FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS TRISAKTI SKRIPSI HUBUNGAN BOOK TAX DIFFERENCES TERHADAP TAX AVOIDANCE DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL MODERASI Diajukan oleh: DIMAS PRIHANDANA JATI 023001804067 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT GUNA MENCAPAI GELAR SARJANA AKUNTANSI 2020 i FACULTY OF ECONOMICSAND BUSINESS TRISAKTI UNIVERSITY THESIS THE RELATIONSHIP OF BOOK TAX DIFFERENCES ON TAX AVOIDANCE WITH EARNING MANAGEMENT AS MODERATED VARIABLE Submitted By: DIMAS PRIHANDANA JATI 023001804067 SUBMITTED IN PARTIAL FULFILLMENT OF THE REQUIREMENTS FOR AWARD OF BACHELOR DEGREE OF ACCOUNTING 2020 ii UNIVERSITAS TRISAKTI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI 1. Nama : Dimas Prihandana Jati 2. N.I.M : 023001804067 3. Jurusan : Akuntansi 4. Bidang/Konsentrasi Skripsi : Akuntansi Keuangan 5. Judul Skripsi : Hubungan Book Tax Differences terhadap Tax Avoidance dengan Manajemen Laba sebagai Variabel Moderasi Jakarta, Agustus 2020 Mengetahui, Menyetujui, Ketua Program Studi Akuntansi Pembimbing Skripsi (Dr. Murtanto SE., M.Si., CA.) (Prof. Dr. Etty Murwaningsari, Ak.,MM., CA.) i TRISAKTI UNIVERSITY FACULTY OF ECONOMICS AND BUSINESS THESIS APPROVAL FORM 1. Name : Dimas Prihandana Jati 2. N.I.M : 023001804067 3. Majoring : Accounting 4. Concentrated : Financial Accounting 5. Thesis Title : The Effect of Book Tax Differences to Tax Avoidance with Earning Management as Moderating Variable Jakarta, August 07th 2020 Mengetahui, Menyetujui, Ketua Program Studi Akuntansi Pembimbing Skripsi (Dr. Murtanto SE., M.Si., CA.) (Prof. Dr. Etty Murwaningsari, Ak.,MM., CA.) ii UNIVERSITAS TRISAKTI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS TANDA PENGESAHAN SKRIPSI 1. Nama : Dimas Prihandana Jati 2. N.I.M : 023001804067 3. Jurusan : Akuntansi 4. Bidang/Konsentrasi Skripsi : Akuntansi Keuangan 5. Judul Skripsi : Hubungan Book Tax Differences terhadap Tax Avoidance dengan Manajemen Laba sebagai Variabel Moderasi PANITIA PENGUJI SKRIPSI Tanggal: Agustus 2020 Tanggal: Agustus 2020 Tanggal: Agustus 2020 Telah disetujui dan diterima untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Akuntansi. Jakarta, Agustus 2020 Ketua Program Studi Akuntansi (Dr. Murtanto SE., M.Si., CA.) iii TRISAKTI UNIVERSITY FACULTY OF ECONOMICS AND BUSINESS THESIS ENDORSEMENT 1. Name : Dimas Prihandana Jati 2. N.I.M : 023001804067 3. Major : Accounting 3. Concentrated : Financial Accounting 4. Thesis Title : The Relationship of Book Tax Differences on Tax Avoidance with Earning Management as Moderated Variable THESIS EXAMINER COMMITTEE Date: August 2020 Date: August 2020 Date: August 2020 Approved and accepted to fulfill some requirements in obtaining bachelor degree of economics Jakarta, August 07th 2020 Head of Accounting Department (Dr. Murtanto SE., M.Si., CA.) iv SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Dimas Prihandana Jati NIM : 023001804067 Jurusan : Akuntansi Menyatakan bahwa skripsi ini adalah murni hasil karya sendiri. Apabila saya mengutip dari karya orang lain, maka saya mencantumkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya bersedia dikenakan sanksi pembatalan skripsi ini apabila terbukti melakukan tindakan plagiat. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. v SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN UNTUK DIPUBLIKASI Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Dimas Prihandana Jati NIM : 023001804067 Jurusan : Akuntansi Menyatakan bahwa saya bersedia untuk mempublikasikan skripsi ini atas nama saya dan Dosen Pembimbing setelah dilakukan penulisan kembali (rewrite). Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. vi KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, atas seizin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Dalam penelitian ini penulis mengangkat judul “Hubungan Book Tax Difference terhadap Tax Avoidance dengan Manajemen Laba sebagai Variabel Moderasi”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian dari syaratsyarat guna mencapai gelar Sarjana Akuntansi di Universitas Trisakti. Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kontribusi positif, meliputi bimbingan dan dorongan baik moril maupun materiil oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT, atas segala nikmat, anugerah, rahmat, dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik; 2. Orangtua penulis, Alm. Bapak Tri Asmara Giri Sudrajat atas segala perjuangan semasa hidupnya yang menginspirasi penulis. Ibu Daryanti atas seluruh pengorbanan serta kasih sayangnya hingga mengantarkan penulis berada di fase kehidupan saat ini. Serta adik penulis, dr. Ajeng Dwi Restiantie atas supportnya selama ini; 3. Istri penulis, Poetrie Aliza Saridane atas kesabarannya mendukung penulis dalam segala aspek kehidupan kami. Anakku, Khaleva Andaru Zarhan yang menjadi oasis atas segala kesulitan dan kebuntuan penulis; 4. Prof. Dr. Etty Murwaningsari, Ak. MM. CA., selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan yang sudah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan, saran, serta semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini; 5. Bpk. Murtanto Amin, Ak., CA., M.M., selaku selaku Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Trisakti; 6. Bpk. Wahyudiroso, SE., MM., selaku dosen wali yang telah memberikan dukungan dan bimbingan; 7. Seluruh Dosen yang terlibat dalam program studi Akuntansi Universitas Trisakti yang telah menginspirasi, memotivasi, dan menambah khasanah keilmuan penulis selama menimba ilmu di Universitas Trisakti; vii 8. Seluruh Staf Akademik, Staf Keuangan, Staf Perkuliahan, Staf Perpustakaan dan seluruh Civitas Akademika Program Ekstensi Universitas Trisakti pada program studi Akuntansi Universitas Trisakti; 9. Bpk. Jon Suryauda Soedarso selaku Kepala KPP Madya Tangerang atas supportnya kepada penulis selama ini; 10. Bpk. Kumara Candra Ratri Raden selaku Kepala Seksi Penagihan atas bimbingan dan dukungannya dari awal masa kuliah sampai penulis berhasil menuntaskan perkuliahan saat ini. Kakak Tami dan Kakak Isti atas supportnya yang istimewa kepada penulis selama ini; 11. Keluarga Besar penulis atas supportnya, Bpk. Sudijono, Mas Aris, Mba Esti, Mas Awan, Mba Sila, Mas Enggo, Teh Windy, Sheryl, Malik, Saka dan Rayyan; 12. Rekan seperjuangan penulis (Akuntansi Trisakti Dejepe) Angelina Moedakh, Ryan Agatha, Pinurba Anandita dan Irma Renataria Siregar yang telah mewarnai persaingan masa perkuliahan di Universitas Trisakti selama ini; 13. Ari, Agyl, Winda, Sondang, Ayu, Fiqie dan lain-lain teman seperjuangan seperbimbingan yang selalu memberikan masukan, semangat dan motivasi; 14. Ilmam, Rifqa, Nyunyun, Adnan, Wahyu, Diram, Alifah, Muna, serta rekan-rekan perkuliahan penulis lainnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak ruang untuk perbaikan. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak guna peningkatan manfaat dari skripsi ini di masa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang baik bagi pihak yang berkepentingan. Jakarta, Agustus 2020 Penulis Dimas Prihandana Jati viii DAFTAR ISI Halaman TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ................................................................. i THESIS APPROVAL FORM ............................................................................ ii TANDA PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................... iii THESIS ENDORSEMENT ................................................................................ iv SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................... v SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN UNTUK DIPUBLIKASIKAN ........ vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv ABSTRAK ........................................................................................................... xvi ABSTRACT ......................................................................................................... xvii BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah...................................................................... 9 1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................... 10 1.4 Manfaat Penelitian........................................................................ 11 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ...................................................... 13 TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Literatur......................................................................... 14 2.1.1 Rerangka Teoritis ................................................................ 14 2.1.1.1 Teori Agensi ........................................................... 114 2.1.1.2 Book Tax Diferences ............................................... 16 2.1.1.2.1 Perbedaan Permanen............................... 19 2.1.1.2.2 Perbedaan Temporer ............................... 20 2.1.1.3 Rekonsiliasi Fiskal .................................................. 25 2.1.1.3.1 Koreksi Fiskal Positif ............................. 26 ix 2.1.1.3.2 Koreksi Fiskal Negatif ............................ 29 2.1.1.4 Fixed Asset .............................................................. 34 2.1.1.5 Intangible Asset ...................................................... 35 2.1.1.6 Manajemen Laba..................................................... 36 2.1.1.7 Tax Avoidance ........................................................ 38 2.1.2 Penelitian Terdahulu .......................................................... 42 2.2 Kerangka Konseptual ................................................................... 46 2.3 Pengujian Hipotesis ...................................................................... 48 2.3.1 Pengaruh fixed asset terhadap tax avoidance ..................... 48 2.3.2 Pengaruh intangible asset terhadap tax avoidance .............. 49 2.3.3 Pengaruh sales growth terhadap tax avoidance ................... 50 2.3.4 Pengaruh deferred tax expense terhadap tax avoidance ...... 50 2.3.5 Manajemen Laba dalam pengaruhnya antara fixed asset terhadap tax aviodance........................................................ 51 2.3.6 Manajemen Laba dalam pengaruhnya antara fixed asset terhadap tax aviodance........................................................ 52 2.3.7 Manajemen Laba dalam pengaruhnya antara fixed asset terhadap tax aviodance........................................................ 52 2.3.8 Manajemen Laba dalam pengaruhnya antara fixed asset terhadap tax aviodance........................................................ BAB III 53 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ................................................................... 56 3.2 Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran ........................... 57 3.3 Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 69 3.4 Populasi dan Sampel .................................................................... 70 3.5 Teknik Penarikan Sampel ............................................................ 71 3.6 Metode Analisis .......................................................................... 71 3.6.1 Statistik Desktiptif ............................................................... 71 3.6.2 Analisis Regresi Data Panel ................................................ 72 3.6.3. Pemilihan Model Regresi ................................................... 73 3.6.4. Uji Asumsi Klasik .............................................................. 74 x 3.6.5 Uji Hipotesis ........................................................................ BAB IV 77 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Objek Penelitian .......................................................... 82 4.2 Analisis Statistik Deskriptif ......................................................... 83 4.3 Analisis Hasil Penelitian .............................................................. 88 4.3.1 Pemilihan Model Regresi Persamaan 1 .............................. 88 4.3.2 Pemilihan Model Regresi Persamaan 2 ............................... 92 4.4 Uji Asumsi Klasik ........................................................................ 97 4.4.1 Uji Asumsi Klasik Persamaan 1 .......................................... 98 4.4.2.Uji Asumsi Klasik Persamaan 2 .......................................... 100 4.5 Uji Regresi Data Panel ................................................................. 103 4.5.1 Analisis Persamaan Regresi ............................................... 103 4.5.2 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ............................ 114 4.5.3 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ........................................ 115 4.5.4 Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ............................................. 117 4.6 Pembahasan Hasil Penelitian ....................................................... 124 BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI 5.1 Simpulan ...................................................................................... 130 5.2 Keterbatasan Penelitian ................................................................ 134 5.3 Implikasi dan Saran ...................................................................... 135 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 137 LAMPIRAN ......................................................................................................... 142 xi DAFTAR TABEL Tabel Keterangan Halaman 2.1 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 42 4.1 Kriteria Pemilihan Sampel ................................................................. 83 4.2 Statistik Deskriptif Data Penelitian .................................................... 84 4.3 Uji Chow – Persamaan 1 .................................................................... 90 4.4 Uji Hausman – Persamaan 1 .............................................................. 91 4.5 Uji Pemilihan Model Regresi – Persamaan 1 .................................... 92 4.6 Uji Chow – Persamaan 2 .................................................................... 94 4.7 Uji Hausman – Persamaan 2 .............................................................. 95 4.8 Uji Lagrange Multiplier – Persamaan 2 ............................................. 96 4.9 Uji Pemilihan Model Regresi – Persamaan 2 .................................... 97 4.10 Uji Multikolinearitas – Persamaan 1 .................................................. 99 4.11 Uji Heteroskedastisitas – Persamaan 1 .............................................. 100 4.12 Uji Multikolinearitas – Persamaan 2 .................................................. 102 4.13 Hasil Uji Asumsi Klasik..................................................................... 103 4.14 FEM dengan Cross-section Weight & White (diagonal) ................... 104 4.15 REM dengan White (diagonal) .......................................................... 108 4.16 Uji Koefisien Determinasi– Persamaan 1 .......................................... 115 4.17 Uji Koefisien Determinasi – Persamaan 2 ......................................... 115 4.18 Uji Signifikansi Simultan – Persamaan 1........................................... 117 4.19 Uji Signifikansi Simultan – Persamaan 2........................................... 118 4.20 Hasil Uji t – Persamaan 1 ................................................................... 119 4.21 Hasil Uji t – Persamaan 2 ................................................................... 103 xii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Keterangan Halaman Kerangka Konseptual ......................................................................... xiii 47 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Keterangan 1. Daftar Sampel Perusahaan 2. Hasil Olah Data E-Views versi 9 xiv ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meneliti hubungan antara variable independen yaitu book tax difference dengan variable dependen yaitu tax avoidance. Lebih jauh secara khusus, penelitian ini berusaha menguji pos-pos dalam laporan keuangan yang merupakan proksi dari book tax difference yang berkaitan erat dengan adanya indikasi terjadinya tax avoidance oleh perusahaan. Variabel independen berupa book tax difference diproksikan dengan fixed asset, intangible asset, sales growth, dan beban pajak tangguhan. Penelitian ini juga menggunakan variable moderasi berupa manajemen laba serta variable control yaitu ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas dan operational cash flow.Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 49 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam rentang waktu antara tahun 2016 – 2018. Karakterisitk data yang digunakan berupa data panel dimana terdapat 2 kali analisis persamaan regresi yaitu persamaan regresi pertama yang menggunakan metode fixed effect model dan persamaan regresi kedua yang menggunakan random effect model. Hasil pengujian dari penelitian ini menunjukkan bahwa fixed asset dan sales growth memiliki pengaruh yang positif terhadap tax avoidance. Sementara itu intangible asset dan beban pajak tangguhan diketahui memiliki pengaruh yang negative terhadap tax avoidance. Adapun hasil dari moderasi yang dilakukan variable manajemen laba terhadap 4 (empat) variable independen dalam penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen laba tidak dapat memoderasi pengaruh antara fixed asset, intangible asset, sales growth, dan beban pajak tangguhan terhadap tax avoidance. Hasil ini ditunjukkan dari tidak adanya nilai probabilitas variabel yang signifikan atas moderasi keempat variable independen tersebut. Kata kunci : Book tax difference, Tax Avoidance, Manajemen Laba, Fixed Asset, Intangible Asset, Sales Growth, Beban Pajak Tangguhan, Ukuran Perusahaan, Leverage, Profitabiiltas, , ROA, Operational Cash Flow xv ABSTRACT This research was conducted with the aim to examine the relationship between independent variables, namely book tax difference with the dependent variable, namely tax avoidance. Furthermore, specifically, this study seeks to examine the items in the financial statements which are a proxy of the book tax difference that is closely related to the existence of indications of tax avoidance by the company. The independent variable in the form of book tax difference is proxied by fixed assets, intangible assets, sales growth, and deferred tax expense. This study also uses moderation variables in the form of earnings management and control variables namely company size, leverage, profitability and operational cash flow. The sample selection is done by purposive sampling method with a total sample of 49 companies listed on the Indonesia Stock Exchange (BEI) in the time span between 2016 - 2018. Data characteristics used in the form of panel data where there are 2 times the regression equation analysis is the first regression equation using the fixed effect model method and the second regression equation using the random effect model. Test results from this study indicate that fixed assets and sales growth have a positive effect on tax avoidance. Meanwhile intangible assets and deferred tax expense are known to have a negative effect on tax avoidance. The results of moderation by earnings management variables on 4 (four) independent variables in this study indicate that earnings management cannot moderate the influence of fixed assets, intangible assets, sales growth, and deferred tax burden on tax avoidance. This result is shown from the absence of significant variable probability values for the moderation of the four independent variables. Keywords : Book tax difference, Tax Avoidance, Earning Management, Fixed Asset, Intangible Asset, Sales Growth, Deferred Tax Expense, Company Size, Leverage, Profitability, ROA, Operational Cash Flow xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perpajakan di Indonesia sejak tahun 2007 telah menganut sistem selfassessment yang artinya Wajib Pajak berkewajiban melaksanakan kewajiban perpajakannya seperti menghitung, melapor dan menyetorkan pajaknya sendiri secara benar. Hal ini bertolak belakang dengan sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia sebelum dilaksanakannya reformasi perpajakan jilid kedua pada tahun 2007 yaitu menganut sistem official assessment. Sistem ini menerapkan ketentuan bahwa regulator, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, berwenang menentukan jumlah pajak yang harus dibayar oleh setiap Wajib Pajak atau dalam bahasa lain dapat diartikan bahwa regulator berperan mengambil inisiatif awal pemenuhan kewajiban perpajakan. Sementara dengan sistem self assessment saat ini, Wajib Pajak yang memegang kendali untuk mengambil inisiatif awal dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya dengan menghitung jumlah pajak yang harus dibayar lalu melakukan penyetoran dan pelaporan SPT Masa maupun SPT Tahunan. Dalam mencapai keberhasilannya sistem ini menuntut kesadaran Wajib Pajak untuk secara jujur dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar. Namun sebagaimana terafirmasi dalam benak banyak pihak bahwa membayar pajak bukanlah hal yang menyenangkan, sebagaimana diungkapkan oleh Listokin dan Schizer (2013) bahwa hanya segelintir orang yang dengan senang hati membayar pajak. Untuk itu dalam tugasnya mengamankan penerimaan negara, regulator juga 1 2 memiliki alat untuk memastikan bahwa Wajib Pajak telah melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan saah satunya melalui pemeriksaan pajak. Penerimaan negara dari sector pajak telah menjadi tulang punggung APBN selama ini dimana pada APBN tahun 2020 penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp 1.865,7 triliun atau sekitar 83,5% dari total rencana penerimaan negara dalam APBN tahun 2020. Namun telah menjadi perhatian banyak pihak bahwa untuk negara sebesar Indonesia, tax ratio yang kita miliki saat ini masih jauh dari kata memuaskan. Dikutip dari media Kontan bahwa pada tahun 2018 tax ratio Indonesia berada di angka 11,6% sementara pada tahun 2019 berada di angka 12,2%. Apabila dibandingkan dengan lower middle income country lainnya tax ratio yang dimiliki negara-negara tersebut rata-rata sebesar 17,7%. Bercermin dari tax ratio yang masih jauh dari harapan dan kenyataan bahwa realisasi penerimaan pajak dalam beberapa tahun terakhir selalu tidak mencapai target yang ditetapkan. Maka dari itu regulator perlu mengambil langkah-langkah strategis secara lebih intensif dan terukur. Namun hal ini perlu menjadi catatan bersama khususnya Wajib Pajak yang memiliki peran besar dalam menentukan keberhasilan pembangunan di negara ini melalui pajak yang dibayarkannya. Akan tetapi sebagaimana ungkapan yang telah disebut sebelumnya bahwa membayar pajak bukan merupakan hal yang menyenangkan bagi banyak orang maka mereka senantiasa mencari cara untuk melakukan penghindaran diri dari kewajiban perpajakannya. Menurut James Kressler terdapat 2 (dua) jenis penghindaran pajak yaitu penghindaran pajak yang diperbolehkan (Acceptable Tax Avoidance) dan penghindaran pajak yang yang tidak diperbolehkan (Unacceptable Tax Evasion). 3 Beragam cara dan modus dilakukan dalam upaya menghindari pajak, Ronen Palan (2008) menyebutkan bahwa suatu transaksi dapat dikatakan melakukan penghindaran pajak apabila melakukan paling tidak salah satu dari tindakan-tindakan seperti wajib pajak berusaha untuk membayar pajak lebih sedikit dari yang seharusnya terutang dengan memanfaatkan kewajaran interpretasi hukum pajak. Wajib pajak berusaha agar pajak dikenakan atas keuntungan yang di declare dan bukan atas keuntungan yang sebenarnya diperoleh atau wajib pajak mengusahakan penundaan pembayaran pajak. Adapun di dalam penelitian ini penulis memfokuskan masalah pada penghindaran pajak yang diperbolehkan (Tax Avoidance), yang dilakukan secara legal dengan memanfaatkan celah di dalam aturan perpajakan atau yang memanfaatkan grey area antara tax compliance dan tax evasion. Manajemen laba dapat menjadi salah satu cara bagi Wajib Pajak, selanjutnya disebut perusahaan, untuk melakukan tax avoidance dengan memanfaatkan celah yang muncul akibat adanya perbedaan peraturan yang berlaku antara pajak dan akuntansi. Pajak mengatur secara rigid mengenai definisi penghasilan, objek pajak dan penerapannya melalui Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Sementara akuntansi menerapkan peraturan berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur secara umum definisi, pengakuan, penyajian, dan pengungkapan item dalam laporan keuangan termasuk di dalamnya pendapatan dan beban. Keduanya memiliki tujuan yang berbeda, jika Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan mendefinisikan bertujuan untuk memberikan arahan dan ketentuan dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak sehingga tujuan 4 utama sistem perpajakan, yaitu pemungutan pajak yang adil, terdapatnya kepastian hukum, dan terjaganya penerimaan negara yang berasal dari pajak, dapat tercapai. Di sisi lain PSAK bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang kredibel dan reliable sehingga dapat diandalkan oleh para pengguna laporan keuangan dalam mengambil keputusan dan melindungi para pengguna dari informasi yang menyesatkan. Perbedaan tujuan tersebut menyebabkan beberapa aturan pajak menetapkan penghasilan dan biaya secara spesifik, sehingga laba menurut akuntansi berbeda dengan laba menurut pajak. Perbedaan inilah yang pada akhirnya memicu yang disebut Book Tax Gap atau Book Tax Differences. Book Tax Difference merupakan salah satu topik riset yang banyak diteliti oleh periset pajak dan akuntansi. Book Tax Difference sering dianggap sebagai ukuran perencanaan pajak, tax avoidance, dan manajemen laba untuk tujuan pajak. Book-tax differences terbentuk karena disebabkan oleh perbedaan temporer dan perbedaan permanen. Perbedaan temporer terjadi karena terdapat perbedaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan fiskal dengan laporan keuangan komersial, sementara perbedaan permanen terjadi karena terdapat peraturan yang berbeda antara standar akuntansi keuangan dengan peraturan perundang-undangan perpajakan (Eka Persada, 2010). Selanjutnya penelitian ini mencoba menggunakan manajemen laba sebagai variable moderasi dalam menilai pengaruhnya terhadap tax avoidance. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sundvik (2017) yang dimuat dalam Nordic Tax Journal menyatakan bahwa perusahaan privat cenderung melakukan manajemen laba dalam menghadapi perubahan tarif pajak yang akan berlaku. Sementara Lin et al. (2014) 5 menyatakan bahwa perusahaan privat cenderung melakukan income shifting ketika akan diberlakukannya tarif pajak baru yang lebih rendah. Tang (2015) menjelaskan bahwa tingkat kesesuaian yang tinggi antara pelaporan keuangan secara akuntansi dan fiscal memiliki kaitan yang kuat dengan minimnya upaya manajemen laba dan penghindaran pajak yang dilakukan. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen laba dilakukan dalam upaya perusahaan menghindari membayar pajak dengan benar dan dalam upaya meminimalisasi pembayaran pajak (Zommerman dan Goncharov, 2004). Book-tax difference (BTD) sedniri sering dijadikan sebagai suatu indikator suatu perusahaan melakukan apakah tindakan penghindaran pajak atau tidak dan juga berkaitan dengan manajemen laba dan persistensi laba. Hasil penelitian yang dilakuka oleh Sismi dan Martani (2014) menunjukkan bahwa komponen large positive normal book-tax difference (LPNBTD) tidak berpengaruh terhadap persistensi laba. Sementara abnormal book-tax difference (ABTD) akan berpengaruh secara negative terhadap persistensi laba, begitu pula large negative normal book tax difference (LNNBTD) yang berpengaruh secara negatif terhadap persistensi laba. Kemudian Tang dan Firth (2011) menyatakan bahwa Book Tax Differences dapat digunakan untuk menemukan indikasi terjadinya itax management dan earning management. Dalam penelitiannya yang dilakukan terhadap perusahaan di China, dinyatakan bahwa earning management dapat dijelaskan sebesar 7,4% melalui Abnormal BTD, kemudian tax management dapat dijelaskan sebesar 27,8% melalui Abnormal BTD dan korelasi dari interaksi antara earning management dengan tax management dapat dijelaskan sebesar 3,2% melalui Abnormal BTD. Menarik kesimpulan dari beberapa 6 penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa baik Book Tax Difference atau manajemen laba berpengaruh terhadap indikasi tax avoidance yang dilakukan perusahaan. Sebagaimana diketahui bahwa laporan keuangan dan juga SPT baik Masa maupun Tahunan merupakan dokumen utama yang digunakan oleh regulator dalam menilai kebenaran pemenuhan kewajiban perpajakan. Berdasarkan pengalaman penulis, regulator seringkali melakukan analisa dengan membandingkan nilai yang terkandung di dalam laporan keuangan dengan yang terkandung di dalam SPT Masa atau SPT Tahunan kemudian melakukan ekualisasi terhadap keduanya untuk melihat apakah terdapat potensi pajak yang belum terlaporkan. Dengan mengetahui laporan keuangan yang memiliki kualitas laba rendah dan dihubungkan dengan indikasi adanya upaya tax avoidance maka ini dapat menjadi cara bagi regulator dalam meningkatkan basis datanya demi menunjang upaya penggalian potensi pajak yang optimal. Sejalan dengan upaya peningkatan penggalian potensi pajak, salah satu cara yang dilakukan regulator melalui kegiatan pemeriksaan pajak. Untuk itu telah terbit Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan yang di antaranya mengatur mengenai revitalisasi proses bisnis pemeriksaan meliputi penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi, Kebijakan Pemeriksaan untuk menguji pemenuhan kewajiban perpajakan dan Kebijakan Pemeriksaan untuk Tujuan lain. Hadirnya peraturan ini menegaskan niat regulator untuk mengintensifkan penggalian potensi perpajakan dengan melakukan pemeriksaan terhadap baik WP Badan maupun WP Orang Pribadi yang termasuk dalam daftar sasaran prioritas penggalian potensi pajak yang memiliki indikasi 7 ketidakpatuhan tinggi di antaranya melalui modus perencanaan pajak secara agresif (Aggressive Tax Planning) yang berujung pada penghindaran pajak (Tax Avoidance). Penyusunan penelitian ini sebagian besar terinspirasi dari penelitian yang dilakukan oleh Blaylock et al., (2012) dan Desai & Dharmapala (2009). Penelitian yang dilakukan oleh Blaylock et al., menghasilkan temuan bahwa dalam melihat hubungan antara Book Tax Differences dengan persistensi laba perlu juga melihat sumber terjadinya Book Tax Differences tersebut. Ada dua sumber terjadinya Book Tax Differences menurut penelitian tersebut yaitu, akibat adanya manajemen laba yang dilakukan perusahaan dan akibat adanya upaya penghindaran pajak. Blaylock et al., menemukan bahwa perusahaan dengan Large Positive Book Tax Differences (LPBTS) tinggi yang berasal dari adanya upaya penghindaran pajak menghasilkan persistensi akrual yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan LPBTD tinggi lainnya. Sementara perusahaan dengan LPBTD tinggi yang berasal dari manajemen laba yang dilakukan perusahaan menghasilkan peristensi laba dan persistensi akrual yang lebih rendah dibanding perusahaan dengan LPBTD lainnya. Blaylock berupaya untuk menegaskan bahwa penting bagi investor untuk melihat sumber terjadinya Tax Book Differences dalam menilai kualitas laba yang dihasilkan perusahaan. Selain itu penelitian ini juga terinspirasi dari penelitian yang dilakukan oleh Desai dan Dharmapala (2009) yang menjelaskan hubungan antara Manajemen laba, Tax Shelter dan Book Tax Alignment. Hasil penelitian menunjukkan tax avoidance terjadi dari hasil tindakan manipulasi laba yang dilakukan oleh manajemen sehubungan dengan konflik kepentingan yang terjadi antara manajemen (agen) dan pemegang saham (principal) sebagaiaman yang diutarakan dalam teori agensi. 8 Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih berkualitas, penelitian ini menggunakan beberapa variable kontrol diantaranya adalah ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas dan arus kas operasional. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lanis dan Richardson (2012) dinyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap tax avoidance. Kemudian leverage juga terbukti memiliki pengaruh positif terhadap tax avoidance mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Dharma dan Ardiana (2016). Merle et al., (2019) juga mneyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap transfer pricing yang biasa digunakan sebagai proksi tax avoidance. Variabel profitabilitas digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Menurut Darmawan dan Sukartha (2014) profitabilitas berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Sementara itu perusahaan dengan arus kas operasional yang tinggi cenderung melakukan tax avoidance secara agresif (Kim dan Jang, 2018). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tidak menggunakan Book Tax Differences sebagai variabel independent secara langsung melainkan penggunaan beberapa determinan Book Tax Differences sebagai variabel independen untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap Tax Avoidance. Tujujan dari hal tersebut adalah menangkap gambaran apakah akun-akun keuangan yang ikut membentuk terjadinya Book Tax Differences dapat memengaruhi secara langsung terhadap Tax Avoidance. Hal ini dilakukan dengan maksud memberikan gambaran bagi regulator untuk memerhatikan secara spesifik pos-pos di dalam laporan keuangan, yang menghasilkan laba fiskalnya berbeda dengan laba akuntansi (Book Tax Diffference), yang dapat mengindikasikan adanya upaya perusahaan melakukan 9 penghindaran pajak. Juga yang menjadi perbedaan adalah digunakannya manajemen laba sebagai variable moderasi bertujuan untuk memastikan pengaruh antara book tax difference terhadap tax avoidance. Karena dalam banyak penelitian manajemen laba sering ditempatkan sebagai variable independen alih-alih sebagai variabel moderasi. Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa termotivasi mengangkat penelitian dengan judul “Hubungan Book Tax Differences terhadap Tax Avoidance dengan Manajemen Laba sebagai variabel moderasi”. 1.2 Rumusan Masalah Dalam penelitian ini Book Tax Difference diproksikan melalui beberapa determinan yang sering digunakan dalam perhitungan untuk menentukan Book Tax Difference di antaranya yang dilakukan oleh Boubaker dan Dridi (2016) yang menggunakan determinan berupa nilai kotor goodwill, nilai perubahan investasti pada aktiva tetap, perubahan pendapatan, aktivitas operasi luar negeri dan harga saham. Sementara itu Tang dan Firth (2010) menggunakan determinan berupa nilai investasi yang tergambar dalam perubahan nilai kotor aktiva tetap dan aktiva tidak berwujud, perubahan pendapatan, kompensasi kerugian secara fiscal dan akuntansi serta perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap perusahaan dan rata-rata tarif pajak yang dikenakan terhadap grup perusahaan. Lalu Ahnan dan Murwaningsari (2019) dalam penelitiannya menggunakan current tax, arus kas operasi, perbedaan temporer dan perbedaan permanen sebagai proksi dari Book Tax Difference. Mengacu kepada hal-hal tersebut di dalam penelitian ini penulis menggunakan proksi Book Tax Difference berupa nilai perubahan pada aktiva tetap dan aktiva tidak berwujud untuk 10 menangkap nilai investasi perusahaan, nilai perubahan pendapatan untuk mendapatkan gambaran kinerja perusahaan, serta beban pajak tangguhan yang mencerminkan perbedaan temporer antara ketentuan fiskal dan akuntansi. Untuk itu demi mendaptkan gambaran akun-akun keuangan yang secara spesifik berpengaruh terhadap Tax Avoidance maka perlu dirumuskan masalah-masalah yang akan diselesaikan melalui penelitian ini. Adapun rumusan masalah tersebut sebagai berikut : a. Apakah Fixed Asset berpengaruh terhadap Tax Avoidance ? b. Apakah Intangible Asset berpengaruh terhadap Tax Avoidance ? c. Apakah Sales Growth berpengaruh terhadap Tax Avoidance ? d. Apakah Deferred Tax Expense berpengaruh terhadap Tax Avoidance ? e. Apakah Manajemen Laba memoderasi pengaruh Fixed Asset terhadap Tax Avoidance ? f. Apakah Manajemen Laba memoderasi pengaruh Intangible Asset terhadap Tax Avoidance ? g. Apakah Manajemen Laba memoderasi pengaruh Sales Growth terhadap Tax Avoidance ? h. Apakah Manajemen Laba memoderasi pengaruh Deferred Tax Expense terhadap Tax Avoidance ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian dan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini diharapkan dapat mencapai beberapa tujuan sebagai berikut : 11 a. Untuk menguji pengaruh Fixed Asset terhadap Tax Avoidance b. Untuk menguji pengaruh Intangible Asset terhadap Tax Avoidance c. Untuk menguji pengaruh Sales Growth terhadap Tax Avoidance d. Untuk menguji pengaruh Deferred Tax Expense terhadap Tax Avoidance e. Untuk menguji pengaruh Manajemen Laba dalam memoderasi pengaruh Fixed Asset terhadap Tax Avoidance f. Untuk menguji pengaruh Manajemen Laba dalam memoderasi pengaruh Intangible Asset terhadap Tax Avoidance g. Untuk menguji pengaruh Manajemen Laba dalam memoderasi pengaruh Sales Growth terhadap Tax Avoidance h. Untuk menguji pengaruh Manajemen Laba dalam memoderasi pengaruh Deferred Tax Expense terhadap Tax Avoidance 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat positif terhadap aspek pengetahuan, penelitian, dan juga bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam membuat kebijakan perpajakan dalam tugasnya sebagai tulang punggung penerimaan negara. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain sebagai berikut : a. Manfaat Akademis Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian – penelitian sebelumnya yang telah dilakukan baik di dalam maupun luar negeri. Lokus penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang terdapat di Indonesia dengan 12 harapan memberikan gambaran lebih dekat mengenai apa yang terjadi di sekitar kita sehingga sebagai akademisi dapat mencerna pembelajaran dari keadaan tersebut. Penelitian ini juga mendasarkan pada teori-teori akuntansi dan perpajakan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan penelitian-penelitian sejenis lainnya. Melalui penelitian ini penulis berharap dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan dalam dunia akuntansi dan perpajakan di Indonesia. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih pemikiran dari penulis kepada regulator, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, dalam rangka peningkatan tax ratio dan intensifikasi penggalian potensi pajak. Dengan memanfaatkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan panduan bagi para fiscus untuk mencermati bagian-bagian tertentu di dalam laporan keuangan yang berpotensi terdapat tax avoidance di dalamnya. Penelitian ini diharapkan dapat membantu secara teknis dalam pengembangan kriteria penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Pajak sebagaimana termuat dalam SE-15/PJ/2008 tentang Kebijakan Pemeriksaan yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu para investor untuk memilih portofolio yang bebas dari masalah penghindaran pajak yang dapat merugikan investor di kemudian hari. 13 1.5 Sistematika Penulisan Penulis menyusun skripsi ini berdasarkan sistematika penulisan yang baik dengan tujuan memudahkan pengguna dalam memahami materi yang coba penulis sampaikan melalui skripsi ini. Skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana tiap-tiap bab berisi pembahasan materi sebagai berikut : BAB I: PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan latar belakang penulis mengangkat penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan karya akhir. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pada bab ini materi yang disampaikan berisi tinjauan literatur, kerangka konseptual, dan pengembangan hipotesis. BAB III: METODE PENELITIAN Pada bab ini terdapat rancangan penelitian, definisi operasional variabel dan pengukuran, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data. BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini disampaikan bagian-bagian pengujian dan hasil penelitian berupa deskripsi data, analisis data, dan pembahasan hasil penelitian. BAB V: SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN IMPLIKASI Pada bab ini penulis menyampaiakn simpulan atas hasil analisis dan pembahasan penelitian, keterbatasan penelitian dan implikasi penelitian beserta saran untuk penelitian selanjutnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Literatur 2.1.1 Kerangka Teoritis 2.1.1.1 Teori Agensi Dalam menjalankan perusahaan umumnya para pemegang saham diwakili manajemen Manajemen yang bertindak secara day to day untuk memastikan perusahaan beroperasi dengan baik dan optimal. Keadaan ini menggambarkan adanya hubungan antara pemegang saham (principal) dengan manajemen (agen) dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan serta memaksimalkan nilai perusahaan. Oleh karena itu diyakini manajemen yang memegang peranan penting dalam mengambil keputusan (Desai dan Dharmapala, 2006) akan menjalankan perusahaan sesuai dengan cara yang diinginkan oleh pemegang saham (principal) yang telah mendelegasikan kewenangannya (Jensen dan Meckling, 1976). Namun dalam prakteknya hubungan ini seringkali memunculkan permasalahan, dimana manajemen mengambil keputusan yang bertentangan dengan kepentingan pemegang saham. Hal ini terjadi dikarenakan adanya asimetri informasi, perbedaan tingkat informasi yang dimiliki oleh manajemen dengan pemegang saham. 14 15 Hal ini juga ditegaskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa manajemen (agen) tidak akan selalu bertindak untuk keuntungan pemilik karena memiliki kepentingannya sendiri. Permasalahan ini kemudian akan menimbulkan yang disebut dengan biaya agensi yaitu penurunan kesejahteraan yang dinilai secara nominal yang dialami oleh pemilik karena adanya perbedaan dari kepentingan pemegang saham dan agen (Godfrey et al., 2010). Biaya agensi sendiri menurut Jensen dan Meckling (1976) terbagi menjadi tiga, yaitu Bonding Cost, Monitoring Cost dan Residual Loss. Bonding cost adalah biaya yang muncul sehubungan dengan adanya jalinan ikatan kepentingan antara manajemen (agen) dengan pemilik (principal) dimana biaya tersebut ditanggung oleh manajemen (agen) agar dapat memenuhi dan mengimplementasikan mekanisme yang menunjukkan keberpihakan manajemen (agen) terhadap kepentingan pemilik (principal). Monitoring Cost adalah biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pemantuan terhadap manajemen (agen). Residual Loss adalah biaya yang muncul akibat adanya keputusan manajemen (agen) yang tidak sejalan dengan kepentingan pemilik (principal) yang mengakibatkan berkurangnya kesejahteraan pemilik (principal). Dalam hubungannya dengan perpajakan, manajemen diyakini melakukan penghindaran pajak guna memaksimalkan pendapatan (Yorke et al, 2006). Dengan melakukan penghindaran pajak maka manajemen bermaksud untuk meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar sehingga laba setelah pajak yang diperoleh perusahaan menjadi meningkat. Dengan demikian diharapkan 16 manajemen dapat memperoleh insentif kinerja yang lebih besar. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Ettredge (2008) dimana alasan manajemen melakukan manajemen laba karena ingin meminimalkan laba kena pajak namun disisi lain ingin melaporkan kenaikan laba kepada pemegang saham. Hal tersebut yang mendorong dilakukannya penghindaran pajak dimana menurut Desai dan Dharmapala (2006), masalah tersebut akan muncul ketika terjadi perbedaan cara antara manajer dan pemegang saham dalam mengevaluasi biaya dan manfaat penghindaran pajak. Dalam upaya mengurangi konflik kepentingan yang mungkin terjadi maka penting bagi perusahaan untk menerapkan mekanisme corporate governance secara baik. Sartori (2010) mengungkapkan bahwa perusahaan dengan struktur corporate governance yang baik akan mendorong perusahaan tersebut untuk memenuhi kewajiban perpajakannya secara baik serta meningkatkan kepatuhannya terhadap ketentuan perpajakan. Corporate Governance adalah kombinasi dari mekanisme yang memastikan manajemen (agen) menjalankan perusahaan demi keuntungan para pemangku kepentingan, diantaranya pemegang saham, kreditur, supplier, karyawan dan pihak terkait lainnya (Goergen dan Renneboog, 2006). 2.1.1.2 Book Tax Differences Book Tax Difference adalah selisih besaran yang muncul antara laba secara fiskal dengan laba menurut akuntansi (Tang, 2011). Book Tax Difference sering digunakan di dalam penelitian dalam menguji pengaruhnya terhadap kualitas laba 17 yang dilaporkan di dalam laporan keuangan perusahaan atau adanya indikasi tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Laba fiskal sendiri berdasarkan definisi yang terdapat di dalam PSAK Nomor 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan adalah laba selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar penghitungan pajak penghasilan. Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa yang menyebabkan perbedaan antara laba fiskal dan laba akuntansi adalah adanya perbedaan konsep dan ketentuan dalam masing-masing sistem pelaporan baik secara fiskal atau secara akuntansi (Plesko, 2004). Perhitungan laba akuntansi mengacu kepada standar yang ditetapkan di dalam PSAK sementara laba fiskal mengacu kepada peraturan perpajakan dalam hal ini UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Perusahaan dalam menyusun laporan keuangan membagi tujuannya berdasarkan 2 (dua) hal yaitu untuk Laporan Keuangan untuk tujuan Komersial dan Laporan Keuangan untuk tujuan Perpajakan (Fiskal). Laporan Keuangan Komersial dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas sehingga dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan bagi para stakeholder terkait. Sementara Laporan Keuangan Fiskal dimaksudkan untuk memberikan perhitungan nilai laba fiskal yang menjadi penghasilan kena pajak guna menghitung beban pajak yang harus dibayarakan kepada negara. 18 Perbedaan tujuan ini pada akhirnya menyebabkan munculnya Book Tax Difference atas selisih nilai laba fiskal dan laba akuntansi. Ragam perbedaan ketentuan di dalam akuntansi komersial dan akuntansi fiskal secara garis besar dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu Perbedaan Temporer dan Perbedaan Permanen Tang dan Firth (2011) membedakan Book Tax Difference menjadi dua komponen, yaitu Normal Book Tax Difference (NBTD) dan Abnormal Book Tax Difference (ABTD). NBTD digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan ketentuan yang mengatur antara ketentuan secara akuntansi maupun ketentuan perpajakan dalam hal ini UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Sementara ABTD digunakan untuk mendeteksi apakah terjadinya perbedaan laba secara fiskal dan laba secara akuntansi akibat dari adanya tindakan earnings management, tax management, dan interaksinya (seperti peningkatan dalam laba akuntansi namun sebaliknya beban pajak yang terjadi lebih rendah dari yang seharusnya). Hanlon (2005) dalam penelitiannya membagi Book Tax Difference menjadi tiga bagian yaitu large positive book tax differences (LPBTD), large negative book tax differences (LNBTD), dan small book tax differences (SBTD). LPBTD terjadi apabila terdapat selisih yang besar dari nilai laba secara akuntansi yang lebih tinggi dibanding nilai laba secara fiskal. LNBTD terjadi apabila terdapat selisih yang besar dari nilai laba secara akuntansi yang lebih rendah dibanding nilai laba secara fiskal. Sementara SBTD terjadi apabila hanya terjadi sedikit selisih antara nilai laba secara akuntansi dengan nilai laba secara fiskal. 19 Perusahaan yang memiliki SBTD cenderung dianggap lebih aman bagi investor karena terjadinya kesesuaian (conformity) antara laba menurut akuntansi dan laba menurut fiskal yang berdampak pada baiknya kualitas laba karena mengindikasikan tingkat earning management dan tax avoidance yang rendah (Tang, 2015) . 2.1.1.2.1 Perbedaan Permanen Menurut Formigoni et al. (2009) perbedaan permanen terjadi ketika adanya pengakuan terhadap biaya atau pendapatan dalam ketentuan akuntansi namun tidak diakui dalam secara fiskal. Sementara Drake (2013) mengungkapkan bahwa perbedaan permanen muncul dari adanya perbedaan dalam laporan keuangan secara fiskal dan laporan keuangan komersial dimana terdapat pendapatan atau beban yang diakui di satu laporan namun tidak di laporan lainnya. Perbedaan permanen mengakibatkan adanya laba atau rugi menurut akuntansi (pre-tax income) yang berbeda secara tetap dengan laba atau rugi menurut fiskal (taxable income). Dalam ketentuan fiskal dikenal adanya objek pajak. Objek pajak berdasarkan pengertian di dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun (sebagaiamana diatur lebih lenjut di dalam Pasal 4 UU nomor 36 Tahun 2008). 20 Selain itu, dalam ketentuan fiskal juga terdapat pengenaan pajak atas penghasilan secara final. Dalam hal terdapat laba akuntansi yang bukan merupakan objek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a s.d huruf s UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atau telah dikenakan pajak secara final berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan maka atas laba tersebut tidak dimasukkan lagi sebagai komponen laba fiskal yang digunakan untuk menghitung beban pajak. Begitu pula halnya apabila terdapat biaya yang mengurangi laba secara akuntansi namun tidak diperbolehkan berdasarkan ketentuan fiskal untuk mengurangi laba fiskal maka biaya tersebut akan dikoreksi dalam perhitungan laba secara fiskal. Ketentuan mengnai biaya-biaya yang diperbolehkan untuk diakui secara fiskal diatur lebih lanjut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a s.d huruf m UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Hal-hal tersebut yang kemudian mendorong munculnya perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal akibat adanya perbedaan ketentuan berdasarkan PSAK dan ketentuan di dalam UndangUndang Perpajakan dalam hal ini disebut Perbedaan Permanen. 2.1.1.2.2 Perbedaan Temporer Definisi dari perbedaan temporer yaitu perbedaan yang terjadi akibat dari adanya perbedaan ketentuan secara fiskal dan secara akuntansi dalam pengakuan waktu serta biaya dalam menghitung laba. Perbedaan temporer dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu perbedaan waktu positif dan perbedaan 21 waktu negatif. Perbedaan waktu positif terjadi apabila ketentuan akuntansi mengakui beban lebih lambat daripada pengakuan beban berdasarkan ketetntuan pajak. Perbedaan waktu positif juga terjadi ketika penghasilan untuk tujuan pajak diakui lebih lambat daripada penghasilan yang diakui menurut ketentuan akuntansi. Sementara itu perbedaan waktu negatif bertindak sebaliknya yaitu terjadi ketika ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat daripada pengakuan beban dalam ketentuan akuntansi. Perbedaan waktu negatif juga terjadi apabila penghasilan diakui secara lebih lambat menurut akuntansi dibandingkan menurut ketentuan pajak. Penyebab perbedaan temporer dapat terjadi berdasarkan hal-hal sebagai berikut: 1) Metode Penyusutan dan Amortisasi Ketentuan akuntansi dan ketentuan perpajakan pada dasarnya menggunakan mekanisme yang berbeda dalam menilai umur suatu aktiva. Metode akuntansi mengukur umur aktiva atau masa manfaat berdasarkan umur ekonomis atau besaran waktu penggunaan suatu aktiva dapat memberikan manfaat ekonominya. Metode ini menyandingkan pengeluaran dalam mendapatkan aktiva dengan manfaat yang diberikan selama umur ekonomis aktiva tersebut. Sementara ketentuan perpajakan menetapkan umur suatu aktiva berdasarkan pengelompokan atas jenis aktiva tersetbu. Ketentuan perpajakan menetapkan ada empat kelompok (Kelompok I – IV) dan 22 jenis bangunan permanen dan tidak permanen untuk metode depresiasi harta berwujud (aktiva tetap). Sementara untuk harta tidak berwujud ditetapkan ada empat kelompok (Kelompok I – IV) jenis barang. Untuk itu ketentuan perpajakan tidak menilai umur aktiva berdasarkan manfaat ekonomisnya dan tidak menyandingkan konsep pengeluaran dan penghasilan atas pemanfaatan aktiva tersebut (Zain, 2008). 2) Metode Penilaian Persediaan Dalam ketentuan akuntansi, dikenal beberapa metode dalam menentukan persediaan, bagi perusahaan dagang untuk menetapkan harga pokok penjualan sementara bagi perusahaan manufaktur untuk menetapkan harga pokok produksi. Metode tersebut diantaranya metode identifikasi spesifik (spesific identification), First in First Out (FIFO), Last in First Out (LIFO), serta harga perolehan yang diperoleh dengan dirata-ratakan antara semua harga perolehan dalam suatu periode (weighted average). Di dalam ketentuan perpajakan, metode penilaian persediaan yang digunakan terbatas kepada metode First in First Out (FIFO) dan Weighted Average. Hal ini sebagaimana diatur dalam dalam pasal 10 ayat (6) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Perbedaan penggunaan metode depresiasi dalam penyusunan laporan komersial dan laporan keuangan untuk tujuan perpajakan akan menimbulkan perbedaan temporer sehingga pada akhirnya menghasilkan nilai laba kotor yang berbeda. Namun, 23 perbedaan tersebut tidak bersifat tetap karena akan di dalam periode berikutnya nilai-nilai tersebut akan saling terkompensasikan.. 3) Penghapusan piutang Di dalam ketentuan akuntansi, piutang dinyatakan sebesar jumlah tagihan bruto dikurangi dengan nilai taksiran atas jumlah piutang yang tidak dapat tertagih. Jumlah tagihan bruto atau piutang kotor disajikan pada neraca diikuti dengan dimunculkannya nilai penyisihan untuk piutang diragukan atau taksiran jumlah piutang yang tidak dapat tertagih. Dalam akuntansi dikenal dua metode penghapusan piutang, yaitu: a. Metode langsung Metode ini mengakui kerugian piutang pada saat diketahui adanya piutang yang benar-benar tidak dapat tertagih sesuai dengan kebijakan perusahaan atau pernyataan debitur. Sehingga pengakuan kerugian piutang sebagai beban dilakukan sesuai dengan tahun terjadinya penghapusan piutang tersebut. b. Metode cadangan Metode ini biasa disebut juga allowance method, dilakukan dengan cara membentuk cadangan kerugian pada setiap akhir periode senilai jumlah taksiran atas piutang diragukan atau piutang yang kemungkinan tidak dapat tertagih pada periode berikutnya. Metode ini mengakui beban kerugian penghapusan 24 piutang pada saat pembentukan cadangan. Ketika piutang nyatanyata tidak dapat ditagih maka piutang tersebut dihapus dan tidak ada lagi pembebanan kerugian penghapusan piutang karena sudah diakui sebelumnya pada saat pembentukan cadangan kerugian piutang. Penghapusan piutang dilakukan dengan cara mengkreditkannya kepada akun cadangan kerugian piutang yang diletakkan di debit. Sementara itu di dalam ketentuan perpajakan, tidak diakui pengakuan atau pembentukan cadangan kerugian piutang sebagai biaya atau pengurang penghasilan kena pajak kecuali pembentukan cadangan piutang tak tertagih usaha tertentu, seperti usaha bank dan sewa guna usaha, cadangan untuk usaha asuransi, cadangan penjaminan untuk LPS, cadangan biaya reklamasi pertambangan dan kehutanan serta cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Penghapusan piutang yang diakui sebagai kerugian piutang adalah pada saat atau periode dimana piutang tersebut nyata-nyata sudah tidak dapat ditagih dengan syarat telah dibebankan pada laporan keuangan komersial, daftar piutang yang dihapus tersebut harus diserahkan ke otoritas perpajakan, telah diserahkan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri dan syarat lainnya berdasarkan ketentuan di dalam 25 Pasal 6 ayat (1) huruf h UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Perbedaan pengakuan pembebanan kerugian piutang ini bersifat temporer dan pada akhirnya nilai tersebut akan saling terkompensasi pada periode selanjutnya. 2.1.1.3 Rekonsiliasi Fiskal Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal yang timbul akibat standar perhitungan laba yang berbeda antara akuntansi komersial dengan perpajakan menyebabkan perusahaan setiap tahunnya harus melakukan rekonsiliasi fiskal untuk medapatkan nilai pajak terutang. Rekonsiliasi fiskal merupakan penyesuaian-penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan di Indonesia dan dilakukan pada akhir periode pembukuan dan sebelum masa pelaporan SPT Tahunan. Perbedaan tersebut secara umum dikelompokkan ke dalam perbedaan permanen dan perbedaan temporer atau waktu (Martini dan Persada, 2009). Menurut Resmi (2009) teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari penghasilan menurut akuntansi yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi. 2. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambah sejumlah penghasilan 26 tersebut pada penghasilan menurut akuntansi yang berarti menambah laba menurut akuntansi. 3. Jika suatu biaya atau pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi yang berarti menambah laba menurut akuntansi. 4. Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah biaya/ pengeluaran tersebut pada biaya menurut akuntansi yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi. Maka dapat disimpulkan disini rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian koreksi pendapatan dan beban antara akuntansi komersial dengan akuntansi perpajakan. Penyesuaian tersebut dibagi menjadi dua, yaitu Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif. 2.1.1.3.1 Koreksi fiskal positif Koreksi fiskal positif adalah pengurangan biaya dan/atau penambahan pendapatan yang diakui dalam laporan laba rugi komersial yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak penghasilan (pph) terutang. Menurut Resmi (2009) beberapa hal yang dapat digolongkan sebagai koreksi fiskal positif apabila : a. Pendapatan menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi. 27 b. Biaya atau pengeluaran menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi atau suatu biaya atau pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi. Menurut Wibowo (2012), terdapat jenis koreksi fiskal positif di antaranya: a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota. c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali : 1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang. 2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 3) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan. 4) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan. 5) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan. 6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri. d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, 28 kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan. e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. h. Pajak Penghasilan. i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. 29 j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan l. Persediaan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. m. Penyusutan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. n. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya. 2.1.1.3.2 Koreksi fiskal negatif Koreksi fiskal negatif ialah penambahan biaya dan/atau pengurangan pendapatan yang diakui dalam akuntansi komersial yang mengakibatkan pengurangan jumlah pajak penghasilan terutang. Menurut Resmi (2009) bebrapa hal yang dapat digolongkan sebagai koreksi fiskal negatif apabila : 1. Penghasilan menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi atau suatu penghasilan tidak diakui menurut fiskal (bukan objek pajak) tetapi diakui menurut akuntansi. 2. Biaya atau pengeluaran menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu biaya diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi. 30 3. Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final. Menurut Wibowo (2012), terdapat jenis koreksi fiskal negatif di antaranya: 1. Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final (berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan) antara lain : a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. b. Penghasilan berupa hadiah undian. c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan. 2. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak (berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan) antara lain : a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang 31 dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. c. Warisan. d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit). 32 f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. g. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : - dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan. - bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf h, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. 33 k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut : - Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. l. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 34 o. Persediaan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. p. Penyusutan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajajk Penghasilan. 2.1.1.4 Fixed Asset Aset (Aktiva) merupakan hal yang sangat penting dan sering kali menjadi objek penelitian di kalangan praktisi maupun akademisi. Aset menggambarkan kekayaan pemilik atau perusahaan dalam menciptakan manfaat di masa depan. Sebagaimana diketahui dalam dunia akuntansi bahwa Aset (Aktiva) terbagi menjadi 3 (dua) jenis yaitu Aktiva Lancar, Aktiva Tetap dan Aktiva Tidak Berwujud. Pengertian Aktiva lancar sendiri menurut Donald E, Kieso (2008:220) yang diterjemahkan oleh Emil Salim: “Kas dan aktiva lainnya yang diharapkan dapat dikonversi menjadi kas, dijual, atau dikonsumsi dalam satu tahun atau dalam satu siklus operasi, tergantung mana yang paling lama.” Sementara itu Aktiva Tetap berdasarkan PSAK nomor 16 tentang Aset Tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk 35 tujuan administratif dan diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa aktiva tetap memiliki karakteristik berupa barang berwujud, memiliki masa manfaat lebih dari satu periode, dan digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan. Kepemilikan aktiva tetap bagi perusahaan sangat penting karena selain berperan dalam menghasilkan produk atau manfaat juga memberikan jaminan kemampuan dalam usaha meningkatkan permodalan melalui pencarian pinjaman ke pihak bank ataupun pihak lain. 2.1.1.5 Intangible Asset PSAK nomor 19 tentang Aset Tidak Berwujud memberikan definisi aset tidak berwujud (intangible asset) sebagai aset non-moneter yang dapat diidentifikasi tanpa adanya wujud fisik, adanya pengendalian atau kontrol terhadapnya dan memberikan keuntungan ekonomis di masa depan. Pengidentifikasian aktiva tidak berwujud dapat dilihat dari sifatnya yang dapat dibedakan atau yang timbul dari adanya kontrak perjanjian atau hal legal lainnya. Sementara terdapat pengendalian apabila mampu membatasi akses dari pihak lain terhadap penggunaan aktiva tersebut. Keuntungan ekonomis dapat muncul dari adanya pendapatan dari penjualan barang atau jasa serta manfaat lainnya dari penggunaan aktiva tersebut. Pengakuan nilai aktiva tidak berwujud pada awalnya menggunakan harga perolehan setelah itu entitas dapat memilih untuk menggunakan model biaya atau model revaluasian untuk mengukur nilai dari aktiva tidak berwujud tersebut. 36 Dyreng at al. (2008) menjelaskan bahwa pengeluaran penelitian dan pengembangan merupakan proksi yang sesuai untuk mengukur intangible asset karena pengeluaran penelitian dan pengembangan merupakan deductible expense (biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan). Biaya penelitian dan pengembangan yang tidak memiliki wujud fisik juga dapat memudahkan perusahaan melakukan manipulasi besarnya biaya pengeluaran ini (Richardson et al., 2013). Transaksi ini seringkali bersifat unik, salah satunya karena ketidaktersediaan pasar yang kuat sehingga penilaian subjektif terkait hal ini dapat dieksploitasi secara maksimal oleh banyak perusahaan. 2.1.1.6 Manajemen Laba Manajemen laba adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk memanipulasi nilai laba dengan memanfaatkan diskresi yang ada di dalam ketentuan akuntansi namun tetap sejalan dengan prinsip-prinsip di dalam standar akuntansi keuangan dan kemudian menggunakan diskresi tersebut untuk mencapai tingkat laba yang diinginkan oleh manajemen (Belkoui, 2017). Manajemen laba juga terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangannya sendiri dalam pembuatan laporan keuangan dan dalam menyusun transaksi untuk mengubah informasi dalam laporan keuangan yang dapat mennyesatkan pemangku kepentingan terhadap kinerja ekonomi perusahaan atau untuk memengaruhi kontrak perjanjian yang berkaitan dengan nilai yang terlapor dalam laporan keuangan (Healy dan Wahlen, 1999). 37 Pendapat lain dikemukakan Schipper (1989) yang mendefinisikan manajemen laba sebagai serangkaian perilaku yang dilakukan untuk mengubah laporan keuangan eksternal dengan tujuan agar para manajer dapat memperoleh keuntungan bagi diri mereka pribadi. Selanjutnya, Phillips et al. (2003) mendefinisikan manajemen laba sebagai strategi menciptakan laba akuntansi dengan menggunakan keputusan manajerial yang terkait dengan diskresi dalam akuntansi dan arus kas operasi. Berdasarakan beberapa definisi manajemen laba tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan aktivitas yang dilakukan oleh manajemen dengan memanipulasi laporan keuangan untuk mencapai berbagai tujuan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Healy (1985), Healy & Wahlen (1999), Beneish (2001) dan (Scott, 2009) dinyatakan beberapa alasan yang mendasari tindakan manajemen melakukan manajemen laba. Alasan tersebut antara lain upaya window-dressing dalam rangka initial public offering (IPO), meningkatkan kompensasi yang diterima manajer sekaligus memberikan jaminan keamanan atas pekerjaan mereka, penghindaran pelanggaran kontrak pinjaman, menjaga ekspektasi para investor dan menjaga reputasi perusahaan, mengurangi regulatory cost atau meningkatkan regulatory benefit dalam tujuan perusahaan melakukan initial public offering (IPO). Pendapat lain dikemukakan oleh Ruiz et al. (2016) yang menyimpulkan bahwa motivasi yang menyebabkan manajer melakukan manajemen laba diantaranya adalah motivasi kontrak, kompensasi, dan 38 pinjaman, kemudian motivasi pasar modal dan terakhir motivasi terkait jenis perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Dechow et al. (1995) menunjukkan bahwa motivasi untuk melakukan manajemen laba lebih besar pada perusahaan yang memiliki perjanjian hutang untuk menghindari adanya risiko pembatalan perjanjian hutang tersebut. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa kompensasi manajer cenderung menjadi insentif untuk dilakukannya manajemen laba karena hal semacam ini dapat meningkatkan rencana kompensasi atau bonus mereka (Holthausen et al., 1995; Shuto, 2007). Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Healy (1985) yang menemukan bukti yang konsisten dengan hipotesis bahwa manajer melakukan manajemen laba dengan menurunkannya ke bawah atau mengurangi laba yang dilaporkan ketika bonus para manajer berada pada titik yang maksimal. 2.1.1.7 Tax Avoidance Dalam suatu perencanaan penerimaan negara, pajak merupakan tulang punggung penerimaan terbesar yang mendukung terwujudnya pembangunan suatu negara. Pengertian pajak menurut Rachmat Soemiitro (1979) adalah sejumlah iuran dari rakyat kepada negara yang sifatnya memaksa dengan tidak mendapatkan imbal balik secara langsung yang mana digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Namun walalupun karakter pajak memiliki sifat yang dapat dipaksakan atau wajib, tidak semua orang bersedia dengan sukarela menjalankan kewajiban perpajakannya dengan sebenar-benarnya. Berangkat dari hal tersebut maka banyak 39 terjadi upaya penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan oleh para wajib pajak. Terdapat banyak pengertian mengenai penghindaran pajak yang disampaikan oleh beberapa peneliti terdahulu. Menurut Slemrod (2014) penghindaran pajak didefinisikan sebagai tindakan yang legal, tidak melanggar atura, yang tujuannya untuk mengurangi kewajiban pajak perusahaan. Sementara mnenurut Shevlin (2010) penghindaran pajak adalah upaya manajemen untuk mengurangi kewajiban pajak melalui perencanaan pajak yang dapat bersifat legal, masih dipertanyakan atau bahkan ilegal. Beberapa peneliti memiliki pandangan berbeda terkait sifat legal dari penghindaran pajak. Dyreng et al., (2008) menyampaikan bahwa masih banyak terdapat area perpajakan yang belum jelas, juga disebut grey area, khususnya menganai transaksi yang kompleks sehingga memunculkan interpretasi yang masih diperdebatkan terkait legalitas upaya penghindaran pajak. Hal ini senada dengan yang disampaikan Lim (2011) yang medefinisikan penghindaran pajak sebagai penghematan pajak yang timbul dari metode pengurangan pajak umum yang mana terkadang legalitas untuk meminimalkan kewajiban pajak masih dipertanyakan. Sementara itu Aumeerun et al., (2016) menyatakan bahwa penghindaran pajak adalah upaya meminimalisasi kewajiban pajak dalam koridor hukum, sementara itu penggelapan pajak adalah tindakan ilegal yang dilakukan untuk menghindar dari kewajiban membayar pajak. Annuar et al. (2014) menyampaikan bahwa manfaat utama dari tindakan penghindaran pajak adalah adanya kas yang dapat dihemat atas kewajiban pajak 40 yang terhindarkan. Penghematan kas ini kemudian berdampak pada adanya peningkatan likuiditas arus kas perusahaan yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk rencana kegiatan operasional lainnya baik di masa ini maupun di masa mendatang yang dapat berupa ekspansi bisnis, penambahan portofolio investasi, pembelian aset tetap baru maupun hal lainnya yang dapat membawa manfaat keuntungan bagi perusahaan serta pemegang saham. Dalam melihat indikasi adanya tax avoidance yang dilakukan perusahaan, terdapat beberapa variabel keuangan yang berdasarkan penelitian terdahulu relatif berhubungan dengan tax avoidance. Hanlon et al. (2005) menyatakan bahwa tingkat kesesuaian pembukuan menurut akuntansi dan fiskal , book tax conformity, memiliki kaitan dengan tax avoidance. Ketika tingkat kesesuaian pembukuan antara akuntansi dan fiskal tinggi, maka setiap peningkatan pendapatan perusahaan akan berdampak lurus dengan peningkatan pajak yang harus dibayarkan. Namun hal tersebut cenderung dihindari oleh perusahaan sehingga mendorong munculnya book tax differences yang mana dicurigai salah satu dari pelaporan laba antara laba menurut akuntansi atau laba menurut fiskal dilaporkan secara oportunis. Di sisi lain menurut Atwood et al. (2012) bagi perusahaan dengan tingkat book tax conformity yang rendah cenderung lebih mudah bagi perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak melalui strategi book tax differences. Sehingga pada negara-negara yang mengatur ketentuan book tax conformity yang rendah, perusahaan cenderung melakukan penghindaran pajak. 41 Atwood et al. (2012) juga menyampaikan bahwa tax avoidance seperti dua sisi mata uang yang sama dimana manajemen dimotivasi dari insentif peningkatan laba yang dilaporkan dan penurunan kewajiban pembayaran pajak. Akan tetapi peghindaran pajak memunculkan dampak buruk terhadap penerimaan negara yang mana seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan negara. Dalu et al. (2012) juga menyampaikan bahwa negara yang mengalami peningkatan jumlah penggelapan pajak dan penghindaran pajak, tingkat investasi campuran yang rendah. Hal ini mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang rendah sehingga akan berdampak negatif pula pada nilai perusahaan publik. Menurut Bird dan Nozemack (2016) terdapat beberapa cara yang dilakukan perusahaan dalam kerangka tax avoidance seperti inversi, manipulasi transfer pricing, dan penggunaan tax haven dalam tujuannya untuk memaksimalkan keuntungan. Tax avoidance sendiri sebenarnya mempunyai beberapa karakteristik, seperti sifat transaksinya yang semu, transaksinya dilaksanakan tanpa makna ekonomis berarti, tidak terdapat unsur risiko dan memiliki indikasi untuk memanfaatkan celah-celah dalam aturan perpajakan. Dalam menangkal praktik penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan terdapat beberapa kebijakan yang dapat diambil oleh negara untuk mengatasi hal tersebut. Beberapa pendekatan yang dapat diambil menurut Fuest et al. (2013) adalah : 1. Memperluas pemajakan berbasis residen berupa pengetatan aturan Controlled Foreign Company (CFC rules) 42 2. Memperluas pemajakan berbasis sumber. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan perjanjian dengan negara-negara lain dalam bentuk tax treaty. 3. Melakukan reformasi perpajakan, hal ini meliputi pengenalan konsep pemajakan berupa formula pembagian hasil atau pemajakan berbasis tujuan. 4. Reformasi aturan pelaporan dan transparansi dalam dunia internasional yang mewajibkan konsultan pajak untuk melaporkan skema penghindaran pajak atau county by country report (CBCR) atas investor multinasional. 2.1.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya untuk mengetahui hubungan antara Book Tax Difference terhadap Manajemen Laba, Book Tax Difference terhadap Tax Avoidance serta hubungan ketiganya. Beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan antara lain : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1 Nama Peneliti Judul Penelitian Mihir A. Desai & Earnings Hasil Penelitian Management, Corporate Tax Avoidance Dhammika Corporate Tax Shelters, berhubungan dengan kegiatan Dharmapala and Book Tax Alignment (2009) manipulatif termasuk pengalihan pendapatan yang dilakukan dalam kerangka manajemen laba dan didasari 43 oleh kepentingan manajemen dalam permasalahan agency theory 2 Woen Jae Kim & Relationship Between Tax Cash flow from operations dan Geun Bae Jang Avoidance (2018) Financial Korea’s and Key rasio dari non current assets Indicators in terhadap non current financing Construction berpengaruh Waste Disposal Industry secara positif signifikan terhadap tax avoidance. Sementara debt dependency berpengaruh secara negatif terhadap tax avoidance 3 Jeong Ho Kim & The Study on the Effect and Firm Size, Chae Chang Im Determinants of Small – Leverage, (2017) Medium Sized Profitability, Operating Cash Entities Flow, Capital Intensity, R&D Conducting Tax Avoidance Intensity dan Growth Rate berpengaruh terhadap corporate tax avoidance pada SmallMedium Sized Entities (SME) 4 Merle (2019) et al., Tax havens and transfer Ukuran pricing intensity: Evidence perusahaan dan leverage berpengaruh positifi 44 From the French CAC – 40 terhadap listed firms transfer pricing. Sementara intangible assets dan effective tax rate berpengaruh negatif terhadap transfer pricing 5 Annouar Houria (2017) & The Determinants of Tax Ukuran perusahaan dan Avoidance within profitabilitas berpengaruh Corporate Groups : signifikan Evidence from Moroccan avoidance. Sementara Debts Groups dan intangible Asset memiliki terhadap pengaruh yang terhadap tax Kemudian tax medium avoidance. intra-group transactions multinationality dan berpengaruh tidak signifikan terhadap tax avoidance. 6 Philomina Transfer Pricing, Earnings Manajemen laba berpengaruh Acquah (2017) Management, Avoidance and Tax positif terhadap tax avoidance dalam perusahaan jasa keuangan maupun perusahaan 45 non-jasa keuangan. ROA dan Umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap tax avoidance baik dalam perusahaan jasa keuangan maupun non-jasa keuangan. Leverage dan ukuran Perusahaan (Size) berpengaruh negatif terhadap tax avoidance dalam perusahaan non-jasa keuangan. Tangible asset dan Growth potential berpengaruh positif terhadap tax avoidance dalam perusahaan non- jasa keuangan. 7 Hotman T Pohan Analisis Pengaruh Kepemlikan institusi dan beban (2009) Kepemilikan Institusi, pajak Rasio Tobin Q, Akrual berpengaruh Pilihan, Tarif Efektif penghindaran pajak. Sementara Pajak, dan Biaya Pajak perataan laba, pengaruh rasio Ditunda Terhadap Toin’s Q, akrual dan tarif pajak tangguhan tidak terhadap 46 8 9 Penghindaran Pajak Pada efektif berpengaruh terhadap Perusahaan Publik penghindaran pajak. Dennis Sundvik A review of earnings Perusahaan privat cenderung (2017) management in private melakukan manajemen laba firms in response to tax dalam menghadapi perubahan rate changes tarif pajak yang lebih rendah Tanya Tang & Can Book-Tax Differences Book Michael Firth Capture (2011) Management Tax Differences Earnings menggambarkan and pengaruh Tax terhadap Earning Management Management? dan Tax Management Empirical Evidence from China 2.2 Kerangka Konseptual Dalam mempermudah memahami alur pemikiran yang dikembangkan di dalam penelitian ini maka disusun kerangka konseptual. Kerangka konseptual menggambarkan hubungan antara beberapa variabel yang terlibat di dalam penelitian. Book Tax Differences yang digunakan sebagai variabel independen di dalam penelitian ini diproksikan melalui Fixed Asset, Intangible Asset, Sales Growth, dan Deferred Tax Expense. Di dalam penelitian ini, penulis berusaha menggambarkan 47 pengaruh dari terdapatnya Book Tax Differences di dalam laporan keuangan perusahaan terhadap adanya kemungkinan terjadinya Tax Avoidance yang dilakukan oleh perusahaan dengan dimoderasi oleh Manajemen Laba. Hubungan antar variabel tersebut dituangkan dalam model kerangka konseptual sebagaimana terdapat pada gambar 2.1 berikut : Var. Independen Book Tax Differences H1 Fixed Asset (PPE) Var. Dependen H1 Tax Avoidance (TAXAV) H5 Intangible Asset (INT) H2 H6 H7 H8 Sales Growth (SALES) H3 H4 Deferred Tax Expense (DTE) Manajemen Laba (EM) Firm Size (Sz) Leverage (LEV) Var. Moderasi Profitability (RoA) Operational Cash Flow (CFO) Var. Kontrol Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 48 2.3 Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui hubungan antar variable di dalam penelitian ini dilakukan beberapa pengujian hipotesis. Adapun pengujian hipotesis yang dilakukan sebagai berikut : 2.2.1 Pengaruh Fixed Asset terhadap Tax Avoidance Beberapa cara dilakukan dalam upaya penghindaran pajak diantaranya dengan memanfaatkan perbedaan ketentuan fiscal dengan ketetntuan berdasarkan PSAK. Salah satu yang menjadi perbedaan adalah terkait penyusutan (depresiasi) aktiva tetap. Ketentuan fiscal hanya mengakui penyusutan secara garis lurus atau saldo menurun. Sementara di dalam PSAK nomor 16 tentang Aset Tetap diatur jenis depresiasi aktiva tetap diantaranya metode garis lurus, metode saldo menurun, dan metode unit produksi. Selain perbedaan metode penyusutan juga terdapat perbedaan metode penentuan jangka waktu penyusutan dimana dalam ketentuan fiscal dilakukan pengelompokan berdasarkan jenis aktiva tetap sementara di dalam ketentuan akuntansi diukur berdasarkan masa manfaat aktiva tetap tersebut. Mengacu kepada hal tersebut maka semakin banyak nilai aktiva tetap yang dimiliki perusahaan tentu akan memengaruhi perbedaan nilai penyusutan dalam hal metode yang digunakan secara akuntansi berbeda dari yang diperbolehkan dalam ketentuan fiskal. Hal inI sejalan dengan pernyataan Kim dan Jeong (2006) bahwa perusahaan dengan nilai asset yang tinggi cenderung melakukan tax avoidance. Dan berdasarkan penelitian 49 yang dilakukan oleh Acquah (2017) yang menyatakan tangible asset berpengaruh terhadap tax avoidance maka diyakini aktiva tetap berpengaruh terhadap terjadinya upaya tax avoidance. H1 2.2.2 : Fixed Asset berpengaruh positif terhadap Tax Avoidance Pengaruh Intangible Asset tehadap Tax Avoidance Penyusutan atas biaya perolehan barang dilakukan tidak hanya terhadap aktiva tetap namun juga aktiva tidak berwujud atau biasa dikenal amortisasi. Seringkali transaksi antar perusahaan umumnya akuisisi kepemilikan perusahaan menghasilkan suatu goodwill yang merupakan aktiva tidak berwujud namun memiliki nilai yang signifikan. Hal ini dipengaruhi antara lain karena nilai jual merek, kepercayaan konsumen atas kualitas produk merek, atau tingkat optimisme bahwa perusahaan dapat menghasilkan manfaat lebih di masa depan. Hal ini tidak dapat dilihat wujudnya namun diyakini keberadaannya, seperti hal nya dengan Hak Cipta, Hak atas Kekayaan Intelektual dan Paten atas hasil riset penemuan. Seperti halnya pada aktiva tetap, perbedaan metode amortisasi dapat menghasilkan perbedaan nilai yang terlapor dalam Laporan Keuangan untuk tujuan Perpajakan atau Laporan Keuangan Perusahaan pada umumnya. Dalam penelitian yang dilakukan Kim dan Im (2017) menyatakan bahwa intensitas perusahaan dalam melakukan research & development berpengaruh terhadap tax avoidance. Seperti diketahui bahwa hasil dari kegiatan research & development biasanya berbentuk intangible asset. Oleh karena itu, diyakini bahwa besarnya nilai aktiva tidak berwujud dapat memengaruhi terjadinya tax avoidance. 50 H2 2.2.3 : Intangible Asset berpengaruh positif terhadap Tax Avoidance Pengaruh Sales Growth terhadap Tax Avoidance Besarnya pertumbuhan nilai penjualan pada umumnya akan berimplikasi lurus dengan pertumbuhan laba baik secara akuntansi maupun fiscal. Hal ini terjadi karena pada umumnya perusahaan telah menetapkan Net Profit Margin atas produk yang dijual. Sehingga ketika nilai penjualan meningkat maka otomatis nilai laba juga meningkat. Pengecualian dapat terjadi apabila terdapat biaya-biaya non rutin yang terjadi pada operasional perusahaan di dalam suatu periode tertentu. Sementara itu berangkat dari pernyataan Listokin dan Schizer (2013) bahwa hanya segelintir orang yang senang membayar pajak maka perusahaan akan melakukan upaya-upaya untuk meminimalisasi laba dalam rangka tax avoidance. Berkaitan dengan hal tersebut pertumbuhan penjualan yang mendorong pertumbuhan perusahaan dapat memicu terjadinya tax avoidance dengan tujuan untuk mendapatkan pendapatan setelah pajak yang lebih besar. Hal ini sejalan dengan Kim dan Chae (2017) yang menyatakan sales growth berpengaruh terhadap tax avoidance. Oleh karena itu, semakin besar nilai pertumbuhan penjualan maka semakin besar pula indikasi perusahaan melakukan tax avoidance. H3 2.2.4 : Sales Growth berpengaruh positif terhadap Tax Avoidance Pengaruh Deferred Tax Expense terhadap Tax Avoidance Perbedaan Temporer dan Perbedaan Permanen antara ketentuan fiscal dan akuntansi akan menghasilkan baik Beban Pajak Tangguhan atau Aset Pajak Tangguhan. Beban Pajak Tangguhan terjadi ketika laba secara fiscal lebih kecil 51 dibandingkan dengan laba secara akuntansi. Akibatnya tercipta beban pajak tangguhan yang menjadi kewajiban perusahaan untuk dibayarkan di periode berikutnya. Semakin besar nilai beban pajak tangguhan yang muncul mengindikasikan semakin banyaknya perbedaan cara yang dilakukan manajemen dalam mengelola transaksi-transaksi dalam perusahaannya antara yang diatur dalam ketentuan fiscal maupun yang diatur secara akuntansi. Penelitian Plesko (2002) menunjukkan bahwa semakin tinggi perbedaan yang terjadi antara laba fiskal dan laba akuntansi menunjukkan semakin besarnya diskresi akuntansi yang dilakukan manajemen. Besarnya diskresi manajemen tersebut tercermin dalam beban pajak tangguhan yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya praktik penghindaran pajak pada perusahaan. Hal tersebut turut mendorong keyakinan penulis bahwa deferred tax expense (beban pajak tangguhan) berpengaruh terhadap tax avoidance. H4 2.2.5 : Deferred Tax Expense berpengaruh positif terhadap Tax Avoidance Manajemen Laba dalam pengaruhnya antara Fixed Asset terhadap Tax Avoidance Pemanfaatan aktiva tetap dalam tujuannya untuk meminimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan cara memperpanjang masa manfaat aktiva tetap atau memperbanyak jumlah kepemilikan aktiva tetap. Aktivitas tersebut yang dilakukan dalam rangka manajemen laba dapat memperbesar beban depresiasi periode berjalan sehingga meminimalisasi laba fiskal yang berdampak pada berkurangnya beban pajak yang dibayarkan kepada negara. Penggunaan unsur 52 depresiasi aktiva tetap sebagai bagian manajemen laba juga dijelaskan oleh Zmijewski dan Hagerman (1981). Hal tersebut merupakan salah satu tujuan dari upaya manajemen laba untuk tujuan perpajakan yakni meminimalisasi beban pajak yang dibayar. Kim dan Jeong (2006) menyatakan bahwa perusahaan dengan nilai asset yang besar cenderung melakukan praktik tax avoidance. Dengan moderasi dari variabel manajemen laba yang menurut Acquah (2017) berpengaruh terhadap terjadinya tax avoidance maka diyakini manajemen laba memperkuat pengaruh dari fixed asset terhadap tax avoidance. H5 : Manajemen Laba memperkuat terjadinya pengaruh antara Fixed Asset terhadap Tax Avoidance 2.2.6 Manajemen Laba dalam pengaruhnya antara Intangible Asset terhadap Tax Avoidance Sebagaimana cara kerja beban depresiasi pada aktiva tetap, begitu pula yang terjadi pada amortisasi aktiva tidak berwujud. Salah satu yang sering menjadi perhatian pada aktiva tidak berwujud adalah bagaimana menentukan penilaian terbaik dalam menemukan nilai aktiva tidak berwujud secara tepat. Tentu ada berbagai pandangan dalam menilai aktiva tidak berwujud dikarenakan melibatkan unsur pandangan subjektif. Keyakinan seseorang atas nilai aktiva tidak berwujud bisa berbeda dengan pandangan orang lain. Peran manajemen laba dalam hal ini di antaranya dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai aktiva tidak berwujud sehingga akan 53 memperbesar beban amortisasinya. Hal ini dapat terjadi dan sulit untuk diketahui sepanjang fiskus tidak melakukan uji kewajaran atas nilai aktiva tidak berwujud yang biasanya hanya dilakukan saat adanya pemeriksaan wajib pajak. Fungsi manajemen laba dalam kaitannya dengan tax avoidance diyakini terjadi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Desai dan Dharmapala (2009). Sejalan dengan hal tersebut maka diyakini manajemen laba dapat memperkuat terjadinya pengaruh antara intangible asset terhadap tax avoidance. H6 : Manajemen Laba memperkuat terjadinya pengaruh antara Intangible Asset terhadap Tax Avoidance 2.2.7 Manajemen Laba dalam pengaruhnya antara Sales Growth terhadap Tax Avoidance Tumbuhnya tingkat penjualan seringkali menjadi ukuran keberhasilan manajemen dalam mengelola perusahaan. Dalam penyusunan rencana dan anggaran kerja, pertumbuhan penjualan senantiasa menjadi prioritas dalam memproyeksikan target pendapatan di masa mendatang. Sejalan dengan hal tersebut, bertumbuhnya penjualan pada akhirnya juga akan meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahaan. Berkaitan dengan teori agensi dimana memungkinkan terjadinya asimetri informasi antara manajemen dengan pemilik perusahaan. Harapan manajemen untuk mendapatkan insentif atas kinerja dapat mendorong dilakukannya manajemen laba untuk memaksimalkan pendapatannya yang salah satunya juga dilakukan dengan cara mengurangi beban pajak yang harus dibayar. 54 Sehingga ketika penjualan meningkat yang seharusnya berimplikasi pada meningkatnya beban pajak yang harus dibayar maka di sisi lain manajemen terpacu untuk mencari cara memasukkan unsur biaya-biaya tambahan guna meminimalisasi laba fiskal dan beban pajak. Tindakan ini tentunya meliputi manajemen laba dengan tujuan meminimalisasi jumlah pajak yang dbayar perusahaan. Berdasarkan penelitian Desai dan Dharmapala (2009) yang meyakini bahwa tindakan tax avoidance berasal dari tindakan manipulatif laporan keuangan dalam kegiatan manajemen laba. Penulis meyakini bahwa manajemen laba memperkuat terjadinya pengaruh antara sales growth terhadap tax avoidance. H7 : Manajemen Laba memperkuat terjadinya pengaruh antara Sales Growth terhadap Tax Avoidance 2.2.8 Manajemen Laba dalam pengaruhnya antara Deferred Tax Epense terhadap Tax Avoidance Metode income shifting umum digunakan dalam upaya perusahaan melakukan manajemen laba. Hal ini melibatkan adanya perbedaan temporer yang terjadi antara ketentuan secara fiscal dan secara akuntansi. Sundvik (2017) dalam penelitiannya mengungkapkan adanya upaya perusahaan melakukan manajemen laba guna merespons penurunan tarif pajak. Hal yang lazim dilakukan dalam keadaan tersebut adalah income shifting dimana perusahaan menempatkan laba fiscal yang lebih besar pada saat tarif pajak menjadi lebih rendah sehingga tercipta keuntungan bagi perusahaan. Peristiwa ini dalam prosesnya memunculkan beban pajak tangguhan. 55 Oleh karena itu, adanya beban pajak tangguhan diyakini merupakan indikasi terjadinya tax avoidance. Dengan moderasi dari variabel manajemen laba yang menurut Sheckleford dan Shevlin (2001) yang menjelaskan bahwa perusahaan cenderung melakukan income shifting sebagai bagian dari srategi penghindaran pajak maka diyakini manajemen laba memperkuat pengaruh dari deferred tax expense terhadap tax avoidance. H8 : Manajemen Laba memperkuat pengaruh antara Deferred Tax Expense terhadap Tax Avoidance 56 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan hubungan korelasi untuk melihat bagaimana hubungan-hubungan baik pengaruh sebab maupun akibat yang terjadi antar variable. Penelitian mengambil data menggunakan data sekunder yang didapat melalui situs web Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id), situs web Kinerja Emiten yang dikelola laman Kontan (www.emiten.kontan.co.id) dan situs web perusahaan masing-masing. Metode yang digunakan berupa statistik deskriptif dan statistik interferensial yang dilakukan dengan mengolah data berupa angka-angka kemudian digambarkan dalam table dan grafik untuk memudahkan pembacaan karakteristik data. Kemudian dilakukan analisa untuk mendapatkan kesimpulan atas hubungan antara variabel yang satu dengan variable lainnya. Penelitian menggunakan metode regresi data panel untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari gabungan data cross-sectional dan data time-series. Dalam melakukan perhitungan statistik, penelitian dilakukan dengan bantuan aplikasi E-Views. Subjek penelitian merupakan seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam kurun waktu tahun 2016 sampai dengan 2018 dengan kondisi dimana seluruh pos-pos keuangan yang dibutuhkan di dalam penelitian ini dilaporkan oleh perusahaan di dalam laporan keuangan ataupun laporan tahunannya. Objek penelitian ini adalah Tax Avoidance, di mana penelitian berusaha 56 57 mengungkapkan pos-pos keuangan yang merupakan proksi dari Book Tax Difference dapat mencerminkan pengaruhnya terhadap Tax Avoidance yang dilakukan perusahaan. 3.2 Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Penelitian menggunakan 4 jenis variabel yaitu variabel independen, variabel dependen, variable moderasi dan variable control. Berikut ini dijelaskan mengenai definisi dari masing-masing variabel yang digunakan di dalam penelitian ini beserta dengan model pengukuran yang mengambil referensi dari penelitian-penelitian terdahulu. 3.2.1 Variabel Independen Variabel independent atau bebas adalah variabel yang dapat mempengaruhi hasil variable dependen atau terikat baik secara positif maupun negatif (Sekaran dan Bougie, 2013). Terdapat 4 (empat) macam variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 3.2.1.1 Fixed Asset Pengertian Fixed Asset (Aktiva Tetap) berdasarkan PSAK nomor 16 adalah aktiva aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode. Kata kunci dari pengertian tersebut adalah keberwujudan, digunakan untuk kegiatan operasional dan memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. 57 58 Aktiva tetap dicatat berdasarkan nilai perolehannya dan kemudian disusutkan secara berkala sepanjang masa manfaatnya. Penyusutan aktiva tetap tersebut memunculkan beban depresiasi yang menjadi pengurang laba operasional. Aktiva Tetap seringkali menjadi ukuran mengenai tingkat kekayaan perusahaan. Selain itu aktiva tetap juga dijadikan acuan mengenai return acceptability yang diterima perusahaan dibandingkan dengan nilai investasi yang telah dikeluarkan dalam bentuk aktiva tetap. Dalam mengukur nilai aktiva tetap di dalam penelitian ini menggunakan cara yang dilakukan oleh Boebaker dan Dridi (2016) dimana nilai yang diambil adalah perubahan besaran nilai kotor aktiva tetap (gross PPE) yang dimiliki perusahaan antara periode saat ini dengan periode sebelumnya. Hal ini juga dapat mencerminkan tingkat agresifitas perusahaan dalam berekspansi dan menanamkan investasinya. Model pengukuran atas nilai fixed asset disajikan sebagai berikut : ∆ 𝑃𝑃𝐸 = Keterangan ∆ 𝑃𝑃𝐸 𝑃𝑃𝐸 𝑖, 𝑡 − 𝑃𝑃𝐸 𝑖, 𝑡 − 1 𝑃𝑃𝐸 𝑖, 𝑡 − 1 : : besar perubahan nilai gross PPE antara periode saat ini dengan periode sebelumnya PPE i,t : Nilai gross PPE pada perusahaan i dalam periode t PPE i,t-1 : Nilai gross PPE pada perusahaan i dalam periode sebelumnya 3.2.1.2 Intangible Asset Di dalam PSAK nomor 19 disebutkan bahwa pengertian dari Aset Tidak Berwujud adalah aset non-moneter yang dapat di identifikasi tanpa wujud fisik, ada 58 59 unsur pengendalian dan memberikan keuntungan ekonomis di masa depan. Dalam mengukur nilai intangible asset dalam penelitian ini menggunakan referensi dari peneilitian Boubaker dan Dridi (2016) yang menggunakan nilai perubahan antara goodwill pada periode saat ini dibandingkan goodwill pada periode sebelumnya. Untuk menangkap gambaran determinan Book Tax Difference secara lebih luas maka dilakukan sedikit modifikasi pada pengukuran yang sebelumnya dilakukan Boubaker dan Dridi (2016) yaitu memperluas nilai yang diambil bukan hanya goodwill tapi keseluruhan intagible asset yang dimiliki perusahaan. Hal ini karena dalam ketetntuan perpajakan di Indonesia, amortisasi dilakukan tidak hanya atas goodwill melainkan intangible asset lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 11A UU Nomor 36 Tahun 20008 tentang Pajak Penghasilan. Oleh karena itu, model pengukuran atas intangible asset disajikan sebagai berikut : ∆ 𝐼𝑁𝑇 = Keterangan ∆ 𝐼𝑁𝑇 𝐼𝑁𝑇 𝑖, 𝑡 − 𝐼𝑁𝑇 𝑖, 𝑡 − 1 𝐼𝑁𝑇 𝑖, 𝑡 − 1 : : besar perubahan nilai gross intangible asset antara periode saat ini dengan periode sebelumnya INT i,t : Nilai gross intangible asset pada perusahaan I dalam periode t INT i,t-1 : Nilai gross intangible asset pada perusahaan i dalam periode sebelumnya 3.2.1.3 Sales Growth Sales growth adalah nilai kenaikan atas jumlah penjualan yang terjadi dari periode saat ini dibanding periode sebelumnya. Pertumbuhan penjualan yang tinggi 59 60 akan berimplikasi pada meningkatnya nilai pendapatan. Di sisi lain, pertumbuhan penjualan juga akan mendorong perusahaan untuk melakukan investasi secara lebih demi mendapatkan keuntungan yang lebih besar di masa depan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Pandey (2001) bahwa perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya meningkat dengan cepat perlu untuk melakukan penambahan aset tetapnya. Dengan demikian pertumbuhan perusahaan yang tinggi akan menyebabkan perusahaan mencari pendanaan yang lebih besar untuk membeli tambahan aset tetap. Devie (2003) menyampaikan bahwa sales growth perusahaan dalam manajemen keuangan diukur berdasarkan perubahan penjualan. Analisis atas tren pertumbuhan penjualan sangat berguna dalam menilai tingkat profitablitas perusahaan. Pertumbuhan penjualan dapat terjadi karena dihasilkan beberapa faktor antara lain perubahan harga, perubahan volume penjualan, akuisisi dan perubahan nilai tukar (Subramanyam, 2014). Untuk mengukur sales growth maka digunakan pengukuran yang mengacu pada Tang (2017) dengan model sebagai berikut : ∆ 𝑆𝐴𝐿𝐸𝑆 = Keterangan ∆ 𝑆𝐴𝐿𝐸𝑆 𝑆𝐴𝐿𝐸𝑆 𝑖, 𝑡 − 𝑆𝐴𝐿𝐸𝑆 𝑖, 𝑡 − 1 𝑆𝐴𝐿𝐸𝑆 𝑖, 𝑡 − 1 : : besar perubahan nilai penjualan antara periode saat ini dengan periode sebelumnya SALES i,t : Nilai penjualan pada perusahaan i dalam periode t SALES i,t-1 : Nilai penjualan pada perusahaan i dalam periode sebelumnya 3.2.1.4 Deferred Tax Expense 60 61 Dalam mencatat pajak tangguhan terdapat 2 (dua) pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan asset dan liabilitas. Dari sudut pandang asset, pajak tangguhan merupakan jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada masa mendatang dikarenakan adanya beberapa hal yang diakibatkan oleh adanya perbedaan temporer seperti akumulasi kerugian pajak atau kredit pajak yang belum dikompensasikan, perbedaan metode penyusutan dan penentuan masa manfaat aktiva. Berbeda halnya dengan mengacu pada pendekatan liabilitas pajak tangguhan yang timbul dikarenakan perbedaan perlakuan pengakuan baik pendapatan maupun beban antara ketentuan perpajakan (fiskal) dengan standar akuntansi keuangan (komersial). Perbedaan temporer yang terjadi karena adanya perbedaan waktu pengakuan pendapatan atau beban mengakibatkan keduanya diakui pada periode yang berbeda ini memang tidak terhindarkan dengan adanya perbedaan ketentuan antara pajak dan akuntansi namun hal ini hanya bersifat sementara karena pada akhirnya selisih nilai tersebut akan terkoreksi satu sama lain pada masa mendatang. Definisi beban pajak tangguhan sendiri menurut Philips et al., (2003) adalah beban yang muncul akibat adanya perbedaan sementara (temporer) antara laba secara akuntansi dan laba secara fiscal. Sementara menurut Waluyo (2014) beban pajak tangguhan adalah jumlah beban pajak yang muncul dari adanya pengakuan liabilitas pajak tangguhan sementara manfaat pajak tangguhan berasal dari pengakuan asset pajak tangguhan. Beban pajak tangguhan mengacu pada liabilitas pajak tangguhan dikalikan dengan tarif pajak pada saat kewajiban direalisasikan. Hal ini sejalan dengan pernyataan di dalam par 30 PSAK nomor 46 bahwa pengukuran pajak yang ditangguhkan akan dihitung dengan menggunakan tarif yang berlaku di masa yang 61 62 akan datang. Adapun metode pengukuran beban pajak tangguhan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil referensi pada penelitian Rachmawati (2010) dan Warsono (2017) yaitu dengan membagi beban pajak tangguhan dengan total asset pada periode sebelumnya. Model pengukuran tersebut dapat disajikan sebagai berikut : 𝐷𝑇𝐸 𝑖, 𝑡 = Keterangan 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑖, 𝑡 𝑇𝐴 𝑖, 𝑡 − 1 : DTE i,t : Deferred tax expense pada perusahaan i dalam periode t Beban Pajak : Nilai beban pajak tangguhan yang tersaji di dalam Laporan Tangguhan i,t TA i,t-1 3.2.2 Laba Rugi pada perusahaan i dalam periode t : Total asset pada perusahaan i dalam periode sebelumnya Variabel Dependen Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang menjadi tujuan utama dalam penelitian (Sekaran dan Bougie, 2013). Tujuan utama dari penelitian adalah bagaimana hasil penelitian dapat mengungkapkan terkait faktor apa saja yang berpengaruh terhadap variabel dependen tersebut. Penulis memilih menggunakan Tax Avoidance sebagai variable dependen dengan tujuan memetakan unsur-unsur yang berpengaruh pada penghindaran pajak yang dapat merugikan penerimaan negara melalui pajak. Tax Avoidance (Penghindaran pajak) adalah serangkaian upaya untuk meminimalisasi kewajiban pembayaran pajak dengan cara-cara yang masih berada di dalam koridor hukum, sementara itu tax evasion (penggelapan pajak) adalah 62 63 serangkaian upaya yang dilakukan secara ilegal untuk menghindari kewajiban membayar pajak (Aumeerun et al., 2016). Sementara menurut Lim (2011) penghindaran pajak adalah upaya tax saving yang dilakukan dengan metode pengurangan pajak secara umum namun terkait legalitas untuk meminimalisasi kewajiban pajak tersebut kadangkala masih menjadi pertanyaan. Di dalam penelitian ini metode pengukuran Tax Avoidance menggunakan Current ETR (CETR) sebagaimana mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Murwaningsari dan Ahnan (2019). Current ETR dihitung dengan cara membandingkan beban pajak kini dengan laba bersih sebelum pajak. Model tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : 𝐶𝐸𝑇𝑅 𝑖, 𝑡 = Keterangan 𝐶𝐸𝑇𝑅 𝑖, 𝑡 𝑇𝑎𝑥 𝐸𝑥𝑝 𝑖, 𝑡 𝑃𝑇𝐵𝐼 𝑖, 𝑡 : : Current Effective Tax Ratio digunakan sebagai proksi untuk menghitung adanya upaya Tax Avoidance pada perusahaan i dalam periode t Tax Exp : Beban pajak yang dibayarkan perusahaan pada perusahaan i dalam i,t periode t PTBI i,t : Pre-tax before income yaitu nilai laba bersih sebelum pajak pada perusahaan i dalam periode t 3.2.3 Variabel Moderasi Menurut Sugiyono (2014) variabel moderasi merupakan variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel dependen dan variabel independen dengan 63 64 cara menjadikan hubungan keduanya lebih kuat atau sebaliknya menjadikan hubungan keduanya lebih lemah. Bentuk dari variabel moderasi sendiri dapat berupa kualitatif maupun kuantitatif. Untuk itu di dalam penelitian ini, penulis menggunakan variabel moderasi untuk mengetahui apakah dengan adanya variabel moderasi menjadikan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen lebih kuat atau lebih lemah serta apakah variabel moderasi tersebut mampu untuk memoderasi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Penulis dalam hal ini menggunakan variabel moderasi berupa Manajemen Laba. Definisi dari manajemen laba adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk memanipulasi nilai laba dengan memanfaatkan diskresi yang ada di dalam ketentuan akuntansi namun tetap sejalan dengan prinsip-prinsip di dalam standar akuntansi keuangan dan kemudian menggunakan diskresi tersebut untuk mencapai tingkat laba yang diinginkan oleh manajemen (Belkoui, 2017). Sementara menurut (Davidson, 2004) manajemen laba adalah proses pengambilan langkahlangkah yang dipilih secara sengaja namun tetap dalam kerangka prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan tujuan menghasilkan tingkat laba yang diharapkan untuk dilaporkan kepada stakeholder. Sundvik (2017) mengungkapkan bahwa perusahaan cenderung melakukan manajemen laba dalam merespons adanya perubahan tarif pajak. Sementara Tang (2015), Watrin, et al. (2014) dan Blaylock, et al. (2015) menerangkan bahwa manajemen laba memengaruhi tingkat kesesuaian antara pembukuan untuk tujuan komersial dan tujuan fiskal. Terdapat ragam jenis pengukuran untuk menghitung manajemen laba diantaranya model modified Jones (1995), model Healy (1985), Model DeAngelo 64 65 (1986), model Kothari (2005), namun dalam penelitian ini dipilih menggunakan metode Stubben (2010). Metode Stubben (2010) memfokuskan penelitian pada pendapatan diskresioner dibandingkan dengan akrual diskresioner. Temuan dari penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan ukuran pendapatan diskresioner memberikan perkiraan yang secara substansial tidak terlalu bias dan juga kesalahan pengukurannya relatif kecil dibandingkan dengan model akrual. Metode perhitungan manajemen laba menurut Stubben terbagi menjadi 2 yaitu revenue model dan conditional revenue model. Adapun model perhitungan yang digunakan dala m penelitian ini adalah conditional revenue model yang formulanya disajikan sebagai berikut : ∆ARit = α + β1∆Rit + β2 ∆Rit×SIZEit + β3∆Rit×AGE it+ β4∆Rit×AGE_SQ it + β5∆Rit×GRMit + β6∆Rit×GRM_SQit +ε it Keterangan : Δ𝐴𝑅 𝑖, : Perubahan piutang akhir tahun pada perusahaan i dalam periode t ΔR i,t : Perubahan pendapatan pada perusahaan i dalam periode t SIZE i,t : Ukuran perusahaan i dalam periode t AGE i,t : Umur perusahaan i dalam periode t GRM i,t : Gross Ratio Margin pada perusahaan i dalam periode t SQ : Nilai kuadrat α : Konstanta 65 66 β : Koefisien ε : Error 3.2.4 Variabel Kontrol Penelitian ini menggunakan beberapa variabel kontrol dengan tujuan untuk memastikan hasil pengujian memiliki kulitas yang lebih akurat dan mengurangi kemungkinan bias dari gangguan komponen determinan lainnya yang terkait dengan variabel dependen. 3.2.4.1 Firm Size Ukuran perusahaan (firm size) menunjukkan skala besar kecilnya suatu perusahaan. Hal ini turut menunjukkan kekuatan perusahaan dalam menghadapi berbagai kompetisi dan tantangan di depan. Semakim besar suatu perusahaan maka semakin kuat dalam menghadapi turbulensi yang dapat mengganggu operasional perusahaan. Ukuran perusahaan (firm size) yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan dapat dilihat dari nilai equity, nilai perusahaan ataupun hasil nilai aktiva dari suatu perusahaan. Ukuran perusahaan sendiri menurut Badan Standardisasi Nasional terbagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu perusahaan besar, perusahaan menengah, dan perusahaan kecil. Variabel ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan logaritma natural dari nilai total aset, sebagaimana juga dilakukan Hung et al. (2018) serta Ahnan dan Murwaningsari (2019). Adapaun model pengukuran tersebut dapat disajikan sebagai berikut : Sz i,t = Ln TA i,t Keterangan : 66 67 Sz I,t : Ukuran perusahaan pada perusahaan I dalam periode t Ln TA I,t : Log natural dari nilai total asset pada perusahaan I dalam periode t 3.2.4.2 Leverage Leverage adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh ekuitas suatu perusahaan dibiayai dengan penggunaan hutang (Kasmir, 2013). Rasio leverage memperbandingkan nilai antara ekuitas dengan liabilitas. Leverage seringkali digunakan untuk menilai kemampuan suatu perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk memperbesar penghasilan (return) bagi pemegang saham. Tingginya tingkat leverage mengartikan bahwa tingkat ketidakpastian atas yang return dapat diperoleh akan semakin tinggi pula. Semakin tinggi tingkat leverage maka semakin tinggi pula tingkat resiko yang mungkin terjadi selain itu semakin tinggi pula tingkat return yang diharapkan. Terdapat beberapa metode perhitungan untuk mendapatkan variabel Leverage namun penelitian ini menggunakan metode pengukuran yaitu perhitungan Debt to Asset Ratio (DAR). Debt to Asset Ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aktiva. Semakin tinggi persentase Debt to Assets Ratio maka semakin besar risiko keuangan yang akan dihadapi oleh kreditur maupun pemegang saham. Adapun model pengukuran Leverage menggunakan DAR (Ahnan dan Murwaningsari, 2019) dapat disajikan sebagai berikut : 𝐿𝐸𝑉 𝑖, 𝑡 = Keterangan 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 𝑖, 𝑡 𝑇𝐴 𝑖, 𝑡 : 67 68 LEV I,t : Leverage perusahaan I pada periode t Liabilities I,t : Total Liabilities perusahaan I pada periode t TA I,t : Total Assets perusahaan I pada periode t 3.2.4.3 Profitabilitas Profitabilitas merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki baik aktiva maupun ekuitas perusahaan. Profitabiltas seringkali dijadikan ukuran bagi investor maupun kreditor dalam menilai baik atau buruknya kinerja perusahaan. Menurut Kieso, Weygant, dan Warfield (2014:215) profitabilitas adalah: “Profitability ratio is a ratio that measures the success or operation of a company for a certain period of time”. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat profitabilitas akan menggambarkan posisi laba perusahaan dan kesuksesan perusahaan. Dalam penelitian ini pengukuran profitabilitas menggunakan nilai Return on Assets (ROA). ROA merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan berdasarkan jumlah investasi yang telah ditanamkan di dalam perusahaan. Adapun model pengukuran ROA menggunakan referensi dari penelitian Hung et.al, (2018) dan Koouba & Jarboui (2017) dapat disajikan sebagai berikut : 𝑅𝑂𝐴 𝑖, 𝑡 = Keterangan 𝑃𝐵𝑇 𝑖, 𝑡 𝐴𝑣𝑔. 𝑇𝐴 𝑖, 𝑡 : 68 69 ROA i,t : Return on Assets pada perusahaan i dalam periode t PBT i,t : Profit before taxes; pendapatan ssebelum dikurangi pajak pada perusahaan ini dalam periode t Avg. TA : Average Total Assets pada perusahaan i dalam periode t; nilai total i,t asset awal tahun ditambah total asset akhir tahun dibagi dua 3.2.4.4 Operational Cash Flow Operational Cash Flow adalah kas yang timbul dari dilakukannya kegiatan operasi perusahaan yang berkaitan dengan penerimaan kas, pengeluaran kas, pendapatan dan biaya-biaya. Aliran kas ini menggambarkan bagaimana kinerja perusahaan dalam mendapatkan keuntungan dan kemudian mengubahny menjadi kas. Dalam literatur keuangan dikenal istilah cash is the king, hal ini mencerminkan betapa pentingnya kepemilikan kas bagi jalannya opersional perusahaan. Kinerja perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang tidak diimbangi dengan kemampuan perusahaan mengubah keuntungan tersebut menjadi kas hanya akan membuat kinerja perusahaan baik di laporan semata namun pada prakteknya perusahaan akan kesulitan untuk bergerak. Arus kas operasi juga memiliki peran penting dalam menentukan perusahaan apakah membutuhkan pembiayaan tambahan atau tidak. Variabel operational cash flow diukur dengan mengambil nilai arus kas operasi pada Laporan Arus Kas milik perusahaan (Ahnan dan Murwaningsari, 2019). 3.3. Teknik Pengumpulan Data 69 70 Dalam melakukan penelitian dibutuhkan data-data yang menunjang sebagai objek penelitian guna mendapatkan hasil penelitian dan kesimpulan yang dituju. Metode pengumpulan data yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah dengan mengambil data sekunder yang berasal dari laporan keuangan dan laporan tahunan milik perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia kurun waktu 2016 – 2018. Selain itu penulis juga melakukan studi kepustakaa untuk menemukan hubunganhubungan yang terjadi di antara variabel-variabel yang terdapat di dalam penelitian ini berdasarkan jurnal penelitian terdahulu dan literatur baik dalam maupun luar negeri. 3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi Pengertian populasi sendiri adalah sekumpulan orang atau kelompok yang memiliki informasi yang ingin diketahui oleh peneliti (Neuman, 2014). Besarnya populasi berbanding lurus dengan kesulitan penelitian khususnya dalam tahapan pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan populasi yaitu perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (emiten) dimana ketersediaan datanya dirasa lebih mudah didapat dibanding perusahaan-perusahaan privat. 3.4.2 Sampel Neuman (2014) mendefinisikan sampel sebagai pilihan peneliti atas satu kumpulan yang dapat menggeneralisasi populasi. Tentunya semakin besar jumlah subjek penelitian atas suatu populasi akan semakin mencerminkan nilai sebenarnya atas suatu fenomena. Namun mengingat keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan dirasa pengambilan sampel cukup mewakili populasi yang ada. Sampel yang 70 71 digunakan dalam perusahaan ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia kurun waktu 2016-2018 yang bergerak di bidang manufaktur. Penulis menetapkan kondisi sampel penelitian yaitu perusahaan yang memiliki seluruh pospos keuangan yang terkait dalam pengujian pada penelitian ini. 3.5 Teknik Penarikan Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling (judgement sampling) yang merupakan salah satu bagian dari metode nonprobability sampling, yaitu pemilihan sampel yang dilakukan secara tidak acak berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Berdasarkan kondisi yang telah ditetapkan sebelumnya maka anggota populasi yang tidak memenuhi syarat tidak akan dipilih sebagai sampel penelitian. Sampel penelitian mengambil spesifikasi berupa perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur karena bidang ini dirasa memiliki informasi keuangan yang lengkap dan mewakili hampir seluruh peristiwa keuangan. 3.6 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini sebagai berikut : 3.6.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif merupakan jenis statistik yang digunakan untuk menggambarkan suatu populasi melalui data yang telah dikumpulkan dengan tidak membuat suatu kesimpulan atas data tersebut (Sugiyono, 2016). Cara menggambarkan data tersebut diantaranya menggunakan tabel, grafik, diagram 71 72 lingkaran, perhitungan penyebaran data melalui perhitungan rata-rata dan standar deviasi serta perhitungan persentase (Sugiyono, 2016). 3.6.2 Analisis Regresi Data Panel Regresi data panel merupakan pengembangan dari regresi linier yang diperuntukkan dalam menganalisa jenis data yang menggabungkan sifat data cross section dengan time series. Sifat cross section data ditunjukkan oleh data yang terdiri lebih dari satu entitas (individu), sedangkan sifat time series ditunjukkan oleh setiap individu memiliki lebih dari satu pengamatan waktu (periode). Sebelum melakukan analisa menggunakan regresi data panel secara lebih lanjut maka harus ditentukan terlebih dahulu penggunaan model regresi data panel yang sesuai dengan karakteristik data yang dimiliki. Terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan penentuan model regresi data panel yaitu : 1. Common Effect Model Common Effect Model menggabungkan data time series dan data cross section serta menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk mengestimasi model data panel tersebut. Model ini merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana dibanding fixed effect model maupun random effect model. Hal ini karena pada model ini baik varians dalam crosssection dan time-series tidak dapat dibedakan (Kuncoro, 2012). Metode ini menggunakan asumsi bahwa perilaku data antar perusahaan sama dalam berbagai kurun waktu (Widarjono, 2009). 2. Fixed Effect Model 72 73 Model ini mengasumsikan bahwa terdapat intercept yang berbeda antar individu namun slope untuk tiap individunya tidak berubah seiring waktu (Gujarati, 2013). Untuk membedakan antara satu individu dengan individu lainnya dalam model Fixed Effect ini digunakan variable dummy untuk melihat perbedaan intersep tersebut. Fixed Effect Model sering juga disebut sebagai model Least Squares Dummy Variable (LDSV). 3. Random Effect Model Model ini muncul karena adanya variasi dalam nilai dan arah hubungan antar subjek penelitian yang diasumsikan random (Kuncoro, 2012). Bentuk variasi nilai dan arah hubungan yang random tersebut ditetapkan sebagai variabel residual. Model ini mengestimasi data panel dengan variabel residual diperkirakan berhubungan antar waktu dan antar individu. Keuntungan dari penggunaan model ini adalah menghilangkan heteroskedastisitas namun syarat penggunaan model ini adalah jumlah crosssection harus lebih banyak dari variabel penelitian. Random Effect Model (REM) biasa disebut juga dengan Error Component Model (ECM) atau teknik Generalized Least Square (GLS). 3.6.3 Pemilihan Model Terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan untuk menentukan pemilihan model terbaik untuk mengestimasi regresi data panel, yaitu: 1) Uji Chow Pengujian ini dilakukan untuk menentukan pemilihan model antara fixed effect atau common effect dalam pengestimasian data panel. Apabila 73 74 nilai F hitung ˃ F kritis maka Ho ditolak. Apabila Ho ditolak maka model terpilih adalah Fixed Effect Model. Hipotesis yang dibentuk dalam Uji Chow adalah sebagai berikut : Ho : Common Effect Model Ha : Fixed Effect Model 2) Uji Hausman Pengujian ini dilakukan untuk memilih apakah model terbaik antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Apabila nilai statistik Haussman ˃ nilai kritis Chi-Squares maka Ho ditolak. Dengan demikian model terbaik untuk digunakan antara kedua model tersebut adalah Fixed Effect Model. Uji Haussman menggunakan hipotesis sebagai berikut : Ho : Random Effect Model Ha : Fixed Effect Model 3) Uji Lagrange Multiplier Pengujian ini dilakukan untuk memilih model terbaik antara Random Effect Model atau Common Effect Model. Apabila nilai LM hitung ˃ nilai kritis Chi-Squares maka Ho ditolak. Dengan demikian model yang paling tepat di antara kedua model tersebut adalah Random Effect Model. Uji Lagrange Multiplier menggunakan hipotesis sebagai berikut : Ho : Common Effect Model Ha : Random Effect Model 3.6.4 Uji Asumsi Klasik 74 75 Terdapat beberapa pengujian asumsi klasik dalam regresi linier yaiut Uji Linieritas, Uji Autokorelasi, Uji Heteroskedastisitas, Uji Multikolinieritas dan Uji Normalitas. Meskipun begitu, menurut Basuki (2016) tidak perlu menggunakan keseluruhan uji tersebut dalam regresi data panel. Hal ini disebabkan oleh : 1. Model sudah diasumsikan bersifat linier sehingga tidak perlu melakukan Uji Linearitas. 2. Mengacu pada BLUE (Best Linier Unbias Estimator) maka tidak perlu melakukan Uji Normalitas karena tidak termasuk di syarat yang wajib dipenuhi. 3. Uji Autokorelasi pada data yang tidak bersifat time-series (cross section atau panel) menjadi sia-sia. Hal ini dikarenakan autokorelasi hanya terjadi pada data yang bersifat time-series. 4. Uji Multikolinearitas perlu dilakukan ketika digunakan lebih dari satu variabel independen. Karena apabila hanya terdapat satu variabel independen maka tidak akan terjadi multikolinieritas. 5. Pada data cross-section rentan terjadi heteroskedastisitas. Untuk itu pada pengujian data panel yang lebih dekat kepada karakter data crosssection dibandingkan data time-series perlu dilakukan Uji Heteroskedastisitas. Berdasarkan beberapa hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada model regresi data panel uji asumsi klasik yang tepat digunakan adalah Uji 75 76 Multikolinieritas dan Uji Heteroskedastisitas saja. Penjelasan terkait Uji Multikolinearitas dan Uji Heteroskedastisitas adalah sebagai berikut : 1) Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas digunakan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel independen dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi diantara variabelvariabel bebasnya, maka hubungan antar variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Untuk mengetahui apakah dalam model regresi terdapat multikolinearitas atau tidak dapat dilihat berdasarkan nilai tolerance dan varian inflation factor (VIF). Apabila nilai VIF ≥ 10 dan nilai tolerance ≤ 0,1 mengindikasikan bahwa model regresi mengalami multikolinearitas. Begitu sebaliknya, apabila model regresi mempunyai nilai VIF ≤ 10 dan nilai tolerance ≥ 0,1 maka model regresi terbebas dari multikolinearitas. 2) Uji Heteroskedastisitas Uji untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang bersifat homoskedastisitas (Ghozali, 2013). Metode yang digunakan untuk uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah Uji White. Pengujian memenuhi persyaratan (Ho diterima yakni tidak terjadi heteroskedastisitas) 76 77 apabila nilai probabilitas chi-suare ˃ α 0,05. Sedangkan apabila nilai probabilitas chi-square ˂ α (0.05) maka Ho ditolak yang berarti terjadi heteroskedastisitas atau data varians tidak sama. 3.6.5 Uji Hipotesis Setelah melewati serangkaian uji sebelumnya, maka penelitian dilanjutkan dengan pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan dengan menguji koefisien determinasi atau R Squared (R2). Uji tersebut digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model regresi dalam menerangkan variasi variabel dependen. Selanjutnya dilakukan uji simultan (uji F) yang bertujuan untuk menunjukkan apakah seluruh variabel independen di dalam penelitian secara bersama-sama memngearuhi variabel dependen. Kemudian dilanjutnkan dengan uji parsial (Uji T) yakni uji signifikansi parameter individual. Uji T digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara individu terhadap variabel dependen dengan asumsi variabel lain dianggap konstan Model regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengujian Hipotesis H1 , H2, H3, dan H4 TAXAV = α + β1ΔPPE + β2 ΔINT + β3 ΔSALES + β4DTE + β5Sz + β6LEV + β7RoA + β8CFO + ε Keterangan TAXAV : : Tax Avoidance yang dilakukan perusahaan 77 78 ΔPPE : besar perubahan nilai gross PPE antara periode saat ini dengan periode sebelumnya ΔINT : besar perubahan nilai gross intangible asset antara periode saat ini dengan periode sebelumnya ΔSALES : Besar pertumbuhan penjualan antara periode saat ini dibandingkan periode sebelumnya DTE Sz : Nilai beban pajak tangguhan : Ukuran perusahaan menggunakan Logaritma natural dari total asset LEV : Leverage, perbandingan liabilitas dengan ekuitas menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) RoA : Profitabilitas perusahaan diukur melalui Return on Asset CFO : Arus kas operasional perusahaan ε : Error α : Konstanta 2. Pengujian Hipotesis H5 , H6, H7, dan H8 TAXAV = α + β1ΔPPE + β2 ΔINT + β3 ΔSALES + β4DTE + β5ΔPPE*EM + β6 ΔINT*EM + β7 ΔSALES*EM + β8DTE*EM + β9Sz + β10LEV + β11RoA + β12CFO + ε 78 79 Keterangan : TAXAV ΔPPE : Tax Avoidance yang dilakukan perusahaan : besar perubahan nilai gross PPE antara periode saat ini dengan periode sebelumnya ΔINT : besar perubahan nilai gross intangible asset antara periode saat ini dengan periode sebelumnya ΔSALES : Besar pertumbuhan penjualan antara periode saat ini dibandingkan periode sebelumnya DTE : Nilai beban pajak tangguhan EM : Manajemen laba diukur menggunakan nilai discretionary revenues Sz : Ukuran perusahaan menggunakan Logaritma natural dari total asset LEV : Leverage, perbandingan liabilitas dengan ekuitas menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) RoA : Profitabilitas perusahaan diukur melalui Return on Asset CFO : Arus kas operasional perusahaan ε : Error 79 80 α : Konstanta Berdasarkan kedua persamaan tersebut, persamaan pertama disusun tanpa menyertakan perhitungan variabel moderasi dengan hanya melibatkan variabel independen, variabel dependen dan variabel kontrol. Kemudian persamaan kedua disusun dengan melibatkan selurhu variabel untuk mengetahui pengaruh variabel moderasi apakah dapat memperkuat atau melemahkan. Untuk mendapatkan hipotesis alternatif digunakan tingkat signifikansi 5%. Apabila hasil analisis memiliki tingkat signifikansi ˂ dari 0,05 dan nilai koefisien regresi sesuai dengan prediksi maka hipotesis alternatif diterima. Kemudian apabila hasil uji R2 menyatakan mendekati 1 (satu) maka hasil tersebut mengindikasikan korelasi yang kuat antara variabel independen dengan variabel dependen. Namun, apabila hasil uji R2 menyatakan mendekati 0 (nol) maka terdapat korelasi yang lemah antara variabel independen dengan variabel dependen (Ghozali, 2013). Kemudian dalam pengujian simultan (Uji F) apabila hasil analisis memiliki tingkat signifikansi ˂ dari 0,05 maka dinyatakan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Sementara itu apabila nilai signifikansi ˃ dari 0,05 maka dinyatakan bahwa variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan tingkat kesalahan 0,05 (α = 5%). Terakhir dilakukan uji parsial (Uji t) dengan kembali menggunakan nilai signifikansi sebagai tolak ukur apakah hipotesis alternatif diterima atau 80 81 ditolak. Apabila nilai signifikansi ˂ dari 0,05 maka hipotesis alternatif diterima yang berarti variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Sementara itu apabila nilai signifikansi ˃ dari 0,05 maka hipotesis alternatif ditolak. Pengujian dilakukan dengan menggunakan tingkat kesalahan 0,05 (α = 5%). 81 82 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan pemilihan sampel dengan metode purposive sampling, dimana penulis memilih sampel berdasarkan ketersediaan variabel, pada laporan keuangan perusahaan, yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pemilihan sampel dilakukan dengan bantuan aplikasi Microsoft Excel untuk mengeliminasi data-data yang tidak lengkap dan tidak memenuhi kriteria penelitian. Tujuan dari penggunaan metode ini adalah agar data-data perusahaan yang disajikan dalam penelitian ini memberikan gambaran yang sebanding sehingga diharapkan hasil penelitian tidak bersifat bias. Jumlah populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2016 – 2018. Dimana jumlaah perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada periode tersebut berjumlah 187 perusahaan. Dari jumlah tersebut dilakukan penyaringan data dan pemlihan sampel sehingga pada akhirnya dipilih 49 sampel perusahaan untuk dilakukan observasi yang memiliki seluruh variabel keuangan, khususnya intangible asset, dan telah terdaftar sejak 1 Januari 2015 dikarenakan kebutuhan ketersediaan data meliputi tahun sebelumnya dari periode penelitian serta dengan mengecualikan data outlier sebanyak 4 perusahaan yaitu perusahaan dengan kode perusahaan KRAS, MBTO, MGNA dan SKBM. Data observasi dalam penelitian ini memiliki sifat cross section karena memiliki banyak data observasi dan time series karena terdiri dari beberapa tahun pengamatan sehingga dapat digolongkan menjadi penelitian data panel (pooled data regression). Adapun rangkaian proses pemlihan sampel adalah sebagai berikut. 82 83 Tabel 4.1 Kriteria Pemilihan Sampel No Kriteria Jumlah Ukuran 1 Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di 187 BEI s.d 2018 Perusahaan 2 Telah terdaftar sejak 1 Januari 2015 Perusahaan 3 Memiliki pos Intangible asset dalam 53 Laporan Keuangan Perusahaan 4 Data Outlier (4) Perusahaan 5 Jumlah Sampel 49 Perusahaan 6 Periode Observasi (2016 – 2018) 3 Tahun 7 Jumlah Observasi 147 Perusahaan x tahun 141 Sumber : Diolah oleh penulis dari www.idx.go.id dan output Eviews versi 9 4.2 Analisis Statistik Deskriptif Berdasarkan data-data yang peneliti observasi, sebelum dilakukan pengujian lebih lanjut terlebih dahulu dilakukan penyajian data dengan analisis statistik deskriptif untuk mendapatkan gambaran mengenai data yang dilakukan observasi. Menurut Sugiyono (2016), statistik deskriptif adalah teknik analisis data yang berupa pengolahan dan penyajian atas data yang telah dikumpulkan. Analisis statistik ini digunakan untuk melihat gambaran utuh mengenai bagaimana sebaran data observasi yang diamati dan untuk memberikan interpretasi dari data yang dikumpulkan. Melalui statistik deskriptif dapat terlihat pola sebaran data dan gambaran tentang ukuran pemusatan dan bentuk sebaran data. Ukuran pemusatan data menggambarkan bagaimana data terpusat. Penelitian ini menggunakan mean yang menggambarkan rata-rata dari masing-masing variabel untuk seluruh observasi dalam tiga tahun, serta median atau nilai tengah yang menggambarkan nilai data yang terletak di tengah kumpulan data yang telah 84 diurutkan. Sementara itu ukuran persebaran data meliputi nilai maksimum dan nilai minimum untuk menggambarkan nilai ekstrim tertinggi dan terendah dari data, serta deviasi standar untuk menggambarkan seberapa dekat titik data individu kepada nilai rata-rata atau mean. Ringkasan sajian data statistik deskriptif tersebut dapat terlihat lebih jelas pada tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Data Penelitian No Variabel Mean Median Maximum Minimum Std. Deviasi 1 CETR 0,195431 0,243662 1,318239 -0,471665 0,204287 2 PPE 0,122528 0,073343 1,828268 -0,658000 0,236239 3 INT 0,367225 0,002538 1,327298 -0,918497 1,409072 4 SALES 0,072583 0,071824 0,465159 -0,702004 0,138873 5 DTE 0,001025 -0,000172 0,043279 -0,021951 0,007502 6 SZ 15,23547 15,02077 19,65822 11,98020 15,29908 7 LEV 0,555155 0,448714 5,073297 0,076894 0,727558 8 ROA 0,074710 0,052668 0,634190 -0,927396 0,142479 9 CFO 1649208 169161 27692000 -2567883 4273049 10 EM -252.3803 -32261.58 1634577 -1489459 322964.7 Sumber : Diolah dari output Eviews 9 4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Independen Variabel fixed aset yang digunakan dalam penelitian ini adalah besaran perubahan nilai property, plant, and equipment dari tahun ini ke tahun sebelumnya. Variabel ini menggambarkan jumlah peningkatan maupun penurunan nilai investasi perusahaan pada asset tetap yang dimiliki. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian, nilai tertinggi pada 85 variabel ini adalah 1,828268 sementara nilai terendah adalah -0,658000 sehingga rentang data pada variabel ini adalah 2,486268. Kemudian nilai rata-rata atau mean dari variabel ini adalah 0,122528 dengan median sebesar 0,073343. Adapun nilai standar deviasi pada variabel ini sebesar 0,236239. Variabel intangible asset yang digunakan dalam penelitian ini adalah besaran perubahan nilai aset tak berwujud baik goodwill maupun aset tak berwujud lainnya dari tahun ke tahun dalam periode observasi. Variabel ini menggambarkan jumlah peningkatan maupun penurunan nilai investasi perusahaan pada asset tak berwujud yang dimiliki. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian, nilai tertinggi pada variabel ini adalah 1,327298 sementara nilai terendah adalah -0,918497 sehingga rentang data pada variabel ini adalah 2,245795. Kemudian nilai rata-rata atau mean dari variabel ini adalah 0,367225 dengan median sebesar 0,002538. Adapun nilai standar deviasi pada variabel ini sebesar 1,409072. Variabel sales growth yang digunakan dalam penelitian ini adalah besaran perubahan nilai penjualan dari tahun ke tahun. Variabel ini menggambarkan jumlah peningkatan maupun penurunan nilai penjualan bersih yang berhasil dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian, nilai tertinggi pada variabel ini adalah 0.465159 sementara nilai terendah adalah -0,702004 sehingga rentang data pada variabel ini adalah 1,167163. Kemudian nilai rata-rata atau mean dari variabel ini adalah 0,072583 dengan median sebesar 0,071824. Adapun nilai standar deviasi pada variabel ini sebesar 0,138873. Variabel deferred tax expense yang digunakan dalam penelitian ini adalah besar jumlah beban pajak tangguhan pada tiap tahun fiskal yang dilakukan observasi. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian, nilai tertinggi pada variabel ini adalah 0,043279 sementara nilai terendah adalah -0,021951 sehingga rentang data pada variabel ini adalah 86 0,065230. Kemudian nilai rata-rata atau mean dari variabel ini adalah 0,001025 dengan median sebesar -0,000172. Adapun nilai standar deviasi pada variabel ini sebesar 0,007502. 4.2.2 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Dependen Variabel dependen digunakan dalam penelitian ini adalah Tax avoidance (TAXAV i,t). Semakin tinggi nilai pada variabel ini maka semakin besar pula kemungkinan melakukan penghindaran pajak dan begiu pula sebaliknya. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian, nilai tertinggi pada variabel ini adalah 1,318239 sementara nilai terendah adalah 0,471665 sehingga rentang data pada variabel ini adalah 1,789904. Kemudian nilai rata-rata atau mean dari variabel ini adalah 0,195431 dengan median sebesar 0,243662. Adapun nilai standar deviasi pada variabel ini sebesar 0,204287. 4.2.3 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Moderasi Penelitian ini menggunakan variabel moderasi berupa Manajemen Laba (EM). Variabel manajemen laba dihitung dengan menggunakan pendekatan yang dilakukan Stubben (2010) dengan metode conditional revenue model yaitu dari nilai residu hasil regresi persamaan manajemen laba yang telah dijelaskan di bab sebelumnya. Variabel ini menggambarkan kemungkinan perusahaan melakukan rekayasa atas laba dengan tidak berdasarkan kondisi sebenarnya. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian, nilai tertinggi pada variabel ini adalah 1.634.577 sementara nilai terendah adalah -1.489.459 sehingga rentang data pada variabel ini adalah 3.124.036. Kemudian nilai rata-rata atau mean dari variabel moderasi ini adalah -252,3803 dengan median sebesar -32.261,58. Adapun nilai standar deviasi pada variabel ini sebesar 322.964,70. 4.2.4 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Kontrol 87 Penelitian ini menggunakan variabel kontrol dengan tujuan untuk membatasi hasil pengujian dari pengaruh luar. Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan (Sz), leverage (LEV), profitabilitas (ROA) dan operational cash flow (CFO). Variabel ukuran perusahaan (Sz) didapat dari hasil log natural nilai total aset yang dimiliki perusahaan. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian, nilai tertinggi pada variabel ini adalah 19,65822 sementara nilai terendah adalah 11,98020 sehingga rentang data pada variabel ini adalah 7,67802. Kemudian nilai rata-rata atau mean dari variabel ini adalah 15,23547 dengan median sebesar 15,02077. Adapun deviasi standar pada variabel ini senilai 15,29908. Variabel kontrol berikutnya adalah leverage (LEV). Variabel ini menggambarkan penggunaan dana pinjaman untuk kegiatan perusahaan. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian, nilai tertinggi pada variabel ini adalah 5,073297 sementara nilai terendah adalah 0,076894 sehingga rentang data pada variabel ini adalah 4,996403. Kemudian nilai rata-rata atau mean dari variabel ini adalah 0,555155 dengan median sebesar 0,448714. Adapun deviasi standar pada variabel ini senilai 0,727558. Variabel profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini menggambarkan tingkat keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan atas kegiatan operasional mereka. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian, nilai tertinggi pada variabel ini adalah 0,634190 sementara nilai terendah adalah -0,927396 sehingga rentang data pada variabel ini adalah 1,561586. Kemudian nilai rata-rata atau mean dari variabel ini adalah 0,074710 dengan median sebesar 0,052668. Adapun deviasi standar pada variabel ini senilai 0,142479. Variabel kontrol terakhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah operational cash flow (CFO). Variabel ini menggambarkan jumlah penerimaan ataupun pengeluaran kas yang didapatkan dari kegiatan operasional. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian, nilai 88 tertinggi pada variabel ini adalah 27.692.000 sementara nilai terendah adalah -2.567.883 sehingga rentang data pada variabel ini adalah 30.259.883. Kemudian nilai rata-rata atau mean dari variabel ini adalah 1.649.208 dengan median sebesar 169.161. Adapun deviasi standar pada variabel ini senilai 4.273.049. 4.3 Analisis Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data panel, dimana pengujian atas data panel melibatkan 3 jenis model pengujian yaitu Common Effect Model, Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Dalam menentukan model mana yang paling tepat digunakan dalam menganalisa data yang tersedia dalam penelitian ini maka dilakukan beberapa pengujian terlebih dahulu, yaitu Uji Chow, Uji Hausman dan Uji Lagrange Multiplier. Hasil dari pengujian-pengujian tersebut akan memberikan rekomendasi penggunaan model pengujian terbaik berdasarkan sifat data yang tersedia dalam penelitian ini. Sehubungan dengan penggunaan variabel moderasi di dalam penelitian ini maka terdapat dua persamaan regresi yang perlu dihitung untuk mendapatkan pengaruh antar variabel. Persamaan regresi pertama hanya melibatkan variabel independen, variabel dependen dan variabel kontrol. Sementara persamaan regresi kedua melibatkan seluruh variabel termasuk variabel moderasi. Setelah ditentukan. Untuk mempermudah memahami sajian data hasil pengujian yang telah penulis lakukan maka penyajian data tersebut dipisah antara hasil pengujian terhadap persamaan regresi pertama (Persamaan 1) dan persamaan regresi kedua (Persamaan 2). Adapun hasil pengujian model tersebut disajikan sebagai berikut. 4.3.1 Pemilihan Model Regresi Persamaan 1 Persamaan ini merupakan persamaan regresi antara variabel independen, variabel dependen dan variabel kontrol. Tujuan akhir dari perhitungan atas persamaan ini adalah 89 melihat apakah variabel independen dengan keterlibatan variabel kontrol berpengaruh terhadap variabel dependen. 4.3.1.1 Uji Chow Pengujian model terbaik yang pertama dilakukan adalah Uji Chow. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan model regresi data panel yang lebih baik diantara Common Effect Model (CEM) atau juga disebut ordinary least square (OLS) model dengan Fixed Effect Model (FEM). Hipotesis yang dibangun di dalam pengujian ini yaitu : • Ho = common effect model (CEM) • Ha = fixed effect model (FEM) Pengujian dilakukan dengan menggunakan aplikasi EViews versi 9. Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: - Memunculkan persamaan regresi variabel independen, variabel kontrol dan variabel dependen - Melakukan regresi dengan menggunakan estimation output berupa metode Fixed Effect Model - Menampilkan hasil uji chow melalui menu View > Fixed/Random Effect Testing > Redundant Fixed Effect- Likelihood Ratio. Tingkat signifikansi (α) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5% (α = 0,05). Dengan demikian, hasil pegujian didasarkan pada ketentuan jika nilai Prob. pada Crosssection Chi-Square ˂ α maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga model yang direkomendasikan adalah Fixed Effect Model. Sebaliknya, jika nilai Prob. pada Cross-section 90 Chi-Square ˃ α maka Ha ditolak dan Ho diterima sehingga model yang direkomendasikan adalah Common Effect Model. Hasil uji chow menunjukkan nilai Prob. pada Cross-section Chisquare sebesar 0,0023. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05), dengan demikian berarti Ho ditolak. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa model regresi data panel yang direkomendasikan berdasarkan hasil uji chow adalah Fixed Effect Model (FEM) Tabel 4.3 Uji Chow Persamaan 1 Test Summary Cross-section random Chi-Sq. Statistik 2.022445 Chi-Sq. d.f. (47.87) Prob 0.0023 Sumber : Diolah dari Output Eviews 9 4.3.1.2 Uji Hausman Pengujian selanjutnya yang dilakukan adalah uji hausman. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan model regresi data panel yang lebih baik diantara random effect model (REM) dan fixed effect model (FEM). Hipotesis yang diajukan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: • Ho = random effect model (REM) • Ha = fixed effect model (FEM) Pengujian dilakukan dengan menggunakan aplikasi EViews versi 9. Tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: - Memunculkan persamaan regresi variabel independen, variabel kontrol dan variabel dependen 91 - Melakukan regresi menggunakan estimation output berupa metode Random Effect Model - Menampilkan hasil uji chow melalui menu View > Fixed/Random Effect Testing > Correlated Random Effect- Hausman Test Penentuan model regresi data panel dilakukan dengan cara melihat nilai Prob. pada Cross-section random untuk kemudian dibandingkan dengan tingkat signifikansi (α). Tingkat signifikansi (α) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5% (α = 0,05). Dengan demikian, hasil pegujian didasarkan pada ketentuan jika nilai Prob. pada Cross-section random ˂ α maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga model yang direkomendasikan adalah fixed effect model. Sebaliknya, jika nilai Prob. pada Cross-section random ˃ α maka Ha ditolak dan Ho diterima sehingga model yang direkomendasikan adalah random effect model. Hasil uji hausman menunjukkan nilai Prob. pada Cross-section random sebesar 0,0426 atau sebesar 4,26%. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) yang berarti Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi data panel yang direkomendasikan berdasarkan hasil uji hausman adalah Fixed Effect Model (FEM) Tabel 4.4 Uji Hausman Persamaan 1 Test Summary Chi-Sq. Statistik Chi-Sq. d.f. Prob Cross-section random 15.981943 8 0.0426 Sumber : Diolah dari Output Eviews 9 4.3.1.3 Uji Lagrange Multiplier Pengujian terakhir yang dilakukan adalah uji lagrange multiplier. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan model regresi data panel yang lebih baik diantara common effect 92 model (CEM) model dan random effect model (REM). Namun dalam pengujian model atas persamaan regresi pertama ini, dikarenakan hasil uji chow dan uji hausman sebelumnya telah menunjukkan model terbaik berupa Fixed Effect Model (FEM), tidak perlu lagi dilakukan uji lagrange multipler. Hasil pengujian model di atas disajikan secara lebih ringkas pada tabel berikut. Tabel 4.5 Uji Pemilihan Model Regresi Data Panel Persamaan 1 No Test Common Effect Fixed Effect Random Effect 1 Uji Chow x v - 2 Uji Hausman - v X 3 Uji Lagrange Multipler 4 Model digunakan Tidak dilakukan - v - Sumber : Diolah dari hasil pengujian menggunakan aplikasi Eviews 9 4.3.2 Pemilihan Model Regresi Persamaan 2 Persamaan regresi kedua (Persamaan 2) ini merupakan persamaan regresi yang melibatkan seluruh variabel, baik variabel independen, variabel dependen, variabel kontrol dan variabel moderasi. Tujuan akhir dari perhitungan atas persamaan ini adalah melihat apakah variabel independen dengan keterlibatan variabel kontrol berpengaruh terhadap variabel dependen. Serta menguji apakah manajemen laba dapat menjadi variabel pemoderasi pada hubungan antara book tax difference sebagai variabel independen dengan tax avoidance sebagai variabel dependen. 4.3.2.1 Uji chow Seperti pengujian sebelumnya pada persamaan 1, pengujian model yang pertama dilakukan pada persamaan 2 ini adalah Uji Chow. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan 93 model regresi data panel yang lebih baik diantara Common Effect Model (CEM) atau juga disebut ordinary least square (OLS) model dengan Fixed Effect Model (FEM). Hipotesis yang dibangun di dalam pengujian ini yaitu : • Ho = common effect model (CEM) • Ha = fixed effect model (FEM) Pengujian dilakukan dengan menggunakan aplikasi EViews versi 9. Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: - Memunculkan persamaan regresi variabel dependen, variabel independen, variabel kontrol, dan variabel moderasi - Melakukan regresi dengan menggunakan estimation output berupa metode Fixed Effect Model - Menampilkan hasil uji chow melalui menu View > Fixed/Random Effect Testing > Redundant Fixed Effect- Likelihood Ratio. Tingkat signifikansi (α) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5% (α = 0,05). Dengan demikian, hasil pegujian didasarkan pada ketentuan jika nilai Prob. pada Crosssection Chi-Square ˂ α maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga model yang direkomendasikan adalah fixed effect model. Sebaliknya, jika nilai Prob. pada Cross-section Chi-Square ˃ α maka Ha ditolak dan Ho diterima sehingga model yang direkomendasikan adalah common effect model. Hasil uji chow menunjukkan nilai Prob. pada Cross-section Chisquare sebesar 0,0044. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05), yang berarti Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi data panel yang direkomendasikan berdasarkan hasil uji chow adalah Fixed Effect Model (FEM) 94 Tabel 4.6 Uji Chow Persamaan 2 Test Summary Chi-Sq. Statistik Chi-Sq. d.f. Prob Cross-sectin random 1,932502 (47,83) 0,0044 Sumber : Diolah dari Output Eviews 9 4.3.2.2 Uji Hausman Pengujian selanjutnya yang dilakukan adalah uji hausman. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan model regresi data panel yang lebih baik diantara random effect model (REM) dan fixed effect model (FEM). Hipotesis yang diajukan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: • Ho = random effect model (REM) • Ha = fixed effect model (FEM) Pengujian dilakukan dengan menggunakan aplikasi EViews versi 9. Tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: - Memunculkan persamaan regresi variabel dependen, variabel independen, variabel kontrol, dan variabel moderasi - Melakukan regresi menggunakan estimation output berupa metode Random Effect Model - Menampilkan hasil uji chow melalui menu View > Fixed/Random Effect Testing > Correlated Random Effect- Hausman Test Penentuan model regresi data panel dilakukan dengan cara melihat nilai Prob. pada Cross-section random untuk kemudian dibandingkan dengan tingkat signifikansi (α). Tingkat 95 signifikansi (α) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5% (α = 0,05). Dengan demikian, hasil pengujian didasarkan pada ketentuan jika nilai Prob. pada Cross-section random ˂ α maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga model yang direkomendasikan adalah fixed effect model. Sebaliknya, jika nilai Prob. pada Cross-section random ˃ α maka Ha ditolak dan Ho diterima sehingga model yang direkomendasikan adalah random effect model. Hasil uji hausman menunjukkan nilai Prob. pada Cross-section random sebesar 0,2854 atau sebesar 28,54%. Nilai tersebut lebih besar dari α (0,05) yang berarti Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi data panel yang direkomendasikan berdasarkan hasil uji hausman adalah Random Effect Model (REM). Tabel 4.7 Uji Hausman Persamaan 2 Test Summary Cross-section random Chi-Sq. Statistik 14,244388 Chi-Sq. d.f. 12 Prob 0,2854 Sumber : Diolah dari Output Eviews 9 4.3.1.3 Uji Lagrange Multiplier Pengujian terakhir yang dilakukan adalah uji lagrange multiplier. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan model regresi data panel yang lebih baik diantara common effect model (CEM) model dan random effect model (REM). Hipotesis yang diajukan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: • Ho = common effect model (CEM) • Ha = random effect model (REM) Pengujian dilakukan dengan menggunakan aplikasi EViews versi 9. Tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 96 - Memunculkan persamaan regresi variabel dependen, variabel independen, variabel kontrol, dan variabel moderasi - Melakukan regresi menggunakan estimation output berupa metode Common Effect Model - Menampilkan hasil uji lagrange multiplier melalui menu View > Fixed/Random Effect Testing > Random Effect – Langrange Multiplier Penentuan model regresi data panel dilakukan dengan cara melihat nilai Both pada Breusch-Pagan untuk kemudian dibandingkan dengan tingkat signifikansi (α). Tingkat signifikansi (α) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5% (α = 0,05). Dengan demikian, hasil pegujian didasarkan pada ketentuan jika nilai Both pada Breusch-Pagan ˂ α maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga model yang direkomendasikan adalah random effect model. Sebaliknya, jika nilai Both pada Breusch-Pagan ˃ α maka Ha ditolak dan Ho diterima sehingga model yang direkomendasikan adalah common effect model. Hasil uji lagrange multiplier menunjukkan nilai cross-section pada Breusch-Pagan sebesar 0,0199. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi data panel yang direkomendasikan berdasarkan hasil uji lagrange multiplier adalah Random Effect Model (REM). Tabel 4.8 Uji Lagrange Multiplier Persamaan 2 Test Summary Breusch-Pagan Cross-section 0,0199 Hypoth. Time 0,5883 Both 0,0169 Sumber : Diolah dari Output Eviews 9 Hasil pengujian model di atas disajikan secara lebih ringkas pada tabel berikut. 97 Tabel 4.9 Uji Pemilihan Model Regresi Data Panel Persamaan 2 No Test Common Effect Fixed Effect Random Effect 1 Uji Chow x v - 2 Uji Hausman - x v 3 Uji Lagrange Multipler x - v 4 Model digunakan - - v Sumber : Diolah dari hasil pengujian menggunakan aplikasi Eviews 9 4.4 Uji Asumsi Klasik Berdasarkan hasil pengujian sebelumnya telah terpilih penggunaan model regresi terbaik untuk selanjutnya diregresikan menggunakan aplikasi Eviews 9 sehingga akan diketahui pengaruh yang terjadi antar variabel. Pengujian pada persamaan 1 sebelumnya memunculkan model Fixed Effect Model untuk digunakan dalam pengujian selanjutnya. Kemudian dalam pengujian pada persamaan 2 sebelumnya memunculkan model Fixed Effect Model untuk digunakan dalam pengujian selanjutnya. Setelah melakukan pengujian pemilihan model regresi data panel, langkah selanjutnya adalah melakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan agar model regresi memenuhi asumsi BLUE (Best Linear Unbiased Estimated) atau model yang tidak bias. Terdapat beberapa pengujian dalam uji asumsi klasik, diantaranya uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji multikolinearitas dan uji autokorelasi. Menurut Basuki (2016:108), dalam pengujian dengan menggunakan data panel tidak perlu seluruh uji asumsi klasik tersebut dilakukan melainkan hanya uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas saja yang perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan dalam prasyarat BLUE, uji normalitas tidak termasuk sebagai salah satu syarat tersebut. Kemudian terkait uji autokorelasi disebutkan bahwa hal ini hanya terjadi pada 98 data yang bersifat time series sementara pada data panel hal ini hanya akan menjadi sia-sia apabila dilakukan. Seperti pada pengujian dalam pemilihan model, penulis membagi uji asumsi klasik berdasarkan persamaan regresi pertama (Persamaan 1) dan persamaan regresi kedua (Persamaan 2). 4.4.1 Uji Asumsi Klasik Persamaan 1 Seperti halnya pada pengujian sebelumnya, persamaan 1 ini merupakan persamaan regresi yang melibatkan variabel independen, variabel dependen dan variabel kontrol. Tujuan akhir dari perhitungan atas persamaan ini adalah melihat apakah variabel independen dengan keterlibatan variabel kontrol berpengaruh terhadap variabel dependen. 4.4.1.1 Uji Mulikolinearitas Uji Multikolinearitas digunakan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel independen dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi diantara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antar variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Untuk melihat ada tidaknya multikolinearitas yang terjadi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : a. Menganalisa matriks korelasi antar variabel independen. Jika terdapat korelasi antar variabel independen yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini mengindikasikan terjadi masalah multikolinearitas yang serius pada model regresi. b. Melihat nilai tolerance dan variance inflation factors (VIF). Nilai tolerance dan VIF menunjukan apakah setiap variabel independen dijelaskan oleh variabel 99 independen lainnya. Nilai cut off yang umum digunakan untuk menilai multikolinearitas adalah sebesar 0,10 untuk nilai tolerance dan 10 untuk VIF (Ghozali, 2016). Jika hasil perhitungan nilai tolerance menunjukkan nilai ≤ 0,10 dan nilai VIF ≥ 10 maka dianggap terdapat masalah multikolinearitas yang serius pada model regresi. Penelitian ini menggunakan cara pada poin b yaitu dengan melihat nilai VIF. Berdasarkan hasil pengujian didapati bahwa seluruh variabel memiliki nilai VIF ≤ 10 sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi ini terbebas dari multikolinearitas. Hasil pengujian secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.10 Uji Multikolinearitas Persamaan 1 No Variabel Coefficient Variance Uncenterd VIF Centered VIF 1 PPE 0,005835 1,645441 1,167714 2 INT 0,000140 1,179372 1,075783 3 SALES 0,028183 2,389516 1,533224 4 DTE 5,865253 1,161825 1,118576 5 ROA 0,064019 3,797438 1,859909 6 LEV 0,016909 31,40069 2,379135 7 SZ 0,018980 24272,40 2,125628 8 CFO 3,62E-16 6,759847 1,073258 9 C 4,599636 25252,72 NA Sumber : Diolah dari Output Eviews 9 100 4.4.1.2 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang bersifat homoskedastisitas (Ghozali,2013). Metode yang digunakan untuk uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah Uji White. Pengujian memenuhi persyaratan (Ho diterima yakni tidak terjadi heteroskedastisitas) apabila nilai probabilitas chi-square ˃ α (0,05) . Sedangkan apabila nilai probabilitas chi-square ˂ α (0.05) maka Ho ditolak yang berarti terjadi heteroskedastisitas atau data varians tidak sama. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang berarti berada di bawah nilai 0,05 (α). Dengan demikian Ho dinyatakan ditolak atau dalam arti lain bahwa telah terjadi heteroskedastisitas pada data tersebut. Untuk itu dilakukan perbaikan data pada uji asumsi klasik yaitu dengan cara mengubah GLS weight menjadi Cross Section Weight. Hasil pengujian secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.11 Uji Heteroskedastisitas Persamaan 1 Test Summary Breusch-Pagan LM Chi-Sq. Statistik 1790,629 Chi-Sq. d.f. 1128 Prob 0,0000 Sumber : Diolah dari Output Eviews 9 4.4.2 Uji Asumsi Klasik Persamaan 2 Seperti halnya pada pengujian sebelumnya, persamaan 2 ini merupakan persamaan regresi yang melibatkan seluruh variabel yaitu variabel independen, variabel dependen, 101 variabel kontrol dan variabel moderasi. Tujuan akhir dari perhitungan atas persamaan ini adalah melihat apakah variabel independen dengan keterlibatan variabel kontrol berpengaruh terhadap variabel dependen. Serta menguji apakah manajemen laba dapat menjadi variabel pemoderasi pada hubungan antara book tax difference sebagai variabel independen dengan tax avoidance sebagai variabel dependen. 4.4.2.1 Uji Mulikolinearitas Uji Multikolinearitas digunakan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel independen dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi diantara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antar variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Untuk melihat ada tidaknya multikolinearitas yang terjadi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : a. Menganalisa matriks korelasi antar variabel independen. Jika terdapat korelasi antar variabel independen yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini mengindikasikan terjadi masalah multikolinearitas yang serius pada model regresi. b. Melihat nilai tolerance dan variance inflation factors (VIF). Nilai tolerance dan VIF menunjukan apakah setiap variabel independen dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai cut off yang umum digunakan untuk menilai multikolinearitas adalah sebesar 0,10 untuk nilai tolerance dan 10 untuk VIF (Ghozali, 2016). Jika hasil perhitungan nilai tolerance menunjukkan nilai ≤ 0,10 dan nilai VIF ≥ 10 maka dianggap terdapat masalah multikolinearitas yang serius pada model regresi. 102 Penelitian ini menggunakan cara pada poin b yaitu dengan melihat nilai VIF. Berdasarkan hasil pengujian didapati bahwa seluruh variabel memiliki nilai VIF ≤ 10 sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi ini terbebas dari multikolinearitas. Hasil pengujian secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.12 Uji Multikolinearitas Persamaan 2 Variabel Coefficient Variance Uncenterd VIF Centered VIF PPE 0,004675 1,339988 1,155450 INT 0,000159 1,479341 1,422670 SALES 0,017942 1,619814 1,355097 DTE 5,984597 1,474202 1,452890 ROA 0,034780 2,902353 2,394707 LEV 0,000798 1,858996 1,195054 SZ 0,000281 176,2235 1,772972 CFO 4,73E-17 2,761909 2,402248 EM*PPE 2,31E-13 8,727587 8,666695 EM*INT 4,79E-15 1,692308 1,691870 EM*SALES 2,21E-13 9,377726 9,355398 EM*DTE 2,97E-11 2,037866 2,037682 C 0,063115 168,0059 NA Sumber : Diolah dari Output Eviews 9 4.4.2.2 Uji Heteroskedastisitas 103 Salah satu karakteristik pada model regresi Random Effect Model (REM) adalah sifat datanya menhilangkan heteroskedastisitas. Untuk itu pada persamaan 2 dengan model Random Effect Model ini tidak perlu lagi dilakukan uji heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil uji asumsi klasik atas persamaan 1 dan persamaan 2 tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut. Tabel 4.13 Hasil Uji Asumsi Klasik No 1 Model Regresi Persamaan 1 Asumsi Klasik Hasil Uji Perlakuan Multikolinearitas Tidak ada Tidak ada Heteroskedastisitas Ada Cross-section weight 2 Persamaan 2 Multikolinearitas Tidak ada Tidak ada Heteroskedastisitas Tidak ada Tidak ada Sumber : Diolah dari Output Eviews 9 4.5 Uji Regresi Data Panel Analisis regresi data panel merupakan tahap pengujian utama dalam penelitian ini. Ghozali dan Ratmono (2013) menyatakan bahwa ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari kelayakan model regresi tersebut (goodness of fit). Kelayakan model regresi (goodness of fit) dapat diukur secara statistik dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t. Ketiga pengujian tersebut dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut. 4.5.1 Analisis Persamaan Regresi 104 Analisis persamaan regresi pada penelitian ini, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dilakukan sebanyak dua kali, yaitu persamaan 1 dengan hanya melibatkan variabel dependen, variabel independen dan variabel kontrol serta persamaan 2 yang melibatkan seluruh variabel baik variabel dependen, variabel independen, variabel kontrol dan variabel moderasi. Adapun bentuk dari persamaan regresi pertama sebagai berikut. TAXAV = α + β1ΔPPE + β2 ΔINT + β3 ΔSALES + β4DTE + β5Sz + β6LEV + β7RoA β8CFO + ε Setelah melakukan regresi dengan metode fixed effect model dengan crosssection weight dan coef. covariant pada white (diagonal) menggunakan Eviews 9, maka diperoleh hasil regresi seperti tertera pada Tabel 4.14 berikut. Tabel 4.14 Fixed Effect Model dengan Cross-section weight & White (diagonal) Variabel Coefficient Std. Error t-Statistik Prob. PPE 0,062709 0,037826 1,657839 0,1010 INT -0,000357 0,002721 -0,131069 0,8960 SALES 0,077463 0,020501 3,778536 0,0003 DTE -1,917991 0,620378 -3,091651 0,0027 ROA -0,254786 0,069013 -3,691867 0,0004 LEV -0,224590 0,044005 -5,103757 0,0000 SZ -0,043705 0,017613 -2,481469 0,0150 + 105 CFO 2,75E-09 1,66E-09 1,654715 0,1016 C 0,990269 0,283594 3,491852 0,0008 Weighted Statistiks R-squared 0,993031 Mean dependent var 1,130328 Adjusted R-squared 0,988625 S.D. dependent var 1,977267 S.E. of Regression 0,145741 Sum squared resid 1,847919 F-statistik 225,3946 Durbin-Watson stat 2,825134 Prob (F-statisic) 0,000000 Sumber : Output Eviews versi 9 Berdasarkan tabel 4.14 tersebut maka diketahui persamaan regresi pertama (Persamaan 1) dengan menggunakan Fixed Effect Model dengan cross-section weight dan white (diagonal) adalah sebagai berikut. TAXAV = 0,990269 + 0,062709 ΔPPE – 0,000357 ΔINT + 0,077463 ΔSALES – 1,917991 DTE - 0,043705 Sz - 0,224590 LEV - 0,254786 RoA + 2,75e-09 CFO + ε Berdasarkan persamaan regresi pertama (Persamaan 1) di atas, dapat diketahui bahwa koefisien regresi variabel fixed aset (ΔPPE i,t) dan pertumbuhan pendapatan (ΔSALES i,t) memiliki koefisien positif yang berarti hubungan fungsional variabel independen tersebut berbanding lurus dengan koefisien variabel dependen (TAXAV) sehingga peningkatan (penurunan) variabel tersebut akan menyebabkan pula peningkatan (penurunan) pada variabel dependen Tax avoidance (TAXAVi,t). 106 Persamaan regresi pertama diatas juga dapat menjelaskan bahwa koefisien regresi variabel intangible asset (ΔINT i,t) dan beban pajak tangguhan (DTE i,t) bernilai negatif yang berarti hubungan fungsional kefua variabel independen tersebut berbanding terbalik dengan koefisien variabel dependen sehingga peningkatan (penurunan) variabel tersebut akan menyebabkan peningkatan (penurunan) pada variabel dependen Tax avoidance (TAXAV i,t). Sementara itu pada variabel kontrol, yang terdiri dari variabel ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas dan operational cash flow, hanya terdapat variabel operational cash flow (CFO) yang koefisiennya bernilai positif. Sehingga setiap peningkatan (penurunan) variabel tersebut akan menyebabkan pula peningkatan (penurunan) pada variabel dependen Tax avoidance (TAXAV i,t). Di sisi lain variabel ukuran perusahaan (SZ i,t), leverage (LEV i,t) dan profitabilitas (ROA i,t) memiliki koefisien negative. Hal ini berarti ketiga variabel tersebut memiliki hubungan berbanding terbalik dengan variabel dependennya yaitu Tax avoidance (TAXAV i,t). Penjelasan lebih rinci dari hasil persamaan regresi tersebut adalah sebagai berikut: a. Apabila seluruh variabel independen meliputi variabel fixed aset (ΔPPE i,t), intangible asset (ΔINT i,t), sales growth (ΔSALES i,t) dan beban pajak tangguhan (DTE I,t), kemudian variabel kontrol yang meliputi ukuran perusahaan (SZ i,t), leverage (LEV i,t), profitabilitas (ROA i,t) dan operational cash flow (CFO i,t) dianggap konstan, maka nilai Transfer Pricing Aggressiveness (TPi,t) adalah 0,990269. 107 b. β1 = 0,062709 artinya jika nilai variabel fixed aset (ΔPPE i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami kenaikan sebesar 0,062709 basis poin dengan asumsi variabel – variabel lainnya konstan (ceteris paribus). c. β2 = -0,000357 artinya apabila variabel intangible asset (INT i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami penurunan sebesar 0,000357 basis poin dengan asumsi variabel – variabel lainnya konstan (ceteris paribus). d. β3 = 0,077463 artinya jika nilai variabel sales growth (SALES i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami kenaikan sebesar 0,077463 basis poin dengan asumsi variabel – variabel lainnya konstan (ceteris paribus). e. β4 = - 1,917991 artinya jika nilai variabel beban pajak tangguhan (DTE i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami penurunan sebesar 1,917991 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). f. β5 = - 0,043705 artinya jika variabel ukuran perusahaan (SZi,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami penurunan sebesar 0,043705 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). g. β6 = - 0,224590 artinya jika variabel leverage (LEV i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami 108 penurunan sebesar 0.012005 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). h. β7 = - 0,254786 artinya jika variabel profitablitas (ROA i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami kenaikan sebesar 0.012005 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). i. β8 = 2,75e-09 artinya jika variabel operational cash flow (CFO i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami kenaikan sebesar 2,75e-09 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). Kemudian setelah dilakukannya persamaan regresi pertama (Persamaan 1) dengan hasil seperti pada tabel 4.15 di atas selanjutnya dilakukan analisis regresi terhadap persamaan 2 yang melibatkan variabel moderasi untuk mengetahui apakah variabel moderasi dapat memperkuat atau melemahkan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Adapun persamaan regresi kedua (Persamaan 2) disajikan seperti berikut ini. TAXAV = α + β1ΔPPE + β2 ΔINT + β3 ΔSALES + β4DTE + β5ΔPPE*EM + β6 ΔINT*EM + β7 ΔSALES*EM + β8DTE*EM + β9Sz + β10LEV + β11RoA + β12CFO + ε Setelah melakukan regresi dengan metode random effect model dengan coef. covariant pada white (diagonal) menggunakan Eviews 9, maka diperoleh hasil regresi seperti tertera pada tabel berikut. Tabel 4.15 Random Effect Model dengan White (diagonal) 109 Variabel Coefficient Std. Error t-Statistik Prob. PPE 0.132815 0.116737 1.137726 0.2573 INT -0.001648 0.010864 -0.151691 0.8797 SALES 0.198926 0.116395 1.709063 0.0898 DTE -4.361302 2.055864 -2.121396 0.0358 ROA 0.288683 0.170305 1.695089 0.0925 LEV -0.056325 0.024392 -2.309208 0.0225 SZ -0.016773 0.015934 -1.052652 0.2945 CFO 3.87E-09 6.20E-09 0.624932 0.5331 ΔPPE*EM -3.60E-08 4.83E-07 -0.074463 0.9408 ΔINT*EM -2.22E-08 4.70E-08 -0.472668 0.6372 ΔSALES*EM 3.96E-07 4.29E-07 0.922587 0.3579 DTE*EM -3.73E-07 3.82E-06 -0.097645 0.9224 C 0.425959 0.238045 1.789401 0.0759 Weighted Statistiks R-squared 0,178808 Mean dependent var 0.137453 Adjusted R-squared 0,103006 S.D. dependent var 0.174562 S.E. of Regression 0,165471 Sum squared resid 3.559481 F-statistik 2.358878 Durbin-Watson stat 1.840725 Prob (F-statisic) 0,008906 Sumber : Output Eviews versi 9 110 Berdasarkan tabel 4.15 tersebut maka diketahui persamaan regresi kedua (Persamaan 2) dengan menggunakan Random Effect Model dengan coef. covariant pada white (diagonal) adalah sebagai berikut. TAXAV = 0,425959 + 0,132815 ΔPPE - 0,001648 ΔINT + 0,198926 ΔSALES – 4,361302 DTE - 3,60E-8 ΔPPE*EM - 2,22E-08 ΔINT*EM + 3,96E-07 ΔSALES*EM - 3,73E-07 DTE*EM - 0, 016773 Sz - 0,056325 LEV + 0,288683 RoA + 3,87E-09 CFO + ε Berdasarkan persamaan regresi kedua (Persamaan 2) di atas yang memuat moderasi dari variabel manajemen laba, dapat diketahui bahwa koefisien regresi variabel fixed aset (ΔPPE i,t) dan pertumbuhan pendapatan (ΔSALES i,t) memiliki koefisien positif yang berarti hubungan fungsional variabel independen tersebut berbanding lurus dengan koefisien variabel dependen (TAXAV i,t) sehingga peningkatan (penurunan) variabel tersebut akan menyebabkan pula peningkatan (penurunan) pada variabel dependen Tax avoidance (TAXAV i,t). Hal ini juga terjadi pada hasil moderasi antara manajemen laba dengan nilai sales growth dimana hasilnya bernilai positif sehingga setiap peningkatan (penurunan) variabel tersebut akan menyebabkan pula peningkatan (penurunan) pada variabel dependen Tax avoidance (TAXAV i,t). Persamaan regresi kedua tersebut juga dapat menjelaskan bahwa koefisien regresi variabel intangible asset (ΔINT i,t) dan beban pajak tangguhan (DTE i,t) bernilai negatif yang berarti hubungan fungsional kefua variabel independen tersebut berbanding terbalik dengan koefisien variabel dependen sehingga peningkatan (penurunan) variabel tersebut akan menyebabkan peningkatan (penurunan) pada variabel dependen Tax avoidance (TAXAV i,t). 111 Hal yang sama pun terjadi pada hasil moderasi antara manajemen laba dengan fixed aset, moderasi manajemen laba dengan intangible aset, dan moderasi manajemen laba dengan beban pajak tangguhan. Koefisien pada ketiga hasil moderasi tersebut bernilai negative yang berarti terjadi hubungan yang tidak searah antara ketiga hasil moderasi tersebut terhadap variabel dependen tax avoidance (TAXAV i,t). Sementara itu pada variabel kontrol, yang terdiri dari variabel ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas dan operational cash flow, terdapat variabel profitabilitas (ROA) dan variabel operational cash flow (CFO) yang koefisiennya bernilai positif. Sehingga setiap peningkatan (penurunan) pada kedua variabel tersebut akan menyebabkan pula peningkatan (penurunan) pada variabel dependen Tax avoidance (TAXAV i,t). Di sisi lain variabel ukuran perusahaan (SZ i,t) dan leverage (LEV i,t) memiliki koefisien negative. Hal ini berarti kedua variabel tersebut memiliki hubungan berbanding terbalik dengan variabel dependennya yaitu Tax avoidance (TAXAV i,t). Penjelasan lebih rinci dari hasil persamaan regresi tersebut adalah sebagai berikut: a. Apabila seluruh variabel independen meliputi variabel fixed aset (ΔPPE i,t), intangible asset (ΔINT i,t), sales growth (ΔSALES i,t) dan beban pajak tangguhan (DTE I,t), kemudian variabel kontrol yang meliputi ukuran perusahaan (SZ i,t), leverage (LEV i,t), profitabilitas (ROA i,t) dan operational cash flow (CFO i,t) serta variabel moderasi antara manajemen laba dengan setiap variabel independen dianggap konstan, maka nilai Tax avoidance (TAXAV i,t) adalah 0,425959. 112 b. β1 = 0,132815 artinya jika nilai variabel fixed aset (ΔPPE i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami kenaikan sebesar 0,132815 basis poin dengan asumsi variabel – variabel lainnya konstan (ceteris paribus). c. β2 = -0,001648 artinya apabila variabel intangible asset (INT i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami penurunan sebesar 0,001648 basis poin dengan asumsi variabel – variabel lainnya konstan (ceteris paribus). d. β3 = 0,198926 artinya jika nilai variabel sales growth (SALES i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami kenaikan sebesar 0,198926 basis poin dengan asumsi variabel – variabel lainnya konstan (ceteris paribus). e. β4 = -4,361302 artinya jika nilai variabel beban pajak tangguhan (DTE i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami penurunan sebesar 4,361302 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). f. β5 = -3,60E-8 artinya jika hasil moderasi antara variabel manajemen laba (EM i,t) dengan fixed aset (ΔPPE i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami penurunan sebesar 3,60E-8 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). g. β6 = -2,22E-08 artinya jika hasil moderasi antara variabel manajemen laba (EM i,t) dengan intangible asset (ΔINT i,t) perusahaan mengalami kenaikan 113 sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami penurunan sebesar 2,22E-08 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). h. β7 = 3,96E-07 artinya jika hasil moderasi antara variabel manajemen laba (EM i,t) dengan variabel sales growth (SALES i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami kenaikan sebesar 3,96E-07 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). i. β8 = -3,73E-07 artinya jika hasil moderasi antara variabel manajemen laba (EM i,t) dengan variabel beban pajak tangguhan (DTE i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami penurunan sebesar 3,73E-07 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). j. Β9 = -0,016773 artinya jika variabel ukuran perusahaan (SZi,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami penurunan sebesar 0,016773 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). k. Β10 = -0,056325 artinya jika variabel leverage (LEV i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami penurunan sebesar 0,056325 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). l. Β11 = 0,288683 artinya jika variabel profitablitas (ROA i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan 114 mengalami kenaikan sebesar 0,288683 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). m. Β12 = 3,87E-09 artinya jika variabel operational cash flow (CFO i,t) perusahaan mengalami kenaikan sebesar 1 basis poin, maka nilai tax avoidance akan mengalami kenaikan sebesar 3,87E-09 basis poin dengan asumsi bahwa faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan (ceteris paribus). 4.5.2 Analisis Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2013). Nilai koefisien determinasi dalam penelitian ini didapat dengan cara meregresi model penelitian dimana persamaan 1 menggunakan metode fixed effect model dan persamaan 2 menggunakan metode random effect model. Kemudian dilihat nilai Adjusted Rsquared pada hasil regresi kedua persamaan tersebut. Rentang nilai Adjusted Rsquared berada pada angka 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Semakin kecil nilai dari Adjusted R-squared maka menunjukkan kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Sebaliknya, jika nilai Adjusted Rsquared semakin besar (mendekati satu) dapat diartikan bahwa variabel-variabel independen dan variabel terkait lainnya mampu memberikan hampir seluruh informasi yang diperlukan untuk memprediksi variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian pada persamaan 1 didapat hasil nilai dari Adjusted R-squared berada pada angka 0,988625. Hal ini berarti variabel independen serta variabel kontrol yang digunakan dapat menjelaskan variasi dari variabel dependen 115 sebesar 98,86%. Sisanya yang sebesar 1,14% dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model penelitian. Kemudian dilakukan regresi pada persamaan 2 dengan metode random effect model. Dengan menggunakan langkah yang sama dengan yang dilakukan pada persamaan 1 didapat hasil Ajusted R-squared sebesar 0,103006. Hal ini menandakan keberadaan variabel independen, variabel kontrol serta variabel moderasi yang ada hanya dapat menjelaskan variasi dari variabel dependen sebesar 10,30%. Sisanya yang sebesar 89,70% dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model penelitian. Hasil pengujian analisis koefisien determinasi kedua persamaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.16 dan 4.17 berikut. Tabel 4.16 Uji Koefisien Determinasi Persamaan 1 Weighted Statistics R-squared 0,993031 Mean dependent var 1,130328 Adjusted R-squared 0,988625 S.D. dependent var 1,977267 S.E. of Regression 0,145741 Sum squared resid 1,847919 F-statistic 225,3946 Durbin-Watson stat 2,825134 Prob (F-statisic) 0,000000 Sumber : Output Eviews versi 9 Tabel 4.17 Uji Koefisien Determinasi Persamaan 2 Weighted Statistics R-squared 0,178808 Mean dependent var 0.137453 116 Adjusted R-squared 0,103006 S.D. dependent var 0.174562 S.E. of Regression 0,165471 Sum squared resid 3.559481 F-statistic 2.358878 Durbin-Watson stat 1.840725 Prob (F-statistic) 0,008906 Sumber : Output Eviews versi 9 4.5.3 Uji Signifikansi Simultan Uji signifikansi simultan atau biasa juga disebut Uji-F dilakukan untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Pada persamaan 1 dalam penelitian ini, uji-F dilakukan untuk menguji variabel independen maupun variabel kontrol terhadap variabel dependen yaitu tax avoidance. Adapun hipotesis yang digunakan dalam model penelitian ini adalah sebagai berikut. • Ho = seluruh variabel independen dan kontrol dalam model secara simultan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance • Ha = seluruh variabel independen dan kontrol dalam model secara simultan berpengaruh terhadap tax avoidance. Uji-F dilakukan dengan cara melihat probabilitas dari F-statistik pada hasil regresi yang dilakukan dengan bantuan program Eviews 9. Jika nilai probabilitas dari F-statistik lebih kecil daripada nilai α = 0,05, maka Ho ditolak yang berarti variabel independen terbukti secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian pada persamaan 1 didapat hasil bahwa nilai 117 Prob (F-statistik) adalah 0,000000. Hasil ini berada di bawah nilai α yaitu 0,05. Dengan demikian Ho dinyatakan ditolak yang berarti bahwa seluruh variabel independen dan kontrol dalam model secara simultan berpengaruh terhadap tax avoidance. Pada persamaan 2 dalam penelitian ini juga dilakukan hal serupa dimana hasil uji-F didapat dengan meregresikan model penelitian yang melibatkan variabel independen, variabel kontrol, variabel moderasi dan variabel dependen. Hipotesis yang digunakan dalam persamaan 2 adalah sebagai berikut. • Ho = seluruh variabel baik variabel independen, variabel kontrol maupun variabel moderasi dalam model penelitian secara simultan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance • Ha = seluruh variabel baik variabel independen, variabel kontrol maupun variabel moderasi dalam model penelitian secara simultan berpengaruh terhadap tax avoidance Berdasarkan hasil pengujian didapat bahwa nilai Prob (F-statistic) pada pengujian persamaan 2 sebesar 0,008906. Nilai ini pun berada di bawah nilai α yaitu 0,05. Dengan demikian Ho dinyatakan ditolak sehingga dapat disimpulkan seluruh variabel baik variabel independen, variabel kontrol maupun variabel moderasi dalam model penelitian secara simultan berpengaruh terhadap tax avoidance. Hasil uji signifikansi simultan atau uji-F terhadap kedua persamaan tersebut dapat dilihat lebih jelas pada tabel 4.18 dan 4.19 berikut. Tabel 4.18 Uji Signifikansi Simultan Persamaan 1 118 Weighted Statistics F-statistik 225,3946 Prob (F-statistic) 0,000000 Durbin-Watson stat 2,825134 Sumber : Output Eviews versi 9 Tabel 4.19 Uji Signifikansi Simultan Persamaan 2 Weighted Statistics F-statistik 2.358878 Prob (F-statistic) 0,008906 Durbin-Watson stat 1.840725 Sumber : Output Eviews versi 9 4.5.4 Uji Signifikansi Parsial Uji-t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel yang terlibat di dalam model penelitian secara parsial terhadap variabel dependen. Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini pertama-tama disusun hipotesis nol (Ho) yaitu hipotesis yang berlawanan dengan teori yang akan dibuktikan. Selanjutnya disusun hipotesis alternatif (Ha) yaitu, hipotesis yang sesuai dengan teori yang akan dibuktikan. Jika suatu variabel independen memiliki nilai Prob. dibawah tingkat signifikansi sebesar 0,05 maka variabel tersebut akan dinilai berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan demikian, maka Ha diterima. Namun, jika nilai Prob. Di atas tingkat signifikansi 0,05, maka Ha ditolak dan Ho diterima. 119 Hasil uji signifikansi parsial (uji-t) didapat dari hasil regresi baik pada persamaan 1 maupun persamaan 2. Berdasarkan regresi yang telah dilakukan dihasilkan pula nilai probabilitas tiap-tiap variabel yang terlibat di dalam penelitian. Adapun nilai probabilitas dari tiap variabel persamaan 1 dapat dilihat lebih jelas pada tabel berikut. Tabel 4.20 Hasil Uji t Persamaan 1 Variabel PPE Coefficient Prob. Tingkat Sig. 0,062709 0,1010 0,05 Signifikansi Tidak Signifikan INT -0,000357 0,8960 0,05 Tidak Signifikan SALES 0,077463 0,0003 0,05 Signifikan DTE -1,917991 0,0027 0,05 Signifikan ROA -0,254786 0,0004 0,05 Signifikan LEV -0,224590 0,0000 0,05 Signifikan SZ -0,043705 0,0150 0,05 Signifikan CFO 2,75E-09 0,1016 0,05 Tidak Signifikan Sumber : Diolah dari Output Eviews versi 9 Berdasarkan data yang terlihat pada tabel 4.21 di atas dengan menggunakan tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05 (5%) diketahui bahwa dari 8 variabel yang digunakan dalam model persamaan 1 terdapat 5 variabel yang menunjukkan hasil 120 signifikan yaitu variabel sales growth, beban pajak tangguhan, profitabilitas, leverage, dan ukuran perusahaan. Sementara itu 3 variabel lainnya menunjukkan hasil yang tidak signifikan yaitu fixed aset, intangible asset dan operational cash flow. Kemudian dilakukan juga hal yang sama terhadap persamaan 2 yaitu meregresikan persamaan 2 namun dengan menggunakan metode Random Effect Model (REM). Hasil dari pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.21 berikut. Tabel 4.21 Hasil Uji t Persamaan 2 Variabel PPE Coefficient 0.132815 Prob. 0.2573 Tingkat Sig. 0,05 Signifikansi Tidak Signifikan INT -0.001648 0.8797 0,05 Tidak Signifikan SALES 0.198926 0.0898 0,05 Cukup Signifikan DTE -4.361302 0.0358 0,05 Signifikan ROA 0.288683 0.0925 0,05 Cukup Signifikan LEV -0.056325 0.0225 0,05 Signifikan SZ -0.016773 0.2945 0,05 Tidak Signifikan CFO 3.87E-09 0.5331 0,05 Tidak Signifikan 121 ΔPPE*EM -3.60E-08 0.9408 0,05 Tidak Signifikan ΔINT*EM -2.22E-08 0.6372 0,05 Tidak Signifikan ΔSALES*EM 3.96E-07 0.3579 0,05 Tidak Signifikan DTE*EM -3.73E-07 0.9224 0,05 Tidak Signifikan Sumber : Diolah dari Output Eviews versi 9 Berdasarkan data yang terlihat pada tabel 4.22 di atas dengan menggunakan tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05 (5%) diketahui bahwa dari 12 variabel yang ada dalam model persamaan 2 hanya terdapat 2 variabel yang menunjukkan hasil signifikan beban pajak tangguhan dan leverage. Sementara itu 2 variabel menunjukkan hasil cukup signifikan dimana nilai prob. yang dihasilkan berada pada rentang 5% ≤ prob ≤ 10% yaitu variabel sales growth dan profitabilitas. Sementara itu 8 variabel lainnya menunjukkan hasil yang tidak signifikan yaitu fixed aset, intangible asset, ukuran perusahaan dan operational cash flow serta termasuk dalam bagian yang tidak signifikan adalah hasil moderasi antara manajemen laba dengan setiap variabel independen yang ada. Berdasarkan penjelasan pada bab III sebelumnya telah disebutkan kegunaan regresi atas persamaan 1 dan persamaan 2. Persamaan 1 dalam model penelitian ini digunakan untuk menjawab hipotesis yang dibangun antara lain hipotesis 1 (H1), hipotesis 2 (H2), hipotesis 3 (H3) dan hipotesis 4 (H4). Sementara itu terhadap hipotesis 5 (H5), hipotesis 6 (H6), hipotesis 7 (H7) dan hipotesis 8 (H8) digunakan persamaan 2 122 untuk mengetahui hasil pengujian terhadap hipotesis-hipotesis tersebut. Adapun hasil pengujian terhadap seluruh hipotesis tersebut disajikan sebagai berikut. a. Pengujian pengaruh antara variabel fixed aset terhadap variabel tax avoidance Berdasarkan hasil pengujian yang telah disajikan pada tabel 4.21 di atas diketahui bahwa variabel fixed aset (PPE i,t) memiliki nilai koefisien 0,062709 dan nilai Prob. sebesar 0,1010. Nilai Prob. tersebut yang lebih besar dari nilai α (0,05) mengindikasikan bahwa pada tingkat keyakinan sebesar 95% nilai fixed aset yang dimilki perusahaan berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap indikasi adanya tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab itu, H1 yang menyatakan bahwa “fixed aset berpengaruh positif terhadap tax avoidance” dinyatakan diterima. b. Pengujian pengaruh antara variabel intangible asset terhadap variabel tax avoidance Berdasarkan hasil pengujian yang telah disajikan pada tabel 4.21 di atas diketahui bahwa variabel intangible asset (INT i,t) memiliki nilai koefisien 0,062709 dan nilai Prob. sebesar 0,8960. Nilai Prob. tersebut yang lebih besar dari nilai α (0,05) mengindikasikan bahwa pada tingkat keyakinan sebesar 95% nilai intangible yang dimilki perusahaan berpengaruh negative dan tidak signifikan terhadap indikasi adanya tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab itu, H2 yang menyatakan bahwa “intangible asset berpengaruh positif terhadap tax avoidance” dinyatakan ditolak. c. Pengujian pengaruh antara variabel sales growth terhadap variabel tax avoidance 123 Berdasarkan hasil pengujian yang telah disajikan pada tabel 4.21 di atas diketahui bahwa variabel sales growth (SALES i,t) memiliki nilai koefisien 0,077463 dan nilai Prob. sebesar 0,0003. Nilai Prob. tersebut yang lebih kecil dari nilai α (0,05) mengindikasikan bahwa pada tingkat keyakinan sebesar 95% nilai pertumbuhan penjualan yang dibukukan oleh perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap indikasi adanya tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab itu, H3 yang menyatakan bahwa “sales growth berpengaruh positif terhadap tax avoidance” dinyatakan diterima. d. Pengujian pengaruh antara variabel beban pajak tangguhan terhadap variabel tax avoidance Berdasarkan hasil pengujian yang telah disajikan pada tabel 4.21 di atas diketahui bahwa variabel beban pajak tangguhan (DTE i,t) memiliki nilai koefisien -1,917991 dan nilai Prob. sebesar 0,0027. Nilai Prob. tersebut yang lebih kecil dari nilai α (0,05) mengindikasikan bahwa pada tingkat keyakinan sebesar 95% nilai pertumbuhan penjualan yang dibukukan oleh perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indikasi adanya tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab itu, H4 yang menyatakan bahwa “beban pajak tangguhan berpengaruh positif terhadap tax avoidance” dinyatakan ditolak. e. Pengujian pengaruh manajemen laba dalam pengaruhnya antara variabel fixed aset terhadap variabel tax avoidance Berdasarkan hasil pengujian yang telah disajikan pada tabel 4.22 di atas diketahui bahwa moderasi manajemen laba (EM i,t) dengan variabel fixed aset 124 (PPE i,t) memiliki nilai koefisien -3.60E-08 dan nilai Prob. sebesar 0.9408. Nilai Prob. tersebut yang lebih besar dari nilai α (0,05) mengindikasikan variabel manajemen laba tidak dapat memoderasi pengaruh antara fixed aset terhadap indikasi adanya tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab itu, H5 yang menyatakan bahwa “manajemen laba memperkuat pengaruh antara fixed aset terhadap tax avoidance” dinyatakan ditolak. f. Pengujian pengaruh manajemen laba dalam pengaruhnya antara variabel intangible asset terhadap variabel tax avoidance Berdasarkan hasil pengujian yang telah disajikan pada tabel 4.22 di atas diketahui bahwa moderasi manajemen laba (EM i,t) dengan variabel intangible asset (INT i,t) memiliki nilai koefisien -2.22E-08 dan nilai Prob. sebesar 0.6372. Nilai Prob. tersebut yang lebih besar dari nilai α (0,05) mengindikasikan variabel manajemen laba tidak dapat memoderasi pengaruh antara intangible asset terhadap indikasi adanya tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab itu, H6 yang menyatakan bahwa “manajemen laba memperkuat pengaruh antara intangible asset terhadap tax avoidance” dinyatakan ditolak. g. Pengujian pengaruh manajemen laba dalam pengaruhnya antara variabel sales growth terhadap variabel tax avoidance Berdasarkan hasil pengujian yang telah disajikan pada tabel 4.22 di atas diketahui bahwa moderasi manajemen laba (EM i,t) dengan variabel sales growth (SALES i,t) memiliki nilai koefisien 3,96E-07 dan nilai Prob. sebesar 0,3579. Nilai Prob. tersebut yang lebih besar dari nilai α (0,05) 125 mengindikasikan variabel manajemen laba tidak dapat memoderasi pengaruh antara sales growth terhadap indikasi adanya tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab itu, H7 yang menyatakan bahwa “manajemen laba memperkuat pengaruh antara sales growth terhadap tax avoidance” dinyatakan ditolak. h. Pengujian pengaruh manajemen laba dalam pengaruhnya antara variabel beban pajak tangguhan terhadap variabel tax avoidance Berdasarkan hasil pengujian yang telah disajikan pada tabel 4.22 di atas diketahui bahwa moderasi manajemen laba (EM i,t) dengan variabel beban pajak tangguhan (DTE i,t) memiliki nilai koefisien -3.73E-07 dan nilai Prob. sebesar 0,9224. Nilai Prob. tersebut yang lebih besar dari nilai α (0,05) mengindikasikan variabel manajemen laba tidak dapat memoderasi pengaruh antara beban pajak tangguhan terhadap indikasi adanya tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab itu, H8 yang menyatakan bahwa “manajemen laba memperkuat pengaruh antara beban pajak tangguhan terhadap tax avoidance” dinyatakan ditolak. 4.6 Pembahasan Hasil Penelitian 4.6.1 Pembahasan pengaruh fixed aset terhadap tax avoidance Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa fixed aset berpengaruh secara positif terhadap tax avoidance namun sifatnya tidak signifikan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Philomina Acquah (2017) yang menyatakan bahwa aktiva berwujud memiliki pengaruh yang positif terhadap tax avoidance. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan 126 oleh Kim dan Jeong (2006) yang memyatakan bahwa perusahaan dengan nilai asset yang tinggi cenderung melakkan tax avoidance. Hasil ini pula sejalan dengan hipotesis yang dikemukakan pad awal bagian penelitian yang menyatakan fixed aset berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Hal ini didasari dengan adanya kemungkinan bahwa perusahaan menerapkan metode depresiasi secara fiscal yang berbeda dengan metode yang diterapkan secara akuntansi. Perbedaan metode depresiasi menyebabkan munculnya pajak tangguhan yang pada akhirnya mengakibatkan adanya book tax difference. Perbedaan metode depresiasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk berusaha mengurangi kewajiban pajaknya melalui praktik tax avoidance. 4.6.2 Pembahasan pengaruh intangible asset terhadap tax avoidance Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa intangible asset berpengaruh negative terhadap tax avoidance dan juga sangat tidak signifikan pengaruhnya. Merle et al. (2019) mengemukakan di dalam penelitiannya bahwa intangible asset berpengaruh negative terhadap transfer pricing dimana transfer pricing sendiri seringkali digunakan sebagai proksi dari tax avoidance. Sementara itu hal ini tidak sejalan dengan hipotesis yang dikemukakan penulis pada bagian awal penelitian dimana penulis berkeyakinan bahwa intangible asset berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Ketentuan perpajakan khususnya pasal 11A UU nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan mengatur mengenai amortisasi atas perolehan harta tidak berwujud sehingga memungkinkan perusahaan untuk melakukan amortisasi baik atas goodwill maupun asset tak berwujud lainnya. Namun dalam pengamatan penulis ketika 127 menyusun sampel penelitian ditemukan bahwa banyak perusahaan yang tidak memasukkan unsur amortisasi dalam perbedaan temporer kewajiban perpajkaannya melainkan hanya memasukkan unsur penyusutan saja. Hal ini tentunya dapat menjadi jawaban atas tidak signifikannya pengaruh intangible asset terhadap tax avoidance. Selain itu dalam praktiknya di Indonesia khususnya pada sector industry manufaktur mayoritas perusahaan tidak mengakui adanya kepemilikian asset tak berwujud di dalam laporan keuangannya sehingga objek penelitian pun menjadi terbatas dan tidak dapat memberikan gambaran yang menyeluruh. 4.6.3 Pembahasan pengaruh sales growth terhadap tax avoidance Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa sales growth berpengaruh secara positif signifikan terhadap tax avoidance. Hal ini sejalan dengan hipotesis yang dikemukakan penulis pada bagian awal penelitian. Selain itu pernyataan ini pula memiliki kesamaan dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Kim dan Chae (2017) yang menyatakan bahwa sales growth berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Sales growth atau pertumbuhan penjualan secara umum akan berimplikasi pada meningkatnya keuntungan yang diraih perusahaan. Kenaikan pada nilai penjualan yang dibukukan perusahaan biasanya diikuti pula dengan biaya operasional maupun harga pokok penjualan atau produksi yang diakui oleh perusahaan. Hal ini berbanding lurus dikarenakan untuk menjual lebih banyak maka perusahaan membutuhkan effort yang lebih besar sehingga secara langsung akan meningkatkan pula biaya operasional maupaun harga pokok produksi / penjualan. 128 Ketentuan di dalam pasal 6 dan pasal 9 UU nomor 36 Tahun 2008 mengatur mengenai biaya yang boleh dan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Semakin besar nilai biaya yang dimuat oleh perusahaan memunculkan semakin banyak variasi jenis biaya tersebut. Tentunya atas biaya-biaya tersebut perlu diteliti lebih jauh mana yang boleh digolongkan sebagai pengurang penghasilan bruto dan mana yang tidak boleh digolongkan sebagai pengurang penghasilan bruto. Hal ini menjadi salah satu celah yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam menerapkan praktik tax avoidance. 4.6.4 Pembahasan pengaruh deferred tax expense terhadap tax avoidance Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa deferred tax expense memiliki pengaruh yang negative signifikan terhadap tax avoidance. Mengacu kepada hasil penelitian ini maka hipotesis awal yang dikemukakan penulis yang menyatakan deferred tax expense berpengaruh positif terhadap tax avoidance dinyatakan ditolak. Pernyataan deferred tax expense berpengaruh negative terhadap tax avoidance dapat dipahami dikarenakan deferred tax expense mengartikan bahwa jumlah kewajiban pajak yang dibayarkan oleh perusahaan secara fiscal lebih besar dibandingkan yang diakui secara komersial pada laporan keuangan. Hal ini berarti perusahaan sangat memenuhi compliance atas kewajiban perpajakannya. Makna dari pengaruh negative tersebut berimbas pada manfaat pajak tangguhan yang merupakan kebalikan dari beban pajak tangguhan. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan pula bahwa semakin besar nilai manfaat pajak tangguhan maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan melakukan tax avoidance. 4.6.5 Pembahasan manajemen laba dalam pengaruhnya antara fixed aset, 129 intangible asset, sales growth dan deferred tax expense terhadap tax avoidance Penggunaan variabel moderasi dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya pengaruh manajemen laba sebagai variabel moderasi apakah dapat mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa manajemen laba tidak dapat memoderasi pengaruh antara setiap variabel independen, baik fixed aset, intangible asset, sales growth maupun deferred tax expense, terhadap tax avoidance. Hal ini terlihat dari nilai probabilitas hasil moderasi variabel-variabel tersebut yang berada di atas tingkat signifikansi 5% sehingga pengaruh dari moderasi ini sifatnya tidak signifikan. Hal ini berbeda dengan hipotesa awal yang dikemukakan penulis bahwa manajemen laba dapat memperkuat pengaruh antara variabel independen terhadap tax avoidance sebagai variabel dependen. Penggunaan variabel moderasi memang memunculkan banyak resiko dikarenakan interaksi antar variabel yang jumlahnya banyak. Salah satunya terjadi dalam penelitian ini dimana manajemen laba yang diperoleh dari nilai residu hasil analisis regresi persamaan menggunakan metode conditional revenue model (Stubben, 2010) ternyata tidak dapat memoderasi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Selain itu berdasarkan hasil uji goodness of fit persamaan 1 (tanpa melibatkan variabel moderasi) diketahui nilai Adj. R-squared sebesar 98,86% yang mana menunjukkan hasil yang sangat tinggi bahwa seluruh variabel yang digunakan di dalam model penelitian tersebut sudah menjelaskan hampir seluruhnya terhadap variabel dependen. Sehingga berdasar hal tersebut pula keberadaan manajemen laba 130 sebagai variabel moderasi tidak begitu diperlukan dan sekaligus mementahkan hipotesis yang dikemukakan oleh penulis pada awal bagian penelitian. BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara book tax difference sebagai variabel independen terhadap tax avoidance sebagai variabel dependen, dimana variebl independent dalam penelitian ini menggunakan proksi nilai fixed asset, intangible asset, sales growth dan bebn pajak tangguhan untuk mengetahui pada praktiknya variabel apa saja yang perlu dicermati dalam melihat adanya kemungkinan perusahaan melakukan tax avoidance. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah manajemen laba dapat memoderasi hubungan antara kedua variabel tersebut. Penelitian ini mengambil sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2016 – 2018. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan mengacu pada kriteria kepemilikan pos intangible asset pada laporan keuangan perusahaan serta dengan mengecualikan data outlier. Berdasarkan hal tersebut telah terpilih 147 data untuk dilakukan observasi. Dalam penelitian ini dilakukan dua kali analisis regresi dimana regresi pertamaan pertama dilakukan untuk mendapatkan pengujian untuk hipotesis variabel independent yang berpengaruh positif terhadap variabel dependen. Sementara regresi pada persamaan kedua dilakukan untuk mendapatkan pengujian atas hipotesis vvariabel manajemen laba sebagai variabel moderasi mampu memperkuat hubungan 131 antara book tax difference sebagai variabel indpenden terhadap tax avoidance sebagai variabel dependen. Hasil pengujian terhadap hipotesis-hipotesis tersebut sebagaimana telah diuraikan pada Bab IV, disimpulkan sebagai berikut : a. Fixed asset yang pada penelitian ini menggunakan nilai perubahan atas nilai gross PPE dari tahun ke tahun berdasarkan hasil pengujian diketahui berpengaruh positif tax avoidance. Hal ini menandakan terjadinya hubungan yang searah antara kedua variabel tersebut. Sehingga apabila nilai fixed asset mengalami peningkatan maka nilai tax avoidance pun akan meningkat dan begitu pula sebaliknya apabila nilai fixed asset mengalami penurunan maka nilai tax avoidance pun akan mengalami penurunan. Berrdasarkan hal tersebut, kepemilikan fixed asset pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada BEI selain memiliki dampak pada berjalannya kegiatan operasional perusahaan juga memiliki dampak perpajakan yang harus dicermati oleh otoritas perpajakan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Philomina Acquah (2017) yang menyatakan bahwa aktiva berwujud memiliki pengaruh yang positif terhadap tax avoidance. b. Intangible asset yang pada penelitian ini menggunakan nilai perubahan atas nilai gross intangible asset baik dalam bentuk goodwill maupun asset tak berwujud lainnya dari tahun ke tahun berdasarkan hasil pengujian diketahui berpengaruh negative terhadap tax avoidance. Hal ini menandakan terjadinya hubungan yang tidak searah atau berbanding terbalik antara kedua variabel tersebut. Sehingga apabila nilai intangible asset mengalami peningkatan maka nilai tax avoidance akan mengalami penurunan dan begitu pula sebaliknya 132 apabila nilai fixed asset mengalami penurunan maka nilai tax avoidance akan mengalami peningkatan. Berdasarkan hal tersebut, kepemilikan intangible asset pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada BEI tidak begitu berdampak pada kewajiban perpajakan perusahaan tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan Merle et al. (2019) mengemukakan di dalam penelitiannya bahwa intangible asset berpengaruh negative terhadap transfer pricing dimana transfer pricing sendiri seringkali digunakan sebagai proksi dari tax avoidance. c. Sales growth yang pada penelitian ini menggunakan nilai perubahan atas niai penjualan bersih yang berhasil dibukukan perusahaan dari tahun ke tahun, Berdasarkan hasil pengujian diketahui variabel sales growth berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Hal ini menandakan terjadinya hubungan yang searah antara kedua variabel tersebut. Sehingga apabila nilai sales growth mengalami peningkatan maka nilai tax avoidance pun akan meningkat dan begitu pula sebaliknya apabila nilai sales growth mengalami penurunan maka nilai tax avoidance pun akan mengalami penurunan. Berrdasarkan hal tersebut, terjadinya pertumbuhan nilai penjualan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada BEI selain berpotensi memberikan keuntungan lebih pada perusahaan juga memiliki dampak perpajakan berupa meningkatnya kemungkinan perusahaan melakukan tax avoidance yang mana hal ini tentunya perlu menjadi perhatian otoritas perpajakan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Chae (2017) yang menyatakan bahwa sales growth berpengaruh positif terhadap tax avoidance. 133 d. Beban pajak tangguhan (deferred tax expense) yang pada penelitian ini didapatkan dari nilai beban pajak tangguhan dibagi dengan nilai pendapatan sebelum pajaknya, berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa beban pajak tangguhan berpengaruh negative terhadap tax avoidance. Hal ini menandakan terjadinya hubungan yang tidak searah atau berbanding terbalik antara kedua variabel tersebut. Sehingga apabila nilai beban pajak tangguhan mengalami peningkatan maka nilai tax avoidance akan mengalami penurunan dan begitu pula sebaliknya apabila nilai beban pajak tangguhan mengalami penurunan maka nilai tax avoidance akan mengalami peningkatan. Berdasarkan hal tersebut, keberadaan nilai beban pajak tangguhan dan manfaat pajak tangguhan perlu dicermati lebih lanjut. Beban pajak tangguhan menandakan adanya kewajiban perpajakan yang secara fiscal lebih besar dikeluarkan pada suatu tahun fiscal namun dibukukan lebih rendah pada laporan keuangan secara komersial. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dapat dikatakan memenuhi compliance atas kewajiban perpajakannya dengan baik. Namun hal sebaliknya justru terjadi atas keberadaan manfaat pajak tangguhan yang perlu dicermati lebih lanjut oleh otoritas perpajakan. e. Manajemen laba sebagai variabel moderasi antara variabel fixed asset dengan variabel tax avoidance pada penelitian ini, berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa nilai probabilitas lebih besar dari nilai signifikansi (5%) sehingga pengaruh dari moderasi bersifat tidak signifikan. Untuk itu keberadaan manajemen laba tidak dapat memoderasi hubungan antara variabel fixed asset terhadap variabel tax avoidance. 134 f. Manajemen laba sebagai variabel moderasi antara variabel intangible asset dengan variabel tax avoidance pada penelitian ini, berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa nilai probabilitas lebih besar dari nilai signifikansi (5%) sehingga pengaruh dari moderasi bersifat tidak signifikan. Untuk itu keberadaan manajemen laba tidak dapat memoderasi hubungan antara variabel intangible asset terhadap variabel tax avoidance. g. Manajemen laba sebagai variabel moderasi antara variabel sales growth dengan variabel tax avoidance pada penelitian ini, berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa nilai probabilitas lebih besar dari nilai signifikansi (5%) sehingga pengaruh dari moderasi bersifat tidak signifikan. Untuk itu keberadaan manajemen laba tidak dapat memoderasi hubungan antara variabel sales growth terhadap variabel tax avoidance. h. Manajemen laba sebagai variabel moderasi antara variabel beban pajak tangguhan dengan variabel tax avoidance pada penelitian ini, berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa nilai probabilitas lebih besar dari nilai signifikansi (5%) sehingga pengaruh dari moderasi bersifat tidak signifikan. Untuk itu keberadaan manajemen laba tidak dapat memoderasi hubungan antara variabel beban pajak tangguhan terhadap variabel tax avoidance. 5.2 Keterbatasan Penulis menyadari adanya keterbatasan yang terjadi di dalam penelitian ini diantaranya : a. Periode observasi dalam penelitian ini mengambil periode antara tahun 2016 2018. Tentunya semakin besar rentang waktu observasi maka semakin besar 135 pula data yang dapat dianalisa sehingga akan menghasilkan kesimpulan yang lebih komprehensif. b. Pengambilan sampel terbatas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Sementara itu diketahuikemudian bahwa tidak seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI memiliki pos intangible asset sehingga pengujiannya tidak dapat dilakukan secara menyeluruh. c. Variabel fixed asset dan intangible asset yang menggunakan nilai gross serta variabel beban pajak tangguhan didapatkan penulis dari pembacaan terhadap Catatan atas Laporan Keuangan (CALK). Hal ini memunculkan kerentanan atas terjadinya human error pada sisi penulis yang masih terbatas pengetahuannya sehingga dimungkinkan adanya penyajian informasi yang kurang lengkap. 5.3 Implikasi dan Saran Penelitian ini sebagaimana disebutkan sebelumnya memiliki tujuan untuk melihat pospos mana saja di dalam laporan keuangan yang menyumbang pada potensi terjadinya tax avoidance. Untuk itu berdasarkan hasil penelitian ini penulis merasa perlu untuk memberikan pandangan serta saran kepada pihak-pihak terkait sebagaimana berikut : 1. Otoritas Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas perpajakan di Indonesia telah mengeluarkan peraturan nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan. Sektor manufaktur selama ini selalu menjadi salah satu sector yang menyumbang penerimaan perpajakan terbesar di tanah air. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis bermaksud memberikan sumbangsih saran yang 136 diharapkan berguna untuk proses intensifikasi perpajkaan ke depannya. Penulis merasa perlu dipertimbangkan pembentukan clustering sector industry dimana terhadap industry manufaktur perlu ditekankan perhatian lebih kepada pos keuangan berupa nilai fixed asset, sales growth serta manfaat pajak tangguhan yang berpotensi lebih besar menyumbang indikasi terjadinya tax avoidance yang dilakukan perusahaan. Sementara pada sector industri lainnya dikembangkan penekanan pada beberapa pos tertentu yang berdasarkan hasil penelitian menyumbang indikasi adanya upaya tax avoidance yang dilakukan perusahaan. 2. Penelitian selanjutnya Penulis merasa perlu untuk memperluas sasaran observasi dimana penggunaan sampel tidak hanya berpaku pada perusahaan manufaktur melainkan juga pada sector keuangan dan sector digital yang sedang berkembang pada saat ini. Dengan demikian hasil penelitian dirasa dapat lebih menyeluruh. 137 DAFTAR PUSTAKA Acquah, P. (2017). Transfer Pricing , Earnings Management , And Tax Avoidance. University Of Ghana, (10550751). Ahnan, Z. M., & Murwaningsari, E. (2019). The Effect Of Book-Tax Differences, And Executive Compensation On Earnings Persistence With Real Earnings Management As Moderating Variable. 10(5). Https://Doi.Org/10.7176/Rjfa Aisyah Rachmawati, N., & Martani, D. (2014). Pengaruh Large Positive Abnormal Book-Tax Differences Terhadap Persistensi Laba. In Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia (Vol. 11, Issue 2). Anouar, D. (2017). The Determinants Of Tax Avoidance Within Corporate Groups: Evidence From Moroccan Groups. International Journal Of Economics, Finance And Management Sciences, 5(1), 57. Https://Doi.Org/10.11648/J.Ijefm.20170501.15 Barker, J., & Brickman, S. (N.D.). Transfer Pricing As A Vehicle In Corporate Tax Avoidance. In The Journal Of Applied Business Research (Vol. 33, Issue 1). Blaylock Candidate, B., & Wilson, R. (2010). Tax Avoidance, Large Positive BookTax Differences, And Earnings Persistence. Http://Ssrn.Com/Abstract=1524298 Dridi, W., & Adel, B. (2016). Book-Tax Differences And The Persistence Of Earnings And Accruals: Tunisian Evidence. Asian Social Science, 12(6), 193–202. Https://Doi.Org/10.5539/Ass.V12n6p193 Eka Persada, A. (2010). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Book Tax Gap Dan Pengaruhnya Terhadap Persistensi Laba (Vol. 7, Issue 2). 138 Forum On Book And Tax Accounting Conformity. (2009). Www.Ustreas.Gov/Press/Releases/Ls421.Htm. Hanlon, M., & Slemrod, J. (2007). What Does Tax Aggressiveness Signal? Evidence From Stock Price Reactions To News About Tax Aggressiveness. Http://Ssrn.Com/Abstract=975252 Höglund, H., & Sundvik, D. (N.D.). Financial Reporting Quality And Outsourcing Of Accounting Tasks: Evidence From Small Private Firms Financial Reporting Quality And Outsourcing Of Accounting Tasks 2. Ikatan Akuntansi Indonesia. (2008). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Psak) No. 16 Aset Tetap, 16(14), 1–11. Ikatan Akuntansi Indonesia. (2010). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Psak) No. 19 Aset Tidak Berwujud, 19(19). Ikatan Akuntansi Indonesia. (2018). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Psak) No. 46 Pajak Penghasilan. November. Inger, K. K., Hansen, T. B., Mansi, S. A., Salbador, D. A., & Seago, W. E. (2012). Relative Valuation Of Alternative Methods Of Tax Avoidance. Kim, J. H. (N.D.). The Study On The Effect And Determinants Of Small-And Medium-Sized Entities Conducting Tax Avoidance. In The Journal Of Applied Business Research (Vol. 33, Issue 2). Kim, W. J., & Jang, G. B. (2018). Relationship Between Tax Avoidance And Key Financial Indicators In Korea’s Construction Waste Disposal Industry. In Academy Of Accounting And Financial Studies Journal (Vol. 22, Issue 3). Kurniasih, L., & Suranta, S. (2017). Journal Of Finance And Banking Review Earnings 139 Management, Corporate Governance And Tax Avoidance: The Case In Indonesia. J. Fin. Bank. Review, 2(4), 28–35. Www.Gatrenterprise.Com/Gatrjournals/Index.Html Lee, H.-A. (2016). The Usefulness Of The Tax Avoidance Proxy: Evidence From Korea. In The Journal Of Applied Business Research (Vol. 32, Issue 2). Lestari, R. D., Rachmawati, S., Pajak, P., Rachmawati, D. S., Ekonomi, F., Bisnis, D., & Trisakti, U. (2018). Perencanaan Pajak Dan Book Tax Differences Terhadap Persistensi Laba Dengan Variabel Moderating Kualitas Laba. In Indonesian Journal Of Accounting And Governance Issn (Vol. 2, Issue 2). Lisowsky, P. (2008). Seeking Shelter: Empirically Modeling Tax Shelters Using Financial Statement Information. In Boston University Accounting Seminar Series. Http://Ssrn.Com/Abstract=1089148 Lopo Martinez, A., Bossonello, T., & De Souza, T. (N.D.). Book-Tax Differences, Earnings Persistence And Tax Planning Before And After The Adoption Of Ifrs In Brazil. Martinez, A. L., & Bassetti, M. (2016). Firm Life Cycle, Book-Tax Differences And Earnings Persistence. Revista De Educação E Pesquisa Em Contabilidade (Repec), 10(2), 145–159. https://doi.org/10.17524/Repec.V10i2.1312 Meiza, R. (2009). Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance Dan Deferred Tax Expense Terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di Bei Tahun 2010-2013) Artikel Ilmiah Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Wisuda Periode Maret 2015. Www.Idx.Co.Id 140 Merle, R., Al-Gamrh, B., & Ahsan, T. (2019). Tax Havens And Transfer Pricing Intensity: Evidence From The French Cac-40 Listed Firms. Cogent Business And Management, 6(1). Https://Doi.Org/10.1080/23311975.2019.1647918 Permata, A. D., Nurlaela, S., & Wahyuningsih, E. M. (2018). Pengaruh Size, Age, Profitability, Leverage Dan Sales Growth Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Akuntansi Dan Pajak, 19(1), 10. Https://Doi.Org/10.29040/Jap.V19i1.171 Purba, D. M. (2018). To Cite This Article: Darwin Marasi Purba, The Influence Of Earnings Management, Audit Quality And Ceo Duality On Tax Avoidance. In The Accounting Journal Of Binaniaga (Vol. 03, Issue 01). Sekaran, Uma Dan Bougie. 2013. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis: Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sundvik, D. (2017). A Review Of Earnings Management In Private Firms In Response To Tax Rate Changes. Nordic Tax Journal, 2017(1), 151–161. Https://Doi.Org/10.1515/Ntaxj-2017-0011 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: Se-15/Pj/2018 Tentang Kebijakan Pemeriksaan. Susilowati, A., Dewi, R. R., & Wijayanti, A. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tax Avoidance. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(1), 131. https://doi.org/10.33087/Jiubj.V20i1.808 Suyono, E., Ekonomi, F., Bisnis, D., & Soedirman, J. (2017). Bebagai Model Pengukuran Earnings Management: Mana Yang Paling Akurat. In Dechow & 141 Dichev Model. De Angelo Model. Tang, T., Firth, M., Chang, M., Cox, S., Mills, L., Robinson, J., & Schwab, C. (2011). Can Book-Tax Differences Capture Earnings Management And Tax Management? Empirical Evidence from China.Http://ssrn.Com/Abstract=1679190 Tang, T. Y. H. (2019). The Value Implications Of Tax Avoidance Across Countries. Journal Of Accounting, Auditing And Finance, 34(4), 615–638. Https://Doi.Org/10.1177/0148558x17742821 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Zimmermann, J., & Goncharov, I. (N.D.). Earnings Management When Incentives Compete: The Role Of Tax Accounting In Russia LAMPIRAN I DAFTAR KODE PERUSAHAAN SAMPLE PENELITIAN No Nama Perusahaan Kode Perusahaan 1 Akasha Wira International Tbk. ADES 2 Argha Karya Prima Industry Tbk AKPI 3 Asahimas Flat Glass Tbk. AMFG 4 Asia Pacific Fibers Tbk POLY 5 Astra International Tbk. ASII 6 Astra Otoparts Tbk. AUTO 7 Bentoel Internasional Investam RMBA 8 Berlina Tbk. BRNA 9 Bumi Teknokultura Unggul Tbk BTEK 10 Champion Pacific Indonesia Tbk IGAR 11 Charoen Pokphand Indonesia Tbk CPIN 12 Chitose Internasional Tbk. CINT 13 Darya-Varia Laboratoria Tbk. DVLA 14 Eratex Djaja Tbk. ERTX 15 Fajar Surya Wisesa Tbk. FASW 16 Garuda Metalindo Tbk. BOLT 17 Goodyear Indonesia Tbk. GDYR 18 Grand Kartech Tbk. KRAH 19 H.M. Sampoerna Tbk. HMSP 20 Impack Pratama Industri Tbk. IMPC 21 Indal Aluminium Industry Tbk. INAI 22 Indo Komoditi Korpora Tbk. INCF 23 Indo Kordsa Tbk. BRAM 24 Indocement Tunggal Prakarsa Tb INTP 25 Indofarma (Persero) Tbk. INAF 26 Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ICBP 27 Indofood Sukses Makmur Tbk. INDF 28 Indopoly Swakarsa Industry Tbk IPOL 29 Industri Jamu dan Farmasi Sido SIDO 30 Japfa Comfeed Indonesia Tbk. JPFA 31 Kalbe Farma Tbk. KLBF 32 Keramika Indonesia Assosiasi T KIAS 33 Kimia Farma Tbk. KAEF 34 Mandom Indonesia Tbk. TCID 35 Merck Tbk. MERK 36 Nippon Indosari Corpindo Tbk. ROTI 37 Pan Brothers Tbk. PBRX 38 Pyridam Farma Tbk PYFA 39 Ricky Putra Globalindo Tbk RICY 40 Semen Baturaja (Persero) Tbk. SMBR 41 Semen Indonesia (Persero) Tbk. SMGR 42 Sierad Produce Tbk. SIPD 43 Solusi Bangun Indonesia Tbk. SMCB 44 Steel Pipe Industry of Indones ISSP 45 Sumi Indo Kabel Tbk. IKBI 46 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. AISA 47 Tunas Alfin Tbk. TALF 48 Ultra Jaya Milk Industry & Tra ULTJ 49 Unilever Indonesia Tbk. UNVR LAMPIRAN 2 HASIL OLAH DATA E-VIEWS VERSI 9 1. UJI CHOW (PERSAMAAN 1) Ho : CEM Ha : FEM Prob. ≤ 5% maka Ho ditolak. Model terpilih FEM 2. UJI HAUSMAN (PERSAMAAN 1) Ho : REM Ha : FEM Prob. ≤ 5% maka Ho ditolak. Model terpilih FEM 3. UJI CHOW (PERSAMAAN 2) Ho : CEM Ha : FEM Prob. ≤ 5% maka Ho ditolak. Model terpilih FEM 4. UJI HAUSMAN (PERSAMAAN 2) Ho : CEM Ha : FEM Prob. ≤ 5% maka Ho ditolak. Model terpilih FEM 5. UJI LAGRANGE MULTIPLIER (PERSAMAAN 2) Ho : FEM Ha : REM Prob. ≤ 5% maka Ho ditolak. Model terpilih REM 6. UJI HETEROSKEDASTISITAS (PERSAMAAN 1) 7. UJI MULTIKOLINEARITAS (PERSAMAAN 1) 8. UJI MULTIKOLINEARITAS (PERSAMAAN 2) 9. ANALISIS REGRESI PERSAMAAN 1 UJI F-SIMULTAN Prob ≤ 5% maka Ho ditolak UJI PARSIAL t Prob ≤ 5% -> Signifikan Prob ≤ 10% -> Cukup Signifikan Prob ≥ 10% -> Tidak Signifikan GOODNESS OF FIT (R2) Adj. R-squared 98,86 % 10. ANALISIS REGRESI PERSAMAAN 2 UJI F-SIMULTAN Prob ≤ 5% maka Ho ditolak UJI PARSIAL t Prob ≤ 5% -> Signifikan Prob ≤ 10% -> Cukup Signifikan Prob ≥ 10% -> Tidak Signifikan GOODNESS OF FIT (R2) Adj. R-squared 10,30%