Uploaded by User83328

Askep Lansia dengan Demensia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral
symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (nondisruptive).
Usia di atas 65 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami demensia
dan hal ini tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan status ekonomi.
Hasil penelitian di seluruh dunia menunjukkan bahwa demensia terjadi sekitar 8
% pada warga di atas usia 65 tahun dan meningkat sangat pesat menjadi 25 %
pada usia di atas 80 tahun dan hampir 40 % pada usia di atas 90 tahun.
Di samping kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses
konduksi saraf akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi
kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian,
kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood fungsi yang mengalami
gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau
penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal
tersebut akan memicu keadaan konfusio akut demensia.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimana konsep teoritis pada asuhan keperawatan dimensia pada lansia
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada dimensia pada lansia
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
3. Memperoleh informasi / gambaran
pelaksanaan
asuhan keperawatan
dimensia pada lansia
2. Tujuan khusus
Agar penulis mampu :
a. Mengetahui konsep teoritis dimensia pada lansia
b. Mengetahui askep dimensia pada lansia
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT
a. Definisi Demensia
Istilah demensia pertama kali digunakan oleh Phillipe Pinel (17451826) dalam bukunya “TREATISE ON INSANITY” dengan kata
‘Demence”.
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya
fungsi
intelektual
dan
ingatan/memori
sedemikian
berat
sehingga
menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987
dalam Boedhi-Darmojo, 2009).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori
yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia
seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah
laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun
tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E.
1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan
tingkah laku (Kusumawati, 2007).
b. Epidemiologi/Insiden Kasus
Usia di atas 65 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami demensia
dan hal ini tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan status
ekonomi. Hasil penelitian di seluruh dunia menunjukkan bahwa demensia
terjadi sekitar 8 % pada warga di atas usia 65 tahun dan meningkat sangat
3
pesat menjadi 25 % pada usia di atas 80 tahun dan hampir 40 % pada usia di
atas 90 tahun.
c. Penyebab Demensia pada Usia Lanjut
Menurut Boedhi-Darmojo, 2009 penyebab demensia yang reversibel
sangat penting untuk diketahui, karena dengan pengobatan yang baik
penderita dapat kembali menjalankan hidup sehari-hari yang normal.
Keadaan yang secara potensial reversibel atau bisa dihentikan yaitu :
a) Intoksikasi (Obat, termasuk alkohol dan lain-lain)
b) Infeksi susunan saraf pusat
c) Gangguan metabolik :
1) Endokrinopati
(penyakit
Hiperinsulinisme,
Addison,
Hipotiroid,
sindroma
Hipopituitari,
Cushing,
Hipoparatiroid,
Hiperparatiroid)
2) Gagal hepar, gagal ginjal, dialisis, gagal nafas, hipoksia, uremia
kronis, gangguan
keseimbangan
elektrolit
kronis, hipo
dan
hiperkalsemia, hipo dan hipernatremia, hiperkalemia.
3) Remote efek dari kanker atau limfoma.
d) Gangguan nutrisi :
1) Kekurangan vitamin B12 (anemia pernisiosa)
2) Kekurangan Niasin (pellagra)
3) Kekurangan Thiamine (sindroma Wernicke-Korsakoff)
4) Intoksikasi vitamin A, vitamin D, Penyakit Paget
e) Gangguan vaskuler
1) Demensia multi infark
2) Sumbatan arteri carotis
3) Stroke
4) Hipertensi
5) Arthritis Kranial
4
f)
Lesi desak ruang
1) Hirdosefalus bertekanan normal
2) Depresi (pseudo-demensia depresif)
Penyakit degeneratif progresif :
a. Tanpa gejala neurologik penting lain :
1) Penyakit Alzheimer
2) Penyakit Pick
b. Dengan gangguan neurologik lain yang prominen :
1) Penyakit Parkinson
2) Penyakit Huntington
3) Kelumpuhan supranuklear progresif
4) Penyakit degeneratif lain yang jarang didapat
d. Patofisiologi Terkait dengan Proses Penuaan
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya
demensia. Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan
biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak
sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor
etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat
mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri. Penyakit degeneratif pada
otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta gangguan nutrisi,
metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat
menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia,
infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron
menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal. Di
samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses
konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan
fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium
(perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang
5
mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau
subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda.
Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut
demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
e. Klasifikasi Demensia
Demensia dapat dibagi dalam 3 tipe yaitu :
a. Demensia Kortikal dan Sub Kortikal
Demensia Kortikal merupakan demensia yang muncul dari kelainan
yang terjadi pada korteks serebri substansia grisea yang berperan penting
terhadap proses kognitif seperti daya ingat dan bahasa. Beberapa penyakit
yang dapat menyebabkan demensia kortikal adalah Penyakit Alzheimer,
Penyakit Vaskular, Penyakit Lewy Bodies, sindroma Korsakoff,
ensefalopati Wernicke, Penyakit Pick, Penyakit Creutzfelt-Jakob.
Demensia Subkortikal merupakan demensia yang termasuk nonAlzheimer, muncul dari kelainan yang terjadi pada korteks serebri
substansia alba. Biasanya tidak didapatkan gangguan daya ingat dan
bahasa. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demensia kortikal
adalah penyakit Huntington, hipotiroid, Parkinson, kekurangan vitamin
B1, B12, Folate, sifilis, hematoma subdural, hiperkalsemia, hipoglikemia,
penyakit Coeliac, AIDS, gagal hepar, ginjal, nafas, dll.
b. Demensia Reversibel dan Non reversible
Demensia Reversibel merupakan demensia dengan faktor penyebab
yang dapat diobati. Yang termasuk faktor penyebab yang dapat bersifat
reversibel adalah keadaan/penyakit yang muncul dari proses inflamasi
(ensefalopati SLE, sifilis), atau dari proses keracunan (intoksikasi
alkohol, bahan kimia lainnya), gangguan metabolik dan nutrisi (hipo atau
hipertiroid, defisiensi vitamin B1, B12, dll).
6
Demensia Non Reversibel merupakan demensia dengan faktor
penyebab yang tidak dapat diobati dan bersifat kronik progresif. Beberapa
penyakit dasar yang dapat menimbulkan demensia ini adalah penyakit
Alzheimer, Parkinson, Huntington, Pick, Creutzfelt-Jakob, serta vaskular.
c. Demensia Pre Senilis dan Senilis
Demensia Pre Senilis merupakan demensia yang dapat terjadi pada
golongan umur lebih muda (onset dini) yaitu umur 40-50 tahun dan dapat
disebabkan oleh berbagai kondisi medis yang dapat mempengaruhi fungsi
jaringan otak (penyakit degeneratif pada sistem saraf pusat, penyebab
intra kranial, penyebab vaskular, gangguan metabolik dan endokrin,
gangguan nutrisi, penyebab trauma, infeksi dan kondisi lain yang
berhubungan, penyebab toksik (keracunan), anoksia).
Demensia Senilis merupakan demensia yang muncul setelah umur 65
tahun. Biasanya terjadi akibat perubahan dan degenerasi jaringan otak
yang diikuti dengan adanya gambaran deteriorasi mental.
d. Demensia berdasakan Etiologi yang mendasari :
1) Demensia pada Penyakit Alzheimer
Merupakan penyebab demensia yang paling sering ditemukan
pada sekitar 50 % kasus demensia. Penyakit Alzheimer merupakan
penyakit degeneratif primer pada otak tanpa penyebab yang pasti.
Dapat terjadi pada umur kurang dari 65 tahun (onset dini) dengan
perkembangan gejala yang cepat dan progresif, atau pada umur di
atas 65 tahun (onset lambat) dengan perjalanan penyakit yang lebih
lambat. Pada penyakit ini terjadi deposit protein abnormal yang
menyebabkan kerusakan sel otak dan penurunan jumlah neuron
hippok1ampus yang mengatur fungsi daya ingat dan mental. Kadar
neurotransmiter juga ditemukan lebih rendah dari normal.
Gejala yang ditemukan pada penyakit Alzheimer adalah 4A yaitu:
7
a) Amnesia : Ketidakmampuan untuk belajar dan mengingat kembali
informasi baru yang didapat sebelumnya.
b) Agnosia : Gagal mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun
fungsi sensorisnya masih baik.
c) Aphasia : Gangguan berbahasa yaitu gangguan dalam mengerti
dan mengutarakan kata – kata yang akan diucapkan.
d) Apraxia : Ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik masih baik (contohnya mampu
memegang gagang pintu tapi tak tahu apa yang harus
dilakukannya).
2) Demensia Vaskular
Merupakan penyebab kedua demensia yang terjadi pada
hampir 40 % kasus. Demensia ini berhubungan dengan penyakit
serebro dan kardiovaskuler seperti hipertensi, kolesterol tinggi,
penyakit jantung, diabetes, dll. Biasanya terdapat riwayat TIA
sebelumnya dengan perubahan kesadaran. Demensia ini terjadi pada
umur 50-60 tahun tetapi lebih sering pada umur 60-70 tahun.
Gambaran klinis dapat berupa gangguan fungsi kognitif, gangguan
daya ingat, defisit intelektual, adanya tanda gangguan neurologis
fokal, aphasia, disarthria, disphagia, sakit kepala, pusing, kelemahan,
perubahan kepribadian, tetapi daya tilik diri dan daya nilai masih
baik.
3) Demensia pada penyakit lain adalah demensia yang terjadi akibat
penyakit lain selain Alzheimer dan vaskuler yaitu :
a) Demensia pada penyakit Pick
b) Demensia pada penyakit Huntington
c) Demensia pada penyakit Creutzfelt-Jakob
d) Demensia pada penyakit Parkinson
e) Demensia pada penyakit HIV-AIDS
8
f) Demensia pada alkoholisme.
f. Manifestasi Klinis Demensia
Pada awal perjalanan penyakit, pasien mengalami pegal-pegal,
cenderung mengalami kegagalan dalam melakukan tugas tertentu yang
kompleks dan memerlukan pemecahan masalah. Beberapa hal yang sering
ditemui pada demensia adalah :
1.
Kemunduran intelektual yang disertai dengan gangguan :
a) Memori (daya ingat)
b) Orientasi : Gangguan orientasi orang, tempat dan waktu tetapi
kesadarannya tidak mengalami gangguan.
c) Bahasa : Aphasia, stereotipik, sirkumstansial, gangguan penamaan
objek.
d) Daya pikir dan daya nilai : Daya pikir lebih lambat, aliran ide dan
konsentrasi berkurang, sudut pandang yang jelek dan kurang, pikiran
paranoid, delusi, dll.
e) Kapasitas belajar komprehensif : Gangguan otak dalam memproses
informasi yang masuk.
f) Kemampuan dalam perhitungan.
2.
Perubahan emosional
Emosi sering gampang terstimulasi serta tidak dapat mengontrol
tawa dan tangis.
3.
Kemunduran kepribadian
a) Sering egois
b) Kurang bisa mengerti perasaan orang lain, kurang perhatian,
introvert.
c) Kemunduran kebiasaan pribadi, makan, toilet, kebersihan, dll.
d) Perubahan-perubahan pada sistem tubuh :
1) Kardiovaskuler
9
Cardiac output menurun, kemampuan respon terhadap stress
berkurang, tekanan darah meningkat, denyut jantung setelah
pemulihan melambat, cepat pegal bila aktivitas meningkat.
2) Respirasi
Volume residu paru meningkat, kapasitas vital paru menurun,
kapasitas difusi dan pertukaran gas menurun, efektivitas batuk
menurun, pada aktivitas berat cepat lelah dan sesak, oksigenasi
berkurang sehingga luka susah sembuh, susah mengeluarkan
sekret batuk.
3) Integumen (kulit)
Perlindungan terhadap trauma dan suhu yang ekstrem menurun,
perlindungan oleh kelenjar minyak alami dan berkeringat
menurun, kulit tipis kering, dan keriput, sering memar, kebiruan
dan cepat terbakar sinar matahari, intoleransi terhadap panas,
struktur tulang kelihatan pada kulit yang tipis.
4) Reproduksi
Pada wanita terjadi penyempitan, penurunan elastisitas dan
sekresi pada dinding vagina, sehingga menimbulkan hubungan
seksual yang sakit, perdarahan, gatal, iritasi dan lambat orgasme.
Pada laki –laki terjadi penurunan ukuran penis dan testes dan
respon seksual yang melambat.
5) Genito-urinaria
Kapasitas buli menurun, menurunnya sensasi untuk bak sehingga
sering retensi dan kesulitan bak. Pada laki-laki terjadi BPH, dan
pada wanita terjadi relaksasi otot perineum dan inkontinensia
urine.
6) Gastrointestinal
Salivasi berkurang, susah menelan makanan, mengeluh mulut
kering, pengosongan esofagus dan lambung yang melambat
10
sehingga sering terjadi gejala penuh, sakit ulu hati, mobilisasi
usus berkurang sehingga sering konstipasi, bersendawa, perut
tidak nyaman.
7) Muskuloskeletal
Hilangnya densitas tulang, kekuatan dan ukuran otot, degenerasi
tulang rawan sendi, sehingga terjadi penurunan tinggi badan,
kyphosis, fraktur, sakit pada punggung, merasa hilang tenaga,
flexibilitas dan ketahanan sendi menurun dan sering sakit sendi.
8) Saraf
Berkurangnya kecepatan konduksi saraf sehingga terjadi konfusi
disertai dengan keluhan fisik dan kehilangan respon lingkungan.
Sirkulasi serebral menurun sehingga terjadi penurunan reaksi dan
respon, belajar perlu waktu yang lama, sering bingung, sering
lupa dan jatuh.
9) Sistem indera :
1) Penglihatan : Kemampuan untuk fokus pada objek yang dekat
berkurang, tidak toleransi terhadap sinar, kesulitan mangatur
intensitas cahaya masuk mata, dan penurunan kemampuan
membedakan warna.
2) Pendengaran : Menurunnya kemampuan mendengarkan suara
frekuensi tinggi.
3) Rasa dan bau : Penurunan kemampuan mengecap dan
membau sehingga dapat menggunakan gula dan garam
berlebih pada makanannya.
4. Halusinasi dan delusi
Tanda dan Gejala lainnya :
1) Psikiatrik
Gangguan cemas, depresi, perubahan kepribadian sehingga sering
menangis atau tertawa patologis, emosi ekstrim tanpa provokasi.
11
2) Neurologis
Apraxia dan agnosia, kejang, sakit kepala, pusing, kelemahan,
sering pingsan, gangguan tidur, disartria, disfagia.
3) Reaksi katastropi
Agitasi yang muncul sekunder akibat kesadaran subjektif terhadap
defisit intelektual yang dialami pada keadaan yang penuh stres.
4) Sundown syndrome
Mengantuk, konfusi, ataksia, jatuh. Sindrome ini bisa muncul saat
stimulus eksternal berkurang atau karena pengaruh obat
benzodiazepine.
Komplikasi Demensia
a) Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :
- Ulkus Dekubitus
- Infeksi saluran kencing
- Pneumonia
b) Thromboemboli, infark miokardium.
c) Kejang
d) Kontraktur sendi
e) Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f) Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan
kesulitan menggunakan peralatan
g) Kehilangan kemampuan berinteraksi
h) Harapan hidup berkurang
g. Pemeriksaan penunjan demensia pada lansia
Pemeriksaan Portabel Demensia
Untuk keperluan penapisan, pemeriksaan psikometrik sederhana
misalnya dengan menggunakan pemeriksaan mini status mental (Mini
12
mental State Examination/MMSE) akan membantu menentukan gangguan
kognitif yang harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lain.
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh,
dengan memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, awal dan
perkembangan gejala serta adanya penyakit lain (misalnya tekanan darah
tinggi atau kencing manis). Dilakukan pemeriksaan kimia darah standar.
Pemeriksaan CT scan dan MRI dimaksudkan untuk menentukan adanya
tumor, hidrosefalus atau stroke. Jika pada seorang lanjut usia terjadi
kemunduran ingatan yang terjadi secara bertahap, maka diduga penyebabnya
adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit Alzheimer terbukti hanya
jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang menunjukkan banyaknya sel saraf
yang hilang. Sel yang tersisa tampak semrawut dan di seluruh jaringan otak
tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis protein abnormal). Metode
diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini adalah
pemeriksaan pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang
merupakan pemerisaan skening otak khusus.
h. Penatalaksanaan (Boedhi-Darmojo, 2009)
Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk demensia biasanya
tidak mungkin, dengan penatalaksaan yang optimal dapat dicapai perbaikan
hidup sehari-hari dari penderita. Prinsip utama penatalaksanaan penderita
demensia adalah sebagai berikut :
1. Optimalkan fungsi dari penderita
a) Obati penyakit yang mendasarinya (hipertensi, penyakit parkinson)
b) Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
c) Akses keadaan lingkungan, kalau perlu buat perubahan
d) Upayakan aktivitas mental dan fisik
13
e) Hindari situasi yang menekan kemampuan mental, gunakan alat
bantu memori bila memungkinkan
f)
Persiapkan penderita bila akan berpindah tempat
g) Tekankan perbaikan gizi
2. Kenali dan obati komplikasi
a) Mengembara dan berbagai perilaku merusak
b) Gangguan perilaku lain
c) Depresi
d) Agitasi atau agresivitas
e) Inkontinensia
3. Upayakan perumatan berkesinambungan
a) Re-akses keadaan kognitif dan fisik
b) Pengobatan gangguan medic
4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarganya
a) Berbagai hal tentang penyakitnya
b) Kemungkinan gangguan/kelainan yang bisa terjadi
c) Prognosis
5. Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan
keluarganya
a) Berbagai pelayanan kesehatan masyarakat
b) Nasihat hukum dan/keuangan
6. Upayakan nasihat keluarga untuk :
a) Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
b) Penanganan rasa marah atau rasa bersalah
c) Pengambilan keputusan
d) Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik
7. Peran keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan
lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan
14
penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus
baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia
penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya.
Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini
sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan
dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian
lansia, sehingga lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan.
Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu lansia
agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara
mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin
sebagaimana pada umumnya lansia tanpa demensia dapat mengurangi
depresi yang dialami lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema,
walaupun setiap hari selama hampir 24 jam mengurus mereka, mungkin
mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan
tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk
mereka.
Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga
yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita
demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun
berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat
demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan
waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan temanteman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota
keluarga yang merawat lansia dengan demensia.
Pada suatu waktu lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur
malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak15
teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu
membuat lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di
tempat
yang
aman
dan
bersama
dengan
orang-orang
yang
menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam
tangan lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan
minuman hangat untuk menenangkan dan bantu lansia untuk tidur
kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka
sendiri tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan
dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan
kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu
mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami
kecelakaan.
Memakai
pakaian
yang
tidak
sesuai
kondisi
atau
menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil terkadang lansia dengan demensia
bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab,
tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan
lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang
tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh
lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk
menghindari lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang
merawat lansia dengan demensia di rumahnya. (Kusumawati, 2007,
http:/www.berita iptek online.com).
8. Prognosis
Perkembangan demensia pada setiap orang berbeda. Pada sebagian
besar demensia stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi otak yang hampir
menyeluruh. Penderita menjadi lebih menarik dirinya dan tidak mampu
mengendalikan perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan
16
senang berjalan-jalan (berkelana). Pada akhirnya penderita tidak mampu
mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan kemampuan berbicara.
17
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Data subyektif :
1) Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja
terjadi.
2) Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan
waktu.
b.
Data obyektif :
1) Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat
dan objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana
kekeluargaannya.
2) Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa
telah menceritakannya.
3) Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita
menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan katakata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata
yang tepat.
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuronal
dan demensia progresif.
b. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan defisit sensori dan
motorik
3. Rencana Asuhan Keperawatan Pada Demensia
No
1.
Diagnosa
kriteria hasil / tujuan
Intervensi
Rasional
Perubahan
Setelah diberi askep
a. Kurangi konfusi
Stimuli yang
proses pikir b/d
3×24 jam diharapkan
lingkungan.
sederhana dan
18
degenerasi
pasien mampu
1. Dekati pasien
terbatas akan
neuronal dan
memelihara fungsi
dengan cara
memfasilitasi
demensia
kognitif yang
menyenangka
interpretasi dan
progresif.
optimal dengan
n dan kalem.
mengurangi
kriteria :
1. Mempertahankan
2. Cobalah agar
distorsi input;
mudah ditebak
perilaku yang dapat
fungsi ingatan
dalam sikap
ditebak kurang
yang optimal.
dan percakapa
mengancam
perawat.
disbanding perilaku
2. Memperlihatkan
penurunan dalam
3. Jaga
yang tidak dapat
prilaku yang
lingkungan
ditebak; alat bantu
bingung.
tetap
ingatan akan
sederhana dan
membantu pasien
menyenagkan.
untuk mengingat.
3. Menunjukkan
respons yang
sesuai untuk
4. Pertahankan
stimuli taktil,
jadwal sehari-
visual dan
hari yang
auditori.
teratur.
4. Mengungkapkan
5. Alat bantu
rasa keamanan
mengingat
Isyarat lingkungan
dan
sesuai yang
akan meningkatkan
perlindungan.
diperlukan.
orientasi terhadap
5. Menunjukkan
b. Tingkatkan
waktu, tempat dan
orientasi optimal
isyarat
orang dan individu
terhadap waktu,
lingkungan
akan mengisi
tempat dan
1. Perkenalkan
kesenjangan
diri perawat
ingatan dan
ketika
berfungsi sebagai
orang.
19
berinteraksi
pengingat.
dengan pasien.
2. Panggil pasien
dengan
menyebutkan
namanya.
3. Berikan
isyarat
lingkungan
untuk orientasi
waktu, tempat
dan orang.
2.
Risiko
Setelah diberi askep
a. Kendalikan
Lingkungan yang
terhadap cedera
3×24 jam diharapkan
lingkungan.
bebas bahaya akan
b/d defisit
pasien mampu
1. Singkirkan
mengurangi risiko
sensori dan
mempertahankan
bahaya yang
cedera dan
motorik.
keselamatan fisik
tampak jelas.
membebaskan
dengan kriteria :
1. Mematuhi
2. Kurangi
keluarga dari
potensial
kekhawatiran yang
prosedur
cedera akibat
konstan.
keselamatan.
jatuh ketika
2. Dapat bergerak
dengan bebas dan
tidur..
3. Pantau
mandiri disekitar
regimen
rumah.
medikasi.
3. Mengungkapkan
4. Ijinkan
rasa keamanan
merokok
dan terlindungi.
hanya dalam
20
pengawasan.
5. Pantau suhu
makanan.
6. Awasi semua
Hal ini akan
memberikan pasien
rasa otonomi.
aktivitas diluar Restrain dapat
rumah.
b. Ijinkan
meningkatkan
agitasi. Pengalihan
kemandirian dan
perhatian
kebebasan
difasilitasi oleh
maksimum.
kehilangan ingatan
1. Berikan
segera. Nama dan
kebebasan
nomor telpon akan
dalam
memfasilitasi
lingkungan
kembalinya dengan
yang aman.
aman pasien yang
2. Hindari
sedang melamun.
penggunaan
restrain.
3. Ketika pasien
melamun,
Dapat
menyebabkan
cedera.
alihkan
perhatiannya.
4. Simpan tag
Mencegah
terjadinya hipotensi
identifikasi
ortostatik yang
pada pasien.
dapat
menyebabkan
c. Kaji adanya
cedera
hipotensi
21
ortostatik
Dengan
meningkatnya
kekuatan otot akan
d. Ajarkan klien
bergerak dari
mencegah
terjadinya cedera
posisi tidur ke
berdiri secara
bertahap
e. Dengan
meningkatnya
kekuatan otot
akan mencegah
terjadinya cedera
4.
Implementasi
Menurut Patricia A. Potter (2005), Implementasi merupakan pelaksanaan
dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun/ ditemukan, yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat
terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat
secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan anggota tim kesehatan
lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi
keperawatan yang akan diberikan kepada pasien.
5.
Evaluasi
22
Hasil yang diharapkan dalam asuhan keperawatan dengan klien dimensia
adalah :
a.
Mampu memelihara fungsi kognitif yang optimal
b.
Mampu mempertahankan keselamatan fisik
23
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori
yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia
seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah
laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun
tidak menganggu (non-disruptive).
Usia di atas 65 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami
demensia dan hal ini tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan
status ekonomi. Hasil penelitian di seluruh dunia menunjukkan bahwa
demensia terjadi sekitar 8 % pada warga di atas usia 65 tahun dan meningkat
sangat pesat menjadi 25 % pada usia di atas 80 tahun dan hampir 40 % pada
usia di atas 90 tahun.
3.2 SARAN
Dengan adanya makalah ini yang berisikan tentang Asuhan
Keperawatan dimensia diharapkan mahasiswa mengetahui, mengerti, dan
memahami akan arti, manfaat serta akibat atau dampak dari apa yang telah
dibahas pada makalah tersebut.
Bagi tenaga kesehatan untuk lebih memahami asuhan keperawatan
pada pasien dimensia agar mampu menjalankan tugasnya sebagai seorang
perawat yang sesungguhnya yang dapat merancanakan asuhan keperawatan
yan tepat dan sesuai.
24
DAFTAR PUSTAKA
Wahjudi, nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatri Ed 3. Jakarta : EGC
Stanley, M & Beare , P.C. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed 2. Jakarta :
EGC
25
Download