ERUDIO, Vol. 1, No. 1, Desember 2012 ISSN: 2302-9021 KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN GEDUNG GRAHA SAINTA (GS) LANTAI II UNIVERSITAS BRAWIJAYA MENGGUNAKAN METODE CAMPUS WATCHING 1) Raehanayati1) Program Magister Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya ABSTRAK Kebakaran merupakan bencana yang merugikan bagi semua pihak, baik pemilik bangunan, pengelola/ pengguna atau masyarakat lainnya yang berada dalam gedung. Kebakaran gedung adalah salah satu permasalahan utama pada saat ini khususnya di daerah perkotaan. Risiko kebakaran gedung masih merupakan ancaman yang cukup besar bagi penduduk dan aktivitas ekonomi. Faktor keselamatan telah menjadi syarat penting yang harus dipenuhi oleh bangunan gedung. Salah satu aspek keselamatan adalah keselamatan dari bahaya kebakaran. Untuk menjamin tingkat keandalan serta keselamatan bangunan agar dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, maka perlu dilengkapi dengan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, dan kesiapsiagaan menghadapi bencana kebakaran. Penelitian di gedung GS menggunakan metode campus watching yaitu dengan cara pengamatan langsung ke bangunan gedung. Bangunan gedung yang dijadikan obyek penelitian yaitu penempatan alat pemadam api ringan (APAR) yang kurang tepat dan pemasangan kabel yang tidak sesuai aturan sehingga dapat menyebabkan potensi kebakaran, serta menentukan jalur evakuasi yang tepat. Kebakaran biasanya disebabkan karena kesalahan dalam pemasangan instalasi listrik. Untuk mengurangi risiko bencana kebakaran di gedung GS lantai II UB sebaiknya dilengkapi dengan proteksi kebakaran salah satunya yaitu APAR. Alat ini dipasang untuk menjaga keselamatan penghuni gedung dan aset yang terdapat di dalam gedung tersebut. Ada dua buah APAR di gedung GS lantai II UB yang dipasang di lorong jalan utama yaitu dibagian kiri (timur) dan kanan (barat). Penempatan APAR sebaiknya ada di dalam ruangan juga, karena aset penting banyak terdapat di dalam ruangan. Ketika terjadi kebakaran, penghuni gedung sebaiknya menyelamatkan diri dengan berlari ke tempat evakuasi yang telah ditentukan yaitu di depan (selatan) gedung dengan melewati jalur evakuasi yang telah ditentukan sebelumnya. Kata kunci: Kesiapsiagaan, kebakaran gedung, campus watching PENDAHULUAN Kebakaran merupakan bencana yang merugikanbagi semua pihak, baik pemilik bangunan, pengelola/ pengguna atau masyarakat lainnya yang berada dalam gedung. Akhir-akhir ini, media massa banyak melaporkan terjadinya kebakaran pada bangunan, baik bangunan tempat tinggal, perkantoran, gudang ataupun pabrik. Penyebab kebakaran pun bermacam-macam, diantaranya hubungan pendek arus listrik, meledaknya kompor, kecerobohon menyalakan api dan sebagainya. Suatu bangunan gedung memiliki potensi terjadinya kebakaran apabila bangunan tersebut material konstruksinya berasal dari material yang mudah terbakar dan gedung tersebut digunakan untuk menyimpan bahanbahan yang mudah terbakar. Oleh karena itu perlu meminimalisasi kebakaran dan menanggulangi kejadian kebakaran pada bangunan gedung dengan cara gedung harus diproteksi melalui penyediaan prasarana dan sarana proteksi kebakaran serta kesiagaan dan kesiapan pengelola, penghuni dan penyewa bangunan dalam mengantisipasi dan mengatasi kebakaran. Resiko bahaya akan semakin besar bila kerentanan dan bahaya juga besar. Namun bila kapasitas ditingkatkan, resiko bahaya bisa diminimalisasi. Kapasitas disini salah satunya adalah meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana. Salah satu bentuk dari upaya kesiapsiagaan adalah dengan melakukan kegiatan Campus Watching. Metoda ini juga sangat praktis dan tidak membutuhkan dana yang besar, sehingga setiap orang atau organisasi pemerintahan dapat melaksanakan metoda ini. Tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan penanggulangan bencana kebakaran gedung GS lantai II di UB. Raehanayati : Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Kebakaran …Campus Watching Sehingga ketika terjadi kebakaran, dapat meminimalisir banyaknya kerugian dan korban. Kegiatan ini juga membahas bagaimana penghuni gedung ketika terjadi kebakaran, mengetahui jalur evakuasi dan tempat evakuasi yang aman. KAJIAN PUSTAKA Kebakaran merupakan bencana yang merugikanbagi semua pihak, baik pemilik bangunan, pengelola/ pengguna atau masyarakat lainnya yang berada dalam gedung. Secara teoretis api akan terbentuk bila ada oksigen, energi awal yaitu panas (heat) dan bahan bakar (fuel). Bila salah satu diantaranya tidak ada maka api tidak akan terbentuk atau api padam. Ini disebut Segi-3 Api (Fire Triangle). Ketiga unsur harus bekerjasama untuk membentuk api dan pembakaran. Komposisi dari ketiga unsur akan menentukan tahap proses pembakaran berlangsung. Dalam kebakaran listrik terjadinya panas disebabkan karena arus listrik yang mengalir pada media tahanan penghantar dan diubah menjadi energi panas sehingga pada besaran arus listrik tertentu menimbulkan kebakaran listrik. Peristiwa kebakaran listrik dapat dieliminir jika pemasangan instalasi listrik sesuai aturan dan penggunaannya sesuai dengan kaidah yang berlaku (Basaria Talarosha, 2012).[ 3 ] Penyebab kebakaran pun bermacammacam, diantaranya hubungan pendek arus listrik, meledaknya kompor, kecerobohon menyalakan api dan sebagainya. Suatu bangunan gedung memiliki potensi terjadinya kebakaran apabila bangunan tersebut material konstruksinya berasal dari material yang mudah terbakar dan gedung tersebut digunakan untuk menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar. Oleh karena itu, perlu meminimalisasi kebakaran dan menanggulangi kejadian kebakaran pada bangunan gedung dengan cara gedung harus diproteksi melalui penyediaan prasarana dan sarana proteksi kebakaran serta kesiagaan dan kesiapan pengelola, penghuni dan penyewa bangunan dalam mengantisipasi dan mengatasi kebakaran. Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung merupakan sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun 25 terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008 tentang persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan disebutkan bahwa pengelolaan proteksi kebakaran adalah upaya mencegah terjadinya kebakaran atau meluasnya kebakaran ke ruangan-ruangan ataupun lantai-lantai bangunan, termasuk ke bangunan lainnya melalui eliminasi ataupun meminimalisasi risiko bahaya kebakaran, pengaturan zonazona yang berpotensi menimbulkan kebakaran, serta kesiapan dan kesiagaan sistem proteksi aktif maupun pasif. Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR (alat pemadam api ringan) dan pemadam khusus. Penempatan APAR harus tampak jelas, mencolok, mudah dijangkau dan siap digunakan setiap saat, serta perawatan dan pengecekan APAR secara periodik [2]. Sedangkan sistem proteksi kebakaran pasif merupakan sistem proteksi kebakaran yang terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunan berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api. Sedangkan kompartemensasi merupakan usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran dengan cara membatasi api dengan dinding, lantai, kolom, balok yang tahan terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas bangunan gedung. Sistem proteksi pasif berperan dalam pengaturan pemakaian bahan bangunan dan interior bangunan dalam upaya meminimasi intensitas kebakaran serta menunjang terhadap tersedianya sarana jalan keluar (exit) aman kebakaran untuk proses evakuasi. Sarana exit merupakan bagian dari sebuah sarana jalan keluar yang dipisahkan dari tempat lainnya dalam bangunan gedung oleh konstruksi atau 26 Raehanayati : Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Kebakaran …Campus Watching peralatan untuk menyediakan lintasan jalan yang diproteksi menuju exit pelepasan. Sarana exit harus direncanakan dan dibuat agar mudah dijangkau, tidak buntu pada ujungnya, tidak melewati ruangan yang mungkin terkunci seperti dapur, kloset atau ruang kerja, dan rambu menuju pintu exit harus jelas dan mudah dilihat. Tangga darurat dibangun di tempat yang terhindar dari jangkauan asap dan api kebakaran. Sistem proteksi kebakaran pada gedung keberadaannya sangat diperlukan sekali. Keberadaannya agar dapat berdaya guna perlu didukung oleh semua pihak yang memanfaatkan fasilitas gedung tersebut, sehingga kejadian kebakaran dapat dihindari dan bila masih terjadi akan memudahkan penghuni gedung menyelamatkan diri dan pihak petugas pemadam kebakaran memadamkan api. Gambar 1. Penempatan APAR yang kurang tepat METODE PENELITIAN Metode Campus Watching Metode ini merupakan metode yang sangat menarik dimana peserta langsung ke lapangan melihat kondisi yang sebenarnya, peserta dilengkapi oleh sebuah peta areal yang akan diamati, dan kamera yang berfungsi untuk medokumentasikan kondisi areal yang berbahaya atau tidak ketika bencana kebakaran terjadi. Sehingga poto-poto tersebut dapat diinput pada peta yang telah disiapkan. Sehingga dari hasil penginputan poto-poto dapat ditentukan jalur evakuasi dan dapat diketahui daerah mana yang bisa mengakibatkan bencana kebakaran. Selain itu metode ini juga sangat praktis dan tidak membutuhkan dana yang besar, sehingga setiap orang atau organisasi. pemerintahan dapat melaksanakan metoda ini [1]. Bangunan gedung yang dijadikan obyek penelitian yaitu penempatan alat pemadam api ringan (APAR) seperti pada gambar (1) yang hanya tersedia dua buah, pemasangan kabel yang tidak sesuai aturan seperti pada gambar (2) sehingga dapat menyebabkan potensi kebakaran, serta menentukan jalur evakuasi yang tepat yaitu yang terlihat pada gambar (3) dan tangga yang dilewati untuk jalur evakuasi yang sangat kecil tidak sesuai dengan jumlah penghuni gedung seperti pada Gambar 4 di bawah ini. Gambar 2. Pemasangan kabel yang tidak sesuai aturan yang ditetapkan Gambar 3. Denah Gedung lantai II dan jalur evakuasi ketika terjadi bencana kebakaran Raehanayati : Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Kebakaran …Campus Watching 27 dengan alarm untuk menandakan terjadinya bencana kebakaran. Ini juga merupakan upaya untuk meminimalisir resiko akibat bencana kebakaran tersebut. Tanggung jawab atas pemeliharaan dan perawatan sistem proteksi kebakaran secara baik dan benar terletak pada pemilik/pengelola bangunan. Dengan cara inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala, semua peralatan harus ditunjukkan ada dalam kondisi operasi yang baik, atau setiap kerusakan dan kelemahan dapat diketahui. Gambar 4. Tangga evakuasi yang sangat kecil HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kesiapsiagaan penghuni gedung GS lantai II UB dalam menghadapi bencana kebakaran gedung sangat penting yaitu untuk mengurangi resiko bencana. Kesiapsiagaan yang dimaksud yaitu salah satunya mengetahui jalur evakuasi dari sebelum terjadinya bencana kebakaran sehingga ketika terjadi bencana tersebut, penghuni gedung tidak perlu bingung mencari jalur evakuasi dan dapat meminimalisir korban bencana kebakaran. Penghuni gedung juga harus mengetahui tempat diletakkannya Alat Pemadam Api Ringan (APAR) sehinga ketika terjadi bencana kebakaran alat tersebut dapat digunakan semaksimal mungkin dan pengelola gedung juga harus menyiapkan nomor darurat pemadam kebakaran. Penempatan APAR Sistem proteksi kebakaran dipasang untuk melindungi bangunan dan isi bangunan serta melindungi penghuni gedung. Untuk melindungi suatu aset dan penghuni gedung, maka harus dipasang proteksi salah satunya yaitu APAR. Namun pemasangan APAR harus sesuai dengan aturan yang ditentukan. Ada dua buah APAR di gedung GS lantai II UB yang dipasang di lorong jalan utama yaitu dibagian kiri (timur) dan kanan (barat). Penempatan APAR sebaiknya ada di dalam ruangan juga, karena aset penting banyak terdapat di dalam ruangan dan tidak menutup kemungkinan kalau api tidak berawal dari dalam ruanagn. Alat proteksi kebakaran sebaiknya dilengkapi Pemasangan Instalasi Listrik Pemasangan instalasi ilistrik harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Instalasi listrik harus dicek secara periodik oleh tenaga ahli kelistrikan. Karena kalau tidak sesuai akan menyebabkan kesalahan dan akan mengakibatkan peluang terjadinya kebakaran. APAR juga sebaiknya diletakkan berdekatan dengan injstalasi listrik, karena kebakaran juga sering diakibatkan oleh kesalahan dalam pemasangan instalasi listrik. Kabel yang digunakan seaiknya kabel yang memiliki label SNI supaya susah rusak akibat gigitan binatang. Karena kabel yang sudah rusak mengakibatkan hubungan singkat. Penentuan Jalur Evakuasi Seperti yang terlihat pada gambar (3) yaitu merupakan jalur evakuasi yang digunakan ada dua yaitu tangga tengah dan tangga sebelah timur. Penggunaan jalur evakuasi tergantung munculnya kobaran api. Ketika kobaran api berawal/ muncul dari arah barat, maka jalur evakuasinya menggunakan tangga yang di bagian tengah dan timur. Jika kobaran api berawal/ muncur dari arah timur, maka jalur evakuasinya menggunakan tangga tengah karena tidak tersedia jalur evakuasi di sebelah barat. Ketika terjadi kebakaran, dihimbau untuk semua penghuni gedung untuk berlari ke tempat evakuasi yang telah ditentukan sebelumnya yaitu di sebelah selatan gedung. Sehingga pada saat turun dari tangga sebaiknya berlari kearah selatan (depan) karena dibagian selatan tempatnya lebih lapang atau lebih aman dibandingkan dengan bagian utara, timur atau barat gedung. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui juga bahwa tangga jalur evakuasi yang di sebelah timur sangat sempit (kecil) hanya bisa digunakan 28 Raehanayati : Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Kebakaran …Campus Watching untuk satu orang saja. Tidak sesuai dengan jumlah penghuni yang ada di dalam gedung. Jalur evakuasi yang seperti ini tidak diperkenankan dalam tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung (SNI 03-1746-2000). Eksit horisontal diperkenankan menggantikan eksit lainnya untuk memperluas kapasitas total jalan keluar. Pada gedung GS lantai II, pintu eksit menuju jalur evakuasi terbuka kedalam sehingga menghalangi penghuni untuk keluar dari arah bahaya seperti yang terlihat pada gambar (5). Pintu eksit menuju jalur evakuasi sebaiknya bisa dibuka kearah luar dan sebaliknya yaitu ketika pintu yang menuju ruang pengendali harus membuka ke arah dalam ruang tersebut, dapat dikunci dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga orang yang menggunakan jalur evakuasi dari dalam bangunan gedung tidak menghalangi atau menutup jalan masuk ke ruang pengendali tersebut. 2. Pemasangan instalasi ilistrik harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Instalasi listrik harus dicek secara periodik oleh tenaga ahli kelistrikan. Karena kalau tidak sesuai akan menyebabkan kesalahan dan akan mengakibatkan peluang terjadinya kebakaran. 3. Ketika terjadi bencana kebakaran, sebaiknya segera menyelamatkan diri untuk mengurangi risiko bencana yaitu dengan cara berlari ke tempat evakuasi yang telah ditentukan dan melewati jalur evakuasi yang ditetapkan sebelumnya seperti yang terlihat pada gambar. UCAPAN TERIMA KASIH Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dekan dan Ketua Jurusan Matematika yang telah memberikan izin untuk observasi di gedung Graha Sainta Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Bapak Sukir Maryanto, Ph.D yang telah mendorong untuk menyelesaikan Jurnal Campus Watching di Gedung Graha Sainta Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Semua teman-teman mata kuliah manajemen dan mitigasi bencana. DAFTAR PUSTAKA [1] Gambar 5. Pintu exit menuju jalur evakuasi terbuka kedalam [2] KESIMPULAN Dari pembahasaan di atas dapat disimpulkan yaitu: 1. Untuk melindungi penghuni gedung dan semua aset penting sebaiknya memasang Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di beberapa tempat yaitu di ruangan yang sekiranya terdapat aset penting, di lorong jalur utama, dan di dekat instalasi listrik. [3] Shaw, Rajib (2009), Town watching handbook for disaster education, Kyoto University, Yukiko Takeuchi, Japan. Peraturan menteri pekerjaan umum (2008) , persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan, nomor: 26/PRT/M2008. Talarosha, Basaria. (2012), sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung, vol. 03 no. 01, Jan 2012: 2839. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.