616.853 Ind P PELAYANAN KEFARMASIAN UNTUK ORANG DENGAN GANGGUAN EPILEPSI Pemyataan {Disclaimet) Kami telah berusaha sebaik mungkin untuk menerbitkan Buku Saku Pelayanan Kefarmasian untuk Orang Dengan Gangguan Epiiepsi. Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan adanya perbedaan pedoman di maslng-masing daerah, adalah tanggung jawab pembaca sebagai seorang profesional untuk menginterpretasikan dan menerapkan pengetahuan dari buku saku in! dalam prakteknya sehari-hari. KATAPENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya Buku Pelayanan Kefarmasian untuk Orang Dengan Gangguan Epilepsi telah dapat diselesaikan. Epilepsi merupakan salah satu penyakit susunan syaraf pusat yang sering dihubungkan dengan disabiiitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya. Di Indonesia, angka kejadian epilepsi masih cukup tinggi. Penanganan epilepsi membutuhkan usaha jangka panjang pemberian peiayanan kesehatan yang bersifat terpadu, komprehensif dan profesional dari para profesi kesehatan termasuk apoteker. Apoteker mempunyai peran yang penting sesuai kompetensinya dalam memberikan bantuan, nasehat, petunjuk dan informasi obat baik kepada tim kesehatan lain maupun kepada pasien dan keluarganya. Pendampingan informasi obat oleh apoteker kepada tim medis diperlukan karena obat-obat antiepiiepsi(OAE) mempunyai kompleksitas rejimen termasuk pilihan OAE tunggal maupun kombinasi, sifat farmakokinetik serta efek samping obat yang sangat bervariasi. Selain itu, konseling Apoteker kepada pasien dan keluarga sangat mendukung tercapainya kepatuhan pasien. Ill Buku ini disusun sebagai acuan Apoteker daiam melaksanakan perannya dalam pelayanan kefarmasian mengenai obat-obat anti epilepsi. Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi daiam penyusunan buku ini. Saran dan kritik membangun tentunya sangat kami harapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa mendatang. Akhir kata semoga buku ini dapat bermanfaat bagi Apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian. Jakarta, 2009 Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Drs. Abdul Muchid, Apt NIP. 19490827 197803 1 001 IV TIM PENYUSUN 1. Departemen Kesehatan Ri Drs. Abdul Muchid, Apt Dra. Rida Wurjati, Apt, MKM Dra. Sit! Nurul Istiqomah, Apt Dina Sintia Pamela, S.Si, Apt Dr. Hj. Yosephine Ayu S Fitra Budi Astuti, S.Si, Apt Ron! Syah Putra, S.Farm, Apt DwI Retno Hidayanti, AMF Vitri Sariati, AMF Wahyu Eka Arini, AMF Desko Irianto, SH Chaeruddin Farida Yunani 2. Praktlsl Rumah Sakit Dr. Ratna Mardiati Dra. L. Endang Budiarti, Apt, M.CIinPharm Drs. A.A. Raka Karsana, Apt Rust! W., S.SI, Apt Rina Mutiara, S.Si, Apt, MParm Dra. Dewi Mardiah, Apt Dra. Nun Zairina, Apt, SpFRS 3. Perguruan Tinggi DR. Retnosari Andrajati, Apt Fauna Herawati, S.Si, Apt Prof. Dra. Elin Yulinah V DAFTARISI Halaman PERNYATAAN (D/SCM/A/fER) I KATAPENGANTAR iii TIMPENYUSUN v DAFTAR ISI vll DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR xl DAFTAR LAMPIRAN xiil BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2Tujuan 2 BAB II PENGENALAN EPILEPSI 3 2.1 Pengertian 3 2.2 Klasifikasi Epilepsi 4 2.3 Etiologi dan Patofisiologi 7 2.4 Diagnosis dan Diagnosis Banding 8 2.5 Gambaran Klinik 11 BAB III PENATALAKSANAAN UNTUK ORANG DENGAN GANGGUAN EPILEPSI 14 3.1 Tujuan Terapi 14 3.2 Terapi 14 3.3 Monografi Obat 27 3.4 Hal yang Perlu Diperhatikan tentang Obat Antiepilepsi 53 3.5 AspekToksikologi Obat Antiepilepsi 3.6 Monitoring dan Evaluasi Hasil Terapi 58 3.7 Terapi Status Epileptikus 60 vii 56 BAB IVEPILEPSI PADAKONDISI KHUSUS 64 4.1 Epilepsi pada Perempuan 64 4.2 Epilepsi pada Anak 72 4.3 Epilepsi pada Lanjut Usia 73 BAB V PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN UNTUK ORANG DENGAN GANGGUAN EPILEPSI 80 GLOSSARY 91 DAFTAR PUSTAKA 96 Vlil DAFTARTABEL Halaman 1. Karakteristik ObatAnti Epilepsi 16 2. Pemilihan Obat AntI Epilepsi menurut Farmakologi Terapi 26 3. InteraksiAntar Obat Epilepsi 51 4. Interaksi CAE dengan Obat Lain 52 5. Algoritma Status Epileptikus pada Pasien Dewasa.. 61 6. Penggunaan Obat pada Status Epileptikus Pediatri. 63 7. Interaksi OAE dan Pil KB 71 8. Perbedaan Karakteristik Antara Epilepsi Pada Lansia dan Epilepsi pada Usia Muda 74 9. OAE yang direkomendasikan untuk Lansia 78 10. Sifat Kelarutan Fenitoin 81 IX DAFTARGAMBAR 1. Klasifikasi ILAE untuk bangkitan epilepsi 4 2. Mekanlsme kega obat anti epilepsi 23 3. Algoritma pemiiihan obat anti epilepsi 4. Algoritma terapi gangguan epilepsi 24 25 XI BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut bangkitan atau seizure);dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hiiang. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya). Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. World Health Organization (WHO) (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang dengan gangguan epilepsi aktif per 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Sekitar 50juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi dimana diperkirakan angka prevalensi dan insiden di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan prevalensi dan insiden di negara maju. Dari banyak studi menunjukkan bahwa angka kejadian epilepsi cukup tinggi, diperkirakan prevalensinya berkisar antara 0,5-4 %.Sedangkan angka insidensi epilepsi di negara berkembang mencapai 50-70 kasus per 100.000 penduduk. Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada 1 dewasa muda dan pertengahan, kemudian menlngkat lagi pada kelompok usia lanjutJ Dl Amerika Serikat, satu dl antara 100 populasi(1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Dl Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi. Jadi setidaknya terdapat 456.000 pengidap epilepsi di Inggris. Di Indonesia belum ada penelitian epidemologi tentang berapa tepatnya prevalensi epilepsi. Namun diperkirakan berkisar antara 0,5-1,2 %,yaitu sekitar 1,1-1,3 juta orang. Jumlah penduduk Indonesia yang menderita epilepsi tersebut adaiah 2% dari seluruh pasien epilepsi di dunia. Jadi, dengan jumlah penduduk 210 juta jiwa, populasi penderita epilepsi mencapai 2.100.000 orang. Epilepsi memeriukan penanganan jangka panjang dan multi disipiin, oleh karena itu Departemen Kesehatan Rl khususnya Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik menerbitkan buku saku pelayanan kefarmasian untuk orang dengan gangguan epilepsi. 1.2. TUJUAN Buku saku ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman apoteker tentang penatalaksanaan epilepsi dan dapat digunakan sebagai acuan bagi apoteker dalam rangka menjalankan praktek pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care)kepada orang dengan gangguan epilepsi. BAB il PENGENALAN EPILEPSI 2.1. PENGERTIAN Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal yang berlebihan di neuron-neuron paroksimal. Epilepsi terjadi karena berbagai etiologi. Sebagian besar kasus epilepsi disebut epilepsi idiopati yang tidak diketahui asal usuinya; sedangkan kasus epilepsi yang lain disebut epilepsi sekunder atau epilepsi simptomatik. Epiepsi sekunder disebabkan oleh adalah kerusakan otak akibat kekurangan oksigen, cedera, infeksi (misalnya meningitis), tumor otak.^ Epilepsi dapat disertai kejang (konvuisi) atau tanpa kejang (misalnya pada epilepsi absence/\ena). Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara bersamasama, yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset)jenis bangkitan, faktor pencetus, dan kronisitas. ^ Bangkitan epilepsi {epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesasaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut(unprovoked).^ Status Epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit, atau adanya dua bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitanbangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan konvuisi hams dimulai bila bangkitan konvuisi sudah berlangsung lebih dari 5-10 menit. Status epileptikus dikatakan pasti {established) bila pemberian benzodiazepin awal tidak efektif dalam menghentikan bangkitan. Ada dua bentuk status epileptikus yaitu: • Konvulsif(kejang umum tonik-klonik) • Non-konvulsif(kejang bukan umum tonik-klonik) ^ 2.2 KLASIFIKASI EPILEPSI Diagnosis dan identifikasi tentang tipe epilepsi sangat penting untuk pemberian terapi yang tepat. Ada banyak pengelompokan epilepsi, namun Liga Intemasional untuk Melawan Epilepsi (International League Against Epilepsy, ILAE)telah menetapkan standar untuk mengklasifikasi bangkitan epilepsi serta Epilepsi dan Sindrom epilepsi. Primay Genoralzad Sinvio Myoclonic Secondaifty GorwaBzod Gambar 1. Klasifikasi ILAE untuk bangkitan epilepsi Klasifikasi ILAE1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi ^ 1. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan peningkatan usia a. Idiopatik (primer) • • • • o • • Kejang neonatus familial benigna Kejang neonatus benigna Kejang epilepsi mioklonik pada bayi Epilepsi lena pada anak Epilepsi lena pada remaja Epilepsi mioklonik pada remaja Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga • Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu diatas • Epilepsi tonik-klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi tertentu b. Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai dengan peningkatan usia • Sindrom west(spasme infatil dan spasme salam) • Sindrom Lennox-Gastaut • Epilepsi mioklonik astatik • Epilepsi lena mioklonik c. Simtomatik • Etiologi non spesifik - Ensefalopati mioklonik dini - Ensefalopati pada infatil dini dengan burst suppession - Epilepsi simtomatik umum lainnyayang tidak termasuk di atas • Sindrom spesifik Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain 2. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum a. Bangkitan umum dan fokal • Bangkitan neonatal • Epilepsi mioklonik berat pada bayi • Epilepsi dengan gelombang paku (spike wave) kontinue selama tidur dalam • Epilepsi afasia yang didapat(Sindrom Landau-Kleffner) • Epilepsi yang tidak terklasifikasikan selain yang diatas b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum 3. Sindrom khusus: bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu a. Kejangdemam b. Bangkitan kejang / status epileptikus yang timbul hanya sekali (isolated) c. Bangkitan yang hanya tegadi bila terdapat kejadian metabolik akut, atau toksis, alkohol, obat-obatan, ekiamsia, hiperglikemi non ketonik d. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik) 2.3. ETiOLOGI DAN PATOFISIOLOGI 1. Etiologi • Idiopatik; penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai presdiposisi genetik • Kriptogenik; dianggap simtomatik penyebabnya belum diketahui • Simtomatik: disebabkan oleh kelainan/ lesi pada susunan saraf pusat, misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metaboiik, kelainan neuro-degeneratif 2. PatofisiologP Penghantaran rangsang di saraf otak berlangsung melalui dua cara yaitu perubahan konsentrasi ion (Na, K, Ca)dan pelepasan neurotransmiter(GABA, dsb). Perubahan konsentrasi ion menyebabkan penghantaran impuls sepanjang sel saraf yang akhirnya akan menyebabkan pelepasan neurotransmiter di ujung saraf. Neurotransmiter dapat menghambat(GABA)atau merangsang (asetilkolin) sel saraf berikutnya. Ketidakseimbangan dari ion-ion dalam sel (berlebihan atau berkurang) dapat mengganggu transmisi antar sel-sel saraf tadi. Beberapa area di otak(korteks motoiik, lobus temporal termasuk hipokampus yang berperan dalam memori) peka terhadap perubahan biokimia, cenderung berperan pada aktivitas terjadinya serangan tadi. Misalnya pada kejang parsial pada daerah tertentu di salah satu hemisfer otak, pada kejang parsiai simple terkait aktivltas abnormal di area motorik, sensorik, pusat otonom di otak. Suatu serangan dapat dilacak pada membran sel otak atau sel disekitarnya yang tidak stabil. Rangsangan yang berlebih dapat menyebar secara lokal pada serangan fokal, maupun lebih luas pada serangan umum. Terjadinya konduktansi kalium yang tidak normal, gangguan pada kanal kalsium sensitif voltase, atau defisiensi pada membran ATPase yang berkaitan dengan transport ion dapat menghasilkan ketidakstabilan membran neuronal dan serangan kejang. Aktivitas neuronal normal tergantung pada fungsi normal pemicu rangsang (yaitu, glutamat, aspartat, asetilkholine norepineprin, histamin, faktor pelepas kortikotropin, purin, peptida, sitokin, dan hormon steroid) dan penghambat neurotransmiter (yaitu, dopamin, asam-aminobutirat [GABA]); pasokan glukosa, oksigen, natrium, kalium, klorida, kalsium, dan asam amino yang cukup; pH normal; dan fungsi normal reseptor. Kejang yang lama, terpapar glutamat secara terusmenerus, sejumlah besar kejang tonik-klonik umum (GTC)(lebih besar dari 100), dan episode ganda status epileptikus dapat dikaitkan dengan kerusakan neuronal. 2.4. DIAGNOSIS' 1. Diagnosis Epilepsi Ada tiga langkah untuk menuju dignosis epilepsi, yaitu: 8 a. Langkah pertama; memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal menunjukkkan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi. b. Langkah kedua: apabila benarterdapat bangkitan epilepsi, maka tentukaniah jenis bangkitan epilepsi yang terjadi c. Langkah ketiga: tentukan etiologi, sindrom epilepsi yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau epilepsi yang diderita oieh pasien Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda kiinik dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kaii) yang ditunjang oieh gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut: 1).Anamnesis(auto dan alo-anamnesis) • Pola / bentuk bangkitan Lama bangkitan Gejala sebelum, selama dan paska kebangkitan Frekuensi bangkitan Faktor pencetus Ada/ tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan bayi/anak Riwayat terapi epilepsi sebelumnya Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga. 2).Pemeriksaan umum dan neurologik Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepaia, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenltal, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan alkohol atau obatteriarang dan kanker 3).Pemeriksaan penunjang dllakukan sesual dengan IndikasI dan blla memungklnkan a. Pemeriksaan elektro-ensefalografi(EEG) b. Pemeriksaan pencitraan otak {brain imaging), Magnetic Resonance Imaging (MRI) c. Pemeriksaan iaboratarium • Darah: hemoglobin, lekosit, hematokrit, trombosit, apus darah tepi, eiektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar gula, fungsi hati (SGOT, SGPT, Gamma GT, aikali fosfatase), ureum, kreatinin, dan lainnya atas indikasi • Cairan cerebrospinal: Bila dicurigai ada infeksi SSP • Pemeriksaan-pemeriksaan lain diiakukan atas indikasi misainya ada keiainan metaboiik bawaan 2. Diagnosis Banding a. Sinkop, dapat bersifat vasovagal, kardiogenik, hipovolumik, hipotens dan sinkope saat miksi (micturition syncope) b. Serangan iskemik sepintas(Transient Ischemic Attack) c. Vertigo 10 d. Transient global amnesia e. Narkolepsi f. Bangkitan panik, psikogenik g. Sindrom Menier h. Tics 2.5. Gambaran Klinik 1. Bentuk bangkitan Contoh beberapa bentuk bangkitan epilepsi a. Bangkitan umum lena (absence) • Gangguan kesadaran mendadak berlangsung beberapa detik • Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi • Mata memandang jauh ke depan • Mungkin terdapat automatisme • Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung • Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula b. Bangkitan umum tonik-klonik • Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik • Pasien kehilangan kesadaran , kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, diikuti gerakan kejang kelojotan pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik selama 30-60 detik, dapat disertai mulut berbusa) • Selesai bangkitan pasien menjadi lemas 11 (fase flaksid) dan tampak bingung • Pasien sering tidur setelah bangkitan selesai c. Bangkitan parslal sederhana • Tidak terjadi peaibahan kesadaran • Bangkitan dimuiai dari lengan, tungkai atau muka (unilateral/ fokal) kemudian menyebar pada sisi yang sama (Jacksonian march) • Kepala mungkin berpaling ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif) d. Bangkitan parsial kompleks • Bangkitan fokal disertai terganggunya kesadaran • Sering diikuti oleh automatisme yang stereotipik seperli mengunyah, menelan, tertawa dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas • Kepaia mungkin berpaling ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif) e. Bangkitan umum sekunder • Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang dalam waktu singkat menjadi bangkitan umum • Bangkitan parsial dapat berupa aura 12 Bangkitan umum yang teijadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik 2. Sindrom epilepsi Gambaran klinik sindrom epilepsi, khususnya pada anak, dapat dilihat dalam pedoman tatalaksana epilepsi yang diterbitkan oleh kelompok Studi Neuro-pediatri. 13 BAB III PENATALAKSANAAN UNTUK ORANG DENGAN GANGGUAN EPILEPSI 3.1 TUJUAN TERAPI 1. Tujuan Umum Tujuan utama terapi epilepsi adaiah tercapainya kualitas hidup pasien yang optimal. 2. Tujuan Khusus • tidak terjadi bangkitan • penurunan frekuensi bangkitan • tidak terjadi efek samping atau kejadian efek samping yang minimal • penurunan angka kesakitan dan • penurunan angka kematian. ^ 3.2 TERAPI Prinsip terapi umum adaiah: • menetapkan tujuan terapi, menilai tipe dan frekuensi bangkitan • menetapkan tipe bangkitan dan sindroma epilepsi • menetapkan faktor risiko dari bangkitan yang berikutnya • menetapkan penggunaan Obat Anti Epilepsi 14 (OAE), harus dimulai dengan monoterapi • bila tidak berhasil dengan monoterapi pikirkan terapi kombinasi • merencanakan waktu penghentian obat Tim medis menetapkan desain terapi berdasarkan tipe bangkitan, risiko Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD),faktor ekonomi,jenis kelamin, penggunaan obat iain atau riwayat pengobatan yang digunakan, umur, dan gaya hidup. Pasien dan tim medis bekerjasama dalam membuat rencana pengobatan untuk tercapainya hasil terapi yang optimal. Tim medis memotivasi pasien sehingga pasien mampu memonitor frekuensi bangkitan dan ROTD. Pertimbangan khusus farmakoterapi adaiah memperhatikan sifat farmakokinetik dan ROTD (lihat Tabel1)2 15 Tabel 1. Karakteristik Obat EpilepsI ' NO OBAT MEKANISME 1 Carfoamazepin PARAMETER FARMAKOKINETIK OOSIS AKSI Melalui saturan DoslsAwal iTIdak SERUM Waktu paruh:10•25 4-12 mcg/mL lam dengan dosis kronik(17 - S1nmoin.) Vol. distribusi: 0,8 - 1,9 L/kg Na yang seimbang/ dlrekomendaslkan, oleh karona terkontrol menyebabkan tokslsitas. (Modulate DosIs Pemeliharaan: Gunakan Ikatan Protein:67 - Sodium dosIs ka target selama 3-4 mlnggu Dewasa ; 10 - 20mg/kg per hart sebagal dosIs yang disarankan 81% channels) KONSENTRASI dosis yang bertebihan dapat PENGARUH OOSIS TERHADAP EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN DIplopla (penglihatan kembar) Drowsiness(berkunangkunang) Nausea(mual/ muntah) SedasI(mulut kering) Ruts eliminasi utama: lOIOSINKRATIK EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN Anemia Aplastik, Hyponatremia (kekurangan natrium), Leukopenia, Osteoporosis, Rash (gatal-gatal/kullt kemerahan) Hepatic/ Hepar Anak - anak:20 - 30mg/kg per hart sebagal dosIs yang disarankan O) 2 Clonazepam Menlngkatkan DoslsAwal iTIdak Aktlvltas GABA dlrekomendaslkan oleh karena dapat menlngkatkan efek yang Waktu pamh:30 - 40 |am Vol.dlstrtbusI: 3,2 Ukg Udak dllnglnkan Ikatan Protein:47 - DosIs Pemeliharaan: DImulal pada 80% O.Smg, 1-3 kali/ hart. Teruskan Rute eliminasi utama; Tldak diketahul Ataksia (kehllangan keselmbiangan)Gangguan memort/ Ingatan SedasI(mulut kering) Berplkir lambat dosIs pemakalan hingga mencapai Hepatic/ Hepar efektif, blasanya 3- Smg/ hart dalam 2-3 dosis terfoagi 3 Ethosuksimid Melalui saluran DoslsAwal :Tldak Kalslum yang dlrekomendaslkan oleh karena seimbang dapat menlngkatkan efek yang Waktu paruh: eojam 400 - lOOmcg/mL Ataksia (kehllangan Vol.Distrlbusi: 0,6•0,7 (263•708 pmol/ keselmbiangan) L/kg SedasI(mulut kering) L) terkontrol tidak dllnglnkan, katan Protein: — [Modulate Ca. 3osls Pemeliharaan: DImulal pada '^ute eliminasi utama: channels) 2S0mg,2 kall/harl. Teruskan dosIs Hepatic/ Hepar pemakalan hingga 600 - lOOOmg,2 kail/ hari Hepatotokslk Neutropenia (penurunan Jumlah sel darah putih neutrofll) Rash (gatel-gatal/ ruam/ kemerahan) MEKANISME NO 4 OBAT DOSiS AKSI Felbamats Menghambat Oosis Awal: Tldak akUvitas direkomendaslkan oleh karena glutamat dapat menlngkatkan efek yang Bdak dilnginkan PARAMETER KONSENTRASI FARMAKOKINETIK SERUM Waktu paruh: Terapl tunggal: 20 Jam Dengan enzim penglnduksi: 11 -16 Tldak diketahul PENGARUH DOSIS TERH/U3AP EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN IDIOSINKRATIK EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN Ansletas(perasaan cemas) Anorexia (gangguan makan)/\nemla Insomnia (sulit tidur) aplastlk. sakit kepala, Nausea(mual/ muntah) hepatotoksik, l>enurunan berat OosJs pemellharean:1200 - 3000 |am Vbl.DlstilbusI: 0,7 - 0,8 mg/hari dalam 3-4 dosis terbagi Ukg badan Ikatan Protein :25 35% Rute ellmlnasl utama: Hepatic/ Hepar 5 Gabapentln Melalul saluran Dosls Awal:Tldak Kalslum yang seimbang/ direkomendaslkan oleh karena tarkontrol Dosls Pemellharaan: 900 - pendek/ singkatnya waktu paruh 3600mg/ harl dibagi dalam 3-4 dosls terbagi(dosls maslh dapat channels)dan ditoleransl sampal dengan menlngkatkan lO.OOOmg/harl) (Modulate Bodlum Lamotrlglne kllrens kreatlnin) Vol.dlstribusl: 0,6 - 0,8 Ukg Ikatan Protein: kurang Peripheral edema, Drowsiness(pandangan berkunang-kunang)SedasI kenalkan Iwrat badan (mulut kering) darl 10% Rute ellmlnasl utama; Renal(OInJal) aktivltas OABA e Waktu paruh:5-7 Jam Tldak diketahul (proporslonal untuk seltnbang/ Waktu paruh: Terapl tunggal: 24 Jam kemerahan lojlit/ gatal - gatal(rash)Dengan enzim tsrkontrol Dosls Pemellharaan :ISO - 600 penglnduksi: 12-15 (Modulate mg/ harl dalam 2-3 dosls tertragl. jam. Dengan enzim Sodium Dosls harus dl InlsiasI dan dllanjut channels) kan berdasarkan rekmnendasl darl penghambat:65- 60 jam Vol.dl8trlbu8l; 1,1 pabrtk/ perusahaan(armasi untuk Ukg. Saluran Na. Dosls awal; tldak direkomendasi yang kan karena menlngkatkan resiko monurunkan resiko dari kemerahan Ikatan protein:55% Rute ellmlnasl utama: kullt/ gatal• gatal(rash) Hepatic/ Hepar Tldak diketahul Ataksia (kehllangan keselmbangan) Drowsiness(pandangan berkunang-kunang) sakK kepala. Insomnia (sullt tidur) sedasI(mulut kering) gatal - gatal/ kemerahan pads kulit NO 7 8 OBAT LeveUracotam PhenobaibKal DOSIS PARAMETER FARMAKOKINETIK KONSENTRASI SERUM Tidakdlketahul Dosis awal:TUak Okskarbazepin Saluran Na 00 B MEKANI8ME AKSI DoSIs awtf: TIdak Diplopia(penglihatan kembar) Dizziness(pusing) Sonmolence(mengantuk) Waktu paruh:Parent s^bang/ iidak dilnginkah yai^ bailebihan lO-tnohohydrexy tertontrol Dosis Petneiataraan:600-1200 (Modulate Sodiinn mgAiail. Dimulai dari 300mg dua kali sehail dan dBanJutkan metabolfte6Jam Volume distribusi: 0,5- channda) mefdngkat sesuai denagn re^Mn 0,7 Ukg Ikatan protein:40% yang diindlkasikan Rute oiindnasi utama: teimbang/ teifcontrel (Modulate Sodium channels) DIINGINKAN Somnotence(mengantuk), Depresi dlrekomandasikan ciieh kareha efWc dnjg2iBm: yang IDIOSINKRATtK EFEK YANG TIDAK Wbktu paruh:6•6Jam TMak dlketahui diretomendaslkan oleh karena efek ^uime distribusi:0,5 tidak dSnglnkan yang beriMrihan 0,7L/kg Doals PemtilhaFBan; 1000Ikatan protein: kuiang 3000mg/day Dimulaipada dart 10% lOOOmgAwi dan dilanjutkan Ruts etiminasi utama: maningkat sesuai dengan respon 70% renal(ginjai) 30% yang dBndikaslkan hepatlc(hati) yang Saluran Na PENGARUH DOSIS TERHADAPEFEKYANQ TIDAK DIINOINKAN ndakdiketahul dizzines(pusing) H^)s)ic(itati) Dosis awal: 10*20 mgAtg dalam ifVaktu pdruh; 15-4Dmcg/mL Ataksia(kehSangan Infiis Iv dosis tunggal/tertiagi, atau Dewasa:49-l20 Jam, (65-172pmoVL) toselmbangan) dalam oral dosis tortiagi seialna 24 Anak-anak:37-76 Jam, Drowsiness(pandangon -46Jam Neonatus/Bayi:-115 berkunaing-kunang) Opsis pem^iharaan: Dewasa:1-4 lain. Volume distribusi: 0,7-1 mgftg per hari, dalam dosla bkg. tunggal atau teibagl, Ikatan proton:-50%, Anak-anak:3-6 mg/kg per hari, Rute eliminasi utama: dalam dosis tartyagi Naonatus/bayl: 1-3 mg/kg per hari, Hepatic/Had sebagai dosis tertwgi sedasi(muiut kering) Hyponatremia (deflsiansi natrhmi dalam darah), 2530% sensitif pada pasienyang hipersensitif tsrhadap carbamazepine Kesadaran berkurang, gangguan kognitif, hteeraktif, osteoporosis, kelakuan passiveaggresslve MEKANISME NO 10 OBAT Phenytoin DOSIS AKSI Saluran Na yang seiinbang/ teitontrol (Modulate Sodium channels) PARAMETER FARMAKOKINETIK KONSENTRASI SERUM PEN6ARUH DOSIS TERHADAP EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN Dosis awal; 10-20 mg/kg sebagai Waktu panjh: mengikuti 10-20 mcg/mL /Vtaksia(kehBangan (40-79 pmol/L), kesalmbangan) batas kapasitas atau dosis tunggal atau taibagi dalam Konsentrasi total DIplopia (pengiihatan modal farmakokinetik sadlaan Infus Intravena atau 1-2 mcg/mL(4- kembar) Michaeiis-Manten, sediaan oraldalam dosis terbagi Waktu paruh maningkat 8pmol/L), ddak Drowsiness(pandangan sampal 24-48 Jam, Dosis pemeliharaan: Dewasa: 1-4 mg/kg per harl, seiring meningkatnya terlkat berkunang-kunang) dosis dan konsentrasi konsentrasi sedasi(mulut kering) Anemia, GIgival hyperpiasia, hirsutism (tierambut abnormai), Imphadenopathy, osteoporosis, rash (gatai- gatal/kemarahan) sebagai dosis tunggal atau terbagi, serum, Volume /^nak-anak: 3-6 mg/kg per harl, sebagai dosis tert>agi, Neonatus/ Bay!: 1-3 mg/kg per harl, sabagai dosis tarbagi IDIOSINKRATIK EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN distribusi: Dewasa:0,7 L/kg, Anak-anak:0,8 L/kg, Naohatus/Bayi: 1,2 L/kg, Ikatan protein: Dewasa,anak-anak: 88-92%, CO Neonatus/ Bayl:65%, Rule ellminasl utema: Hepatic/ Hati Pregabaiin yang Dosis awai:TMak direkomendasikan oleh karana Waktu paruh:6,3Jam, Tidak diketahui proporsional sampal seimbang/ maningkatkan efek yang tidak klirens kreatlnin terkontrol diinglnkan, Saluran Ca (Modulate Calcium channels) (bersihan kreatinin), Dosis pemeliharaan: Inislasl(awal Volume distribusi: 0,5 L/kg, pemakalan)pada I50mg/hari Ikatan protein: dalam 2-3 dosis terbagi dan Negligible (dapat dilanjutkan sampal dosis diabalken), makslmum yaitu 600 mg/hari Rute ellminasl utama: Renal/ ginjai Ataksla(kehBangan kesalmbangan), Bluned vision (pengiihatan kabur). Dizziness(pusing), sedasi(mulut kering), somnolence(mengantuk) Edema, peningkatan berat badan MEKANISME NO OBAT 12 Tiagabine PARAMETER KONSENTRASI FARMAK0K1NET1K SERUM DOSIS AKSI Meningkatkan DosIs awal:TIdak Waktu pamh: TIdak diketahul MonotarepI:7-9 Jam, menlngkatkan efek yang tidak Dengan enzim diinglnkan, penglnduksi:2,5-4,5 Dosis pemeliharean: 32-58mg/hari jam, Volume distrtbusi : dalam empat dosIs tsrfoagi, 0,6-0,8 L/kg, Dosis hams dltemskan menlngkat Ikatan protein:88% Rute etimlnasi utama: sampal6 minggu, dimulal dari 4 mg/hari Hepatik/ HatI Dizzines(puslng), Somnolence(mengantuk), Irritability (IritasI), Slowed ttilnking (berplklr lambat) Waktu pamh: Tldak diketahul Monoterapl: 21 jam, menlngkatkan efek yang tidak Dengan enzim diinglnkan, penglnduksi: 11-16 Dosis pemeliharaan: 100-400 jam. Volume distribusi: mg/hari dalam 2-3 dosis terbagi, 0,55-0,8 t^g, Dosis dimulai pada 25-50 mg/ hari Ikatan protein: 13-17%, Ataksia (kehllangan keselmbangan). Dizziness Aktivitas GABA dlrekomendasikan oleh karena ro o 13 Topiramate Saiuran Na yang seimbang/ terkontroi (Modulate Sodium channels), menghambat Dosis awal; Tldak direkomendaslkan oleh karena dan secara bertahap dilanjutkan aktivitas menlngkat sampal 3-6 minggu glutamat, untuk mencegah efek yang tldak menlngkatkan diinglnkan aktivitas GABA PENGARUH DOSIS TERHADAP EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN Rute ellminasi utama: 60% Renal (ginjal), 40% Hepatik (Hati) (puslng). Slowed thinking (lambat berplklr) IDIOSINKRATIK EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN Glaukoma akut, Asidosis metabolik, Oligohldrosis, Parestheslas, Renal calculi, penumnan berat badan 14 PARAMETER MEKANISME OBAT NO OOSIS AKSI , . ■j ■ A) V^ljprolc^d Sakiran Na. ; Dosia awal 20:40 mg/kg, . (Asam Valproat)/':: yang Opsls c^miellharaan: Dewadh: 1 pdr harir; selmbar^ (^proex 8|^ium tstlcontrol ; ' • (l^ulpte - ' Sodiurii;' FARMAKOKINETIlIt Drowsiness (pandangan berfcunang-kunang) Nausea (muntah), sodas! (nfaffitsA>ayi kurang dad Jntultanak-anak (mulut kering), tremor mungkin 2 bulan: 65 Jam, Anak-anakl5-6iiymg/)cg per had , ( Q . O.SOkg, ; konsenliasl Ika&'n pnitein: 90% , sampai'dengan 150 mcg/mL perdnglqdan . <X' -O - fO l';, y Salurah Nar, [}08iaewat:T1dak , . . ^nlsamide ;V; badan (liMO pmol/L) Hepatic (Hati) ■j •Al osteopwosis, pankreadtis, peningkatan berat Rutealimbiasi utama.: -L.) !, . Hepatotokslsitas, korisant^l serum), . • N) If IDIGSINKRATIK EFEKYANGTIDAK DIINGINKAN Volume distdbusi: 0,1- tergaittung ^' 'V ImdAun/n-seidng - PENGARUH DOSiS TERHADAPEFEKYANQ TIDAKDIINGINKAN WaKtu pahih: Dewasa: 50-100 mcg/mL (346-693 8-1Siam, Anak-anak: 4-15 Jam, pnwI/L); , dalam 2-4 l^lateftKigi, . dalan)2-44mie'tBrbagi ■ .-r''! ■ ' chjmnels) . ; KONSENTRASI SERUM i /- ... 'O '• - O 0; i'.'j A) .;j , t- •■ ■ V. , direkomendasH^ olah karena' :«• dan Ca !■;?- sel^bang/ ' f; tei^ontrel diJnginkan,. . - .. r (M^ulate i^slspemdlharean'HoO^OOr ' caidum dan dflanjutkan meningkat; Volume d»tribusi: 1,45 L/kg, o Ikatan protein: 40%, s^ium and;, nig/hari, dimult^-dad jOO lng/hari ' channels) : CO \ terdaskric^ res^yAng' cr. ' dlindikesil^ yVal^ pkruh : -63 Jam, Rute elimlnasi utama: Hepatic/ Hati Tidakdlketahui Dizziness (puslng). Somnolence (nrangantuk) Asidosis metabolik, oligohldrosis, parestheslas, renal calculi Mekanisme Kerja Antiepilepsi^ Bangkitan tonik-klonik dan parsiat sebagian besar diobati secara oral dengan OAE: karbamazepin, vaiproat,atau fenitoln. Obat Ini memiliki efektivitas yang sama dan penggunaan secara tunggal akan mengontrol serangan hingga 70-80% terhadap pasien dengan bangkitan tontk-klonik, tetapi hanya 30-40% pada pasien dengan bangkitan fokal,. Pada pasien yang serangan epilepsinya tidak terkontrol dengan monoterapl OAE, penambahan lamotngin, toptramat, vigabatrin atau gabapentin dapat mengurangi terjadinya bangkitan tneskipun hanya 7% pasien dapat bebas totat dad bangkitan. OAE alternatif lain seperti fenobarbital, pirimidon dan ktonazepam juga digunakan tetaplmempunyai efek lebih sedatif. Bangkitan absen/lena diobati dengan etosuksimid (tidak ada di Indonesia)atau valproat Epilepsi lena biasanya terjadi pada orang dewasa tetapi sekurangnya 10% epilepsi lena yang terjadi pada anak-anak akan berkembang menjadi bangkitan tonik-klonik. Status epileptikus adalah kondisi bangkitan berulang terus menerus lebih dari 30 menit atau diikuti dengan serangan berikutnya,tanpa kembalinya kesadaran. Pengobatan status epileptikus hams dilakukan segera secara iv untuk menghentikan serangan dan menghindari terjadinya kerusakan otak. Lorazepam atau diazepam digunakan dilanjutkan dengan fenitoin jika dipertukan. Jika serangan tidak dikontrol maka pasien dapat dianestesi dengan propofoi atau tiopental. Obat anti epilepsi mengatur bangkitan dengan mekanisme yang tidak diketahui dengan beberapa 22 teori mekanisme kerja dengan menggunakan penghambat media GABA(benzodiazepin, vigabatrin, phenobarbital, valproat) atau reduksi Na^ fluks (fenitoin, karbamazepin, valproat, lamotigrin). Etosuksimid dan valproat dapat menghambat loncatan Ca^^ yang terdapat di neuron thalamus. Gambar 2. Mekanisme Kerja AntI Epilepsi Pemlllhan obat anti epilepa!(OAE)berdasarfcan tlpe bangkitan dapat dlllhat pada algoritma pemillhan antiepilapsi Bangkltan Tidak Ada risiko bangkitan berulang? -ndak I Bangkitan umum Bangkitan parsial to 1 Tonik klonik Bangkitan lena Bangkitan lena yang tidak khas Sederhana 2- Parsial yang menjadi umum Kompleks Karbamazepin Lamotrlgin valproat Karbamazepin Lamotrlgin Valproat Klonazepam Gabapentin Okskarbazepin Lamotrlgin Fenobarbltal Okskarbazepin Fenltoln Fenobarbltal Topiramat Fenltoln Valproat Topiramat Valproat GAMBAR 3. ALGORITMA PEMILIHAN ANTIEPILEPtSI Diagnosis Epilepsi Mulai dengan satu jenis OAE. Pemilihan berdasarkan tipe bangkitan dan efek samping obat Box 3:tidak bangkitan ? Tidak tahan efek samping? Tidak Tidak Teruskan obat Tidak tahan efek samping? Tidak QOL optimal? rvD cn Tidak Kurangi dosis OAE, Kurangi dosis OAE, Kurangi dosis OAE pertama, kembaii ke box 3 kembaii ke box 3 tambah OAE kedua Teliti QOL; rujuk jika perlu; kembaii ke box 3 Box 4:tidak bangkitan GAM3AR 4. ALGORITMA TERAPI GANGGUAN EPILEPfll Tabel 2. Pemilihan obat antiepilepsi menurut farmakologi terapi ^ Jenis Bangkitan Obat Pllihan Utama Ot>atAltematif I.BangkHan Parsial Fenobarbltal, lanratrigin. Kart>amazepln, primldon, gabapentin, fenltoln, valprrat levedrasetam, dagabln, 1. Parsiai sadertiana toplramat,zonisamld. Lamotrigin, primldon. Kart>amazep!n, 2. Parsial kompleks fenltoln, valproat gabapentin,levetirasetam, tiagabin, toplramat, zonisamld. Kartiamazepin, 3. Parsial yang menjadi umum fenltoln. valproat, 6at>apentln, lamotrigin, levetirasetam, tiagabin, fenobarbltal, pdmidon toplramat,zonisamld II.Bangkitan Umum Karbamazepin, 1. Bangkitan tonlk-klonik (grand mall) fenltoln, valproat. Lamotrigin,toplramat fenobarbltal, zonisamld,felbamat primldon. 2. Bangkitan lena (petit mal/absence) 3. Bangkitan lena yang tidak Lamotrigin, Lamotrigin, klonazepam Valproat Valproat, Lamotrigin, Felbamat klonazepam toplramat 1. Kejang demam pada anak Fenot>arb!tal Primldon 2. Status epileptikus tipe DIazepam, khas Ill.Obat-obat untuk keadaan konvulsl kliusus grand mal Fenobarbltal, lldokaln Fenltoln,fosfenltoln 3. Status eplleplkus Upe Benzodlazepam Valproat IV absence Semua obat epilepsi hams diminum sesuai dengan aturan pakai yang diberikan oleh dokter; jangan melebihkan dosis atau menghentikan pengobatan tanpa memberitahu dokter; dan hendaknya minurn obat pada waktu yang telah disarankan oleh dokter. 26 3.3 MONOGRAFIOBAT''^ 1. FENITOIN Indikasi:terapi pada semua jenis epilepsi, kecuali petit mal; status epileptikus Peringatan: hati-hati pada gangguan fungsi hati (dosis diturunkan), hindari pemutusan obat dengan tiba-tlba, hindari pada porifiria. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: D Kategori risiko ibu menyusui: terdapat dalam air susu ibu (ASI). Sebaiknya dihindari. Efeksamping:gangguan saluran cema, pusing, nyeri kepala, tremor, insomnia, neuropati perifer, hipertrofi gingival, ataksia, bicara tak jelas, nistagmus, penglihatan kabur, ruam, akne, hirsutisme, demam, hepatitis, lupus eritematosus, eritema multiform, efek hematologik (leucopenia, trombositopenia, agranulositosis). Dosis: oral: dosis awal 3-4 mg/kg/hari atau 150300 mg/hari, dosis tunggal atau terbagi 2 kali sehari. Dapat dinaikkan bertahap. Dosis lazim: 300-400 mg/hari, maksimal 600 mg/hari. Status epileptikus: i.v. lambat atau infus, 15 mg/kg, kecepatan maksimal 50 mg/menit(loading dose). Dosis pemeliharaan sekitar 100 mg diberikan sesudahnya, interval 6-8 jam. Monitor kadar plasma. Pengurangan dosis berdasar berat badan. ANAK: 5-8 mg/kg/hari, dosis tunggal/terbagi 2 kali sehari. 27 2. KARBAMAZEPIN Indikasi: epilepsi semua jenis, kecuali petit mal, neuralgia trigeminus; propilaksis pada manik depresif. Peringatan: gangguan hati atau ginjal, hamil, menyusui, hindari pemutusan obat mendadak, riwayat penyakitjantung, glaukoma, riwayat reaksi hematologik terhadap obat lain. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: D Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi dalam air susu ibu (ASI),tidak direkomendasikan. Efek samping: biasanya dihubungkan dengan hipermagnesemia, mual, muntah, haus,flushing kulit, hipotensi, aritmia, koma, depresi nafas, ngantuk, bingung, hilang refleks tendon, lemah otot, kolik, dan diare pada pemberian oral. Dosis: Penanganan bangkitan: dosis untuk dewasa dan anak diatas 12 tahun adalah 200 mg 2 kali sehari atau 100 mg,4 kali sehari. Dosis dinaikkan sampai 200 mg, 3-4 kali sehari. Penanganan neuralgia trigeminus: dosis awal 100 mg, 2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 200 mg setiap hari dengan peningkatan 100 mg setiap 12 jam untuk tablet atau peningkatan 50 mg, 4 kali sehari sampai rasa sakit hilang. ANAK: penanganan bangkitan: 6-12 tahun adalah 100 mg, 2 kali sehari atau 50 mg,4 kali sehari. 28 dosis untuk anak di bawah 6 tahun adalah 10-20 mg/kg berat badan dalam 2-3 dosis terbagi. 3. ASAM VALPROAT Indikasi: epilepsi Peringatan: riwayat penyakit hati, gangguan ginjal berat, hamil, menyusui, hindari pemutusan obat mendadak, pemberian bersama antikoagulan mempengaruhi fungsi platelet, SLE. Kategori risiko ibu hamil: keamanan penggunaan asam valproat pada masa kehamilan belum diketahui dengan past!, namun, obat antikonvulsan tidak boleh dihentikan jika obat in! digunakan untuk mengatasi "major seizure" yang mengarah ke status epileptikus yang mengancam jiwa Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi dalam air susu ibu (ASI), sehingga penggunaan obat pada wanita menyusui harus diperhatikan. Pengaruh terhadap bayi yang disusui belum diketahui. Efek samping: iritasi lambung, anoreksia, mual, muntah; sedasi, ataksia, tremor; nafsu makan meningkat; dapat terjadi hepatitis, edema, trombositopeni, hambatan agregrasi platelet, ruam. Jarang: pangkreatitis, leukopeni, hipoplasia sel darah merah. Dosis:dosis awal: 300-600 mg/hari terbagi dalam 2 dosis, setelah makan, dapat dinaikkan 200 29 mg/hari tiap selang waktu 3 hari,dosis maksimum: 2,5 g/hari, daiam dosis terbagi. Dosis pemeiiharaan biasanya; 12 g/hari (20-30 mg/kg/hari) ANAK:sampai 20 kg (sekitar 4th): dosis awai 20 mg/kg/hari, daiam dosis terbagi. Dapat bertahap dinaikkan sampai 40 mg/kg/hari. Lebih dari 20 kg; dosis: awai 400 mg/hari biasanya 20-30 mg hari, maksimai 35 mg/kg/hari. 4. FENOBARBITAL tndikasi: sebagai antikonvuisi, fenobarbitai digunakan daiam penanganan bangkitan tonik- kionik (grand mal) dan bangkitan parsial. Fenobarbitai dapat digunakan daiam pengobatan awai, baik untuk bayi maupun anak-anak. Peringatan: efek samping serius jarang terjadi dengan fenobarbitai. Bila diberikan secara oral untuk mengatasi epilepsi, efek samping utama berupa kantuk atau sedasi; sehingga pada anak menimbuikan paradoxical excitement dan hiperaktif atau perburukan hyperkinetic behavior yang sudah ada sehingga kadang diperlukan penggantian dengan obat barbiturate lain atau Icic antikonvuisan lain. Pasien usia lanjut seringkali mengalami excitement, bingung atau depresi. Fenobarbitai menyebabkan beberapa reaksi kulit pada sekitar 1-3% dari seluruh pasien; tetapi reaksi ini biasanya berupa makulopapular ringan, morbiliform atau scarianitiform yang segera hilang biia obat dihentikan. Sangat jarang, dermatitis 30 eksfollatif, ehtema multiform atau sindroma stevens-johnson telah terjadi. Fenobarbital harus diberikan dengan sangat hati-hati pada paslen dengan nefritis. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui:• Pengaruh terhadap kehamilan: ada bukti positif risiko kematian janin, tetapi jika manfaat pemberian melebihi risiko yang dapat ditimbulkan terhadap ibu hamil, maka dapat digunakan (misal: jika obat dibutuhkan pada keadaan yang mengancam jiwa atau untuk penyakit yang serius dan tidak ada obat lain yang lebih aman untuk digunakan). Kategori risiko ibu menyusui: tidak direkomendasikan untuk ibu menyusui karena fenobarbital didistribusikan dalam air susu. Efek samping: mengantuk, kelelahan, depresi mental, ataksia, dan alergi kulit, paradoxical excitement restlessness, bingung pada orang dewasa dan hiperkinesia pada anak; anemia megalobalstik(dapat diterapi dengan asam folat) Dosis: oral: 60-18- mg (malam). Injeksi i.m./i.v. 50-200 mg, ulang setelah 6 Jam bila perlu, maksimal 600 mg/hari. Encerkan dalam air 1:10 untuk i.v. status epileptikus (tersedia di ICU): i.v. kecepatan tak lebih dari 100 mg/menit, sampai bangkitan teratasi atau sampai maksimal 15 mg/kg/hari tercapai. Anak: 5-8 mg/kg/hari. 31 5. GABAPENTIN Indikasi: terapi tambahan untuk epiiepsi parsial dengan atau tanpa kejang umum, yang tidak dapat dikendalikan dengan anti epiiepsi lain. Peringatan: hindari pemutusan obat mendadak (bertahap sekurang-kurangnya 1 minggu); epiiepsi campuran dengan petit mal (yang mungkin kambuh). usia lanjut (kurangi dosis), gangguan ginjal (kurangi dosis), hamil dan menyusui. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C Kategoririsiko ibu menyusui:terdistribusi dalam air susu ibu (ASI), gunakan dengan hati-hati. Efeksamping:somnolens, pusing, ataksia, lesu, nistagmus, nyeri kepala, tremor, diplopia, mual dan muntah, rinitis, ambliopia, kejang, faringitis, disartri, dispepsi, amnesia, gugup, batuk. Dosis: Hari ke1: 300 mg, kemudian 300 mg 2 kali sehari pada hari ke2, kemudian 300 mg 3 kali sehari pada hari ke3. Selanjutnya dinaikkan sesuai respons, sampai mencapai 1,2 g/hariE terbagi dalam 3 dosis. Bila perlu dinaikkan lagi bertahap 300 mg/hari (dalam 3 dosis terbagi), sampai maksimal 2,4 g/hari. Dosis lazim: 0,9-1,2 g/hari; periode diantara dosis tak boleh melebihi 12jam. Anak: tidak dianjurkan. 6. DIAZEPAM indikasi: pemakaian jangka pendek pada ansietas insomnia, tambahan pada putus alkohol akut, 32 status epileptikus, kejang demam,spasme otot. Peringatan: dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau mengoperasikan mesin, hamil, menyusui, bayi, usia lanjut, penyakit hati dan ginjal, penyakit pernafasan, kelemahan otot/ miastenia, gravis, riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, kelainan kepn'badlan yang nyata, kurangi dosis pada usia lanjut dan yang sudah tidak mampu meiakukan aktifitas, hindari pemakaian jangka panjang, peringatan khusus untuk injeksi i.v., porfiria. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi dalam air susu ibu (ASi), hindari jika mungkin. Efeksamping:efek samping pada susunan saraf pusat: rasa lelah, ataksia, rasa malas, vertigo, sakit kepala, mimpi buruk dan efek amnesia. Efek lain; gangguan pada saluran pencernaan, konstipasi, nafsu makan berubah, anoreksia, penurunan atau kenaikan berat badan, mulut kering, salivasi, sekresi bronkial atau rasa pahit pada mulut. Dosis:oral: ansietas, 2 mg 3 kali sehari jika periu dapat dinaikkan menjadi 15-30 mg sehari dalam dosis terbagi; lansia (atau yang sudah tidak mampu meiakukan aktivitas) setengah dosis dewasa. Insomnia yang disertai ansietas, 5-15 mg sebelum tidur. Untuk ansietas akut berat, pengendalian serangan panik akut, penghentian alkohol akut, dosis awal 5-10 mg i.v.(ke dalam vena besar dengan kecepatan tidak lebih dari 5 33 mg/menit),jika perlu uiangi setelah 4jam. Dosis maksimal : 30 mg. Catatan: rute i.m hanya digunakan jika rute oral dan i.v tidak mungkin diberikan. ANAK: night teror dan somnambulisms, 1-5 mg sebelum tidur. 7. TOPIRAMAT Indikasi: sindroma Lennox-Gastaut, migrain, epilepsi. Peringatan: dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau mengoperasikan mesin, hamil, menyusui, bayi, penyakit hati dan ginjal, Minum air dalam jumiah yang banyak untuk mengurangi risiko terjadinya batu ginjal, monitor serum bikarbonat dalam darah pada awal terapi dan secara teratur selama penggunaan topiramat. Hindari penghentian obat mendadak; turunkan dosis secara perlahan, lOOmg dalam selang waktu 1 minggu. Segera konsultasi ke dokter apabila mengalami pandangan mata kabur atau sakit mata (eye pain). Kategori risiko ibu hamii dan menyusui: C Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi dalam air susu ibu (ASI), tidak direkomendasikan. Dosis: Monoterapi: Dewasa: Bangkitan parsial dan tonik-klonik: dosis 34 awal monoterapi: pada minggu pertama, 25mg sehari dua kali (pagi dan sore); pada minggu kedua,50mg sehari dua kali; pada minggu ketiga, 75mg sehari dua kali; pada minggu keempat, 100mg sehari dua kali; pada minggu kelima, 150mg sehari dua kali; pada minggu keenam (dosis maksimum) 200mg sehari dua kali. Anak = 17 tahun: Bangkitan tonik^klonik: dosis awal monoterapi: pada minggu pertama, 25mg sehari dua kali (pagi dan sore);^ada minggu kedua,50mg sehari dua kali; pada minggu ketiga, 75mg sehari dua kali; pada minggu keempat, lOOmg sehari dua kali; pada minggu kelima, 150mg sehari dua kali; pada minggu keenam (dosis maksimum) 200mg sehari dua kali. Kombinasi teraoi: Dewasa dan anak = 17 tahun: Bangkitan parsial dan tonik-klonik: dosis awal kombinasi terapi: mulai dengan 25mg-50mg per hari; dosis dapat ditingkatkan 25mg-50mg per hari dalam selang waktu 1 minggu hingga mencapai dosis 200400mg per hari dalam dosis terbagi 2. ANAK 2-16 tahun: Bangkitan parsial dan tonik klonik: dosis awal kombinasi terapi: pada minggu pertama, 1-3mg/kg berat badan/hari(= 25mg)diminum malam hari sebelum tidur; dosis dapat ditingkatkan 1-3mg/kg berat badan/hari dalam selang waktu 1-2 minggu hingga mencapai dosis 5-9mg/kg berat badan/hari. 35 8. KLONAZEPAM Indikasi: epilepsi, semua jenis, termasuk petit mal, mioklonus, status epileptlkus. Peringatan: gangguan hat! dan ginjal, penyakit pernapasan, usia lanjut, debil, pemutusan obat mendadak, hamil, menyusui. Kategori risiko ibu hamit dan menyusui: D Kategori risiko ibu menyusui:terdistribusl daiam air susu ibu (ASI), tidak direkomendasikan. Kontraindikasi:depresi pernapasan, insufisiensi pulmoner akut, porfiria. Efek samping:letih, mengantuk, pusing, hipotoni otot, gangguan koordinasi gerak; hipersaiivasi pada bayi; agresi, iritabel dan perubahan mental; jarang gangguan darah, abnormalitas fungsi hati. Dosis: Epilepsi: Dewasa: dosis awal 1 mg (USIA LANJUT: 500 mikrogram) malam hari, selama 4 hah. Dosis dapat dinaikkan secara bertahap daiam waktu 24 minggu hingga mencapai dosis pemeliharaan 4-8 mg/hari, daiam dosis terbagi. Dosis maksimum 20mg/hari. ANAK 1-5 tahun: 250 mikrogram/hari, dapat dinaikkan bertahap daiam 2-4 minggu hingga mencapai dosis 1-3 mg/hari. Anak 5-12 tahun: 500 mikrogram maiam hari seiama 4 hari, dapat ditingkatkan secara bertahap daiam waktu 2-4 minggu hingga mencapai dosis 3-6 mg/hari. Dosis maksimum: 200mikrogram/kg berat badan/hari. 36 Status epileptikus: Dewasa; infus atau injeksi 1mg diberikan dalam waktu sedikitnya 2 menit, jika periu dosis dapat diuiang. Anak: infus atau injeksi 500 mikrogram diberikan dalam waktu sedikitnya 2 menit,jika periu dosis dapat diuiang. 9. LAMOTRIGIN Indikasi: monoterapi dan terapi tambahan untuk epiiepsi parsiai dan epiiepsi umum,tonik-klonik. Peringatan: pemantauan ketat (faai hati, ginjai dan pembekuan darah); dan perb'mbangkan untuk menghentikan obat biia terjadi ruam, demam, gejaia-gejaia seperti influensa, mengantuk, atau memburuknya pengendaiian kejang, terutama pada bulan pertama pengobatan; kombinasi dengan obat anti epiiepsi lain mungkin terkait dengan perburukan penyakit secara progresif dengan status epiieptikus, disfungsi muiti organ, disseminated intravascular coagulation dan kematian; hindari pemutusan obat mendadak (bertahap dalam 2 minggu atau lebih); gangguan ginjal; hamii dan menyusui. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C Kategoririsiko ibu menyusui:terdistribusi dalam air susu ibu (ASI), tidak direkomendasikan (AAP). Kontraindikasi: gangguan hati 37 Efek samping: mam, demam, malaise, gejala mirip influenza, mengantuk,jarang: disfungsi hati, limfadenopati, leukopenia, dan trombositopenia, dilaporkan dalam hubungan dengan mam; angioedema, sindrom StevensJohnson, nekrolisis epidermal toksik, dan fotosensitivitas. Diplopia, pandangan kabur, pusing, mengantuk, insomnia, nyeri kepala, ataksia, kelelahan, gangguan saluran cema, iritabilitas, agresi, tremor, agitasi, bingung. Dos/s; Monoterapi: Dewasa: dosis awal 25 mg/hari selama 14 hari, kemudian 50 mg/hari untuk 14 hari berikutnya; peningkatan dosis maksimum 50-1 OOmg dengan interval waktu 1-2 minggu hingga mencapai dosis pemeliharaan 100-200 mg/hari sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi dua. USIA LANJUT tidak dianjurkan. Anak > 12 tahun: dosis awal, dosis tunggal 25mg selama 2 minggu kemudian dilanjutkan dengan dosis tunggal 50mg selama 2 minggu, dan dapat ditingkatkan maksimum 50-1 OOmg setiap 1-2 minggu hingga mencapai dosis 100-200mg sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi. Anak = 12 tahun: tidak direkomendasikan. Kombinasi terapi dengan valoroat: Dewasa: dosis awal 25 mg,selang sehari selama 14 hari, kemudian 25 mg/hari setiap hari untuk 14 hari berikutnya, dosis dapat ditingkatkan maksimum 25-50mg setiap 1-2 minggu hingga 38 mencapai dosis 100-200mg sebagai dosis tunggai atau dosis terbagi 2. Anak >12 tahun: dosis awal 150 mikrogram/kg berat badan/hari untuk 14 hari, kemudian 300 mikrogram/kg berat badan /hari untuk 14 hari berikutnya, dosis dapat ditingkatkan maksimum 300 mikrogram/kg berat badan setiap 1-2 minggu hingga mencapai dosis 1-5 mg/kg berat badan sebagai dosis tunggai atau dosis terbagi 2. ANAK yang beratnya kurang dari 25 kg; dosis awal 5 mg,selang sehari, untuk 14 hari pertama. Dosis pemeliharaan: 1-5 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggai atau dosis terbagi 2. Kombinasi teraoi denaan okskarbazepin: Dewasa: dosis awal 25 mg,sekali sehari selama 14 hari, kemudian 50 mg sekali hari untuk 14 hari berikutnya, kemudian dosis ditingkatkan maksimum 50-1 OOmg setiap 1-2 minggu hingga mencapai dosis 100-200mg sebagai dosis tunggai atau dosis terbagi 2, USIA LANJUT tidak dianjurkan. Kombinasi teraoi denoan OAE penqinduksi enzim (bukan valproat): Dewasa: dosis awal 50 mg,sekali sehari selama 14 hari, kemudian 50 mg dua kali sehari untuk 14 hari berikutnya, kemudian dosis ditingkatkan maksimum lOOmg setiap 1-2 minggu hingga mencapai dosis 200-400mg dalam dosis terbagi 2, USIA LANJUT tidak dianjurkan. Gangguan fungsi hati: gangguan fungsi hati 39 sedang (Chlld-Pugh category B): kurangi 50% dosis; gangguan fungsi hati berat (Child-Pugh category C): kurangi 75% dosis. 10. PRIMIDON Indikasi: semua jenis epiiepsi kecuali petit mal. Juga dipakai untuk tremor esensial. Peringatan;Kontraindikasi dan Efek samping: iihat Fenobarbital. Mengantuk, ataksia, mual, gangguan pengiihatan, dan ruam, biasanya reversibei meski obat diteruskan. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: D Kategoririsiko ibu menyusui:terdistribusi dalam air susu ibu (ASI), tidak direkomendasikan (AAP). Dosis: Dewasa dan anak > 8 tahun: dosis awal 100-125 mg/hari menjelang tidur selama 3 hari, kemudian ditingkatkan 100-125 mg dalam dosis terbagi setiap 3 hari hingga mencapai dosis 250mg tiga kali sehari. Dosis maksimum: 2 gram/hari. Anak = 8 tahun: dosis awal 50mg menjelang tidur seiama tiga hari, kemudian 50mg/hari ditingkatkan setiap tiga hari hingga mencapai dosis 125-250mg (10-25 mg/kg berat badan) tiga kali sehari. Anak < 2 tahun: dosis pemeliharaan 250-500mg per hari. 40 11. OKSKARBAZEPIN Indikasi: epilepsi umum,tonikklonik primer dan epilepsi parsial dengan atau tidak dengan generalisasi sekunder. Pehngatan: Wanita hamil, menyusui. Pantau kadar Na dalam serum; disfungsi ginjal berat, pemutusan obatjangan mendadak, alergi silang dengan karbamazepin. Hati-hati mengemudi dan menjaiankan mesin. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C Kategoririsiko ibu menyusui:terdistribusi dalam air susu ibu (ASi), tidak direkomendasikan. Kontraindikasi: AV block Efek samping: rasa lelah, kadang mengantuk, sel darah putih berkurang, hiponatremia. Jarang: depresi, psikis labil, trombositopenia, pansitopenia, sindrom StevensJohnson. Dosis: Monoterapi: Dewasa: dosis awal 300 mg/hari dua kali sehari, kemudian dosis ditingkatkan SOOmg/hari setiap 3 hari hingga mencapai dosis 1200mg/hari. Anak 4-16 tahun: dosis awal 8-10mg/kg berat badan dalam dosis terbagi dua; kemudian dosis ditingkatkan menjadi 5 mg/kg berat badan/hari setiap tiga hari hingga mencapai 600-900mg/hari untuk anak dengan berat badan 20kg; 9001200mg/hari untuk anak dengan berat badan 25- 41 30kg; 900-1500mg/hari untuk anak dengan berat badan 35-40kg; 1200-1500mg/hari untuk anak dengan berat badan 45kg; 1200-1800mg/hari untuk anak dengan berat badan 50-55kg; 12002100mg/hari untuk anak dengan berat badan 6070kg. Kombinasi terapi: Dewasa; dosis awal 300 mg/hari dua kali sehari, kemudian dosis ditingkatkan GOOmg/hari dengan interval waktu satu minggu hingga mencapai dosis 1200mg/hari. Anak 4-6 tahun: dosis awal 8-10mg/kg berat badan/hari hingga mencapai dosis yang direkomendasikan sesuai dengan berat badan dalam waktu 2 minggu. Dosis maksimum; 1800mg/hari (untuk anak dengan berat badan 39kg). Anak 2- < 4 tahun: dosis awal 8-10mg/kg berat badan/hari dalam dosis terbagi dua hingga mencapai dosis yang direkomendasikan sesuai dengan berat badan dalam waktu 2-4 minggu. Dosis maksimum: 60 mg/kg berat badan/hari dalam dosis terbagi dua. Untuk anak dengan berat badan < 20kg: dosis awal 16-20mg/kg/hari. Konversi terapi dari monoteraoi OAE lain meniadi monoterapi okskarbazepin: Dewasa: dosis awal 300 mg/hari dua kali sehari, kemudian dosis ditingkatkan GOOmg/hari dengan interval waktu satu minggu hingga mencapai dosis 2400mg/hari dalam waktu 2-4 minggu 42 disertai dengan penurunan dosis OAE lain hingga penghentian terapl OAE lain tersebut dalam waktu 3-6 minggu. Anak 4-16 tahun: 8-10mg/kg berat badan dalam dosis terbagi dua, kemudian dosis ditingkatkan lOmg/kg berat badan/hari dengan interval waktu satu minggu hingga mencapai dosis yang direkomendasikan sesuai dengan berat badan anak dalam waktu 2-4 minggu disertai dengan penurunan dosis OAE lain hingga penghentian terapi OAE lain tersebut dalam waktu 3-6 minggu. 12. VIGABATRIN Indikasi: epilepsi yang tidak dapat diatasi dengan anti epilepsi lain secara memuaskan, monoterapi penatalaksanaan spasme infantil (West's syndrome) Peringatan: gangguan ginjal; usia lanjut; pemantauan ketat fungsi syaraf; hindari pemutusan obat mendadak (bertahap dalam 24 minggu) riwayat psikosis atau masalah perilaku Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: belum ditentukan (kontraindikasi-pabrik farmasi) Kategori risiko ibu menyusui: tidak diketahui (kontraindikasi-pabrik farmasi). Kontraindikasi: Wanita hamil (lihat lampiran 2) dan menyusui Efek samping: mengantuk, kelelahan, pusing, gugup, iritabilitas, agitasi, depresi, sakit kepala, 43 nistagmus, ataksia, tremor, paraesthaesia, konsentrasi menurun; efek samping jarang tetjadi: yaitu bingung, agresi, psikosis, mania, gangguan saluran cema, alopesia, ruam, urtikaria; eksitasi dan agitasi pada anak; kadang-kadang frekuensi serangan meningkat (terutama jika mioklonik), enzim hat! menurun, haemoglobin sedikit menurun, juga dilaporkan kerusakan area penglihatan, potofobia dan gangguan retinal. Hati - hati dalam pemakaian vigabatrin (perhatikan dosis dan lama pemberian) karena vigabatrin dapat menyebabkan kehilangan penglihatan permanen. Dosis: Kombinasi teraoi: Dewasa: dosis awal 1gram/hari dalam dosis tunggal atau terbagi 2, kemudian ditingkatkan bertahap 500 mg dengan waktu seminggu sesuai dengan respons. Dosis maksimum: 3 gram/hari sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi dua. Anak: dosis awal 40mg/kg berat badan per hari. Dosis pemeliharaan disesuaikan dengan berat badan anak: 10- 15 kg: 0,5- 1 gram/hari; 1530 kg: 1-1,5 gram/hari; 30 - 50 kg: 1,5-3 gram/hari; >50kg: 2-3 gram/hari sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi dua. 13. LEVETIRASETAM Indikasi: Terapi tambahan pada pengobatan bangkitan parsial pada pasien epilepsi dewasa 44 Peringatan: Penghentlan dilakukan secara bertahap untuk meminimalkan potensi peningkatan frekuensi bangkitan. Perhatian dosis pada pasien gagal ginjal dan pasien yang sedang menjalani dialysis. Tumnkan dosis levetirasetam dan berikan dosis tambahan pada pasien setelah dialisis. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi dalam air susu ibu (ASI),tidak direkomendasikan. Efek samping: Anoreksia, astenia, ataksia, pusing,sakitkepala, infeksi, gugup. nyeri,faringitis, rinitis.mengantuk, vertigo. Efek samping pada penggunaan dengan OAT iain : astenia, pusing, infeksi, mengantuk. Dosis: Dewasa dan anak =12 tahun: dosis awal 500mg sehari dua kali, kemudian dosis ditingkatkan lOOOmg dalam dosis terbagi dua setlap 2 minggu hingga tercapai dosis 3 gram/hari. Penggunaan dosis lebih darl 3.000 mg/hari tidak terbukti meningkatkan efek. Anak 4- <16 tahun: dosis awal lOmg/kg berat badan, kemudian dosis ditingkatkan 20mg/kg berat badan /hari dalam dosis terbagi dua setiap dua minggu hingga maksimum SOmg/kg berat badan/hari dalam dosis terbagi dua. Pada pasien dengan gagal ginjal perlu diberikan dosis secara individual sesuai kondisi ginjalnya. 45 14. FELBAMAT Indikasi: obat alternative untuk Atyplkal absence, myokionik, atonik Peringatan: Gunakan hati-hati pada pasien dengan gaga! ginjal. Turunkan dan pelihara dosis 50% dari biasa (waktu paruh lebih lama 9-15 jam). Kategori risiko ibu hamii dan menyusui: C Kategori risiko ibu menyusui: belum diketahui Efek samping: anoreksia, kehilangan berat badan, mual, muntah, rash, insomnia,sakit kepala, pusing, mengantuk, diplopia. Dosis: Monoterapi: Dewasa dan anak = 14 tahun: dosis awal 1200 mg/hari dalam dosis terbagi 3 atau 4 kali, kemudian dosis ditingkatkan 600mg/hari setiap 2 minggu hingga mencapai dosis 2400 mg/hari. Anak 2-14 tahun: dosis awal 15 mg/kg berat badan/hari dalam dosis terbagi 3atau 4, kemudian dosis ditingkatkan 15 mg/kg berat badan/hari setiap minggu. Dosis maksimum:45 mg/kg berat badan/hari. Konversi terapi dari monoterapi OAE lain meniadi monoterapi felbamat: Dewasa dan anak =14 tahun: dosis awal 1200 mg/hari dalam dosis terbagi 3 atau 4 kali disertai dengan penurunan dosis OAE pertama sekitar 20%-33%. Pada 46 minggu ke-2, dosis felbamat ditingkatkan menjadi 2400 mg/hari disertai dengan penurunan dosIs OAE pertama sebesar 33% dosis lag!(dosis OAE pertama tinggai 33% bagian dosis mula-muia). Pada minggu ke-3, dosis feibamat ditingkatkan menjadi 3600 mg/hari disertai dengan penurunan dosis OAE pertama sebesar 33% dosis lagi(OAE pertama dihentikan pemakaiannya). Kombinasi terapi: Dewasa: dosis feibamat yang ditambahkan 1200mg/hari dalam dosis terbagi 3atau 4 disertai dengan pengurangan dosis OAE pertama sebesar 20%, kemudian dosis feibamat ditingkatkan 1200mg/hari setiap minggu hingga mencapai dosis 3600mg/hari. • Pasien anak dengan Lennox-Gastaut dan umur2-14tahun: Minggu 1: Feibamat 15 mg/kg/hari dalam 34 kali dosis terbagi. Turunkan antikonvulsan lain sampai 20-30% Minggu 2: Feibamat 30 mg/kg/hari dalam 34 kail dosis terbagi. Turunkan antikonvulsan lain sampai 33% Minggu 3: Feibamat 45 mg/kg/hari dalam 34 kail dosis terbagi. Turunkan antikonvulsan lain sampai dosis yang diperlukan. • Pasien anak >14 tahun dan dewasa : Minggu 1: Feibamat 1200 mg/hari. Turunkan antikonvulsan lain sampai 20-33% Minggu 2: Feibamat 2400 mg/hari. Turunkan antikonvulsan lain sampai 33% 47 Minggu 3: Felbamat 3600 mg/hari. Turunkan antlkonvulsan lain sampai dosis yang diperlukan. 15. TIAGABIN Indikasi: sebagai terapi bangkitan parsial pada paslen dewasa dan anak diatas 12 tahun Peringatan:Pada paslen tanpa epilepsi, tiagabin dapat menimbulkan onset bangkitan baru dan status epileptikus. Jangan hentikan obat ini tiba- tiba. Karena klirens tiagabin berkurang pada pasien dengan penyakit hati, penurunan dosis atau perpanjangan interval dosis mungkin diperlukan pada pasien tersebut. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi dalam air susu ibu (ASI), tidak direkomendasikan. Efek samping:nyeri abdominal, luka kecelakaan, amblyopia, astenia, ataxia, bingung, batuk, depresi, diare, sulit konsentrasi, sulit mengingat, pusing. Dosis: Hal yang perlu diperhatikan : • Tiagabin diberikan secara oral dan digunakan bersama makanan. • Jangan lakukan loading dosis tiagabin Dewasa: dosis awal 4 mg sekali sehari, dapat ditingkatkan 4-8 mg/hari dalam interval mingguan 48 hingga mencapai respon klinik yang diinginkan atau dosis 56 mg/hari dalam dosis terbagi 2-4. Anak <12 tahun: tidak direkomendasikan. Kombinasi terapi dengan OAE penginduksi enzim: Anak 12-18 tahun: dosis awal 4 mg/hari seiama 7 hari, kemudian dosis ditingkatkan 4-8mg/hari dalam interval mingguan hingga dosis maksimal 32 mg/hari daiam dosis terbagi 2-4. 16. ZONISAMID Indikasi: Terapi tambahan pada pengobatan bangkitan parsiai pada pasien epiiepsi dewasa Peringatan: monitor fungsi ginjai secara periodik. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C Kategori risiko ibu menyusui: beium diketahui Efek samping: iritabiiitas, anoreksia, pusing, sakit kepaia, nausea dan mengantuk. Dosis: Dewasa dan anak =16 tahun: dosis awai 50 - ICQ mg/hari daiam dosis terbagi 2, dosis dapat ditingkatkan lOOmg/hari setiap 2 minggu hingga mencapai dosis efektif 1 GO-400 mg/hari sebagai dosis tunggai atau dosis terbagi 2. Zonisamid dapat digunakan bersama atau tanpa makanan. Anak <16 tahun: tidak direkomendasikan. Gangguan fungsi hati direkomendasikan. 49 berat: tidak 17. PREGABALIN Indikasi: Terapi tambahan pada pasien dewasa dengan bangkitan onset parsial. Peringatan: Penghentian obat secara tiba-tiba dapat menimbulkan insomnia, nausea, sakit kepala, diare. Hentikan dosis pregabalin secara bertahap seiama minimum 1 minggu. Gunakan hati-hati pada pasien dengan gagai jantung kongestif. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C Kategori risiko ibu menyusui: beium diketahui Efek samping: pusing, mengantuk Dosis: Dewasa: dosis awal tidak lebih dari 75mg sehari dua kaii atau 50mg sehari tiga kaii. Dosis maksimai: 600mg/hari dalam dosis terbagi 2-3. Anak: tidak direkomendasikan. 50 Tabel 3. Interaksl Antar ObatAntI EpilepsI Interaksiyangterjadi ObatA ObatB Karbamazepin(CBZ) Felbamat Menlngkatkan kadv 10,11 epoksid Felbamat Fenobarbital Menurunkan kadarCBZ Menurvnkan kadarCBZ Fenitoin Menurunkan kadarCBZ Kaibantazspin Menurunkan kadarFBM Fenitoin Menurunkan kadarFBM Asamvalpraat Meningkaftan kadarFBM FeIbamat(FBII) vatH^wntin IIQoR uUwttinUl Utflill Lamotrigin(LT6) Kaibamazeptn BIOfUM Menunmkan kadarLTG Menurunkan kadarLTG Fenoobaifaital Primldan Menuninkan kadvLTG Menunmkan kadarLTG Asamvalproat Mertingkatkan kadarLTG Feritoin Lsvetirasetam Tidakdiketahuiberntteraksi Okskaibaz^In Karbamazepin F^wbaibital Menurunkan kadar metabolit IBmonol^ksl Menuninkan kadar metabofitlBmonohidroksi Menurunkan kadar metabolit Kknonohidroksi FeBramat Menlngkatkan kadar PB Fenitoin Fenobaibttal(PB) Asamvalproat Menurunkan atau meningkatkan kadar PB Menlngkatkan kadar PB Karbamazepin Menurunkan kadar PHT Felbamat Fenobarbital Meningkatkan kad^PHT Meningkatks) kadar PHT Menunmkan atau meningkatkan kadar PHT Asamvalproat Vigabatrin Menurunkan kadar total PHT Menuninkan kadar PHT Karbamazepin Menunmkan kadar PRM Fenitoin Menunmkan kadar PRM Asamvalproat Meningkatkan kadar PB Meningkatkan kadar PRM Meningkatkan kadar PB Fenitoin Fenitoln(PHT Meihsuksindd PffmI(ton(PRIIi) Meningkatkan kadar PB Tiagabin(T6B) Menunmkan kadar TGB Menurunkan kadar TGB Karbamazepin Fenitoin 51 Tabel 3(lanjutan..) Obat A ObatB TeplRni<t(TPM) AsainVUpnNtt(Vm) interaksi yang terjadi Kaibamazepin Meflurunkan kadarTPM Fenibxn Menuninkan kadarTPM Asamvalproat Menutunkan kadarTPM Katbamazepki Lamotrigin Menunadon kadar VRAitadkit) Menurunkan kadar VPA FenobaiUal Menurunkan kadar VPA Menurunkan kadarVRA Menunmkan kadar VPA Pilmidon Fenitob) Kaibainazepin ZenlttmM Menutunkan kadar Zbnisamid Menurunkan kadarZonisandd Menurunkan kadarZocdsamid FenM) Fenobaiticlal Tabel 4. interaksi OAE dengan Obat lain ^ OAE Dfpengaruhi oMi Kasiltnterakii Katbamazepin Sknefidki Kadar katbamazepin naik Erflromisin Kadar katbamazepin naik FknkseSn Kadar katbamazepin nalk Isoniazid Kadar katbamazepin naik PrmuTJraffjijL nopofcsnon Kadar katbamazepin naik Okskarbazeptn Fenobarixtal Fenitoki Asetazoiamid Kadar fenobarbital naik AmiodarDn Kadar fetiitoin naik Antaskta AbsorpsifiBnitokituns) Simelk£n Kadar fsnitonnaac Bwpengaivh pada Hasil Interaksi Kontrasep^oial{paKB) KhasiatpaKB berkurang DoksisikGn Kadar doksisi&i turun Teoflb) Kadar teoSn lurun Warfarin Kadar warfarin turun Kontrasepsioral{piIKB) Khasiat pa KB berkurang Kontrasepsi oral(pa KB) Khasiat pa KB berkurang Kontaseps>oral(paKB) Khasiat pi KB berkurang BUudraksOajmatin EfakantOoagulasi berkurang Kloramfenikol Kadar fenitoinnaac AsamFolat Oisidfiram Kukndin Kadar kuinidin tunm Vitamin D Kadar vitamei D tunm Kadar(enitoin naik Etanoliakut) Kadar(enitoin naik Rukonazol Kadar fenitoin naik iMoiazid Kadar fenitan naik Propoksffen Kadar fsnibiin naik Warfarin Menkigkalkanmaupun Kadar asam folat turun menurunkan INR Etanol(bDois) Kadar fenitoinlurun Prfmklon tsoniazM MetaboGsmeptimidonturun Klofpnxnazin Kadar kkxpromazin turun Naoifinamid MetaboGsme prinddon turun Koilikostereid Kadar kortikosteroid turun Kuinidin 52 Kadar kuinidin tuun Tabel 4(lanjutan..) OAE DtpensvuhioMi Betpenganth pada Ktsillntanlol Hasillnteraksi TrisadSc Kadar trisildkturun Furosemid Kepekaan gli^ teitiadap betiturang ftirosendd KontrasepsioralOxIKB) KhastatpiKBI)etiairang Topiiamat AsanVttpnat SimeOifin Kadarasamvalproatnak Gotongan SafisSal Kadar asam valproat tieiiastneninglcat 3.4 HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN 1. Penggantian Obat Penggantian obat anti epilepsi (OAE) dilakukan secara bertahap. OAE baru dimulai pada dosis efektif minimal ditingkatkan secara bertahap, kemudian OAE lama diturunkan juga secara bertahap. Selama masa peralihan pasien harus diperingatkan tentang kemungkinan terjadinya bangkitan atau reaksl obat yang tidak diinginkan. 2. Konversi Dosis Ada dua obat yang harus diperhatikan konversi dosisnya, yaitu; a. AsamValproat • Konversi dari sediaan oral (kapsul dan sirup) ke sediaan injeksi: Bila mengganti dari sediaan oral, (i) total dosis valproat dalam sediaan injeksi harus sama dengan total dosis sehari sediaan oral,(ii) pertimbangan kadar natrium dalam sediaan. Bentuk sediaan injeksi adalah bentuk garam natrium sedangkan sediaan 53 oral ada yang berbentuk asam atau bentuk garam natrium. Monitor kejadian efek samping secara ketat pada pasien yang menerima dosis mendekati maksimal. Dosis yang direkomendasikan: Dewasa 15-45 mg/kg BB/hari; Anak: 5-60 mg/kg BB/hari. Dosis maksimum: 250 mg/hari, diberikan dalam 2-4 dosis terbagi. • Konversi dari sediaan biasa ke sediaan lepas lambat {extended release/delayed releaselsprinkle capsule): Pemberian sediaan lepas lambat sekali sehari pada orang dengan gangguan epilepsi dewasa dan anak = 10 tahun, yang sebelumnya menerima sediaan biasa, dosisnya harus 8-20% lebih tinggi dari total dosis sehari sediaan biasa. Penggantian bentuk sediaan harus dilakukan secara bertahap dengan cara meningkatkan total dosis sehari sediaan biasa ke dosis berikutnya yang lebih tinggi sebelum konversi ke total dosis sehari sediaan lepas lambat yang sesuai. b. Karbamazepin • Konversi dari sediaan biasa (tablet) ke sediaan lepas lambat {controlled release): Frekuensi pemberian tablet karbamazepin lepas lambat adalah untuk 2x sehari. Total dosis sehari sediaan lepas lambat sama 54 dengan total dosis sehari sediaan tablet biasa. Tablet kunyah lepas lambat tidak boleh digerus. Periksa keretakan tablet lepas lambat,jangan mengkonsumsl tablet yang telah rusak. Konversi dari tablet biasa ke suspensi; Total dosis sehari sediaan tablet biasa sama dengan total dosis sehari sediaan suspensi. Frekuensi pemberian sediaan tablet 2x1 sehari sedangkan frekuensi sediaan suspensi 3x1 sehari. 3. Penghentlan Terapl Epilepsi pada umumnya minum OAE seumur hidup. Pasien dapat berhenti minum OAE apabila memenuhi salah satu atau semua kriteria berikut ini. Empat kriteria yang harus dipertimbangkan untuk penghentian terapi: 1. tidak ada bangkitan selama 2-5 tahun terakhir 2. pemeriksaan neurologi normal 3. intelegensi normal 4. EEG normal selama terapi Individu pasien yang mempunyai salah satu atau semua kriteria diatas akan mempunyai kemungkinan kesempatan untuk bebas kambuhan sesudah obat dihentikan. Untuk penghentian obat dilakukan secara perlahan biasanya dengan penurunan dosis secara bertahap selama paling tidak 3 bulan. Keputusan 55 penghentian terapi hams dikonsuttasikan kepada dokter. 3.5 ASPEK TOKSIKOLOGI OBAT ANTIEPILEPSI (OAE) 1. Teratogenesitas Aspek ini mempakan kontroverslal karena baik epilepsi dan obat anti epilepsi bersifat heterogen dan sedikit sekali pasien epilepsi yang dapat diamati yang tidak mendapatkan obat-obatan tersebut. Selanjutnya pasien dengan epilepsi berat, yang mempunyai faktor-faktor genetik bukan faktor obat, lebih banyak mendapatkan maiformasi fetal, sering mendapatkan berbagai anti epilepsi dosis tinggi. Meskipun dalam batas- batas demikian, kelihatannya apapun penyebabnya anak-anak yang lahir pada ibuibu yang menggunakan anti epilepsi risiko kelainan cacat kongenital meningkat barangkali dua kali lipat. Fenitoin dikatakan penyebab sindrom spesifik yang disebut sindrom fetal hidantoin. Valproat, dan karbamazepin juga dapat menyebabkan maiformasi yaitu spina bifida dan hipospadi. Diperkirakan seorang wanita hamil yang menggunakan asam valproat atau natrium valproat mempunyai1-2 % risiko mendapat spina vipida (valproate, 1983). Kejadian maiformasi tersebut dapat dicegah dengan penggunaan asam folat 0,4-5 mg per hari. Dalam menghadapi masalah kllinik wanita hamil 56 dengan epilepsi, sebagian besar ahli epilepsi sepakat bahwa hal penting untuk meminimalkan paparan pada obat anti epilepsi, balk jumiah ataupun dosisnya, dan tidak membiarkan kejang matemai tanpa diperiksa. 2. Putus Obat(withdrawal) Penghentian obat anti epilepsi, apakah sesuai dengan poia yang ditetapkan, dapat menyebabkan peningkatan kejang balk frekuensi maupun kehebatannya. Ada 2faktor yang perlu dipertimbangkan; pengaruh putus obat itu sendiri dan kebutuhan perpanjangan obat-obat penekan kejang. Beberapa obat iebih mudah dihentikan dari yang lain. Umumnya penghentian obat-obat anti-absence iebih mudah daripada obat-obat untuk kejang parsial atau kejang tonik-klonik umum. Barbiturat dan benzodiazepin paling suiit untuk dihentikan;periu beberapa minggu atau buian, dengan penurunan dosis bertahap untuk mencapai hiiangnya obat-obatan tersebut terutama pada pasien rawat jalan. Karena epilepsi bersifat heterogen, pertimbangan untuk menghentikan obat-obat anti epilepsi benar-benar merupakan masaiah yang rumit. Jika seorang pasien yang bebas kejang dalam 3 atau 4 tahun, penghentian bertahap periu dipikirkan. 3. Takar Lanjak (overdosis) Obat anti epilepsi merupakan depresan SSP yang nyata atau kuat tetapi menimbuikan 57 kematian. Diperlukan kadar darah yang tinggi sebelum takar lanjak dapat dikatakan membahayakan jlwa. Efek takar lanjak yang paling berbahaya adalah depresi pernapasan, yang dapat diperkuat oleh obat-obat lain, seperti alkohol. Pengobatan takar lanjak anti epilepsi bersifat suportif; perangsang jangan digunakan. Usaha mempercepat pengeluaran obat anti epilepsi seperti alkalinisasi urin, biasanya tidak berhasil. Dialisis lipid juga sudah dicoba, tetapi data yang ada sangat kurang untuk menilai efikasinya. 3.6 MONITORING DAN EVALUASI HASIL TERAPI 1. Tipe dan jumlah bangkitan Tim medis perlu mengedukasi pasien untuk memantau efektivltas dan ROTD DAE. Pasien diminta mencatat beberapa hal dalam buku kesehatannya, antara lain: (i)jenis bangkitan, (ii) lama/waktu terjadinya bangkitan, (iii)jumlah bangkitan, dan (iv) pemicu/pencetus bangkitan. 2. Konsentrasi obat dalam plasma Monitoring konsentrasi kadar obat dalam plasma sangat membantu dalam individualisasi dan pengaturan dosis, kepatuhan penggunaan obat, doksisitas, kemungkinan terjadinya interaksi obat, kegagalan terapi. perhatikan tabel 1. Pengambilan sampel minimal dilakukan sebelum dan sesudah perubahan dosis. Waktu pengambilan sampel umumnya dilakukan segera 58 sebelum dosis berikutnya setelah OAE diminum selama 5 kali waktu paruh untuk mengetahui kadar tunak dalam plasma, kecuali pada kasus yang dicurlgai menimbulkan toksisitas maka pengambilan sampel langsung dilakukan pada saat itu. 3. Kondisi komorbid (penyakit penyerta) Munculnya gejala bam yang menyertai selama terapi 4. Adaptasi sosial Pasien epilepsi mampu melakukan aktifltas sehari-hari misalnya olahraga ataupun bersosialisasi walaupun maslh diperlukan pendamplngan untuk kasus tertentu. Pilihan jenis olah raga yang sesuai untuk pasien epilepsi adalah; • Olah raga yang dilakukan di lapangan/ gedung olah raga • Olah raga yang dilakukan di jalan umum (balap, lari maraton dll). • Pilihan jenis olah raga yang sebaiknya dihindari atau yang memerlukan pengawasan khusus, antara lain:(i) olah raga di ketinggian (naik gunung, panjat tebing dll), (ii) renang 5. Munculnya ROTD Identifikasi munculnya ROTD balk yang akut maupun kronik seperti yang tertera pada tabel 1 59 6. Kepatuhan berobat Dihitung jumlah obat sisa, jadwal kunjungan, waktu minumnya, dosis, jumlah obat yang diminum, konsistensi nama obat 7. Toksisitas Identifikasl munculnya toksisitas seperti yang tertera pada tabel 1. jika perlu lakukan TDM 3.7 TERAPI STATUS EPILEPTIKUS Sasaran terapi status epileptikus adalah penghentian aktifitas bangkitan baik kiinis maupun subklinis dan poncegahan bangkitan selanjutnya. Secara umum pendekatan awal adalah; 1. Memindahkan pasien dari lingkungan berbahaya dan memastikan jalan nafas terbebas dari hambatan untuk mencegah terjadinya kolaps atau aspirasi, cukup oksigenasi, fungsi kardiorespirasi dan penatalaksanaan komplikasi sistemik. 2. Ketepatan diagnosis dan sub tipe, identifikasi faktor presipitasi. 3. Penghentian bangkitan secepat mungkin baik kiinis maupun elektrik (EEG). 4. Pencegahan bangkitan terulang. OAE pilihan utama status epileptikus adalah benzodiazepin yang diberikan secara i.v. bila tidak memungkinkan dapat diberikan melalui i.m., rectal, buccal, atau endotracheal. Identifikasi penyebab 60 status epileptikus dilakukan segera setelah bangkitan berhenti. Bila bangkitan tidak berhenti dalam 30 menit, atau tonik-kionik tidak berhenti secara otomatis maka penatalaksanaan status epileptikus mengikuti aigoritma dibawah ini. Tabel 5.Aigoritma Status Epileptikus pada Pasien Dewasa Waktu Pengobatan Peniiaian/Pengawasan (menit) Tanda-tanda vital(HR,RR,BP,T) Menstabilkan udara(intubate jika dipertukan) menafsir anis udara Monitor fungsi jantung(EEG) Mengatur oksigen Aman melaiui iv dan dimulai Cek gula darah dengan memberikan cairan Cek tes iatmratorium: Thiamind(lOOmg)•Glukosa Hitung sel darah lengkap (50 ml dari 50% lanitan )]ika Serum kimia teijadi hipoglikemia Tes Fungsi Hati Gas darah arteri Biakan darah Serum tingkat antikonvulsan 0-10 Obat / Alkohol dalam urin Tanda-tanda vital Latihan Fisik Sejarah pasien termasuk pengot>atan (Resep,OTC,dan hert)al) Lorazepam 0,1 mg/kg (maksimal 4 mg)IVP dl 2 nog/menit(bisa diulang dalam 10-15 menit hingga maksimal 8 mg jika tidak ada respon. Jika tidak melaiui iv(dapat diberikan: Diazepam 10 mg PR bisa diulang dalam 10 menit jika tidak ada respon; midazolam 0.2 mg/kg HM (dapat diulang dalam 10 menit jika tidak ada respon 10-30 Tanda-tanda Vital Meninjau hasil iat)oratorium dan Fenitoin 15-20 mg/kg iv pada kecepadan 50 mg/menit( atau periksa beberapa hal ketidaknormalan Dengan CT fosfenitoin 15-20 nog PE^ Iv scan (Jika bangkitan dikontrot) pada kecepatan maksimum 150mg/menit Jika tidak melaiui Iv. dapat dit)enkan fosfenitoin melaiui IM Pengobatan untuk kemungkinan tetjadi injeksi 61 Waktu Penilaian/Pengawasan Pengobatan Tanda-tanda vital Jika bangkitan berlanjut: (menit) 30-60 Menanyakan Tambahkan pil fenitoin 5-10 Ahii saraf/ Ahli epilepsi mg/kg (atau fosfe.i4/in 5-10 Mempertimbangkan hak untuk me PE/kg)atau mulai dengan Lebih dari 60 status epilepsi yang sukar disembuh kan ke ICU mempertimtiangkan fenobarbital 20 mg/kg iv dalam EEG kecepatan maisi-eM 1 0 mg/menit Jika bangkitan beiianjut: Ulangi dengan pil fenobarbital Mendapatkan EEG 10 mg/kg hingga bangkitan Mempertimbangkan MRI keta'ka berhenti atau sodium valproat diperiksa. 20 mg/kg pada kecepatan maksimal & mg/kg per menit diikuti dengan 1-4 mg/kg per Tanda-tanda vital Kirim ke ICU jam 01 atau pil midazolam 2 mg/kg diikuti dengan 0.05-2 mg-kg per jam 01, atau pil propofol 1 mg/kg diikuti dengan 2-15 mg/kg perjam 01. atau pil pentobarbital 10-15 mg/kg setelah 1-2jam diikuti dengan 0.5-4 mg/kg per jam; Mempertimbangkan Intubation dan atau memberikan dukungan jika diperlukan. Ket: BP. blood pressure;01. conpinuous infusion;01.computed tomography; EOG,eldctrocardiogram. EEG. electroejcephalogra'hy; HR. heart rate; lOU. intensive care unit; IV. intravenous; IVP. intravenous push; OTO.over the counter; MRI. magnetic resonance imaging; PE. phenytoin equivalents; PR. per rectum; RR.respiratory rate; T. temperature. 62 Tabel 6. Penggunaan Obat pada Status Epileptikus Pediatri Obat Dosia Keterangan Diazepam (Injeksi vaiiuffl, gel diastat untuk rectal) IV: 0,2-0,3 mg/l^ diatas 2-5 menit Dcsis maksimum untuk anak kursng dari 5 th:5 mg PR:2-5tahun:0,Smg/kg 0-11 tahun:0,3 mg/kg Dosis maksimum untidt anak-anak lebih dari 5 th: 15 mg diatas 12 tahun:0,2 mg/kg Jika diperiukan dosis rektal kedua dapat diberikan 4-12jam sesudah d(^ pertama Lorazepam (Ativan) Midazolam (Versed) Fenitoin (Dilantin) 0,05-0,1 mg/kg IV tet^ dart JSrn diperiukan pengulangan dosis 2-4 m^ boleh 3kail dalm 10-15 menit 0,2 mg/kg IV bolus dilkuti dengan inlus 0,05-0,6 mg/kg per Jam intranasal, buccal,atau Dosis bolus dapatjuga diberikan intramuscular 15-20 mg/kg IV pada kecepatan mak^mal 1-3 mg/kg per menit Fosfienitoin (Cetebyx) 15-20 mg PE/kg IV pada kecepatan maksimal 3 mg/kg per menit Dosis dapat diberikan intramuscular (Luminal) 15-20 mg/kg IV pada kecepatan maksimallOO mg//nenit Efek samping kardiovaskular lebih rendah daripada agen lain. Natrium Va^roat (Depakon) 15-20 mg/)^ IV pada 1,5-3 mg per menit Tldak direkomendasikan karena Fenobarfaital mem^ efek yang tidak diinginkan (e.g., rhabdomyolysis) Propovol(Diprivan) Pentot>art>ital (Nemliutal) 10-15 mg/kg IV1-2jam disertal dengan pemberian infus Imo/kQ per iam iV,intravefia; PR,perreMal 63 Trtrasi dengan EEG BAB IV EPILEPSI PADA KONDISI KHUSUS' 4.1. EPILEPSI PADAPEREMPUAN Frekuensi dan keparahan eptlepsi dapat mengalami perubahan pada masa pubertas, mensturasi, kehamilan dan menopause. Dalam hal ini faktor hormonal dilaporkan berperanan penting. Estrogen mempunyai efek epileptogenik ringan, sedangkan progesteron merupakan anti-epileptogenik lemah. Berbagai perubahan fislologis pada perempuan dengan gangguan epilepsi terjadi pada (i) masa pubertas, (ii) mensturasi (epilepsi katamenial), (iii) kehamilan,(iv) persaiinan,(v) masa menyusui,(vi) masa menopause. Penggunaan kontraseptif oral maupun suntikan, dan terapi sulih hormon/ hoiwon replacement therapy(HRT). 1. Epilepsi pada masa pubertas Selama masa pubertas, produksi hormon estrogen dan progesteron jauh lebih banyak dibanding masa kanak-kanak. Umumnya frekuensi bangkitan epilepsi tidak mengalami perubahan, tetapi sebagian besar pasien epilepsi parsial mengalami peningkatan frekuensi bangkitan di sekitar waktu menstruasi. Penggunaan asam valproat pada masa pubertas harus diwaspadai karena berisiko 64 terjadinya sindroma ovarium polikistik. Sindrom ini mempunyai ciri-ciri hirsutisme, anovulasi kronis, amenorea, oligomenorea, pendarahan uterus disfungsional, infertilltasj obesitas, hiperinsulinemia, dan resistensi terhadap insulin. 2. Epiiepsi yang berkaitan dengan mensturasi (epilepsi katamenial) Epiiepsi katamenial adalah bangkitan epilepsi yang terjadi pada saat ovulasi, selama masa mensturasi, beberapa hari menjelang atau sesudah mensturasi. Bangkitan pada epilepsi katamenial lebih sering terjadi pada jenis parsial kompleks, baik yang idiopatik maupun simtomatik. Fluktuasi kadar estrogen, dan progesteron berperan besar pada perubahan ambang bangkitan epilepsi. Adanya perubahan rasio terutama peningkatan rasio estrogen terhadap progesteron (E/P) dapat mengubah frekuensi bangkitan. Penurunan kadar progesteron dalam serum sebelum haid dan perubahan keseimbangan cairan membuat perempuan rentan terhadap epilepsi. Diagnosis epilepsi katamenial berdasarkan pada catatan harian, berupa informasi yang lengkap tentang pola menstruasi, peningkatan frekuensi dan lamanya bangkitan epilepsi saat menjelang, selama, dan sesudah menstruasi. Terapi epilepsi katamenial: a. Tambahan OAE yang bekerja cepat, dengan dosis penuh secara intermiten di luar OAE 65 yang biasa digunakan. Pemberian obat ini dilakukan beberapa haii sebelum dan sesudah mensturasi. b. Kiobazam atau klonazepam dapat digunakan sebagai pilihan terapi. Kiobazam dapat diberikan 20-30 mg/hari dalam 2-4 hari sebelumnya. Obat lain dl iuar CAE yang dapat diberikan sebagai obat tambahan adalah asetazoiamid 8 - 30 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi, yang diberikan 5-10 hari sebelum dan sesudah menstruasi. Dosis maksimal asetazoiamid: 375 -1000 mg/hari. Jika diberikan dalam bentuk kombinasi dengan obat anti konvuisi yang lain, dosis yang diberikan sekali sehari 250 mg. 3. Epilepsi pada kehamlian Pedoman tatalaksana epilepsi pada kehamilan a. Sebelum hamil: Strong Evidence (Class I) • Terapi yang optimal dengan dosis serendah mungkin hams diberikan sebelum konsepsi. Bila memungkinkan perubahan terapi CAE yang mempunyai efek teratogenik minimal dilakukan sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum konsepsi. Pilihan CAE selama kehamilan, antara lain: lamotrigin, vigabatrin, levetirasetam, topiramat, tiagabin. • Diberikan asam folat (1-4 mg/hari) 66 selama masa reproduksi dan dilanjutkan selama kehamilan. b. Saat hamil: Strong Evidence(Class0 m Jenis OAE jangan diganti bila tujuannya hanya untuk mengurangi risiko teratogenik. • Pada pasien yang menggunakan karbamazepin, natrium divalproat atau asam vaiproat perlu dilakukan: (i) Pemeriksaan kadar alpha-fetiprotein dalam plasma (minggu 14-16 kehamilan), (ii) Pemeriksaan ultrasonografi level II (struktural)(minggu 16-20 kehamilan), p) Amnionsintesis untuk pemeriksaan kadar alpha-fetoprotein dan asetiikolinesterase dalam'cairan amnion. c. Saat hamil: Weaker Evidence(Class III) • Dilakukan pemantauan kadar OAE yang tidak terikat protein. Untuk pasien yang stabii, kadar obat diperiksa sebelum konsepsi, dan setiap bulan selama hamil. Penyesuaian dosis dilakukan berdasarkan konsentrasi OAE dalam plasma. Juga dapat dipantau bila ada indikasi (misalnya setelah bangkitan atau bila ragu dengan kepatuhan minum obat). • Diberikan vitamin KID mg/hari per oral dalam bulan terakhir (mulai bulan 67 kedelapan)untuk mencegah risiko perdarahan neonatal pada penggunaan OAE yang bersifat penginduksi enzim, misalnya karbamazepin, fenitoln, fenobarbital. d. Setelah kehamilan/ persallnan: Strong evidence (Class I) • AS! tetap diberikan • DIperhatlkan apakah ada kesulitan minum dan efek sedasi pada bayi,terutama pada penggunaan benzodlazepin (diazepam, lorazepam), karbamazepin, fenobarbital. e. Setelah kehamilan: Weaker Evidence (Class III) • Kadar OAE dipantau sampai minggu 8 pasca persalinan, terutama bila dosis OAE dinaikkan selama kehamilan untuk menghindari toksisitas. 4. Epilepsi pada persalinan a. Persalinan harus dilakukan di klinik atau rumah sakit dengan fasilitas untuk perawatan epilepsi dan unit perawatan intensif untuk neonatus b. Persalinan dapat dilakukan secara normal/ per vagina 0. Selama persalinan, OAE harus tetap 68 diberikan, apabila perlu pasien dapat diberikan dosis tambahan dan atau obat parenteral terutama apabila terjadi partus lama. d. Terapi kejang saat melahirkan sebaiknya menggunakan lorazepam, diazepam atau fenitoin intravena.Aturan pemberian dosis sebagai beiikut:(i)dosis lorazepam 0,07 mg/kg BB,jika perlu dapat diulangi setelah 10 menit, atau (ii) kombinasi dosis tunggal diazepam 10 mg i.v dan fenitoin 15-20 mg/kg BB diikuti dosis fenitoin 8 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi 2 secara intravena atau oral. Pernah dilaporkan dalam satu kasus pemakaian premedikasi fenitoin dengan dosis 100 mg i.v. e. Vit K 1 mg i.m diberikan pada neonatus saat dilahirkan oleh ibu yang menggunakan OAE penginduksi enzim untuk mengurangi risiko terjadinya pendarahan. Pemberian ulangan vit K 2 mg oral pada neonatus dilakukan pada akhir minggu pertama, dan akhir minggu ke-4. 5. Epilepsi pada masa menyusui Urutan ratio ikatan obat protein dari yang paling besar adalah: asam valproat(90-95%)fenitoin (90%) - karbamazepin (40-90%) fenobarbital (50%)- lamotrigin (40-50%) topiramat (15%) - levetirasetam (<10%) gabapentin (0%). Ratio ikatan obat protein 69 yang tinggi menyebabkan kadar OAE dalam plasma rendah sehingga kadar OAE dalam ASI juga rendah. 6. Epilepsi pada menopause OAE penginduksi enzim sitokrom P450 (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin) umumnya masih digunakan pada perempuan menopause, namun dapat mempengaruhl metabollsme kalslum dan menekan sintesis vitamin D aktif dalam tubuh sehingga akan meningkatkan risiko gangguan pada tulang seperti osteoporosis, osteopeni, osteomalasia dan fraktur. Saat ini sudah tersedia OAE yang bukan penginduksi enzim, misalnya benzodiazepin, gabapentin, felbamat, topiramat. 7. OAE pada penggunaan kontrasepsi oral dan suntlkan OAE penginduksi enzim sitokrom P450, seperti karbamazepin, fenitoin, fenobarbital dapat menurunkan efektivitas kontrasepsi oral. Oleh karena itu diperlukan (i) konsentrasi kontrasepsi oral yang lebih tinggi, yaitu sediaan yang mengandung 50 mikrogram etinilestradiol atau menggunakan OAE alternatif, misalnya benzodiazepin, dan gabapentin atau menggunakan metoda kontrasepsi alternatif (nonhormbnal); (ii) dan interval pemberian suntikan (progesteron sintetik) dianjurkan lebih pendek, yaitu diulangi setiap 10 minggu dari yang biasanya setiap 12 minggu. Penggunaan 70 kontrasepsi suntikan (sediaan Depo)dilaporkan dapat mengurangi bangkitan, terutama pada perempuan dengan bangkitan katamenial(masa menstruasi). Tabel 7. Interaksi OAE dan pil KB OAE yang dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi oral OAE yang tidak mengurangi efektivitas kontrasepsi oral Obat yang menginduksi • Pirimidon enzim: • • • • • • • Karbamazepin • Okskarbazepin • Fenobarbital • Fenitoin Valproat Gabapentin Lamotrigin Sodium valproat Tiagabin Vigabatrin • Levetirasetam 8. Epilepsi pada penggunaan Terapi Sulih Hormon(Hormon replacement therapy, HRT) Pada masa menopause terjadi penurunan hormon estrogen dan progesteron. Beberapa efek pasca menopause dapat dikurangi dengan pemberian terapi sulih hormon. Terapi sulih hormon dapat berupa estrogen atau sebaiknya dikombinasi dengan progesteron. Penggunaan OAE penginduksi enzim dapat mempengaruhi kadar hormon sehingga dibutuhkan dosis hormonal yang lebih besar. Selain penggunaan terapi sulih hormon, orang yang menderita gangguan epilepsi dianjurkan untuk mengkonsumsi vitamin D dan suplemen kalsium, olah raga, menghindari alkohol dan rokok sehingga dapat 71 meminimalkan kehllangan massa tulang (osteopeni) dan osteoporosis. 9. Efek samping kosmetik Efek OAE panting pada perempuan. Fenitoin dapat menimbuikan hirsutism dan hiperplasia ginggiva. Valproat dapat merontokkan rambut. Peningkatan berat badan dapat disebabkan oleh vaiproat, pregabalin, gabapentin dan karbamazepin. Fenobarbital dan fenitoin berefek pada jaringan ikat wajah dan menjadikan tampiian wajah menjadi kasar. 4.2. EPILEPSI PADAANAK Pada sekitar 5 % anak mengalami kejang demam pada umur sekitar 6 bulan-6 tahun. Kejang demam tidak termasuk dalam kategori epilepsi. Tipe bangkitannya simpel, teijadi pada bangkitan yang disertai demam lebih dari 38°C, dan lama bangkitan berakhir kurang dari 15 menit,tanpa gambaran fokal (rekaman EEG normal), status neurologinya normal atau tidak normal. Anak dengan riwayat kejang deman berisiko mengalami bangkitan tanpa demam 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan populasi umum.(koda kimbie hal 53.4) Pada anak perubahan perkembangan cepat tetjadi dan kecepatan metabolisme anak lebih besar daripada orang dewasa.Terapi pada anak ditekankan untuk mengendalikan bangkitan secepat mungkin untuk menghindari gangguan perkembangan otak dan kognitif. Dosis obat ditingkatkan cepat dan perubahan frekuensi pada regimen dimaksimalkan 72 untuk pengendalian bangkitan (terapi agresif). Karena kecepatan metabolisme OAE anak tinggi maka dosis OAE dalam mg/kg BB biasanya lebih tinggi dibandingkan dosis OAE orang dewasa. Monitoring konsentrasi obat dalam plasma dilakukan secara ekstensif untuk memperoleh pengobatan yang adekuat. Drang tua sangat berperan dalam proses terapi baik dalam hal kepatuhan minum obat maupun aspek psikososial. 4.3. EPILEPSI PADA LANJUT USIA Kasus epilepsi pada lanjut usia terjadi sekitar 1,01,5% dari populasi usia lanjut, prevalensi dan insidensinya meningkat seiring dengan pertambahan umur. 1. Etiologi Faktor yang mendasari epilepsi pada lanjut usia (lansia) adalah sebagai berikut (sesuai dengan tingkat frekuensinya): a. Penyakit serebrovaskuler (tersaring) b. Penyakit neurodegeneratif(demensia vaskuler dan non-vaskuler, penyakit Alzheimer' dan angipati amilod) c. Gangguan neoplastik seperti glioma, meningioma dan metastatis; kejang biasanya berbentuk fokal dan sering tanpa tanda gejala neurologik lain d. Ganguan metabolik (gangguan jantung, 73 gangguan ginjal, hipotiroidisme, hipoglikemi, gangguan elektolit) e. Trauma kepala sering menyebabkan terjadinya epilepsi pascatrauma; hematomsubdural merupakan sebab tersering. f. Alcohol withdrawal g. Drug-induced seizure pada lansia yang minum lebih dari satu jenis obat, obat berdosis tinggi dan penyakit yang menyertai h. EnsefalopatI 1. Infeksi misalnya vaskulitis serebral label 8. Perbedaan karakteristik antara epilepsi pada lansia dan epilepsi pada usia muda Karakteristika Jenis kejang Tipe kejang tersering Epilepsi pada Epilepsi pada usia lansia muda Sedikit(3jenis) Banyak Parsial kompleks Kejang umum tonikklonik Frekuensi kejang Sedikit Banyak Cepat pulih Pasca Kesadaran lama kebangkitan puiih Potensial trauma Tinggi Rendah Respon Terhadap Umumnya jelek Umumnya bagus Umumnya jelek Umumnya baik Dosis obat Umumnya rendah Tinggi Kecepatan Titrasi Pelan Cepat OAE Toleransi terhadap OAE OAE 74 2. Gejala epilepsi pada lansia • Riwayat penyakit dan saksi mata merupakan hal panting pada pemeriksaan • Perhatikan bekas trauma seperti adanya lecet, teriris atau terbakar • Mungkin ada laporan keadaan wajah yang pucat, sianosis, gerakan abnormal, lidah tergigit, ngompol, gangguan kesadaran atau gambaran pasca - bangkitan seperti; bingung, sakit kepala, ngantuk atau paresis Todd. • Bangkitan pada lansia sering diawall dengan bangkitan parslal yang kemudlan berkembang menjadi bangkitan umum sekunder. 3. Diagnosis banding a. BIdang neurologi: transient ischaemic attack, transient giobai amnesia, migren, narkoiepsi, restiess iegs syndrome b. BIdang kardlovaskuler: sinkope vasovagal, hipotensi ortostatik, cardiac arrthythmla, penyakit jantung struktural, sindrom sinus karotlkus c. BIdang endokrin/ metabollk: hipogllkemi, hiponatremi dan hipokalemi 75 d. Bidang gangguan tidur; obstructive sleep apnoea, rapid eye movement sleep disorder 4. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan dengan OAE adalah untuk mengontrol bangkitan dengan tetap mempertahankan kualitas hidup. Bila mungkin, pengendalian bangkitan harus dicapai dengan satu macam obat dengan dosis efektif terendah. Penggantian obat haruslah berdasarkan respon klinis lebih diutamakan daripada pemeriksaan kadar OAE dalam plasma. Semua OAE dapat menyebabkan dose-dependent sedation dan ganguan kognitif. Meskipun OAE yang lebih baru yang secara teoritis mempunyai keuntungan lebih daripada OAE standar, harga yang mahal akan membatasi pemakaiannya. OAE pilihan utama untuk epilepsi pada lansia antara lain termasuk karbamazepin, asam valproat, okskarbazepin, gabapentin dan lamotrigin. Penatalaksanaan epilepsi pada lansia hendaknya lebih berhati-hati mengingat pada lansia telah terjadi penurunan fungsi organ tubuh dan penurunan kecepatan metabolisms basal sehingga sering terjadi penyakit lainnya secara bersamaan dengan keluhan epilepsinya. Dalam pemilihan obat pada epilepsi 76 lansia pertu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut: a. Pemilihan obat berdasarkan jenis epiiepsinya. b. Pada pasien iansia yang sering mengalami kesuiitan menelan maka disarankan pemakaian obat dalam bentuk sirup. c. Pada lansia sering ditemukan gangguan fungsi organ yang memerlukan terapi, sehingga pemilihan OAE hendaknya dipilih yang tidak berinteraksi dengan obat-obatan tersebut. d. Pemberian OAE pada lansia kadang memerlukan waktu lebih dari 3tahun bahkan seumur hidup, karena epilepsi pada lansia umumnya bersifat simtomatik. 77 Tabel 9. OAE yang direkomendasikan untuk lansia Nama obat Keuntungan IndikasI Toksisitas terkait dosis Bangkitan parslal (sederhana dan kompieks), bangkitan Ataksia nistagmus, Diskrasia darah, ruam kulit, Harga murah bingung, mengantuk, hepatotoksik, Steven-Johnson letargi, pandangan kabur syndmme, neuropati limfedenopati, pankreatitis, osteomalasia, osteoporosis, defisisensi folat Idlosinkrasi Kerugian OAE lama Fenitoin umum Asam valproat 00 Bangkitan umum, Tremor, diare, mengantuk, lena, mioklonik, sedasi, letargi, sedikit parsial (sederhana peningkatan enzim hati, dan kompieks, mual, muntah, ataksia profilaksi migren, Pankreatitis, trombositopeni, Steven-Johnson penambahan osteoporosis ruam kulit, Spektrum diskrasia darah, luas Syndrome, berat badan, Interaksi dengan berbagai jenis obat dan makanan Interaksi obat multipel, ikatan protein yang luas mania Karbamazepin Bangkitan parsial (sederhana dan kompieks), umum, neuralgia trigeminal Diplopia dizziness, ataksia, Hiponatremi, gangguan konduksl mengantuk, hiponatremi, jantung, ruam bentuk morbili, mual, nyeri kepala agranulositosis,Steven-Jo/7/7son Syndrome, gagal hati, serum sickness, ostemalasia, osteoporosis Bangkitan parsial (sederhana dan kompieks), umum, neuralgia trigeminal Dizziness, mual, muntah, ataksia, diplopia, sedasi, letargi, hiponatremia, Sedasi dan Interaksi obat gangguan multipel, kognitif ataksia minimal diplopia Sedikit Tak ada OAE baru Okskarbazepin tremor Hiponatremi, gangguan konduksi jantung, ruam kulit interaksi obat Gabapentin Bangkitan parsial (sederhana dan kompleks) Leukopeni Tak ada Modilikasi pandangan kabur, diplopia, nistagmus, edema perifer, tremor, mual. penambahan gangguan dosis pada metabolisme gangguan hepar, ginjal, dosis 3 berat badan interaksi obat kali sehari Somnolen, lelah, ataksia, dengan antasida Lamotrigin Bangkitan parsial (sederhana dan Kompleks) Dizziness,tremor, ataksia, nyeri kepala, mengantuk, pandangan kabur, mual, muntah, insomnia, Steven-johnson syndrome, anemia aplastik,trombositopeni,ruam kulit, penurunan t>erat badan, netropeni, pansitopeni Topiramat Bangkitan parsial (sederhana dan Kompleks) Sulit berpikir/konsentrasi, gangguan memori, bingung, Dizziness, ataksia, gelisah, tremor, lelah, depresi, dispepsi, anoreksi, diplopia, sedasi, letargi,, penurunan berat Nefrolitiasis, parestesi, galukoma sudut sempit Interaksi Dizziness, sedasi, letargi, tremor, geliah, perubahan emosi, bingung Penurunan hanya dengan berat badan, OAE modifikasi dosis bila creatinine cearance kurang dari badan Bangkitan parsial (sederhana dan Kompleks) Modifikasi hanya dengan dosis pada gangguan hat! OAE (terutama (?) valproat) inkoordinasi CO Interaksi 60 ml/ menit Ruam kulit, parestesi, kemungkinan status epileptikus non-konvulsif Tidak ada Modifikasi dosis pada gangguan hati BABV PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN UNTUK ORANG DENGAN GANGUAN EPILEPSI Penggunaan obat pada orang dengan gangguan epilepsi memerlukan waktu bertahun-tahun bahkan adakalanya sampai seumur hidup. Dampaknya adalah kemungkinan terjadinya efek samping dan ketidakpatuhan minum obat yang semakin besar(60%). Monitoring efek samping, dokumentasi rejimen, dokumentasi bangkltan sangatlah diperlukan untuk evaluasi pencapalan tujuan terapl. Untuk memperoleh Individual rejimen obat anti epilepsi (OAE)yang tepat dimungklnkan adanya beberapa kali perubahan memerlukan waktu dalam pemlllhan yang tepat. Untuk mencapal kadar tunak dan menghlndarl terjadinya efek samping memerlukan titrasi dosis menlngkat {tapering up)sedangkan untuk penggantlan maupun penghentlan OAE memerlukan tItrasI dosIs menurun {tapering off) ataupun penyesualan dosls. Kompleksltas rejimen epilepsi merupakan tantangan bagi Dokter dan Apoteker dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi untuk mencapal tujuan terapl. Dalam upaya mencegah keblngungan, pengambllan keputusan sendlrl oleh paslen, misalnya menghentlkan mInum obat tiba-tlba atau menalkkan dosls, dan waktu mInum obat yang tidak konslsten dan menlngkatnya ketidakpatuhan, maka diperlukan pendekatan khusus. Orang dengan gangguan epilepsi dlllbatkan dalam proses pengobatan sehlngga mereka 80 memahami prosedur pengobatan dan berkomitmen untuk tercapainya tujuan pengobatan yang optimal. Konseling Apoteker kepada orang dengan gangguan epiiepsi dan keluarga sangat mendukung tercapainya kepatuhan pasien, terutama pada anak, ibu hamil, ibu menyusui dan ibu dengan obat kontrasepsi. Tujuan terapi utama adalah penghentian bangkitan dan tidak ada efek samping atau efek samping yang minimal. Pendampingan informasi obat oleh Apoteker kepada dokter diperlukan karena (i)kompleksitas rejimen termasuk pilihan OAE tunggal maupun kombinasi, (11) sifat farmakokinetik obat yang sangat bervariasi,(ill) gambaran efek samping, dan (iv) perubahan jenis epiiepsi yang muncul, misalnya perubahan bangkitan parsial menjadi bangkitan umum. Dengan demikian hubungan dan keijasama antara dokter dan apoteker perlu dijalin dan dibina secara profesional demi tercapainya keberhasilan terapi. Dalam penyiapan (preparing) obat diperlukan keahlian khusus karena beberapa obat mempunyai sifat kelarutan yang berbeda dalam pelarut tertentu, misalnya fenitoin pada tabel berikut. label 10. Sifat Kelarutan Fenitoin Sediaan untuk nasogastrik (NGT) Sediaan injeksi Kelarutan fenitoin rendah Fenitoin daiam dosis terbagi. sehlngga berlsiko timbui Nutrisi diberikan 1 jam sebeium endapan. 100mg/2mL fenitoin atau 2 jam sesudah pemberian diiarutkan daiam 50-100 mi NaCi karena absorpsi fenitoin di untuk mencapai konsentrasi saiuran cema dipengaruhi oieh nutrisi. Fenitoin juga diabsorpsi lOmg/mi. oieh pipa NGT. Jlka konsentrasi ieblh pekat maka dimungkinkan terjadi phlebitis karena fenitoin bersifat vesikan. 81 Selama terapi obat, selain pengamatan respon klinis diperlukan monitoring kadar obat dalam plasma untuk memastikan bahwa kadar tunak OAE sudah berada dalam rentang terapi, terutama pada kelompok anak karena parameter farmakokinetikanya berbeda dibanding orang dewasa. Monitoring efektivitas terapi dan efek samping obat selain gambaran EEG adalah pemeriksaan laboratorium terutama kadar albumin, elektrolit(K, Na, Ca),fungsi liver(SGOT/SGPT), dan fungsi ginjal (klirens kreatinin). OAE dengan ikatan protein tinggi (>80%), misalnya fenitoin, maka periu dilakukan pemeriksaan kadar albumin. Pada kasus tertentu, orang dengan epilepsi memeriukan pendamping {care giver) untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Edukasi yang sesuai harus mempertimbangkan dinamika hubungan anggota keluarga dan sifat individu penderita karena mempengaruhi kepatuhan minum obat dan keberhasilan terapi. Kemungkinan kejadian ketidakpatuhan terjadi pada:(i) orang yang terbiasa hidup mandiri, ataupun (ii) orang yang sangat tergantung pada orang lain. Keberhasilan terapi(25-55%)sampai penghentian minimal memeriukan 1-2 tahun dan kemungkinan relaps dalam 1-2 tahun (10% tanpa faktor risiko, 80% dengan faktor risiko). Jika kejadian epilepsi berulang setelah penghentian obat, maka individualisasi rejimen dilakukan kembali untuk waktu yang sama seperti sebelumnya. Apoteker perlu waspada terhadap persoalan kejadian epilepsi berulang dan penderita mengalami depresi. Masyarakat sering mempunyai persepsi keliru tentang epilepsi, misalnya penyakit menular, kecacatan, sawan. Hal ini berdampak pada gangguan hubungan 82 sosial penderita. Apoteker sebagal bagian dari tim kesehatan diharapkan terllbat dalam edukasi gangguan epilepsi (meliputi pengenalan penyakit, penataiaksanaan dan keberhasilan terapi) kepada masyarakat. Edukasi dapat dilakukan melalul Promos! Kesehatan Rumah Sakit (PKRS), radio, media cetak maupun elektronik. Dari berbagai paparan di atas, maka peran Apoteker bag! orang dengan gangguan epilepsi antara lain ; 1. Konseling pasien dan keluarga 2. Edukasi kepada masyarakat 3. Pelayanan informasi obat bag! dokter khususnya dan tenaga kesehatan lain 4. Monitoring pencapaian tujuan terapi 5. Monitoring efek samping Obat 6. Evaluasi penggunaan obat 7. Terlibat langsung dalam penataiaksanaan rejimen obat 8. Dispensing sediaan steril dan iv admixture 9. Monitoring kadar CAE dalam plasma (TDM, Therapeutic Drug Monitoring) Agar pelaksanaan berbagai peran Apoteker kepada orang dengan gangguan epilepsi maksimal maka diperlukan pengetahuan dan ketrampilan sebagai berikut: (i) profil penyakit epilepsi,(ii) komunikasi,(iii) pemberian informasi obat,(iv) pemberian edukasi, dan (v) kemudahan akses informasi klinis pasien (rekam medis, hasil lab, radiology, hasil EEC dan Iain-Iain). 83 Konseling Apoteker kepada orang dengan gangguan epilepsi dan keluarga Merupakan salah satu bentuk komunikasi Apoteker dengan pasien dan keluarga dalam rangka kepatuhan pengobatan. Konseling dilakukan sesuai prosedur konseling (lihat buku panduan konseling). Khususnya epilepsi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terutama saat melakukan penilaian sistematik untuk mengetahui masalah terkait obat (DRP, drug related problem) pasien dan kepatuhan, sbb : 1. Dilakukan sistematik penilaian (assessment) tentang: a. Karakteristik pasien: Umur, BB Riwayat alergi Riwayat penyakit keluarga Aktifitas harian : pekerjaan, olah raga Persepsi tentang kesehatan dan epilepsi Hamil/menyusui/pasca menopause Penggunaan kontrasepsi/terapi suiih hormon Penilaian kepatuhan Hubungan anggota keluarga Pembiayaan kesehatan b. Karakteristik penyakit • Keluhan utama yang dirasakan 84 • Riwayat bangkitan sekarang: tipe, frekuensi, dan lama bangkitan • Riwayat infeksi, trauma, penyakit lain • Diagnosis yang ditegakkan dokter (fokal/ lokasi, dan tipe bangkitan) • Data pendukung: EEG, pemeriksan darah lengkap, kadar albumin, kadar K/ Na/ Ca, pemeriksaan fungsi liver dan fungsi ginjai, hasil radiologi c. Karakteristik pengobatan • Obat rutin yang digunakan (riwayat pengobatan baik obat bebas/bebas terbatas, maupun obat resep dokter) • Indikasi masing-masing obat rutin yang digunakan • Aturan pakai/rejimen obat rutin yang digunakan; dosis, frekuensi pemberian, saat, dan lama pemberian. • Obat anti epilepsi(CAE)yang digunakan: nama, rejimen • Riwayat perubahan rejimen (penggantian CAE) • Riwayat menghentikan obat/ penyesuaian dosis 2. Menetapkan hambatan (barrier) komunikasi: fisik intelegensi, pendengaran, penglihatan, psikis, ekonomi, kesibukan 3. Menetapkan alasan konseling : 85 • RIsiko munculnya masalah terkait obat(DRP)anti epilepsi besar • Kurang pengetahuan epilepsi dan penataiaksanaan • Kurang mengetahui fungsi, mekanisme kerja obat dan tujuan pengobatan • Kurang kepatuhan minum obat • Kemungkinan perubahan rejimen: dosis, penggantian OAE (switching), penurunan/ peningkatan dosis bertahap (tapering). 4. Penetapan tujuan terapi: • Bebas bangkitan (free seizure) • Mengurangi frekuensi bangkitan (decrease freq of seizure) • Bebas efek samping/minimal efek samping 5. Mated konseling • Pengenaian penyakit, tipe bangkitan • Tujuan, durasi dan efek pengobatan • Pengenaian obat, contoh: phenytoin 100 mg kapsui (pasien diajak melihat, memegang dan kalau perlu mengeja) • Fungsi obat, dijelaskan satu persatu Rejimen, secara keseluruhan (awal dosis, tapering, penambahan, penggantian, proses penghentian). Informasi bisa diberikan secara bertahap tiap ada perubahan rejimen 86 tergantung kemampuan pemahaman pasien/ keluarga. • Interaksi obat anti epilepsi dengan obat lain • Efek samping: efek samping utama yang akan muncul. Dalam hal ini penderita/keluarga dimotivasi bahwa efek samping tidak muncul pada setiap orang tap) dengan mengenalinya akan memudahkan untuk penatalaksanaan terapi OAE. • Bila lupa minum obat; Prinsip umum: • Tidak minum dua dosis {double dose) obat sekaligus. • Tidak minum obat jika mendekati jadwal minum obat berikutnya. Pertimbangkan aspek waktu pamh obat, keamanan/ toksistas, dan kadar obat dalam plasma (dosis awal, atau dosis pada kadar tunak). • Dampak jika menghentikan minum obat tanpa sepengetahuan dokter • Jadwal pengobatan • Monitoring: catatan kejadian bangkitan (lihat contoh) • Informasikan Apoteker/ Dokter yang dapat dihubungi apabila mengalami masalah terkait obat. 87 6. Evaluasi pemahaman orang dengan gangguan epilepsi tentang obat dan fungsinya dan sebagai evaluasi bag! apoteker apakah ada informasi yang belum disampaikan dengan cara: a. Meminta pasien untuk menyampaikan/ mengulang kemball info yang teiah diterima. b. Menunjukkan masing-masing nama obat dan kekuatannya 88 Lampiran 1. Contoh form dokumentasi bangldtan (diisi deh pasien/keluarganya) Nama pasien Nama pendamping Nomor Rekam Medik Dokter Apoteker Tanggal kunjungan 2 1 3 4 7 6 5 8 9 10 DOKUMENTASI BANGKITAN Tgi Jumlah lama Jedaantar Tipe bangkitan bangkitan bangkitan bangkitan* Satusisi badan/ Kesadaran Pemeriksaan EEG keselunihan Keterangan: * terdiam, langan dan kaki kejang, menggerald<an dada/punggung ke alas. Catalan:Periode bangkitan dihitung 24jam sejak orang dengan gangguan epilepsi bangun pagi. 89 Lampiran 2 Contoh Form Dokumentasi Pengobatan (diisi oleh apoteker) Nama pasien Umur; BB: Nama pendamping Nomor Rekam Medik Hamil/Menyusui/lain Dokter Apoteker Diagnosis Tanggal diagnosis Tanggal muiai pengobatan Tgi Kunjunga Tgi Rejimen* R/ Aturan Peningkatan/ Jumiah Jumiah Monitoting minum" penuninan Obat Obat n dosis sisa dan evaluasi lerapi" 'nama obat, kekualan, bentuk sediaan, ^kuensi, dan waktu penggunaan obat "sebelum/bersama/sesudati makan ' pemeriksaan lab, EEG, dll. 90 GLOSSARY • Agitasi: kegelisahan • Agranulositosis : gejala kompleks ditandai sangat berkurangnya jumlah granulosit dan lesi pada tenggorokan dan selaput lendir lain, pada traktus gastrointestinal, dan kulit • Alopesia : kebotakan yang diperoleh, jadi bukan bawaan • Ambliopia : kekaburan penglihatan tanpa adanya kerusakan mata atau saraf penglihat, dapat disebabkan oleh keracunan tembakau, alkohol, kina • Amenorea:tidak haid; ada yang primer, yakni yang sebabnya tidak diketahui, dan ada yang sekunder, yakni sebagai akibat penyakit lain, mis anemia • Amnesia : kehilangan ingatan • Angioedema : urtika yang mengenai lapisan kuiit lebih dalam daripada kulit jangat, dapat terjadi di submukosa atau subkutis, mengenai saluran napas, saluran cerna, atau sistem kardiovaskular • Anoreksia : hilangnya atau berkurangnya nafsu makan • Ansletas: rasa cemas yang berlebihan, tidak sesuai dengan reaiitas 91 • Ataxia: kegagalan koordinasi otot; ketidakteraturan ketja otot • Diplopia: penglihatan kembar • Disartri: ketidaksempurnaan mengucapkan katakata Dispepsia : gangguan pencernaan makanan Edema: penimbunan cairan secara beriebih di dalam jaringan tubuh Epilepsi: gangguan sistem saraf pusat yang terjadi karena letusan pelepasan muatan iistrik sei saraf secara berulang, dengan gejala penurunan kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan mental, dengan atau tanpa kejang Eritema multiform: kompleks gejala dengan lesi kulit yang sangat pollmorflk, termasuk papula makular, vesikel, dan bula; serangan biasanya sembuh sendiri tetapi rekurensi sering terjadi Faringltis: radang tekak Galukoma : penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan dalam bola mata karena bendungan aliran cairan mata melalui terusan Schlemm ke dalam pembuluh-pembuluh balik yang menyebabkan menjadi kerasnya mata, atrofi selaput jala, mencekungnya papil saraf mata dan kebutaan 92 • Hiperinsulinemia : pengeluaran insulin oleh kelenjar ludah perut secara beriebihan, atau renjatan karena takar lajak insulin • Hiponatremia : keadaan kadar natrium darah yang rendah Hipotoni : berkurangnya tonus, tegangan atau kegiatan Hipersalivasi; pembentukan ludah yang beriebihan Hirsutisme : berambut abnormal, khususnya pada wanita Infertilitas : tidak dapat memperoleh keturunan Insufisiensi : keadaan tidak sanggup melakukan fungsi yang normal Insomnia : tidak dapat tidur, keadaan terjaga yang abnormal Iritabel : dapat dirangsang; bereaksi beriebihan terhadap rangsang; peka Leukopenia : berkurangnya jumlah leukosit dalam darah tepi Lupus eritomatosus : kelompok penyakit jaringan penyambung kronis yang timbul dalam dua tipe utama Malaise: perasaan tidak enak badan yang tidak jelas Narkolepsi : keadaan yang ditandai dengan rasa 93 kantuk tak terkendalikan atau masa-masa tertidur sekonyong-konyong, sering dijumpai pada histeria dan epilepsi, kadang-kadang juga pada orang sehat • Neuropati: gangguan fungsional atau perubahan patologis pada sistem saraf tepi, kadang-kadang terbatas pada lesi noninflamasi sebagai iawan dari lesi neuritis, • Neuralgia: nyeri yang terasa sepanjang suatu saraf perasa atau pada daerah yang persarafannya diurus oleh satu saraf perasa • Obesitas: tambun, keadaan badan yang amat gemuk dan berat akibat timbunan lemak beriebihan • Osteoporosis : menjadi keroposnya tuiang karena kehiiangan mineral dengan akibat menjadi rapuhnya tuiang, mis pada orang berusia lanjut • Ostopenia ; pengurangan massa tuiang akibat penurunan kecepatan sintetis osteoid sampai tingkat yang insufisien untuk mengkompensasikan lisis tuiang normal • Osteomalasia ; keadaan yang ditandai dengan meiunaknya tulang-tulang karena gangguan kalsifikasi sebagai akibat kekurangan vitamin D dan Kalsium • Parestesia : perasaan sakit atau perasaan yang menyimpang; rasa abnormal, seperti kesemutan. 94 rasa terbakar, berkeringat dan Iain-Iain Pancytopenia : depresi semua elemen sel darah secara abnormal Porfiria : penyakit karena metabolisme porfirin beiiangsung abnormal,ditandai dengan pembentukan dan sekresi porfirin beiiebihan Rinitis: radang selaput lendir hidung Somnabulisme: hal melakukan kegiatan kompleks dalam keadaan kesadaran yang menurun tanpa diingat kemudian Somnolens; kelenaan, kantuk Tic : gerakan stereotipik, berulang, kompulsif dan involunter, biasanya mengenai wajah dan bahu Tremor: gerakan halus, biasanya pada tangan atau jari-jari tangan Trombositopenia: menurunnya jumlah keping-keping darah Urtikaria: keadaan yang ditandai dengan timbulnya urtikaria dl kulit yang disertai rasa sangat gatal Vertigo : perasaan seolah-olah dunia sekeliling mengltari penderita, atau penderita sendiri berasa terputar dalam ruangan 95 DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim,Pedoman Tata Laksana EpHepsi, Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia (PerdossI), Edisi Ketiga, 2008 2. Rogers SJ, Cavazos JE. Epylepsy. In: Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM.Pharmacotherapy a pathophysiologyc approach. 7th ed. China:McGraw-Hill; 2008. 3. Goodman & Gilman's The Pharmacological Basic of Therapeutics, Edition, McGrawHill, 2006. 4. Anonim. Software PIO. Direktorat Binfarkomnik - Ditjen Binfar dan Alkes. Departemen Kesehatan. 2007 5. Utama, H, Gan, V.Antiepilepsi dan Antikonvulsi. Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi 5 Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Gaya Baru, 2007: 179 - 196. 6. Neal MJ. Medical Pharmacology at a glance. 4th ed. Blacwell Sciende Ltd; 2002.p.56 7. LF. Charles, AL. Lora, GP Morton, LL. Leonard. Drug information Handbook, 14th Edition. North American Edition. 1996 8. Anonim, Martindaie The Extra Pharmacopoeia, Ed 34'^ The Pharmaceutical Press, London, 2000. 96 9. Dhillon, S. Epilepsy. Clinical Pharmacy and Therapeutics. Third Edition. 2003 :465 - 479. 10. Bertram G.Katzung.MD.Phd. Basic & Clinical Pharmacology. Tenth edition 2006. 11. Koda-Kimble, M.A.. et. a!., Handbook of Applied Therapeutics, Ed 8°*, Lippincott Williams & Wilkins, 2007. 12. Drug Fact Comparison Pocket Version, 7th Edition, Wolter Kluwe Health, Missouri, 2007. 97