LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN TUBERKOLOSIS PARU Oleh : Ni Wayan Adistya Wirajaya 16.321.2580 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI 2019 A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Anatomi Sistem Pernafasan Respirasi adalah suatu peristiwa tubuh kekurangan oksigen, kemudian oksigen yang berada diluar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ-organ pernafasan, dan pada keadaan tertentu bila tubuh kelebihan karbon dioksida maka tubuh berusaha untuk mengeluarkannya dari dalam tubuh dengan cara menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antar oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh (Syaifudin, 2009). Sistem respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk dalam pernafasan otot. Trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan, dan melembapkan udara yang masuk, melindungi permukaan organ yang lembut. Hantaran tekanan menghasilkan, mengatur udara dan mengubah permukaan saluran napas bawah (Syaifudin, 2011). Guna pernafasaan yaitu mengambil oksigen dari luar masuk ke dalam tubuh, beredar dalam darah, selanjutnya terjadi proses pembakaran dalam sel atau jaringan, mengeluarkan karbondioksida yang terjadi dari sisa-sisa hasil pembakaran dibawa oleh darah yang berasal dari sel (jaringan). Selanjutnya dikeluarkan melaluiorgan pernafasan Untuk melindungi sistem permukaan dari kekurangan cairan dan mengubah suhu tubuh, melindungi sistem pernafasan dari jaringan lain terhadap serangan patogenik, untuk pembentukan komunikasi seperti berbicara, bernyanyi, berteriak dan menghasilkan suara (Syaifudin, 2011). a. Hidung Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernafasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau). Yang mempunyai 2 lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem pernafasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi rambut-rambut halus yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. (Syaifudin, 2002). Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu konka nasalis inferior (bagian bawah), konka nasalis media ( bagian tengah), konka nasalis superior ( bagian atas). Diantara konka terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan bagian atas), meatus medialis ( lekukan bagian tengah ), meatus inferior ( lekukan bagian bawah ). Meatus ini dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang disebut koana. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus ethmoidalis pada rongga tulang tapis. (Syaifudin, 2002). Pada hidung dibagian mukosa terdapat serabut-serabut saraf atau reseptorreseptor dari saraf penciuman disebut nervus olfaktorius. Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah saluran ini desebut tuba auditiva eustaki, yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. (Syaifudin, 2009). b. Faring Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan dengan rongga lain yaitu, ke atas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantara lubang koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang, ke depan lubang laring, ke belakang lubang esofagus. Dibawah selaput lendir terdapat jarngan ikan dan kumpulan getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat 2 tonsil. Di sebelah belakang terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan (Syaifudin, 2011). c. Laring Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangal tenggorokan yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulangtulang rawan yang berfungsu pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. Laring dilapisi oleh selaput lendir,kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Pita suara berjumlah 2 bah, di atas pita suara palsudan tidak mengeluarkan suara disebut ventrikularis. Di bawah pita suara sejati yang membentuk suara disebut vokalis (Syaifudin, 2009). d. Trakea Trakea terbentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang terdiri tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti huruf C. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia berguna untuk mengeluarkan bendabenda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina ( Syaifudin, 2002). e. Bronkus Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat pada ketinggian vertebrae torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan kebawah ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujing bronkioli terdapat gelembung paru yang disebut alveoli (Syaifudin, 2002). f. Pulmo Paru-paru terletak pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dadakavum mediatinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput bernama pleura. Pleura terbagi 2 yaitu viseral dan parietal. Pulmo (paru) adalah sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung alveoli. Banyaknya gelembung paru kurang lebih 700.000.000 buah (paru kiri dan kanan). Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu lobus superior, media, inferior. Paru-paru kiri terdiri 2 lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf (Syaifudin, 2002). 2. Fisiologis SistemPernafasan a. Pernafasan paru-paru Merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambi oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh. Didalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan menembus membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida, konsentrasi mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam darah dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi pengambilan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida lebih banyak. (Syaifudin, 2002). b. Pernafasan jaringan Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbon dioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paruparu terjadi pernafasan eksterna. (Syaifudin, 2002). c. Daya muat paru-paru Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml-5.000 ml (4,5-5 liter). Udaha yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%, ± 500 ml disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa. (Syaifudin, 2009). d. Pengendalian pernafasan Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh 2 faktor utama yaitu kimiawi dan pengendalian saraf. Adanya faktor tertentu, merangsang pusat pernafasan yang terletak di dalam medula oblongata, kalau dirangsang mengeluarkan implus yang disalurkan melalui saraf spinalis ke otot pernafasan (otot diagfragma atau interkostalis). Penegndalian oleh saraf. Pusat otomatik dalam medula oblongata mengantarkan implus eferen ke otot pernafasan, melalui radik saraf servikalis diantarkan ke diagfragma oleh saraf prenikus. Implus ini menimbulkan kotraksi ritmik pada otot diagfragma dan interkostalis yang kecepatannya kira-kira 15 kali setiap menit. Pengendalian secara kimia. Pengendalian dan pengaturan secara kimia meliputi: frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan, pusat pernafasan dalam sumsum sangat peka, sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan, karbondioksida adalah produksi asam dari metabolisme dan bahan kimia yang asam ini merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar implus saraf yang bekerja atas otot pernafasan. (Syaifudin, 2010). e. Kecepatan pernafasan Pada wanita lebih tinggi dari pada pria, pernafasan secara normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik, inspirasi istirahat-ekspirasi,disebut juga pernafasan terbalik. (Syaifudin, 2010). f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian, kalau penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoreksia serebralis misalnya orang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, ketel uap dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan dan kaki disebut sianosis. (Syaifudin, 2010). g. Dinamika pernafasan Tekanan udara mendesak melalui saluran pernafasan menekan paru-paru ke arah dinding torak, tekanan dalam ruang pleura mencegah paru-paru menyusut dari dinding toraks dan memaksa paru-paru untuk mengikuti pergerakan pernafasan dinding toraks dan diagfragma, tekanan ini meningkat pada waktu inspirasi dan gerakan pernafasan ini dihasilkan oleh otot pernafasan. Waktu ekspirasi serat otot diagfragma yang relaksasi muncul tinggi menuji diagfragma membebaskan ruang pelengkap diantara diagfragma dan dinding toraks. (Syaifudin, 2010). 3. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dannoduslimfe.(Suzanne &Smelzher, 2001, hal 584). Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah, orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. (Elizabeth, 2000, hal. 414). Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangatbervariasi. (Mansjoer, Arif,2001) Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lain. Termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe, agen infeksius terutama adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. (Brunnner&Suddarth, 2001). Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosa tipe humanus( jarang oleh tipe M. Bovinus). TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer (ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Tb paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Muhammad Amin,2001) Jadi dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menyerang parenkim paru karena disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosisyang biasa ditularkan melalui inhalasi percikan ludah, orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. 4. Etiologi Agen infeksius utama dari TB paru adalah Mycobacterium tuberculosis, batang aerobik tahan asam (BTA) yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara.Spesies lain kuman ini yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah Mycobacteriumbovis,MycobacteriumKansasii, Mycobacterium Intracellulare, sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak(lipid)inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dam lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intrasellular, yakni dalam sitoplasma magrofak. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya ( Mansjoer , 2000). Pada patogenesis tuberculosis adalah mengenali bahwa M. Tuberculosis mengandung banyak zat imunoreaktif. Lipid permukaan pada mikobakterium dan komponen peptidoglikan dinding sel yang larut air merupakan tambahan yang penting yang dapat menimbulkan efeknya melalui kerja primernya pada makrofag penjamu. Mikobakterium mengandung suatu kesatuan antigen polisakarida dan protein, sebagian mungkin spesifik spesies tetapi yang lainnya secara nyata memiliki epitop yang luas di seluruh genus. Hipersensitivitas yang diperantarai sel khas untuk tuberkulosis dan merupakan determinan yang penting pada patogenesis penyakit. (Harrison, 2002). 5. Epidemiologi Penyakit TB Paru adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh kuman TB. Basil tuberkulosis menginfeksi seseorang melalui saluran pernapasan. Penyakit ini telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta per tahun (WHO, 1993). Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi dinegaranegara berkembang. Indonesia itu sendiri merupakan negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India.Diantara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Alasan utama yang muncul atau meningkatnya penyakit TB global ini disebabkan : a. Kemiskinan pada berbagai penduduk b. Meningkatnya penduduk dunia c. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi d. Tidak memadainya pendidikan mengenai penyakit TB e. Terlantar dan kurangnya biaya pendidikan. 6. Patofisiologi Indvidu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulangm korteks serebri), dan area pari lainnya (lobus atas). Sistem imuntubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri;limfosit spesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jarigan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektof. Ganulomas diubah menjadi massa jaringan fibrisa, bagian sentral dari masa fibrosaini disebut Tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nektrotik, membentuk masa seperti keju. Masa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif juga dapatterjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bekteri dorman. Dalam kasus ini, Tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam kronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara, mengakibatkasn penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yan memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembengkakakn tuberkel, dan selanjutnya. Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah kebawah hilum paru-paru kemudian melus kelobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif. Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempat tersebut dan mempagosit, namun tidak membunuh basil. Hari-hari berikutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumoni selluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini dapat berjalan terus, dan basil terus dipagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 1020 hari). Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju (nekrosis kaseosa) . Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi akan lebih fibroblas membentuk jaringan parut dan ahirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi tuberkel. Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman Sylvia.A.Price.1995.hal 754 ) dari orang yang terinfeksi sebelumnya .( Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemanamana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paruparu. ( dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 ) Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.(Sylvia.A Price:1995;754) Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.(Syilvia.A Price:1995;754). 7. Pathway Mycobacterium Tuberculosis Masuk ke Sal. Pernapasan mll droplet udara Menuju Alveoli Memperbanyak Diri Menginfeksi Paru Tuberkulosis (TBC) Alveoli Bronkus Infeksi oleh bakteri M. Tuberculosis Infeksi oleh bakteri M. Tuberculosis Peningkatan Metabolisme Peningkatan Leukosit Sistem imun tubuh Kerusakan Alveoli Reaksi Inflamasi Pelepasan interleukin-1 Kerusakan Alveolus Fagosit menelan antigen Mencetuskan Hipotalamus mencapai set point Daerah pertukaran O2 dan CO2 Limfosit normal melisis basil dan jaringan normal Peningkatan Suhu Tubuh Penumpukan eksudat di Sal. Pernafasan Sputum di Sal. nafas Hipertermia Obstruksi jalan nafas oleh sputum Reaksi antibodi Aktivasi sensori nervus vagus Bersihan Jalan Napas tidak efektif Ke medula oblongata Batuk Penekanan pada abdomen HCL meningkat Mual, muntah Anoreksia Defisit nutri Pembentukan ATP berkurang Intoleran Aktivitas Gangguan Gangguan pertukaran Pertukanran CO2 dan O2 Gas CO2 dan PO2 Hipoventilasi Reaksi Anaerob meningkat Dyspnea Proasam Laktat Pola Napas Tidak Efektif Nyeri Akut 8. Manifestasi Klinis Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptosis. Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman. (Smeltzer, Suzanne C,2001) Biasanya orang yang mengidap penyakit tuberkulosis menunjukkan gejala-gejala atau tanda-tanda sebagai berikut: a. Batuk-batuk berdahak lebih dari 4 minggu. b. Batuk mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah c. Dada terasa sakit atau nyeri d. Terasa sesak waktu bernafas e. Suhu badan meningkat f. Nafsu makan berkurang g. Badan mengurus. (Kusuma, Hardy,2012) Keluhan yang dirasakan pasien tuberkolosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien TB parutan pakeluhan samasekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah : a. Demam Biasanya sufebril menyerupai demam influensa.Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410 C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influensa. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk. b. Batuk / Batuk Darah Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya irritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batukkering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. c. Sesak Nafas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. d. Nyeri Dada Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya. e. Malaise Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, BB menurun, sakitkepala, meriang, nyeriotot, keringatmalam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara teratur. 9. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Radiologis Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemerikasaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan keuntungan seperti pda tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal diatas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru ( segmen apikal lobus atas atu segemen apikal lobus bawah) tetapi dapt pula mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupi tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambara radiologi berupa bercak-bercak seperti awandan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), masa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radio-lusen di pinggir paru atau pleura (pneumothoraks).Pada suatu foto dada sering didapatkan bemacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik maupun sklerotik) maupun antelekstasis dan empisema. Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkolosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan paru.Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal. Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi prosesproses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bila dibuat transversal, sagital dan koronal. b. Pemeriksaan Laboratorium 1. Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga : anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik. 2. Sputum Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah dapat diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan dilapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktiv. Dalam hal ini dianjurkan dalam satu hari sebelum pemeriksaan sputum dianjurkan minum air sebanyak ±2ltr dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20 – 30 menit. Bila masih sulit , sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi di ambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL ( broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga di dapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan di periksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah di dapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkiran di Indonesia ditemukan pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan di dalam sputum mereka.Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain 5000 kuman dalam 1mL sputum. Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan muldifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet.Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah : a) Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa b) Pemeriksaan sediiaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus) c) Pemeriksaan dengan biakan ( kultur ) d) Pemeriksaan terhadap resistensi obat Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara Bactec (Bactec 400 Radiometric System), dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10 hari. Disamping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M. tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomen dead bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin dan tinja. 3. Tes Tuberkulin Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanaya dipakai test Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. (Purfied Protein Derivative) intrcutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U. dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U. (first strength. Kadang-kadang bila denga 5 T.U. masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 T.U.(second sterngth). Bila dengan 250 T.U. masih memberikan hasil negatif, berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes mantuox dengan 5 T.U. saja sudah cukup berarti.Setelah 48-72 jam setelah tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipegaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil test mantoux ini dibagi dalam: a) Indurasi 0-5mm (diameternya) : Mantoux negatif= golongan non sensitivy. Disini peranan antibodi humoral apaling menonjol. b) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan= golongan low grade sensitivy. Disini peran antibodi humoral masih menonjol. c) Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif= golonagan normal sensitivy. Disini peran kedua antibodi seimbang. d) Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat= golongan hypersensitivy. Disini peran antibodi selular paling menonjol. e) Untuk pasien dengan HIV positif, Test Mantoux ± 5 mm, dinilai positif. 10.Komplikasi Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. a. Komplikasi dini : Poncet’sarthropathy pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, b. Komplikasi lanjut :obstruksi jalan nafas (SOPT—Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, korpulmonal, amiloidosis, sinrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada milier dan kavitas TB. Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu : a. Pleuritis tuberkulosa Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau columna vertebralis. b. Efusi pleura Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein. c. Empiema Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis). d. Laryngitis Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis tuberculosis. e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe) Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan. f. Keruskan parenkim paru berat Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang terinfeksi. g. Sindrom gagal napas (ARDS) Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh. h. Kor pulmonale Merupakan gagal jantung kongesif karena ada tekanan balik akibat kerusakan paru, dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat luas. Keadaan ini juga dapat terjadi sekalipun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, tetapi meninggalkan banyak jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit tuberkulosis dengan jelas dapat mengurangi komplikasi ini. i. Aspergiloma Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan moulds sphrophyte dari genus aspergillus dapat ditemukan di tanah, air dan tumbuhan yang mengalami pembusukan dan spesies aspergillus yang sering menyebabkan infeksi pada manusia yaitu aspergillus fumigatus. Umumnya aspergillus akan menginfeksi paru-paru, yang menyebabkan empatsindrom, yakni Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA), Chronic Necrotizing Pneumonia Aspergillosis (CNPA), aspergiloma dan aspergilosis invasif. Pada pasien yang imunokompromais aspergilosis juga dapat menyebar ke berbagai organ menyebabkan endoftalmitis, endokarditis, dan abses miokardium, ginjal, hepar, limpa, jaringan lunak, hingga tulang. Aspergiloma merupakan fungus ball (misetoma) yang terjadi karena terdapat kavitas di parenkim akibat penyakit paru sebelumnya. Penyakit yang mendasarinya bisa berupa TB (paling sering) atau proses infeksi dengan nekrosis, sarkoidosis, fibrosiskistik dan bula emfisema. 11.Prognosis Kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati. Makin dini penyakit ini diagnosis dan diobati, makin besar kemungkinan pasien sembuh tanpa kerusakan serius menetap. Makin baik kesadaran pasien ketika pengobatan dimulai, makin baik prognosisnya. Bila pasien dalam keadaan koma, prognosis untuk sembuh sempurna sangat buruk. Sayangnya pada 10% - 30% pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan tetap. Oleh karena akibat dari penyakit ini sangat fatal bila tidak terdiagnosis. (Hasanah, 2010). 12.Klasifikasi Klasifikasi diagnosis TB paru adalah : a. TB paru : 1) BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto toraks menyokong TB dan gejala klinis sesuai TB. 2) BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan rotgen dan klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB (initial therapy). Pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat b. TB paru tersangka Diagnosis tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA didapat (paling lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan rotgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan anti TB sudah dapat dimulai. c. Bekas TB (tidak sakit) Ada riwayat TB pada pasien di masa lali dengan atau tanpa pengobatan atau gambaran rotgen noemal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA (-). Kelompok ini tidak perlu diobati. Berdasarkan terapi WHO membagi menjadi 4 kategori, yaitu: a. Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dankasus baru dengan batuk TB berat. b. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengansputum BTA positif. c. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainanparu yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dariyang disebut dalam kategori I d. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik. (Kusuma, Hardy,2012) 13. Penatalaksanaan Medis Zain (2001) membagi penatalaksanaan medis tuberkulosis paru menjadi tiga bagian, yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding). a. Pencegahan Tuberkulosis Paru 1) Pemeriksaan kontak Pemeriksaan kontakyaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi test tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila test tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil test tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis. 2) Mass chest x-ray Mass chest x-ray yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu. 3) Vaksinasi BCG Vaksin Bacille Calmette Guerin (BCG), satu bentuk strain hidup basil TB sapi yang dilemahkan adalah jenis vaksin yang paling banyak dipakai diberbagai Negara. Pada vaksinasi BCG, organisme ini disuntikan ke kulit untuk membentuk vokus primer yang berdinsing, berkapur dan berbatas tegas. BCG tetap berkemampuan untuk meningkatkan resistensi imunologis pada hewan dan manusia. Infeksi primer dengan BCG memiliki keuntungan daripada infeksi dengan organisme virulent karena tidak menimbulkan penyakit pada pnjamunya. 4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama adalah bayi yang menyusui pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil test tuberkulin positif karena resikotimbulnya TB milier dan meningitis TB, b) Anak dan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil test tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular, c) Individu yang menunjukkan konversi hasil test tuberkulin dari negatif menjadi positif, d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, e) Penderita diabetes melitus. 5) Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia—PPTI) b. Pengobatan Tuberkulosis Paru Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui. 1) Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis a) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat. b) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S) c) Intraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan Isoniazid (INH) 2) Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant) a) Ekstraseluler,jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan Isoniazid b) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli digunakan Pirazinamid (Z). 3) Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam. a) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para-amino salisilik (PAS), dan sikloserine. b) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004) Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasrkan lokasi TB, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi, apusan sputum, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS 1. Pengakajian Pengkajian menurut 11 pola fungsi Gordon yaitu : a. Pola pemeliharaan kesehatan 1) Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru 2) Kebiasaan merokok atau minum alkohol 3) Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang. b. Pola nutrisi metabolic 1) Nafsu atau selera makan menurun 2) Mual 3) Penurunan berat badan 4) Turgor kulit buruk,kering, kulit bersisik c. Pola eliminasi 1) Adanya gangguan pada BAB seperti konstipasi 2) Warna urin berubah menjadi agak pekat karena efek samping dari obat tuberculosis paru d. Pola aktivitas dan latihan 1) Kelemahan umum/ anggota gerak 2) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terganggu. e. Pola tidur dan istirahat 1) Kesulitan tidur pada malam hari 2) Mimpi buruk 3) Berkeringat pada malam hari f. Pola persepsi kognitif Nyeri dada meningkat karena batuk g. Pola persepsi dan konsep diri 1) Perasaan isolasi/ penolakan karena panyakit menular 2) Perasaan tidak berdaya h. Pola peran hubungan dengan sesama 1) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran 2) Frekuensi ineraksi antara sesame jadi kurang. i. Pola reproduksi seksualitas Gangguan pemenuhan kkebutuhan biologis dengan pasangan j. Pola meknisme koping dan toleransi terhadap stress 1) Menyangkal (khususnya selama hidup ini) 2) Ansietas 3) Perasaan tidak berdaya k. Pola sistem kepercayaan Kegiatan beribadah terganggu 2. Diagnosa Keperawatan a. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan retensi secret, mucus berlebih. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan perfusi ventilasi. c. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan hipoventilasi. d. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme. e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis. f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah. g. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. h. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme purulen. 3. Intervensi Keperawatan No a Tujuan dan kriteria hasil Intervensi NOC : NIC: Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik diharapkan bersihan jalan nafas efektif chinlift atau jaw thrust bila perlu dengan kriteria hasil: 2. Posisikan 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 2. Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlu pemasangan alat bantu nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Keluarkan secret nafas, catat adanya suara tambahan 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan nafas, frekuensi pernafasan dalam 7. Lakukan suction pada mayo rentang normal, tidak ada suara 8. Berikan bronkodilator bila perlu nafas abnormal) 9. Berikan pelembab udara kassa basah 3. Mampu mengidentifikasikan dan NaCl lembab mecegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas. 10. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan 11. Monitor respirasi dan status O2 b NOC : NIC: Setelah diberikan asuhan keperawatan Airway management diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil: 1. Mendemonstrasikan ventilasi dan chin lift atau jaw thrust bila perlu peningkatan oksigenasi yang adekuat 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlu pemasangan 2. Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernafasan alat bantu nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Keluarkan secret nafas, catat adanya 3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypnea (mampu mengeluarkan 1. Buka jalan nafas ,gunakan teknik sputum, mampu suara tambahan 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 7. Lakukan suction pada mayo bernafas dengan mudah, tidak ada 8. Berikan bronkodilator bila perlu pursed lips) 9. Berikan pelembab udara kassa basah 4. Tanda-tanda vital dalam rentang normal 120/80mmhg NaCl lembab 10. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan 11. Monitor respirasi dan status O2 Repiratory Monitoring: 1. Monitor frekuensi, ritme, kedalaman pernafasan. 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan dan retraksi otot intracostal. 3. Monitor suara nafas 4. Monitor pola nafas:bradipena, takipnea, kurssmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot 5. Catat lokasi trakea 6. Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis) 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara tambahan 8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronchi pada jalan nafas utama 9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya c. NOC : NIC: Setelah diberikan asuhan keperawatan Respiratory monitoring: diharapkan pola nafas efektif dengan kriteria hasil: 1. Monitor frekuensi, ritme, kedalaman pernafasan. 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, NOC: respiratory status : ventilation penggunaan otot tambahan respiratory status : airway patency retraksi otot intracostal dan vital sign status 3. Monitor pernafasan hidung Indicator: 4. Monitor pola nafas : bradipnea, 1. Frekuensi pernafasan dbn (12 5. Palpasi ekspansi dada x/menit) 2. Irama takipnea, hiverpentilasi nafas sesuai yang 6. Auskultasi suara nafas 7. Monitor kemampuan pasien untuk diharapkan batuk efektif 3. Kedalaman inspirasi 4. Ekpansi dada simetris 8. Monitor skresi pernafasan pasien 5. Bernafas mudah 9. Monitor hasil rongent 6. Mengeluarkan sputum pada 10. Monitor adanya crepitus jalan nafas Airway Management: 7. Bersuara secara adekuat 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik 8. Ekspulsi udara 9. Tidak didapatkan penggunaan 2. Posisikan otot –otot tambahan 10. Tidak ada suara tambahan 11. Tidak ada retraksi dada chin lift atau jawtrust bila perlu nafas pasien untuk meminimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlu pemasangan alat bantu nafas buatan 12. Tidak ada pernapasan pursed 4. Pasang mayo bila perlu 5. Keluarkan secret nafas, catat adanya lips 13. Tidak ada dispnea saat suara tambahan 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya istirahat 14. Tidak ada orthopnea suara tambahan 15. Tidak didapatkan nafas pendek 7. Lakukan suction pada mayo 16. Tidak ada fremitus taktil 8. Berikan bronkodilator bila perlu 17. Perkusi suara sesuali dengan 9. Berikan pelembab udara kassa basah harapan 18. Tidal NaCl lembab volume sesuai yang diharapkan 19. Bronkopnia 10. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan sesuai dengan 11. Monitor respirasi dan status O2 yang diharapakan 20. Tidal volume sesuai dengan Oxygen Therapy 1. Bersihkan mulut,hidung dan secret yand diharapkan 21. Kapasital vital sesuai yang trakea 2. Pertahankan jalan nafas yang paten diharapkan 22. Tes fungsi pulmonal sesuai 3. Atur perlaratan oksigen 4. Pertahankan posisi pasien yang diharapkan 5. Observasi adanya tanda-tanda hivopentilasi Keterangan penilaian NOC: 1. Tidak pernah menunjukan 6. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigen. 2. Jarang menunjukan 3. Kadang menunjukkan 4. Sering menujukan 5. Selalu menunjukkan d NOC : NIC : Setelah dilakukan asuhan keperawatan Fever treatment : selama proses keperawatan diharapkan 1. monitor suhu sesering mungkin suhu tubuh dalam rentang normal 2. monitor IWL dengan kriteria hasil : 3. monitor warnaa dan suhu kulit 1. suhu tubuh dalam rentang normal 36,5°c - 37°c 2. nadi dan RR dalam rentang normal 60-100x/mnt 4. monitor tekanan darah, nadi, dan RR 5. monitor penurunan tingkat kesadaran 6. monitor WBC, Hb, dan Hct 7. monitor intak e dan output 3. tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing 8. berikan antipiretik 9. berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam 10. selimuti pasien 11. lakukan tapid sponge 12. kolaborasi pemberian cairan IV 13. kompres pasien pada lipatan paha dan aksila 14. tingkatkan sirkulasi udara 15. berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil Temperature regulation : 1. monitor suhu tiap minimal 2 jam 2. rencanakan monitoring suhu secara kontinu 3. monitor TD, Nadi, RR 4. monitor warna kulit dan suhu kulit 5. monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi 6. tingkatkan intake cairan dan nutrisi 7. selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh 8. ajarkan pasien cara mencegah keletihan akibat panas 9. berikan antipiretik jika perlu Vital Sign Monitoring 1. monitor TD, Nadi, suhu, dan RR 2. catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. monitor VS saat pasien berbaring, duduk, berdiri 4. auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5. Monitor TD, Nadi, dan RR sebelum, selama dan setelah aktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor frekuensi dan irama pernapsan 8. monitor suara paru 9. monitor pola pernapsan abnormal 10. monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 11. monitor sianosis perifer 12. monitor adanya cushing triad (tekanan nadi melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 13. indentifikasi penyebab dari perubahan vital sign e Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC : diharapkan nyeri pasien berkurang 1. Kalikan pengkajian nyeri secara dengan kriteria hasil : konferhensif termasuk 1. Mengenal faktor- faktor penyebab. karakteristik, durasi, 2. Tindakan kualitas dan factor presipitasi. pertolongan non analgetik. 3. Mengenal onset nyeri. 4. Menggunakan analgetik. lokasi, frekuensi, 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan. 3. Gunakan teknik komunikasi 5. Melaporkan gejala kepada perawat. terapiutik untuk mengetahui 6. Nyeri terkontrol. pengalaman nyeri pasien 7. Melaporkan nyeri. 8. Frekuensi nyeri. 9. Ekspresi wajah. 10. Lamanya episode nyeri. 11. Posisi melindungi tubuh. 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri pada masa lampau 6. Evaluasi bersama pasien dan tim 12. Perubahan respirasi rote. kesehatan 13. Perubahan heart. efektipan cobtrol nyeri masa lampai 14. Perubahan tekanan darah. 15. Perubahan ukuran pupil. 16. Kehilangan nafsu makan. lain tentang ketidak 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 9. Kurangi faktor presifitasi nyeri 10. Pilih dan lakukan penanganan nyari (farmakalogi, non farmakaologi dan interpersonal) 11. Kaji tipe dan sumbernyeri untuk menentukan intervensi 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 13. Berikan analgetik untuk mengatasi nyeri f Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC: selama proses keperawatan diharapkan Nutrition Management kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi 1. Kaji adanya alergi makanan. 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk dengan criteria hasil: 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan. menentuka jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan. 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan Fe. 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein protein dan vitamin C. 4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. 5. Berikan substansi gula. 5. Tidak 6. Yakinkan terjadi penurunan badan yang berarti. berat diet mengandung yang tinggi dimakan serat untuk menegah konstipasi. 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi). 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. 11. Kajikemampuan mendapatkan pasien nutrisi untuk yang dibutuhkan. Nutrition Monitoring 1. BB pasien dalam batas normal. 2. Monitor adanya penurunan berat badan. 3. Monitor tipe dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan. 4. Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan. 5. Monitor lingkungan selama makan. 6. Jadwalkan pengobatandan tindakan tidak selama jam makan. 7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi. 8. Monitor turgor kulit. 9. Monitor kekeringnan, rambut kusam, dan mudah patah. 10. Monitor mual dan muntah. 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht. 12. Monitor makanan kesukaan. 13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan. 14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva. 15. Monitor kalori dan intake nutrisi. 16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas oral. 17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet. g NOC : NIC : Setelah dilakukan asuhan keperawatan Terapi aktifitas selama proses keperawatan diharapkan aktivitas dapat dilakukan dengan keriteria hasil : 1. menentukan aktifitas penyebab (fisik, toleransi psikologis atau motivasional) 1. Istirahat dan aktivitas seimbang 2. Tidur siang 2. berikan periode aktivitas selama beraktifitas 3. Mengetahui keterbatasan energinya 3. pantau respon setelah 4. Menggunakan teknik konservasi energi kardiopulmonal melakukan aktifitas dan sebelum melakukan aktifitas 4. meminimalkan kerja kardiovaskuler 5. Mengubah gaya hidup seusai dengan tingkat energi 6. Memelihara nutrisi yang adekuat 7. Persediaan ebergi cukup untuk beraktifitas. dengan memberikan posisi tidur ke posisi setegah duduk 5. jika memungkinkan tingkatkan aktofitas secara bertahap (dari duduk, jalan, aktifitas maksimal) 6. pastikan Keterangan penilaian NOC : 1. tidak pernah menunjukan 2. jarang menunjukan 3. kadang menunjukan 4. sering menunjukan 5. selalu menunjukan perubahan posisi klein secara bertahap dan monitor gejaa dan intoleran aktivitas 7. monitor intake memastikan nutrisi kecukupan untuk sumber- sumber energi 8. ajarkan kepada klien bagaimana Toleransi aktifitas indicator : mengunakan teknik pernafas ketika 1. saturasi aktifitas bdn dalam respon melakukan aktifitas sktifitas 2. HR dbn dalam merespon aktifitas 3. RR dbn respon aktifitas 4. TD sistolik dbn dalam respon aktifitas 5. TD distolik dbm dalam respon aktifitas 6. Kecepatan berjalan 7. Jarang berjalan 8. ADL telah dilakukan Keterangan penilaian NOC : h 1 tidak pernah dilakukan 2 jarang dilakukan 3 kadang dilakukan 4 sering dilakukan 5 selalu dilakukan NOC : Setelah NIC : dilakukan tindakan Infection Control (Kontrol Infeksi) keperawatan selama asuhan keperawatan diharapkan penyebab 1. bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain infeksi tidak terjadi dengan kriteria 2. pertahankan teknik isolasi hasil : 3. batasi pengunjung bila perlu 1. klien bebas dari tanda dan gejala 4. instruksikan pada pengunjung untuk infeksi mencuci tangan saat berkunjung dan 2. mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan, serta penatalaksanaannya 3. menunjukan kempampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 4. jumlah leukosit dalam batas normal 4500-10000 sel/mm³ 5. menunjukan perilaku hidup sehat setelah berkunjung meninggalkan pasien 5. gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan 6. cucitangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 7. gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung 8. pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 9. ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum 10. tingkatkan intake nutrisi 11. berikan terapi antibiotic bila perlu Infection protection : 1. monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local 2. monitor hitung granulosit, WBC 3. monitor kerentanan terhadap infeksi 4. batasi pengunjung 5. saring pengunjung terhadap penyakit menular 6. pertahankan teknik aseptic pada pasien yang beresiko 7. pertahankan teknik isolasi k/p 8. berikan perawatan kulit pada area epidema 9. inspeksi kondisi luka/insisi bedah 10. dorong masukan nutrisi yang cukup 11. dorong masukan cairan 12. dorong istirahat 13. instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep 14. ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi 15. ajarkan cara menghindari infeksi 16. laporkan kecurigaan infeksi 17. laporkan kultur positif 4. Implementasi Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi. 5. Evaluasi 1. Bersihan jalan napas efektif. 2. Pertukaran gas tidak terganggu. 3. Pola napas efektif (12-24x/mnt pada orang dewasa). 4. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5℃ − 37,5℃) 5. Nyeri berkurang atau hilang. 6. Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh. 7. Aktivitas dapat dilakukan dengan maksimal. 8. Penyebaran infeksi tidak terjadi. DAFTAR PUSTAKA Smeltzer, Suzanne C. 2001.Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Jakarta:EGC Syaifuddin.2011.Anatomi Fisiologi.Ed.4. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif.2001. Kapita Selekta Kedoteran. Jilid 1. Ed.3.Jakarta : EGC Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC Hardy, Kusuma. 2012.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA, NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hadry Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 2006. Buku Ajar FisiologiKedokteran, Edisi 11. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC Muttaqin, Arif. 2008. AsuhanKeperawatanKliendenganGannguanSistemPernafasan. Buku Jakarta: Ajar Salemba Medika Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar IlmuPenyakitDalamJilid II Edisi IV. Jakarta: PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalamFakultasKedokteranUniversitas Indonesia.