daftar pustaka - Repository | UNHAS

advertisement
PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA PADA PEMBUATAN
WHEY KERBAU FERMENTASI TERHADAP PENGHAMBATAN
BAKTERI PATOGEN
SKRIPSI
MISRIANTI B.
I411 09 262
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA PADA PEMBUATAN
WHEY KERBAU FERMENTASI TERHADAP PENGHAMBATAN
BAKTERI PATOGEN
SKRIPSI
Oleh:
MISRIANTI B.
I411 09 262
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
1.
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Misrianti B.
NIM
: I 411 09 262
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a.
Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b.
Apabila sebagian atasu seluruhnya dari karya skripsi, terutama Bab Hasil
dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan atau
dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2.
Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan
seperlunya.
Makassar,
Agustus 2013
TTD
Misrianti B.
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian
Nama
: Pengaruh Penambahan Sukrosa pada Pembuatan
Whey Kerbau Fermentasi Terhadap
Penghambatan Bakteri Patogen
: Misrianti B.
No. Pokok
: I 411 09 262
Program Studi
: Teknologi Hasil Ternak
Jurusan
: Produksi Ternak
Fakultas
: Peternakan
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui Oleh:
Pembimbing Utama
Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc
NIP. 19640712 198911 2 002
Dekan Fakultas Peternakan
Prof. Dr. Ir. H. Syamsuddin Hasan, M.Sc
NIP. 19520923 197903 1 002
Tanggal Lulus :
Pembimbing anggota
Dr. Fatma Maruddin, S.Pt.,M.P
NIP. 1975081320021 2 2 002
Ketua Jurusan Produksi Ternak
Prof. Dr.Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc,
NIP. 19641231 198903 1 025
Agustus 2013
iv
ABSTRAK
MISRIANTI B. I 411 09 262. Pengaruh Penambahan Sukrosa pada Pembuatan
Whey Kerbau Fermentasi terhadap Penghambatan Bakteri Patogen. Dibawah
Bimbingan : Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc dan Dr. Fatma
Maruddin, S.Pt MP.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan berbagai
level sukrosa terhadap nilai pH, kandungan asam laktat, dan aktivitas antibakteri
seiring peningkatan sukrosa pada produk minuman whey kerbau fermentasi.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan
dan 5 ulangan. Pembuatan minuman fermentasi whey dengan inokulasi bakteri
Lactobacillus acidophilus FNCC 0051 dengan level sukrosa yang berbeda. Whey
fermentasi di uji jumlah kandungan asam laktat, nilai pH dan aktivitas antibakteri
dengan bakteri uji Escherichia coli dan Staphylococcus aureus . Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan level sukrosa berpengaruh terhadap kandungan
asam laktat (P<0,01) dan nilai pH (P> 0,05) whey kerbau fermentasi berkisar
antara 4.83 – 4.84 dan 0,33 – 0,35%. Aktivitas antibakteri pada produk minuman
whey kerbau fermentasi menunjukkan peningkatan seiring penambahan level
sukrosa (P<0,01). Aktivitas antibakteri pada bakteri uji Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus dengan perlakuan level sukrosa 9, 12, dan 15% yaitu
21.70, 15.71; 21.83, 6.35; dan 22. 30, 18. 35 mm. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa level sukrosa 15 % menghasilkan whey fermentasi yang
baik dari segi kandungan asam laktat, nilai pH dan aktivitas antibakteri.
Kata Kunci : Whey , Escherichia coli, Staphylococcus aureus, nilai pH,
kandungan asam laktat, aktivitas antibakteri.
v
ABSTRACT
MISRIANTI B. I 411 09 262. . The Effect of Sucrose on Fermentation of
Buffalo Whey Manufacturing Inhibition of Pathogenic Bacteria. Under Supervisor
: . Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc and co-supervisor. Dr. Fatma
Maruddin, S.Pt. MP.
The purpose of this study was to know the effecs of different levels of
sucrose on pH value, lactid acid content and antibacterial activity concominant
increase in sucrose levels in buffalo whey the fermented beverage products. This
research used Completely Randomized Design (CRD) with 3 treatments and 5
replications. Whey fermented beverages were made by inoculation of
Lactobacillus acidophilus FNCC 0051 on the different level of sucrose. Whey
fermented in lactic acid contents of the test amount, pH value, and the
antibacterial activity of the test bacteria Escherichia coli and Staphylococcus
aureus. The results showed that the level of sucrose in fermented beverages
increased (P<0,01). The results showed that increasing the level of sucrose affect
the lactid content (P<0,01) and pH value (P> 0,05) of fermented whey buffalo
ranged between 0,33–0,35% and 4.83–4.84. the antibacterial activity in whey
fermented beverage products showed an increase with increasing levels of sucrose
(P<0,01). the antibacterial activity of the test bacteria Escherichia coli and
Staphylococcus aureus with sucrose treatment level of 9, 12, and 15% were
21.70, 15.71; 21.83, 6.35; dan 22. 30, 18. 35. The results of this research
concluded that the level of sucrose of 15% yielded the good product of fermented
whey, both in pH value, lactid acid content and antibacterial activity.
Kata Kunci : Whey , Escherichia coli, Staphylococcus aureus, pH value, lactid
acid content, antibacterial activity.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah rabbil alamin, segala Puja dan Puji bagi Allah SWT,
sebanyak tetesan air hujan, sebanyak butiran biji-bijian, sebanyak makhluk-Nya
dilangit, dibumi dan diantara keduanya. Segala puja dan puji yang banyak dan tak
berkesudahan untuk Allah SWT, meskipun puja segala pemuji selalu kurang dari
sewajarnya.
Rasa syukur yang sangat dalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala berkat dan pertolongan-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian hingga penyusunan skripsi ini, yang merupakan salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik
bantuan moril maupun materil. Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan
dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc. sebagai pembimbing
utama dan Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt. MP. sebagai pembimbing
anggota yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan arahan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt. MP. sebagai pembimbing yang telah
memberi motivasi dan memberikan nasehat kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini
vii
3. Ibu Hajrawati M.Si, Bapak Prof. Dr. Ir. H. Syamsuddin Garantjang
M.Sc, dan Ibu drh.Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si. sebagai pembahas yang
telah memberikan masukan dalam proses perbaikan skripsi ini.
4. Dekan, Wakil Dekan I, II, III Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin
dan seluruh staf yang telah menerima dan membantu menulis dalam proses
akademik.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M. Sc. sebagai Ketua Jurusan
Produksi Ternak dan Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S. Pt. sebagai
Sekretaris Jurusan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin.
6. Bapak Muh. Irfan S.Pt, M.P selaku penasehat akademik yang senantiasa
memberikan motivasi dan nasehat yang sangat berarti bagi penulis.
7. Bapak dan Ibu dosen yang telah sabar membimbing penulis selama masa
perkuliahan.
8. Sembah sujudku kepada Ayahanda Baddu Hakim S dan Kakanda Nur Reski
S.T, Amran, Ismail, Haslinda, Yuswil dan Hasyul tercinta yang telah
mengajarkan banyak hal, dan memberikan motivasi, dukungan serta materi
kepada penulis terima kasih atas doa dan dukungannya.
9. Kepada teman KKN Gel.84 Posko Biring Ere’, Bu’ Desa dan Pak Desa
yang telah mendoakan dan memberi dukungan, serta sebagai motivatorku
selama ini.
10. Kepada Sahabatku Gazali Ratu Poniman, Thaty, Benny, Winda dan Inho
terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan atas bantuan, dukungan, serta
motivasinya selama ini.
11. Kepada Kakanda tercinta Megawati Musran yang telah membantu dan
mendukung penulis selama penelitian.
viii
12. Kepada teman setim The Whey Asma Bio Kimestri, Tendri, Tamrin, dan
Yohanis.
13. Kepada sahabat-sahabatku “TecNokTer 09” terima kasih atas segala hal,
segala bantuan dan kebersaman yang kalian berikan kepada penulis selama
penulis kuliah di Fakultas Peternakan..
14. Kawan-kawan“MERPATI 09” terima kasih telah menemani penulis disaat
suka maupun duka selama menempuh pendidikan di bangku kuliah.
15. Kepada Kakanda Rahman Hakim S. Pt., M.Si atas dukungannya kepada
penulis.
16. Kepada Spider 03, Hamster 04, Lebah 05, Colagen 06, Rumput 07,
Species 08, Bakteri 08, dan L10N 10.
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, Terima Kasih atas
bantuannya.
Melalui kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya mendidik, apabila dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan dan
kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca
Amin
Makassar,
Agustus 2013
Misrianti B.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ...............................................................................
i
HALAMAN JUDUL .................................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
iv
ABSTRAK ..................................................................................................
v
ABSTRACT ................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...............................................................................
vii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xiii
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
4
TinjauanUmum Dangke dan Whey ..............................................
3
Minuman Produk Fermentasi .......................................................
Penggunaan Sukrosa dalam Produk Fermentasi..........................
Peranan Bakteri Asam Laktat dan Antibakteri Minuman Whey
Fermentasi ....................................................................................
Bakteri Uji pada Aktivitas Antibakteri .........................................
6
7
10
15
MATERI DAN METODE PENELITIAN ...............................................
17
Waktu dan Tempat .............................................................................
17
Materi Penelitian ................................................................................
17
Metode Penelitian ...............................................................................
17
Analisa Data .......................................................................................
23
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
23
A. Nilai pH Minuman Whey Fermentasi Kerbau ..............................
23
B. Kandungan Asam Laktat Minuman Whey Fermentasi Kerbau ....
26
x
C. Aktivitas Antibakteri pada Minuman Whey Fermentasi Kerbau ..
29
Aktivitas Antibakteri ( Bakteri Indikator Escherichia coli ) .......
30
Aktivitas Antibakteri (Bakteri Indikator Staphylococcus aureus)
32
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
35
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1.
Rumus bangun penggabungan glukosa dan fruktosa .....................
8
2.
Rumus bangun penggabungan glukosa dan fruktosa .....................
8
3.
Lactobacillus acidophilus ..............................................................
11
4.
Escherichia coli .............................................................................
15
5.
Staphylococcus aureus ...................................................................
16
6.
Bagan alir penelitian ......................................................................
21
7.
Nilai pH produk minuman whey fermentasi dengan perlakuan level
sukrosa ...........................................................................................
24
Kandungan asam laktat produk minuman whey fermentasi dengan
perlakuan level sukrosa ..................................................................
27
8.
xii
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Halaman
1.
Fraksi protein whey susu sapi ........................................................
4
2.
Komposisi kimia whey susu sapi ...................................................
5
3.
Hasil analisis whey kerbau fermentasi pada level sukrosa 0% ......
23
4.
Aktivitas Antibakteri minuman whey fermentasi ..........................
30
xiii
PENDAHULUAN
Usaha peternakan semakin berkembang seiring dengan perkembangan
zaman. Salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan adalah ternak kerbau.
Ternak kerbau dipelihara oleh petani peternak sebagai sumber tenaga kerja.
Selain itu kerbau juga dapat memproduksi produk berupa daging dan susu
sebagai bahan baku dangke yang merupakan makanan khas Kabupaten
Enrekang. Berdasarkan catatan pihak Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Enrekang, saat ini populasi ternak di Bumi Masserempulu sudah
mencapai 1.400-an ekor sapi perah dan sekitar 48.000 ekor sapi potong. Untuk
ternak kerbau mencapai 6.000-an ekor.
Dangke telah dikenal sejak tahun 1905 diduga berasal dari bahasa
Belanda yaitu Dangkewell (dangk U) yang berarti terimakasih yang diucapkan
oleh orang Belanda ketika mengkonsumsi produk olahan susu yakni Dangke.
Menurut Asdi et al (1977) Dangke merupakan produk olahan susu kerbau yang
diolah secara tradisional berasal dari kabupaten Enrekang yang tersebar di
beberapa kecamatan salah satu penghasil dangke kerbau yaitu Kecamatan
Curio. Akan tetapi dalam perkembangannya kemudian lebih banyak dipilih
bahan baku dari susu sapi karena prospek pengembangan ternak sapi yang
menjamin dan menguntungkan.
Dangke yang sangat diminati oleh masyarakat Kabupaten Enrekang
yaitu dangke dari susu kerbau yang memiliki cita rasa khas dari dangke kerbau.
Karena susu kerbau lebih gurih yang kandungan lemaknya mencapai 3,2%
dibandingkan menggunakan susu sapi dengan kandungan lemak 2,6 – 2,8%.
Pada pembuatan dangke akan terjadi koagulasi yang disebabkan oleh
penambahan enzim sehingga menghasilkan produk samping dangke yang
1
dinamakan Whey. Whey susu didefinisikan sebagai serum atau bagian air dari
susu yang tersisa setelah pemisahan curd dan merupakan hasil koagulasi
protein susu dengan asam atau enzim proteolitik. Komposisi utama whey
adalah protein 0,8% - 1,0% dan laktosa 3,8% -
4,3%. Whey tersebut
merupakan polutan terbesar dari limbah cair dalam pembuatan keju diikuti
dengan air pencuci dan air pasteurisasi. Setiap kilogram keju yang diproduksi
akan menghasilkan 8 - 9 liter whey cair (Jenie dan Rahayu, 1993).
Sejak diketahui bahwa whey masih mengandung nutrisi yang diantaranya
adalah protein, laktosa (gula susu) dan mineral, maka whey tidak dibuang
sebagai limbah tetapi dimanfaatkan sebagai nutrisi bagi manusia (Scott, 1986).
Whey dapat dimanfaatkan sebagai minuman fermentasi menggunakan bakteri
asam laktat. Vinderola et al., (2002) mengemukakan bahwa kombinasi
Lactobacillus acidophilus dengan beberapa bakteri asam atau probiotik lain
saling menghambat di dalam suatu medium pertumbuhan. Produk minuman
whey fermentasi yang dihasilkan, nantinya hanya menggunakan Lactobacillus
acidophilus FNCC 0051 dan berpotensi sebagai minuman fungsional untuk
menjaga kesehatan system pencernaan yang mengkonsumsinya.
Bakteri asam laktat memproduksi senyawa asam organik dan hidrogen
peroksida (jika terjadi kelebihan oksigen pada lingkungan sekitar) yang bersifat
antibakteri. Antibakteri adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan atau
bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme bakteri
patogen seperti Staphylococcus aureus (Gram positif) dan Escherichia coli
(Gram negatif).
Aktivitas
antibakteri
dipengaruhi
oleh
kandungan
asam
laktat.
Kandungan asam laktat yang terbentuk dari proses metabolisme dan
2
pertumbuhan sel memanfaatkan sukrosa yang ditambahkan pada whey kerbau
fermentasi sebagai sumber energi. Sukrosa di dalam produk minuman whey
fermentasi juga merupakan salah satu antibakteri yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
mengenai daya hambat minuman whey fermentasi pada berbagai level sukrosa
selama proses fermentasi terhadap bakteri patogen Gram positif dan negatif
yang ditumbuhkan pada media whey fermentasi.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Dangke dan Whey
Dangke dibuat dari susu sapi atau kerbau yang merupakan makan khas
Sulawesi Selatan. Dangke tergolong keju lunak berwarna putih dan bersifat
elastis (Ridwan, 2004). Dangke dibuat dengan memanaskan susu dan
ditambahkan getah pepaya sebagai bahan penggumpal (Djide, 1991).
Whey susu didefinisikan sebagai serum atau bagian air dari susu yang
tersisa setelah pemisahan curd dan merupakan hasil koagulasi protein susu
dengan asam atau enzim proteolitik. Setiap 10 liter susu yang digumpalkan
selama proses pengolahan keju akan menghasilkan sekitar 6 - 9 liter whey
tergantung pada tipe keju. Whey hasil samping proses pembuatan keju
mengandung 6,5% padatan yang terdiri atas 4,8% laktosa, 0,6% protein, 0,6%
mineral, 0,15% asam laktat, 0,25% nitrogen non protein dan 0,1% lemak
(Handayani, 2004). Komponen dan komposisi protein whey susu dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Fraksi protein whey susu sapi
Kandungan
(g/l)
Fraksi
Total whey protein
β-laktoglobulin
α-laktalbumin
Serum albumin
Immunoglobulin
Laktoferin, lisosim & laktoperoksidase
Sumber : Mazza (1998)
6,0
3,2
1,2
0,3
0,7
0,8
Total Protein
Susu
(%w/w)
19,3
10,0
3,1
1,2
2,0
2,4
Komponen nutrisi whey dari produk samping pengolahan dangke dapat
dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber nutrisi pertumbuhan. Whey
mengandung sekitar 55% total nutrisi dari susu seprti laktosa, protein terlarut,
4
lemak, vitamin yang larut dalam air dan garam mineral (Vinderola et al.,
2002). Whey dangke dapat diolah menjadi berbagai produk yang salah satunya
menjadi produk fermentasi. Produk tersebut sangat diminati masyarakat saat
ini dan mempunyai nilai jual tinggi (Gallardo-Escamila et al., 2007).
Menurut Spreer (1998), walaupun whey merupakan produk samping
namun whey mempunyai nilai nutrisi protein dan karbohidrat sehingga dapat
dimanfaatkan dalam bidang pangan. Pemanfaatan whey secara tepat akan
memberikan nilai ekonomi yang tinggi, memberikan kelengkapan dan efisiensi
penggunaan bahan baku susu, serta mengurangi polutan cair. Pemanfaatan
whey secara komersial telah dilakukan, yaitu dengan mengolah whey menjadi
bahan makanan dan minuman (Gordon, 1993).
Kandungan gizi yang terdapat pada whey memungkinkan untuk diolah
menjadi produk pangan. Komposisi kimia whey segar dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Komposisi kimia whey sapi.
Nutrisi
Kandungan
Laktosa
4,5 – 5 %
Protein
0,6 – 0,8 %
Lemak
0,4 – 0,5 %
Garam mineral
8 – 10
Air
83 – 87 %
pH
< 5 (whey asam) 6-7 (whey manis)
Sumber : Siso and Gonzales (1996)
Umumnya industri susu tradisional tidak mempunyai sistem perlakuan
yang tepat untuk membuang whey. Potensi pangan dan energi whey akan
hilang apabila tidak dimanfaatkan, mengingat whey mengandung sekitar 55%
total nutrisi dari susu (Vinderola et al., 2000). Disamping itu menurut Almeida
et al. (2008), pembuangan whey ke lingkungan dapat menyebabkan polusi
lingkungan sekitar karena whey dapat menyebabkan pengaruh kuat terhadap
5
lingkungan. Whey memiliki konsentrasi bahan organik terlarut seperti protein
dan sumber energi ke lingkungan. Nilai BOD (Biochemical oxygen Demand)
whey berbeda-beda dari 30.000 - 50.000 g/g tergantung pada buangan susu
dalam whey. Vinderola et al. (2000), Staszewski and Jagus (2008) menyatakan
bahwa pengolahan limbah whey dibutuhkan sebagai solusi terhadap
pencegahan pencemaran lingkungan dan sekaligus dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kesehatan manusia. Metode ini membutuhkan biaya yang besar
untuk pelaksanaannya dan menjadi kendala penggunaan untuk industri
tradisional.
Salah satu cara untuk mengatasi agar whey tidak terbuang percuma
yang dapat menimbulkan polusi lingkungan maka whey seharusnya diolah
menjadi produk yang bermanfaat serta bernilai ekonomis tinggi. Kandungan
laktosa dan nutrisi essensial whey merupakan substrat yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Hal tersebut menjadi pertimbangan untuk
menghasilkan produk dengan memanfaatkan mikroorganisme (Vinderola et
al., 2000).
Minuman Produk Fermentasi
Fermentasi adalah salah satu bentuk metabolisme enersi, berasal dari
reaksi oksidasi reduksi secara biologi dengan penerima elektron terakhir
berupa senyawa organik.
Fermentasi
menurut Marth (1983)
dalam
Wibowotomo (1990) adalah perubahan biokimia terbatas yang disebabkan oleh
mikroba atau enzim yang dihasilkan. Fermentasi susu merupakan salah satu
cara pengawetan dan penganekaragaman pangan yang telah dilakukan sejak
jaman dulu. Produk fermentasi susu yang sudah dikenal di Indonesia antara
6
lain yoghurt, kefir, susu asam, dan cultured buttermilk. Sedangkan dadih belum
begitu dikenal oleh masyarakat Indonesia. Susu mengandung bahan-bahan
yang diperlukan oleh tiap organisme yang secara nutrisi membutuhkannya
seperti jenis Lactobacillus achidophillus.
Minuman susu
fermentasi probiotik adalah sejenis minuman yang
dibuat dengan memanfaatkan bakteri probiotik tertentu untuk membantu proses
fermentasi suatu bahan pangan (susu). Vrese et al., (2001) menyatakan tidak
semua produk yoghurt sama dengan minuman probiotik, dengan alasan bahwa
BAL yang terdapat pada yoghurt-yoghurt tradisional ternyata tidak mampu
bertahan hidup hingga usus halus. Ketika bakteri probiotik dimasukkan ke
dalam suatu produk makanan maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan
agar bakteri tersebut masih mampu hidup dan menjadi aktif ketika masuk ke
dalam organ gastrointestinal.
Faktor-faktor tersebut adalah keadaan psikologis dari bakteri probiotik,
kondisi fisik dari produk (misalnya suhu), komposisi kimia dan produk tersebut
(seperti karbohidrat, nitrogen, mineral, aktifitas air, dan oksigen), dan interaksi
antara bakteri probiotik dengan kultur starter. Interaksi antara bakteri probiotik
dengan kultur starter atau dengan matrik produk yang lain akan membuat kerja
dari probiotik tersebut lebih intensif.
Penggunaan Sukrosa dalam Produk Fermentasi
Sukrosa atau gula tebu merupakan disakarida yang paling manis yang
terdiri dari glukosa dan fruktosa. Sumber-sumber sukrosa yang terdapat di alam
antara lain: tebu (100% mengandung sukrosa), bit, gula nira (50%), dan jelly.
Komposisi kimia dari gula adalah sama, satu satuan fruktosa yang digabung
dengan satu satuan glukosa. Ikatan glikosida menghubungkan karbon ketal dan
7
asetal dan bersifat β dari fruktosa dan α dari glukosa. Pemanis yang biasa
digunakan yaitu sukrosa, fruktosa, glukosa, selulosa atau gliserol (Tamime, 2006;
Rahman et al., 1992).
Sukrosa merupakan salah satu karbohidrat yang sering digunakan sebagai
bahan pemanis dan diperoleh dari bit atau tebu. Sukrosa mempunyai daya larut
tinggi, dapat menurunkan aktivitas air (aw) dan meningkatkan air. Sukrosa adalah
disakarida yang apabila dihidrolisis berubah menjadi dua molekul monosakarida
yaitu glukosa dan fruktosa (DeMan, 1997; Sastrohamidjojo, 2005).
( KOMPONEN GLUKOSA)
(KOMPONEN FRUKTOSA)
Gambar 1. Rumus Bangun penggabungan glukosa dan fruktosa (Goutara
dan Soesarsono ,1985)
o
Gambar 2. Rumus Bangun penggabungan Glukosa dan Fruktosa
(Goutara dan Soesarsono ,1985)
Sukrosa adalah karbohidrat yang mempunyai rumus kimia C12H22O11,
yang merupakan disakarida dan terdiri dari 2 komponen monosakarida yaitu Dglukosa dan D-fruktosa. Nama kimia yang lebih tepat dari sukrosa adalah α-Dglukopyranosyl-β-D-fruktofuranoside (Goutara dan WijaNTI, 1985): Sukrosa
8
memiliki berat molekul 342,30 terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa. Sukrosa
merupakan senyawa gula yang paling disukai. Sukrosa terdapat di alam dalam
jaringan tanaman terutama buah, biji, bunga dan akar. Madu lebah mengandung
sebagian besar sukrosa dan hasil hidrolisanya (Sudarmadji, 1984).
Hidrolisis juga dapat dipercepat dengan asam, misalnya dengan kalium
bitartrat atau jus lemon, keduanya asam lemah. Demikian juga, keasaman
lambung mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa selama proses
pencernaan dalam tubuh. Sukrosa termasuk golongan disakarisa adalah
merupakan gabungan dua unit monosakarida yang berikatan kovalen terhadap
sesamanya. Ikatan ini disebut ikatan glikosida yang dibentuk jika gugus hidroksil
pada salah satu gula bereaksi dengan karbon anomer pada gula yang kedua.
Disakarida yang banyak ditemukan di alam yaitu laktosa, sukrosa, dan maltosa.
Pengguanaan sukrosa dalam industri pangan sangat berpotensi sebagai
penambah cita rasa. Selain itu sukrosa juga digunakan sebagai bahan
pengawet. Pembuatan minuman whey fermentasi sukrosa dimanfaatkan sebagai
sumber energy bagi bakteri asam laktat dan meningkatkan antibakteri pada
minuman whey fermentasi. Hal tersebut dikarenakan perlakuan penambahan
sukrosa diduga dapat memberikan nutrisi tambahan bagi bakteri asam laktat
untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Dengan tersedianya nutrisi yang
optimal, maka aktivitas bakteri asam laktat akan meningkat sehingga
menyebabkan jumlah asam hasil metabolisme juga meningkat. Menurut Spreer
(1998), asam laktat dan asetaldehid yang dihasilkan menyebabkan penurunan pH
media fermentasi atau meningkatkan keasaman dan menimbulkan aroma khas.
Bakteri asam laktat memanfaatkan sukrosa sebagai sumber energi,
pertumbuhan dan menghasilkan metabolit berupa asam laktat selama proses
9
fermentasi. Mikroba akan merombak senyawa karbon (sukrosa/gula) menjadi
energi untuk pertumbuhan dan asam laktat sebagai metabolitnya. Mikroba
membutuhkan gula untuk aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan sel. Hal
tersebut berkaitan dengan peningkatan jumlah sel bakteri, dimana semakin banyak
sel bakteri yang ada, maka sukrosa akan semakin banyak digunakan untuk
metabolisme sel. Oberman and Libudzisz (1998) dalam Rahmawati (2006),
menyatakan bahwa peningkatan jumlah bakteri menyebabkan peningkatan
perombakan senyawa gula yang ada pada medium menjadi asam–asam organik
Peranan Bakteri Asam Laktat dan Antibakteri Minuman Whey Fermentasi
Bakteri asam laktat (BAL) yaitu jenis bakteri yang mampu memetabolisme
laktosa untuk menghasilkan asam laktat. BAL memegang peranan penting dalam
proses fermentasi. Fermentasi asam laktat pada umumnya terjadi dalam kondisi
kekurangan (anaerobic fakultatif) atau tanpa oksigen sama sekali (obligat
anaerob). Berdasarkan produk hasil akhir metabolismenya, BAL memiliki dua
habitat ekologi, yaitu pada saluran pencernaan manusia atau hewan dan produk
makanan atau minuman, baik sebagai kontaminan alami maupun sengaja
ditambahkan untuk tujuan fermentasi.
BAL terutama banyak terdapat pada produk susu karena ketersediaan
laktosa sebagai substrat utama untuk proses fermentasi (Mayra-Makinen dan
Bigret, 1998). Aplikasi BAL dalam produk makanan dan minuman sudah cukup
banyak dilakukan, terutama pada produk-produk pangan fungsional. Tujuan
penggunaan BAL ini pada umumnya adalah untuk menambah nilai fungsional
produk yaitu fungsi perlawanan terhadap bakteri patogen dalam saluran
pencernaan (probiotik).
Pertumbuhan BAL dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya ialah
keberadaan oksigen, kandungan air bebas, komposisi kimia dan ketersediaan
10
substrat pada media pertumbuhan, total padatan, temperatur lingkungan
pertumbuhan, dan keberadaan mikroba patogen awal (Surono, 2004). MayraMakinen dan Bigret (1998) menjelaskan bahwa susu bukan merupakan media
pertumbuhan yang optimum bagi BAL. Dalam pertumbuhannya, BAL
memerlukan substrat vitamin dan nitrogen non-protein yang mengandung asam
amino esensial dalam jumlah yang cukup. Namun, pada umumnya keberadaan
vitamin dan senyawa nitrogen non-protein pada susu terdapat dalam jumlah yang
terlalu rendah sebagai penyedia nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan sel-sel
bakteri.
Lactobacillus acidophilus berbentuk batang berantai dan bersifat
homofermentatif. L. acidophilus ditemukan dalam usus manusia, sehingga bakteri
ini dapat dikategorikan sebagai bakteri probiotik.
Gambar 3. Lactobacillus acidophilus
Bakteri ini tergolong Gram positif dan tidak membentuk spora. Menurut
Tamime dan Robinson (1989), L. acidophilus merupakan
Lactobacilli yang
bersifat obligat homofermentatif dan non-motil. Suhu optimum pertumbuhannya
yaitu 35 - 45°C, tidak tumbuh pada suhu < 15°C dan pH optimum untuk
pertumbuhannya yaitu 5,5 – 6,0. L. acidophilus dapat memproduksi asam laktat
sebanyak 0,3 – 1,9%.
11
Antibakteri merupakan suatu zat atau komponen yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik atau fungistatik)
atau membunuh bakteri atau kapang (bakterisidal atau fungisidal) (Ardiansyah,
2007). Zat aktif yang terkandung dalam berbagai jenis ekstrak tumbuhan dapat
menghambat beberapa mikroba patogen maupun perusak makanan seperti
Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Bacillus cereus. Senyawa
antibakteri dalam pangan antara lain berasal dari tumbuhan maupun dari proses
fermentasi.
Senyawa antibakteri sebagai hasil proses fermentasi adalah asam
organik, hidrogen peroksida, acetaldehyd, diacetyl, karbokdioksida dan alkohol
sebagai metabolit primer. Asam organik yang dihasilkan antara lain asam
laktat. Dengan adanya asam laktat menyebabkan penurunan pH sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang optimum pada pH 6 –
7 (Surono, 2004). Senyawa antibakteri yang dihasilkan melalui proses
fermentasi sebagai metabolit sekunder antara lain bacteriocin. Metabolit
sekunder adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme tetapi bukan
merupakan kebutuhan pokok fisiologis dari mikroorganisme tersebut.
Senyawa antibakteri bacteriocin dihasilkan pada fase decay atau pada
fase stationer, yaitu pada saat subsrat mulai habis pada lama fermentasi
tertentu. Pada saat substrat mulai habis, akan merangsang terbentuknya enzimenzim yang berperan untuk pembentukkan metabolit sekunder. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Todorov dan Dicks (2007), menyebutkan bahwa aktivitas
antibakteri berupa bacteriocin yang dihasilkan oleh Lactobacillus pentosus
ST712BZ optimum setelah lama fermentasi 24 jam dengan media pertumbuhan
yang ditambahkan 20-40 gram/liter glukosa.
12
Salah satu kriteria pemilihan antibakteri untuk diaplikasikan dalam
bahan
pangan
adalah
keefektifan
penghambatannya.
Semakin
kuat
penghambatannya, semakin efektif digunakan (Ardiansyah, 2007) Mekanisme
penghambatan
mikroorganisme
oleh
senyawa
antibakteri
antara
lain
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a. Mengganggu pembentukan dinding sel
Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen limfofilat
yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan
perubahan komposisi penyusun dinding sel. Efek penghambatan senyawa
antibakteri lebih efektif terhadap bakteri Gram positif daripada bakteri
Gram negatif. Hal ini disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding
sel kedua kelompok bakteri tersebut.
b. Bereaksi dengan membran sel
Mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma sehingga
mengakibatkan kebocoran materi intraseluler.
c. Menginaktivasi enzim
Mekanisme yang terjadi menunjukkan kerja enzim terganggu dalam
mempertahankan
kelangsungan
aktivitas
mikroba,
sehingga
mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk
aktivitasnya. Akibatnya energi untuk pertumbuhan menjadi berkurang,
sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat dan inaktif apabila
berlangsung lama.
d. Menginaktivasi fungsi material genetik
Merusak materi genetik sehingga mengganggu proses pembelahan sel untuk
pembiakan.
13
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengetahui aktivitas
antibakteri dalam produk makanan fermentasi antara lain dengan metode
sumur agar dan metode difusi agar. Prinsip dari kedua metode tersebut adalah
sama yaitu dengan melihat adanya zona bening di sekitar sumur atau cakram.
Semakin besar diameter zona bening disekitar sumur atau cakram
menunjukkan aktivitas antibakteri yang tinggi (Iqbal, 2007).
Bakteri Uji pada Aktivitas Antibakteri
Bakteri uji merupakan bakteri yang bersifat patogen dan digunakan
sebagai tolak ukur untuk mengetahui besarnya tingkat aktivitas antibakteri.
Bakteri pathogen yang biasa digunakan pada penelitian, yaitu Escherichia
coli, Salmonella typhimurium, dan Listeria monocytogenes.
a. Escherichia coli
Merupakan bakteri Gram-negatif, motil, tidak berspora, berbentuk
batang dan anaerobik fakultatif. Escherichia coli menyebabkan penyakit
diare. Escherichia coli juga penyebab utama infeksi urin dan infeksi
nosokomial termasuk septisemia dan meningitis (Holt et al. 1994). Bakteri ini
hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia,
seperti diare, muntaber dan masalah pencernaan lainnya. Escherichia coli
banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika. Digunakan sebagai
vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk
dikembangkan. Escherichia coli dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat
dan mudah dalam penanganannya. Escherichia coli mempunyai karakteristik
unik yang membedakan satu dengan lainnya. Perbedaan ini sering dapat
ditemukan hanya pada tingkatan molekular, menghasilkan perubahan pada
fisiologi atau daur hidup bakteri. Sebagai contoh, strain memperoleh
14
kemampuan untuk menggunakan suatu sumber karbon, kemampuan untuk
tinggal pada ekologi tertentu atau kemampuan untuk melawan antimikrobial.
Escherichia coli sebagai host-specific, digunakan untuk menentukan sumber
fecal pencemaran pada sampel Escherichia coli secara umum terdapat pada
usus hewan ruminansia. Sumber makanan yang berasosiasi dengan
Escherichia coli adalah daging mentah, susu, air (Wallace et al. 2011).
Gambar 4. Escherichia coli
b. Staphylococcus aureus
Merupakan bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang mampu
menfermentasikan
manitol
dan
menghasilkan
enzim
koagulase,
hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus aureus
mengandung lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah.
Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus adalah haemolysin alfa,
beta, gamma delta dan apsilon. Toksin lain ialah leukosidin, enterotoksin dan
eksfoliatin. Enterotosin dan eksoenzim dapat menyebabkan keracunan
makanan terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan. Leukosidin
menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh akan menurun.
Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang kulit dengan tandatanda kulit terkena luka bakar. Suhu optimum untuk pertumbuhan
15
Staphylococcus aureus adalah 35° – 37° C dengan suhu minimum 6,7° C dan
suhu maksimum 45,4° C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan
pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH 9,8 hanya mungkin bila
substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya.
Gambar 5. Staphylococcus aureus.
Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan
distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerobik,
bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan
sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein,
metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin (Anonim , 2008).
16
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada pertengahan bulan Maret 2013,
bertempat di Laboratorium
Bioteknologi Pengolahan Susu Fakultas
Peternakan, dan Bioteknologi Terpadu Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Materi utama penelitian ini adalah whey yang diperoleh dari produk
samping susu kerbau, NA (Nutrient Agar), starter Sthaphylococcus aureus, dan
Escherichia coli, alkohol 70%, gula, dan tepung tapioka.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu timbangan analitik,
calliper, viscometer, centrifucs, ring, kompor, panci, pinset, sendok pengaduk,
thermometer, stopwatch, cawan petri, tabung reaksi, mikropipet, gelas ukur,
Bunsen, thermometer, autoklaf, dan inkubator.
Metode Peneltian
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan 3
perlakuan dan 5 ulangan. A0 = tanpa penambahan sukrosa (kontrol)
Perlakuan yang diterapkan adalah sebagai berikut :
-
A1 = penambahan level sukrosa 9%
-
A2 = penambahan level sukrosa 12%
-
A3 = penambahan level sukrosa 15%
17
B. Pembuatan minuman fermentasi.
1. Pemeliharaan bakteri starter kultur.
Bakteri yang digunakan sebagai starter adalah Lactobacillus acidophilus
FNCC 0051 yang di peroleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pusat studi Pangan
dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yokyakarta. Bakteri di biakkan dalam susu
full cream 10% dan diperbarui atau diremajakan (propagasi) 2 minggu sekali. Jika
tidak digunakan disimpan dalam refrigerator (5oC). Selain itu dibuat sub-kultur
dalam tabung eppenorf dan di simpan suhu 20oC dalam media susu full cream
10%: sukrosa 40% (1:1). Untuk memperoleh kultur segar yang akan di gunakan
selama fermentasi, kultur ditumbuhkan dalam medium susu full cream 10 %.
Medium diinokulasi dengan kultur yang akan di gunakan 2%(v/v) dan di inkubasi
pada suhu 37oC(Heller,2001;Olson and Aryana, 2008).
2. Pemeliharaan biakan bakteri uji antimikrobia
Bakteri pathogen ( S. aeureus dan E. coli) dipelihara pada media Tryptone
Soy Broth. Selain itu dibuat sub-kultur dalam tabung effendorf dan disimpan
suhu -20°C. Diaktifkan dengan menumbuhkan dalam media Tryptone Soy Broth
dan diinokulasi dengan kultur yang akan digunakan 2% (v/v) dan diinkubasi
pada suhu 37°C (modifikasi dari Kar and Misra, 1999).
3. Pembuatan Minuman fermentasi
Whey dicampur dengan tepung tapioca pada level 0,7% hingga tercampur
sempurna dan diukur volumenya (volume awal sebelum pemanasan).
Campuran whey dipanaskan dan ditambahkan gula ( 9, 12 dan 15% ) sambil
diaduk selama 5 menit pada suhu 75-80°C. Whey setelah dipanaskan
ditambahkan aquades hingga volumenya mencapai volume awal sebelum
pemanasan. Whey selanjutnya dipasteurisasi pada suhu 80°C selama 30 menit (
18
modifikasi dari Alakali et al., 2008 ). Whey didinginkan dan diinokulasi bakteri
starter 5% serta diinkubasi suhu 37°C selama 12 jam.
C. Parameter yang Diukur
1. Pengujian aktivitas antibakteri .
Pengujian zona hambatan pada media padat digunakan untuk
penentuan efek antibakteri minuman fermentasi terhadap bakteri uji
Sthaphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Ring sumuran (well) steril
ukuran 9,6 mm dimasukkan ke dalam cawan petri. Nutrient agar yang masih
dalam keadaan cair (suhu 40-45°C) diinokulasi dengan biakan bakteri
patogen. Kemudian dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi ring steril
dan dibiarkan memadat. Setelah memadat ring diangkat dengan menggunakan
pinset steril. Minuman fermentasi dimasukkan ke dalam lubang sumuran
sebanyak 200 μl selanjutnya diinkubasi suhu 37°C selama 24-48 jam.
Diameter zona bening yang terbentuk diukur dengan Calliper.
2. Pengukuran pH (metode potensiometri)
pH diukur pada suhu ruang menggunakan pH meter (pH meter/ion510
merk Eutech. Setelah dikalibrasi dengan buffer komersial pH 4 dan 7. Dengan
cara . Elektroda dicelupkan dalam larutan sampel, pengukuran pH diset.
Selanjutnya elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh
pembacaan stabil, kemudian dicatat pH sampel.
3. Nilai Keasaman
Whey yang akan diukur keasamannya diambil kemudian dimasukkan
ke dalam erlenmeyer. Sampel Dititrasi dengan NaOH 0,106 N Standar dengan
indicator fenolftalein (PP) 1% dalam alkohol 70%. Titrasi dihentikan tepat
saat larutan sampel berubah warna dari tidak berwarna menjadi warna merah
19
muda. Total asam yang tertitrasi dianggap sebagai total asam laktat yang
terkandung dalam sampel. Perhitungannya didapat dari rumus di bawah ini :
Total asam laktat (%) =
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 0.09 × 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
20
Diagram alir pembuatan whey fermentasi dengan penambahan level
sukrosa sebagai berikut :
Susu Kerbau
Dangke
WHEY
Penambahan Tapioka 0.7 %
Pengukuran voleme whey
Penambahan Level Sukrosa 0%, 9%, 12% dan 15%.
Pengukuran volume whey
Dipanaskan 75-80°C selama 5 menit dan diaduk terus
Penambahan Aquades
Masukkan dalam botol (100 ml)/ beri label
Pasteurisasi 80-85°C selama 30 menit
Inokulasi 5% Lactobacillus acidophilusFNCC 0051
000051
Inkubasi (37°C) selama 12 jam
NILAI pH dan
KANDUNGAN ASAM
LAKTAT
AKTIVITAS ANTIBAKTERI
Minuman
Metode Well Difussions
Fermentasi
Gambar
6. Bagan Alir Penelitian
21
Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) (Gazper,1991) dengan
model
matematika sebagai berikut:
Yij = µ + ti + εij
i = 1, 2, 3, 4
j = 1, 2, 3, 4, 5
Keterangan :
Yij
= variable respon pengamattan
µ
= nilai rata – rata hasil pengamatan
τi
= pengaruh penambahan level sukrosa ke-i terhadap nilai pH,
kandungan asam laktat dan aktivitas antibakteri
εij
= Pengaruh galat percobaan dari penambahan level sukrosa ke-I
dan ulangan ke-j
Selanjutnya jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka
akan dilanjutkan uji Duncan (Gazper,1991).
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Whey dangke merupakan bahan dasar utama pembuatan produk
minuman whey kerbau fermentasi. Penambahan sukrosa pada minuman whey
kerbau fermentasi berpotensi sebagai penambah cita rasa. Selain itu sukrosa
juga dimanfaatkan sebagai sumber energi bagai bakteri asam laktat dan
meningkatkan antibakteri pada minuman whey kerbau fermentasi. Level
sukrosa 0% digunakan sebagai pembanding terhadap hasil penelitian. Hasil
analisis dapat dilihat pada Tabel 4.
Parameter
Tabel 4. Hasil Analisis whey kerbau fermentasi pada level sukrosa 0%.
Level Sukrosa (0%)
Nilai pH
5.48
Kandungan Asam Laktat
0.28
Aktivitas Antibakteri Sthaphylococcus aureus
13.83 mm
Aktivitas Antibakteri Escherichia coli
21.32 mm
A. Nilai pH Minuman Whey Fermentasi Kerbau
Whey dangke kerbau tergolong whey manis karena metode pengolahan
dengan menggunakan enzim untuk mengkoagulasikan protein susu. Kosikowski
dan Mistry (1997) mengemukakan bahwa whey manis mempunyai pH ≥5,8
diperoleh dari sisa industri pengolahan keju dengan menggunakan enzim seperti
cheddar dan edam, atau dari pengolahan kasein.
Persentase nilai pH produk minuman whey kerbau fermentasi
mengalami perubahan pH untuk setiap perlakuan level sukrosa selama
fermentasi. Urutan perlakuan level sukrosa yang mengalami perubahan dari
yang terbesar ke terkecil adalah 9, 12 dan 15% masing-masing secara
berurutan sebesar 4,83; 4,84; dan 4,83.
23
Nilai pH minuman whey fermentasi diukur dengan pH meter, hasil
pengukuran dapat dilihat pada Gambar 7.
4.844
Nilai pH
4.842
4.84
4.838
4.836
4.834
4.832
9
12
Level Sukrosa
15
Gambar 7. Nilai pH produk minuman whey fermentasi dengan perlakuan level
sukrosa
Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan
berbagai level sukrosa tidak berpengaruh (P> 0,05) terhadap nilai pH minuman
whey fermentasi kerbau.
Pada hasil penelitian pada level sukrosa 0% (Tabel 4) pH whey
fermentasi sangat tinggi karena belum terjadi metabolisme bakteri yang
menghasilkan asam laktat, sedangkan pada penembahan level sukrosa 9%,
12% dan 15% terjadi penurunan pH dikarenakan terjadi metabolisme bakteri
Lactobacillus achidophillus
FNCC 0051 dan menghasilkan asam laktat,
dimana level sukrosa yang ditambahkan digunakan bakteri sebagai sumber
energi untuk metabolismenya yang meningkatkan asam laktat dan pH yang
menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Fardiaz (1988) yang menyatakan
bahwa semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak asam yang
dihasilkan sehingga pH semakin turun. Keadaan ini kemungkinan tidak berlaku
seterusnya karena kurva pertumbuhan bakteri melalui fase-fase.
Terjadi penurunan nilai pH dari nilai pH awal dan nilai pH hasil
fermentasi diduga adanya metabolisme bakteri Lactobacillus acidophilus. Hal
24
ini sesuai dengan pendapat Singleton (1988) menyatakan bahwa, penurunan
pH merupakan salah satu akibat dari proses fermentasi yang terjadi karena
adanya akumulasi asam yang berasal dari BAL.Adesokan dkk. (2011)
melaporkan bahwa peningkatan kadar asam dan penurunan pH pada fermentasi
susu dengan kultur bakteri asam laktat sudah terlihat selama 24 jam. Semakin
banyak
jumlah
mikroba
yang
berkembangbiak
maka
kemampuan
menghasilkan asam laktat juga meningkat. Asam laktat yang dihasilkan oleh
BAL akan diekresikan keluar sel sehingga terakumulasi dalam cairan
fermentasi (Astawan, 2007). Rahman (1992), menambahkan asam laktat yang
terbentuk akan menyebabkan penurunan nilai pH
Semakin tinggi konsentrasi sukrosa yang diberikan, maka nilai pH dari
minuman fermentasi whey kerbau fermentasi yang dihasilkan semakin rendah.
Dengan tersedianya nutrisi yang optimal, maka aktivitas bakteri asam laktat
akan meningkat sehingga menyebabkan jumlah asam hasil metabolisme juga
meningkat. Menurut Spreer (1998), asam laktat dan asetaldehid yang
dihasilkan menyebabkan penurunan pH media fermentasi atau meningkatkan
keasaman dan menimbulkan aroma khas. Charalampopoulus et al. (2002),
menyatakan bahwa akumulasi asam yang dihasilkan melalui metabolisme
bakteri asam laktat dapat menurunkan pH medium.
Asam laktat yang dihasilkan sebagai produk utama akan terdisosiasi
menghasilkan H+ dan CH3CHOHCOO-, sehingga semakin tingginya asam
laktat memungkinkan tingginya ion H+ yang terbebaskan dalam medium. Jika
semakin tinggi level sukrosa, maka pH semakin menurun. Hal ini diduga
karena peningkatan jumlah asam organik yang merupakan hasil metabolisme
dari bakteri asam laktat yang ada pada produk minuman fermentasi whey keju.
25
Yang (2000) menyatakan bahwa, fermentasi yang melibatkan bakteri asam
laktat ditandai dengan peningkatan jumlah asam-asam organik yang diiringi
dengan penurunan pH. Ditambahkan pula oleh pendapat Malaka (2010) yang
menyatakan bahwa peningkatan asam laktat diakibatkan oleh aktivitas bakteri,
pH akan menurun, akibat aktivitas buffer fosfat,sitrat dan protein.
Nilai pH whey fermentasi kerbau pada seiap perlakuan berkisar antara
4,0 – 5.6. Kualitas susu fermentasi berdasarkan pH, yang baik menurut Adriani
(2005), yaitu 3,8 – 4,6. Menurut Buckle et al. (1987), yang menyatakan bahwa
jika terjadi cukup banyak pengasaman oleh aktifitas bakteri maka pH susu
dapat menurun. Ditambahkan pula oleh pendapat Helferich dan Westhoff
(1980), yang menyatakan bahwa pembentukkan asam laktat dari laktosa
digunakan sebagai sumber energi dan karbon selama pertumbuhan bakteri
dalam proses fermentasi sehingga pH akan menurun. Sehingga pertumbuhan
mikroba berbahaya pada produk fermentasi akan terhambat, akibat adanya
penurunan pH oleh aktivitas proses fermentasi. Penuruan pH juga yang
menyebabkan rasanya agak asam karena terbentuknya asam laktat sebagai
produk utama hasil metabolisme bakteri asam laktat (Winarno, 1997)
B. Kandungan Asam Laktat Minuman Whey Fermentasi Kerbau
Asam laktat merupakan salah satu metabolit primer yang dihasilkan
dalam proses fermentasi. Menurut Rachman (1989), metabolit primer adalah
senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dibutuhkan oleh
mikroba tersebut untuk pertumbuhannya. Menurut Rahman et. al (1992)
golongan bakteri Lactobacillus
merupakan bakteri homofermentatif yang
terutama memproduksi asam laktat.
26
Persentase kandungan asam laktat produk minuman whey mengalami
perubahan untuk setiap penambahan level sukrosa selama fermentasi. Urutan
penambahan level sukrosa yang mengalami perubahan dari yang terbesar ke
terkecil adalah 15, 12,dan 9%, masing-masing secara berurutan sebesar 0,36;
0,35; dan 0,33.
Hasil analisi ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa
penambahan berbagai level sukrosa berpengaruh (P <0,01) terhadap kandungan
asam laktat sesudah fermentasi. Hasil pengukuran total asam yang dinilai
sebagai total asam laktat disajikan pada Gambar 8.
Kandungan Asam Laktat
0.36
0.355
0.35
0.345
0.34
0.335
0.33
0.325
0.32
9
12
Level Sukrosa (%)
15
Gambar 8. Kandungan Asam Laktat produk minuman whey fermentasi dengan
perlakuan level sukrosa.
Berdasarkan hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa kandungan asam
laktat pada minuman whey fermentasi dengan penambahan level sukrosa 9%
berbeda dengan menggunakan level sukrosa 12 dan 15%. Dan level sukrosa
12% berbeda dengan menggunakan level sukrosa 9 dan 15 %. Kandungan
asam laktat yang dimiliki penambahan level sukrosa 0% (Tabel 4) dan 9%
lebih rendah daripada penambahan level sukrosa 12 dan 15% pada minuman
whey fermentasi kerbau.
Jumlah asam menunjukkan aktifitas bakteri asam laktat dalam
memecah laktosa untuk menghasilkan asam laktat. Hasil penelitian
27
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kandungan asam laktat setelah
fermentasi (Gambar 8) . Peningkatan kandungan asam laktat tersebut berasal
dari akumulasi asam dari BAL. Asam laktat sebagai produk akhir metabolism
bakteri menyebabkan peningkatan keasaman produk minuman whey
fermentasi. Peningkatan keasaman menyebabkan peningkatan konsentrasi ion
hidrogen. Peningkatan ion hidrogen menyebabkan turunnya pH (Gambar 7).
Peningkatan aktifitas bakteri diduga adanya penambahan level sukrosa
yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat untuk tumbuh. Hal ini sesuai
dengan pendapat Usmiati dan Utami (2008), S. Thermophilus hanya
menggunakan glukosa dan sukrosa sebagai sumber energi dan tidak dapat
memetabolisme raffinosa dan stakiosa peningkatan jumlah BAL juga akan
berpengaruh terhadap penggunaan sumber N (nitrogen) untuk kebutuhan
metabolisme, salah satunya merombak gula (sukrosa/laktosa) menjadi asam
laktat. Selanjutnya dikatakan oleh Fatma (2012) bahwa perbedaan kandungan
asam laktat disebabkan bahan dan atau media pertumbuhan, jenis bakteri, level
serta inkubasi. Sendra dkk. (2008); Kailasapathy dkk.(2008) mengemukakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas Lactobacillus dalam yoghurt
antara lain strain bakteri probiotik, ketersediaan nutrisi, level inokulasi, waktu
inkubasi, suhu inkubasi, dan kodisi penyimpanan, pH, konsentrasi gula
(tekanan osmotik), kandungan padatan susu dan suhu penyimpanan.
Asam yang terbentuk dipengaruhi oleh penambahan sukrosa. Pada
tahap pertama sukrosa akan dipecah menjadi asam piruvat melalui Jalur
Embden Meyerhof-Parnas (EMP) (Lee, 1996). Pada tahap kedua fermentasi
asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat (Fardiaz,1988). Sukrosa yang
ditambahkan dalam pembuatan minuman whey fermentasi kerbau untuk semua
28
perlakuan sama. Dapat disimpulkan jumlah tersebut telah mencukupi untuk
berlangsungnya fermentasi menjadi asam laktat, jika sukrosa kurang maka
reaksi akan merubah piruvat menjadi acetyl CoA kemudian menjadi asetat atau
piruvat menjadi etanol atau acetoin.
Adanya asam di dalam susu terutama disebabkan oleh aktivitas bakteribakteri pembentuk asam. Bakteri tersebut dapat merubah laktosa menjadi asam
laktat dan timbulnya asam laktat dapat menurunkan pH susu. Menurut Rahayu
(1989), bahwa kadar asam fermentasi susu dipengaruhi oleh aktivitas bakteri
yang merubah gula (laktosa) menjadi asam laktat, walaupun laktosa susu yang
diubah menjadi asam laktat hanya sekitar 30% sedangkan sisanya (70%) masih
dalam bentuk laktosa. Buckles et al, (1987) juga menyatakan bahwa suasana
asam diakibatkan oleh proses fermentasi susu, yaitu perubahan laktosa menjadi
asam laktat oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat serta
senyawa-senyawa yang terkandung dalam susu seperti albumin, kasein sitrat,
dan fosfat.
C. Aktivitas Antibakteri Pada Minuman Whey Fermentasi Kerbau
Pengukuran aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode well
diffusion. Pengujian zona hambatan pada media padat digunakan untuk
penentuan efek antibakteri minuman fermentasi terhadap bakteri uji
Sthaphylococcus aureus dan Escherichia coli karena bakteri ini merupakan
bakteri patogen yang berkaitan erat dengan makanan terutama menyebabkan
gangguan masalah pencernaan. Pengaruh level sukrosa dapat dilihat pada
Tabel 4.
29
Tabel 4. Aktivitas antibakteri minuman whey fermentasi
Aktivitas
antibakteri(mm)
Escherichia coli
21.70a
Level Sukrosa (%)
9
Aktivitas
antibakteri(mm)
Staphylococcus aureus
15.71a
12
21.83b
16.35b
15
22. 30c
18. 35c
Tabel 4 menunjukkan kisaran zona hambatan yang terbentuk pada
produk minuman whey fermentasi kerbau dengan penambahan level sukrosa
terhadap Staphylococcus auerus dan Escherichia coli berturut turut adalah
21,70 – 22, 30 ; 15,71 – 18,35 mm. Zona hambatan yang dihasilkan produk
minuman whey fermentasi pada penelitian ini berbeda sangat jauh dari
penelitian
Fatma
(2012)
untuk
produk
whey
fermentasi
terhadap
Staphylococcus auerus FNCC 0047, Bacillus cereus FNCC 0057, Escherichia
coli FNCC 0091, Shigella flexneri ATCC 1202 berturut turut 8,69 – 12,57;
10,05 – 14,39 ; 7,91 – 12,89 mm. Hal tersebut diduga karena perbedaan spesies
bakteri dan perbedaan komponen bahan penyusun produk fermentasi.
Aktivitas Antibakteri (Bakteri Indikator Escherichia coli)
Semakin tinggi konsentrasi sukrosa maka akan semakin besar luas zona
bening. Zona bening yang terbentuk dipengaruhi oleh bakteri asam laktat yang
memproduksi asam laktat, asam-asam organik lain, hydrogen peroksida, dan
diasetil serta senyawa senyawa lain yang bersifat antimikroba (Yang, 2000).
Hasil analisis ragam menunjukkan
(Lampiran 3) menunjukkan bahwa
penambahan berbagai level berpengaruh (P>0,01) terhadap aktivitas antibakteri
terhadap bakteri Escherichia coli minuman whey fermentasi kerbau.
30
Hasil uji lanjut LSD (Tabel 4) menunjukkan bahwa zona hambatan
yang dihasilkan produk minuman whey fermentasi dengan perlakuan level
sukrosa 9% lebih kecil dari perlakuan 12 dan 15% (P<0,01). Diameter zona
hambatan yang dihasilkan produk minuman fermentasi dengan perlakuan level
sukrosa 12% lebih kecil dari perlakuan level sukrosa 15% (P<0,01).
Zona hambatan semakin meningkat seiring dengan peningkatan level
sukrosa pada whey kerbau fermentasi (Tabel 4), sukrosa dimanfaatkan oleh
bakteri Lactobacillus acidophilus adanya akumulasi asam laktat menyebabkan
penurunan pH. Asam laktat yang tinggi dan pH yang rendah mempunyai fungsi
sebagai
antibakteri
yaitu menghambat pertumbuhan bakteri
patogen.
Escherichia coli digunakan sebagai efek penghambatan karena merupakan
bakteri patogen yang tumbuh optimum pada pH 6 -7 (Surono, 2004).
Menurut Davis and Stout (1971), kriteria kekuatan daya antibakteri
sebagai berikut : diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan
lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 10-20 mm
dikategorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat
kuat. Berdasarkan kriteria tersebut, maka daya antibakteri whey fermentasi
kerbau pada bakteri Escherichia coli level sukrosa 9% (21.70 mm), 12% (21.83
mm) dan 15 (22. 30 mm) termasuk kategori zona hambat kuat.
Aktivitas Antibakteri (Bakteri Indikator Staphylococcus aureus)
Aktivitas antibakteri yang dimiliki produk minuman whey fermentasi
dengan perlakuan penambahan berbagai level sukrosa Staphylococcus aureus
terlihat dengan besarnya diameter zona hambatan. Zona hambatan semakin
meningkat seiring dengan peningkatan level sukrosa pada produk whey
31
fermentasi (Tabel 2). Hasil anova (Lampiran 3) menunjukkan bahwa produk
minuman whey fermentasi dengan penambahan level sukrosa berpengaruh
(<0,01) terhadap zona hambatan Staphylococcus aureus.
Hasil uji lanjut LSD (Tabel 4) menunjukkan bahwa zona hambatan
yang dihasilkan produk minuman whey fermentasi dengan perlakuan level
sukrosa 9% lebih kecil dari perlakuan 12 dan 15% (P<0,01). Diameter zona
hambatan yang dihasilkan produk minuman fermentasi dengan perlakuan level
sukrosa 12% lebih kecil dari perlakuan level sukrosa 15% (P<0,01). Menurut
Ardiansyah (2005) ketentuan kekuatan antibakteri adalah sebagai berikut :
daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10 20 mm (kuat), 5 -10 mm (sedang), dan daerah hambatan 5 mm atau kurang
(lemah). Hasil penelitian jika dibandingkan dengan standar tersebut masuk
kategori aktivitas antibakteri kuat.
Naidu (2000) menyatakan bahwa efektivitas antibakteri dari asam
laktat meningkat bersamaan dengan penurunan pH. Asam laktat yang tak
terdisosiasi bebas menembus membran sel dan kemudian masuk ke dalam
sitoplasma bersuasana pH tinggi. Pada kondisi pH tinggi (dalam sitoplasma),
asam laktat terdisosiasi sehingga menghasilkan proton yang cenderung
menurunkan pH sitoplasma. Sel akan berusaha mempertahankan pH
internalnya dengan cara menetralkan atau memaksa keluar proton. Usaha ini
akan memperlambat pertumbuhan bakteri karena energi pertumbuhan
digunakan untuk mengeluarkan proton. Jika pH eksternal rendah dan
konsentrasi asam ekstraseluler tinggi maka beban dari sel akan menjadi besar
dan pH sitoplasma akan menjadi turun. Hal ini tidak mungkin bisa dilalui pada
32
kondisi pertumbuhan dan jika terjadi maka sel akan mati. Penghambatan
senyawa ntibakteri lebih tinggi pada Staphylococcus aureus dibandingkan
dengan Escherichia coli.
33
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Susu kerbau dapat diolah menjadi dangke, dangke menghasilkan
produk samping (by-product) yang disebut whey, whey kerbau dapat
dijadikan sebagai minuman fungsional yang bermanfaat bagi
kesehatan manusia.
2. Hasil analisis nilai pH dan kandungan asam laktat whey kerbau
fermentasi berkisar antara 4;83 – 4;84 dan 0,33 – 0,35%, Nilai pH
whey kerbau
menurun seiring peningkatan level sukrosa, dan
kandungan asam laktat meningkat seiring peningkatan level sukrosa..
3. Hasil analisis aktivitas antibakteri whey kerbau fermentasi pada bakteri
uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli berkisar antara 21.70
– 22.30 mm dan 15.71 – 18.35 mm. Aktivitas antibakteri whey kerbau
fermentasi dipengaruhi oleh level sukrosa (9, 12, dan 15%) dan
interaksi nilai pH dan kandungan asam laktat.
Saran
Level sukrosa 15 % sebaiknya digunakan untuk menghasilkan produk
minuman whey kerbau fermentasi.
34
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Bakteri Staphylococcus aureus . http://queenofsheeba. wordpress
com/2008/07/22/ Diakses Pada Tanggal 04 Februari 2013. Makassar
Asdi, A. M. Marzoeki, A. Jufri, A. Amir. 1997. Penelitian Peningkatan Mutu
Dangke. Laporan Penelitian. Deperindag Ujung Pandang.
Almeida, K.E., A. Y. Tamime, and M. N. Oliviera, 2008. Acidification rates of
probiotic in Minas frescal cheese whey. LWT,41: 311-316.
Adriani, L. 2005. Bakteri probiotik sebagai starter dan implikasi efeknya terhadap
kualitas yoghurt, ekosistem saluran pencernaan dan biokimia darah mencit.
Disertasi Program Pasca Sarjana. Universitas Padjajaran: Bandung.
Adesokan, I.A., B.B. Odetoyinbo, Y.A. Ekanola, R.E. Avanrenren, and S.
Fakorede. 2011. Production of Nigerian nono using lactic starter cultures.
Pakistan J. Nutrition 10(3): 203-207.
Ardiansyah. 2007. Antimikroba Dari Tumbuhan.
http://www.beritaiptek.com. Diakses Oktober 2012.
Artikel
IPTEK.
Buckle, K. A., R, A. Edwars, G. H. Fleet dan M. Wooten. 1987. Ilmu Pangan
Terjemahan H. Purnomo. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Jakarta.
Bohnert, G. 1998. Bioconvertion Of Cheese Waste (Whey). Journal United States
Departement Of Energy.
Charalampopoulus, D.R., Wang S., S. Pandiella and C. Webb. 2002. Application
of Cereals and Cereal Components in Functional Food: A Review.
International Journal of Food Microbiology 79:131-141.
DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. ITB, Bandung.
Djide, M.N. 1991. Pengaruh Penambahan Getah Pepaya dan Beberapa Macam
Pengawet pada Pembuatan Dangke . Laporan Penelitian Fakultas MIPA,
Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Fardiaz . 1988. Fisiologi Fermentasi. PAU IPB bekerja sama dengan Lembaga
Sumberdaya Informasi IPB p 15-16, 23
Fatma. 2012. Potensi dan Perkembangan Whey Dangke Menjadi Minuman
Fungsional. Desertasi. Program
Pascasarjana Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Gasperz, V. 1991. Metode Rancangan Percobaan. Arminco, Bandung
35
Gallardo-Escamilla, F.J., A.L. Kelly and C.M. Delahunty. 2005. Sensory
characteristics and related volatile flavor cpmpound of different types of
whey. Journal Dairy Science, 88;2689-2699.
Goutara dan S. Wijandi. 1985. Dasar Pengolahan Gula. Departemen Teknologi
Hasil Pertanian IPB, Bogor.
Gordon, J., 1993. Dairy Products in Food Industries Manual 23rd ed. Chapman and
Hall. London.
Handayani, R.M. 2004. Pemanfaatan Whey untuk Produk Nata de Whey (Kajian
Konsentrasi Starter dan Lama Inkubasi). http:// digilib, umm. ac.
id/files/disk1/7/dijtummpp-gdl-s1- (Diakses 3 Mei 2013).
Helferich, W., and D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice-Hall,
Inc.,Englewood Cliffs : New Jersey.
Iqbal
M. 2007. Isolasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Penghasil
Antimikroba.http://(http:/mochammadiqbal.wordpress.com. Diakses 2 Mei
2008.
Jenie, B.S.L dan W.P. Rahayu,. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Kailasapathy, K., I. Harmstorf and M., I. Philips. 2007. Survival of Lactobacillus
acidophilus and Bifidobacterium animalis ssp.lactis strirred fruit yogurts
LWT-Food Sciense and technology, doi: 10. 1016/j.lwt.08.009.
Kosikowski,F.V., and V.V. Mistry. 1997. Whey and whey foods.Vol. I. F.V.
Kosikowski, LLC, Great Falls, V.A.
Lee, B.H. 1996. Fundamental of Food Biotechnology. VCH Publishers.Inc. 337
7th Avenue New Cork.
Mazza, G. 1998. Functional Food. Biochemical and Processing Aspects
Technomic Publishing Company,Inc, USA.
Malaka, R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar.
Mayra-Makinen dan Bigret, 1998. Industrial Use and Production of Lactic Acid
Bacteria. Di dalam: Salminen, S. dan Atte von Wright (Eds.). Lactic Acid
Bacteria: Microbiology and Functional Aspects, 2nd edition. Marcel
Dekker, Inc., New York.
Naidu, A. S. dan R. A. Clemens. 2000. Natural Food Antimicrobial Systems.
CRC Press, LCC.
Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi Industrial. Kerjasama PAU Pangan dan
Gizi. Arcan, Jakarta.
36
Rahman, A., S. Fardiaz, W. P. Rahayu, Suliantari dan C. C. Nurwitri. 1992.
Bahan Pengajaran: Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Rahmawati, R.D. 2006. Studi Viabilitas dan Aktivitas Antimikrobial Bakteri
Probiotik (Lactobacillus acidophillus) dalam Medium Fermentasi Berbasis
Susu dan Bekatul Selama Proses Fermentasi. Skripsi. Jurusan THP.
Universitas Brawijaya. Malang.
Ridwan, M. 2004. Analisis Kinerja Kualitas Industri Kecil Makanan Khas
Tradisional Dangke di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Tesis
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rahayu, K.K. 1989. Fermentasi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik. Sterokimia, Karbohodrat, Lemak dan
Protein. Gadjah mada University Press, Yogyakarta.
Sendra, E., P. Fayos, Y. Lario, J. Fernandez-Lopez, E. Sayas –Babera, and J. A.
Perez-Alvares. 2008. Incorporation of citrus fibers in fermented milk
cpntaining probiotic bacteria. Food Microbiology, 25, 13-21.
Staszewski, M. and R.J. Jagus. 2008. Natural antimicrobial; Effects of
MicrogardTM and nisin against Listeria Innocua in Liquid cheess whey.
International Dairy Journal, 18, 255-259.
Sudarmadji,S. 1984, Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan Pertanian, Edisi ke
tiga, Yogkyakarta, Liberty
Spreer, E. 1998. Milk and Dairy Product Technology. Marcel Dekker Inc. USA.
Siso, M. I. and Gonzalez, 1996. The Biotechnological Utilization of Cheese Whey:
Review. Journal Of Bioresource Technology .57: 1-11.
Surono. 1995. Indigenous fermented foods in Indonesia. Japanese J. Dairy and
Food Sci.44: A91-A98.
Surono, I.S. 2004. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha
Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (YAPMMI). TRICK. Jakarta. p
31-32.
Singleton, P. and D. Sainsburry. 1988. Dictionary of Microbiology and Molecular
Biology, 2nd. John Willey and Sons, Ltd. Singapore.
Spreer, E. 1998. Milk and Dairy Product Technology. Marcel Dekker Inc. USA.
Scott, R. 1986. Cheesemaking Practise. 2nd Ed. Elsevier Applied Science, London
dan New York.
37
Tamime, A.Y. dan R.K. Robinson. 1989. Yoghurt Science and Technology.
Pergamon press, Oxford.
Tamime, A.Y. 2006. Fermented Milks. Blackwell, UK.
Todorov, S.D and Dicks, L.MT. 2007. Bacteriocin production by Lactobacillus
pentosus ST712BZ isolated from boza. Brazilian Journal of Microbiology
vol. 38 no. 1.Sao.
Usmiati, S dan T. Utami. 2008.Pengaruh bakteri probiotik terhadap mutu sari
kacang tanah fermentasi. Jurnal Pasca Panen. 5 (2): 27--‐36
Vinderola, C.G., Gueimonde, M., Delgado, T., Reinheimer J. A.and de los Reyes
– Gavilan, C.G. 2000. Characteristics carbonated fermented milk and
survival of probiotik bacteria. Internasional Dairy Journal, 10-213-220.
Vrese, M., Anna S., Bernd R., Susanne F., Christiane L. dan Jurgen S. 2001.
Probiotic Compensation for Lactase Insufficiency. American Journal
Clinical Nutrition. http://www.ajcn.org. (04 November 2012).
Wibowotomo, Budi. 1990. Produk Fermentasi Susu. Skripsi. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Winarno.1997. Kesehatan dan nutrisi yang terkandung di dalam bakteri asam
laktat. http: //www. wikimedia.org/wiki/Lactobacillus _plantarum.Diakses
tanggal 12 Oktober 2010.
Winarno, FG., S. Fardiaz, D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yang, Z. 2000. Antimicrobial Compounds And Extracellular Polysaccharides
Produced By Lactic Acid Bacteria:Structure and Properties. Department of
Food Technology University of Helsinki .
38
Lampiran 1 . Tabel Anova & uji lbhhanjut LSD pH minuman whey
fermentasi kerbau.
ANOVA
Nilai pH
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
9.333E-5a
2
4.667E-5
.002
.998
351.190
1
351.190
1.861E4
.000
9.333E-5
2
4.667E-5
.002
.998
Error
.226
12
.019
Total
351.417
15
.227
14
Corrected Model
Intercept
LevelSukrosa
Corrected Total
a. R Squared = .000 (Adjusted R Squared = -.166)
LSD
Nilai pH
(I)
LSD
(J)
95% Confidence Interval
Leve
Leve
lSukr
lSukr Mean Difference
osa
osa
A12%
A15%
A9%
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
A15%
.0040
.08689
.964
-.1853
.1933
A9%
.0060
.08689
.946
-.1833
.1953
A12%
-.0040
.08689
.964
-.1933
.1853
A9%
.0020
.08689
.982
-.1873
.1913
A12%
-.0060
.08689
.946
-.1953
.1833
A15%
-.0020
.08689
.982
-.1913
.1873
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .019.
39
Lampiran 2. Tabel Anova & uji lanjut LSD Kandungan Asam Laktat
minuman whey fermentasi kerbau.
ANOVA
Kandungan Asam Laktat
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
.002a
2
.001
20.667
.000
Intercept
1.803
1
1.803
4.507E4
.000
LevelSukrosa
.002
2
.001
20.667
.000
Error
.000
12
4.000E-5
Total
1.805
15
.002
14
Corrected Total
a. R Squared = .775 (Adjusted R Squared = .738)
LSD
Kandungan Asam Laktat
(I)
LSD
(J)
95% Confidence Interval
Leve
Leve
lSukr
lSukr Mean Difference
osa
osa
A12%
A15%
A9%
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
A15%
-.0040
.00400
.337
-.0127
.0047
A9%
.0200*
.00400
.000
.0113
.0287
A12%
.0040
.00400
.337
-.0047
.0127
A9%
.0240*
.00400
.000
.0153
.0327
A12%
-.0200*
.00400
.000
-.0287
-.0113
A15%
-.0240*
.00400
.000
-.0327
-.0153
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 4.00E-005.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
40
Lampiran 3. Tabel Anova & uji lanjut LSD Zona Hambatan E. Coli
minuman whey fermentasi kerbau.
ANOVA
Aktivitas Antibakteri E.
Coli
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
.994a
2
.497
876.859
.000
7223.965
1
7223.965
1.275E7
.000
LevelSukrosa
.994
2
.497
876.859
.000
Error
.007
12
.001
Total
7224.965
15
1.001
14
Corrected Model
Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .993 (Adjusted R Squared = .992)
LSD
Dependent Variable:AAEColi
(I)
LSD
(J)
95% Confidence Interval
Leve
Leve
lSukr
lSukr Mean Difference
osa
osa
A12%
A15%
A9%
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
A15%
-.4720*
.01506
.000
-.5048
-.4392
A9%
.1260*
.01506
.000
.0932
.1588
A12%
.4720*
.01506
.000
.4392
.5048
A9%
.5980*
.01506
.000
.5652
.6308
A12%
-.1260*
.01506
.000
-.1588
-.0932
A15%
-.5980*
.01506
.000
-.6308
-.5652
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .001.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
41
Lampiran 4. Tabel Anova & uji lanjut LSD Zona Hambatan S. Aerus
minuman whey fermentasi kerbau.
ANOVA
Aktivitas Antibakteri S.
Aerus
Type III Sum of
Source
Squares
Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
18.984a
2
9.492
4.374E3
.000
4236.625
1
4236.625
1.952E6
.000
18.984
2
9.492
4.374E3
.000
Error
.026
12
.002
Total
4255.634
15
19.010
14
Intercept
LevelSukrosa
Corrected Total
a. R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)
LSD
Aktivitas Antibakteri S.
(I)
LSD
Aerus
(J)
95% Confidence Interval
Leve
Leve
lSukr
lSukr Mean Difference
osa
osa
A12%
A15%
A9%
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
-2.0040*
.02946
.000
-2.0682
-1.9398
A9%
.6360*
.02946
.000
.5718
.7002
A12%
2.0040*
.02946
.000
1.9398
2.0682
A9%
2.6400*
.02946
.000
2.5758
2.7042
A12%
-.6360*
.02946
.000
-.7002
-.5718
A15%
-2.6400*
.02946
.000
-2.7042
-2.5758
A15%
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .002.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
42
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Pembuatan Dangke
Pemisahan Curd dengan Whey
Pembuatan Media
Penambahan Enzim Papain
Pasteurisasi Whey
Uji pH Whey
43
Pengujian aktivitas antibakteri
Media bakteri
Inokulasi bakteri
44
RIWAYAT HIDUP
Misrianti B. dilahirkan pada tanggal 04 November 1990
di Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan.
Penulis adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara dari
pasangan Baddu Hakim S. dan Haspiah (alm).
Pada
tahun 1996 penulis memulai pendidikan di Taman
Kanak-Kanak Pertiwi Belajen, Kemudian pada tahun
1997 di Sekolah Dasar Negeri INPRES 112 Belajen dan tamat pada tahun
2003. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke MTsN 1 Alla’, tamat
pada tahun 2006. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas
45 Unggulan Sossok pada tahun 2006 dan tamat pada tahun 2009. Pada tahun
yang sama pula, penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri
dan lulus melalui Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNPTN) di
Jurusan Produksi Ternak,Program studi Teknoogi Hasil Ternak,
Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
45
Download