A. Pengantar Kehidupan yang sejahtera merupakan idaman setiap orang. Tiap-tiap diri kita, tentu, berharap bisa makan setiap hari, bisa beli motor dan mobil, bisa membangun rumah, bisa menyekolahkan anak sampai ke jenjang perguruan tinggi, bisa memberi uang saku anak setiap hari, bisa membeli baju baru, dll. Oleh karena itu, kita selalu berusaha untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, di dalam masyarakat kita berbagai macam kebutuhan hidup dipenuhi oleh tiap-tiap keluarga. Dalam hal ini, bapak sebagai kepala keluarga merupakan penanggung jawab utama atas terpenuhinya berbagai macam kebutuhan hidup bagi keluarganya. Namun, di dalam masyarakat kita, banyak keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup anggotaanggotanya. Hal ini terjadi karena disebabkan oleh berbagai macam faktor. Bisa jadi karena sang bapak malas untuk bekerja, atau karena sang bapak tidak memiliki keterampilan apapun yang membuat dirinya tidak memiliki pekerjaan, atau karena tingkat pendidikan yang dimiliki oleh sang bapak rendah sehingga sulit bagi dirinya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, atau karena sang bapak itu sendiri telah tiada, dan masih banyak faktor-faktor lain yang membuat keluarga mengalami kehidupan yang tidak sejahtera. Oleh karena itu, pemerintah bertanggung jawab untuk membantu keluarga-keluarga yang kurang mampu agar menjadi keluarga yang memiliki kemampuan memenuhi berbagai macam kebutuhan hidunya. Dengan disahkannya UU No. 6/2014, pihak pemerintah desa ikut memikul tanggung jawab untuk memberdayakan keluarga-keluarga yang kurang mampu tersebut. Guna menyukseskan tanggung jawab tersebut, pihak pemerintah pusat menggelontorkan dana 800 juta sampai 3,5 milyar tiap tahun pada tiap-tiap desa. Namun, ketika dana tersebut turun ke desa, nampaknya pihak pemerintah desa kurang mengalokasikannya pada program-program pemberdayaan masyarakat, mereka justru menggunakannya untuk memperindah gedung-gedung di kantor desa. Hal ini seperti yang terjadi pada beberapa desa yang ada di Banyuwangi. Tindakan pemerintah desa tersebut, nampaknya, terjadi akibat dari ketidakpahaman mereka terhadap konsep pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Sehingga, karena ketidak pahaman tersebut, maka mereka kurang menyelenggarakan program-program pemberdayaan masyarakat bagi keluarga-keluarga yang kurang mampu. Untuk itu, tulisan ini hendak menjelaskan konsep pemberdayaan masyarakat. B. Community Development Istilah pemberdayaan masyarakat merupakan terjemahan dari istilah Community Development. Pemberdayaan masyarakat itu sendiri pada dasarnya merupakan salah satu jenis strategi pembangunan. Pemberdayaan masyarakat fokus pada pembangunan aspek manusia, khususnya orang-orang miskin. Untuk memahami konsep pemberdayaan masyarakat secara utuh, maka kita perlu memahami strategi pembangunan modernisasi, yang selama ini merupakan strategi pembangunan yang diterapkan oleh pemerintah (termasuk pemerintah desa). Modernisasi merupakan strategi pembangunan yang bertujuan merubah masyarakat agraris (pertanian) menjadi masyarakat industri (modern). Oleh karena itu, modernisasi lebih mengedepankan pada pembangunan segi fisik, yakni pengaspalan jalan, pendirian pabrik-pabrik, pembetonan jembatan, pelistrikan, dll. Mengingat modernisasi hanya membangun aspek fisik, maka orang-orang yang malas akan tetap malas, orang-orang yang tidak memiliki keterampilan, tentu, juga tetap tidak memiliki keterampilan, karena yang dibangun adalah jalanan di depan rumah mereka dan bukan diri mereka. Selain itu, dengan didirikannya suatu pabrik pada desa tertentu, para penduduk desa hanya akan menjadi tenaga kerja kasar pada pabrik tersebut, dan bukan menjadi manajer ataupun direktur, karena penduduk desa tersebut tidak memiliki keterampilan. Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga merupakan salah satu jenis strategi untuk membantu keluarga-keluarga miskin, dengan membuat mereka bermental mandiri dan bukan bermental pengemis. Dalam hal ini, untuk membantu orang-orang miskin pada umumnya pemerintah desa mengadakan program bantuan langsung. Program tersebut bisa berupa pemberian uang tunai dalam jumlah tertentu setiap bulan, bisa berupa pemberian sembilan bahan pokok pada bulan-bulan tertentu, bisa berupa pemberian bantuan uang SPP bagi anakanak mereka yang masih sekolah, dll. Program bantuan langsung tersebut, jika terus diselenggarakan dan bahkan menjadi program yang dominan di dalam penanganan kemiskinan, maka akan berakibat buruk pada mentalitas orang-orang yang menjadi sasaran program tersebut. Dalam hal ini, keluarga-keluarga miskin tersebut akan bermental pengemis, dan terus bergantung pada uluran tangan orang lain. Sehingga, mereka tidak memiliki inisiatif untuk merubah nasib mereka. Dengan demikian, di dalam menangani kemiskinan, pihak pemerintah desa perlu beralih dari program pemberian langsung menjadi program pemberdayaan masyarakat. Lalu bagaimanakah pemberdayaan masyarakat itu? Pemberdayaan masyarakat terdiri dari dua kata, yakni “pemberdayaan” dan “masyarakat”. “Pemberdayaan” berarti merubah ketidak mampuan menjadi mampu, sedangkan “masyarakat” berarti sekumpulan orang atau sekelompok orang. Dengan demikian istilah pemberdayaan masyarakat memiliki arti merubah sekelompok orang yang tidak mampu menjadi sekelompok orang yang mampu. Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan yang bertujuan merubah orang-orang yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri menjadi orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Oleh karena itu, bentuk program dari pemberdayaan masyarakat bukan berupa pengaspalan jalanan ataupun pembetonan jembatan, tetapi pendidikan kewirausahaan bagi sekelompok orang yang tidak mampu (miskin). Lalu bagaimanakah langkah-langkah pemberdayaan masyarakat itu sendiri? Pertama, pemerintah desa harus mengidentifikasi keluarga-keluarga yang miskin di antara penduduk yang tinggal di desanya terlebih dahulu. Pihak pemerintah selanjutnya menggali potensi-potensi keterampilan yang mereka miliki, dan bidang-bidang usaha yang ingin mereka geluti. Selanjutnya, pemerintah mengumpulkan orang-orang tersebut ke dalam kelompok-kelompok binaan usaha tertentu, yang sesuai dengan minat mereka masing-masing (misal: orang-orang yang berminat untuk menggeluti budi daya lele disatukan ke dalam kelompok binaan peternak lele, orang-orang yang berminat untuk menggeluti budi daya belut disatukan ke dalam kelompok binaan peternak belut, orang-orang yang berminat untuk menggeluti budi daya ayam petelur disatukan ke dalam kelompok binaan peternak ayam petelur). Berikutnya, pemerintah memfasilitasi pengembangan kemampuan mengelola produk, kemampuan manajerial, kemampuan mengelola keuangan, kemampuan kepemimpinan, dll sesuai dengan kebutuhan masing-masing kelompok binaan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah desa perlu memberikan pelatihan-pelatihan pada masing-masing kelompok binaan tersebut, sesuai dengan bidang usaha yang digelutinya. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan fasilitas modal usaha pada masing-masing kelompok tersebut. Lalu, agar masing-masing kelompok tersebut dapat berjalan dengan baik dan tidak bubar di tengah jalan, maka pemerintah desa perlu menyediakan pendamping program pada masing-masing kelompok tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, jika tiap-tiap kelompok tersebut tidak difasilitasi dengan pendamping program, maka pelatihan-pelatihan yang mereka terima hanya berhenti di ruang pelatihan dan tidak berlanjut pada pengembangan usaha. Selain itu, modal yang mereka peroleh kemungkinan juga tidak akan mereka kembangkan untuk usahanya, tetapi mereka gunakan untuk kebutuhan-kebutuhan konsumtif. Dalam hal ini, pendamping program bertanggung jawab untuk memonitoring jalannya kelompok-kelompok binaan, bertanggung jawab untuk memberikan mereka bimbingan bila kelompok-kelompok tersebut menghadapi kesulitan, dll. Dengan demikian, peran pendamping sangat penting di dalam program pemberdayaan masyarakat.