknis kegiatan, sehingga dapat menggambarkan produk
yang akan dihasilkan, didasarkan atas kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam studi
kelayakan.
Untuk mewujudkan suatu perencanaan teknis yang berwawasan lingkungan,
maka perumusan RKL dan RPL harus dijabarkan dalam gambar-gambar teknis
dan spesifikasi teknis tersebut, serta perlu dituangkan dalam dokumen kontrak,
sehingga mengikat pelaksana proyek.
2. Pelaksana RKL dan RPL
a. Pada thap pra konstruksi
Kegiatan pra konstruksi dalam hal ini pengadaan tanah dan pemindahan
penduduk harus didukung dengan data yang lengkap dan akurat tentang
lokasi, luas, jenis perunutkan serta kondisi penduduk yang memiliki atau
menempati tanah yang dibebaskan tersebut.
Ketentuan-ketentuan yang rinci tentang masalah pembebasan tanah dalam
RKL dan RPL harus dapat digunakan dan dimanfaatkan sebagai acuan dalam
pelaksanaan pembebasan tanah dan pembebasan tanah tersebut.
b. Pada tahap konstruksi.
Kegiatan pada tahap ini merupakan pelaksanaan fisik konstruksi sesuai
dengan gambar dan syarat-syarat teknis yang telah dirumuskan dalam
kegiatan perencanaan teknis.
4 - 23
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Kegiatan pengelolaan lingkungan yang tercakup pada tahap ini meliputi
penerapan:

Metode konstruksi, spesifikasi serta persyaratan kualitas dan kuantitas
pekerjaan yang terkait dengan penanganan dampak penting.

Penerapan SOP yang mengacu dampak lingkungan.

Tata cara penilaian hasil pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan tindak
lanjutnya.
Sedangkan penerapan RPL pada tahap ini mencakup :

Pemantauan pelaksanaan konstruksi agar sesuai dengan gambar dan
spesifikasi teknis yang telah mengikuti Kaidah lingkungan.

Penerapan dan pelaksanaan uji coba operasional.

Penilaian hasil pelaksanaan pengelolahan lingkungan dan pemantauan
lingkungan untuk masukan bagi penyempurnaan pelaksanaan RKL dan RPL.
3. Evaluasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada tahap pasca proyek
Evaluasi pasca proyek ditujukan : untuk menilai dan pengupayakan peningkatan
daya guna dan hasil guna dari prasarana yang telah dibangun dan dioperasikan.
Evaluasi
pengelolaan
dan
pemantauan
lingkungan
dimaksudkan
untuk
memantapkan SOP dengan mengacu pada pengalaman yang didapat dilapangan
selama kegiatan proyek berlangsung.
4.4.4. Proses Penyusunan Dan Pelaksanaan Amdal
Penyusunan AMDAL untuk kegiatan konstruksi fisik yang diperkirakan menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan hidup, memerlukan data dan informasi
mengenai berbagai komponen kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan
dampak penting serta komponen lingkungan disekitar lokasi kegiatan yang berpotensi
terkena dampak akibat kegiatan.
Penelaahan terhadap kedua hal tersebut menjadi sangat penting karena ketepatan
dan ketelitian Analisis Dampak Lingkungan sepenuhnya tergantung dari kelengkapan
dan kedalaman data dan informasi yang diperoleh.
Dengan melakukan analisis dampak lingkungan dapat diperkirakan dan dievaluasi
jenis, besaran atau intensitas serta tingkat pentingnya dampak yang terjadi.
4 - 24
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Intensitas dampak dapat diperkirakan atau dihitung besarnya denan memakai
berbagai metode yang sesuai untuk komponen lingkungan tertentu, seperti metode
statistik, matematik, metode survai, experimental, analogi ataupun profesional
judgement. Sedangkan tingkat pentingnya dampak dapat mengacu pada Pedoman
Penentuan Dampak Penting yang ditetapkan oleh Kepala Bapendal No. 056 Tahun
1994, dimana tingkat pentingnya dampak ditentukan oleh faktor-faktor :
a. Jumlah penduduk yang akan terkena dampak.
b. Luas wilayah sebaran dampak.
c. Lamanya dampak berlangsung.
d. Intensitas dampak.
e. Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak.
f.
Sifat kumulatif dampak.
g. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
Informasi tentang intensitas atau bobot dampak tersebut diatas secara sistematis
dituangkan dalam dokumen AMDAL, dan menjadi acuan dalam perumusan upaya
penanganan dampak yang timbul, yang dituangkan dalam dokumen Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Dokumen RKL dan RPL ini harus dapat dijabarkan dalam gambar-gambar kerja dan
syarat-syarat pelaksanaan, serta acuan dalam melaksanakan pekerjaan.
Selanjutnya dokumen RKL dan RPL ini dipakai pula sebagai dasar untuk pelaksanaan
pengelolaan lingkungan (KL) dan pelaksanaan pemantauan lingkungan (PL), selama
masa pra konstruksi, konstruksi maupun pada pasca konstruksi.
Dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan tesebut dilakukan
penilaian atas hasil pemantauan lingkungan dan hasil pemantauan lingkungan ini dapat
menjadi umpan balik bagi pelaksana pengelolaan dan pemantauan lingkungan, serta
dapat dikapai sebagai acuan bagi upaya pengembangan, penyempurnaan atau
pemantapan dokumen RKL dan RPL yang telah disusun.
Proses penyusunan AMDAL tersebut secara diagramatis dapat dilihat pada halaman
berikut.
4 - 25
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
Lampiran
PROSES PENYUSUNAN AMDAL
DIAGRAM ALIR
JENIS DOKUMEN
Informasi Proyek
Komponen kegiatan
yang berpotensi
terkena dampak
Komponen kegiatan
yang berpotensi
menimbulkan dampak

Kerangka Acuan Analisis
Dampak Lingkungan (KAANDAL)

Analisis Dampak

Lingkungan (ANDAL)

Rencana Pengelolaan
Lingkungan dan Rencana
Pemantauan Lingkungan
(RKL dan RPL)

Gambar kerja dan syaratsyarat pelaksanaan yang
mencakup rencana
pengelolaan dan
pemantauan lingkungan
yang dituangkan dalam
dokumen kontrak.

Standar operasi dan
pemeliharaan sarana dan
prasarana pengelolaan
lingkungan.

Tata cara penilaian hasil
pelaksanaan RKL dan
RPL.

Dokumen RKL dan RPL
yang telah dimantapkan.

Dokumen pelaksanaan
pemantauan lingkungan.
Prakiraan dan
evaluasi dampak
Rumusan
penanganan dampak
Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan
(KL) dan Pemantauan Lingkungan
Perbaikan
RKL & RPL
Penilaian hasil
pemantauan
Tidak
Memadai
Ya
Lanjutkan KL dan PL sampai
dampak negatif sekecil mungkin
dan manfaat proyek sesuai yang
direncanakan
4 - 26
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
RANGKUMAN
1.
Menurut UU. No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup, dinyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya dan keadaan, mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan mahluk
hidup lainnya.
2.
Aspek-aspek lingkungan hidup yang terkait dengan pekerjaan konstruksi dapat
dibedakan atas :
3.
a.
Komponen fisik – kimia
b.
Komponen biologis
c.
Komponen sosial ekonomi dan budaya.
SML (Sistem Manajemen Lingkungan) sudah berkembang secara global dengan
terbentuknya SML berbasis ISO-14000 yang terdiri dari beberapa kelompok substansi.
4.
5.
a.
Sistem manajemen lingkungan
b.
Audit lingkungan
c.
Label dan seklarasi lingkungan
d.
Evaluasi dan kinerja lingkungan.
Prinsip pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu dalam melakukan
-
Pemanfaatan
-
Penataan
-
Pemeliharaan
-
Pengawasan
-
Pengendalian
-
Pengembangan.
Pendekatan pengelolaan lingkungan dilakukan dengan mempertimbangkan :
-
Pendekatan teknologi
-
Pendekatan ekonomi
-
Pendekatan institusional/kelembagaan.
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
6.
UUJK, SMK3 dan PDL
Komponen Pekerjaan Konstruksi yang menimbulkan dampak sangat dipengaruhi oleh
jenis besaran dan volume pekerjaan, pada umumnya dapat dikategorikan anatara lain
pada :
7.
a.
Persiapan, pelaksanaan konstruksi
b.
Pelaksanaan kegiatan konstruksi.
Berdasarkan pengalaman selama ini dampak lingkungan yang dapat timbul pada
pekerjaan konstruksi adalah :
8.
a.
Meningkatnya pencemaran udara dan debu
b.
Terjadinya erosi dan longsoran tanah serta genangan air
c.
Pencemaran kualitas air
d.
Kerusakan prasarana jalan dan fasilitas umum
e.
gangguan lalu lintas
f.
Berkurangnya keaneka-ragaman flora dan fauna.
Setiap ada rencana pembangunan konstruksi perlu lebih dahulu dilakukan AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang dibedakan antara lain :
9.
a.
AMDAL Sektoral
b.
AMDAL Kawasan
c.
AMDAL Terpadu/Multi sektoral
d.
AMDAL Regional.
Dokumen AMDAL tersebut di atas terdiri atas berbagai dokumen yang berturut-turut
sebagai berikut :
a.
KA-ANDAL, yaitu ruang lingkup studi ANDAL yang merupakan hasil pelingkupan
atau proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang berkaitan dengan
dampak penting
b.
ANDAL (Analisi Dampak Lingkungan), yaitu dokumen yang menelaah secara
cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana atau kegiatan
c.
RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) adalah dokumen yang mengandung
upaya penanganan dampak penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan
oleh rencana kegiatan
d.
RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) adalah dokumen yang mengandung
upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak penting
akibat rencana kegiatan.
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
10.
UUJK, SMK3 dan PDL
Dalam suatu pekerjaan konstruksi terkadang dapat menimbulkan dampak penting, atau
perubahan lingkungan yang mendasar, yang penentuannya didasarkan oleh factorfaktor sebagai berikut :
a.
Jumlah manusia yang akan terkena dampak
b.
Luas wilayah sebaran dampak
c.
Lamanya dampak berlangsung
d.
Intensitas dampak
e.
Banyaknya komponen lain yang terkena dampak
f.
Sifat kumulatif dampak
g.
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
LATIHAN
Isilah titik-titik dari lembar pertanyaan atau jawab pertanyaan dari lember pertanyaan,
dengan jawaban singkat dalam lembar jawaban dengan benar.
1. Sebutkan dasar hukum yang berupa undang-undang tentang pengelolaan lingkungan
hidup :
…………………………………………………………………………………………………...
…………………………………………………………………………………………………...
2. Berdasarkan jenis kegiatan, AMDAL dibedakan menjadi 4 batasan yang terdiri dari :
1. ………………………………………………………………………………………….........
2. ………………………………………………………………………………………….........
3. ………………………………………………………………………………………….........
4. ………………………………………………………………………………………….........
3. Dokumen AMDAL tersebut pada soal No. 2, terdiri atas berbagai dokumen. Sebutkan
terdiri dari dokumen apa saja secara berurutan.
…………………………………………………………………………………………………...
…………………………………………………………………………………………………...
4. Saudara ditunjuk sebagai Kepala Proyek pada lokasi/daerah tertentu yang adat
istiadat, sosial budaya mengikat dan dipegang teguh.
Jelaskan secara singkat sikap prilaku saudara, apabila ditugaskan ke Nanggroe Aceh
Darussalam.
…………………………………………………………………………………………………...
…………………………………………………………………………………………………...
5. Dalam rangka proses pengadaan tanah diajarkan ada 6 (enam) tahapan sangat
penting untuk dilaksanakan secara teliti dan cermat. Sebutkan 6 (enam) tahapan
tersebut.
…………………………………………………………………………………………………...
…………………………………………………………………………………………………...
6. Sebutkan standar internasional untuk perlindungan internasional.
…………………………………………………………………………………………………...
…………………………………………………………………………………………………...
Pelatihan Ahli Pelaksana Geoteknik
UUJK, SMK3 dan PDL
DAFTAR PUSTAKA
1.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, tentang : Keselamatan Kerja
2.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1982, tentang : Lingkungan Hidup
3.
Undang-Undang No. 3 Tahun 1992, tentang : Jaminan Sosial Tenaga Kerja
4.
Undang-Undang No. 18 Tahun 1999, tentang : Jasa Konstruksi
5.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentang : Ketenagakerjaan
6.
Undang-Undang No. 7 Tahun 2004, tentang : Sumber Daya Air
7.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 1993, tentang : Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
8.
KEPPRES No. 80 Tahun 2003, tentang : Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
9.
PERMEN PU No. 72/PRT/1997, tentang : Keamanan Bendungan
10. SNI (Standar Nasional Indonesia) No. 1731 – 1998, tentang : Pedoman Keamanan
Bendungan
11. Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993, tentang : Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja.
12. PERMENAKER No. PER 01/MEN/1980, tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pada Konstruksi Bangunan
13. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
No.Kep.174/MEN/1986, No. 104/KPTS/1986, tentang : Keselamatan Kerja Pada Tempat
Kegiatan Konstruksi
14. PERMENAKER No. PER 05/MEN/1996, tentang : Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
15. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555/K/26MPE/1995 tanggal 22 Mei
1995, tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum
16. Koentjaraningrat, Prof. DR., Budaya Mentalitiet dan Pembangunan, Gramedia, 1984
17. Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Prof. Dr. Emil Salim, 1991
18. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Prof. Dr. Otto Sumarwoto, 1989
19. Brian, Rothery, Sistem Manajemen Lingkungan, ISO-14000, PT. Pustaka Binawan
Pressido, Jakarta, 1996
20. Keputusan Menteri KIMPRASWIL Nomor 384/KPTS/2004, tentang Pedoman Teknis
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Bendungan.
Download