Uploaded by User80859

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN T

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN TUBERKOLOSIS PARU
Oleh :
Ni Wayan Adistya Wirajaya
16.321.2580
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
2019
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Anatomi Sistem Pernafasan
Respirasi adalah suatu peristiwa tubuh kekurangan oksigen, kemudian oksigen yang
berada diluar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ-organ pernafasan, dan pada keadaan
tertentu
bila
tubuh
kelebihan
karbon
dioksida
maka
tubuh
berusaha
untuk
mengeluarkannya dari dalam tubuh dengan cara menghembuskan napas (ekspirasi)
sehingga terjadi suatu keseimbangan antar oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh
(Syaifudin, 2009).
Sistem respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru. Udara
masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk dalam pernafasan otot. Trakea
dapat melakukan penyaringan, penghangatan, dan melembapkan udara yang masuk,
melindungi permukaan organ yang lembut. Hantaran tekanan menghasilkan, mengatur
udara dan mengubah permukaan saluran napas bawah (Syaifudin, 2011).
Guna pernafasaan yaitu mengambil oksigen dari luar masuk ke dalam tubuh, beredar
dalam darah, selanjutnya terjadi proses pembakaran dalam sel atau jaringan,
mengeluarkan karbondioksida yang terjadi dari sisa-sisa hasil pembakaran dibawa oleh
darah yang berasal dari sel (jaringan). Selanjutnya dikeluarkan melaluiorgan pernafasan
Untuk melindungi sistem permukaan dari kekurangan cairan dan mengubah suhu tubuh,
melindungi sistem pernafasan dari jaringan lain terhadap serangan patogenik, untuk
pembentukan komunikasi seperti berbicara, bernyanyi, berteriak dan menghasilkan suara
(Syaifudin, 2011).
a. Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernafasan
(respirasi) dan indra penciuman (pembau). Yang mempunyai 2 lubang (kavum nasi),
dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Dalam keadaan normal, udara masuk
dalam sistem pernafasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga hidung berisi
serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi rambut-rambut halus yang berguna
untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
(Syaifudin, 2002).
Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan
karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu konka nasalis inferior
(bagian bawah), konka nasalis media ( bagian tengah), konka nasalis superior ( bagian
atas). Diantara konka terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan
bagian atas), meatus medialis ( lekukan bagian tengah ), meatus inferior ( lekukan
bagian bawah ). Meatus ini dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat
lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang disebut koana. Dasar dari rongga
hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan
beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga
rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji,
dan sinus ethmoidalis pada rongga tulang tapis. (Syaifudin, 2002).
Pada hidung dibagian mukosa terdapat serabut-serabut saraf atau reseptorreseptor dari saraf penciuman disebut nervus olfaktorius. Disebelah belakang konka
bagian kiri kanan dan sebelah atas langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang
menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah saluran ini desebut
tuba auditiva eustaki, yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring.
(Syaifudin, 2009).
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan.
Terdapat dibawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Hubungan dengan rongga lain yaitu, ke atas berhubungan
dengan rongga hidung dengan perantara lubang koana, ke depan berhubungan dengan
rongga mulut bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang, ke depan lubang
laring, ke belakang lubang esofagus. Dibawah selaput lendir terdapat jarngan ikan dan
kumpulan getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat 2 tonsil. Di
sebelah belakang terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu
menelan makanan (Syaifudin, 2011).
c. Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di
depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea
di bawahnya. Pangal tenggorokan yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulangtulang rawan yang berfungsu pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
Laring dilapisi oleh selaput lendir,kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi
oleh sel epitelium berlapis. Pita suara berjumlah 2 bah, di atas pita suara palsudan
tidak mengeluarkan suara disebut ventrikularis. Di bawah pita suara sejati yang
membentuk suara disebut vokalis (Syaifudin, 2009).
d. Trakea
Trakea terbentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang terdiri tulang-tulang rawan yang
berbentuk seperti huruf C. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan
ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia berguna untuk mengeluarkan bendabenda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan
trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina ( Syaifudin, 2002).
e. Bronkus
Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat
pada ketinggian vertebrae torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama
dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan
kebawah ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada
bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang
dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.
Bronkus bercabang-cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada
bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujing bronkioli terdapat gelembung paru
yang disebut alveoli (Syaifudin, 2002).
f. Pulmo
Paru-paru terletak pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dadakavum mediatinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru-paru atau hilus.
Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput bernama
pleura. Pleura terbagi 2 yaitu viseral dan parietal. Pulmo (paru) adalah sebuah alat
tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung alveoli. Banyaknya gelembung paru
kurang lebih 700.000.000 buah (paru kiri dan kanan). Paru-paru kanan terdiri dari 3
lobus yaitu lobus superior, media, inferior. Paru-paru kiri terdiri 2 lobus yaitu lobus
superior dan inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Diantara lobulus satu dengan
yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah
bening dan saraf-saraf (Syaifudin, 2002).
2. Fisiologis SistemPernafasan
a. Pernafasan paru-paru
Merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru.
Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut
dan hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke
alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan
oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambi oleh sel darah merah dibawa
ke jantung dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh. Didalam paru-paru
karbondioksida merupakan hasil buangan menembus membran alveoli, dari kapiler
darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung.
Proses
pertukaran
oksigen
dan
karbondioksida,
konsentrasi
mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat
dalam
darah
dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi pengambilan oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida lebih banyak. (Syaifudin, 2002).
b. Pernafasan jaringan
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh
masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan oksigen ke
dalam jaringan, mengambil karbon dioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paruparu terjadi pernafasan eksterna. (Syaifudin, 2002).
c. Daya muat paru-paru
Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml-5.000 ml (4,5-5 liter).
Udaha yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%, ± 500 ml
disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan
pada pernafasan biasa. (Syaifudin, 2009).
d. Pengendalian pernafasan
Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh 2 faktor utama yaitu kimiawi
dan pengendalian saraf. Adanya faktor tertentu, merangsang pusat pernafasan yang
terletak di dalam medula oblongata, kalau dirangsang mengeluarkan implus yang
disalurkan melalui saraf spinalis ke otot pernafasan (otot diagfragma atau
interkostalis). Penegndalian oleh saraf. Pusat otomatik dalam medula oblongata
mengantarkan implus eferen ke otot pernafasan, melalui radik saraf servikalis
diantarkan ke diagfragma oleh saraf prenikus. Implus ini menimbulkan kotraksi ritmik
pada otot diagfragma dan interkostalis yang kecepatannya kira-kira 15 kali setiap
menit. Pengendalian secara kimia. Pengendalian dan pengaturan secara kimia meliputi:
frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan, pusat pernafasan dalam
sumsum sangat peka, sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan, karbondioksida
adalah produksi asam dari metabolisme dan bahan kimia yang asam ini merangsang
pusat pernafasan untuk mengirim keluar implus saraf yang bekerja atas otot
pernafasan. (Syaifudin, 2010).
e. Kecepatan pernafasan
Pada wanita lebih tinggi dari pada pria, pernafasan secara normal maka ekspirasi
akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik,
inspirasi istirahat-ekspirasi,disebut juga pernafasan terbalik. (Syaifudin, 2010).
f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4
menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa
menimbulkan kematian, kalau penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan
kacau pikiran dan anoreksia serebralis misalnya orang bekerja pada ruangan yang
sempit, tertutup, ruang kapal, ketel uap dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi
maka warna darah merahnya hilang berganti kebiruan misalnya yang terjadi pada
bibir, telinga, lengan dan kaki disebut sianosis. (Syaifudin, 2010).
g. Dinamika pernafasan
Tekanan udara mendesak melalui saluran pernafasan menekan paru-paru ke arah
dinding torak, tekanan dalam ruang pleura mencegah paru-paru menyusut dari dinding
toraks dan memaksa paru-paru untuk mengikuti pergerakan pernafasan dinding toraks
dan diagfragma, tekanan ini meningkat pada waktu inspirasi dan gerakan pernafasan
ini dihasilkan oleh otot pernafasan. Waktu ekspirasi serat otot diagfragma yang
relaksasi muncul tinggi menuji diagfragma membebaskan ruang pelengkap diantara
diagfragma dan dinding toraks. (Syaifudin, 2010).
3. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang,
dannoduslimfe.(Suzanne &Smelzher, 2001, hal 584).
Tuberkulosis adalah penyakit
yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium
tuberkulosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah, orang ke orang,
dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. (Elizabeth, 2000, hal. 414).
Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dengan gejala yang sangatbervariasi. (Mansjoer, Arif,2001)
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lain. Termasuk meningen, ginjal, tulang dan
nodus limfe, agen infeksius terutama adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh
dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. (Brunnner&Suddarth,
2001).
Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosa
tipe humanus( jarang oleh tipe M. Bovinus). TB paru merupakan penyakit infeksi penting
saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut masuk kedalam
jaringan paru melalui saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi
primer (ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah
primer kompleks (ranke). Tb paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Muhammad
Amin,2001)
Jadi dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang
menyerang parenkim paru karena disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosisyang biasa
ditularkan melalui inhalasi percikan ludah, orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus
atau alveolus.
4. Etiologi
Agen infeksius utama dari TB paru adalah Mycobacterium tuberculosis, batang
aerobik tahan asam (BTA) yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan
sinar ultraviolet. Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui
udara.Spesies lain kuman ini yang
dapat memberikan infeksi pada manusia adalah
Mycobacteriumbovis,MycobacteriumKansasii, Mycobacterium Intracellulare, sebagian
besar kuman terdiri dari asam lemak(lipid)inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam dam lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Di dalam jaringan kuman hidup
sebagai parasit intrasellular, yakni dalam sitoplasma magrofak. Sifat lain kuman ini adalah
aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya ( Mansjoer , 2000).
Pada patogenesis tuberculosis adalah mengenali bahwa M. Tuberculosis mengandung
banyak zat imunoreaktif. Lipid permukaan pada mikobakterium dan komponen
peptidoglikan dinding sel yang larut air merupakan tambahan yang penting yang dapat
menimbulkan efeknya melalui kerja primernya pada makrofag penjamu. Mikobakterium
mengandung suatu kesatuan antigen polisakarida dan protein, sebagian mungkin spesifik
spesies tetapi yang lainnya secara nyata memiliki epitop yang luas di seluruh genus.
Hipersensitivitas yang diperantarai sel khas untuk tuberkulosis dan merupakan determinan
yang penting pada patogenesis penyakit. (Harrison, 2002).
5. Epidemiologi
Penyakit TB Paru adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh kuman TB. Basil
tuberkulosis menginfeksi seseorang melalui saluran pernapasan. Penyakit ini telah
menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia
diserang TB dengan kematian 3 juta per tahun (WHO, 1993).
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi dinegaranegara berkembang. Indonesia itu sendiri merupakan negeri dengan prevalensi TB ke-3
tertinggi di dunia setelah China dan India.Diantara mereka 75% berada pada usia
produktif yaitu 20-49 tahun. Alasan utama yang muncul atau meningkatnya penyakit TB
global ini disebabkan :
a.
Kemiskinan pada berbagai penduduk
b.
Meningkatnya penduduk dunia
c.
Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi
d.
Tidak memadainya pendidikan mengenai penyakit TB
e.
Terlantar dan kurangnya biaya pendidikan.
6. Patofisiologi
Indvidu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai
untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah
ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulangm korteks serebri), dan area pari lainnya (lobus
atas).
Sistem imuntubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil
dan
makrofag)
menelan
banyak
bakteri;limfosit
spesifik-tuberkulosis
melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jarigan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan.
Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding
protektof. Ganulomas diubah menjadi massa jaringan fibrisa, bagian sentral dari masa
fibrosaini disebut Tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nektrotik,
membentuk masa seperti keju. Masa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif juga
dapatterjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bekteri dorman. Dalam kasus ini, Tuberkel
Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam kronki. Bakteri kemudian
menjadi tersebar diudara, mengakibatkasn penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yan
memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi
membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembengkakakn
tuberkel, dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah
kebawah hilum paru-paru kemudian melus kelobus yang berdekatan. Proses mungkin
berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya
diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang
awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.
Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempat tersebut dan mempagosit, namun
tidak membunuh basil. Hari-hari berikutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang
terserang mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumoni selluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini dapat berjalan terus, dan basil terus dipagosit
atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 1020 hari). Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju (nekrosis kaseosa) . Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang
dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi akan lebih fibroblas membentuk jaringan parut dan ahirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi tuberkel.
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu
saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi
kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara penularannya dengan droplet
yang
mengandung
kuman
Sylvia.A.Price.1995.hal 754 )
dari
orang
yang
terinfeksi
sebelumnya
.(
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan
dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan
ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemanamana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian
terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paruparu. ( dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul
yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau
pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan
menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh
yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang
alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka
hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari
pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi
dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui
getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang
mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk
sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu
10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan
bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui
pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon
lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam
bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian
selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau
usus.(Sylvia.A Price:1995;754)
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus
rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif.(Syilvia.A Price:1995;754).
7. Pathway
Mycobacterium Tuberculosis
Masuk ke Sal. Pernapasan mll droplet udara
Menuju Alveoli
Memperbanyak Diri
Menginfeksi Paru
Tuberkulosis (TBC)
Alveoli
Bronkus
Infeksi oleh bakteri
M. Tuberculosis
Infeksi oleh bakteri
M. Tuberculosis
Peningkatan Metabolisme
Peningkatan Leukosit
Sistem imun tubuh
Kerusakan Alveoli
Reaksi Inflamasi
Pelepasan interleukin-1
Kerusakan Alveolus
Fagosit menelan antigen
Mencetuskan Hipotalamus
mencapai set point
Daerah pertukaran
O2 dan CO2
Limfosit normal melisis basil
dan jaringan normal
Peningkatan Suhu Tubuh
Penumpukan eksudat di Sal. Pernafasan
Sputum di Sal. nafas
Hipertermia
Obstruksi jalan nafas
oleh sputum
Reaksi antibodi
Aktivasi sensori nervus vagus
Bersihan Jalan
Napas tidak efektif
Ke medula oblongata
Batuk
Penekanan pada abdomen
HCL meningkat
Mual, muntah
Anoreksia
Defisit nutri
Pembentukan ATP berkurang
Intoleran Aktivitas
Gangguan Gangguan pertukaran
Pertukanran
CO2 dan O2
Gas
CO2 dan PO2
Hipoventilasi
Reaksi Anaerob
meningkat
Dyspnea
Proasam Laktat
Pola Napas
Tidak Efektif
Nyeri Akut
8. Manifestasi Klinis
Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan demam
tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri
dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat
berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptosis.
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tidak
biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan berat badan. Basil
TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman. (Smeltzer, Suzanne
C,2001)
Biasanya orang yang mengidap penyakit tuberkulosis menunjukkan gejala-gejala atau
tanda-tanda sebagai berikut:
a. Batuk-batuk berdahak lebih dari 4 minggu.
b. Batuk mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah
c. Dada terasa sakit atau nyeri
d. Terasa sesak waktu bernafas
e. Suhu badan meningkat
f. Nafsu makan berkurang
g. Badan mengurus. (Kusuma, Hardy,2012)
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkolosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien TB parutan pakeluhan samasekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan
yang terbanyak adalah :
a. Demam
Biasanya sufebril menyerupai demam influensa.Tetapi kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-410 C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam
influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influensa. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk / Batuk Darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya irritasi pada bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batukkering (non
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia, BB menurun, sakitkepala, meriang, nyeriotot, keringatmalam, dll.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara teratur.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemerikasaan ini memang membutuhkan
biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia
memberikan keuntungan seperti pda tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier.
Pada kedua hal diatas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada
sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.Lokasi lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru ( segmen apikal lobus atas atu segemen apikal lobus
bawah) tetapi dapt pula mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupi tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).Pada awal penyakit
saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambara radiologi berupa
bercak-bercak seperti awandan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah
diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas.
Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa
bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan
pleura (pleuritis), masa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan
hitam radio-lusen di pinggir paru atau pleura (pneumothoraks).Pada suatu foto dada
sering didapatkan bemacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberkulosis yang
sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik
maupun sklerotik) maupun antelekstasis dan empisema.
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi,
yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkolosis.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan
paru.Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih saat ini sudah banyak dipakai di
rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan
ini lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih
jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi prosesproses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bila dibuat
transversal, sagital dan koronal.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis
baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju
endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke
arah normal lagi.Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga : anemia ringan
dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat, kadar
natrium darah menurun pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah dapat
diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan
dilapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat
sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktiv. Dalam
hal ini dianjurkan dalam satu hari sebelum pemeriksaan sputum dianjurkan minum
air sebanyak ±2ltr dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan
memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi
larutan garam hipertonik selama 20 – 30 menit. Bila masih sulit , sputum dapat
diperoleh dengan cara bronkoskopi di ambil dengan brushing atau bronchial
washing atau BAL ( broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga di dapat
dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena
mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan di periksa hendaknya
sesegar mungkin.
Bila sputum sudah di dapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan.
Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini
terbuka keluar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar.
Diperkiran di Indonesia ditemukan pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak
ditemukan di dalam sputum mereka.Kriteria sputum BTA positif adalah bila
sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan
kata lain 5000 kuman dalam 1mL sputum.
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang
merupakan muldifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet.Cara
pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
b) Pemeriksaan sediiaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan
khusus)
c) Pemeriksaan dengan biakan ( kultur )
d) Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara
Bactec (Bactec 400 Radiometric System), dimana kuman sudah dapat dideteksi
dalam 7-10 hari. Disamping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M.
tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya
dilakukan
juga
pemeriksaan
terhadap
resistensi
obat
dan
identifikasi
kuman.Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman
BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomen dead
bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat
antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu
pendek.Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan,
bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru,
pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin
dan tinja.
3. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanaya dipakai test Mantoux
yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. (Purfied Protein Derivative)
intrcutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat
dengan 5 T.U. dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U. (first strength. Kadang-kadang
bila denga 5 T.U. masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250
T.U.(second sterngth). Bila dengan 250 T.U. masih memberikan hasil negatif,
berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes mantuox dengan 5 T.U. saja
sudah cukup berarti.Setelah 48-72 jam setelah tuberkulin disuntikkan, akan timbul
reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi
persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya
reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipegaruhi oleh
antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi
yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil test mantoux ini dibagi dalam:
a) Indurasi 0-5mm (diameternya) : Mantoux negatif= golongan non sensitivy.
Disini peranan antibodi humoral apaling menonjol.
b) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan= golongan low grade sensitivy. Disini
peran antibodi humoral masih menonjol.
c) Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif= golonagan normal sensitivy. Disini
peran kedua antibodi seimbang.
d) Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat= golongan hypersensitivy.
Disini peran antibodi selular paling menonjol.
e) Untuk pasien dengan HIV positif, Test Mantoux ± 5 mm, dinilai positif.
10.Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini :
Poncet’sarthropathy
pleuritis,
efusi
pleura,
empiema,
laringitis,
usus,
b. Komplikasi lanjut :obstruksi
jalan
nafas
(SOPT—Sindrom
Obstruksi
Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, korpulmonal, amiloidosis,
sinrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada milier dan kavitas TB.
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan
tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain
dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal
pleura, iga atau columna vertebralis.
b. Efusi pleura
Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput
paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura.
Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat
pleura yang kaya akan protein.
c. Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura
yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis
(pleuritis tuberculosis).
d. Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis
tuberculosis.
e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di
dalam saluran
pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya
lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh
karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh
seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan.
f. Keruskan parenkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru,
sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim
yang terinfeksi.
g. Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal
napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan
tubuh.
h. Kor pulmonale
Merupakan gagal jantung kongesif karena ada tekanan balik akibat kerusakan paru,
dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat luas. Keadaan ini juga dapat terjadi
sekalipun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, tetapi meninggalkan banyak
jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit tuberkulosis dengan jelas dapat
mengurangi komplikasi ini.
i. Aspergiloma
Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan moulds sphrophyte dari genus
aspergillus dapat ditemukan di tanah, air dan tumbuhan yang mengalami pembusukan
dan spesies aspergillus yang sering menyebabkan infeksi pada manusia yaitu
aspergillus fumigatus. Umumnya aspergillus akan menginfeksi paru-paru, yang
menyebabkan
empatsindrom,
yakni
Allergic
Bronchopulmonary Aspergillosis
(ABPA), Chronic Necrotizing Pneumonia Aspergillosis (CNPA), aspergiloma dan
aspergilosis invasif. Pada pasien yang imunokompromais aspergilosis juga dapat
menyebar ke berbagai organ menyebabkan endoftalmitis, endokarditis, dan abses
miokardium, ginjal, hepar, limpa, jaringan lunak, hingga tulang. Aspergiloma
merupakan fungus ball (misetoma) yang terjadi karena terdapat kavitas di parenkim
akibat penyakit paru sebelumnya. Penyakit yang mendasarinya bisa berupa TB (paling
sering) atau proses infeksi dengan nekrosis, sarkoidosis, fibrosiskistik dan bula
emfisema.
11.Prognosis
Kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati. Makin dini penyakit ini diagnosis
dan diobati, makin besar kemungkinan pasien sembuh tanpa kerusakan serius menetap.
Makin baik kesadaran pasien ketika pengobatan dimulai, makin baik prognosisnya. Bila
pasien dalam keadaan koma, prognosis untuk sembuh sempurna sangat buruk. Sayangnya
pada 10% - 30% pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan tetap.
Oleh karena akibat dari penyakit ini sangat fatal bila tidak terdiagnosis. (Hasanah, 2010).
12.Klasifikasi
Klasifikasi diagnosis TB paru adalah :
a. TB paru :
1) BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto toraks menyokong
TB dan gejala klinis sesuai TB.
2) BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan rotgen dan klinis
sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB (initial
therapy). Pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat
b. TB paru tersangka
Diagnosis tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA didapat (paling
lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil
pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan rotgen dan klinis sesuai
TB paru. Pengobatan dengan anti TB sudah dapat dimulai.
c. Bekas TB (tidak sakit)
Ada riwayat TB pada pasien di masa lali dengan atau tanpa pengobatan atau gambaran
rotgen noemal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA (-).
Kelompok ini tidak perlu diobati.
Berdasarkan terapi WHO membagi menjadi 4 kategori, yaitu:
a. Kategori I
: ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dankasus baru
dengan batuk TB berat.
b. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengansputum BTA
positif.
c. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainanparu yang tidak
luas dan kasus TB ekstra paru selain dariyang disebut dalam kategori I
d. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik. (Kusuma, Hardy,2012)
13. Penatalaksanaan Medis
Zain (2001) membagi penatalaksanaan medis tuberkulosis paru menjadi tiga bagian,
yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
a. Pencegahan Tuberkulosis Paru
1) Pemeriksaan kontak
Pemeriksaan kontakyaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi test tuberkulin,
klinis dan radiologis. Bila test tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis
foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif,
diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil test tuberkulin
dan diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass chest x-ray
Mass chest x-ray yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu.
3) Vaksinasi BCG
Vaksin Bacille Calmette Guerin (BCG), satu bentuk strain hidup basil TB sapi
yang dilemahkan adalah jenis vaksin yang paling banyak dipakai diberbagai
Negara. Pada vaksinasi BCG, organisme ini disuntikan ke kulit untuk membentuk
vokus primer yang berdinsing, berkapur dan berbatas tegas. BCG tetap
berkemampuan untuk meningkatkan resistensi imunologis pada hewan dan
manusia. Infeksi primer dengan BCG memiliki keuntungan daripada infeksi
dengan organisme virulent karena tidak menimbulkan penyakit pada pnjamunya.
4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama adalah bayi yang menyusui
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan
bagi kelompok berikut:
a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil test tuberkulin positif karena
resikotimbulnya TB milier dan meningitis TB,
b) Anak dan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil test tuberkulin positif yang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
c) Individu yang menunjukkan konversi hasil test tuberkulin dari negatif
menjadi positif,
d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka
panjang,
e) Penderita diabetes melitus.
5) Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Paru Indonesia—PPTI)
b. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk mencegah
kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai
penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah
beberapa hal yang penting untuk diketahui.
1) Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis
a) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.
b) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S)
c) Intraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan Isoniazid (INH)
2) Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)
a) Ekstraseluler,jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan Isoniazid
b) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid.
Untuk very slowly growing bacilli digunakan Pirazinamid (Z).
3) Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri tahan asam.
a) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para-amino
salisilik (PAS), dan sikloserine.
b) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam
keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3bulan)
dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol
(Depkes RI, 2004)
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasrkan lokasi TB, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi,
apusan sputum, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu,
perlu
pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly
Observed Treatment Short Course (DOTSC).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengakajian
Pengkajian menurut 11 pola fungsi Gordon yaitu :
a.
Pola pemeliharaan kesehatan
1) Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru
2) Kebiasaan merokok atau minum alkohol
3) Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang.
b. Pola nutrisi metabolic
1) Nafsu atau selera makan menurun
2) Mual
3) Penurunan berat badan
4) Turgor kulit buruk,kering, kulit bersisik
c. Pola eliminasi
1) Adanya gangguan pada BAB seperti konstipasi
2) Warna urin berubah menjadi agak pekat karena efek samping dari obat
tuberculosis paru
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Kelemahan umum/ anggota gerak
2) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terganggu.
e. Pola tidur dan istirahat
1) Kesulitan tidur pada malam hari
2) Mimpi buruk
3) Berkeringat pada malam hari
f. Pola persepsi kognitif
Nyeri dada meningkat karena batuk
g. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perasaan isolasi/ penolakan karena panyakit menular
2) Perasaan tidak berdaya
h. Pola peran hubungan dengan sesama
1) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
2) Frekuensi ineraksi antara sesame jadi kurang.
i. Pola reproduksi seksualitas
Gangguan pemenuhan kkebutuhan biologis dengan pasangan
j. Pola meknisme koping dan toleransi terhadap stress
1) Menyangkal (khususnya selama hidup ini)
2) Ansietas
3) Perasaan tidak berdaya
k. Pola sistem kepercayaan
Kegiatan beribadah terganggu
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan retensi secret, mucus
berlebih.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan perfusi ventilasi.
c. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan hipoventilasi.
d. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
g. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
h. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme purulen.
3. Intervensi Keperawatan
No
a
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
NOC :
NIC:
Setelah diberikan asuhan keperawatan
1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
diharapkan bersihan jalan nafas efektif
chinlift atau jaw thrust bila perlu
dengan kriteria hasil:
2. Posisikan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum,
mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Menunjukan jalan nafas yang paten
(klien tidak merasa tercekik, irama
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlu pemasangan
alat bantu nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Keluarkan secret nafas, catat adanya
suara tambahan
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
nafas, frekuensi pernafasan dalam
7. Lakukan suction pada mayo
rentang normal, tidak ada suara
8. Berikan bronkodilator bila perlu
nafas abnormal)
9. Berikan pelembab udara kassa basah
3. Mampu mengidentifikasikan dan
NaCl lembab
mecegah
faktor
yang
dapat
menghambat jalan nafas.
10. Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan
11. Monitor respirasi dan status O2
b
NOC :
NIC:
Setelah diberikan asuhan keperawatan Airway management
diharapkan gangguan pertukaran gas
teratasi dengan kriteria hasil:
1. Mendemonstrasikan
ventilasi
dan
chin lift atau jaw thrust bila perlu
peningkatan
oksigenasi yang
adekuat
2. Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlu pemasangan
2. Memelihara kebersihan paru dan
bebas dari tanda-tanda
distress
pernafasan
alat bantu nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Keluarkan secret nafas, catat adanya
3. Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dypnea (mampu
mengeluarkan
1. Buka jalan nafas ,gunakan teknik
sputum,
mampu
suara tambahan
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
7. Lakukan suction pada mayo
bernafas dengan mudah, tidak ada
8. Berikan bronkodilator bila perlu
pursed lips)
9. Berikan pelembab udara kassa basah
4. Tanda-tanda vital dalam rentang
normal 120/80mmhg
NaCl lembab
10. Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan
11. Monitor respirasi dan status O2
Repiratory Monitoring:
1. Monitor frekuensi, ritme, kedalaman
pernafasan.
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan,
penggunaan
otot
tambahan
dan
retraksi otot intracostal.
3. Monitor suara nafas
4. Monitor
pola
nafas:bradipena,
takipnea, kurssmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diafragma
(gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan/tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronchi
pada jalan nafas utama
9. Auskultasi
suara
paru
setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
c.
NOC :
NIC:
Setelah diberikan asuhan keperawatan Respiratory monitoring:
diharapkan pola nafas efektif dengan
kriteria hasil:


1. Monitor frekuensi, ritme, kedalaman
pernafasan.
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan,
NOC:
respiratory status : ventilation
penggunaan
otot
tambahan
respiratory status : airway patency
retraksi otot intracostal
dan
vital sign status
3. Monitor pernafasan hidung
Indicator:
4. Monitor pola nafas : bradipnea,
1. Frekuensi pernafasan dbn (12
5. Palpasi ekspansi dada
x/menit)
2. Irama
takipnea, hiverpentilasi
nafas
sesuai
yang
6. Auskultasi suara nafas
7. Monitor kemampuan pasien untuk
diharapkan
batuk efektif
3. Kedalaman inspirasi
4. Ekpansi dada simetris
8. Monitor skresi pernafasan pasien
5. Bernafas mudah
9. Monitor hasil rongent
6. Mengeluarkan sputum pada
10. Monitor adanya crepitus
jalan nafas
Airway Management:
7. Bersuara secara adekuat
1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
8. Ekspulsi udara
9. Tidak didapatkan penggunaan
2. Posisikan
otot –otot tambahan
10. Tidak
ada
suara
tambahan
11. Tidak ada retraksi dada
chin lift atau jawtrust bila perlu
nafas
pasien
untuk
meminimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlu pemasangan
alat bantu nafas buatan
12. Tidak ada pernapasan pursed
4. Pasang mayo bila perlu
5. Keluarkan secret nafas, catat adanya
lips
13. Tidak
ada
dispnea
saat
suara tambahan
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya
istirahat
14. Tidak ada orthopnea
suara tambahan
15. Tidak didapatkan nafas pendek
7. Lakukan suction pada mayo
16. Tidak ada fremitus taktil
8. Berikan bronkodilator bila perlu
17. Perkusi suara sesuali dengan
9. Berikan pelembab udara kassa basah
harapan
18. Tidal
NaCl lembab
volume sesuai
yang
diharapkan
19. Bronkopnia
10. Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan
sesuai
dengan
11. Monitor respirasi dan status O2
yang diharapakan
20. Tidal volume sesuai dengan Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut,hidung dan secret
yand diharapkan
21. Kapasital vital sesuai yang
trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
diharapkan
22. Tes fungsi pulmonal sesuai
3. Atur perlaratan oksigen
4. Pertahankan posisi pasien
yang diharapkan
5. Observasi

adanya
tanda-tanda
hivopentilasi
Keterangan penilaian NOC:
1. Tidak pernah menunjukan
6. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigen.
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menujukan
5. Selalu menunjukkan
d
NOC :
NIC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Fever treatment :
selama proses keperawatan diharapkan
1. monitor suhu sesering mungkin
suhu tubuh dalam rentang normal
2. monitor IWL
dengan kriteria hasil :
3. monitor warnaa dan suhu kulit
1. suhu
tubuh
dalam
rentang
normal 36,5°c - 37°c
2. nadi dan RR dalam rentang
normal 60-100x/mnt
4. monitor tekanan darah, nadi, dan RR
5. monitor penurunan tingkat kesadaran
6. monitor WBC, Hb, dan Hct
7. monitor intak e dan output
3. tidak ada perubahan warna kulit
dan tidak ada pusing
8. berikan antipiretik
9. berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam
10. selimuti pasien
11. lakukan tapid sponge
12. kolaborasi pemberian cairan IV
13. kompres pasien pada lipatan paha
dan aksila
14. tingkatkan sirkulasi udara
15. berikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya menggigil
Temperature regulation :
1. monitor suhu tiap minimal 2 jam
2. rencanakan monitoring suhu secara
kontinu
3. monitor TD, Nadi, RR
4. monitor warna kulit dan suhu kulit
5. monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
6. tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
8. ajarkan
pasien
cara
mencegah
keletihan akibat panas
9. berikan antipiretik jika perlu
Vital Sign Monitoring
1. monitor TD, Nadi, suhu, dan RR
2. catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, berdiri
4. auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, Nadi, dan RR sebelum,
selama dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor
frekuensi
dan
irama
pernapsan
8. monitor suara paru
9. monitor pola pernapsan abnormal
10. monitor
suhu,
warna,
dan
kelembaban kulit
11. monitor sianosis perifer
12. monitor
adanya
cushing
triad
(tekanan nadi melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. indentifikasi
penyebab
dari
perubahan vital sign
e
Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC :
diharapkan nyeri pasien berkurang
1. Kalikan pengkajian nyeri secara
dengan kriteria hasil :
konferhensif
termasuk
1. Mengenal faktor- faktor penyebab.
karakteristik,
durasi,
2. Tindakan
kualitas dan factor presipitasi.
pertolongan
non
analgetik.
3. Mengenal onset nyeri.
4. Menggunakan analgetik.
lokasi,
frekuensi,
2. Observasi reaksi nonverbal
dari
ketidaknyamanan.
3. Gunakan
teknik
komunikasi
5. Melaporkan gejala kepada perawat.
terapiutik
untuk
mengetahui
6. Nyeri terkontrol.
pengalaman nyeri pasien
7. Melaporkan nyeri.
8. Frekuensi nyeri.
9. Ekspresi wajah.
10. Lamanya episode nyeri.
11. Posisi melindungi tubuh.
4. Kaji
kultur
yang mempengaruhi
respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri pada
masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim
12. Perubahan respirasi rote.
kesehatan
13. Perubahan heart.
efektipan cobtrol nyeri masa lampai
14. Perubahan tekanan darah.
15. Perubahan ukuran pupil.
16. Kehilangan nafsu makan.
lain
tentang
ketidak
7. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
8. Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presifitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyari
(farmakalogi, non farmakaologi dan
interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumbernyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengatasi
nyeri
f
Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC:
selama proses keperawatan diharapkan Nutrition Management
kebutuhan
nutrisi
dapat
terpenuhi
1. Kaji adanya alergi makanan.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan criteria hasil:
1. Adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan.
menentuka jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
2. Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
Fe.
3. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi.
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
protein protein dan vitamin C.
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
5. Berikan substansi gula.
5. Tidak
6. Yakinkan
terjadi
penurunan
badan yang berarti.
berat
diet
mengandung
yang
tinggi
dimakan
serat
untuk
menegah konstipasi.
7. Berikan
makanan
yang
terpilih
(sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi).
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
9. Monitor
jumlah
nutrisi
dan
kandungan kalori.
10. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi.
11. Kajikemampuan
mendapatkan
pasien
nutrisi
untuk
yang
dibutuhkan.
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal.
2. Monitor adanya penurunan berat
badan.
3. Monitor tipe dan jumlah aktifitas
yang biasa dilakukan.
4. Monitor interaksi anak atau orang tua
selama makan.
5. Monitor lingkungan selama makan.
6. Jadwalkan pengobatandan tindakan
tidak selama jam makan.
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi.
8. Monitor turgor kulit.
9. Monitor kekeringnan, rambut kusam,
dan mudah patah.
10. Monitor mual dan muntah.
11. Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht.
12. Monitor makanan kesukaan.
13. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan.
14. Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan jaringan konjungtiva.
15. Monitor kalori dan intake nutrisi.
16. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papilla lidah dan cavitas
oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet.
g
NOC :
NIC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Terapi aktifitas
selama proses keperawatan diharapkan
aktivitas
dapat
dilakukan
dengan
keriteria hasil :
1. menentukan
aktifitas
penyebab
(fisik,
toleransi
psikologis
atau
motivasional)
1. Istirahat dan aktivitas seimbang
2. Tidur siang
2. berikan periode aktivitas selama
beraktifitas
3. Mengetahui
keterbatasan
energinya
3. pantau
respon
setelah
4. Menggunakan teknik konservasi
energi
kardiopulmonal
melakukan
aktifitas
dan
sebelum melakukan aktifitas
4. meminimalkan kerja kardiovaskuler
5. Mengubah gaya hidup seusai
dengan tingkat energi
6. Memelihara nutrisi yang adekuat
7. Persediaan ebergi cukup untuk
beraktifitas.
dengan memberikan posisi tidur ke
posisi setegah duduk
5. jika
memungkinkan
tingkatkan
aktofitas secara bertahap (dari duduk,
jalan, aktifitas maksimal)
6. pastikan
Keterangan penilaian NOC :
1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
perubahan
posisi
klein
secara bertahap dan monitor gejaa
dan intoleran aktivitas
7. monitor
intake
memastikan
nutrisi
kecukupan
untuk
sumber-
sumber energi
8. ajarkan kepada klien bagaimana
Toleransi aktifitas indicator :
mengunakan teknik pernafas ketika
1. saturasi aktifitas bdn dalam respon
melakukan aktifitas
sktifitas
2. HR dbn dalam merespon aktifitas
3. RR dbn respon aktifitas
4. TD sistolik dbn dalam respon
aktifitas
5. TD distolik
dbm dalam respon
aktifitas
6. Kecepatan berjalan
7. Jarang berjalan
8. ADL telah dilakukan
Keterangan penilaian NOC :
h
1
tidak pernah dilakukan
2
jarang dilakukan
3
kadang dilakukan
4
sering dilakukan
5
selalu dilakukan
NOC :
Setelah
NIC :
dilakukan
tindakan Infection Control (Kontrol Infeksi)
keperawatan
selama
asuhan
keperawatan
diharapkan
penyebab
1. bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lain
infeksi tidak terjadi dengan kriteria
2. pertahankan teknik isolasi
hasil :
3. batasi pengunjung bila perlu
1. klien bebas dari tanda dan gejala
4. instruksikan pada pengunjung untuk
infeksi
mencuci tangan saat berkunjung dan
2. mendeskripsikan proses penularan
penyakit,
factor
yang
mempengaruhi
penularan,
serta
penatalaksanaannya
3. menunjukan kempampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
4. jumlah leukosit dalam batas normal
4500-10000 sel/mm³
5. menunjukan perilaku hidup sehat
setelah
berkunjung
meninggalkan
pasien
5. gunakan sabun anti mikroba untuk
mencuci tangan
6. cucitangan
setiap
sebelum
dan
sesudah tindakan keperawatan
7. gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung
8. pertahankan
lingkungan
aseptik
selama pemasangan alat
9. ganti letak IV perifer dan line central
dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
10. tingkatkan intake nutrisi
11. berikan terapi antibiotic bila perlu
Infection protection :
1. monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
2. monitor hitung granulosit, WBC
3. monitor kerentanan terhadap infeksi
4. batasi pengunjung
5. saring pengunjung terhadap penyakit
menular
6. pertahankan teknik aseptic pada
pasien yang beresiko
7. pertahankan teknik isolasi k/p
8. berikan perawatan kulit pada area
epidema
9. inspeksi kondisi luka/insisi bedah
10. dorong masukan nutrisi yang cukup
11. dorong masukan cairan
12. dorong istirahat
13. instruksikan pasien untuk minum
antibiotic sesuai resep
14. ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
15. ajarkan cara menghindari infeksi
16. laporkan kecurigaan infeksi
17. laporkan kultur positif
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.
5. Evaluasi
1. Bersihan jalan napas efektif.
2. Pertukaran gas tidak terganggu.
3. Pola napas efektif (12-24x/mnt pada orang dewasa).
4. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5℃ − 37,5℃)
5. Nyeri berkurang atau hilang.
6. Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
7. Aktivitas dapat dilakukan dengan maksimal.
8. Penyebaran infeksi tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001.Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Jakarta:EGC
Syaifuddin.2011.Anatomi Fisiologi.Ed.4. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif.2001. Kapita Selekta Kedoteran. Jilid 1. Ed.3.Jakarta : EGC
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC
Hardy, Kusuma. 2012.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA, NIC-NOC.
Yogyakarta : Media Hadry
Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 2006. Buku Ajar FisiologiKedokteran, Edisi 11. Jakarta:
PenerbitBukuKedokteran EGC
Muttaqin,
Arif.
2008.
AsuhanKeperawatanKliendenganGannguanSistemPernafasan.
Buku
Jakarta:
Ajar
Salemba
Medika
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar IlmuPenyakitDalamJilid II Edisi IV. Jakarta:
PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalamFakultasKedokteranUniversitas
Indonesia.
Download