MODUL PENDIDIKAN PANCASILA Pendahuluan (DasarDasar, Tujuan penyelenggaraan, capaian dan metode pembelajaran Pendidikan Pancasila) Fakultas Program Studi Ekonomi dan Bisnis Manajemen Tatap Muka 02 Kode MK Disusun Oleh 90037 Adi Sofyana Latif, S.Si, M.M, C.MA Abstract Kompetensi Pada pokok bahasan ini mendiskripsikan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan dasar-Dasar Pendidikan Pancasila agar dapat mewujudkan pencapaian dalam pembelajaran Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan serta mengetahui tujuan Penyelenggaraan Pendidikan Pancasila PENDAHULUAN A. Dasar-Dasar Pendidikan Pancasila B. Tujuan Penyelenggaraan Pendidikan Pancasila C. Capaian dan Pembelajaran Pendidikan Pancasila A. Dasar-Dasar Pendidikan Pancasila Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang belum lama disahkan, secara eksplisit juga menyebutkan bahwa terkait dengan kurikulum nasional setiap perguruan tinggi wajib menyelenggarakan mata kuliah Pancasila, Kewarganegaraan, Agama dan Bahasa Indonesia.Apabila dilakukan jejak pendapat dikalangan mahasiswa biasanya mereka cenderung tidak menyukai empat mata kuliah yang dikenal sebagai Mata Kuliah Kepribadian (MPK) ini. Beberapa alasannya adalah pertama, mata kuliah ini bukan mata kuliah sesuai dengan bidang studi mereka, kedua, materinya tidak up to date, hanya mengulang apa yang pernah mereka dapatkan di jenjang pendidikan sebelumnya, ketiga, metode pembelajarannya yang tidak variatif dan inovatif sehingga menimbulkan kebosanan. Perlu diketahui bahwa mempelajari ilmu sesuai dengan bidangnya saja tidaklah cukup untuk bekal ketika mereka lulus kuliah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 60% keberhasilan seseorang tidak ditentukan pada penguasaan bidang ilmunya, namun pada kepribadiannya. Dengan menyadari pentingnya kepribadian ini diharapkan mahasiswa lebih tertarik pada mata kuliah ini. Mata Kuliah Pendidikan Pancasila merupakan pelajaran yang memberikan pedoman kepada setiap insan untuk mengkaji, menganalisis, dan memecahkan masalah-maslah pembangunan bangsa dan Negara dalam perspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara Republik Indonesia. Apabila dilakukan jejak pendapat dikalangan mahasiswa biasanya mereka cenderung tidak menyukai empat mata kuliah yang dikenal sebagai Mata Kuliah Kepribadian (MPK) ini. Secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsurunsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka. Perubahan yang terjadi di dunia terasa begitu cepat, sehingga menyebabkan seluruh tatanan yang ada di 2015 2 Pendidikan Pancasila Adi Sofyana Latif Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dunia ini ikut berubah. Hal ini menyebabkan sendi-sendi kehidupan yang selama ini diyakini kebenarannya menjadi usang. Nilai-nilai yang menjadi panutan hidup telah kehilangan otoritasnya, sehingga manusia menjadi bingung. Kebingunan itu menimbulkan berbagai krisis, terutama ketika terjadi krisis moneter yang dampaknya terasa sekali di bidang politik, sekaligus juga berpengaruh di bidang moral serta sikap perilaku manusia di berbagai belahan dunia, khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Guna merespon kondisi tersebut di atas, pemerintah perlu mengantisipasi agar tidak menuju ke arah keadaan yang lebih memprihatinkan. Pancasila merupakan warisan luar biasa dari pendiri bangsa yang mengacu kepada nilainilai luhur. Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia yang diresmikan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dalam sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi ideologi Negara Pancasila. Masyarakat, bangsa dan negara Indonesia sudah seharusnya memiliki kekuatan kesadaran budaya pancasilayang tinggi, karena kesadaran budaya adalah suatu inti dari peradaban umat manusia atau suatu bangsa.Maka dari itu diperlukan adanya suatu paradigma baru untuk memposisikan dan memerankan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup yakni suatu paradigma yang melihat bangsa dan negara Indonesia sebagai subjek kreatif dan produktif dalam melaksanakan Pancasila.Pemberian pendidikan Pancasila dalam lembaga pendidikan, mulai Sekolah Dasar hingga Peguruan Tinggi, akan memberikan kekuatan internal dari kaum terdidik. Untuk dapat mengetahui hasil dari pendidikan Pancasila memang tidaklah mudah, Di samping itu untuk mensosialisasikan membudayakan Pancasila ini tidak mudah juga di tengah masyarakat Indonesia yang tradisional dan berubah.Oleh karenanya sangat diperlukan adanya revitalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Revitalisasi adalah suatu aktivitas untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal karena mengalami bias atau kemunduran. Secara etimologis istilah Pancasila berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana), bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Dalam bahasa Jawa diartikan ‘susila’ yang memiliki hubunga moralitas. Secara etimologis kata ‘Pancasila’ yang dimaksudkan ialah ‘dasar yang memiliki lima unsur’ atau lima aturan tingkah laku yang penting. Ajaran Pancasiila menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganutnya. Dasar Pemikiran Pendidikan Pancasila pada era globalisasi ini menuntut adanya berbagai perubahan. Demikian juga bangsa Indonesia pada saat ini terjadi perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh pengaruh dari luar maupun dari dalam negeri.Kesemuanya di atas 2015 3 Pendidikan Pancasila Adi Sofyana Latif Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id memerlukan kemampuan warga negara yang mempunyai bekal ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berlandaskan pada nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Adapun yang menjadi dasar-dasar pendidikan Pancasila adalah sebagai berikut: 1. Dasar Filosofis 2. Dasar Sosiologis 3. Dasar Yuridis Dasar Filosofis Ketika Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua, dunia dicekam oleh pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi komunisme. Kapitalisme berakar pada faham individualisme yang menjunjung tinggi kebebasan dan hak-hak individu; sementara komunisme berakar pada faham sosialisme atau kolektivisme yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan individual. Kedua aliran ideologi ini melahirkan sistem kenegaraan yang berbeda. Faham individualisme melahirkan negara-negara kapitalis yang mendewakan kebebasan (liberalisme) setiap warga, sehingga menimbulkan perilaku dengan superioritas individu, kebebasan berkreasi dan berproduksi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Sementara faham kolektivisme melahirkan negara-negara komunis yang otoriter dengan tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak dari eksploitasi segelintir warga pemilik kapital. Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan ‘perang dingin’ yang dampaknya terasa di seluruh dunia. Namun para pendiri negara Republik Indonesia mampu melepaskan diri dari tarikan-tarikan dua kutub ideologi dunia tersebut, dengan merumuskan pandangan dasar (philosophische grondslag) pada sebuah konsep filosofis yang bernama Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila bahkan bisa berperan sebagai penjaga keseimbangan (margin of appreciation) antara dua ideologi dunia yang bertentangan, karena dalam ideologi Pancasila hak-hak individu dan masyarakat diakui secara proporsional. Rumusan tentang Pancasila tidak muncul dari sekedar pikiran logis-rasional, tetapi digali dari akar budaya masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Maka Bung Karno hanya mengaku dirinya sebagai penggali Pancasila, karena nilai-nilai yang dirumuskan dalam Pancasila itu diambil dari nilai-nilai yang sejak lama hadir dalam masyarakat Nusantara. Oleh karena itulah Pancasila disebut mengandung nilai-nilai dasar filsafat (philosophische grondslag), merupakan jiwa bangsa (volksgeist) atau jati diri bangsa (innerself of nation), dan menjadi cara hidup (way of life) bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Dengan demikian nilai-nilai dalam Pancasila merupakan karakter bangsa, yang menjadikan bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Pendidikan Pancasila perlu karena dengan cara itulah karakter bangsa dapat lestari, terpelihara dari ancaman gelombang globalisasi yang semakin besar. 2015 4 Pendidikan Pancasila Adi Sofyana Latif Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dasar Sosiologis Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil, formal, dan fungsional) yang ada dalam masyarakat Indonesia. Kenyataan objektif ini menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa untuk taat pada nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis (peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi. Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi Pancasila bisa diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali ada upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka nilai-nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan kembali. Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan pemersatu, maka kegagalan upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965 untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis membutuhkan ideologi pemersatu Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi untuk menjaga keutuhan masyarakat bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya lewat proses pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai Pancasila tersebut dapat disemaikan dan dikembangkan secara terencana dan terpadu. Dasar Yuridis Pancasila sebagai norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia yang berlaku adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945) junctis Keputusan Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah Pembukaan UUD RI Tahun 1945 yang disahkan/ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila-sila Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD RI Tahun 1945 secara filosofis-sosiologis berkedudukan sebagai Norma Dasar Indonesia dan dalam konteks politis-yuridis sebagai Dasar Negara Indonesia. Konsekuensi dari Pancasila 2015 5 Pendidikan Pancasila Adi Sofyana Latif Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tercantum dalam Pembukaan UUD RI Tahun 1945, secara yuridis konstitusional mempunyai kekuatan hukum yang sah, kekuatan hukum berlaku, dan kekuatan hukum mengikat. Nilai-nilai Pancasila dari segi implementasi terdiri atas nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Nilai dasar terdiri atas nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai dasar ini terdapat pada Pembukaan UUD RI Tahun 1945, dan Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa nilai dasar tersebut harus dijabarkan konkret dalam Batang Tubuh UUD RI Tahun 1945, bahkan pada semua peraturan perundang-undangan pelaksanaannya. Peraturan perundang-undangan ke tingkat yang lebih rendah pada esensinya adalah merupakan pelaksanaan dari nilai dasar Pancasila yang terdapat pada Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945, sehingga perangkat peraturan perundangundangan tersebut dikenal sebagai nilai instrumental Pancasila. Jadi nilai instrumental harus merupakan penjelasan dari nilai dasar; dengan kata lain, semua perangkat perundangundangan haruslah merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila yang terdapat pada Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945. Para penyusun peraturan perundang-undangan (legal drafter) di lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif dari tingkat pusat hingga daerah adalah orang-orang yang bertugas melaksanakan penjabaran nilai dasar Pancasila menjadi nilai-nilai instrumental. Mereka ini, dengan sendirinya, harus mempunyai pengetahuan, pengertian dan pemahaman, penghayatan, komitmen, dan pola pengamalan yang baik terhadap kandungan nilai-nilai Pancasila. Sebab jika tidak, mereka akan melahirkan nilai-nilai instrumental yang menyesatkan rakyat dari nilai dasar Pancasila. Jika seluruh warga bangsa Indonesia taat asas pada nilai-nilai instrumental, taat pada semua peraturan perundang-undangan yang betul-betul merupakan penjabaran dari nilai dasar Pancasila, maka sesungguhnya nilai praksis Pancasila telah wujud pada amaliyah setiap warga. Pemahaman perspektif hukum seperti ini sangat strategis disemaikan pada semua warga negara sesuai dengan usia dan tingkat pendidikannya, termasuk pada para penyusun peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu menjadi suatu kewajaran, bahkan keharusan, jika Pancasila disebarluaskan secara massif antara lain melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal. Penyelenggaraan pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi lebih penting lagi karena Perguruan Tinggi sebagai agen perubahan yang melahirkan intelektual-intelektual muda yang kelak menjadi tenaga inti pembangunan dan pemegang estafet kepemimpinan bangsa dalam setiap strata lembaga dan badan-badan negara, lembaga-lembaga daerah, lembaga-lembaga infrastruktur politik dan sosial kemasyarakatan, lembaga-lembaga bisnis, dan lainnya. 2015 6 Pendidikan Pancasila Adi Sofyana Latif Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id B. Tujuan Penyelenggaraan Pendidikan Pancasila Dengan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, diharapkan dapat tercipta wahana pembelajaran bagi para mahasiswa untuk secara akademik mengkaji, menganalisis, dan memecahkan masalah-masalah pembangunan bangsa dan negara dalam perspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republik Indonesia. Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan Nasional bertujuan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional yang ada merupakan rangkaian konsep, program, tata cara, dan usaha untuk mewujudkan tujuan nasional yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi pun merupakan bagian dari upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi adalah untuk: 1. Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa melalui revitalisasi nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2. Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila kepada mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia, serta membimbing untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3. Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui sistem pemikiran yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. 4. Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada tanah air dan kesatuan bangsa, serta penguatan masyarakat madani yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan Pancasila, untuk mampu berinteraksi dengan dinamika internal dan eksternal masyarakat bangsa Indonesia. 2015 7 Pendidikan Pancasila Adi Sofyana Latif Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id C. Capaian Pembelajaran Capaian Pembelajaran: 1. Memiliki kemampuan analisis, berfikir rasional, bersikap kritis dalam menghadapi persoalan-persoalan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2. Memiliki kemampuan dan tanggung jawab intelektual dalam mengenali masalahmasalah dan memberi solusi berdasarkan nilai-nilai Pancasila. 3. Mampu menjelaskan dasar-dasar kebenaran bahwa Pancasila adalah ideologi yang sesuai bagi bangsa Indonesia yang majemuk (Bhinneka Tunggal Ika). 4. Mampu mengimplementasikan dan melestarikan nilai-nilai Pancasila dalam realitas kehidupan. 5. Memiliki karakter ilmuwan dan profesional Pancasilais yang memiliki komitmen atas kelangsungan hidup dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendidikan Pancasila yang berhasil akan membuahkan sikap mental bersifat cerdas, penuh tanggungjawab dari peserta didik dengan perilaku yang: 1. Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2. Berperikemanusiaan yang adil dan beradab, 3. Mendukung persatuan bangsa, 4. Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan, dan 5. Mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial. 2015 8 Pendidikan Pancasila Adi Sofyana Latif Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Forum Diskusi Panel: 1. Berikan argumentasi saudara, apakah dengan adanya Mata Kuliah Kepribadian di Perguruan Tinggi ini membantu mahasiswa memantapkan keperibadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudayaan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab. 2. Karakter bangsa Indonesia sebenarnya adalah Pancasila. Kalau seseorang harus mengambil keputusan dalam situasi sulit atau menghadapi dilema seperti warga negara yang harus memilih “tetap menjadi Pancasilais tetapi melawan peraturan negara ataukah tetap menjalankan peraturan negara yang bertentangan dengan Pancasila. Bagaimana sikap yang seharusnya dilakukan oleh orang tsb (kaitkan dengan karakter bangsa Indonesia)? 3. Demikian juga halnya dengan Negara. Kalau suatu negara harus mengambil keputusan dalam situasi sulit atau situasi dilematis maka pilihan keputusannya juga sangat ditentukan oleh karakter yang dimiliki oleh negara tersebut. Bagaimana sikap yang seharusnya dilakukan oleh Negara tsb (kaitkan dengan karakter bangsa Indonesia)? Membangun karakter negara adalah bagian dari membangun diri kita sendiri. Oleh karenanya membangun karakter negara adalah menjadi tugas kita semuanya. Founding Fathers negara kita telah dengan susah payah melahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sekarang menjadi tugas kita untuk merawatnya. Suatu bangsa akan menjadi besar dan kuat bukan oleh bangsa lain, demikian juga lemah dan hancurnya juga bukan oleh bangsa lain, melainkan oleh bangsa itu sendiri. Pendidikan karakter sekarang menjadi salah satu solusi kultural untuk mengurangi korupsi.Pendidikan karakter harus jadi gerakan semua pihak, semua lapisan, integrated supaya bisa berhasil. “Kita tidak boleh mentolerir kecurangan walaupun kecil seperti mencontek yang dilakukan saat ulangan, ataupun plagiat ketika membuat karya tulis/ilmiah. Karena kebiasaan-kebiasaan tidak jujur yang dilakukan tersebut lama-lama bisa mengkarakter pada manusia. Perilaku harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya di sekolah/kampus, tetapi juga di rumah dan dimasyarakat. Rektor juga berharap digalakkan budaya malu berbuat salah , budaya bangga berbuat jujur. Bangga dengan bangsanya, cinta pada tanah airnya. Semua pihak harus punya kesadaran ini, harus jadi 2015 9 Pendidikan Pancasila Adi Sofyana Latif Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id gerakan moral dari seluruh komponen bangsa. Rektor berharap media massa juga ambil peran dalam keberhasilan pendidikan karakter. Runtuhnya karakter bangsa Indonesia yang mengemuka belakangan ini seperti terlihat pada memudarnya sikap toleran dan menghormati nilai-nilai pluralisme sehingga kekerasan begitu mudah terjadi serta sikap tidak setia pada negara. Berbagai bentuk anomali sosial dan anarkisme seperti tawuran, perusakan sarana publik, penipuan, pelecehan seksual hingga pembunuhan dan berbagai bentuk penyimpangan moral lainnya menjadi bukti konkret memudarnya nilai-nilai luhur yang selama ini melekat pada bangsa ini.Namun terkesan terhadap berbagai bentuk penyimpangan seperti itu sebagian masyarakat menyikapinya biasa-biasa saja. Bahnkan sanki sosial seakan tidakk berlaku lagi dan sebagian masyarakat membiarkannya, bahkan apatis ketika penyimpangan yang sistematis di berbagai lini kehidupan hukum, pemerintahan, maupun pendidikan itu sendiri. Lebih tragis lagi, beberapa waktu terakhir ini ada gejala sangat aneh bahwa petugas keamanan seperti polisi justru menjadi sasaran kekerasan, bahkan pembunuhan, para petugas hukum malah yang paling banyak melanggar hukum, hakim yang tugasnya menjadi benteng penegak keadilan justru mempertontonkan praktik ketidakadilan, kampus sebagai tempat para intelektual yang seharusnya menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi dan menjauhi anarkisme juga tak luput dari aksi anarkis seperti perusakan laboratorium, ruang kuliah, perkantoran, intelektual yang mestinya mengedepankan argumentasi dengan nalar logis dalam menyelesaikan persoalan seolah melupakan etika akademik yang menjadi bagian kehidupannya. Semua menjadi tontonan gratis yang memilukan. Untuk itu pendidikan dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab terhadap gejala tersebut memang tidak salah dan wajar. Sebab, dibanding dengan institusi-institusi sosial yang lain, pendidikan merupakan yang paling sarat makna. Pendidikan merupakan pintu masuk untuk mengantarkan peserta didik menjadi manusia berbudi pekerti luhur, berbudaya, berilmu pengetahuan, berketrampilan, berperadaban, dan berkarakter. Karena itu, secara logis mudah dipahami jika di antara tujuan tersebut ada yang tidak tercapai tentu ada yang sesuatu yang tidak beres dalam penyelengaraan pendidikan secara keseluruhan, bisa landasan filosofis, praktik, pendidik, lingkungan, dan orientasi masa depan peserta didiknya serta perubahan kondisi eksternal yang gagal ditangkap oleh penyelenggara dan pemilik otoritas formal kebijakan pendidikan. 2015 10 Pendidikan Pancasila Adi Sofyana Latif Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka 1. Syahrial Syarbaini, 2014, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, Jakarta, Ghalia Indonesia 2. Buku-buku Pancasila yang relevan. 3. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&frm=1&source=web&cd=1&ved=0 CCgQFjAA&url=http%3A%2F%2Fstiead.ac.id%2Findex.php%2Fdirektorikhusus%2Fdoc_download%2F43-modul-kuliahpancasila&ei=buMnUpm_HcaErAe6goCoDQ&usg=AFQjCNHubESnt6P4SKoHzLSVPwKcAFO9Q 4. http://cintyarya-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-42851Pendidikan%20KewarganegaraanPendidikan%20Kewarganegaraan%20dan%20Pancasila.html 2015 11 Pendidikan Pancasila Adi Sofyana Latif Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id