BAB I PENDAHULUAN Kata akhlak (etika) dalam pendekatan bahasa sebenarnya sudah dikenal manusia di muka bumi ini. Yaitu, yang dikenal dengan istilah adat istiadat atau tradisi yang sangat dihormati oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat.Selama lebih kurang seribu tahun ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah pernah membangun “kerajaan filsafat“, dengan lahirnya berbagai ahli dan timbulnya berbagai macam aliran filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan, bahwa ahli-ahli semata-semata berdasarkan fikiran dan teori-teori pengetahuan, bukan berdasarkan agama. Selain itu juga masih terdapat ahli-ahli fikir lain di zaman sebelum islam, pertengahan, dan di zaman modern (Abudin Nata, 2002). Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang tingkah laku manusia untuk dinilai apakah perbuatan tersebut tergolong baik, mulia, terpuji atau bahkan sebaliknya (M. Yatimin Abdullah, 2007). Sejarah pertumbuhan ilmu akhlak ialah suatu peristiwa perkembangan pengetahuan tentang budi pekerti atau tingkah laku seseorang melalui berbagai macam metode yang di susun secara sistematis dari zaman ke zaman. Secara etimologis akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta. Sedangkan, Ilmu Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Jadi ilmu akhlak adalah ilmu yang mempersoalkan baik buruknya amal. Akhlak dalam arti bahasa, sebenarnya sudah dikenal manusia di atas permukaan bumi ini yaitu apa yang disebut dengan istilah adat-istiadat (tradisi) yang dihormati, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Dalam keadaan terputusnya wahyu (zaman fatrah) maka tradisi itulah yang dijadikan 1 tolak ukur dan alat penimbangan norma pergaulan kehidupan manusia, terlepas dari segi apakah itu baik atau buruk menurut setelah datang wahyu. Kalaukitamemperhatikanbangsaarab di zamanjahiliyah, misalnya: Tetapijugapemarahluarbiasa, perampok, merekasudahmemilikiperangaihalusdanreladalam kehidupanbaikdankemuliaancukup. perampas, karenakejahatanmengancamdiriataukabilahnya.Hal dalampuisi-puisimerekasebagaibangsa yang tetapidayaingatandanhafalanmerekasangatkuat.Misalnya: ini Nampak butahuruf, Zuhairibnuabi Salam mengatakan: “Barangsiapamenepatijanjitidakkanterceladanbarangsiapamembawahatinyamenuj ukebaikan yang menentramkan, tidakakanragu-ragu”. Bangsa Arab sebelum Islam telahmemilikidalamkadar yang minimal pemikirandalambidangakhlak. Pengetahuantentangberbagaimacamkeutamaandanmengerjakannya, walaupunnilai yang tercetuslewatsyair-syairnyabelumsebandingdengan kata-kata hikmah yang diucapkanolehfilosof-filosofzamankuno.Sewaktuislamdatang yang dibawaoleh Muhammad SAW, maka Islam tidakmenolaksetiapkebiasaan yang terpuji yang terdapatpadabangsa Arab, Islam datangkepadamerekamembawaakhlak yang mulia yang menjadidasarkebaikanhidupseseorang, keluarga, handaitolan, umatmanusiasertaalamseluruhnya. Setelah Al-qur’anturunmakalingkaranbangsa Arab dalamsegiakhlakdarisegisempitmenjadiluasdanberkembang, jelasarahdansasarannya. Dalamkaitannyadenganhalini, akandibahasmengenaisejarahpertumbuhandanperkembanganilmuakhlaqdenganpe ndekatanreligi, yaitu: pertama, pertumbuhandanperkembanganilmuakhlak di luarajaran Islam; dalamajaran Islam. kedua, pertumbuhandanperkembanganilmuakhlak di BAB II PEMBAHASAN A. SejarahPertumbuhandanPerkembanganAkhlak DiLuar Agama Islam Sejarah pertumbuhan dan perkembangan akhlak diluar agama Islam terbagi menjadi akhlak pada bangsa Yunani, akhlak pada agama Nasrani, akhlak pada bangsa Romawi (abad pertengahan), dan akhlak ada bangsa Arab. 1. Akhlak pada Bangsa Yunani Pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak pada bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Phisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana. Sedangkan sebelum itu dikalangan bangsa Yunani tidak di jumpai pembicaraan mengenai akhlak, karena pada masa itu perhatian meraka tercurah pada penyelidikan nya mengenai alam. Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia sehingga hasil yang di dapatnya adalah ilmu akhlak yang berdasar pada logika murni. Hal ini tidak sepenuhnya salah, karena manusia secara fitrah telah dibekali potensi bertuhan, beragama dan cenderung kepada kebaikan, disamping juga memiliki kecendrungan kepada keburukan, dan ingkar kepada Tuhan. Filosof Yunani yang pertama kali mengemukakan pemikiran di bidang akhlak adalah Socrates dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk pola hubungan itu tidak akan menjadi benar, kecuali bila didasarkan pada ilmu pengetahuan, sehingga ia berpandapat bahwa keutamaan adalah ilmu. Selanjutnya datanglah Plato. Ia seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates padangannya dalam bidang akhlak berdasarkan pada teori contoh. Menurutnya bahwa apa yang terdapat pada yang lahiriah ini sebenarnya telah ada contohnya terlebih dahulu, sehingga yang tampak ini hanya merupakan bayangan atau fotocopy dari contoh yang tidak tampak (alam rohani atau alam idea). Teori ini selanjutnya digunakan Plato dalam menjelaskan masalah akhlak. Setelah Plato, datang pula Aristoteles. Sebagai seorang murid Plato, Aristoteles berupaya membangun suatu yang khas, dan para pengikutnya disebut sebagai kaum Peripatisc. Ia berpendapat bahwa tujuan akhir yang di kehendaki oleh manusia dari apa yang dilakukannya adalah bahagia atau kebahagiaan. Jalan untuk menapai kebahagiaan ini adalah dengan mempergunakan akal dengan sebaik-baiknya. Dan masih banyak lagi pemikir akhlak di zaman Yunani. Keseluruhan pelajaran akhlak yang dikemukakan para pemikir Yunani tersebut tampak bersifat rasionalistik. Penentuan baik dan buruk didasarkan pada pendapat akal pikiran yang sehat dari manusia. Karenanya disebutkan bahwa ajaran akhlak yang dikemukakan para pemikir yunani bersifat anthropocentris (memusat pada manusia). Penadapat yang demikian itu dapat saja diikuti sepanjang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan alSunnah. 2. Akhlak pada Agama Nasrani Pada akhir abad ketiga Masehi Agama Nasrani berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak dalam Kitab Taurat dan Injil. Menurut agama ini bahwa Tuhan adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang menentukan dan membentuk patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupa masyarakat. Dengan demikian ajaran akhlak pada Agama Nasrani ini tampak bersifat teo-centri (memusat pada tuhan) dan sufistik (bercorak batin). Menurut ahli-ahli filsafat Yunani bahwa pendorong untuk melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut Agama Nasrani bahwa pendorong berbuat kebaikan ialah cinta dan imam kepada Tuhan berdasarkan petunjuk Kitab Taurat. Selain itu Agama Nasrani menghendaki agar manusia berusaha sungguh-sungguh mensucikan roh yang terdapat pada dirinya dari perbuatan dosa, baik dalam bentuk pemikiran maupun perbuatan. Akibat dari paham akhlak yang demikian itu, kebanyakan para pengikut pertama dari agama ini suka menyiksa dirinya, menjauhi dunia yang fana, beribadah, zuhud dan hidup menyendiri. 3. Akhlak pada Bangsa Romawi (Abad Pertengahan) Kehidupan bangsa Eropa padaabad pertengahan dikuasai oleh gereja. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh karena itu tidak ada artinya lagi penggunaan akal pemikiran untuk penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin yang dikeluarkan oleh gereja. Namun demikian sebagian dari kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran Plato, Aristoteles, Stoics untuk memperkuat ajaran gereja. Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dengan perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nasrani. Corak ajaran yang sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat Yunani dan ajaran agama itu, nantinya akan dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam. 4. Akhlak pada Bangsa Arab Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak memiliki ahli-ahli filsafat yang mengajak pada paham tertentu seperti bangsa Yunani dan Romawi. Pada masa itu bangsa Arab hanya mempunyai ahli hikmah dan ahli syair. Di dalam kata-kata hikmah dan syair tersebut dapat dijumpai ajaran yang memerintahkan agar berbuat baik dan menjauhi keburukan, mendorong pada perbuatan yang utama dan menjauhi dari perbuatan yang tercela dan hina. Hal yang demikian misalnya terlihat pada kata-kata hikmah yang dikemukakan Luqmanul Hakim, Aktsam bin Shaifi, dan pada syair-syair yang dikarang oleh Zuhair bin Abi Sulman dan Hakim al-Thai. B. SejarahAkhlakPadaBangsa Arab Sebelum Islam Masa jahiliyah yaitu zaman kebodohan sebelum islam lahir. Pada zaman ini keadaan akhlak manusia sangat menyedihkan. Bahkan, dalam setiap kota mempunyai tuhan sendiri-sendiri seperti Hubal,latta, Manna, Uzza itu sangat di hormati oleh mereka (M. Yatimin Abdullah, 2007 :251). Dalam zaman yang amat gelap tersebut, bangsa Arab mempunyai sifat berani, ulet, kuat ingatan, mempunyai perasaan, tahu harga diri dan ingin bebas cinta dan taat kepada pemimpin suku. Mereka hidup sederhana dan kasih sayang. Akan tetapi, sifat yang baik inidi kalahkan oleh sifat yang buruk. Selama zaman ini, bangsa Arab di liputi kedzaliman, dosa dan kepercayaan palsu. Para kaum wanita tidak di perlakukan sebagai manusia, tidak ada batasan bagi laki-laki untuk berapapun beristri. Jika seseorang lakilaki meninggal dunia, maka istrinya yang banyak itu termasuk hitungan harta pusakanya dan di bagi-bagikan ahli warisnya. Kehinanan derajat wanita ini adalah salah satu sebab yang menjadikan bangsa arab itu tiada mempunyai keturunan perempuan. Jika lahir seorang anak perempuan maka di nanti oleh kubur yang telah di siapkan. Maka di timbunlah anak yang baru lahir itu dengan tanah ke dalam kubur yang telah di siapkan itu. Kebiasaan ini juga yang membuat berbagai keburukan yang lain. Begitu rendahnya akhlak yang mereka miliki pada saat itu, sehingga membuat kehidupan mereka di penuhi dengan berbagai macam fenomena yang sangat menakutkan. Zaman jahiliyah ini merupakan zaman yang akhlaknya dalam keadaan memprihatinkan. Bahkan bisa di katakan sama seperti binatang. Ada beberapa fenomena yang di benci Rosulullah SAW yaitu: 1. Berdoa meminta kepada orang yang di anggap soleh. 2. Mengikuti orang yang berilmu fasik dan ahli ibadah yang sesat lagi jahil. 3. Percaya penuh kepada sihir dan khurafat. 4. Menyucikan mahluk seperti layaknya sang Kholik. 5. Munafik dalam akidah. 6. Menyeru kepada kesesatan. C. SejarahAkhlakPadaBangsa Arab Setelah Islam Islam datang mengajak pada kepercayaan bahwa Allah SWT adalah sumber segala sesuatu di seluruh alam. Akhlak dalam islam merupakan jalan hidup manusia yang paling sempurna dan menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Tujuan yang tertinggi dari segala tingkah laku manusia menurut pandangan islam adalah mendapatkan ridho dari Allah SWT. Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama islam dengan titik pangkalnya pada tuhan dan akal manusia. Agama islam pada intinya mengajak manusia agar percaya kepada tuhan dan mengakuinya bahwa Dialah pencipta, pemilik, dan pengasih terhadap setiap mahluk-Nya. Alquran adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran islam. Hukum-hukum islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah dan akhlak. Semua itu terkandung dalam firman-firman Allah dan sunah rosul. Selain berisi `perintah, alquran juga mengandung larangan seperti larangan berbuat syirik, durhaka kepada kedua orang tua, mencuri dan sebagainya. Hasil dari penelitian Thabathabi terhadap kandungan alquran mengenai jalan yang harus di tempuh manusia itu ada tiga macam dengan uraian singkat sebagai berikut: Pertama, menurut petunjuk alquran, dalam hidupnya manusia hanya menuju kepada kebahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-citanya. Kedua, perbuatan-perbuatan yang di lakukan manusia senantiasa berada dalam suatu kerangka peraturan dan hukumtertentu. Ketiga, jalan hidup terbaik dan terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi dorongan hawa nafsu (AbuddinNata, 2010 : 72). Dalam islam akhlak itu sendiri memiliki dua corak yaitu akhlak bercorak normatif yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Akhlak ini bersifat universal, mutlak dan absolut. Yang kedua akhlak yang bercorak rasional dan kultural yang didasarkan pada hasil pemikiran yang sehat serta adat istiadat dan kebudayaan yang berkembang, akhlak ini bersifat relatif dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Kodifikasi Ilmu Akhlak. Dalam islam, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah guru terbesar dalam bidang akhlak. Akan tetapi, tokoh yang pertama kali menggagas atau menulis akhlak dalam islam, masih terus diperbincangkan. Berikut akan dikemukakan beberapa teori. Pertama, tokoh yang pertama kali mengagas ilmu akhlak adalah Ali bin Abi Thalib. Ini berdasarkan sebuah risalah yang ditulisnya untuk putranya AlHasan, setelah kepulangannya dari perang shiffin. Didalam risalah tersebut terdapat banyak pelajaran akhlak dan berbagai keutamaan. Kandungan risalah ini tercemin pula dalam kitab Najh Al-Balaghah yang banyak dikutip oleh ulama sunni, Seperti Abu Ahmad bin Abdillah Al-‘Askari dalam kitabnya AzZawajir wa Al-Mawa’izh. Kedua, tokoh islam yang pertama kali menulis ilmu akhlak adalah Ismail bin Mahran Abu An-Nasshr As-Saukani, Ulama abad ke-2 H. Ia menulis kitab Al-Mu’min wa Al-Fajir (kitab akhlak yang pertama kali dikenal dalam islam). Ketiga, pada abad ke-3 H, Ja’far bin Ahmad Al-Qummi menulis kitab AlMani’at min Dukhul Al-Jannah. Tokoh-tokoh lain yang membicarakan tentang akhlak adalah : Ar-Razy (250-313 H), Ali bin Ahmad alkufi pada abad ke-4 H, Ibnu Maskawaih pada abad ke-5 H, Waran bin Abi Alfawaris pada abad ke-6 H, Syekh khawajah Nashir Ath-thusi pada abad ke-7 H (Rosihon Anwar, 2010 : 59-60). D. AkhlakPadaZamanBaru Pada abad pertengahan ke-15 mulailah ahli-ahli pengetahuan menghidup suburkan filsafat Yunani kuno. Itali juga kemudian berkembang di seluruh Eropa. Kehidupan mereka yang semula terikat pada dogma kristiani, khayal dan mitos mulai digeser dengan memberikan peran yang lebih besar kepada kemampuan akal pikiran. Di antara masalah yang mereka kritik dan dilakukan pembaharuan adalah masalah akhlak. Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan empiris dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayalan, dan hendak melahirkan kekuatan yang ada pada manusia, dihubungkan dengan praktek hidup di dunia ini. Pandangan baru ini menghasilkan perubahan dalam menilai keutamaan-keutamaan kedermawanan umpamanya tidak mempunyai lagi nilai yang tinggi sebagaimana pada abad-abad pertengahan, dan keadilan sosial menjadi di perolehnya pada masa yang lampau. Selanjutnya pandangan akhlak mereka diarahkan pada perbaikan yang bertujuan agar mereka menjadi anggota masyarakat yang mandiri. Ahli filsafat Perancis yaitu Desrates (1596-1650 M), termasuk pendiri filsafat baru dalam Ilmu Pengetahuan dan Filsafat. Ia telah menciptakan dasar-dasar baru, diantaranya: 1. Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal dan nyata adanya. Dan apa yang didasarkan kepada sangkaan dan apa yang tumbuhnya dari adat kebiasaan saja, wajib di tolak. 2. Di dalam penyelidikan harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya yang semudah-mudahnya, lalu meningkat kearah yang lebih banyak susunannya dan lebih dekat pengertiannya, sehingga tercapai tujuan kita. 3. Wajib bagi kita jangan menetapkan sesuatu hokum akan kebenaran sesuatu soal, sehingga menyatakannya dengan ujian. Descartes dan pengikutpengikutnya suka kepada paham Stoics, dan selalu mempertinggi mutu pelajarannya sedang Gassendi dan Hobbes dan pengikutnya suka kepada paham Epicurus dan giat menyiarkan aliran pahamnya. Kemudian lahir pula Bentham (1748-1832) dan John Stoart Mill (18061873). Keduanya berpindah paham dari faham Epicurus ke faham Utilitarianim. Pemikir akhlak yang selanjutnya dapat dijumpai pada Immanuel Kant. Pemikiran akhlak yang dikemukakan Immanuel Kant juga bersifat anthropocentris (memusat pada kemampuan dan potensi manusia). Ia berpendapat bahwa kriteria perbuatan akhlak adalah perasaan kewajiban intuitif. Pokok bahasan mengenai intuisi diklasifikasikan menjadi empat: 1. Intuisi mencari hakikat atau mencari ilmu pengetahuan. Dengan intuisi ini banyak manusia yang menghabiskan umurnya untuk mengabdikan diri kepada pengembangan ilmU pengetahuan. 2. Intuisi etika dan akhlak, yakni cenderung kepada kebaikan sebagaimana telah diuraikan diatas. 3. Intuisi estetika, yakni cenderung kepada segala sesuatu yang mendatangkan keindahan. 4. Intuisi agama, yaitu perasaan meyakini adanya yang menguasai alam dan segala isinya, yakni Tuhan. Pemikir barat dibidang akhlak selanjutnya adalah Bertrand Russel. Berbeda dengan Kant, Russel menolak adanya intuisi akhlaki dan keindahan esensial suatu perbuatan. Menurut Russel manusia tidak mampu memahami keindahan dan keburukan pada perbuatan. Dia juga menolak keindahan dan keburukan roh. Menurutnya manusia sama sekali tidak mempunyai akal atau roh murni. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah pertumbuhan ilmu akhlak merupakan peristiwa perkembangan pengetahuan tentang tingkah laku seseorang melalui berbagai macam metode yang tersusun secara sistematis. Akhlak sebelum islam ialah akhlak pada zaman jahiliyah. Akhlak pada zaman ini manusia belum mengenal sang pencipta. Mereka belum mempercayai adanya Allah. Akhlak dari zaman ke zaman merupakan akhlak dari waktu ke waktu, keadaan akhlak dari zaman ke zaman sulit untuk di tebak sebab sesuai dengan kenyataan yang ada. Keadaan akhlak dari zaman jahiliyah hingga sekarang, mereka masih percaya dengan ramalan perdukunan dan taklid. Semakin hebatnya teknologi di zaman modern ini semakin banyak pula akhlak manusia yang berbeda-beda. B. Saran Di zaman yang serba modern ini, kita di hadapkan pada perkembangan teknologi yang begitu canggih yang dapat memberi pengaruh baik maupun buruk pada akhlak kita, oleh karena itu kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus pandai-pandai memilah-milah mana hal yang baik dan yang buruk untuk diri kita.Sebagai mahasiswa hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dari sejarah perkembangan akhlak untuk memperbaiki etika dan pribadi serta menjadi agen perubahan moral yang semakin bobrok seiring perkembangan zaman. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. Yatimin. 2007. Study Akhlak dalam Perspektif Alquran. Jakarta: Amzah. Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka setia. Ardani, Moh.2005. AkhlakTasawuf (Nilai-nilaiakhlak/ budipekertidalamibadatdantasawuf). Jakarta: PT KaryaMulia. Beni, Ahmad Saebanidan Abdul Hamid.2010.IlmuAkhlak. PustakaSetya. Nata, Abuddin. 2010. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press. Bandung: