Kelayakan Teks Hikayat dalam Buku Teks Bahasa Indonesia SMA Kelas X Kurikulum 2013 Edisi Revisi sebagai Bahan Ajar Yekti Fajar Herlina*, Nas Haryati Setyaningsih**, Mulyono** Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni [email protected] ABSTRAK Minimnya bahan ajar teks hikayat dinilai sebagai faktor penyebab kurangnya penguasaan materi teks hikayat oleh guru bahasa sehingga seringkali teks tersebut disajikan apa adanya tanpa melakukan penyeleksian tertentu. Hipotesis tersebut didukung kenyataan penemuan konten teks sastra bermuatan negatif dalam buku teks pelajaran yang beredar di pasaran. Oleh karena itu, dibutuhkan justifikasi terhadap kelayakan teks-teks sastra, termasuk hikayat sebelum diajarkan pada peserta didik. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan unsur pembangun dan kelayakan sepuluh buah teks hikayat dalam tiga buku teks Bahasa Indonesia SMA kelas X kurikulum 2013 edisi revisi. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik analisis data menggunakan teori struktural Robert Stanton. Berdasarkan aspek validitasnya, ditemukan sembilan buah teks hikayat yang sudah lengkap unsur pembangunnya, baik dari segi fakta cerita, tema, maupun sarana sastra. Satu teks sisanya dinilai belum sesuai karena tidak terdapat kejelasan nilai dan makna di dalam teks yang disajikan. Kemudian dari aspek reliabilitasnya, terdapat empat teks yang dinilai memiliki kekurangan, baik dari segi bahasa, psikologi, maupun latar belakang budaya. Ditinjau dari dua aspek tersebut, terdapat enam buah teks hikayat yang dinilai layak dijadikan sebagai bahan ajar. Kata Kunci: teks hikayat, unsur pembangun, teori struktural, kelayakan teks ABSTRACT The inadequate of hikayat text teaching materials was thought to be the factor influenced students‟ lack of hikayat text understanding so that hikayat text was often served unselectedly. This hypothesis was supported by the fact of unfeasible literature texts finding which consisted of negative contents inside some school text books. Therefore, it was needed a justification for the literature texts‟ feasibility, including hikayat text, before it was taught toward students. This research was aimed to describe the intrinsic elements and feasibility of the tenth hikayat texts within the three textbooks of Bahasa Indonesia for Senior High School‟s first grade recent edition. The used research method was descriptive qualitative method with the use of Robert Stanton‟s structural theory for data analyzing technique. Based on validity aspect, there found nine texts with complete content of intrinsic elements including facts, themes, and literary devices. The rest was stated unfeasible cause there was no clearness if values and meaning. For reliability aspects, there found four texts less valued viewed from language, psychology, and culture background point. Based on both aspects mentioned, there were six hikayat texts stated feasible for being served as teaching materials. Keywords: hikayat text, intrinsic elements, structural theory, text‟s feasibility 1 PENDAHULUAN Kekurangseimbangan praktik apresiasi maupun ekspresi ilmu-ilmu humaniora tersebut sempat terjadi pada pembelajaran sastra Indonesia di berbagai jenjang pendidikan hingga kurikulum 2013 diberlakukan, yaitu adanya anggapan kurang penting dan pengesampingan pembelajaran sastra oleh para guru bahasa, terutama oleh mereka para guru yang notabene hanya memiliki pengetahuan dan apresiasi sastra (dan kebudayaan) rendah. Namun kemudian, kekurangseimbangan asupan materi kesastraan dalam pelajaran Bahasa Indonesia diperbaiki seiring disahkan dan disosialisasikannya kurikulum 2013 edisi revisi saat ini. Revisi kurikulum 2013 dan konsekuensi perubahannya dilakukan berdasarkan berbagai masukan dari publik, para ahli, dan para pegiat serta pemerhati pendidikan sehingga ada perbaikan pada Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) baik format maupun isinya. Indikasi penyeimbangan porsi materi kesastraan dapat dinilai dari perubahan struktur kurikulum yang mulai kembali memasukkan teks-teks kesastraan dalam pembelajaran secara lebih rinci. Sebagai objek, khazanah sastra Indonesia terdiri atas dua macam: sastra lama dan sastra modern. Sebagai salah satu produk sastra lama berjenis prosa, hikayat juga menentukan nasib kebesaran suatu bangsa yang didasarkan pada bagaimana atau seberapa jauh suatu bangsa menghargai dan memelihara hikayat, yang sama-sama dinilai sebagai warisan nenek moyang. Untuk itu dibutuhkan langkah yang benar, yaitu dengan menginterpretasi dan mengapresiasi hikayat. Adanya kasus dekadensi moral yang diasumsikan menjadi tanggung jawab dunia pendidikan dapat diatasi dengan sebuah solusi yaitu melalui penggunaan bahan ajar. Kesulitan peserta didik dalam memahami teks sastra hikayat salah satunya disebabkan ketidakbiasaan peserta didik dalam membaca teks hikayat. Minimnya bahan ajar teks hikayat berimbas pada kurangnya penguasaan materi teks hikayat oleh para guru sastra sehingga seringkali teks-teks tersebut disajikan apa adanya tanpa melakukan penyeleksian tertentu. Untuk memberikan justifikasi terhadap kelayakan sebuah teks sastra dibutuhkan pemahaman atau analisis lebih dalam dengan mengacu pada suatu pendekatan tertentu. Makna-makna yang terkandung dalam hikayat dapat diintepretasi dengan cara atau teknik mengungkap ide atau pesan yang terkandung dalam isi hikayat melalui telaah aspekaspeknya seperti fakta cerita (plot, tokoh, dan latar), sarana cerita (sudut pandang, pencitraan, dan gaya bahasa), dan pengembangan tema yang relevan dengan judul. Maka 2 dari itu, penelitian ini akan menggunakan tinjauan struktural Robert Stanton untuk menganalisis unsur intrinsik dari teks hikayat. Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah (1) unsur-unsur pembangun teks-teks hikayat yang tercantum dalam buku teks bahasa Indonesia kelas X kurikulum 2013 edisi revisi berdasarkan tinjauan struktural, dan (2) kelayakan teks-teks hikayat yang tercantum dalam buku teks bahasa Indonesia kelas X kurikulum 2013 edisi revisi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan unsur-unsur pembangun serta kelayakan teks-teks hikayat yang tercantum dalam buku teks bahasa Indonesia kelas X kurikulum 2013 edisi revisi. Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang pernah membahas seputar hikayat maupun aplikasi teori struktural antara lain adalah (1) Wieringa (2014:93-111), (2) Haryadi (2015:201-213), (3) Hadi (2015:1-8), (4) Sayekti (2009:135-144), (5) Sumasari (2014:6875), dan (6) Hakim (2014:67-84). Penelitian-penelitian tersebut hanya mengemukakan bagaimana sebuah karya sastra hikayat dianggap unik sehingga layak untuk diteliti menurut aspek-aspek pembangunnya sedangkan penelitian ini akan menguraikan bagaimana sebuah karya atau teks sastra hikayat yang sudah disajikan pada pembaca di ranah akademik dianalisis kembali untuk menilai apakah teks-teks sastra, utamanya hikayat, sudah melalui proses penyeleksian atau sekadar memasukkan teks-teks hikayat yang sudah ada dan langsung disajikan pada peserta didik. Hikayat berasal dari bahasa Arab hikayah, yang berarti „cerita‟. Menurut Nursisto (2000) hikayat merupakan cerita kuno sejenis roman berbahasa Melayu yang penuh dengan khayal dan berpokok pada kehidupan raja, dihiasi dengan peristiwa atau kejadian yang luar biasa dan menakjubkan. Unsur pembangun teks hikayat adalah unsur-unsur yang membangun „dari dalam‟ karya sastra hikayat itu sendiri. Menurut teori struktural yang dicetuskan oleh Robert Stanton, unsur-unsur pembangun dalam karya sastra terdiri atas tiga hal, yaitu (1) fakta cerita, yang meliputi karakter (tokoh cerita), plot, dan latar; (2) tema, serta (3) sarana sastra, yang meliputi judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi (Stanton 2012). Fakta-fakta cerita yang jika dirangkum dinamakan struktur faktual merupakan catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Bagian struktur yang pertama adalah karakter. Dalam istilah lain, karakter juga dikenal sebagai aspek tokoh dan penokohan. Kedua adalah bagian plot. Alur (plot) merupakan serangkaian dari tindakan, keadaan, situasi, dan kejadian yang dialami oleh para pelaku dalam suatu cerita (Schmitt dan Viala dalam Muniroh 2012). 3 Terdapat lima gerak tahapan alur menurut Loban dkk (dalam Aminuddin 2013), yaitu eksposisi, komplikasi, klimaks, revelasi, dan denouement. Jenis alur berdasarkan urutan terjadinya peristiwa terdiri atas (1) alur progresif, yaitu alur yang peristiwa-peristiwanya disusun secara kronologis; (2) alur regresif, yaitu alur yang rentetan peristiwanya tidak disusun secara kronologis; (3) alur campuran, yaitu jenis alur yang memadukan alur progresif dan regresif. Bagian ketiga adalah latar, yang merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwaperistiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Meski tidak langsung merangkum sang karakter utama, latar juga dapat merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam cerita (Stanton 2012). Latar dapat dibedakan menjadi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Tema merupakan sebuah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya (Scharbach dalam Aminuddin 2013). Sarana kesastraan (literary devices) adalah teknik yang dipergunakan oleh pengarang untuk memilih dan menyusun detail-detail cerita (peristiwa dan kejadian) menjadi pola yang bermakna (Nurgiyantoro 1998). Bagian pertama adalah judul. Judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya membentuk satu kesatuan. Akan tetapi, bila judul tersebut mengacu pada satu detail yang tidak menonjol maka judul semacam ini acap menjadi petunjuk makna cerita yang bersangkutan. Bagian kedua adalah sudut pandang. Sudut pandang atau titik pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Sudut pandang yang juga diistilahkan sebagai point of view ini terdiri atas empat jenis, yaitu (1) narrator omniscient, (2) narrator observer, (3) narrator observer omniscient, (4) narrator the third person omniscient (Aminuddin 2013). Bagian ketiga adalah gaya dan tone. Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa dan tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Bagian keempat adalah simbolisme, yang merupakan detail-detail konkret dan faktual dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Kemudian bagian kelima adalah ironi. Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya (Stanton 2012). Dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang dikenal luas yaitu (1) ironi dramatis dan (2) tone ironis. Ironi dramatis atau ironi alur dan situasi biasanya muncul 4 melalui kontras diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebelumnya terjadi (Stanton 2012). Tone ironis atau ironi verbal digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan (Stanton 2012). Agar dapat memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, perlu dipertimbangkan tiga aspek pemilihan bahan ajar sastra, yaitu (1) bahasa, (2) psikologi, dan (3) latar belakang budaya (Rahmanto 1988, Endraswara 2002). Aspek bahasa berhubungan dengan panjangpendeknya teks hikayat yang tercantum dalam buku teks, kejelasan alur dan karakterisasi tiap tokoh, serta ketercapaian tiap butir kompetensi dasar. Dalam hal kelayakan bahasa, ada 3 indikator yang juga harus diperhatikan, yaitu (1) kesesuaian pemakaian bahasa dengan tingkat perkembangan peserta didik, (2) pemakaian bahasa yang komunikatif, dan (3) pemakaian bahasa memenuhi syarat keruntutan dan keterpaduan alur berpikir (Muslich 2010). Aspek psikologi berhubungan dengan kesesuaian isi dan nilai teks hikayat dengan tingkat perkembangan psikologi peserta didik. Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis ini harus diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat maupun keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi (Rahmanto 1988). Aspek latar belakang budaya berhubungan dengan kedekatan latar sosial dan budaya dalam hikayat dengan kehidupan peserta didik. “Latar belakang” sering merupakan istilah yang menunjuk budaya. Apabila difokuskan sebuah pandangan pada aspek latar belakang, antara karya sastra satu dengan yang lain akan lebih jelas nampak pelbagai variasinya. Latar belakang karya sastra ini meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti: geografi, sejarah, topografi, iklim, mitologi, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara berpikir, nilai-nilai masyarakat, seni, olahraga, hiburan, moral, etika, dan sebagainya (Rahmanto 1988). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan subjek penelitian berupa teksteks hikayat yang disajikan dalam buku teks Bahasa Indonesia SMA kelas X Kurikulum 2013 edisi revisi baik yang diterbitkan oleh lembaga pemerintah maupun pihak swasta. Adapun objek penelitian ini adalah unsur-unsur pembangun teks hikayat atau yang 5 dipersamakan dengan unsur intrinsik pada karya sastra prosa secara umum dan kriteria pemilihan bahan ajar ditinjau dari aspek bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya dari teks-teks hikayat tersebut. Data dalam penelitian ini berwujud kata, kalimat, dan wacana yang membentuk fakta cerita, tema, dan sarana sastra dari sepuluh buah teks hikayat, yaitu (1) Hikayat Hang Tuah, (2) Hikayat Indera Bangsawan, (3) Hikayat Si Miskin, (4) Hikayat Panji Semirang, (5) Hikayat Bachtiar, (6) Hikayat Patani, (7) Hikayat Sri Rama, (8) Hikayat Raja-raja Pasai, (9) Hikayat Bayan Budiman, dan (10) Hikayat Bunga Kemuning. Adapun sumber data penelitian ini adalah sepuluh buah teks hikayat yang diambil dari sebuah buku teks Bahasa Indonesia SMA kelas X Kurikulum 2013 edisi revisi yang diterbitkan oleh lembaga pemerintah dan tiga buah judul buku teks Bahasa Indonesia terbitan swasta, yaitu (1) Cerdas Berbahasa Indonesia Jilid 1 untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Wajib yang diterbitkan oleh Penerbit Erlangga, (2) Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Siswa SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-ilmu Bahasa dan Budaya yang diterbitkan oleh Penerbit Yrama Widya, dan (3) Bahasa Indonesia untuk Siswa SMA/MA/SMK Kelas X yang diterbitkan oleh Penerbit Yrama Widya. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data observasi dan dokumentasi serta teori struktural Robert Stanton sebagai teknik analisis data. HASIL DAN PEMBAHASAN Unsur Pembangun Teks Hikayat Dalam menganalisis unsur-unsur pembangun teks hikayat, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu (1) plot atau alur yang ditampilkan dalam teks hikayat selalu berupa alur maju, (2) latar tempat dalam hampir seluruh teks hikayat tersebut berlokasi di daerah kerajaan, (3) sudut pandang dalam teks hikayat menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Uraian berikut adalah analisis unsur-unsur pembangun teks hikayat lainnya. Hikayat Hang Tuah. Tokoh yang terlibat dalam teks adalah Hang Tuah, Hang Jebat, Hang Lekir, dan Raja Malaka. Penggambaran watak tokoh Hang Tuah yang pemberani sudah jelas. Tema teks ini adalah heroisme. Pengutipan isi hikayat sudah relevan dengan judulnya. Gaya penulisan teks ini lugas dengan tone yang penuh ketegangan. Terdapat simbolisme berwujud inferensi tokoh Hang Tuah. Ironi juga digunakan dalam teks ini. Hikayat Indera Bangsawan. Tokoh yang terlibat dalam teks ini adalah Indera Bangsawan, Syah Peri, Raja Indera Bungsu, Puteri Ratna Sari, Raksasa, Raja Kabir, serta Puteri Kemala Sari. Penggambaran watak tokoh sudah jelas. Tema teks ini adalah kualitas 6 didikan orang tua terhadap perilaku anak. Pengutipan isi hikayat sudah relevan dengan judulnya. Gaya penulisan teks cenderung mendayu-dayu khas bahasa Melayu dengan tone yang ringan. Terdapat transendensi makna, penggunaan majas repetisi, dan ironi dalam teks tersebut. Hikayat Si Miskin. Tokoh yang terlibat dalam teks ini adalah Mara Karmah, Nila Kesuma, dan seorang warga dusun. Penggambaran watak tokoh sudah jelas. Tema teks ini adalah keeratan tali persaudaraan. Pengutipan isi hikayat sudah relevan dengan judulnya. Gaya penulisan teks ini dinilai lugas, simpel, dan langsung dengan tone yang banyak menunjukkan konflik emosional. Terdapat penggunaan majas repetisi dan ironi dalam teks tersebut Hikayat Panji Semirang. Tokoh yang terlibat dalam teks ini adalah Galuh Cendra Kirana, Raden Inu Kertapati, Galuh Ajeng, Paduka Liku, dan Raden Singa Menteri. Penggambaran watak tokoh sudah jelas. Tema teks ini adalah setiap perbuatan selalu mendatangkan hikmah. Pengutipan isi hikayat sudah relevan dengan judulnya. Gaya penulisan teks ini cenderung simpel dan mengangkat kebudayaan Jawa dengan tone yang ringan. Muncul penggunaan paradoks dan ironi dalam teks ini. Hikayat Bachtiar. Tokoh yang terlibat adalah raja, istri, dan saudara raja. Penggambaran watak tokoh sudah jelas. Tema teks ini adalah setiap perbuatan selalu mendatangkan hikmah. Pengutipan isi hikayat belum relevan dengan judulnya karena tidak terdapat identitas Bachtiar. Gaya penulisan teks ini cenderung meendayu-dayu bercirikan Islam dengan tone yang ringan. Kemudian terdapat penggunaan majas ironi, hiperbola, dan transendensi makna dalam teks tersebut. Hikayat Patani. Tokoh yang terlibat dalam teks ini adalah Paya Tu Naqpa, Encik Tani, dan istrinya. Watak tokoh belum digambarkan dengan jelas. Teks ini bertemakan penyebaran agama Islam. Pengutipan isi hikayat sudah relevan dengan judulnya. Gaya penulisan simpel meski tanpa pengaluran yang jelas dengan tone yang sangat ringan tanpa emosi apapun. Terdapat transendensi makna „rusa putih‟ sebagai simbol „kemakmuran‟. Hikayat Sri Rama. Tokoh yang terlibat adalah Rawana, Raja Saksya, Sipanjalma, Mandudari, Maharaja Kala. Watak tokoh belum digambarkan dengan jelas. Teks ini bertemakan kehidupan di kerajaan. Pengutipan isi hikayat belum relevan dengan judulnya karena tidak terdapat identitas Sri Rama. Gaya penulisan cukup simpel menampilkan sedikit unsur religius dengan tone yang ringan. Tidak terdapat penggunaan simbolisme dan hanya ditemukan ironi dalam teks tersebut. 7 Hikayat Raja-raja Pasai. Tokoh-tokoh yang terlibat adalah Sultan Malik as-Saleh, Raja Perlak, dan Sidi „Ali Ghijas ad-Din. Watak tokoh belum digambarkan dengan jelas. Teks ini bertemakan sejarah raja. Pengutipan isi hikayat sudah relevan dengan judulnya. Gaya penulisan cukup simpel menampilkan unsur Islam dengan tone yang ringan dan kering. Tidak terdapat penggunaan simbolisme dan ironi, hanya nampak tendensi terhadap agama Islam. Hikayat Bayan Budiman. Tokoh-tokoh yang terlibat adalah Khoja Maimun, Bibi Zainab, burung tiung, burung bayan, dan anak raja. Penggambaran watak tokoh sudah jelas. Tema teks ini adalah hikmah perbuatan istri. Pengutipan isi hikayat sudah relevan dengan judulnya. Gaya penulisan teks ini terbilang komunikatif dengan tone yang sedikit kuat. Kemudian terdapat penggunaan majas perumpamaan dan ironi dalam teks tersebut. Hikayat Bunga Kemuning. Tokoh-tokoh yang terlibat adalah Putri Kuning, Putri Hijau, dan delapan putri raja lainnya, serta raja. Penggambaran watak tokoh sudah jelas. Tema teks ini adalah kualitas didikan orang tua terhadap karakter anak. Pengutipan isi hikayat belum relevan dengan judulnya karena tidak terdapat identitas Bunga Kemuning. Gaya penulisan teks cenderung komunikatif dan lugas dengan tone yang cukup menampilkan suasana tegang. Hanya ditemukan penggunaan ironi dalam teks ini. Kelayakan Teks Hikayat sebagai Bahan Ajar Pengategorian kelayakan teks-teks hikayat dilakukan setelah melakukan analisis segi validitas dan reliabilitas teks. Segi validitas berkaitan dengan analisis unsur-unsur pembangun teks hikayat sedangkan segi reliabilitas berkaitan dengan analisis tiga aspek pemilihan bahan ajar sastra, yaitu (1) bahasa, (2) psikologi, dan (3) latar belakang budaya. Analisis aspek bahasa berkaitan dengan beberapa hal, yaitu (1) panjang-pendek penggalan teks yang tercantum dalam buku teks, (2) kejelasan isi dan nilai yang dikandung sebuah penggalan teks, serta (3) ketercapaian kompetensi dasar melalui penyajian penggalan teksteks tersebut. Analisis aspek psikologi berkaitan dengan adanya fenomena abstrak yang menarik minat peserta didik usia 16 tahun ke atas. Sementara aspek latar belakang budaya berkaitan dengan bagaimana gambaran kehidupan dalam teks hikayat sangat mampu dicari relevansinya dengan sebuah kenyataan sosial dalam hidup peserta didik. Ditinjau dari aspek bahasa, hanya teks Hikayat Hang Tuah yang dicantumkan dengan cukup singkat. Lalu di antara sepuluh teks tersebut, empat teks yang sudah menggunakan bahasa Indonesia cenderung lebih mudah dipahami, yaitu (1) Hikayat Hang Tuah, (2) Hikayat Panji Semirang, (3) Hikayat Sri Rama, dan (4) Hikayat Bunga Kemuning. Tiap alur 8 dan karakterisasi tokoh dalam sepuluh teks hikayat juga sudah disiratkan dengan jelas. Dikaitkan dengan ketercapaian kompetensi dasar, terdapat tiga teks yang belum memiliki kejelasan nilai dan maknanya. Kemudian dari aspek psikologi, kesepuluh teks memiliki fenomena abstrak yang menarik minat peserta didik usia 16 tahun ke atas. Terakhir dari aspek latar belakang budaya terdapat tiga buah teks hikayat yang dinyatakan tidak sesuai dijadikan sebagai bahan ajar. Empat teks tersebut adalah (1) Hikayat Bachtiar, (2) Hikayat Patani, dan (3) Hikayat Raja-raja Pasai. Berdasarkan analisis dari segi validitas dan reliabilitas karya sastra, maka dapat disimpulkan bahwa teks-teks hikayat dalam buku teks pelajaran untuk SMA kelas X kurikulum 2013 edisi revisi yang layak dijadikan sebagai bahan ajar adalah (1) Hikayat Hang Tuah, (2) Hikayat Indera Bangsawan, (3) Hikayat Si Miskin, (4) Hikayat Panji Semirang, (5) Hikayat Bayan Budiman, dan (6) Hikayat Bunga Kemuning. SIMPULAN Dalam sepuluh buah teks hikayat yang tercantum dalam tiga buah buku teks pelajaran, ditemukan beberapa kesamaan, yaitu (1) alur yang digunakan dalam teks selalu berupa alur maju, (2) latar tempat dalam sepuluh teks berada di wilayah kerajaan, (3) sudut pandang yang digunakan dalam teks adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Karakter-karakter yang tidak digambarkan dengan jelas perwatakannya terdapat dalam tiga buah teks hikayat. Kemudian, terdapat dua buah teks dinilai memiliki tema yang similar, yaitu kualitas hidup anak yang bergantung pada hasil didikan dan bimbingan orang tua. Kemudian terdapat tiga buah teks yang dinilai kurang memperhatikan relevansi judul dengan isi teks. Gaya dan tone yang mendominasi adalah lugas, mendayu-dayu, dengan tone yang ringan. Penggunaan simbolisme yang ditemukan antara lain berwujud inferensi karakter tokoh, transendensi makna, repetisi, paradoks, dan hiperbola. Ditinjau dari aspek bahasa, terdapat tiga teks yang dianggap belum sesuai dijadikan sebagai bahan ajar karena tidak terdapat kejelasan nilai dan makna. Kemudian dari aspek psikologi, kesepuluh teks memiliki fenomena abstrak yang menarik minat peserta didik usia 16 tahun ke atas. Terakhir dari aspek latar belakang budaya terdapat tiga buah teks hikayat yang dinyatakan tidak sesuai dijadikan sebagai bahan ajar. Maka dari itu, berdasarkan segi validitas dan reliabilitas karya sastra, terdapat empat buah teks dalam buku teks pelajaran yang dikategorikan layak untuk dijadikan sebagai bahan ajar untuk SMA kelas X, yaitu (1) Hikayat Hang Tuah, (2) Hikayat Indera Bangsawan, (3) Hikayat Si Miskin, (4) Hikayat Panji Semirang, (5) Hikayat Bayan Budiman, dan (6) Hikayat Bunga Kemuning. 9 DAFTAR PUSTAKA Aminuddin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Endraswara, Suwardi. 2002. Metode Pengajaran Apresiasi Sastra. Yogyakarta: CV Radhita Buana. Hadi, Dian Choirul. 2015. Pengembangan Bahan Ajar Teks Hikayat Bermuatan Nilai-nilai Moral untuk Peserta Didik SMA/MA. Tesis. Universitas Negeri Semarang. https://doaj.org/article/90295b3a1c4b48058b24c9453a39ba27 (22 Jul 2017). Hakim, Moh. Taufiqul. 2014. “Estetika di dalam Hikayat Malim Deman”. Jumantara. Volume 5. Nomor 2. Hlm. 67-84. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. dev.perpusnas.go.id/assets/uploads/.../taufiqulhakim_estetika_hikayat_malin_deman.p df (21 Mei 2017). Haryadi. 2015. “Interferensi Akidah Islam dalam Hikayat Pelanduk Jenaka”. Litera. Volume 3. Nomor 4. Hlm. 201-213. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. https://doaj.org/article/d436becdd10a4a838bc83a8ff73b2bc4 (7 Jun 2017). Muniroh, Natiqotul 2012. “Analisis Strukturalisme Genetik dalam Novel Moi Nojoud, 10 Ans, Divorcée Karya Nojoud Ali dan Delphine Minoui: Sebuah Sosiologi Sastra”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id/8360/ (30 Jul 2017). Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nursisto (Eds). 2000. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Sayekti. 2009. “Sastra Melayu Klasik dalam Pengajaran Sastra Indonesia di SMA”. Widya Warta. Tahun XXXIII. Nomor 02. Hlm. 135-144. Madiun: Universitas Widya Mandala. download.portalgaruda.org/article.php?...SASTRA%20MELAYU%20KLASIK%20D (25 Jul 2017). Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi. Cetakan ke-2. Terjemahan Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sumasari, Yoani Juita. 2014. “Analisis Unsur-unsur Intrinsik dalam Hikayat Cerita Taifah”. Pena. Volume 4. Nomor 2. Hlm. 68-75. Jambi: Universitas Jambi. https://onlinejournal.unja.ac.id/index.php/pena/article/view/2336/1672 (25 Jul 2017). Wieringa, Edwin. 2014. “Does Traditional Islamic Malay Literature Contain Shi‟itic Elements? „Ali and Fatimah in Malay Hikayat Literature”. Studia Islamika. Volume 3. Nomor 4. Hlm. 93-111. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. https://doaj.org/article/6f0becf86402436996935acddb49739f (5 Jun 2017). 10