Uploaded by User82480

document

advertisement
616.853
Ind
P
PELAYANAN KEFARMASIAN
UNTUK ORANG DENGAN
GANGGUAN EPILEPSI
Pemyataan {Disclaimet)
Kami telah berusaha sebaik mungkin untuk menerbitkan
Buku Saku Pelayanan Kefarmasian untuk Orang Dengan
Gangguan Epiiepsi. Dengan pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan adanya perbedaan pedoman di
maslng-masing daerah, adalah tanggung jawab pembaca
sebagai seorang profesional untuk menginterpretasikan
dan menerapkan pengetahuan dari buku saku in! dalam
prakteknya sehari-hari.
KATAPENGANTAR
Puji syukur Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya Buku
Pelayanan Kefarmasian untuk Orang Dengan
Gangguan Epilepsi telah dapat diselesaikan.
Epilepsi merupakan salah satu penyakit susunan syaraf
pusat yang sering dihubungkan dengan disabiiitas fisik,
disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang
berat bagi penyandangnya. Di Indonesia, angka kejadian
epilepsi masih cukup tinggi. Penanganan epilepsi
membutuhkan usaha jangka panjang pemberian
peiayanan kesehatan yang bersifat terpadu, komprehensif
dan profesional dari para profesi kesehatan termasuk
apoteker.
Apoteker mempunyai peran yang penting sesuai
kompetensinya dalam memberikan bantuan, nasehat,
petunjuk dan informasi obat baik kepada tim kesehatan
lain maupun kepada pasien dan keluarganya.
Pendampingan informasi obat oleh apoteker kepada tim
medis diperlukan karena obat-obat antiepiiepsi(OAE)
mempunyai kompleksitas rejimen termasuk pilihan OAE
tunggal maupun kombinasi, sifat farmakokinetik serta
efek samping obat yang sangat bervariasi. Selain itu,
konseling Apoteker kepada pasien dan keluarga sangat
mendukung tercapainya kepatuhan pasien.
Ill
Buku ini disusun sebagai acuan Apoteker daiam
melaksanakan perannya dalam pelayanan kefarmasian
mengenai obat-obat anti epilepsi. Kami menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi
daiam penyusunan buku ini. Saran dan kritik membangun
tentunya sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
dan perbaikan di masa mendatang.
Akhir kata semoga buku ini dapat bermanfaat bagi
Apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian.
Jakarta,
2009
Direktur Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik
Drs. Abdul Muchid, Apt
NIP. 19490827 197803 1 001
IV
TIM PENYUSUN
1. Departemen Kesehatan Ri
Drs. Abdul Muchid, Apt
Dra. Rida Wurjati, Apt, MKM
Dra. Sit! Nurul Istiqomah, Apt
Dina Sintia Pamela, S.Si, Apt
Dr. Hj. Yosephine Ayu S
Fitra Budi Astuti, S.Si, Apt
Ron! Syah Putra, S.Farm, Apt
DwI Retno Hidayanti, AMF
Vitri Sariati, AMF
Wahyu Eka Arini, AMF
Desko Irianto, SH
Chaeruddin
Farida Yunani
2. Praktlsl Rumah Sakit
Dr. Ratna Mardiati
Dra. L. Endang Budiarti, Apt, M.CIinPharm
Drs. A.A. Raka Karsana, Apt
Rust! W., S.SI, Apt
Rina Mutiara, S.Si, Apt, MParm
Dra. Dewi Mardiah, Apt
Dra. Nun Zairina, Apt, SpFRS
3. Perguruan Tinggi
DR. Retnosari Andrajati, Apt
Fauna Herawati, S.Si, Apt
Prof. Dra. Elin Yulinah
V
DAFTARISI
Halaman
PERNYATAAN (D/SCM/A/fER)
I
KATAPENGANTAR
iii
TIMPENYUSUN
v
DAFTAR ISI
vll
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
xl
DAFTAR LAMPIRAN
xiil
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2Tujuan
2
BAB II PENGENALAN EPILEPSI
3
2.1 Pengertian
3
2.2 Klasifikasi Epilepsi
4
2.3 Etiologi dan Patofisiologi
7
2.4 Diagnosis dan Diagnosis Banding
8
2.5 Gambaran Klinik
11
BAB III PENATALAKSANAAN UNTUK ORANG DENGAN
GANGGUAN EPILEPSI
14
3.1 Tujuan Terapi
14
3.2 Terapi
14
3.3 Monografi Obat
27
3.4 Hal yang Perlu Diperhatikan tentang Obat
Antiepilepsi
53
3.5 AspekToksikologi Obat Antiepilepsi
3.6 Monitoring dan Evaluasi Hasil Terapi
58
3.7 Terapi Status Epileptikus
60
vii
56
BAB IVEPILEPSI PADAKONDISI KHUSUS
64
4.1 Epilepsi pada Perempuan
64
4.2 Epilepsi pada Anak
72
4.3 Epilepsi pada Lanjut Usia
73
BAB V PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN
KEFARMASIAN UNTUK ORANG DENGAN
GANGGUAN EPILEPSI
80
GLOSSARY
91
DAFTAR PUSTAKA
96
Vlil
DAFTARTABEL
Halaman
1. Karakteristik ObatAnti Epilepsi
16
2. Pemilihan Obat AntI Epilepsi menurut Farmakologi
Terapi
26
3. InteraksiAntar Obat Epilepsi
51
4. Interaksi CAE dengan Obat Lain
52
5. Algoritma Status Epileptikus pada Pasien Dewasa.. 61
6. Penggunaan Obat pada Status Epileptikus Pediatri. 63
7. Interaksi OAE dan Pil KB
71
8. Perbedaan Karakteristik Antara Epilepsi Pada Lansia
dan Epilepsi pada Usia Muda
74
9. OAE yang direkomendasikan untuk Lansia
78
10. Sifat Kelarutan Fenitoin
81
IX
DAFTARGAMBAR
1. Klasifikasi ILAE untuk bangkitan epilepsi
4
2. Mekanlsme kega obat anti epilepsi
23
3. Algoritma pemiiihan obat anti epilepsi
4. Algoritma terapi gangguan epilepsi
24
25
XI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok
gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang
timbul spontan dengan episode singkat (disebut
bangkitan atau seizure);dengan gejala utama
kesadaran menurun sampai hiiang. Epilepsi sering
dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas
mental, dan konsekuensi psikososial yang berat
bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah,
pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah
diri, kecenderungan tidak menikah bagi
penyandangnya). Sebagian besar kasus epilepsi
dimulai pada masa anak-anak.
World Health Organization (WHO) (2001)
memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang
dengan gangguan epilepsi aktif per 1000 orang
penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000
penduduk. Sekitar 50juta penduduk di seluruh dunia
mengidap epilepsi dimana diperkirakan angka
prevalensi dan insiden di negara berkembang lebih
tinggi dibandingkan prevalensi dan insiden di negara
maju. Dari banyak studi menunjukkan bahwa angka
kejadian epilepsi cukup tinggi, diperkirakan
prevalensinya berkisar antara 0,5-4 %.Sedangkan
angka insidensi epilepsi di negara berkembang
mencapai 50-70 kasus per 100.000 penduduk.
Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi epilepsi
menunjukkan pola bimodal. Prevalensi epilepsi pada
bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada
1
dewasa muda dan pertengahan, kemudian
menlngkat lagi pada kelompok usia lanjutJ
Dl Amerika Serikat, satu dl antara 100 populasi(1%)
penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5
juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada
lima tahun terakhir. Dl Inggris, satu orang diantara
131 orang mengidap epilepsi. Jadi setidaknya
terdapat 456.000 pengidap epilepsi di Inggris. Di
Indonesia belum ada penelitian epidemologi tentang
berapa tepatnya prevalensi epilepsi. Namun
diperkirakan berkisar antara 0,5-1,2 %,yaitu sekitar
1,1-1,3 juta orang. Jumlah penduduk Indonesia
yang menderita epilepsi tersebut adaiah 2% dari
seluruh pasien epilepsi di dunia. Jadi, dengan jumlah
penduduk 210 juta jiwa, populasi penderita epilepsi
mencapai 2.100.000 orang.
Epilepsi memeriukan penanganan jangka panjang
dan multi disipiin, oleh karena itu Departemen
Kesehatan Rl khususnya Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik menerbitkan buku saku
pelayanan kefarmasian untuk orang dengan
gangguan epilepsi.
1.2. TUJUAN
Buku saku ini diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman apoteker tentang penatalaksanaan
epilepsi dan dapat digunakan sebagai acuan bagi
apoteker dalam rangka menjalankan praktek
pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care)kepada
orang dengan gangguan epilepsi.
BAB il
PENGENALAN EPILEPSI
2.1. PENGERTIAN
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai
akibat dari gangguan fungsi otak secara intermiten,
yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal
yang berlebihan di neuron-neuron paroksimal.
Epilepsi terjadi karena berbagai etiologi. Sebagian
besar kasus epilepsi disebut epilepsi idiopati yang
tidak diketahui asal usuinya; sedangkan kasus
epilepsi yang lain disebut epilepsi sekunder atau
epilepsi simptomatik. Epiepsi sekunder disebabkan
oleh adalah kerusakan otak akibat kekurangan
oksigen, cedera, infeksi (misalnya meningitis), tumor
otak.^
Epilepsi dapat disertai kejang (konvuisi) atau tanpa
kejang (misalnya pada epilepsi absence/\ena).
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan
tanda klinik epilepsi yang terjadi secara bersamasama, yang berhubungan dengan etiologi, umur,
awitan (onset)jenis bangkitan, faktor pencetus, dan
kronisitas. ^
Bangkitan epilepsi {epileptic seizure) adalah
manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik),
berlangsung secara mendadak dan sementara
dengan atau tanpa perubahan kesasaran,
disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok
sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu
penyakit otak akut(unprovoked).^
Status Epileptikus (SE) adalah bangkitan yang
berlangsung lebih dari 30 menit, atau adanya dua
bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitanbangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran.
Namun demikian penanganan bangkitan konvuisi
hams dimulai bila bangkitan konvuisi sudah
berlangsung lebih dari 5-10 menit. Status epileptikus
dikatakan pasti {established) bila pemberian
benzodiazepin awal tidak efektif dalam menghentikan
bangkitan. Ada dua bentuk status epileptikus yaitu:
• Konvulsif(kejang umum tonik-klonik)
• Non-konvulsif(kejang bukan umum tonik-klonik) ^
2.2 KLASIFIKASI EPILEPSI
Diagnosis dan identifikasi tentang tipe epilepsi sangat
penting untuk pemberian terapi yang tepat. Ada
banyak pengelompokan epilepsi, namun Liga
Intemasional untuk Melawan Epilepsi (International
League Against Epilepsy, ILAE)telah menetapkan
standar untuk mengklasifikasi bangkitan epilepsi
serta Epilepsi dan Sindrom epilepsi.
Primay Genoralzad
Sinvio
Myoclonic
Secondaifty GorwaBzod
Gambar 1. Klasifikasi ILAE untuk bangkitan epilepsi
Klasifikasi ILAE1989 untuk epilepsi dan sindrom
epilepsi ^
1. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi
berurutan sesuai dengan peningkatan usia
a. Idiopatik (primer)
•
•
•
•
o
•
•
Kejang neonatus familial benigna
Kejang neonatus benigna
Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
Epilepsi lena pada anak
Epilepsi lena pada remaja
Epilepsi mioklonik pada remaja
Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada
saat terjaga
• Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak
termasuk salah satu diatas
• Epilepsi tonik-klonik yang dipresipitasi
dengan aktivasi tertentu
b. Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai
dengan peningkatan usia
• Sindrom west(spasme infatil dan spasme
salam)
• Sindrom Lennox-Gastaut
• Epilepsi mioklonik astatik
• Epilepsi lena mioklonik
c. Simtomatik
• Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik dini
- Ensefalopati pada infatil dini dengan
burst suppession
- Epilepsi simtomatik umum lainnyayang
tidak termasuk di atas
• Sindrom spesifik
Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi
penyakit lain
2. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan
fokal atau umum
a. Bangkitan umum dan fokal
• Bangkitan neonatal
• Epilepsi mioklonik berat pada bayi
• Epilepsi dengan gelombang paku (spike
wave) kontinue selama tidur dalam
• Epilepsi afasia yang didapat(Sindrom
Landau-Kleffner)
• Epilepsi yang tidak terklasifikasikan
selain yang diatas
b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
3. Sindrom khusus: bangkitan yang berkaitan
dengan situasi tertentu
a. Kejangdemam
b. Bangkitan kejang / status epileptikus yang
timbul hanya sekali (isolated)
c. Bangkitan yang hanya tegadi bila terdapat
kejadian metabolik akut, atau toksis, alkohol,
obat-obatan, ekiamsia, hiperglikemi non
ketonik
d. Bangkitan berkaitan dengan pencetus
spesifik (epilepsi reflektorik)
2.3. ETiOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
1. Etiologi
• Idiopatik; penyebabnya tidak diketahui, umumnya
mempunyai presdiposisi genetik
• Kriptogenik; dianggap simtomatik penyebabnya
belum diketahui
• Simtomatik: disebabkan oleh kelainan/ lesi pada
susunan saraf pusat, misalnya cedera kepala,
infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang,
gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,
obat), metaboiik, kelainan neuro-degeneratif
2. PatofisiologP
Penghantaran rangsang di saraf otak berlangsung
melalui dua cara yaitu perubahan konsentrasi ion
(Na, K, Ca)dan pelepasan neurotransmiter(GABA,
dsb).
Perubahan konsentrasi ion menyebabkan
penghantaran impuls sepanjang sel saraf yang
akhirnya akan menyebabkan pelepasan
neurotransmiter di ujung saraf. Neurotransmiter dapat
menghambat(GABA)atau merangsang (asetilkolin)
sel saraf berikutnya. Ketidakseimbangan dari ion-ion
dalam sel (berlebihan atau berkurang) dapat
mengganggu transmisi antar sel-sel saraf tadi.
Beberapa area di otak(korteks motoiik, lobus temporal
termasuk hipokampus yang berperan dalam memori)
peka terhadap perubahan biokimia, cenderung
berperan pada aktivitas terjadinya serangan tadi.
Misalnya pada kejang parsial pada daerah tertentu
di salah satu hemisfer otak, pada kejang
parsiai simple terkait aktivltas abnormal di area
motorik, sensorik, pusat otonom di otak.
Suatu serangan dapat dilacak pada membran sel
otak atau sel disekitarnya yang tidak stabil.
Rangsangan yang berlebih dapat menyebar secara
lokal pada serangan fokal, maupun lebih luas pada
serangan umum.
Terjadinya konduktansi kalium yang tidak normal,
gangguan pada kanal kalsium sensitif voltase, atau
defisiensi pada membran ATPase yang berkaitan
dengan transport ion dapat menghasilkan
ketidakstabilan membran neuronal dan serangan
kejang.
Aktivitas neuronal normal tergantung pada fungsi
normal pemicu rangsang (yaitu, glutamat, aspartat,
asetilkholine norepineprin, histamin, faktor pelepas
kortikotropin, purin, peptida, sitokin, dan hormon
steroid) dan penghambat neurotransmiter (yaitu,
dopamin, asam-aminobutirat [GABA]); pasokan
glukosa, oksigen, natrium, kalium, klorida, kalsium,
dan asam amino yang cukup; pH normal; dan fungsi
normal reseptor.
Kejang yang lama, terpapar glutamat secara terusmenerus, sejumlah besar kejang tonik-klonik umum
(GTC)(lebih besar dari 100), dan episode ganda
status epileptikus dapat dikaitkan dengan kerusakan
neuronal.
2.4.
DIAGNOSIS'
1. Diagnosis Epilepsi
Ada tiga langkah untuk menuju dignosis epilepsi,
yaitu:
8
a. Langkah pertama; memastikan apakah kejadian
yang bersifat paroksismal menunjukkkan
bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi.
b. Langkah kedua: apabila benarterdapat bangkitan
epilepsi, maka tentukaniah jenis bangkitan epilepsi
yang terjadi
c. Langkah ketiga: tentukan etiologi, sindrom epilepsi
yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau epilepsi
yang diderita oieh pasien
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya
gejala dan tanda kiinik dalam bentuk bangkitan
epilepsi berulang (minimum 2 kaii) yang ditunjang
oieh gambaran epileptiform pada EEG. Secara
lengkap urutan pemeriksaan untuk menegakkan
diagnosis adalah sebagai berikut:
1).Anamnesis(auto dan alo-anamnesis)
• Pola / bentuk bangkitan
Lama bangkitan
Gejala sebelum, selama dan paska
kebangkitan
Frekuensi bangkitan
Faktor pencetus
Ada/ tidak adanya penyakit lain yang diderita
sekarang
Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama
Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran
dan perkembangan bayi/anak
Riwayat terapi epilepsi sebelumnya
Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.
2).Pemeriksaan umum dan neurologik
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang
berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma
kepaia, infeksi telinga atau sinus, gangguan
kongenltal, gangguan neurologik fokal atau difus,
kecanduan alkohol atau obatteriarang dan kanker
3).Pemeriksaan penunjang dllakukan sesual
dengan IndikasI dan blla memungklnkan
a. Pemeriksaan elektro-ensefalografi(EEG)
b. Pemeriksaan pencitraan otak {brain imaging),
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
c. Pemeriksaan iaboratarium
• Darah: hemoglobin, lekosit, hematokrit,
trombosit, apus darah tepi, eiektrolit
(natrium, kalium, kalsium, magnesium),
kadar gula, fungsi hati (SGOT, SGPT,
Gamma GT, aikali fosfatase), ureum,
kreatinin, dan lainnya atas indikasi
• Cairan cerebrospinal: Bila dicurigai ada
infeksi SSP
• Pemeriksaan-pemeriksaan lain diiakukan
atas indikasi misainya ada keiainan
metaboiik bawaan
2. Diagnosis Banding
a. Sinkop, dapat bersifat vasovagal, kardiogenik,
hipovolumik, hipotens dan sinkope saat miksi
(micturition syncope)
b. Serangan iskemik sepintas(Transient Ischemic
Attack)
c. Vertigo
10
d. Transient global amnesia
e. Narkolepsi
f. Bangkitan panik, psikogenik
g. Sindrom Menier
h. Tics
2.5. Gambaran Klinik
1. Bentuk bangkitan
Contoh beberapa bentuk bangkitan epilepsi
a. Bangkitan umum lena (absence)
• Gangguan kesadaran mendadak
berlangsung beberapa detik
• Selama bangkitan kegiatan motorik
terhenti dan pasien diam tanpa reaksi
• Mata memandang jauh ke depan
• Mungkin terdapat automatisme
• Pemulihan kesadaran segera terjadi
tanpa perasaan bingung
• Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas
semula
b. Bangkitan umum tonik-klonik
• Dapat didahului prodromal seperti jeritan,
sentakan, mioklonik
• Pasien kehilangan kesadaran , kaku
(fase tonik) selama 10-30 detik, diikuti
gerakan kejang kelojotan pada kedua
lengan dan tungkai (fase klonik selama
30-60 detik, dapat disertai mulut berbusa)
• Selesai bangkitan pasien menjadi lemas
11
(fase flaksid) dan tampak bingung
• Pasien sering tidur setelah bangkitan
selesai
c. Bangkitan parslal sederhana
• Tidak terjadi peaibahan kesadaran
• Bangkitan dimuiai dari lengan, tungkai
atau muka (unilateral/ fokal) kemudian
menyebar pada sisi yang sama
(Jacksonian march)
• Kepala mungkin berpaling ke arah
bagian tubuh yang mengalami kejang
(adversif)
d. Bangkitan parsial kompleks
• Bangkitan fokal disertai terganggunya
kesadaran
• Sering diikuti oleh automatisme yang
stereotipik seperli mengunyah, menelan,
tertawa dan kegiatan motorik lainnya
tanpa tujuan yang jelas
• Kepaia mungkin berpaling ke arah
bagian tubuh yang mengalami kejang
(adversif)
e. Bangkitan umum sekunder
• Berkembang dari bangkitan parsial
sederhana atau kompleks yang dalam
waktu singkat menjadi bangkitan umum
• Bangkitan parsial dapat berupa aura
12
Bangkitan umum yang teijadi biasanya
bersifat kejang tonik-klonik
2. Sindrom epilepsi
Gambaran klinik sindrom epilepsi, khususnya
pada anak, dapat dilihat dalam pedoman
tatalaksana epilepsi yang diterbitkan oleh
kelompok Studi Neuro-pediatri.
13
BAB III
PENATALAKSANAAN UNTUK ORANG DENGAN
GANGGUAN EPILEPSI
3.1 TUJUAN TERAPI
1. Tujuan Umum
Tujuan utama terapi epilepsi adaiah tercapainya
kualitas hidup pasien yang optimal.
2. Tujuan Khusus
• tidak terjadi bangkitan
• penurunan frekuensi bangkitan
• tidak terjadi efek samping atau kejadian efek
samping yang minimal
• penurunan angka kesakitan dan
• penurunan angka kematian. ^
3.2 TERAPI
Prinsip terapi umum adaiah:
• menetapkan tujuan terapi, menilai tipe dan
frekuensi bangkitan
• menetapkan tipe bangkitan dan sindroma
epilepsi
• menetapkan faktor risiko dari bangkitan yang
berikutnya
• menetapkan penggunaan Obat Anti Epilepsi
14
(OAE), harus dimulai dengan monoterapi
• bila tidak berhasil dengan monoterapi
pikirkan terapi kombinasi
• merencanakan waktu penghentian obat
Tim medis menetapkan desain terapi berdasarkan
tipe bangkitan, risiko Reaksi Obat yang Tidak
Diinginkan (ROTD),faktor ekonomi,jenis kelamin,
penggunaan obat iain atau riwayat pengobatan yang
digunakan, umur, dan gaya hidup. Pasien dan tim
medis bekerjasama dalam membuat rencana
pengobatan untuk tercapainya hasil terapi yang
optimal. Tim medis memotivasi pasien sehingga
pasien mampu memonitor frekuensi bangkitan dan
ROTD.
Pertimbangan khusus farmakoterapi adaiah
memperhatikan sifat farmakokinetik dan ROTD (lihat
Tabel1)2
15
Tabel 1. Karakteristik Obat EpilepsI
'
NO
OBAT
MEKANISME
1
Carfoamazepin
PARAMETER
FARMAKOKINETIK
OOSIS
AKSI
Melalui saturan DoslsAwal iTIdak
SERUM
Waktu paruh:10•25 4-12 mcg/mL
lam dengan dosis kronik(17 - S1nmoin.)
Vol. distribusi: 0,8 - 1,9
L/kg
Na yang
seimbang/
dlrekomendaslkan, oleh karona
terkontrol
menyebabkan tokslsitas.
(Modulate
DosIs Pemeliharaan: Gunakan
Ikatan Protein:67 -
Sodium
dosIs ka target selama 3-4
mlnggu
Dewasa ; 10 - 20mg/kg per hart
sebagal dosIs yang disarankan
81%
channels)
KONSENTRASI
dosis yang bertebihan dapat
PENGARUH OOSIS
TERHADAP EFEK YANG
TIDAK DIINGINKAN
DIplopla (penglihatan
kembar)
Drowsiness(berkunangkunang)
Nausea(mual/ muntah)
SedasI(mulut kering)
Ruts eliminasi utama:
lOIOSINKRATIK
EFEK YANG TIDAK
DIINGINKAN
Anemia Aplastik,
Hyponatremia
(kekurangan natrium),
Leukopenia,
Osteoporosis, Rash
(gatal-gatal/kullt
kemerahan)
Hepatic/ Hepar
Anak - anak:20 - 30mg/kg per hart
sebagal dosIs yang disarankan
O)
2
Clonazepam
Menlngkatkan DoslsAwal iTIdak
Aktlvltas GABA dlrekomendaslkan oleh karena
dapat menlngkatkan efek yang
Waktu pamh:30 - 40
|am Vol.dlstrtbusI: 3,2
Ukg
Udak dllnglnkan
Ikatan Protein:47 -
DosIs Pemeliharaan: DImulal pada
80%
O.Smg, 1-3 kali/ hart. Teruskan
Rute eliminasi utama;
Tldak diketahul
Ataksia (kehllangan
keselmbiangan)Gangguan
memort/ Ingatan
SedasI(mulut kering)
Berplkir lambat
dosIs pemakalan hingga mencapai Hepatic/ Hepar
efektif, blasanya 3- Smg/ hart
dalam 2-3 dosis terfoagi
3
Ethosuksimid
Melalui saluran DoslsAwal :Tldak
Kalslum yang dlrekomendaslkan oleh karena
seimbang
dapat menlngkatkan efek yang
Waktu paruh: eojam
400 - lOOmcg/mL Ataksia (kehllangan
Vol.Distrlbusi: 0,6•0,7 (263•708 pmol/ keselmbiangan)
L/kg
SedasI(mulut kering)
L)
terkontrol
tidak dllnglnkan,
katan Protein: —
[Modulate Ca. 3osls Pemeliharaan: DImulal pada '^ute eliminasi utama:
channels)
2S0mg,2 kall/harl. Teruskan dosIs Hepatic/ Hepar
pemakalan hingga 600 - lOOOmg,2
kail/ hari
Hepatotokslk
Neutropenia
(penurunan Jumlah
sel darah putih
neutrofll)
Rash (gatel-gatal/
ruam/ kemerahan)
MEKANISME
NO
4
OBAT
DOSiS
AKSI
Felbamats
Menghambat
Oosis Awal: Tldak
akUvitas
direkomendaslkan oleh karena
glutamat
dapat menlngkatkan efek yang
Bdak dilnginkan
PARAMETER
KONSENTRASI
FARMAKOKINETIK
SERUM
Waktu paruh: Terapl
tunggal: 20 Jam
Dengan enzim
penglnduksi: 11 -16
Tldak diketahul
PENGARUH DOSIS
TERH/U3AP EFEK YANG
TIDAK DIINGINKAN
IDIOSINKRATIK
EFEK YANG TIDAK
DIINGINKAN
Ansletas(perasaan cemas) Anorexia (gangguan
makan)/\nemla
Insomnia (sulit tidur)
aplastlk. sakit kepala,
Nausea(mual/ muntah)
hepatotoksik,
l>enurunan berat
OosJs pemellharean:1200 - 3000 |am
Vbl.DlstilbusI: 0,7 - 0,8
mg/hari dalam 3-4 dosis terbagi
Ukg
badan
Ikatan Protein :25 35%
Rute ellmlnasl utama:
Hepatic/ Hepar
5
Gabapentln
Melalul saluran Dosls Awal:Tldak
Kalslum yang
seimbang/
direkomendaslkan oleh karena
tarkontrol
Dosls Pemellharaan: 900 -
pendek/ singkatnya waktu paruh
3600mg/ harl dibagi dalam 3-4
dosls terbagi(dosls maslh dapat
channels)dan ditoleransl sampal dengan
menlngkatkan lO.OOOmg/harl)
(Modulate
Bodlum
Lamotrlglne
kllrens kreatlnin)
Vol.dlstribusl: 0,6 - 0,8
Ukg
Ikatan Protein: kurang
Peripheral edema,
Drowsiness(pandangan
berkunang-kunang)SedasI kenalkan Iwrat badan
(mulut kering)
darl 10%
Rute ellmlnasl utama;
Renal(OInJal)
aktivltas OABA
e
Waktu paruh:5-7 Jam Tldak diketahul
(proporslonal untuk
seltnbang/
Waktu paruh: Terapl
tunggal: 24 Jam
kemerahan lojlit/ gatal - gatal(rash)Dengan enzim
tsrkontrol
Dosls Pemellharaan :ISO - 600
penglnduksi: 12-15
(Modulate
mg/ harl dalam 2-3 dosls tertragl.
jam. Dengan enzim
Sodium
Dosls harus dl InlsiasI dan dllanjut
channels)
kan berdasarkan rekmnendasl darl
penghambat:65- 60
jam Vol.dl8trlbu8l; 1,1
pabrtk/ perusahaan(armasi untuk
Ukg.
Saluran Na.
Dosls awal; tldak direkomendasi
yang
kan karena menlngkatkan resiko
monurunkan resiko dari kemerahan Ikatan protein:55%
Rute ellmlnasl utama:
kullt/ gatal• gatal(rash)
Hepatic/ Hepar
Tldak diketahul
Ataksia (kehllangan
keselmbangan)
Drowsiness(pandangan
berkunang-kunang)
sakK kepala.
Insomnia (sullt tidur)
sedasI(mulut kering)
gatal - gatal/
kemerahan pads kulit
NO
7
8
OBAT
LeveUracotam
PhenobaibKal
DOSIS
PARAMETER
FARMAKOKINETIK
KONSENTRASI
SERUM
Tidakdlketahul Dosis awal:TUak
Okskarbazepin Saluran Na
00
B
MEKANI8ME
AKSI
DoSIs awtf: TIdak
Diplopia(penglihatan
kembar)
Dizziness(pusing)
Sonmolence(mengantuk)
Waktu paruh:Parent
s^bang/
iidak dilnginkah yai^ bailebihan
lO-tnohohydrexy
tertontrol
Dosis Petneiataraan:600-1200
(Modulate
Sodiinn
mgAiail. Dimulai dari 300mg dua
kali sehail dan dBanJutkan
metabolfte6Jam
Volume distribusi: 0,5-
channda)
mefdngkat sesuai denagn re^Mn
0,7 Ukg
Ikatan protein:40%
yang diindlkasikan
Rute oiindnasi utama:
teimbang/
teifcontrel
(Modulate
Sodium
channels)
DIINGINKAN
Somnotence(mengantuk), Depresi
dlrekomandasikan ciieh kareha efWc dnjg2iBm:
yang
IDIOSINKRATtK
EFEK YANG TIDAK
Wbktu paruh:6•6Jam TMak dlketahui
diretomendaslkan oleh karena efek ^uime distribusi:0,5 tidak dSnglnkan yang beriMrihan
0,7L/kg
Doals PemtilhaFBan; 1000Ikatan protein: kuiang
3000mg/day
Dimulaipada
dart 10%
lOOOmgAwi dan dilanjutkan
Ruts etiminasi utama:
maningkat sesuai dengan respon 70% renal(ginjai) 30%
yang dBndikaslkan
hepatlc(hati)
yang
Saluran Na
PENGARUH DOSIS
TERHADAPEFEKYANQ
TIDAK DIINOINKAN
ndakdiketahul
dizzines(pusing)
H^)s)ic(itati)
Dosis awal: 10*20 mgAtg dalam
ifVaktu pdruh;
15-4Dmcg/mL
Ataksia(kehSangan
Infiis Iv dosis tunggal/tertiagi, atau Dewasa:49-l20 Jam, (65-172pmoVL) toselmbangan)
dalam oral dosis tortiagi seialna 24 Anak-anak:37-76 Jam,
Drowsiness(pandangon
-46Jam
Neonatus/Bayi:-115
berkunaing-kunang)
Opsis pem^iharaan: Dewasa:1-4 lain.
Volume distribusi: 0,7-1
mgftg per hari, dalam dosla
bkg.
tunggal atau teibagl,
Ikatan proton:-50%,
Anak-anak:3-6 mg/kg per hari,
Rute eliminasi utama:
dalam dosis tartyagi
Naonatus/bayl: 1-3 mg/kg per hari, Hepatic/Had
sebagai dosis tertwgi
sedasi(muiut kering)
Hyponatremia
(deflsiansi natrhmi
dalam darah), 2530% sensitif pada
pasienyang
hipersensitif tsrhadap
carbamazepine
Kesadaran
berkurang, gangguan
kognitif, hteeraktif,
osteoporosis,
kelakuan passiveaggresslve
MEKANISME
NO
10
OBAT
Phenytoin
DOSIS
AKSI
Saluran Na
yang
seiinbang/
teitontrol
(Modulate
Sodium
channels)
PARAMETER
FARMAKOKINETIK
KONSENTRASI
SERUM
PEN6ARUH DOSIS
TERHADAP EFEK YANG
TIDAK DIINGINKAN
Dosis awal; 10-20 mg/kg sebagai Waktu panjh: mengikuti 10-20 mcg/mL /Vtaksia(kehBangan
(40-79 pmol/L), kesalmbangan)
batas kapasitas atau
dosis tunggal atau taibagi dalam
Konsentrasi total DIplopia (pengiihatan
modal farmakokinetik
sadlaan Infus Intravena atau
1-2 mcg/mL(4- kembar)
Michaeiis-Manten,
sediaan oraldalam dosis terbagi
Waktu paruh maningkat 8pmol/L), ddak Drowsiness(pandangan
sampal 24-48 Jam,
Dosis pemeliharaan:
Dewasa: 1-4 mg/kg per harl,
seiring meningkatnya
terlkat
berkunang-kunang)
dosis dan konsentrasi
konsentrasi
sedasi(mulut kering)
Anemia, GIgival
hyperpiasia,
hirsutism (tierambut
abnormai),
Imphadenopathy,
osteoporosis,
rash (gatai-
gatal/kemarahan)
sebagai dosis tunggal atau terbagi, serum, Volume
/^nak-anak: 3-6 mg/kg per harl,
sebagai dosis tert>agi,
Neonatus/ Bay!: 1-3 mg/kg per
harl, sabagai dosis tarbagi
IDIOSINKRATIK
EFEK YANG TIDAK
DIINGINKAN
distribusi:
Dewasa:0,7 L/kg,
Anak-anak:0,8 L/kg,
Naohatus/Bayi: 1,2
L/kg, Ikatan protein:
Dewasa,anak-anak:
88-92%,
CO
Neonatus/ Bayl:65%,
Rule ellminasl utema:
Hepatic/ Hati
Pregabaiin
yang
Dosis awai:TMak
direkomendasikan oleh karana
Waktu paruh:6,3Jam, Tidak diketahui
proporsional sampal
seimbang/
maningkatkan efek yang tidak
klirens kreatlnin
terkontrol
diinglnkan,
Saluran Ca
(Modulate
Calcium
channels)
(bersihan kreatinin),
Dosis pemeliharaan: Inislasl(awal Volume distribusi: 0,5
L/kg,
pemakalan)pada I50mg/hari
Ikatan protein:
dalam 2-3 dosis terbagi dan
Negligible (dapat
dilanjutkan sampal dosis
diabalken),
makslmum yaitu 600 mg/hari
Rute ellminasl utama:
Renal/ ginjai
Ataksla(kehBangan
kesalmbangan), Bluned
vision (pengiihatan kabur).
Dizziness(pusing),
sedasi(mulut kering),
somnolence(mengantuk)
Edema, peningkatan
berat badan
MEKANISME
NO
OBAT
12 Tiagabine
PARAMETER
KONSENTRASI
FARMAK0K1NET1K
SERUM
DOSIS
AKSI
Meningkatkan DosIs awal:TIdak
Waktu pamh:
TIdak diketahul
MonotarepI:7-9 Jam,
menlngkatkan efek yang tidak
Dengan enzim
diinglnkan,
penglnduksi:2,5-4,5
Dosis pemeliharean: 32-58mg/hari jam, Volume distrtbusi :
dalam empat dosIs tsrfoagi,
0,6-0,8 L/kg,
Dosis hams dltemskan menlngkat Ikatan protein:88%
Rute etimlnasi utama:
sampal6 minggu, dimulal dari 4
mg/hari
Hepatik/ HatI
Dizzines(puslng),
Somnolence(mengantuk),
Irritability (IritasI), Slowed
ttilnking (berplklr lambat)
Waktu pamh:
Tldak diketahul
Monoterapl: 21 jam,
menlngkatkan efek yang tidak
Dengan enzim
diinglnkan,
penglnduksi: 11-16
Dosis pemeliharaan: 100-400
jam. Volume distribusi:
mg/hari dalam 2-3 dosis terbagi, 0,55-0,8 t^g,
Dosis dimulai pada 25-50 mg/ hari Ikatan protein: 13-17%,
Ataksia (kehllangan
keselmbangan). Dizziness
Aktivitas GABA dlrekomendasikan oleh karena
ro
o
13
Topiramate
Saiuran Na
yang
seimbang/
terkontroi
(Modulate
Sodium
channels),
menghambat
Dosis awal; Tldak
direkomendaslkan oleh karena
dan secara bertahap dilanjutkan
aktivitas
menlngkat sampal 3-6 minggu
glutamat,
untuk mencegah efek yang tldak
menlngkatkan diinglnkan
aktivitas GABA
PENGARUH DOSIS
TERHADAP EFEK YANG
TIDAK DIINGINKAN
Rute ellminasi utama:
60% Renal (ginjal),
40% Hepatik (Hati)
(puslng).
Slowed thinking (lambat
berplklr)
IDIOSINKRATIK
EFEK YANG TIDAK
DIINGINKAN
Glaukoma akut,
Asidosis metabolik,
Oligohldrosis,
Parestheslas, Renal
calculi, penumnan
berat badan
14
PARAMETER
MEKANISME
OBAT
NO
OOSIS
AKSI , .
■j
■
A)
V^ljprolc^d
Sakiran Na. ;
Dosia awal 20:40 mg/kg, .
(Asam
Valproat)/'::
yang
Opsls c^miellharaan:
Dewadh: 1
pdr harir;
selmbar^
(^proex
8|^ium
tstlcontrol
;
' •
(l^ulpte -
'
Sodiurii;'
FARMAKOKINETIlIt
Drowsiness (pandangan
berfcunang-kunang)
Nausea (muntah), sodas!
(nfaffitsA>ayi kurang dad Jntultanak-anak (mulut kering), tremor
mungkin
2 bulan: 65 Jam,
Anak-anakl5-6iiymg/)cg per had ,
(
Q
.
O.SOkg, ;
konsenliasl
Ika&'n pnitein: 90% ,
sampai'dengan
150 mcg/mL
perdnglqdan
.
<X'
-O
-
fO
l';,
y
Salurah Nar, [}08iaewat:T1dak , . .
^nlsamide
;V;
badan
(liMO pmol/L)
Hepatic (Hati)
■j
•Al
osteopwosis,
pankreadtis,
peningkatan berat
Rutealimbiasi utama.:
-L.)
!, .
Hepatotokslsitas,
korisant^l serum),
. •
N)
If
IDIGSINKRATIK
EFEKYANGTIDAK
DIINGINKAN
Volume distdbusi: 0,1- tergaittung
^'
'V
ImdAun/n-seidng
-
PENGARUH DOSiS
TERHADAPEFEKYANQ
TIDAKDIINGINKAN
WaKtu pahih: Dewasa: 50-100 mcg/mL
(346-693
8-1Siam,
Anak-anak: 4-15 Jam, pnwI/L);
,
dalam 2-4 l^lateftKigi, .
dalan)2-44mie'tBrbagi
■ .-r''! ■ '
chjmnels) .
;
KONSENTRASI
SERUM
i /-
...
'O
'• -
O
0;
i'.'j
A)
.;j
,
t-
•■ ■
V.
,
direkomendasH^ olah karena'
:«• dan Ca
!■;?- sel^bang/
'
f;
tei^ontrel
diJnginkan,. .
-
..
r
(M^ulate
i^slspemdlharean'HoO^OOr '
caidum
dan dflanjutkan meningkat;
Volume d»tribusi: 1,45
L/kg,
o Ikatan protein: 40%,
s^ium and;, nig/hari, dimult^-dad jOO lng/hari '
channels) :
CO
\
terdaskric^ res^yAng' cr. '
dlindikesil^
yVal^ pkruh : -63 Jam,
Rute elimlnasi utama:
Hepatic/ Hati
Tidakdlketahui
Dizziness (puslng).
Somnolence (nrangantuk)
Asidosis metabolik,
oligohldrosis,
parestheslas, renal
calculi
Mekanisme Kerja Antiepilepsi^
Bangkitan tonik-klonik dan parsiat sebagian besar
diobati secara oral dengan OAE: karbamazepin,
vaiproat,atau fenitoln. Obat Ini memiliki efektivitas
yang sama dan penggunaan secara tunggal akan
mengontrol serangan hingga 70-80% terhadap
pasien dengan bangkitan tontk-klonik, tetapi hanya
30-40% pada pasien dengan bangkitan fokal,. Pada
pasien yang serangan epilepsinya tidak terkontrol
dengan monoterapl OAE, penambahan lamotngin,
toptramat, vigabatrin atau gabapentin dapat
mengurangi terjadinya bangkitan tneskipun hanya
7% pasien dapat bebas totat dad bangkitan. OAE
alternatif lain seperti fenobarbital, pirimidon dan
ktonazepam juga digunakan tetaplmempunyai efek
lebih sedatif.
Bangkitan absen/lena diobati dengan etosuksimid
(tidak ada di Indonesia)atau valproat Epilepsi lena
biasanya terjadi pada orang dewasa tetapi
sekurangnya 10% epilepsi lena yang terjadi pada
anak-anak akan berkembang menjadi bangkitan
tonik-klonik. Status epileptikus adalah kondisi
bangkitan berulang terus menerus lebih dari 30
menit atau diikuti dengan serangan berikutnya,tanpa
kembalinya kesadaran. Pengobatan status
epileptikus hams dilakukan segera secara iv untuk
menghentikan serangan dan menghindari terjadinya
kerusakan otak. Lorazepam atau diazepam
digunakan dilanjutkan dengan fenitoin jika dipertukan.
Jika serangan tidak dikontrol maka pasien dapat
dianestesi dengan propofoi atau tiopental.
Obat anti epilepsi mengatur bangkitan dengan
mekanisme yang tidak diketahui dengan beberapa
22
teori mekanisme kerja dengan menggunakan
penghambat media GABA(benzodiazepin, vigabatrin,
phenobarbital, valproat) atau reduksi Na^ fluks
(fenitoin, karbamazepin, valproat, lamotigrin).
Etosuksimid dan valproat dapat menghambat
loncatan Ca^^ yang terdapat di neuron thalamus.
Gambar 2. Mekanisme Kerja AntI Epilepsi
Pemlllhan obat anti epilepa!(OAE)berdasarfcan tlpe bangkitan dapat dlllhat pada algoritma pemillhan antiepilapsi
Bangkltan
Tidak
Ada risiko bangkitan berulang?
-ndak
I
Bangkitan umum
Bangkitan parsial
to
1
Tonik klonik
Bangkitan lena
Bangkitan lena
yang tidak khas
Sederhana
2-
Parsial yang menjadi umum
Kompleks
Karbamazepin
Lamotrlgin
valproat
Karbamazepin
Lamotrlgin
Valproat
Klonazepam
Gabapentin
Okskarbazepin
Lamotrlgin
Fenobarbltal
Okskarbazepin
Fenltoln
Fenobarbltal
Topiramat
Fenltoln
Valproat
Topiramat
Valproat
GAMBAR 3. ALGORITMA PEMILIHAN ANTIEPILEPtSI
Diagnosis Epilepsi
Mulai dengan satu jenis OAE. Pemilihan berdasarkan tipe bangkitan dan efek samping obat
Box 3:tidak bangkitan ?
Tidak tahan efek samping?
Tidak
Tidak
Teruskan obat
Tidak tahan efek samping?
Tidak
QOL optimal?
rvD
cn
Tidak
Kurangi dosis OAE,
Kurangi dosis OAE,
Kurangi dosis OAE pertama,
kembaii ke box 3
kembaii ke box 3
tambah OAE kedua
Teliti QOL; rujuk jika perlu; kembaii ke box 3
Box 4:tidak bangkitan
GAM3AR 4. ALGORITMA TERAPI GANGGUAN EPILEPfll
Tabel 2. Pemilihan obat antiepilepsi menurut farmakologi
terapi ^
Jenis Bangkitan
Obat Pllihan Utama
Ot>atAltematif
I.BangkHan Parsial
Fenobarbltal, lanratrigin.
Kart>amazepln,
primldon, gabapentin,
fenltoln, valprrat
levedrasetam, dagabln,
1. Parsiai sadertiana
toplramat,zonisamld.
Lamotrigin, primldon.
Kart>amazep!n,
2. Parsial kompleks
fenltoln, valproat
gabapentin,levetirasetam,
tiagabin, toplramat,
zonisamld.
Kartiamazepin,
3. Parsial yang menjadi umum
fenltoln. valproat,
6at>apentln, lamotrigin,
levetirasetam, tiagabin,
fenobarbltal,
pdmidon
toplramat,zonisamld
II.Bangkitan Umum
Karbamazepin,
1. Bangkitan tonlk-klonik
(grand mall)
fenltoln, valproat.
Lamotrigin,toplramat
fenobarbltal,
zonisamld,felbamat
primldon.
2. Bangkitan lena (petit
mal/absence)
3. Bangkitan lena yang tidak
Lamotrigin,
Lamotrigin, klonazepam
Valproat
Valproat,
Lamotrigin, Felbamat
klonazepam
toplramat
1. Kejang demam pada anak
Fenot>arb!tal
Primldon
2. Status epileptikus tipe
DIazepam,
khas
Ill.Obat-obat untuk keadaan
konvulsl kliusus
grand mal
Fenobarbltal, lldokaln
Fenltoln,fosfenltoln
3. Status eplleplkus Upe
Benzodlazepam
Valproat IV
absence
Semua obat epilepsi hams diminum sesuai dengan
aturan pakai yang diberikan oleh dokter; jangan
melebihkan dosis atau menghentikan pengobatan
tanpa memberitahu dokter; dan hendaknya minurn
obat pada waktu yang telah disarankan oleh dokter.
26
3.3 MONOGRAFIOBAT''^
1. FENITOIN
Indikasi:terapi pada semua jenis epilepsi, kecuali
petit mal; status epileptikus
Peringatan: hati-hati pada gangguan fungsi hati
(dosis diturunkan), hindari pemutusan obat
dengan tiba-tlba, hindari pada porifiria.
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: D
Kategori risiko ibu menyusui: terdapat dalam
air susu ibu (ASI). Sebaiknya dihindari.
Efeksamping:gangguan saluran cema, pusing,
nyeri kepala, tremor, insomnia, neuropati perifer,
hipertrofi gingival, ataksia, bicara tak jelas,
nistagmus, penglihatan kabur, ruam, akne,
hirsutisme, demam, hepatitis, lupus eritematosus,
eritema multiform, efek hematologik (leucopenia,
trombositopenia, agranulositosis).
Dosis: oral: dosis awal 3-4 mg/kg/hari atau 150300 mg/hari, dosis tunggal atau terbagi 2 kali
sehari. Dapat dinaikkan bertahap. Dosis lazim:
300-400 mg/hari, maksimal 600 mg/hari. Status
epileptikus: i.v. lambat atau infus, 15 mg/kg,
kecepatan maksimal 50 mg/menit(loading dose).
Dosis pemeliharaan sekitar 100 mg diberikan
sesudahnya, interval 6-8 jam. Monitor kadar
plasma. Pengurangan dosis berdasar berat
badan.
ANAK: 5-8 mg/kg/hari, dosis tunggal/terbagi 2
kali sehari.
27
2. KARBAMAZEPIN
Indikasi: epilepsi semua jenis, kecuali petit mal,
neuralgia trigeminus; propilaksis pada manik
depresif.
Peringatan: gangguan hati atau ginjal, hamil,
menyusui, hindari pemutusan obat mendadak,
riwayat penyakitjantung, glaukoma, riwayat reaksi
hematologik terhadap obat lain.
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: D
Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi
dalam air susu ibu (ASI),tidak direkomendasikan.
Efek samping: biasanya dihubungkan dengan
hipermagnesemia, mual, muntah, haus,flushing
kulit, hipotensi, aritmia, koma, depresi nafas,
ngantuk, bingung, hilang refleks tendon, lemah
otot, kolik, dan diare pada pemberian oral.
Dosis:
Penanganan bangkitan: dosis untuk dewasa dan
anak diatas 12 tahun adalah 200 mg 2 kali sehari
atau 100 mg,4 kali sehari. Dosis dinaikkan sampai
200 mg, 3-4 kali sehari.
Penanganan neuralgia trigeminus: dosis awal
100 mg, 2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan
menjadi 200 mg setiap hari dengan peningkatan
100 mg setiap 12 jam untuk tablet atau
peningkatan 50 mg, 4 kali sehari sampai rasa
sakit hilang.
ANAK: penanganan bangkitan: 6-12 tahun adalah
100 mg, 2 kali sehari atau 50 mg,4 kali sehari.
28
dosis untuk anak di bawah 6 tahun adalah 10-20
mg/kg berat badan dalam 2-3 dosis terbagi.
3. ASAM VALPROAT
Indikasi: epilepsi
Peringatan: riwayat penyakit hati, gangguan
ginjal berat, hamil, menyusui, hindari pemutusan
obat mendadak, pemberian bersama antikoagulan
mempengaruhi fungsi platelet, SLE.
Kategori risiko ibu hamil: keamanan
penggunaan asam valproat pada masa kehamilan
belum diketahui dengan past!, namun, obat
antikonvulsan tidak boleh dihentikan jika obat in!
digunakan untuk mengatasi "major seizure" yang
mengarah ke status epileptikus yang mengancam
jiwa
Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi
dalam air susu ibu (ASI), sehingga penggunaan
obat pada wanita menyusui harus diperhatikan.
Pengaruh terhadap bayi yang disusui belum
diketahui.
Efek samping: iritasi lambung, anoreksia, mual,
muntah; sedasi, ataksia, tremor; nafsu makan
meningkat; dapat terjadi hepatitis, edema,
trombositopeni, hambatan agregrasi platelet,
ruam. Jarang: pangkreatitis, leukopeni, hipoplasia
sel darah merah.
Dosis:dosis awal: 300-600 mg/hari terbagi dalam
2 dosis, setelah makan, dapat dinaikkan 200
29
mg/hari tiap selang waktu 3 hari,dosis maksimum:
2,5 g/hari, daiam dosis terbagi. Dosis
pemeiiharaan biasanya; 12 g/hari (20-30
mg/kg/hari)
ANAK:sampai 20 kg (sekitar 4th): dosis awai 20
mg/kg/hari, daiam dosis terbagi. Dapat bertahap
dinaikkan sampai 40 mg/kg/hari. Lebih dari 20
kg; dosis: awai 400 mg/hari biasanya 20-30 mg
hari, maksimai 35 mg/kg/hari.
4. FENOBARBITAL
tndikasi: sebagai antikonvuisi, fenobarbitai
digunakan daiam penanganan bangkitan tonik-
kionik (grand mal) dan bangkitan parsial.
Fenobarbitai dapat digunakan daiam pengobatan
awai, baik untuk bayi maupun anak-anak.
Peringatan: efek samping serius jarang terjadi
dengan fenobarbitai. Bila diberikan secara oral
untuk mengatasi epilepsi, efek samping utama
berupa kantuk atau sedasi; sehingga pada anak
menimbuikan paradoxical excitement dan
hiperaktif atau perburukan hyperkinetic behavior
yang sudah ada sehingga kadang diperlukan
penggantian dengan obat barbiturate lain atau
Icic
antikonvuisan lain. Pasien usia lanjut seringkali
mengalami excitement, bingung atau depresi.
Fenobarbitai menyebabkan beberapa reaksi kulit
pada sekitar 1-3% dari seluruh pasien; tetapi
reaksi ini biasanya berupa makulopapular ringan,
morbiliform atau scarianitiform yang segera hilang
biia obat dihentikan. Sangat jarang, dermatitis
30
eksfollatif, ehtema multiform atau sindroma
stevens-johnson telah terjadi. Fenobarbital harus
diberikan dengan sangat hati-hati pada paslen
dengan nefritis.
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui:•
Pengaruh terhadap kehamilan: ada bukti positif
risiko kematian janin, tetapi jika manfaat
pemberian melebihi risiko yang dapat ditimbulkan
terhadap ibu hamil, maka dapat digunakan (misal:
jika obat dibutuhkan pada keadaan yang
mengancam jiwa atau untuk penyakit yang serius
dan tidak ada obat lain yang lebih aman untuk
digunakan).
Kategori risiko ibu menyusui: tidak
direkomendasikan untuk ibu menyusui karena
fenobarbital didistribusikan dalam air susu.
Efek samping: mengantuk, kelelahan, depresi
mental, ataksia, dan alergi kulit, paradoxical
excitement restlessness, bingung pada orang
dewasa dan hiperkinesia pada anak; anemia
megalobalstik(dapat diterapi dengan asam folat)
Dosis: oral: 60-18- mg (malam). Injeksi i.m./i.v.
50-200 mg, ulang setelah 6 Jam bila perlu,
maksimal 600 mg/hari. Encerkan dalam air 1:10
untuk i.v. status epileptikus (tersedia di ICU): i.v.
kecepatan tak lebih dari 100 mg/menit, sampai
bangkitan teratasi atau sampai maksimal 15
mg/kg/hari tercapai.
Anak: 5-8 mg/kg/hari.
31
5. GABAPENTIN
Indikasi: terapi tambahan untuk epiiepsi parsial
dengan atau tanpa kejang umum, yang tidak
dapat dikendalikan dengan anti epiiepsi lain.
Peringatan: hindari pemutusan obat mendadak
(bertahap sekurang-kurangnya 1 minggu); epiiepsi
campuran dengan petit mal (yang mungkin
kambuh). usia lanjut (kurangi dosis), gangguan
ginjal (kurangi dosis), hamil dan menyusui.
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C
Kategoririsiko ibu menyusui:terdistribusi dalam
air susu ibu (ASI), gunakan dengan hati-hati.
Efeksamping:somnolens, pusing, ataksia, lesu,
nistagmus, nyeri kepala, tremor, diplopia, mual
dan muntah, rinitis, ambliopia, kejang, faringitis,
disartri, dispepsi, amnesia, gugup, batuk.
Dosis: Hari ke1: 300 mg, kemudian 300 mg 2
kali sehari pada hari ke2, kemudian 300 mg 3
kali sehari pada hari ke3. Selanjutnya dinaikkan
sesuai respons, sampai mencapai 1,2 g/hariE
terbagi dalam 3 dosis. Bila perlu dinaikkan lagi
bertahap 300 mg/hari (dalam 3 dosis terbagi),
sampai maksimal 2,4 g/hari. Dosis lazim: 0,9-1,2
g/hari; periode diantara dosis tak boleh melebihi
12jam.
Anak: tidak dianjurkan.
6. DIAZEPAM
indikasi: pemakaian jangka pendek pada ansietas
insomnia, tambahan pada putus alkohol akut,
32
status epileptikus, kejang demam,spasme otot.
Peringatan: dapat mengganggu kemampuan
mengemudi atau mengoperasikan mesin, hamil,
menyusui, bayi, usia lanjut, penyakit hati dan
ginjal, penyakit pernafasan, kelemahan otot/
miastenia, gravis, riwayat penyalahgunaan obat
atau alkohol, kelainan kepn'badlan yang nyata,
kurangi dosis pada usia lanjut dan yang sudah
tidak mampu meiakukan aktifitas, hindari
pemakaian jangka panjang, peringatan khusus
untuk injeksi i.v., porfiria.
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi
dalam air susu ibu (ASi), hindari jika mungkin.
Efeksamping:efek samping pada susunan saraf
pusat: rasa lelah, ataksia, rasa malas, vertigo,
sakit kepala, mimpi buruk dan efek amnesia. Efek
lain; gangguan pada saluran pencernaan,
konstipasi, nafsu makan berubah, anoreksia,
penurunan atau kenaikan berat badan, mulut
kering, salivasi, sekresi bronkial atau rasa pahit
pada mulut.
Dosis:oral: ansietas, 2 mg 3 kali sehari jika periu
dapat dinaikkan menjadi 15-30 mg sehari dalam
dosis terbagi; lansia (atau yang sudah tidak
mampu meiakukan aktivitas) setengah dosis
dewasa. Insomnia yang disertai ansietas, 5-15
mg sebelum tidur. Untuk ansietas akut berat,
pengendalian serangan panik akut, penghentian
alkohol akut, dosis awal 5-10 mg i.v.(ke dalam
vena besar dengan kecepatan tidak lebih dari 5
33
mg/menit),jika perlu uiangi setelah 4jam. Dosis
maksimal : 30 mg. Catatan: rute i.m hanya
digunakan jika rute oral dan i.v tidak mungkin
diberikan.
ANAK: night teror dan somnambulisms, 1-5 mg
sebelum tidur.
7. TOPIRAMAT
Indikasi: sindroma Lennox-Gastaut, migrain,
epilepsi.
Peringatan: dapat mengganggu kemampuan
mengemudi atau mengoperasikan mesin, hamil,
menyusui, bayi, penyakit hati dan ginjal, Minum
air dalam jumiah yang banyak untuk mengurangi
risiko terjadinya batu ginjal, monitor serum
bikarbonat dalam darah pada awal terapi dan
secara teratur selama penggunaan topiramat.
Hindari penghentian obat mendadak; turunkan
dosis secara perlahan, lOOmg dalam selang
waktu 1 minggu. Segera konsultasi ke dokter
apabila mengalami pandangan mata kabur atau
sakit mata (eye pain).
Kategori risiko ibu hamii dan menyusui: C
Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi
dalam air susu ibu (ASI), tidak direkomendasikan.
Dosis:
Monoterapi:
Dewasa: Bangkitan parsial dan tonik-klonik: dosis
34
awal monoterapi: pada minggu pertama, 25mg
sehari dua kali (pagi dan sore); pada minggu
kedua,50mg sehari dua kali; pada minggu ketiga,
75mg sehari dua kali; pada minggu keempat,
100mg sehari dua kali; pada minggu kelima,
150mg sehari dua kali; pada minggu keenam
(dosis maksimum) 200mg sehari dua kali.
Anak = 17 tahun: Bangkitan tonik^klonik: dosis
awal monoterapi: pada minggu pertama, 25mg
sehari dua kali (pagi dan sore);^ada minggu
kedua,50mg sehari dua kali; pada minggu ketiga,
75mg sehari dua kali; pada minggu keempat,
lOOmg sehari dua kali; pada minggu kelima,
150mg sehari dua kali; pada minggu keenam
(dosis maksimum) 200mg sehari dua kali.
Kombinasi teraoi:
Dewasa dan anak = 17 tahun: Bangkitan parsial
dan tonik-klonik: dosis awal kombinasi terapi:
mulai dengan 25mg-50mg per hari; dosis dapat
ditingkatkan 25mg-50mg per hari dalam selang
waktu 1 minggu hingga mencapai dosis 200400mg per hari dalam dosis terbagi 2.
ANAK 2-16 tahun:
Bangkitan parsial dan tonik klonik: dosis awal
kombinasi terapi: pada minggu pertama, 1-3mg/kg
berat badan/hari(= 25mg)diminum malam hari
sebelum tidur; dosis dapat ditingkatkan 1-3mg/kg
berat badan/hari dalam selang waktu 1-2 minggu
hingga mencapai dosis 5-9mg/kg berat badan/hari.
35
8. KLONAZEPAM
Indikasi: epilepsi, semua jenis, termasuk petit
mal, mioklonus, status epileptlkus.
Peringatan: gangguan hat! dan ginjal, penyakit
pernapasan, usia lanjut, debil, pemutusan obat
mendadak, hamil, menyusui.
Kategori risiko ibu hamit dan menyusui: D
Kategori risiko ibu menyusui:terdistribusl daiam
air susu ibu (ASI), tidak direkomendasikan.
Kontraindikasi:depresi pernapasan, insufisiensi
pulmoner akut, porfiria.
Efek samping:letih, mengantuk, pusing, hipotoni
otot, gangguan koordinasi gerak; hipersaiivasi
pada bayi; agresi, iritabel dan perubahan mental;
jarang gangguan darah, abnormalitas fungsi hati.
Dosis:
Epilepsi:
Dewasa: dosis awal 1 mg (USIA LANJUT: 500
mikrogram) malam hari, selama 4 hah. Dosis
dapat dinaikkan secara bertahap daiam waktu 24 minggu hingga mencapai dosis pemeliharaan
4-8 mg/hari, daiam dosis terbagi. Dosis maksimum
20mg/hari. ANAK 1-5 tahun: 250 mikrogram/hari,
dapat dinaikkan bertahap daiam 2-4 minggu
hingga mencapai dosis 1-3 mg/hari. Anak 5-12
tahun: 500 mikrogram maiam hari seiama 4 hari,
dapat ditingkatkan secara bertahap daiam waktu
2-4 minggu hingga mencapai dosis 3-6 mg/hari.
Dosis maksimum: 200mikrogram/kg berat
badan/hari.
36
Status epileptikus:
Dewasa; infus atau injeksi 1mg diberikan dalam
waktu sedikitnya 2 menit, jika periu dosis dapat
diuiang.
Anak: infus atau injeksi 500 mikrogram diberikan
dalam waktu sedikitnya 2 menit,jika periu dosis
dapat diuiang.
9. LAMOTRIGIN
Indikasi: monoterapi dan terapi tambahan untuk
epiiepsi parsiai dan epiiepsi umum,tonik-klonik.
Peringatan: pemantauan ketat (faai hati, ginjai
dan pembekuan darah); dan perb'mbangkan untuk
menghentikan obat biia terjadi ruam, demam,
gejaia-gejaia seperti influensa, mengantuk, atau
memburuknya pengendaiian kejang, terutama
pada bulan pertama pengobatan; kombinasi
dengan obat anti epiiepsi lain mungkin terkait
dengan perburukan penyakit secara progresif
dengan status epiieptikus, disfungsi muiti organ,
disseminated intravascular coagulation dan
kematian; hindari pemutusan obat mendadak
(bertahap dalam 2 minggu atau lebih); gangguan
ginjal; hamii dan menyusui.
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C
Kategoririsiko ibu menyusui:terdistribusi dalam
air susu ibu (ASI), tidak direkomendasikan (AAP).
Kontraindikasi: gangguan hati
37
Efek samping: mam, demam, malaise, gejala
mirip influenza, mengantuk,jarang: disfungsi hati,
limfadenopati, leukopenia, dan trombositopenia,
dilaporkan dalam hubungan dengan mam;
angioedema, sindrom StevensJohnson, nekrolisis epidermal toksik, dan fotosensitivitas. Diplopia,
pandangan kabur, pusing, mengantuk, insomnia,
nyeri kepala, ataksia, kelelahan, gangguan saluran
cema, iritabilitas, agresi, tremor, agitasi, bingung.
Dos/s;
Monoterapi:
Dewasa: dosis awal 25 mg/hari selama 14 hari,
kemudian 50 mg/hari untuk 14 hari berikutnya;
peningkatan dosis maksimum 50-1 OOmg dengan
interval waktu 1-2 minggu hingga mencapai dosis
pemeliharaan 100-200 mg/hari sebagai dosis
tunggal atau dosis terbagi dua. USIA LANJUT
tidak dianjurkan.
Anak > 12 tahun: dosis awal, dosis tunggal 25mg
selama 2 minggu kemudian dilanjutkan dengan
dosis tunggal 50mg selama 2 minggu, dan dapat
ditingkatkan maksimum 50-1 OOmg setiap 1-2
minggu hingga mencapai dosis 100-200mg
sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi. Anak
= 12 tahun: tidak
direkomendasikan.
Kombinasi terapi dengan valoroat:
Dewasa: dosis awal 25 mg,selang sehari selama
14 hari, kemudian 25 mg/hari setiap hari untuk
14 hari berikutnya, dosis dapat ditingkatkan
maksimum 25-50mg setiap 1-2 minggu hingga
38
mencapai dosis 100-200mg sebagai dosis tunggai
atau dosis terbagi 2.
Anak >12 tahun: dosis awal 150 mikrogram/kg
berat badan/hari untuk 14 hari, kemudian 300
mikrogram/kg berat badan /hari untuk 14 hari
berikutnya, dosis dapat ditingkatkan maksimum
300 mikrogram/kg berat badan setiap 1-2 minggu
hingga mencapai dosis 1-5 mg/kg berat badan
sebagai dosis tunggai atau dosis terbagi 2.
ANAK yang beratnya kurang dari 25 kg; dosis
awal 5 mg,selang sehari, untuk 14 hari pertama.
Dosis pemeliharaan: 1-5 mg/kg berat badan/hari
sebagai dosis tunggai atau dosis terbagi 2.
Kombinasi teraoi denaan okskarbazepin:
Dewasa: dosis awal 25 mg,sekali sehari selama
14 hari, kemudian 50 mg sekali hari untuk 14 hari
berikutnya, kemudian dosis ditingkatkan
maksimum 50-1 OOmg setiap 1-2 minggu hingga
mencapai dosis 100-200mg sebagai dosis tunggai
atau dosis terbagi 2, USIA LANJUT tidak
dianjurkan.
Kombinasi teraoi denoan OAE penqinduksi enzim
(bukan valproat):
Dewasa: dosis awal 50 mg,sekali sehari selama
14 hari, kemudian 50 mg dua kali sehari untuk
14 hari berikutnya, kemudian dosis ditingkatkan
maksimum lOOmg setiap 1-2 minggu hingga
mencapai dosis 200-400mg dalam dosis terbagi
2, USIA LANJUT tidak dianjurkan.
Gangguan fungsi hati: gangguan fungsi hati
39
sedang (Chlld-Pugh category B): kurangi 50%
dosis; gangguan fungsi hati berat (Child-Pugh
category C): kurangi 75% dosis.
10. PRIMIDON
Indikasi: semua jenis epiiepsi kecuali petit mal.
Juga dipakai untuk tremor esensial.
Peringatan;Kontraindikasi dan Efek samping:
iihat Fenobarbital. Mengantuk, ataksia, mual,
gangguan pengiihatan, dan ruam, biasanya
reversibei meski obat diteruskan.
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: D
Kategoririsiko ibu menyusui:terdistribusi dalam
air susu ibu (ASI), tidak direkomendasikan (AAP).
Dosis:
Dewasa dan anak > 8 tahun: dosis awal 100-125
mg/hari menjelang tidur selama 3 hari, kemudian
ditingkatkan 100-125 mg dalam dosis terbagi
setiap 3 hari hingga mencapai dosis 250mg tiga
kali sehari. Dosis maksimum: 2 gram/hari.
Anak = 8 tahun: dosis awal 50mg menjelang tidur
seiama tiga hari, kemudian 50mg/hari ditingkatkan
setiap tiga hari hingga mencapai dosis 125-250mg
(10-25 mg/kg berat badan) tiga kali sehari.
Anak < 2 tahun: dosis pemeliharaan 250-500mg
per hari.
40
11. OKSKARBAZEPIN
Indikasi: epilepsi umum,tonikklonik primer dan
epilepsi parsial dengan atau tidak dengan
generalisasi sekunder.
Pehngatan: Wanita hamil, menyusui. Pantau
kadar Na dalam serum; disfungsi ginjal berat,
pemutusan obatjangan mendadak, alergi silang
dengan karbamazepin. Hati-hati mengemudi dan
menjaiankan mesin.
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C
Kategoririsiko ibu menyusui:terdistribusi dalam
air susu ibu (ASi), tidak direkomendasikan.
Kontraindikasi: AV block
Efek samping: rasa lelah, kadang mengantuk,
sel darah putih berkurang, hiponatremia. Jarang:
depresi, psikis labil, trombositopenia, pansitopenia,
sindrom StevensJohnson.
Dosis:
Monoterapi:
Dewasa: dosis awal 300 mg/hari dua kali sehari,
kemudian dosis ditingkatkan SOOmg/hari setiap
3 hari hingga mencapai dosis 1200mg/hari.
Anak 4-16 tahun: dosis awal 8-10mg/kg berat
badan dalam dosis terbagi dua; kemudian dosis
ditingkatkan menjadi 5 mg/kg berat badan/hari
setiap tiga hari hingga mencapai 600-900mg/hari
untuk anak dengan berat badan 20kg; 9001200mg/hari untuk anak dengan berat badan 25-
41
30kg; 900-1500mg/hari untuk anak dengan berat
badan 35-40kg; 1200-1500mg/hari untuk anak
dengan berat badan 45kg; 1200-1800mg/hari
untuk anak dengan berat badan 50-55kg; 12002100mg/hari untuk anak dengan berat badan 6070kg.
Kombinasi terapi:
Dewasa; dosis awal 300 mg/hari dua kali sehari,
kemudian dosis ditingkatkan GOOmg/hari dengan
interval waktu satu minggu hingga mencapai
dosis 1200mg/hari.
Anak 4-6 tahun: dosis awal 8-10mg/kg berat
badan/hari hingga mencapai dosis yang
direkomendasikan sesuai dengan berat badan
dalam waktu 2 minggu. Dosis maksimum;
1800mg/hari (untuk anak dengan berat badan
39kg).
Anak 2- < 4 tahun: dosis awal 8-10mg/kg berat
badan/hari dalam dosis terbagi dua hingga
mencapai dosis yang direkomendasikan sesuai
dengan berat badan dalam waktu 2-4 minggu.
Dosis maksimum: 60 mg/kg berat badan/hari
dalam dosis terbagi dua. Untuk anak dengan
berat badan < 20kg: dosis awal 16-20mg/kg/hari.
Konversi terapi dari monoteraoi OAE lain meniadi
monoterapi okskarbazepin:
Dewasa: dosis awal 300 mg/hari dua kali sehari,
kemudian dosis ditingkatkan GOOmg/hari dengan
interval waktu satu minggu hingga mencapai
dosis 2400mg/hari dalam waktu 2-4 minggu
42
disertai dengan penurunan dosis OAE lain hingga
penghentian terapl OAE lain tersebut dalam waktu
3-6 minggu.
Anak 4-16 tahun: 8-10mg/kg berat badan dalam
dosis terbagi dua, kemudian dosis ditingkatkan
lOmg/kg berat badan/hari dengan interval waktu
satu minggu hingga mencapai dosis yang
direkomendasikan sesuai dengan berat badan
anak dalam waktu 2-4 minggu disertai dengan
penurunan dosis OAE lain hingga penghentian
terapi OAE lain tersebut dalam waktu 3-6 minggu.
12. VIGABATRIN
Indikasi: epilepsi yang tidak dapat diatasi dengan
anti epilepsi lain secara memuaskan, monoterapi
penatalaksanaan spasme infantil (West's
syndrome)
Peringatan: gangguan ginjal; usia lanjut;
pemantauan ketat fungsi syaraf; hindari
pemutusan obat mendadak (bertahap dalam 24
minggu) riwayat psikosis atau masalah perilaku
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: belum
ditentukan (kontraindikasi-pabrik farmasi)
Kategori risiko ibu menyusui: tidak diketahui
(kontraindikasi-pabrik farmasi).
Kontraindikasi: Wanita hamil (lihat lampiran 2)
dan menyusui
Efek samping: mengantuk, kelelahan, pusing,
gugup, iritabilitas, agitasi, depresi, sakit kepala,
43
nistagmus, ataksia, tremor, paraesthaesia,
konsentrasi menurun; efek samping jarang tetjadi:
yaitu bingung, agresi, psikosis, mania, gangguan
saluran cema, alopesia, ruam, urtikaria; eksitasi
dan agitasi pada anak; kadang-kadang frekuensi
serangan meningkat (terutama jika mioklonik),
enzim hat! menurun, haemoglobin sedikit
menurun, juga dilaporkan kerusakan area
penglihatan, potofobia dan gangguan retinal. Hati
- hati dalam pemakaian vigabatrin (perhatikan
dosis dan lama pemberian) karena vigabatrin
dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
permanen.
Dosis:
Kombinasi teraoi:
Dewasa: dosis awal 1gram/hari dalam dosis
tunggal atau terbagi 2, kemudian ditingkatkan
bertahap 500 mg dengan waktu seminggu sesuai
dengan respons. Dosis maksimum: 3 gram/hari
sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi dua.
Anak: dosis awal 40mg/kg berat badan per hari.
Dosis pemeliharaan disesuaikan dengan berat
badan anak: 10- 15 kg: 0,5- 1 gram/hari; 1530 kg: 1-1,5 gram/hari; 30 - 50 kg: 1,5-3
gram/hari; >50kg: 2-3 gram/hari sebagai dosis
tunggal atau dosis terbagi dua.
13. LEVETIRASETAM
Indikasi: Terapi tambahan pada pengobatan
bangkitan parsial pada pasien epilepsi dewasa
44
Peringatan: Penghentlan dilakukan secara
bertahap untuk meminimalkan potensi
peningkatan frekuensi bangkitan. Perhatian dosis
pada pasien gagal ginjal dan pasien yang sedang
menjalani dialysis. Tumnkan dosis levetirasetam
dan berikan dosis tambahan pada pasien setelah
dialisis.
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C
Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi
dalam air susu ibu (ASI),tidak direkomendasikan.
Efek samping: Anoreksia, astenia, ataksia,
pusing,sakitkepala, infeksi, gugup. nyeri,faringitis,
rinitis.mengantuk, vertigo.
Efek samping pada penggunaan dengan OAT
iain : astenia, pusing, infeksi, mengantuk.
Dosis:
Dewasa dan anak =12 tahun: dosis awal 500mg
sehari dua kali, kemudian dosis ditingkatkan
lOOOmg dalam dosis terbagi dua setlap 2 minggu
hingga tercapai dosis 3 gram/hari. Penggunaan
dosis lebih darl 3.000 mg/hari tidak terbukti
meningkatkan efek.
Anak 4- <16 tahun: dosis awal lOmg/kg berat
badan, kemudian dosis ditingkatkan 20mg/kg
berat badan /hari dalam dosis terbagi dua setiap
dua minggu hingga maksimum SOmg/kg berat
badan/hari dalam dosis terbagi dua.
Pada pasien dengan gagal ginjal perlu diberikan
dosis secara individual sesuai kondisi ginjalnya.
45
14. FELBAMAT
Indikasi: obat alternative untuk Atyplkal absence,
myokionik, atonik
Peringatan: Gunakan hati-hati pada pasien
dengan gaga! ginjal. Turunkan dan pelihara dosis
50% dari biasa (waktu paruh lebih lama 9-15
jam).
Kategori risiko ibu hamii dan menyusui: C
Kategori risiko ibu menyusui: belum diketahui
Efek samping: anoreksia, kehilangan berat
badan, mual, muntah, rash, insomnia,sakit kepala,
pusing, mengantuk, diplopia.
Dosis:
Monoterapi:
Dewasa dan anak = 14 tahun: dosis awal 1200
mg/hari dalam dosis terbagi 3 atau 4 kali,
kemudian dosis ditingkatkan 600mg/hari setiap
2 minggu hingga mencapai dosis 2400 mg/hari.
Anak 2-14 tahun: dosis awal 15 mg/kg berat
badan/hari dalam dosis terbagi 3atau 4, kemudian
dosis ditingkatkan 15 mg/kg berat badan/hari
setiap minggu. Dosis maksimum:45 mg/kg berat
badan/hari.
Konversi terapi dari monoterapi OAE lain meniadi
monoterapi felbamat: Dewasa dan anak =14
tahun: dosis awal 1200 mg/hari dalam dosis
terbagi 3 atau 4 kali disertai dengan penurunan
dosis OAE pertama sekitar 20%-33%. Pada
46
minggu ke-2, dosis felbamat ditingkatkan menjadi
2400 mg/hari disertai dengan penurunan dosIs
OAE pertama sebesar 33% dosis lag!(dosis OAE
pertama tinggai 33% bagian dosis mula-muia).
Pada minggu ke-3, dosis feibamat ditingkatkan
menjadi 3600 mg/hari disertai dengan penurunan
dosis OAE pertama sebesar 33% dosis lagi(OAE
pertama dihentikan pemakaiannya).
Kombinasi terapi:
Dewasa: dosis feibamat yang ditambahkan
1200mg/hari dalam dosis terbagi 3atau 4 disertai
dengan pengurangan dosis OAE pertama sebesar
20%, kemudian dosis feibamat ditingkatkan
1200mg/hari setiap minggu hingga mencapai
dosis 3600mg/hari.
• Pasien anak dengan Lennox-Gastaut dan
umur2-14tahun:
Minggu 1: Feibamat 15 mg/kg/hari dalam 34 kali dosis terbagi. Turunkan antikonvulsan
lain sampai 20-30%
Minggu 2: Feibamat 30 mg/kg/hari dalam 34 kail dosis terbagi. Turunkan antikonvulsan
lain sampai 33%
Minggu 3: Feibamat 45 mg/kg/hari dalam 34 kail dosis terbagi. Turunkan antikonvulsan
lain sampai dosis yang diperlukan.
• Pasien anak >14 tahun dan dewasa :
Minggu 1: Feibamat 1200 mg/hari. Turunkan
antikonvulsan lain sampai 20-33%
Minggu 2: Feibamat 2400 mg/hari. Turunkan
antikonvulsan lain sampai 33%
47
Minggu 3: Felbamat 3600 mg/hari. Turunkan
antlkonvulsan lain sampai dosis yang
diperlukan.
15. TIAGABIN
Indikasi: sebagai terapi bangkitan parsial pada
paslen dewasa dan anak diatas 12 tahun
Peringatan:Pada paslen tanpa epilepsi, tiagabin
dapat menimbulkan onset bangkitan baru dan
status epileptikus. Jangan hentikan obat ini tiba-
tiba. Karena klirens tiagabin berkurang pada
pasien dengan penyakit hati, penurunan dosis
atau perpanjangan interval dosis mungkin
diperlukan pada pasien tersebut.
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C
Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi
dalam air susu ibu (ASI), tidak direkomendasikan.
Efek samping:nyeri abdominal, luka kecelakaan,
amblyopia, astenia, ataxia, bingung, batuk,
depresi, diare, sulit konsentrasi, sulit mengingat,
pusing.
Dosis:
Hal yang perlu diperhatikan :
• Tiagabin diberikan secara oral dan digunakan
bersama makanan.
• Jangan lakukan loading dosis tiagabin
Dewasa: dosis awal 4 mg sekali sehari, dapat
ditingkatkan 4-8 mg/hari dalam interval mingguan
48
hingga mencapai respon klinik yang diinginkan
atau dosis 56 mg/hari dalam dosis terbagi 2-4.
Anak <12 tahun: tidak direkomendasikan.
Kombinasi terapi dengan OAE penginduksi enzim:
Anak 12-18 tahun: dosis awal 4 mg/hari seiama
7 hari, kemudian dosis ditingkatkan 4-8mg/hari
dalam interval mingguan hingga dosis maksimal
32 mg/hari daiam dosis terbagi 2-4.
16. ZONISAMID
Indikasi: Terapi tambahan pada pengobatan
bangkitan parsiai pada pasien epiiepsi dewasa
Peringatan: monitor fungsi ginjai secara periodik.
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C
Kategori risiko ibu menyusui: beium diketahui
Efek samping: iritabiiitas, anoreksia, pusing,
sakit kepaia, nausea dan mengantuk.
Dosis:
Dewasa dan anak =16 tahun: dosis awai 50 -
ICQ mg/hari daiam dosis terbagi 2, dosis dapat
ditingkatkan lOOmg/hari setiap 2 minggu hingga
mencapai dosis efektif 1 GO-400 mg/hari sebagai
dosis tunggai atau dosis terbagi 2. Zonisamid
dapat digunakan bersama atau tanpa makanan.
Anak <16 tahun: tidak direkomendasikan.
Gangguan fungsi hati
direkomendasikan.
49
berat: tidak
17. PREGABALIN
Indikasi: Terapi tambahan pada pasien dewasa
dengan bangkitan onset parsial.
Peringatan: Penghentian obat secara tiba-tiba
dapat menimbulkan insomnia, nausea, sakit
kepala, diare. Hentikan dosis pregabalin secara
bertahap seiama minimum 1 minggu. Gunakan
hati-hati pada pasien dengan gagai jantung
kongestif.
Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: C
Kategori risiko ibu menyusui: beium diketahui
Efek samping: pusing, mengantuk
Dosis:
Dewasa: dosis awal tidak lebih dari 75mg sehari
dua kaii atau 50mg sehari tiga kaii. Dosis
maksimai: 600mg/hari dalam dosis terbagi 2-3.
Anak: tidak direkomendasikan.
50
Tabel 3. Interaksl Antar ObatAntI EpilepsI
Interaksiyangterjadi
ObatA
ObatB
Karbamazepin(CBZ)
Felbamat
Menlngkatkan kadv 10,11 epoksid
Felbamat
Fenobarbital
Menurunkan kadarCBZ
Menurvnkan kadarCBZ
Fenitoin
Menurunkan kadarCBZ
Kaibantazspin
Menurunkan kadarFBM
Fenitoin
Menurunkan kadarFBM
Asamvalpraat
Meningkaftan kadarFBM
FeIbamat(FBII)
vatH^wntin
IIQoR uUwttinUl Utflill
Lamotrigin(LT6)
Kaibamazeptn
BIOfUM
Menunmkan kadarLTG
Menurunkan kadarLTG
Fenoobaifaital
Primldan
Menuninkan kadvLTG
Menunmkan kadarLTG
Asamvalproat
Mertingkatkan kadarLTG
Feritoin
Lsvetirasetam
Tidakdiketahuiberntteraksi
Okskaibaz^In
Karbamazepin
F^wbaibital
Menurunkan kadar metabolit IBmonol^ksl
Menuninkan kadar metabofitlBmonohidroksi
Menurunkan kadar metabolit Kknonohidroksi
FeBramat
Menlngkatkan kadar PB
Fenitoin
Fenobaibttal(PB)
Asamvalproat
Menurunkan atau meningkatkan kadar PB
Menlngkatkan kadar PB
Karbamazepin
Menurunkan kadar PHT
Felbamat
Fenobarbital
Meningkatkan kad^PHT
Meningkatks) kadar PHT
Menunmkan atau meningkatkan kadar PHT
Asamvalproat
Vigabatrin
Menurunkan kadar total PHT
Menuninkan kadar PHT
Karbamazepin
Menunmkan kadar PRM
Fenitoin
Menunmkan kadar PRM
Asamvalproat
Meningkatkan kadar PB
Meningkatkan kadar PRM
Meningkatkan kadar PB
Fenitoin
Fenitoln(PHT
Meihsuksindd
PffmI(ton(PRIIi)
Meningkatkan kadar PB
Tiagabin(T6B)
Menunmkan kadar TGB
Menurunkan kadar TGB
Karbamazepin
Fenitoin
51
Tabel 3(lanjutan..)
Obat A
ObatB
TeplRni<t(TPM)
AsainVUpnNtt(Vm)
interaksi yang terjadi
Kaibamazepin
Meflurunkan kadarTPM
Fenibxn
Menuninkan kadarTPM
Asamvalproat
Menutunkan kadarTPM
Katbamazepki
Lamotrigin
Menunadon kadar VRAitadkit)
Menurunkan kadar VPA
FenobaiUal
Menurunkan kadar VPA
Menurunkan kadarVRA
Menunmkan kadar VPA
Pilmidon
Fenitob)
Kaibainazepin
ZenlttmM
Menutunkan kadar Zbnisamid
Menurunkan kadarZonisandd
Menurunkan kadarZocdsamid
FenM)
Fenobaiticlal
Tabel 4. interaksi OAE dengan Obat lain ^
OAE
Dfpengaruhi oMi
Kasiltnterakii
Katbamazepin Sknefidki
Kadar katbamazepin naik
Erflromisin
Kadar katbamazepin naik
FknkseSn
Kadar katbamazepin nalk
Isoniazid
Kadar katbamazepin naik
PrmuTJraffjijL
nopofcsnon
Kadar katbamazepin naik
Okskarbazeptn
Fenobarixtal
Fenitoki
Asetazoiamid
Kadar fenobarbital naik
AmiodarDn
Kadar fetiitoin naik
Antaskta
AbsorpsifiBnitokituns)
Simelk£n
Kadar fsnitonnaac
Bwpengaivh pada
Hasil Interaksi
Kontrasep^oial{paKB) KhasiatpaKB berkurang
DoksisikGn
Kadar doksisi&i turun
Teoflb)
Kadar teoSn lurun
Warfarin
Kadar warfarin turun
Kontrasepsioral{piIKB) Khasiat pa KB berkurang
Kontrasepsi oral(pa KB) Khasiat pa KB berkurang
Kontaseps>oral(paKB) Khasiat pi KB berkurang
BUudraksOajmatin
EfakantOoagulasi
berkurang
Kloramfenikol Kadar fenitoinnaac
AsamFolat
Oisidfiram
Kukndin
Kadar kuinidin tunm
Vitamin D
Kadar vitamei D tunm
Kadar(enitoin naik
Etanoliakut) Kadar(enitoin naik
Rukonazol
Kadar fenitoin naik
iMoiazid
Kadar fenitan naik
Propoksffen
Kadar fsnibiin naik
Warfarin
Menkigkalkanmaupun
Kadar asam folat turun
menurunkan INR
Etanol(bDois) Kadar fenitoinlurun
Prfmklon
tsoniazM
MetaboGsmeptimidonturun Klofpnxnazin
Kadar kkxpromazin turun
Naoifinamid
MetaboGsme prinddon turun Koilikostereid
Kadar kortikosteroid turun
Kuinidin
52
Kadar kuinidin tuun
Tabel 4(lanjutan..)
OAE
DtpensvuhioMi
Betpenganth pada
Ktsillntanlol
Hasillnteraksi
TrisadSc
Kadar trisildkturun
Furosemid
Kepekaan gli^ teitiadap
betiturang
ftirosendd
KontrasepsioralOxIKB) KhastatpiKBI)etiairang
Topiiamat
AsanVttpnat SimeOifin
Kadarasamvalproatnak
Gotongan SafisSal Kadar asam valproat
tieiiastneninglcat
3.4 HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Penggantian Obat
Penggantian obat anti epilepsi (OAE)
dilakukan secara bertahap. OAE baru dimulai
pada dosis efektif minimal ditingkatkan secara
bertahap, kemudian OAE lama diturunkan
juga secara bertahap. Selama masa peralihan
pasien harus diperingatkan tentang
kemungkinan terjadinya bangkitan atau reaksl
obat yang tidak diinginkan.
2. Konversi Dosis
Ada dua obat yang harus diperhatikan konversi
dosisnya, yaitu;
a. AsamValproat
• Konversi dari sediaan oral (kapsul dan
sirup) ke sediaan injeksi:
Bila mengganti dari sediaan oral, (i) total
dosis valproat dalam sediaan injeksi harus
sama dengan total dosis sehari sediaan
oral,(ii) pertimbangan kadar natrium dalam
sediaan. Bentuk sediaan injeksi adalah
bentuk garam natrium sedangkan sediaan
53
oral ada yang berbentuk asam atau bentuk
garam natrium.
Monitor kejadian efek samping secara
ketat pada pasien yang menerima dosis
mendekati maksimal. Dosis yang
direkomendasikan: Dewasa 15-45 mg/kg
BB/hari; Anak: 5-60 mg/kg BB/hari. Dosis
maksimum: 250 mg/hari, diberikan dalam
2-4 dosis terbagi.
• Konversi dari sediaan biasa ke sediaan
lepas lambat {extended release/delayed
releaselsprinkle capsule):
Pemberian sediaan lepas lambat sekali
sehari pada orang dengan gangguan
epilepsi dewasa dan anak = 10 tahun,
yang sebelumnya menerima sediaan
biasa, dosisnya harus 8-20% lebih tinggi
dari total dosis sehari sediaan biasa.
Penggantian bentuk sediaan harus
dilakukan secara bertahap dengan cara
meningkatkan total dosis sehari sediaan
biasa ke dosis berikutnya yang lebih tinggi
sebelum konversi ke total dosis sehari
sediaan lepas lambat yang sesuai.
b. Karbamazepin
• Konversi dari sediaan biasa (tablet) ke
sediaan lepas lambat {controlled release):
Frekuensi pemberian tablet karbamazepin
lepas lambat adalah untuk 2x sehari. Total
dosis sehari sediaan lepas lambat sama
54
dengan total dosis sehari sediaan tablet
biasa. Tablet kunyah lepas lambat tidak
boleh digerus. Periksa keretakan tablet
lepas lambat,jangan mengkonsumsl tablet
yang telah rusak.
Konversi dari tablet biasa ke suspensi;
Total dosis sehari sediaan tablet biasa
sama dengan total dosis sehari sediaan
suspensi. Frekuensi pemberian sediaan
tablet 2x1 sehari sedangkan frekuensi
sediaan suspensi 3x1 sehari.
3. Penghentlan Terapl
Epilepsi pada umumnya minum OAE seumur
hidup. Pasien dapat berhenti minum OAE apabila
memenuhi salah satu atau semua kriteria berikut
ini. Empat kriteria yang harus dipertimbangkan
untuk penghentian terapi:
1. tidak ada bangkitan selama 2-5 tahun terakhir
2. pemeriksaan neurologi normal
3. intelegensi normal
4. EEG normal selama terapi
Individu pasien yang mempunyai salah satu
atau semua kriteria diatas akan mempunyai
kemungkinan kesempatan untuk bebas
kambuhan sesudah obat dihentikan. Untuk
penghentian obat dilakukan secara perlahan
biasanya dengan penurunan dosis secara
bertahap selama paling tidak 3 bulan. Keputusan
55
penghentian terapi hams dikonsuttasikan kepada
dokter.
3.5 ASPEK TOKSIKOLOGI OBAT ANTIEPILEPSI
(OAE)
1. Teratogenesitas
Aspek ini mempakan kontroverslal karena baik
epilepsi dan obat anti epilepsi bersifat heterogen
dan sedikit sekali pasien epilepsi yang dapat
diamati yang tidak mendapatkan obat-obatan
tersebut. Selanjutnya pasien dengan epilepsi
berat, yang mempunyai faktor-faktor genetik
bukan faktor obat, lebih banyak mendapatkan
maiformasi fetal, sering mendapatkan berbagai
anti epilepsi dosis tinggi. Meskipun dalam batas-
batas demikian, kelihatannya apapun
penyebabnya anak-anak yang lahir pada ibuibu yang menggunakan anti epilepsi risiko
kelainan cacat kongenital meningkat barangkali
dua kali lipat. Fenitoin dikatakan penyebab
sindrom spesifik yang disebut sindrom fetal
hidantoin. Valproat, dan karbamazepin juga
dapat menyebabkan maiformasi yaitu spina
bifida dan hipospadi. Diperkirakan seorang
wanita hamil yang menggunakan asam valproat
atau natrium valproat mempunyai1-2 % risiko
mendapat spina vipida (valproate, 1983).
Kejadian maiformasi tersebut dapat dicegah
dengan penggunaan asam folat 0,4-5 mg per
hari.
Dalam menghadapi masalah kllinik wanita hamil
56
dengan epilepsi, sebagian besar ahli epilepsi
sepakat bahwa hal penting untuk meminimalkan
paparan pada obat anti epilepsi, balk jumiah
ataupun dosisnya, dan tidak membiarkan kejang
matemai tanpa diperiksa.
2. Putus Obat(withdrawal)
Penghentian obat anti epilepsi, apakah sesuai
dengan poia yang ditetapkan, dapat
menyebabkan peningkatan kejang balk frekuensi
maupun kehebatannya. Ada 2faktor yang perlu
dipertimbangkan; pengaruh putus obat itu sendiri
dan kebutuhan perpanjangan obat-obat penekan
kejang. Beberapa obat iebih mudah dihentikan
dari yang lain. Umumnya penghentian obat-obat
anti-absence iebih mudah daripada obat-obat
untuk kejang parsial atau kejang tonik-klonik
umum. Barbiturat dan benzodiazepin paling suiit
untuk dihentikan;periu beberapa minggu atau
buian, dengan penurunan dosis bertahap untuk
mencapai hiiangnya obat-obatan tersebut
terutama pada pasien rawat jalan.
Karena epilepsi bersifat heterogen, pertimbangan
untuk menghentikan obat-obat anti epilepsi
benar-benar merupakan masaiah yang rumit.
Jika seorang pasien yang bebas kejang dalam
3 atau 4 tahun, penghentian bertahap periu
dipikirkan.
3. Takar Lanjak (overdosis)
Obat anti epilepsi merupakan depresan SSP
yang nyata atau kuat tetapi menimbuikan
57
kematian. Diperlukan kadar darah yang tinggi
sebelum takar lanjak dapat dikatakan
membahayakan jlwa. Efek takar lanjak yang
paling berbahaya adalah depresi pernapasan,
yang dapat diperkuat oleh obat-obat lain, seperti
alkohol. Pengobatan takar lanjak anti epilepsi
bersifat suportif; perangsang jangan digunakan.
Usaha mempercepat pengeluaran obat anti
epilepsi seperti alkalinisasi urin, biasanya tidak
berhasil. Dialisis lipid juga sudah dicoba, tetapi
data yang ada sangat kurang untuk menilai
efikasinya.
3.6 MONITORING DAN EVALUASI HASIL TERAPI
1. Tipe dan jumlah bangkitan
Tim medis perlu mengedukasi pasien untuk
memantau efektivltas dan ROTD DAE. Pasien
diminta mencatat beberapa hal dalam buku
kesehatannya, antara lain: (i)jenis bangkitan,
(ii) lama/waktu terjadinya bangkitan, (iii)jumlah
bangkitan, dan (iv) pemicu/pencetus bangkitan.
2. Konsentrasi obat dalam plasma
Monitoring konsentrasi kadar obat dalam plasma
sangat membantu dalam individualisasi dan
pengaturan dosis, kepatuhan penggunaan obat,
doksisitas, kemungkinan terjadinya interaksi
obat, kegagalan terapi. perhatikan tabel 1.
Pengambilan sampel minimal dilakukan sebelum
dan sesudah perubahan dosis. Waktu
pengambilan sampel umumnya dilakukan segera
58
sebelum dosis berikutnya setelah OAE diminum
selama 5 kali waktu paruh untuk mengetahui
kadar tunak dalam plasma, kecuali pada kasus
yang dicurlgai menimbulkan toksisitas maka
pengambilan sampel langsung dilakukan pada
saat itu.
3. Kondisi komorbid (penyakit penyerta)
Munculnya gejala bam yang menyertai selama
terapi
4. Adaptasi sosial
Pasien epilepsi mampu melakukan aktifltas
sehari-hari misalnya olahraga ataupun
bersosialisasi walaupun maslh diperlukan
pendamplngan untuk kasus tertentu. Pilihan
jenis olah raga yang sesuai untuk pasien epilepsi
adalah;
• Olah raga yang dilakukan di lapangan/
gedung olah raga
• Olah raga yang dilakukan di jalan umum
(balap, lari maraton dll).
• Pilihan jenis olah raga yang sebaiknya
dihindari atau yang memerlukan pengawasan
khusus, antara lain:(i) olah raga di ketinggian
(naik gunung, panjat tebing dll), (ii) renang
5. Munculnya ROTD
Identifikasi munculnya ROTD balk yang akut
maupun kronik seperti yang tertera pada
tabel 1
59
6. Kepatuhan berobat
Dihitung jumlah obat sisa, jadwal kunjungan,
waktu minumnya, dosis, jumlah obat yang
diminum, konsistensi nama obat
7. Toksisitas
Identifikasl munculnya toksisitas seperti yang
tertera pada tabel 1. jika perlu lakukan TDM
3.7 TERAPI STATUS EPILEPTIKUS
Sasaran terapi status epileptikus adalah penghentian
aktifitas bangkitan baik kiinis maupun subklinis dan
poncegahan bangkitan selanjutnya. Secara umum
pendekatan awal adalah;
1. Memindahkan pasien dari lingkungan berbahaya
dan memastikan jalan nafas terbebas dari
hambatan untuk mencegah terjadinya kolaps
atau aspirasi, cukup oksigenasi, fungsi
kardiorespirasi dan penatalaksanaan komplikasi
sistemik.
2. Ketepatan diagnosis dan sub tipe, identifikasi
faktor presipitasi.
3. Penghentian bangkitan secepat mungkin baik
kiinis maupun elektrik (EEG).
4. Pencegahan bangkitan terulang.
OAE pilihan utama status epileptikus adalah
benzodiazepin yang diberikan secara i.v. bila tidak
memungkinkan dapat diberikan melalui i.m., rectal,
buccal, atau endotracheal. Identifikasi penyebab
60
status epileptikus dilakukan segera setelah bangkitan
berhenti.
Bila bangkitan tidak berhenti dalam 30 menit, atau
tonik-kionik tidak berhenti secara otomatis maka
penatalaksanaan status epileptikus mengikuti
aigoritma dibawah ini.
Tabel 5.Aigoritma Status Epileptikus pada Pasien Dewasa
Waktu
Pengobatan
Peniiaian/Pengawasan
(menit)
Tanda-tanda vital(HR,RR,BP,T) Menstabilkan udara(intubate
jika dipertukan)
menafsir anis udara
Monitor fungsi jantung(EEG) Mengatur oksigen
Aman melaiui iv dan dimulai
Cek gula darah
dengan memberikan cairan
Cek tes iatmratorium:
Thiamind(lOOmg)•Glukosa
Hitung sel darah lengkap
(50 ml dari 50% lanitan )]ika
Serum kimia
teijadi hipoglikemia
Tes Fungsi Hati
Gas darah arteri
Biakan darah
Serum tingkat antikonvulsan
0-10
Obat / Alkohol dalam urin
Tanda-tanda vital
Latihan Fisik
Sejarah pasien termasuk
pengot>atan
(Resep,OTC,dan hert)al)
Lorazepam 0,1 mg/kg
(maksimal 4 mg)IVP dl 2
nog/menit(bisa diulang dalam
10-15 menit hingga maksimal
8 mg jika tidak ada respon.
Jika tidak melaiui iv(dapat
diberikan: Diazepam 10 mg PR
bisa diulang dalam 10 menit
jika tidak ada respon;
midazolam 0.2 mg/kg HM
(dapat diulang dalam 10 menit
jika tidak ada respon
10-30
Tanda-tanda Vital
Meninjau hasil iat)oratorium dan Fenitoin 15-20 mg/kg iv pada
kecepadan 50 mg/menit( atau
periksa beberapa hal
ketidaknormalan Dengan CT
fosfenitoin 15-20 nog PE^ Iv
scan (Jika bangkitan dikontrot) pada kecepatan maksimum
150mg/menit
Jika tidak melaiui Iv. dapat
dit)enkan fosfenitoin melaiui IM
Pengobatan untuk
kemungkinan tetjadi injeksi
61
Waktu
Penilaian/Pengawasan
Pengobatan
Tanda-tanda vital
Jika bangkitan berlanjut:
(menit)
30-60
Menanyakan
Tambahkan pil fenitoin 5-10
Ahii saraf/ Ahli epilepsi
mg/kg (atau fosfe.i4/in 5-10
Mempertimbangkan hak untuk me PE/kg)atau mulai dengan
Lebih dari
60 status
epilepsi
yang
sukar
disembuh
kan
ke ICU mempertimtiangkan
fenobarbital 20 mg/kg iv dalam
EEG
kecepatan maisi-eM 1 0
mg/menit
Jika bangkitan beiianjut:
Ulangi dengan pil fenobarbital
Mendapatkan EEG
10 mg/kg hingga bangkitan
Mempertimbangkan MRI keta'ka berhenti atau sodium valproat
diperiksa.
20 mg/kg pada kecepatan
maksimal & mg/kg per menit
diikuti dengan 1-4 mg/kg per
Tanda-tanda vital
Kirim ke ICU
jam 01 atau pil midazolam 2
mg/kg diikuti dengan 0.05-2
mg-kg per jam 01, atau pil
propofol 1 mg/kg diikuti
dengan 2-15 mg/kg perjam 01.
atau pil pentobarbital 10-15
mg/kg setelah 1-2jam diikuti
dengan 0.5-4 mg/kg per jam;
Mempertimbangkan Intubation
dan atau memberikan
dukungan jika diperlukan.
Ket: BP. blood pressure;01. conpinuous infusion;01.computed tomography;
EOG,eldctrocardiogram. EEG. electroejcephalogra'hy; HR. heart rate; lOU.
intensive care unit; IV. intravenous; IVP. intravenous push; OTO.over the
counter; MRI. magnetic resonance imaging; PE. phenytoin equivalents; PR.
per rectum; RR.respiratory rate; T. temperature.
62
Tabel 6. Penggunaan Obat pada Status Epileptikus Pediatri
Obat
Dosia
Keterangan
Diazepam (Injeksi
vaiiuffl, gel diastat
untuk rectal)
IV: 0,2-0,3 mg/l^ diatas 2-5
menit
Dcsis maksimum untuk anak kursng
dari 5 th:5 mg
PR:2-5tahun:0,Smg/kg
0-11 tahun:0,3 mg/kg
Dosis maksimum untidt anak-anak
lebih dari 5 th: 15 mg
diatas 12 tahun:0,2
mg/kg
Jika diperiukan dosis rektal kedua
dapat diberikan 4-12jam sesudah
d(^ pertama
Lorazepam (Ativan)
Midazolam (Versed)
Fenitoin (Dilantin)
0,05-0,1 mg/kg IV tet^ dart
JSrn diperiukan pengulangan dosis
2-4 m^
boleh 3kail dalm 10-15 menit
0,2 mg/kg IV bolus dilkuti
dengan inlus 0,05-0,6 mg/kg
per Jam
intranasal, buccal,atau
Dosis bolus dapatjuga diberikan
intramuscular
15-20 mg/kg IV pada
kecepatan mak^mal 1-3
mg/kg per menit
Fosfienitoin (Cetebyx) 15-20 mg PE/kg IV pada
kecepatan maksimal 3 mg/kg
per menit
Dosis dapat diberikan
intramuscular
(Luminal)
15-20 mg/kg IV pada
kecepatan maksimallOO
mg//nenit
Efek samping kardiovaskular lebih
rendah daripada agen lain.
Natrium Va^roat
(Depakon)
15-20 mg/)^ IV pada 1,5-3
mg per menit
Tldak direkomendasikan karena
Fenobarfaital
mem^ efek yang tidak diinginkan
(e.g., rhabdomyolysis)
Propovol(Diprivan)
Pentot>art>ital
(Nemliutal)
10-15 mg/kg IV1-2jam
disertal dengan pemberian
infus Imo/kQ per iam
iV,intravefia; PR,perreMal
63
Trtrasi dengan EEG
BAB IV
EPILEPSI PADA KONDISI KHUSUS'
4.1. EPILEPSI PADAPEREMPUAN
Frekuensi dan keparahan eptlepsi dapat mengalami
perubahan pada masa pubertas, mensturasi,
kehamilan dan menopause. Dalam hal ini faktor
hormonal dilaporkan berperanan penting. Estrogen
mempunyai efek epileptogenik ringan, sedangkan
progesteron merupakan anti-epileptogenik lemah.
Berbagai perubahan fislologis pada perempuan
dengan gangguan epilepsi terjadi pada (i) masa
pubertas, (ii) mensturasi (epilepsi katamenial), (iii)
kehamilan,(iv) persaiinan,(v) masa menyusui,(vi)
masa menopause. Penggunaan kontraseptif oral
maupun suntikan, dan terapi sulih hormon/ hoiwon
replacement therapy(HRT).
1. Epilepsi pada masa pubertas
Selama masa pubertas, produksi hormon estrogen
dan progesteron jauh lebih banyak dibanding
masa kanak-kanak. Umumnya frekuensi
bangkitan epilepsi tidak mengalami perubahan,
tetapi sebagian besar pasien epilepsi parsial
mengalami peningkatan frekuensi bangkitan di
sekitar waktu menstruasi.
Penggunaan asam valproat pada masa
pubertas harus diwaspadai karena berisiko
64
terjadinya sindroma ovarium polikistik. Sindrom
ini mempunyai ciri-ciri hirsutisme, anovulasi kronis,
amenorea, oligomenorea, pendarahan uterus
disfungsional, infertilltasj obesitas,
hiperinsulinemia, dan resistensi terhadap insulin.
2. Epiiepsi yang berkaitan dengan mensturasi
(epilepsi katamenial)
Epiiepsi katamenial adalah bangkitan epilepsi
yang terjadi pada saat ovulasi, selama masa
mensturasi, beberapa hari menjelang atau
sesudah mensturasi. Bangkitan pada epilepsi
katamenial lebih sering terjadi pada jenis parsial
kompleks, baik yang idiopatik maupun simtomatik.
Fluktuasi kadar estrogen, dan progesteron
berperan besar pada perubahan ambang
bangkitan epilepsi. Adanya perubahan rasio
terutama peningkatan rasio estrogen terhadap
progesteron (E/P) dapat mengubah frekuensi
bangkitan. Penurunan kadar progesteron dalam
serum sebelum haid dan perubahan
keseimbangan cairan membuat perempuan
rentan terhadap epilepsi. Diagnosis epilepsi
katamenial berdasarkan pada catatan harian,
berupa informasi yang lengkap tentang pola
menstruasi, peningkatan frekuensi dan lamanya
bangkitan epilepsi saat menjelang, selama, dan
sesudah menstruasi.
Terapi epilepsi katamenial:
a. Tambahan OAE yang bekerja cepat, dengan
dosis penuh secara intermiten di luar OAE
65
yang biasa digunakan. Pemberian obat ini
dilakukan beberapa haii sebelum dan sesudah
mensturasi.
b. Kiobazam atau klonazepam dapat digunakan
sebagai pilihan terapi. Kiobazam dapat
diberikan 20-30 mg/hari dalam 2-4 hari
sebelumnya.
Obat lain dl iuar CAE yang dapat diberikan
sebagai obat tambahan adalah asetazoiamid 8
- 30 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi, yang
diberikan 5-10 hari sebelum dan sesudah
menstruasi. Dosis maksimal asetazoiamid: 375
-1000 mg/hari. Jika diberikan dalam bentuk
kombinasi dengan obat anti konvuisi yang lain,
dosis yang diberikan sekali sehari 250 mg.
3. Epilepsi pada kehamlian
Pedoman tatalaksana epilepsi pada kehamilan
a. Sebelum hamil: Strong Evidence (Class I)
• Terapi yang optimal dengan dosis serendah
mungkin hams diberikan sebelum konsepsi.
Bila memungkinkan perubahan terapi CAE
yang mempunyai efek teratogenik minimal
dilakukan sekurang-kurangnya 6 bulan
sebelum konsepsi. Pilihan CAE selama
kehamilan, antara lain: lamotrigin, vigabatrin,
levetirasetam, topiramat, tiagabin.
• Diberikan asam folat (1-4 mg/hari)
66
selama masa reproduksi dan dilanjutkan
selama kehamilan.
b. Saat hamil: Strong Evidence(Class0
m Jenis OAE jangan diganti bila tujuannya
hanya untuk mengurangi risiko teratogenik.
• Pada pasien yang menggunakan
karbamazepin, natrium divalproat atau
asam vaiproat perlu dilakukan: (i)
Pemeriksaan kadar alpha-fetiprotein dalam
plasma (minggu 14-16 kehamilan), (ii)
Pemeriksaan ultrasonografi level II
(struktural)(minggu 16-20 kehamilan), p)
Amnionsintesis untuk pemeriksaan kadar
alpha-fetoprotein dan asetiikolinesterase
dalam'cairan amnion.
c. Saat hamil: Weaker Evidence(Class III)
• Dilakukan pemantauan kadar OAE
yang tidak terikat protein. Untuk pasien
yang stabii, kadar obat diperiksa sebelum
konsepsi, dan setiap bulan selama
hamil. Penyesuaian dosis dilakukan
berdasarkan konsentrasi OAE dalam
plasma. Juga dapat dipantau bila
ada indikasi (misalnya setelah bangkitan
atau bila ragu dengan kepatuhan minum
obat).
• Diberikan vitamin KID mg/hari per oral
dalam bulan terakhir (mulai bulan
67
kedelapan)untuk mencegah risiko perdarahan
neonatal pada penggunaan OAE yang bersifat
penginduksi enzim, misalnya karbamazepin,
fenitoln, fenobarbital.
d. Setelah kehamilan/ persallnan: Strong evidence
(Class I)
• AS! tetap diberikan
• DIperhatlkan apakah ada kesulitan
minum dan efek sedasi pada bayi,terutama
pada penggunaan benzodlazepin
(diazepam, lorazepam), karbamazepin,
fenobarbital.
e. Setelah kehamilan: Weaker Evidence (Class
III)
• Kadar OAE dipantau sampai minggu 8
pasca persalinan, terutama bila dosis OAE
dinaikkan selama kehamilan untuk
menghindari toksisitas.
4. Epilepsi pada persalinan
a. Persalinan harus dilakukan di klinik atau
rumah sakit dengan fasilitas untuk perawatan
epilepsi dan unit perawatan intensif untuk
neonatus
b. Persalinan dapat dilakukan secara normal/
per vagina
0. Selama persalinan, OAE harus tetap
68
diberikan, apabila perlu pasien dapat diberikan
dosis tambahan dan atau obat parenteral
terutama apabila terjadi partus lama.
d. Terapi kejang saat melahirkan sebaiknya
menggunakan lorazepam, diazepam
atau fenitoin intravena.Aturan pemberian dosis
sebagai beiikut:(i)dosis lorazepam 0,07 mg/kg
BB,jika perlu dapat diulangi setelah 10 menit,
atau (ii) kombinasi dosis tunggal diazepam
10 mg i.v dan fenitoin 15-20 mg/kg BB diikuti
dosis fenitoin 8 mg/kg BB/hari dalam
dosis terbagi 2 secara intravena atau
oral. Pernah dilaporkan dalam satu kasus
pemakaian premedikasi fenitoin dengan dosis
100 mg i.v.
e. Vit K 1 mg i.m diberikan pada neonatus saat
dilahirkan oleh ibu yang menggunakan OAE
penginduksi enzim untuk mengurangi risiko
terjadinya pendarahan. Pemberian ulangan
vit K 2 mg oral pada neonatus dilakukan
pada akhir minggu pertama, dan akhir minggu
ke-4.
5. Epilepsi pada masa menyusui
Urutan ratio ikatan obat protein dari yang
paling besar adalah: asam valproat(90-95%)fenitoin (90%) - karbamazepin (40-90%) fenobarbital (50%)- lamotrigin (40-50%) topiramat (15%) - levetirasetam (<10%) gabapentin (0%). Ratio ikatan obat protein
69
yang tinggi menyebabkan kadar OAE dalam
plasma rendah sehingga kadar OAE dalam ASI
juga rendah.
6. Epilepsi pada menopause
OAE penginduksi enzim sitokrom P450
(fenobarbital, fenitoin, karbamazepin) umumnya
masih digunakan pada perempuan menopause,
namun dapat mempengaruhl metabollsme
kalslum dan menekan sintesis vitamin D aktif
dalam tubuh sehingga akan meningkatkan risiko
gangguan pada tulang seperti osteoporosis,
osteopeni, osteomalasia dan fraktur. Saat ini
sudah tersedia OAE yang bukan penginduksi
enzim, misalnya benzodiazepin, gabapentin,
felbamat, topiramat.
7. OAE pada penggunaan kontrasepsi oral dan
suntlkan
OAE penginduksi enzim sitokrom P450, seperti
karbamazepin, fenitoin, fenobarbital dapat
menurunkan efektivitas kontrasepsi oral. Oleh
karena itu diperlukan (i) konsentrasi kontrasepsi
oral yang lebih tinggi, yaitu sediaan yang
mengandung 50 mikrogram etinilestradiol atau
menggunakan OAE alternatif, misalnya
benzodiazepin, dan gabapentin atau
menggunakan metoda kontrasepsi alternatif
(nonhormbnal); (ii) dan interval pemberian
suntikan (progesteron sintetik) dianjurkan lebih
pendek, yaitu diulangi setiap 10 minggu dari yang
biasanya setiap 12 minggu. Penggunaan
70
kontrasepsi suntikan (sediaan Depo)dilaporkan
dapat mengurangi bangkitan, terutama pada
perempuan dengan bangkitan katamenial(masa
menstruasi).
Tabel 7. Interaksi OAE dan pil KB
OAE yang dapat mengurangi
efektivitas kontrasepsi oral
OAE yang tidak mengurangi
efektivitas kontrasepsi oral
Obat yang menginduksi
• Pirimidon
enzim:
•
•
•
•
•
•
• Karbamazepin
• Okskarbazepin
• Fenobarbital
• Fenitoin
Valproat
Gabapentin
Lamotrigin
Sodium valproat
Tiagabin
Vigabatrin
• Levetirasetam
8. Epilepsi pada penggunaan Terapi Sulih
Hormon(Hormon replacement therapy, HRT)
Pada masa menopause terjadi penurunan
hormon estrogen dan progesteron. Beberapa
efek pasca menopause dapat dikurangi
dengan pemberian terapi sulih hormon. Terapi
sulih hormon dapat berupa estrogen
atau sebaiknya dikombinasi dengan
progesteron. Penggunaan OAE penginduksi
enzim dapat mempengaruhi kadar hormon
sehingga dibutuhkan dosis hormonal yang
lebih besar. Selain penggunaan terapi
sulih hormon, orang yang menderita gangguan
epilepsi dianjurkan untuk mengkonsumsi
vitamin D dan suplemen kalsium, olah raga,
menghindari alkohol dan rokok sehingga dapat
71
meminimalkan kehllangan massa tulang
(osteopeni) dan osteoporosis.
9. Efek samping kosmetik
Efek OAE panting pada perempuan. Fenitoin
dapat menimbuikan hirsutism dan hiperplasia
ginggiva. Valproat dapat merontokkan rambut.
Peningkatan berat badan dapat disebabkan oleh
vaiproat, pregabalin, gabapentin dan
karbamazepin. Fenobarbital dan fenitoin berefek
pada jaringan ikat wajah dan menjadikan tampiian
wajah menjadi kasar.
4.2. EPILEPSI PADAANAK
Pada sekitar 5 % anak mengalami kejang demam
pada umur sekitar 6 bulan-6 tahun. Kejang demam
tidak termasuk dalam kategori epilepsi. Tipe
bangkitannya simpel, teijadi pada bangkitan yang
disertai demam lebih dari 38°C, dan lama bangkitan
berakhir kurang dari 15 menit,tanpa gambaran fokal
(rekaman EEG normal), status neurologinya normal
atau tidak normal. Anak dengan riwayat kejang
deman berisiko mengalami bangkitan tanpa demam
2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan populasi
umum.(koda kimbie hal 53.4)
Pada anak perubahan perkembangan cepat tetjadi
dan kecepatan metabolisme anak lebih besar
daripada orang dewasa.Terapi pada anak ditekankan
untuk mengendalikan bangkitan secepat mungkin
untuk menghindari gangguan perkembangan otak
dan kognitif. Dosis obat ditingkatkan cepat dan
perubahan frekuensi pada regimen dimaksimalkan
72
untuk pengendalian bangkitan (terapi agresif). Karena
kecepatan metabolisme OAE anak tinggi maka dosis
OAE dalam mg/kg BB biasanya lebih tinggi
dibandingkan dosis OAE orang dewasa. Monitoring
konsentrasi obat dalam plasma dilakukan secara
ekstensif untuk memperoleh pengobatan yang
adekuat.
Drang tua sangat berperan dalam proses terapi baik
dalam hal kepatuhan minum obat maupun aspek
psikososial.
4.3. EPILEPSI PADA LANJUT USIA
Kasus epilepsi pada lanjut usia terjadi sekitar 1,01,5% dari populasi usia lanjut, prevalensi dan
insidensinya meningkat seiring dengan pertambahan
umur.
1. Etiologi
Faktor yang mendasari epilepsi pada lanjut usia
(lansia) adalah sebagai berikut (sesuai dengan
tingkat frekuensinya):
a. Penyakit serebrovaskuler (tersaring)
b. Penyakit neurodegeneratif(demensia vaskuler
dan non-vaskuler, penyakit Alzheimer' dan
angipati amilod)
c. Gangguan neoplastik seperti glioma,
meningioma dan metastatis; kejang biasanya
berbentuk fokal dan sering tanpa tanda gejala
neurologik lain
d. Ganguan metabolik (gangguan jantung,
73
gangguan ginjal, hipotiroidisme, hipoglikemi,
gangguan elektolit)
e. Trauma kepala sering menyebabkan terjadinya
epilepsi pascatrauma; hematomsubdural
merupakan sebab tersering.
f. Alcohol withdrawal
g. Drug-induced seizure pada lansia yang minum
lebih dari satu jenis obat, obat berdosis tinggi
dan penyakit yang menyertai
h. EnsefalopatI
1. Infeksi misalnya vaskulitis serebral
label 8. Perbedaan karakteristik antara epilepsi pada
lansia dan epilepsi pada usia muda
Karakteristika
Jenis kejang
Tipe kejang
tersering
Epilepsi pada
Epilepsi pada usia
lansia
muda
Sedikit(3jenis)
Banyak
Parsial kompleks Kejang umum tonikklonik
Frekuensi kejang
Sedikit
Banyak
Cepat pulih
Pasca
Kesadaran lama
kebangkitan
puiih
Potensial trauma
Tinggi
Rendah
Respon Terhadap
Umumnya jelek
Umumnya bagus
Umumnya jelek
Umumnya baik
Dosis obat
Umumnya rendah
Tinggi
Kecepatan Titrasi
Pelan
Cepat
OAE
Toleransi
terhadap OAE
OAE
74
2. Gejala epilepsi pada lansia
• Riwayat penyakit dan saksi mata merupakan
hal panting pada pemeriksaan
• Perhatikan bekas trauma seperti adanya lecet,
teriris atau terbakar
• Mungkin ada laporan keadaan wajah
yang pucat, sianosis, gerakan abnormal,
lidah tergigit, ngompol, gangguan kesadaran
atau gambaran pasca - bangkitan seperti;
bingung, sakit kepala, ngantuk atau
paresis Todd.
• Bangkitan pada lansia sering diawall
dengan bangkitan parslal yang kemudlan
berkembang menjadi bangkitan umum
sekunder.
3. Diagnosis banding
a. BIdang neurologi: transient ischaemic attack,
transient giobai amnesia, migren, narkoiepsi,
restiess iegs syndrome
b. BIdang kardlovaskuler: sinkope vasovagal,
hipotensi ortostatik, cardiac arrthythmla,
penyakit jantung struktural, sindrom sinus
karotlkus
c. BIdang endokrin/ metabollk: hipogllkemi,
hiponatremi dan hipokalemi
75
d. Bidang gangguan tidur; obstructive sleep
apnoea, rapid eye movement sleep disorder
4. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan dengan OAE adalah
untuk mengontrol bangkitan dengan
tetap mempertahankan kualitas hidup.
Bila mungkin, pengendalian bangkitan
harus dicapai dengan satu macam obat
dengan dosis efektif terendah. Penggantian
obat haruslah berdasarkan respon klinis
lebih diutamakan daripada pemeriksaan kadar
OAE dalam plasma. Semua OAE dapat
menyebabkan dose-dependent sedation
dan ganguan kognitif. Meskipun OAE yang
lebih baru yang secara teoritis mempunyai
keuntungan lebih daripada OAE standar,
harga
yang
mahal akan
membatasi
pemakaiannya. OAE pilihan utama untuk epilepsi
pada lansia antara lain termasuk karbamazepin,
asam valproat, okskarbazepin, gabapentin
dan lamotrigin.
Penatalaksanaan epilepsi pada lansia hendaknya
lebih berhati-hati mengingat pada lansia telah
terjadi penurunan fungsi organ tubuh dan
penurunan kecepatan metabolisms basal
sehingga sering terjadi penyakit lainnya secara
bersamaan dengan keluhan epilepsinya.
Dalam pemilihan obat pada epilepsi
76
lansia pertu diperhatikan beberapa hal sebagai
berikut:
a. Pemilihan obat berdasarkan jenis epiiepsinya.
b. Pada pasien iansia yang sering mengalami
kesuiitan menelan maka disarankan
pemakaian obat dalam bentuk sirup.
c. Pada lansia sering ditemukan gangguan fungsi
organ yang memerlukan terapi, sehingga
pemilihan OAE hendaknya dipilih yang tidak
berinteraksi dengan obat-obatan tersebut.
d. Pemberian OAE pada lansia kadang
memerlukan waktu lebih dari 3tahun bahkan
seumur hidup, karena epilepsi pada lansia
umumnya bersifat simtomatik.
77
Tabel 9. OAE yang direkomendasikan untuk lansia
Nama obat
Keuntungan
IndikasI
Toksisitas terkait dosis
Bangkitan
parslal
(sederhana
dan
kompieks), bangkitan
Ataksia
nistagmus, Diskrasia
darah,
ruam
kulit, Harga murah
bingung,
mengantuk, hepatotoksik,
Steven-Johnson
letargi, pandangan kabur
syndmme, neuropati limfedenopati,
pankreatitis,
osteomalasia,
osteoporosis, defisisensi folat
Idlosinkrasi
Kerugian
OAE lama
Fenitoin
umum
Asam valproat
00
Bangkitan
umum, Tremor, diare, mengantuk,
lena,
mioklonik, sedasi,
letargi, sedikit
parsial
(sederhana peningkatan enzim hati,
dan
kompieks, mual, muntah, ataksia
profilaksi
migren,
Pankreatitis,
trombositopeni,
Steven-Johnson
penambahan
osteoporosis
ruam
kulit, Spektrum
diskrasia
darah, luas
Syndrome,
berat
badan,
Interaksi
dengan
berbagai jenis
obat
dan
makanan
Interaksi obat
multipel,
ikatan protein
yang luas
mania
Karbamazepin
Bangkitan parsial
(sederhana dan
kompieks), umum,
neuralgia trigeminal
Diplopia dizziness, ataksia, Hiponatremi, gangguan konduksl
mengantuk, hiponatremi,
jantung, ruam bentuk morbili,
mual, nyeri kepala
agranulositosis,Steven-Jo/7/7son
Syndrome, gagal hati, serum
sickness, ostemalasia, osteoporosis
Bangkitan parsial
(sederhana dan
kompieks), umum,
neuralgia trigeminal
Dizziness, mual, muntah,
ataksia, diplopia, sedasi,
letargi, hiponatremia,
Sedasi dan
Interaksi obat
gangguan
multipel,
kognitif
ataksia
minimal
diplopia
Sedikit
Tak ada
OAE baru
Okskarbazepin
tremor
Hiponatremi, gangguan konduksi
jantung, ruam kulit
interaksi obat
Gabapentin
Bangkitan parsial
(sederhana dan
kompleks)
Leukopeni
Tak ada
Modilikasi
pandangan kabur, diplopia,
nistagmus, edema perifer,
tremor, mual. penambahan
gangguan
dosis pada
metabolisme
gangguan
hepar,
ginjal, dosis 3
berat badan
interaksi obat
kali sehari
Somnolen, lelah, ataksia,
dengan
antasida
Lamotrigin
Bangkitan parsial
(sederhana dan
Kompleks)
Dizziness,tremor, ataksia,
nyeri kepala, mengantuk,
pandangan kabur, mual,
muntah, insomnia,
Steven-johnson syndrome, anemia
aplastik,trombositopeni,ruam kulit,
penurunan t>erat badan, netropeni,
pansitopeni
Topiramat
Bangkitan parsial
(sederhana dan
Kompleks)
Sulit berpikir/konsentrasi,
gangguan memori,
bingung, Dizziness,
ataksia, gelisah, tremor,
lelah, depresi, dispepsi,
anoreksi, diplopia, sedasi,
letargi,, penurunan berat
Nefrolitiasis, parestesi, galukoma
sudut sempit
Interaksi
Dizziness, sedasi, letargi,
tremor, geliah, perubahan
emosi, bingung
Penurunan
hanya dengan
berat badan,
OAE
modifikasi
dosis bila
creatinine
cearance
kurang dari
badan
Bangkitan parsial
(sederhana dan
Kompleks)
Modifikasi
hanya dengan dosis pada
gangguan hat!
OAE
(terutama
(?)
valproat)
inkoordinasi
CO
Interaksi
60 ml/ menit
Ruam kulit, parestesi, kemungkinan
status epileptikus non-konvulsif
Tidak ada
Modifikasi
dosis pada
gangguan hati
BABV
PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN
KEFARMASIAN UNTUK ORANG DENGAN
GANGUAN EPILEPSI
Penggunaan obat pada orang dengan gangguan epilepsi
memerlukan waktu bertahun-tahun bahkan adakalanya
sampai seumur hidup. Dampaknya adalah kemungkinan
terjadinya efek samping dan ketidakpatuhan minum obat
yang semakin besar(60%). Monitoring efek samping,
dokumentasi rejimen, dokumentasi bangkltan sangatlah
diperlukan untuk evaluasi pencapalan tujuan terapl.
Untuk memperoleh Individual rejimen obat anti epilepsi
(OAE)yang tepat dimungklnkan adanya beberapa kali
perubahan memerlukan waktu dalam pemlllhan yang
tepat. Untuk mencapal kadar tunak dan menghlndarl
terjadinya efek samping memerlukan titrasi dosis
menlngkat {tapering up)sedangkan untuk penggantlan
maupun penghentlan OAE memerlukan tItrasI dosIs
menurun {tapering off) ataupun penyesualan dosls.
Kompleksltas rejimen epilepsi merupakan tantangan bagi
Dokter dan Apoteker dalam perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi untuk mencapal tujuan terapl.
Dalam upaya mencegah keblngungan, pengambllan
keputusan sendlrl oleh paslen, misalnya menghentlkan
mInum obat tiba-tlba atau menalkkan dosls, dan
waktu mInum obat yang tidak konslsten dan menlngkatnya
ketidakpatuhan, maka diperlukan pendekatan
khusus. Orang dengan gangguan epilepsi dlllbatkan
dalam proses pengobatan sehlngga mereka
80
memahami prosedur pengobatan dan berkomitmen untuk
tercapainya tujuan pengobatan yang optimal. Konseling
Apoteker kepada orang dengan gangguan epiiepsi dan
keluarga sangat mendukung tercapainya kepatuhan
pasien, terutama pada anak, ibu hamil, ibu menyusui
dan ibu dengan obat kontrasepsi.
Tujuan terapi utama adalah penghentian bangkitan dan
tidak ada efek samping atau efek samping yang minimal.
Pendampingan informasi obat oleh Apoteker kepada
dokter diperlukan karena (i)kompleksitas rejimen termasuk
pilihan OAE tunggal maupun kombinasi, (11) sifat
farmakokinetik obat yang sangat bervariasi,(ill) gambaran
efek samping, dan (iv) perubahan jenis epiiepsi yang
muncul, misalnya perubahan bangkitan parsial menjadi
bangkitan umum. Dengan demikian hubungan dan
keijasama antara dokter dan apoteker perlu dijalin dan
dibina secara profesional demi tercapainya keberhasilan
terapi.
Dalam penyiapan (preparing) obat diperlukan keahlian
khusus karena beberapa obat mempunyai sifat kelarutan
yang berbeda dalam pelarut tertentu, misalnya fenitoin
pada tabel berikut.
label 10. Sifat Kelarutan Fenitoin
Sediaan untuk nasogastrik
(NGT)
Sediaan injeksi
Kelarutan fenitoin rendah
Fenitoin daiam dosis terbagi.
sehlngga berlsiko timbui Nutrisi diberikan 1 jam sebeium
endapan. 100mg/2mL fenitoin atau 2 jam sesudah pemberian
diiarutkan daiam 50-100 mi NaCi karena absorpsi fenitoin di
untuk mencapai konsentrasi saiuran cema dipengaruhi oieh
nutrisi. Fenitoin juga diabsorpsi
lOmg/mi.
oieh pipa NGT.
Jlka konsentrasi ieblh pekat maka
dimungkinkan terjadi phlebitis
karena fenitoin bersifat vesikan.
81
Selama terapi obat, selain pengamatan respon klinis
diperlukan monitoring kadar obat dalam plasma untuk
memastikan bahwa kadar tunak OAE sudah berada
dalam rentang terapi, terutama pada kelompok anak
karena parameter farmakokinetikanya berbeda dibanding
orang dewasa.
Monitoring efektivitas terapi dan efek samping obat selain
gambaran EEG adalah pemeriksaan laboratorium
terutama kadar albumin, elektrolit(K, Na, Ca),fungsi
liver(SGOT/SGPT), dan fungsi ginjal (klirens kreatinin).
OAE dengan ikatan protein tinggi (>80%), misalnya
fenitoin, maka periu dilakukan pemeriksaan kadar albumin.
Pada kasus tertentu, orang dengan epilepsi memeriukan
pendamping {care giver) untuk meningkatkan kualitas
hidupnya. Edukasi yang sesuai harus mempertimbangkan
dinamika hubungan anggota keluarga dan sifat individu
penderita karena mempengaruhi kepatuhan minum obat
dan keberhasilan terapi. Kemungkinan kejadian
ketidakpatuhan terjadi pada:(i) orang yang terbiasa hidup
mandiri, ataupun (ii) orang yang sangat tergantung pada
orang lain.
Keberhasilan terapi(25-55%)sampai penghentian minimal
memeriukan 1-2 tahun dan kemungkinan relaps dalam
1-2 tahun (10% tanpa faktor risiko, 80% dengan faktor
risiko). Jika kejadian epilepsi berulang setelah penghentian
obat, maka individualisasi rejimen dilakukan kembali
untuk waktu yang sama seperti sebelumnya. Apoteker
perlu waspada terhadap persoalan kejadian epilepsi
berulang dan penderita mengalami depresi.
Masyarakat sering mempunyai persepsi keliru tentang
epilepsi, misalnya penyakit menular, kecacatan, sawan.
Hal ini berdampak pada gangguan hubungan
82
sosial penderita. Apoteker sebagal bagian dari tim
kesehatan diharapkan terllbat dalam edukasi gangguan
epilepsi (meliputi pengenalan penyakit, penataiaksanaan
dan keberhasilan terapi) kepada masyarakat. Edukasi
dapat dilakukan melalul Promos! Kesehatan Rumah Sakit
(PKRS), radio, media cetak maupun elektronik.
Dari berbagai paparan di atas, maka peran Apoteker
bag! orang dengan gangguan epilepsi antara lain ;
1. Konseling pasien dan keluarga
2. Edukasi kepada masyarakat
3. Pelayanan informasi obat bag! dokter khususnya dan
tenaga kesehatan lain
4. Monitoring pencapaian tujuan terapi
5. Monitoring efek samping Obat
6. Evaluasi penggunaan obat
7. Terlibat langsung dalam penataiaksanaan rejimen
obat
8. Dispensing sediaan steril dan iv admixture
9. Monitoring kadar CAE dalam plasma (TDM,
Therapeutic Drug Monitoring)
Agar pelaksanaan berbagai peran Apoteker kepada orang
dengan gangguan epilepsi maksimal maka diperlukan
pengetahuan dan ketrampilan sebagai berikut: (i) profil
penyakit epilepsi,(ii) komunikasi,(iii) pemberian informasi
obat,(iv) pemberian edukasi, dan (v) kemudahan akses
informasi klinis pasien (rekam medis, hasil lab, radiology,
hasil EEC dan Iain-Iain).
83
Konseling Apoteker kepada orang dengan gangguan
epilepsi dan keluarga
Merupakan salah satu bentuk komunikasi Apoteker
dengan pasien dan keluarga dalam rangka kepatuhan
pengobatan. Konseling dilakukan sesuai prosedur
konseling (lihat buku panduan konseling). Khususnya
epilepsi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
terutama saat melakukan penilaian sistematik untuk
mengetahui masalah terkait obat (DRP, drug related
problem) pasien dan kepatuhan, sbb :
1. Dilakukan sistematik penilaian (assessment)
tentang:
a. Karakteristik pasien:
Umur, BB
Riwayat alergi
Riwayat penyakit keluarga
Aktifitas harian : pekerjaan, olah raga
Persepsi tentang kesehatan dan epilepsi
Hamil/menyusui/pasca menopause
Penggunaan kontrasepsi/terapi suiih hormon
Penilaian kepatuhan
Hubungan anggota keluarga
Pembiayaan kesehatan
b. Karakteristik penyakit
• Keluhan utama yang dirasakan
84
• Riwayat bangkitan sekarang: tipe, frekuensi,
dan lama bangkitan
• Riwayat infeksi, trauma, penyakit lain
• Diagnosis yang ditegakkan dokter (fokal/ lokasi,
dan tipe bangkitan)
• Data pendukung: EEG, pemeriksan darah
lengkap, kadar albumin, kadar K/ Na/ Ca,
pemeriksaan fungsi liver dan fungsi ginjai, hasil
radiologi
c. Karakteristik pengobatan
• Obat rutin yang digunakan (riwayat pengobatan
baik obat bebas/bebas terbatas, maupun obat
resep dokter)
• Indikasi masing-masing obat rutin yang
digunakan
• Aturan pakai/rejimen obat rutin yang digunakan;
dosis, frekuensi pemberian, saat, dan lama
pemberian.
• Obat anti epilepsi(CAE)yang digunakan: nama,
rejimen
• Riwayat perubahan rejimen (penggantian CAE)
• Riwayat menghentikan obat/ penyesuaian dosis
2. Menetapkan hambatan (barrier) komunikasi: fisik
intelegensi, pendengaran, penglihatan, psikis, ekonomi,
kesibukan
3. Menetapkan alasan konseling :
85
• RIsiko munculnya masalah terkait obat(DRP)anti
epilepsi besar
• Kurang pengetahuan epilepsi dan penataiaksanaan
• Kurang mengetahui fungsi, mekanisme kerja obat
dan tujuan pengobatan
• Kurang kepatuhan minum obat
• Kemungkinan perubahan rejimen: dosis,
penggantian OAE (switching), penurunan/
peningkatan dosis bertahap (tapering).
4. Penetapan tujuan terapi:
• Bebas bangkitan (free seizure)
• Mengurangi frekuensi bangkitan (decrease freq of
seizure)
• Bebas efek samping/minimal efek samping
5. Mated konseling
• Pengenaian penyakit, tipe bangkitan
• Tujuan, durasi dan efek pengobatan
• Pengenaian obat, contoh: phenytoin 100 mg kapsui
(pasien diajak melihat, memegang dan kalau perlu
mengeja)
• Fungsi obat, dijelaskan satu persatu
Rejimen, secara keseluruhan (awal dosis,
tapering, penambahan, penggantian, proses
penghentian). Informasi bisa diberikan
secara bertahap tiap ada perubahan rejimen
86
tergantung kemampuan pemahaman pasien/
keluarga.
• Interaksi obat anti epilepsi dengan obat lain
• Efek samping: efek samping utama yang akan
muncul. Dalam hal ini penderita/keluarga dimotivasi
bahwa efek samping tidak muncul pada setiap
orang tap) dengan mengenalinya akan
memudahkan untuk penatalaksanaan terapi OAE.
• Bila lupa minum obat;
Prinsip umum:
• Tidak minum dua dosis {double dose) obat
sekaligus.
• Tidak minum obat jika mendekati jadwal minum
obat berikutnya.
Pertimbangkan aspek waktu pamh obat, keamanan/
toksistas, dan kadar obat dalam plasma (dosis
awal, atau dosis pada kadar tunak).
• Dampak jika menghentikan minum obat tanpa
sepengetahuan dokter
• Jadwal pengobatan
• Monitoring: catatan kejadian bangkitan (lihat contoh)
• Informasikan Apoteker/ Dokter yang dapat dihubungi
apabila mengalami masalah terkait obat.
87
6. Evaluasi pemahaman orang dengan gangguan epilepsi
tentang obat dan fungsinya dan sebagai evaluasi bag!
apoteker apakah ada informasi yang belum
disampaikan dengan cara:
a. Meminta pasien untuk menyampaikan/ mengulang
kemball info yang teiah diterima.
b. Menunjukkan masing-masing nama obat dan
kekuatannya
88
Lampiran 1.
Contoh form dokumentasi bangldtan (diisi deh pasien/keluarganya)
Nama pasien
Nama pendamping
Nomor Rekam Medik
Dokter
Apoteker
Tanggal kunjungan
2
1
3
4
7
6
5
8
9
10
DOKUMENTASI BANGKITAN
Tgi
Jumlah
lama
Jedaantar
Tipe
bangkitan bangkitan bangkitan bangkitan*
Satusisi
badan/
Kesadaran Pemeriksaan
EEG
keselunihan
Keterangan: * terdiam, langan dan kaki kejang, menggerald<an dada/punggung ke alas.
Catalan:Periode bangkitan dihitung 24jam sejak orang dengan gangguan epilepsi
bangun pagi.
89
Lampiran 2
Contoh Form Dokumentasi Pengobatan (diisi oleh apoteker)
Nama pasien
Umur;
BB:
Nama pendamping
Nomor Rekam Medik
Hamil/Menyusui/lain
Dokter
Apoteker
Diagnosis
Tanggal diagnosis
Tanggal muiai pengobatan
Tgi
Kunjunga
Tgi
Rejimen*
R/
Aturan
Peningkatan/ Jumiah Jumiah
Monitoting
minum"
penuninan
Obat
Obat
n
dosis
sisa
dan
evaluasi
lerapi"
'nama obat, kekualan, bentuk sediaan, ^kuensi, dan waktu penggunaan obat
"sebelum/bersama/sesudati makan
'
pemeriksaan lab, EEG, dll.
90
GLOSSARY
•
Agitasi: kegelisahan
•
Agranulositosis : gejala kompleks ditandai sangat
berkurangnya jumlah granulosit dan lesi pada
tenggorokan dan selaput lendir lain, pada traktus
gastrointestinal, dan kulit
•
Alopesia : kebotakan yang diperoleh, jadi bukan
bawaan
•
Ambliopia : kekaburan penglihatan tanpa adanya
kerusakan mata atau saraf penglihat, dapat
disebabkan oleh keracunan tembakau, alkohol, kina
•
Amenorea:tidak haid; ada yang primer, yakni yang
sebabnya tidak diketahui, dan ada yang sekunder,
yakni sebagai akibat penyakit lain, mis anemia
•
Amnesia : kehilangan ingatan
•
Angioedema : urtika yang mengenai lapisan kuiit
lebih dalam daripada kulit jangat, dapat terjadi di
submukosa atau subkutis, mengenai saluran napas,
saluran cerna, atau sistem kardiovaskular
•
Anoreksia : hilangnya atau berkurangnya nafsu
makan
•
Ansletas: rasa cemas yang berlebihan, tidak sesuai
dengan reaiitas
91
•
Ataxia: kegagalan koordinasi otot; ketidakteraturan
ketja otot
•
Diplopia: penglihatan kembar
• Disartri: ketidaksempurnaan mengucapkan katakata
Dispepsia : gangguan pencernaan makanan
Edema: penimbunan cairan secara beriebih di dalam
jaringan tubuh
Epilepsi: gangguan sistem saraf pusat yang terjadi
karena letusan pelepasan muatan iistrik sei saraf
secara berulang, dengan gejala penurunan
kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan mental,
dengan atau tanpa kejang
Eritema multiform: kompleks gejala dengan lesi kulit
yang sangat pollmorflk, termasuk papula makular,
vesikel, dan bula; serangan biasanya sembuh sendiri
tetapi rekurensi sering terjadi
Faringltis: radang tekak
Galukoma : penyakit yang ditandai dengan
peningkatan tekanan dalam bola mata karena
bendungan aliran cairan mata melalui terusan
Schlemm ke dalam pembuluh-pembuluh balik yang
menyebabkan menjadi kerasnya mata, atrofi selaput
jala, mencekungnya papil saraf mata dan kebutaan
92
•
Hiperinsulinemia : pengeluaran insulin oleh kelenjar
ludah perut secara beriebihan, atau renjatan karena
takar lajak insulin
•
Hiponatremia : keadaan kadar natrium darah yang
rendah
Hipotoni : berkurangnya tonus, tegangan atau
kegiatan
Hipersalivasi; pembentukan ludah yang beriebihan
Hirsutisme : berambut abnormal, khususnya pada
wanita
Infertilitas : tidak dapat memperoleh keturunan
Insufisiensi : keadaan tidak sanggup melakukan
fungsi yang normal
Insomnia : tidak dapat tidur, keadaan terjaga yang
abnormal
Iritabel : dapat dirangsang; bereaksi beriebihan
terhadap rangsang; peka
Leukopenia : berkurangnya jumlah leukosit dalam
darah tepi
Lupus eritomatosus : kelompok penyakit jaringan
penyambung kronis yang timbul dalam dua tipe utama
Malaise: perasaan tidak enak badan yang tidak jelas
Narkolepsi : keadaan yang ditandai dengan rasa
93
kantuk tak terkendalikan atau masa-masa tertidur
sekonyong-konyong, sering dijumpai pada histeria
dan epilepsi, kadang-kadang juga pada orang sehat
•
Neuropati: gangguan fungsional atau perubahan
patologis pada sistem saraf tepi, kadang-kadang
terbatas pada lesi noninflamasi sebagai iawan dari
lesi neuritis,
•
Neuralgia: nyeri yang terasa sepanjang suatu saraf
perasa atau pada daerah yang persarafannya diurus
oleh satu saraf perasa
•
Obesitas: tambun, keadaan badan yang amat gemuk
dan berat akibat timbunan lemak beriebihan
•
Osteoporosis : menjadi keroposnya tuiang karena
kehiiangan mineral dengan akibat menjadi rapuhnya
tuiang, mis pada orang berusia lanjut
•
Ostopenia ; pengurangan massa tuiang akibat
penurunan kecepatan sintetis osteoid sampai tingkat
yang insufisien untuk mengkompensasikan lisis tuiang
normal
•
Osteomalasia ; keadaan yang ditandai dengan
meiunaknya tulang-tulang karena gangguan kalsifikasi
sebagai akibat kekurangan vitamin D dan Kalsium
•
Parestesia : perasaan sakit atau perasaan yang
menyimpang; rasa abnormal, seperti kesemutan.
94
rasa terbakar, berkeringat dan Iain-Iain
Pancytopenia : depresi semua elemen sel darah
secara abnormal
Porfiria : penyakit karena metabolisme porfirin
beiiangsung abnormal,ditandai dengan pembentukan
dan sekresi porfirin beiiebihan
Rinitis: radang selaput lendir hidung
Somnabulisme: hal melakukan kegiatan kompleks
dalam keadaan kesadaran yang menurun tanpa
diingat kemudian
Somnolens; kelenaan, kantuk
Tic : gerakan stereotipik, berulang, kompulsif dan
involunter, biasanya mengenai wajah dan bahu
Tremor: gerakan halus, biasanya pada tangan atau
jari-jari tangan
Trombositopenia: menurunnya jumlah keping-keping
darah
Urtikaria: keadaan yang ditandai dengan timbulnya
urtikaria dl kulit yang disertai rasa sangat gatal
Vertigo : perasaan seolah-olah dunia sekeliling
mengltari penderita, atau penderita sendiri berasa
terputar dalam ruangan
95
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim,Pedoman Tata Laksana EpHepsi, Kelompok
Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf
Indonesia (PerdossI), Edisi Ketiga, 2008
2. Rogers SJ, Cavazos JE. Epylepsy. In: Dipiro JT,
Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey
LM.Pharmacotherapy a pathophysiologyc approach.
7th ed. China:McGraw-Hill; 2008.
3. Goodman & Gilman's The Pharmacological Basic of
Therapeutics,
Edition, McGrawHill, 2006.
4. Anonim. Software PIO. Direktorat Binfarkomnik -
Ditjen Binfar dan Alkes. Departemen Kesehatan.
2007
5. Utama, H, Gan, V.Antiepilepsi dan Antikonvulsi.
Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi 5 Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta : Gaya Baru, 2007: 179 - 196.
6. Neal MJ. Medical Pharmacology at a glance. 4th ed.
Blacwell Sciende Ltd; 2002.p.56
7. LF. Charles, AL. Lora, GP Morton, LL. Leonard. Drug
information Handbook, 14th Edition. North American
Edition. 1996
8. Anonim, Martindaie The Extra Pharmacopoeia, Ed
34'^ The Pharmaceutical Press, London, 2000.
96
9. Dhillon, S. Epilepsy. Clinical Pharmacy and
Therapeutics. Third Edition. 2003 :465 - 479.
10. Bertram G.Katzung.MD.Phd. Basic & Clinical
Pharmacology. Tenth edition 2006.
11. Koda-Kimble, M.A.. et. a!., Handbook of Applied
Therapeutics, Ed 8°*, Lippincott Williams & Wilkins,
2007.
12. Drug Fact Comparison Pocket Version, 7th Edition,
Wolter Kluwe Health, Missouri, 2007.
97
Download