AMBLIOPIA Carmila L Tamtelahitu, dr., Sp.M SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. M. Haulussy - AMBON FK Unpatti AMBLIOPIA • “Lazy eye´ atau ”dull vision” • penurunan tajam penglihatan mono / binokuler tanpa disertai kelainan organik • Tajam penglihatan < 6/12 bilateral atau perbedaan antara mata normal dan mata ambliopia dua garis atau lebih (CHAUDHURI Z, 2008; PICKWELL D, 1986; NOORDEN G.K AND HELVESTON E.M, 1994). INSIDEN • Amerika Utara : 2% - 4% (unilateral, anak-anak sekitar) • Di USA : 120.000 anak / tahun (Ohio lions eye research, 2010) • Jakarta : 2,7% (SD negeri, > 6 th) (Anggraini N, 2002). • Penyebab hilangnya pengllihatan monokuler pada umur 20-70 tahun atau lebih ( “the Visual Acuity Impairment”, National Eye Institute) • Prevalensi ambliopia tidak banyak berubah selama bertahun-tahun (Yen K.G, 2008). PATOFISIOLOGI rangsangan penglihatan abnormal selama critical period yang berlangsung dalam 3 bulan pertama kehidupan • blurred retinal image (deprivasi) • interaksi binokuler yang abnormal (strabismik) • Kombinasi (anisometropia &deprivasi unilateral) Semakin dini usia, semakin lama terpapar dan semakin kabur image yang didapat, maka semakin parah ambliopia yang diderita PATOFISIOLOGI Perkembangan penglihatan dibagi dalam periode : 1. Critical (0 – 3 bulan) mudah terjadi 2. Visual plasticity (5 bulan – 7 / 8 tahun) dapat terjadi 3. Extended plasticity (10 tahun – dewasa) tidak mudah terjadi KARAKTERISTIK • Crowding phenomenon • Neutral density filter effect • Fiksasi eksentrik (Wright K.W, 2006). KARAKTERISTIK (1) • Crowding phenomenon adanya penurunan tajam penglihatan apabila memakai optotip multipel (linear optotype) dibandingkan dengan optotip tunggal. Crowding bars (optotip tunggal) sebagai pemeriksaan sensitif pada ambliopia (Wright K.W, 2006). 8 MATA NORMAL 9 MATA AMBLIOPIA 10 KARAKTERISTIK (2) • Neutral density filter effect Alat yang dapat mengurangi cahaya tanpa merubah warna. Membedakan visus pada mata normal dan ambliopia. Mata normal + ND2 ↓ visus (penglihatan sentral) Mata ambliopia + ND2 visus tetap (bukan penglihatan sentral) ND2 / very dark Crookes B2 lens KARAKTERISTIK • Neutral density filter effect Mata normal visus 20 / 20 + visus 20 / 50 Mata ambliopia visus 20 / 60 + visus 20 / 60 KARAKTERISTIK (3) • Fiksasi eksentrik Fiksasi penglihatan yang jatuh di bagian lain retina selain fovea. (monokuler / binokuler) Pemeriksaan : fixation ophthalmoscope atau visuscope. KARAKTERISTIK Terdapat klasifikasi fiksasi menurut Bangerter, yaitu : • Fiksasi sentral. • Fiksasi eksentrik (nonfoveolar), terbagi menjadi : • parafoveolar (berdekatan dengan refleks foveolar) • parafoveal (di luar foveolar, dekat dinding fovea) • eksentrik perifer (antara fovea dan disk, kadang diluar disk). • Tidak ada fiksasi (Bangerter A, 1955). KARAKTERISTIK • Klasifikasi fiksasi (Bangerter) KLASIFIKASI Umum : • Strabismik • Anisometropia • Ametropia • Deprivasi KLASIFIKASI Ambliopia Strabismik • paling sering pada anak dengan strabismus (esodeviasi) Mekanisme : interaksi binokuler yang abnormal atau competition antara mata normal dengan mata yang mengalami deviasi (Raab E.L et al, 2010; Noorden G.K and Helveston E.M, 1994). KLASIFIKASI Ambliopia Anisometropia • Muncul bila terdapat perbedaan refraksi antara kedua mata sehingga menyebabkan bayangan yang diterima retina menjadi tidak fokus. (Raab E.L et al, 2010; Noorden G.K and Helveston E.M, 1994). KLASIFIKASI Ambliopia Anisometropia • Hipermetropia ringan atau astigmat anisometropia (1-2 D) • Berat pada miopia tinggi unilateral (> - 6 D). • Tidak terjadi pada miopia ringan (< -3 D) (Raab E.L et al, 2010; Noorden G.K and Helveston E.M, 1994). KLASIFIKASI Ambliopia Ametropia • ↓ visus bilateral akibat dari kelainan refraksi yang besar dan sama pada kedua mata yang tidak terkoreksi pada anak-anak. • Hipermetropia > 5 D dan miopia > 6 D (Raab E.L et al, 2010; Noorden G.K and Helveston E.M, 1994). KLASIFIKASI Ambliopia Deprivasi • Obstruksi pada visual axis. • Penyebab : katarak kongenital, katarak yang didapat, ptosis, kekeruhan kornea dan perdarahan vitreus. • Insiden sedikit, paling berat dan sulit ditangani. (Raab E.L et al, 2010; Noorden G.K and Helveston E.M, 1994). KLASIFIKASI Berdasarkan visus : • Ringan ( > 20/40 atau > 6 / 12) • Sedang ( 20/40 – 20/100 atau 6/12 - 6/30 ) • Berat ( 20/100 – 20/400 atau 6/ 30 - 2/60 ) PENATALAKSANAAN • Oklusi • Penalization PENATALAKSANAAN • Oklusi memaksa mata ambliopia untuk berfungsi maksimal sehingga akan merangsang perkembangan visual. dimulai sesegera mungkin full time atau part time o part time : < 1 thn o < 4 bln tidak boleh > 50% o oklusi 3 :1 PENATALAKSANAAN Penalization • ambliopia sedang unilateral ( 3 -7 tahun), ambliopia anisometropia sedang pada pasien yang tidak dapat dilakukan oklusi & terapi maintenance setelah terapi oklusi • optical penalization dan pharmacological penalization. KOMPLIKASI • overtreatment the sound eye (mata yang sehat) occlussion amblyopia / ambliopia iatrogenik. • rekurensi saat terapi ambliopia dihentikan (25% pasien). Diatasi dengan terapi ulang. oklusi 1 – 3 jam/ hari, optical penalization dengan kacamata atau farmakologi dengan atropin 1 atau 2 hari per minggu dapat mencegah backsliding Oleh karena itu diperlukan monitoring yang ketat DIPLOPIA & SUPRESI Carmila L Tamtelahitu, dr., Sp.M SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. M. Haulussy - AMBON FK Unpatti DIPLOPIA • Penglihatan double • 2 jenis : monokuler & binokuler DIPLOPIA MONOKULER • Jarang • Etiologi : Astigmat (bentuk kornea yang ireguler) Mata kering Kelainan pada kornea Kelainan pada lensa (mis. Katarak) Kelainan pada retina (mis. Degenerasi makula) DIPLOPIA MONOKULER • Jarang • Etiologi : Astigmat (bentuk kornea yang ireguler) Mata kering Kelainan pada kornea Kelainan pada lensa (mis. Katarak) Kelainan pada retina (mis. Degenerasi makula) DIPLOPIA BINOKULER • Terjadi bila kedua mata gagal untuk bekerja bersama. • Penglihatan menjadi normal, bila salah satu mata ditutup. • Paling banyak terjadi DIPLOPIA BINOKULER Patofisiologi DIPLOPIA BINOKULER • Etiologi Strabismus ( anak ) Parese saraf yang mempersarafi otot pergerakan bola mata oPenyakit Tiroid, Stroke / TIA (Transient Ischemic Attack) oMultiple Sclerosis, Myastenia Gravis oTumor otak, Trauma kepala Rusaknya pembuluh darah yang mensuplai darah ke bola mata oDM PENEGAKAN DIAGNOSIS • Pemeriksaan WFDT (Worth Four Dot Test) • Pemeriksaan Maddox Rod WFDT 3 NORMAL SUPRESI SUPRESI DIPLOPIA 2 WFDT 3 2 MADDOX ROD SKOTOMA Carmila L Tamtelahitu, dr., Sp.M SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. M. Haulussy - AMBON FK Unpatti DEFINISI • Depresi area penglihatan pada lapang pandangan • Daerah penurunan penglihatan di dalam lapang pandangan, dikelilingi oleh daerah penglihatan yang sedikit berkurang atau normal PEMERIKSAAN Visus (Snellen Chart) Amsler Grid Contrast Sensitivity Lapang Pandangan Perimetry) (konfrontasi, Humprey, Goldmann CONTRAST SENSITIVITY TEST Patologis Sentral Perifer Skotoma Fisiologis Blind Spot Penglihatan Sentral • Ketelitian Penglihatan Perifer • Menentukan lokasi diri dalam ruang • Bepergian • Kewaspadaan gangguan benda di perifer SKOTOMA SENTRALIS • Etiologi Degenerasi makula (Dry AMD / Wet AMD), >>> Cedera makula Degenerasi makula miopik Penyakit saraf optik Gangguan makula kongenital SKOTOMA SENTRALIS • Gejala & Tanda Klinis Keluhan penglihatan sentral kabur / terdistorsi Kesulitan membaca dan mengenali wajah (awal, makula) SKOTOMA SENTRALIS • Gejala & Tanda Klinis Awal : persepsi kontras tidak terganggu Kemampuan bepergian relatif normal SKOTOMA PERIFER • Etiologi Glaukoma (khas) Retinitis Pigmentosa Penyakit Retina perifer lainnya Penyakit Vaskular serebral SKOTOMA PERIFER Glaukoma (khas) Penatalaksanaan Posisi kepala eksentrik (utk menempatkan bayangan di retina yang lebih sehat) Lensa pembesar (membaca, berbelanja) Pasien yang > tua membutuhkan waktu adaptasi >>> Pasien diyakinkan kemungkinan terjadinya kebutaan, bila kelainannya tidak dapat diatasi NIGHT BLINDNESS Carmila L Tamtelahitu, dr., Sp.M SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. M. Haulussy - AMBON FK Unpatti DEFINISI • = Nyctalopia • the inability or reduced ability to see in dim light or darkness • Memanjangnya waktu adaptasi gelap • Sinar kornea – lensa retina • Retina terdiri dari fotoreseptor (sel saraf) mengubah sinar menjadi sinyal elektrik transmisi ke otak image. F t r s p r o o e e o Sel Batang . 100 juta sel . Melihat hitam & putih . Mendeteksi gerakan & penglihatan perifer . penglihatan remang (dim light) . Menyebar di seluruh retina . Mengandung Rhodopsin Sel Kerucut . 3 juta sel . Melihat warna . Penglihatan terang (bright light) . Terletak di pusat retina • Rhodopsin Adaptasi gelap Terurai pada sinar yang terang terbentuk dg cepat pada suasana yang gelap (adapatasi gelap, max 15 – 30 menit) ETIOLOGI • Retinitis Pigmentosa • Malnutrisi (defisiensi vitamin A) • Obat, Phenothiazines • Oguchi disease • Sorsby’s dystrophy GEJALA • Night blindness • Poor vision in dim light • Penyerta : dry eyes, blurred vision HOMONIM & BITEMPORAL HEMIANOPSIA Carmila L Tamtelahitu, dr., Sp.M SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. M. Haulussy - AMBON FK Unpatti ANATOMI LINTASAN PENGLIHATAN • ANTERIOR : - Retina - N. Optikus - Kiasma optikus • POSTERIOR : - Traktus optikus - Genikulus lateralis - Radiatio optikus - Korteks visualis TOPOGRAFI JALUR LINTAS PENGLIHATAN Obyek / Stimulus Retina N. Optikus Khiasma optikus Traktus optikus Corpus geniculatum laterale Radiatio optik Korteks kalkarina Diskus optikus • Daerah keluarnya seluruh akson ganglion • Letak 3-4 mm nasal dar fovea • Diameter 1,5 mm • Skotoma absolut (bintik buta Mariotte) Letak di temporal penglihatan Nervus Optikus • Secara anatomi dibagi 4 : • Intra okuler : 1 mm • Intra orbita : 25 mm • Intrakanalikular : 9 mm • Intrakranial : 16 mm • Masuk intrakranial melalui foramen optikum Khiasma Optika • Penggabungan kedua N. Optikus • Terletak diatas sella tursika • Sisi nasal akan menyilang • Sisi temporal tidak menyilang Traktus Optikus • Posterior khiasma optikum • Melanjutkan ke posterior mengelilingi pedunkulus cerebri • Berakhir di Corpus Genikulatum Laterale • Masing -masing serabut berisi serabut visual dan pupilomotor Corpus Genikulatum Laterale • Terminal dari seluruh aferen jaras visual • Bagian dari talamus • Masuk : rotasi 90º dari serabut saraf • Retina superior medial CGL • Inferior retina lateral CGL • Keluar : terjadi perputaran lagi • Superior retina superior di radiatio optika dan korteks cerebri Radiatio Optika • Ada 3 kelompok : • Superior : lapang pandangan inferior • Inferior : lapang pandangan superior • Sentral : makula • Terjadi pemutaran seperti sebelum masuk CGL Korteks Oksipital • Disebut juga korteks striata (area 17) • Berada di sepanjang bibir superior dan inferior fissura kalkarina • Area 17 impuls sederhana Perantara korteks asosiasi area 18 dan 19 mempunyai arti dan bentuk Mata berhubungan erat dengan otak: • Diagnoisa gangguan SSP • Contoh: • Visus berhubungan dengan N. II Cortex visual • Lapang pandangan berhubungan dengan N. II Cortex visual • Gerakan otot mata ( N.III; N. IV; N. VI ) LAPANG PANDANGAN / VISUAL FIELD Pemeriksaan • Tes konfrontasi • Layar Tangent ( sentral : + 30o ) • Perimeter ( perifer : > 60o ) LAPANG PANDANGAN / VISUAL FIELD Lapang pandangan normal • Lapang pandangan : batas penglihatan perifer dimana suatu obyek masih dapat dilihat ketika mata terfiksasi pada satu titik • Pulau penglihatan pada lautan kegelapan • Sensitivitas sentral (puncak) • Sensitivitas tepi (perifer) Goldman perimetry Humphrey perimetry • Pemeriksaan lapang pandangan sentral dan perifer Lesi pada jalur lintas penglihatan “ DEFEK LAPANG PANDANGAN” • Batas lapang pandangan: • 60o superior dan nasal • 75o inferior • 90o-100o temporal • Lapang pandangan terbagi: • sentral : 30o • mid perifer : 30o-40o • perifer : > 40o HUBUNGAN RETINA & LAP PANDANGAN Setiap titik pada retina diproyeksikan, diformasikan terbalik pada lapang pandangan : • Retina nasal : VF-temporal • Retina temporal : VF-nasal • Retina superior : VF-inferior • Retina inferior : VF-superior Klasifikasi topografik defek lapang pandangan: 1. Pre khiasma 2. Khiasma 3. Post khiasma TOPOGRAFI JALUR LINTAS PENGLIHATAN Obyek / Stimulus Retina N. Optikus Khiasma optikus Traktus optikus Corpus geniculatum laterale Radiatio optik Korteks kalkarina Lesi Prekhiasma Defek: monokular VF: skotoma sentral Visus: menurun; Refleks pupil: menurun Lesi khiasma Defek: binokular VF: Heteronim hemianopsia - bitemporal - binasal - altitudinal Visus: bervariasi; Refleks pupil bervariasi Lesi Post / Retrokhiasma Defek: binokular VF: homonim hemianopsia Visus: normal Reflek pupil bervariasi HUBUNGAN ANTARA VISUAL FIELD DEFECT & KEMUNGKINAN LESI PATOLOGIS YANG TERJADI PRE CHIASMA CHIASMA RETRO CHIASMA ? LOSS OF VISION & BLINDNESS Carmila L Tamtelahitu, dr., Sp.M SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. M. Haulussy - AMBON FK Unpatti VISUAL OF LOSS Definisi • Hilangnya penglihatan yang sebelumnya ada • Ada 2 : akut & kronis AKUT • Penyakit retina • Kelainan N. II • Kelainan jalur penglihatan KRONIS • Kekeruhan media refraksi • Kelainan jalur penglihatan BLINDNESS Definisi • Kebutaan (WHO) : gangguan penglihatan yang menyebabkan tidak dapat menghitung jari (finger counting) dari jarak 3 meter dengan koreksi terbaik. • “Low vision” atau penglihatan lemah : seseorang dg gangguan fungsi penglihatan dan setelah koreksi terbaik hanya memiliki tajam penglihatan 6/18 sampai persepsi cahaya atau luas lapang pandangan kurang dari 100. • Berkurangnya penglihatan sehingga seseorang tidak mampu mandiri dalam pekerjaan, menyebabkan seseorang bergantung pada orang lain, badan, dan atau alat bantu agar dapat hidup. (Fungsional Alternatif) BLINDNESS Etiologi • Katarak >>> (negara berkembang) • Proses penuaan, retinopathy diabetik, ablatio retina (negara sudah berkembang)