Uploaded by ciradravano

05 Bab 2 222015229

advertisement
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Lereng
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu
dengan bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi
contohnya lereng yang membentuk bukit atau lereng-lereng yang terdapat di tebing
sungai. Lereng juga dapat terbentuk karena buatan manusia antara lain yaitu lereng galian
dan lereng timbunan yang diperlukan untuk membangun sebuah konstruksi jalan raya dan
jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai dan kanal serta tambang terbuka.
2.1.1 Klasifikasi Lereng
Bentuk lereng merupakan wujud visual lereng. Kemiringan lereng biasanya terdiri
dari bagian puncak (crest), cembung (convex), cekung (voncave), dan kaki lereng (lower
slope). Daerah puncak merupakan daerah gerusan erosi yang paling tinggi dibanding
daerah bawahnya, demikian pula lereng tengah yang kadang cekung atau cembung
mendapat gerusan aliran permukaan relief lebih besar dari puncaknya sendiri, sedangkan
kaki lereng merupakan daerah endapan. Salim 1998 (Sahara, 2014).
Kemiringan lereng dapat disebabkan oleh gaya-gaya endogen dan eksogen bumi
sehingga menyebabkan perbedaan titik ketinggian di bumi. Kemiringan lereng
merupakan ukuran kemiringan lahan terhadap bidang datar yang biasa dinyatakan dalam
satuan persen atau derajat. Adanya perbedaan kemiringan pada setiap lereng
menyebabkan lereng diklasifikasikan tertentu. Menurut van Zuidam (1985) klasifikasi
lereng bedasarkan ciri dan kondisi lapangan adalah seperti pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Lereng Menurut van Zuidam (1985 )
Kelas Lereng
Ciri dan Kondisi Lapangan
Warna
Disarankan
0% - 2%
Datar (flat) atau hampir datar.
Proses
denudasional
tidak
cukup besar dan pengikisan
Hijau gelap
yang
5
permukaan
tidak
intensif
dibawah kondisi kering.
2% - 7%
Sedikit miring (gently sloope)
Proses
pergerakan
berkecepatan
berbagai
massa
rendah
proses
Hijau cerah
dari
periglacial,
solifluction dan fluvia.
7% - 15%
Miring (sloping)
Kuning cerah
Memiliki kondisi yang hampir
sama dengan gently soft, namun
lebih
mudah
mengalami
pengikisan permukaan, dengan
erosi permukaan yang intensif
15% - 30%
Agak curam (moderately steep) Kuning oranye
Semua jenis pergerakan terjadi,
terutama
periglacial-
solifuction, rayapan, pengikisan
dan ada kalanya landslide.
30% - 70%
Curam (steep)
Merah cerah
Proses denudasional dari semua
jenis terjadi secara intensif
(erosi,
rayapan,
pergerakan
lereng)
70% - 140%
Sangat curam (very steep)
Proses
denudasional
Merah gelap
terjadi
secara intensif.
>140%
Curam
ekstrem
(extremely Ungu gelap
steep)
Proses
kuat,
denudasional
terutawa
denudational
sangat
wall
6
2.1.2 Stabilitas Lereng
Kestabilan lereng merupakan salah satu permasalahan yang sering dihadapai
dalam pekerjaan rekayasa konstruksi pertambangan. Gangguan terhadap kestabilan
lereng akan mengganggu keselamatan pekerja, kerusakan lingkungan, kerusakan alat
penambangan, mengurangi intensitas produksi dan menggangu kelancaran pelaksanaan
penambangan (Almenara, 2007). Oleh karena itu, analisis kestabilan lereng sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya gangguan akibat bahaya longsor tersebut.
Tujuan utama analisis kestabilan lereng tambang adalah menghasilkan suatu
rancangan dinding tambang yang aman dan ekonomis. Menurut Arief (2007) tujuan dari
analisis kestabilan lereng adalah sebagai berikut :
a. Untuk menentukan kondisi kestabilan dan tingkat kerawanan suatu lereng.
b. Memperkirakan bentuk keruntuhan kritis yang mungkin terjadi.
c. Menganalisis penyebab terjadinya longsoran.
d. Mempelajari pengaruh gaya-gaya luar pada kestabilan lereng.
e. Merancang suatu desain lereng galian atau timbunan yang optimal dan memenuhi
kriteri akeamanan dan kelayakan ekonomis.
f. Memperkirakan kestabilan lereng, selama konstruksi dilakukan maupun dalam
jangka waktu yang panjang.
g. Merupakan dasar bagi rancangan ulang lereng setelah mengalami longsoran.
h. Menentukan metode perkuatan atau perbaikan lereng yang sesuai.
Kestabilan lereng batuan banyak dikaitkan dengan tingkat pelapukan dan struktur
geologi yang hadir pada massa batuan tersebut, seperti sesar, kekar, lipatan dan bidang
perlapisan (Sulistianto, 2001 dalam Diah 2007). Struktur-struktur tersebut, selain lipatan,
selanjutnya disebut sebagai bidang lemah. Disamping struktur geologi, adanya muka air
tanah dan karakteristik fisik-mekanik juga dapat mempengaruhi kestabilan lereng.
Pada dasarnya untuk meningkatkan stabilitas lereng terdapat dua pendekatan yang
dapat diterapkan untuk penanganan longsoran, dengan cara menaikan angka keamanan,
diantaranya yaitu:
1. Memperkecil gaya penggerak / momen penggerak.
7
Gaya dan momen penggerak dapat diperkecil dengan merubah bentuk lereng,
yaitu dengan membuat geometri lereng menjadi lebih datar dan mengurangi sudut
kemiringan dengan memperkecil ketinggian lereng.
2. Memperbesar gaya penahan / momen penahan.
Untuk memperbesar gaya penahan, dapat dilakukan dengan cara menerapkan
beberapa metode perkuatan tanah, diantaranya dipasang konstruksi penahan
seperti dinding penahan tanah, tiang, atau menambahkan timbunan pada kaki
lereng.
2.1.3
Analisa Stabilitas Lereng Metode Limit Equilibrium dan Metode Finite
Elemen
Analisa stabilitas perlu dilakukan karena hampir setiap perkerjaan konstruksi
sering kali melibatkan pembuatan lereng, contohnya: pekerjaan galian, pekerjaan
timbunan dan konstruksi di atas lereng. Metode yang dipakai untuk analisa stabilitas
lereng umumnya adalah metode Limit Equilibrium menggunakan dengan program
SlopeW dari Geostudio 2007. Seiring dengan perkembangan teknologi, berkembang pula
aplikasi metode Finite Element untuk analisa kestabilan lereng dengan menggunakan
program Plaxis 3D.
Analisis stabilitas lereng meliputi konsep kemantapan lereng yaitu penerapan
pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah. Keruntuhan geser pada tanah dapat terjadi
akibat gerak relatif antar butirnya. Karena itu kekuatannya tergantung pada gaya yang
bekerja antar butirnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan geser terdiri atas:
1. Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah dan ikatan
butirnya.
2. Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang
bekerja pada bidang geser.
Dalam menganalisa stabilitas lereng harus ditentukan terlebih dahulu nilai faktor
keamanan (FK) lereng.
2.1.4 Limit Equilibrium Method (LEM)
LEM adalah metode yang menggunakan prinsip kesetimbangan gaya. Metoda ini
digunakan dengan cara bidang kelongsoran yang dapat terjadi diasumsikan terlebih
8
dahulu. Bidang kelongsoran diasumsikan berbentuk circular dan non-circular seperti
pada Gambar 2.8 dan Gambar 2.9.
Gambar 2.1 Bidang Longsor Circular
Gambar 2.2 Bidang Longsor non-Circular
Perhitungan faktor keamanan (SF) pada metode limit equilibrium dihitung dari
perbandingan antara kuat geser tanah (πœπ‘“) dengan gaya dorong (𝜏) atau dengan cara
membandingkan antara momen tahan (RM) terhadap momen dorong (DM), sebagaimana
ditunjukan dalam persamaan (2.1) dibawah ini:
𝑆𝐹 =
πœπ‘“
𝜏
π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 𝑆𝐹 =
𝑅𝑀
𝐷𝑀
.............................................................................................(2.1)
2.1.5 Finite Element Method (FEM)
Metode elemen hingga adalah prosedur perhitungan yang dipakai untuk
mendapatkan pendekatan dari permasalahan matematis yang sering muncul pada
rekayasa teknik. Inti dari metode tersebut adalah dengan cara membuat persamaan
matematis dengan berbagai pendekatan dan rangkaian persamaan aljabar yang
melibatkan nilai - nilai pada titik – titik diskrit pada bagian yang dievaluasi. Persamaan
9
metode elemen hingga dibuat dan dicari solusinya dengan sebaik mungkin untuk
menghindari kesalahan pada hasil akhirnya. Jaring (mesh) terdiri dari elemen - elemen
yang dihubungkan oleh node seperti pada Gambar 2.10. Node merupakan titik - titik
pada jaring di mana nilai dari variabel primernya dihitung. Misal untuk analisa
displacement, nilai variabel primernya adalah nilai dari displacement. Nilai - nilai nodal
displacement diinterpolasikan pada elemen agar didapatkan persamaan aljabar untuk
displacement, dan regangan, melalui jaring - jaring yang terbentuk.
Gambar 2.3 Contoh Jaring - jaring dari Elemen Hingga
(Sulistianingsih, 2018)
Dalam metoda elemen hingga (FEM), tidak melakukan asumsi bidang longsor.
Faktor keamanan dicari dengan cara mencari bidang lemah pada struktur lapisan tanah.
Faktor keamanan didapatkan dengan cara mengurangi nilai kohesi (c) dan sudut geser
dalam tanah (ø) secara bertahap hingga tanah mengalami keruntuhan. Nilai faktor
keamanan kemudian dihitung menggunakan persamaan (2.2) dibawah ini:
Σ𝑀𝑆𝐹 = 𝐢
𝑐
π‘Ÿπ‘’π‘‘π‘’π‘π‘’π‘‘
tan πœ™
= π‘‘π‘Žπ‘›πœ™
π‘Ÿπ‘’π‘‘π‘’π‘π‘’π‘‘
...................................................................................(2.2)
Dengan faktor keamanan, Creduced dan øreduced yang merupakan nilai kohesi
dan sudut geser dalam tanah terendah yang didapat pada saat program Plaxis menyatakan
tanah mengalami keruntuhan (Soil body Collapse). Proses keruntuhan ini dalam program
Plaxis disebut ”Phi-c reduction”.
10
2.1.6 Metode Irisan (Method of Slice)
Analisis stabilitas dengan metode irisan (method of slice) ini dapat digunakan
untuk tanah yang tidak homogen dan memilikia aliran air yang tidak menentu. Gaya
normal suatu titik dilingkaran bidang longsor dipengaruhi oleh berat tanah diatas titik
tersebut. Pada metode ini, bentuk bidang gelincir tanah yang akan longsor diiris menjadi
bebrapa irisan secara vertikal, kemudian keseimbangan tiap irisan diperhatikan.
Gambar 2.4 Gaya-gaya yang bekerja pada irisan.
(Sumber: Hardiyatmo, 2010)
dengan:
X1, Xr
= gaya geser efektif disepanjang sisi irisan
E1, Er
= gaya normal efektif disepanjang sisi irisan
Ti
= resultan gaya geser efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan
Ni
= resultan gaya normal efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan
U1, Ur
= tekanan air pori yang bekerja dikedua sisi irisan
Ui
= tekanan air pori di dasar irisan
11
2.1.7 Metode Fellenius (Ordinary Method of Slice)
Metode Fellenius (Ordinary Method of Slice) dikemukakan pertama kali oleh
Fellenius (1927,1936) bahwa gaya yang memiliki sudut kemiringan paralel dengan dasar
irisan faktor keamanan dihitung dengan keseibangan momen. Fellenius menganggap gaya
– gaya yang bekerja pada sisi kanan-kiri dari setiap irisan mempunyai nilai resultan nol
pada arah yang tegak lurus bidang longsor. Dengan anggapan ini keseimbangan arah
vertikal dan gaya-gaya yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori sebagai
berikut:
𝑁𝑖 + π‘ˆπ‘– = π‘Šπ‘– × cos πœƒπ‘– .............................................................................................(2.3)
Sehingga faktor keamanan lereng didefinisikan:
𝐹=
π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘šπ‘œπ‘šπ‘’π‘› π‘‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘”π‘’π‘ π‘’π‘Ÿ π‘ π‘’π‘π‘Žπ‘›π‘—π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘›π‘” π‘™π‘œπ‘›π‘”π‘ π‘œπ‘Ÿ
π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘šπ‘œπ‘šπ‘’π‘› π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘šπ‘Žπ‘ π‘ π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘›π‘Žβ„Ž π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘™π‘œπ‘›π‘”π‘ π‘œπ‘Ÿ
...............................................(2.4)
Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin θ, maka momen dari massa
tanah yang akan longsor adalah:
∑ 𝑀𝑑 = 𝑅 ∑𝑖=𝑛
𝑖=1 π‘Šπ‘– × sin πœƒπ‘– ......................................................................................(2.5)
Dengan:
R
= jari-jari lingkaran bidang longsor (m)
N
= jumlah irisan
Wi
= berat massa tanah irisan ke-I (kN)
πœƒπ‘–
= Sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.4
Besarnya momen penahan longsor dapat di definisikan sebagai berikut:
∑ π‘€π‘Ÿ = 𝑅 ∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑐 π‘Žπ‘– + Ni tan πœƒ ..................................................................................(2.6)
Bila pada lereng tersebut terdapat muka air tanah, maka akibat pengaruh tekanan air pori
persamaan menjadi:
𝐹=
∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑐 π‘Žπ‘–( π‘Šπ‘–π‘π‘œπ‘ πœƒπ‘–−π‘ˆπ‘–π‘Žπ‘–) tan πœƒ)
∑𝑖=𝑛
𝑖=1 π‘Šπ‘– ×sin πœƒπ‘–
..................................................................................(2.7)
dengan:
F
= faktor aman c = kohesi tanah (kN/m2)
πœƒ
= sudut gesekan dalam tanah (o)
ai
= panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi
= berat irisan tanah ke-i (kN)
12
μi
= tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
θi
= sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.4 (o)
Jika terdapat gaya-gaya lain selain berat tanahnya sendiri, misalnya bangunan di atas
lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai momen yang mendorong
(Md). Metode Fellenius banyak digunakan dalam prakteknya, karena cara hitungan
sederhana dan kesalahan hitungan yang dihasilkan masih pada sisi aman.
2.1.8 Metode Bishop
Metode Bishop umumnya dipakai untuk menganalisis permukaan gelincir (slip
surface) yang berbentuk circular. Dalam metode ini diasumsikan bahwa gaya normal
total berada atau bekerja dipusat alas potongan dan bisa ditentukan dengan menguraikan
gaya-gaya pada potongan secara vertikal ataupun normal. Persyaratan keseimbangan
digunakan pada potongan-potongan yang membentuk lereng tersebut. Metode Bishop
menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada irisan mempunyai resultan nol pada
arah vertikal (Bishop,1955).
Gambar 2. 5 Gaya-gaya yang Bekerja pada Suatu Potongan
Dengan memperhitungkan seluruh keseimbangan gaya maka rumus untuk faktor
keamanan (Fk) Metode Bishop diperoleh sebagai berikut (Anderson dan Richards,1987):
𝐹=
𝑐 𝑙+(𝑃−π‘ˆπ‘–) π‘‘π‘Žπ‘›π›Ό
π‘Š 𝑆𝑖𝑛 𝛼
.......................................................................................................(2.8)
dengan:
W
= Berat total pada irisan
El, Er = Gaya antar irisan yang bekerja secara horizontal pada penampang kiri dan kanan
13
Xl, Xr = Gaya antar irisan yang bekerja secara vertikal pada penampang kiri dan kanan
P
= Gaya normal total pada irisan
T
= Gaya geser pada dasar irisan
b
= Lebar dari irisan
l
= Panjang dari irisan
α
= Sudut Kemiringan lereng
2.2
Longsoran
Kelongsoran adalah suatu proses perpindahan massa tanah ataupun massa batuan
dengan arah miring dari kedudukan semula sehingga terjadi pemisahan dari massa yang
mantap karena pengaruh gravitasi dan rembesan (seapage). Definisi longsoran (landslide)
menurut Sharpe (1938, dalam Hansen, 1984), adalah luncuran atau gelinciran (sliding)
atau jatuhan (falling) dari massa batuan/tanah atau campuran keduanya.
2.2.1 Klasifikasi Longsoran
Para peneliti umumnya mengklasifikasikan jenis-jenis longsoran berdasarkan
pada jenis gerakan materialnya. Klasifikasi yang diberikan oleh HWRBLC, Highway
Research Board Landslide Committee (1978), mengacu kepada Varnes (1978) yang
berdasarkan kepada:
1. material yang nampak
2. kecepatan perpindahan material yang bergerak
3. susunan massa yang berpindah
4. jenis material dan gerakannya.
Menurut Varnes (1978, dalam Hansen, 1984) longsoran (landslide) dapat
diklasifikasikannya menjadi: jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran (slide) dan
nendatan (slump), aliran (flow), gerak bentang lateral (lateral spread), dan gerakan
majemuk (complex movement). Untuk lebih jelasnya klasifikasi tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2.1
14
Gambar 2.6 Klasifikasi Longsoran oleh Coates (dalam Hansen, 1984)
Berbagai jenis longsoran (landslide) dalam beberapa klasifikasi di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Jatuhan (Fall) adalah jatuhan atau massa batuan bergerak melalui udara,
termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan penggelindingan bongkah batu dan
bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan satu dengan yang lain. Termasuk
jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug, lawina, avalanche) batu, bahan
rombakan maupun tanah seperti pada Gambar 2.2.
Gambar 2.7 Longsoran Tipe Jatuhan
(Sumber: geoenviron.blogspot.com)
15
2. Longsoran-longsoran gelinciran (slides) adalah gerakan yang disebabkan oleh
keruntuhan melalui satu atau beberapa bidang yang dapat diamati ataupun
diduga. Slides dibagi lagi menjadi dua jenis. Disebut luncuran (slide) bila
dipengaruhi gerak translasional dan susunan materialnya yang banyak berubah.
Bila longsoran gelinciran dengan susunan materialnya tidak banyak berubah
dan umumnya dipengaruhi gerak rotasional, maka disebut nendatan (slump),
Termasuk longsoran gelinciran adalah: luncuran bongkah tanah maupun bahan
rombakan, dan nendatan tanah seperti pada Gamber 2.3.
Gambar 2.8 Longsoran Tipe Gelinciran
(Sumber: geoenviron.blogspot.com)
3. Gerak horisontal / bentangan lateral (lateral spread), merupakan jenis
longsoran yang dipengaruhi oleh pergerakan bentangan material batuan secara
horisontal. Biasanya berasosiasi dengan jungkiran, jatuhan batuan, nendatan
dan luncuran lumpur sehingga biasa dimasukkan dalam kategori complex
landslide - longsoran majemuk (Pastuto & Soldati, 1997). Prosesnya berupa
rayapan bongkah-bongkah di atas batuan lunak (Radbruch-Hall, 1978, dalam
Pastuto & Soldati, 1997). Pada bentangan lateral tanah maupun bahan
rombakan, biasanya berasosiasi dengan nendatan, luncuran atau aliran yang
berkembang selama maupun setelah longsor terjadi. Material yang terlibat
antara lain lempung (jenis quick clay) atau pasir yang mengalami luncuran
akibat gempa (Buma & Van Asch, 1997). Gerak horizontal dapat dilihat pada
Gambar 2.4.
16
Gambar 2.9 Longsoran Tipe Gerakan Horizontal
(Sumber: geoenviron.blogspot.com)
4. Aliran (flow) adalah gerakan yang dipengaruhi oleh jumlah kandungan atau
kadar air tanah, terjadi pada material tak terkonsolidasi. Bidang longsor antara
material yang bergerak umumnya tidak dapat dikenali. Termasuk dalam jenis
gerakan aliran kering adalah sandrun (larian pasir), aliran fragmen batu, aliran
loess. Sedangkan jenis gerakan aliran basah adalah aliran pasir-lanau, aliran
tanah cepat, aliran tanah lambat, aliran lumpur, dan aliran bahan rombakan
seperti pada Gambar 2.5.
Gambar 2.10 Longsoran Tipe Aliran
(Sumber: geoenviron.blogspot.com)
5. Longsoran majemuk (complex landslide) adalah gabungan dari dua atau tiga
jenis gerakan di atas. Pada umumnya longsoran majemuk terjadi di alam, tetapi
biasanya ada salah satu jenis gerakan yang menonjol atau lebih dominan.
Menurut Pastuto & Soldati (1997), longsoran majemuk diantaranya adalah
bentangan lateral batuan, tanah maupun bahan rombakan.
17
6. Rayapan (creep) adalah gerakan yang dapat dibedakan dalam hal kecepatan
gerakannya yang secara alami biasanya lambat (Zaruba & Mencl, 1969;
Hansen, 1984). Untuk membedakan longsoran dan rayapan, maka kecepatan
gerakan tanah perlu diketahui (Tabel 2.2). Rayapan (creep) dibedakan menjadi
tiga jenis, yaitu: rayapan musiman yang dipengaruhi iklim, rayapan
bersinambungan yang dipengaruhi kuat geser dari material, dan rayapan melaju
yang berhubungan dengan keruntuhan lereng atau perpindahan massa lainnya
(Hansen, 1984).
Gambar 2.11 Longsoran Tipe Rayapan
(Sumber: geoenviron.blogspot.com)
Tabel 2.2 Tabel Laju Kecepatan Gerakan Tanah ( Hansen, 1984)
Kecepatan
Keterangan
>3 meter/detik
Ekstrim sangat cepat
3 meter/detik – 0,3 meter/menit
Sangat cepat
0,3 meter/menit – 1,5 meter/menit
Cepat
1,5 meter/menit – 1,5 meter/bulan
Sedang
1,5 meter/bulan – 1,5 meter/tahun
Lambat
1,5 meter/tahun – 0,06 meter/tahun
Sangat lambat
<0.06 meter/tahun
Ekstrim sangat lambat
7. Longsoran tipe translasional maupun rotasional, ada batas antara massa yang
bergerak dan yang diam (disebut bidang gelincir), kedalaman batas tersebut
dari permukaan tanah sangat penting bagi deskripsi longsoran seperti pada
Gambar 2.7. Terdapat 4 kelas kedalaman bidang gelincir (Fernandez &
Marzuki,1987), yaitu:
18
a. Sangat dangkal (20 meter)
b. Dangkal (1,5 s.d. 5 meter)
c. Dalam (antara 5 sampai 20 meter)
d. Sangat dalam (>20 meter).
Gambar 2.12 Longsoran Tipe Rotasi dan Translasi
(Sumber: geoenviron.blogspot.com)
2.2.2 Faktor-faktor Penyebab Longsoran
Faktor-faktor penyebab kelongsoran pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu akibat
pengaruh luar (External Effect) dan akibat pengaruh dalam (Internal Effect). Penjelasan
mengenai dua hal tersebuat dipaparkan sebagai berikut :
1. Gangguan luar, yang meliputi :
a. Getaran yang ditimbulkan gempa bumi, kereta api, dan lain-lain.
b. Pembebanan tambahan, terutama disebabkan oleh aktifitas manusia
contohnya adanya bangunan atau timbunan di atas tebing.
c. Hilangnya penahan lateral, yang disebabkan oleh pengikisan (erosi sungai,
pantai), penggalian.
d. Hilangnya tumbuhan penutup lereng yang dapat menimbulkan alur pada
beberapa daerah tertentu yang dapat mengakibatkan erosi dan akhirnya akan
terjadi longsoran.
2.
Gangguan dalam, contohnya :
a. Naiknya berat massa tanah batuan dengan cara masuknya air ke dalam tanah
sehingga menyebabkan terisinya rongga antar butir sehingga massa tanah
bertambah.
19
b.
Larutnya bahan pengikat butir alami yang membentuk batuan oleh air,
contohnya perekat yang terdapat dalam batu pasir yang dilarutkan air
sehingga ikatannya hilang.
c. Naiknya muka air tanah, muka air dapat naik abikat rembesan yang masuk
pada pori antar butir tanah yang mengakibatkan tekanan air pori naik
sehingga kekuatan gesernya turun.
d. Pengembangan tanah, rembesan air dapat menyebabkan tanah mengembang
terutama untuk tanah lempung.
e. Pengaruh Geologi
Proses geologi dalam pembentukan lapisan kulit bumi dengan cara
pengendapan sedimen ternyata memungkinkan terbentuknya suatu lapisan
yang potensial mengalami kelongsoran. Contohnya adalah pembentukan
lapisan tanah sebagai berikut, sungai yang mengalirkan air ke laut membawa
partikel-partikel halus yang jumlahnya tergantung dari volume dan kecepatan
alirannya, kemudian partikel-partikel tersebut mengendap di dasar laut
membentuk lapisan tanah, dimana penyebaran pengendapannya bisa merata
atau tidak merata tergantung arus air laut biasanya membentuk sudut
kemiringan lapisan 5o-10o. Karena pembentukan tiap lapisan terjadi di air,
maka dasar tiap lapisan adalah air yang bisa dilihat seringkali sebagai lapisan
tipis (thin film) pada zona pemisah antara lapisan lempung dan lanau
kepasiran atau sebagai aliran laminer pada lapisan pasir yang lebih
permeabel. Dengan keadaan demikian bila banyak air memasuki lapisan pasir
tipis, sedangkan pengeluaran air sedikit sehingga keadaan lapisan menjadi
jenuh, maka tekanan air akan bertambah dan tekanan air inilah yang sering
menyebabkan kelongsoran. Lain halnya bila air memasuki lapisan pasir tebal
sehingga keadaan lapisan tidak sepenuhnya jenuh air, maka lapisan tersebut
bahkan bisa berfungsi sebagai drainase alamiah.
f. Pengaruh Morfologi
Variasi bentuk permukaan bumi yang meliputi daerah pegunungan dan
lembah dengan sudut kemiringan permukaannya yang cenderung besar,
maupun daerah dataran rendah yang permukaannya cenderung datar, ternyata
memiliki peranan penting dalam menentukan kestabilan daerah tersebut
20
sehubungan dengan kasus kelongsoran. Secara logis daerah dengan
kemiringan besar lebih potensial mengalami kelongsoran dibanding daerah
datar, sehingga kasus kelongsoran seringkali ditemui di daerah gunung atau
perbukitan, dan pada pekerjaan galian atau timbunan yang memiliki sudut
kemiringan besar. Kestabilan lereng terganggu akibat lereng yang terlalu
terjal, perlemahan pada kaki lereng dan tekanan beban yang berlebihan di
kepala lereng. Hal tersebut bisa terjadi karena erosi pada kaki lereng dan
kegiatan penimbunan atau pemotongan lereng yang dilakukan manusia.
g. Pengaruh Proses Fisika
Perubahan temperatur, fluktuasi muka air tanah musiman, gaya gravitasi dan
relaksasi tegangan sejajar permukaan, ditambah dengan proses oksidasi dan
dekomposisi akan mengakibatkan suatu lapisan tanah kohesif lambat laun
tereduksi kekuatan gesernya terutama nilai kohesi © dan sudut geser
dalamnya (Ø). Pada tanah non kohesif misalnya lapisan pasir, bila terjadi
getaran oleh gempa mesin atau sumber getaran lainnya, sehingga
mengakibatkan lapisan tersebut ikut bergetar, maka pori-pori lapisan akan
terisi oleh air atau udara yang akan meningkatkan tekanan dalam pori.
Tekanan pori yang meningkat dengan spontan dan sangat besar ini
menyebabkan terjadinya pencairan lapisan pasir, sehingga kekuatan gesernya
berkurang.
h. Pengaruh Air Dalam Tanah
Keberadaan air dapat dikaitkan sebagai faktor dominan penyebab terjadinya
kelongsoran, karena hampir sebagian besar kasus kelongsoran melibatkan air
di dalamnya.
1) Tekanan air pori memiliki nilai besar sebagai tenaga pendorong terjadinya
kelongsoran, semakin besar air pori semakin besar pula tenaga pendorong.
2) Penyerapan maupun konsentrasi air dalam lapisan tanah kohesif dapat
melunakkan lapisan tanah tersebut yang pada akhirnya mereduksi nilai
kohesif dan sudut geser dalam sehingga kekuatan gesernya berkurang.
3) Aliran air dapat menyebabkan erosi yaitu pengikisan lapisan oleh aliran
air sehingga keseimbangan lereng menjadi terganggu.
21
2.2.3 Penanggulangan Longsoran
Cara penanggulangan longsor dapat dilakukan tergantung pada tipe dan sifat
longsoran tersebut, serta kondisi lapangan dan geologi yang terdapat pada daerah
longsoran. Cara penanggulangan longsor dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Mengubah geometri lereng
Mengubah geometri lereng dapat dilakukan dengan cara pemotongan dan
penimbunan pada ujung kaki lereng. Metode ini mempunyai prinsip mengurangi gaya
dorong dari tanah yang longsor dan menambah gaya penahan dengan cara melakukan
penimbunan pada ujung kaki lereng, sehingga faktor keamanan lereng dapat bertambah.
Contoh dari mengubah geometri lereng yaitu dengan melakukan pemotongan bagian
ujung kaki dapat dilakukan untuk longsoran yang mempunyai massa relatif kecil.
Mengubah geometri dengan cara penimbuanan dilakuakn dengan memberikan beban
berupa timbunan pada daerah kaki yang nantinya akan berfungsi sebagai penambah
momen lawan. Penanggulangan ini cocok untuk longsoran dengan massa yang relatif
utuh.
2. Mengendalikan air permukaan
Pengendalian air permukaan akan mengurangi berat massa tanah yang bergerak
dan menambah kekuatan material pembentuk lereng. Air permukaan yang mengalir pada
permukaan lereng dan akan meresap ke dalam tanah harus dikendalikan, dapat dilakukan
dengan cara menanam tumbuhan pada lereng, tata salir (saluran permukaan yang dibuat
pada bagian luar longsoran dan mengelilingi longsoran sehingga dapat mencegah aliran
limpasan yang datang dari daerah yang lebih tinggi), perbaikan permukaan lereng
(meratakan cekungan atau tonjolan lereng), melakukan dewatering.
3. Mengendalikan air rembesan
Metode pengendalian air rembesan dapat dilakukan dengan cara menambahkan
sumur dalam (untuk menanggulangi longsoran yang membentuk bidang longsornya
dalam), saluran tegak (untuk menurunkan tekanan hidrostatik yang terjadi), saluran
mendatar (untuk menurunkan muka air tanah di daerah longsoran), dan sebagainya.
2.3
Siphon Drain
Metode
siphon
drain
ditemukan
oleh
perusahaan
geoteknik
prancis
Hydrogeotechnique/TP.Geo 20 tahun lalu. Sejak itu, metode tersebut terus dikembangkan
22
dan ditingkatkan. Sudah hampir 200 pengaplikasian metode siphon drain ini, terutama di
Prancis (Mrvik,2011). Metode ini juga sudah diaplikasikan di Inggris, Italy dan Romania
(Mrvik and Bomont, 2010). Inovasi metode ini pertama kali diaplikasikan di Eropa
Tengah pada tahun 2008. Drainase ini digunakan untuk stabilitas lereng yang sebelumya
digunakan untuk galian tambang batu bara di Bohemia Utara, Republik Cheko (Mrvik
and Bomont, 2009).
2.5.1 Prinsip Kerja Siphon Drain
Siphon Drain ditempatkan dalam sumur pembuangan vertikal. Jarak antar sumur
biasanya antara 3 sampai 6 meter dan kedalamannya harus menjangkau lapisan yang akan
dialirkan. Sumur dipompa menggunakan tabung siphon dan lereng yang dipengaruhi oleh
gravitasi, aliran atas pipa (Mrvik, 2011).
Gambar 2. 13 Potongan Melintang Jaringan Siphon Drain
Tabung siphon dimasukan ke dalam reservoir berisi air di dasar sumur dengan
outlet hilit terletak di kaki lereng. Jika permukaan air disumur naik, siphon akan
mengalirkan dan mengeluarkan air dari sumur. Air akan dialirkan sampai ketinggian air
disumur turun kembali seperti keadaan awal, asalkan laju aliran dalam siphon cukup
untuk menjaga siphon untuk tetap bekerja. Ketika air naik kebagian atas siphon, tekanan
turun, dibagian hulu yang bertekanan rendah menyebabkan gelembung kecil muncul.
Gelembung-gelembung kecil ini cenderung menyatu dan menjadi lebih besar di hilir.
Tedapat dua gaya yang bekerja pada gelembung yaitu gaya apung dan gaya hidraulik
23
aliran dalam pipa. Jika gaya apung dominan, gelembung-gelembung kecil akan
berkumpul di puncak pipa dan menjadi satu gelembung besar yang akan memecah aliran
siphon. Kejadian tersebut dapat dihindari dengan menggunakan sistem pembilas yang
secara otomatis mengeluarkan gelembung oleh aliran turbulen.
Gambar 2.14 Tabung Siphon dan Sistem Pembilasan
Sistem pembilasan terdiri dari susunan pipa PVC di ujung hilir pipa siphon yang
bertindak sebagai akumulator hidraulik. Ketika ketinggian air di sumur hulu drainase
hampir sama dengan akumulator, maka tidak ada aliran di pipa siphon. ketika air di sumur
dan akumulator PVC naik dan mencapai tingkat tertentu, air yang disimpan dengan cepat
dikosongkan menggunakan sistem pembilasan sederhana. Penurunan ketinggian air yang
tiba-tiba dalam akumulator menyebabkan aliran dalam pipa siphon dapat menghasilkan
gelembung udara di dalam pipa siphon. Ukuran pipa siphon dan pipa akumulator yang
tepat sangat penting untuk mencapai laju aliran dan durasi yang cukup unruk
menghilangkan gelmenbung udara dari tabung siphon. Aliran berlanjut sampai ketinggian
air di sumur sama seperti ketinggian air pada akumulator. Ketinggian air kemudian akan
naik kembali baik dalam sumur dan sistem pembilasan hingga ketinggian yang telah
ditentukan dan kemudian siklus pembilasan dimulai lagi.
24
2.4
Plaxis 3D
Plaxis merupakan salah satu program aplikasi komputer yang berdasarkan pada
metode elemen hingga dua dimensi dan tiga dimensi yang digunakan secara khusus
untuk menganalisis deformasi dan stabilitas untuk berbagai aplikasi dalam bidang
geoteknik, seperti daya dukung tanah dan stabilitas lereng. Kondisi sesungguhnya dapat
dimodelkan dalam regangan bidang maupun secara axisymetris. Program ini menerapkan
metode antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan
cepat membuat model geometri dan jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari
kondisi yang ingin dianalisis. Program ini terdiri dari empat buah sub-program yaitu
masukan, perhitungan, keluaran, dan kurva.
Kondisi di lapangan yang akan disimulasikan ke dalam program Plaxis ini
bertujuan untuk mengimplementasikan tahapan pelaksanaan di lapangan ke dalam
tahapan
pengerjaan program, dengan tujuan untuk pelaksanaan di lapangan dapat
mendekati sedekat mungkin dengan program, sehingga hasil yang dihasilkan dari
program dapat diasumsikan sebagai cerminan dari kondisi yang sebenarnya terjadi di
lapangan. Walaupun pengujian dan validasi telah banyak dilakukan, tetap program ini
tidak dapat dijamin bahwa program PLAXIS bebas dari kesalahan.
Simulasi permasalahan geoteknik dengan menggunakan metode elemen hingga
sendiri telah secara implisit melibatkan kesalahan pada saat pemodelan dan kesalahan
numeric yang tidak dapat dihindari. Akurasi dari keadaan sebenarnya sangat bergantung
pada keahlian dari pengguna terhadap pemodelan permasalahan, pemahaman terhadap
model tanah serta keterbatasannya, penentuan parameter model, dan kemampuan untuk
melakukan interpretasi dari hasil komputer. Oleh karena itu, PLAXIS hanya digunakan
oleh para professional yang memiliki keahlian seperti yang telah disebutkan. Pengguna
harus sadar dengan tanggung-jawabnya saat menggunakan hasil komputasi untuk tujuan
desain geoteknik. Organisasi PLAXIS tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas
kesalahan desain yang didapat pada keluaran dari perhitungan PLAXIS. metode
antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan cepat
membuat model geometri dan jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari
kondisi yang ingin dianalisis.
Problema stabilitas lereng umumnya terjadi bila terdapat gangguan pada
keseimbangan lereng tersebut, yang mungkin diakibatkan oleh berbagai kegiatan
25
manusia maupun alam. Permasalahan yang sering dijumpai pada stabilitas lereng atau
timbunan adalah kecilnya kestabilan tanah dan daya dukung yang rendah pada tanah
dasarnya. Kekuatan geser suatu tanah tidak mampu memikul suatu kondisi beban kerja
yang berlebihan. Dengan kata lain, keruntuhan suatu lereng sering diakibatkan oleh
meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya kekuatan geser
suatu massa tanah. Masalah yang lain dari stabilitas lereng atau timbunan adalah
konsolidasi yang besar dan jangka waktu yang lama setelah selesainya suatu konstruksi.
Untuk mendapatkan suatu solusi yang optimal dari permasalahan tersebut diatas, maka
dibutuhkan suatu analisis yang andal dari suatu lereng dengan perbaikan dan perkuatan
tanah.
2.5
Parameter Tanah Pasir
Tanah adalah suatu benda padat berdimensi tiga terdiri dari panjang lebar dalam
yang merupakan bagian dari kulit bumi. Kata tanah seperti banyak kata umumnya
mempunyai beberapa pengertian. Pengertian tradisional, tanah adalah medium alami
untuk pertumbuhan tanaman dan merupakan daratan. Pengertian lain, tanah berguna
sebagai pendukung pondasi bangunan dan sebagai bahan bangunan itu sendiri, seperti
batu bata, paving blok. Faktor yang mempengaruhi daya dukung tanah antara lain : jenis
tanah, tingkat kepadatan, kadar air, dan lain-lain. Tingkat kepadatan tanah dinyatakan
dalam presentase berat volume (γd) terhadap berat volume kering maksimum (γdmaks).
(Afrenia, 2014).
Tanah terdiri dari tiga fase elemen, yaitu butiran padat (solid), air dan udara,
seperti yang ditunjukkan Gambar 2.11
Gambar 2.15 Diagram Fase Elemen Tanah (Das, 1995)
26
2.4.1 Kohesi
Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut
geser dalam, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan
tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah dalam hal ini berupa
gerakan lateral tanah. Deformasi ini terjadi akibat kombinasi keadaan kritis pada tegangan
normal dan tegangan geser yang tidak sesuai dengan faktor aman dari yang direncanakan.
Nilai ini didapat dari pengujian Direct Shear Test. Nilai kohesi secara empiris dapat
ditentukan dari data sondir (qc) yaitu sebagai berikut:
πΎπ‘œβ„Žπ‘’π‘ π‘– (𝑐) =
π‘žπ‘
⁄20.......................................................................................(2.3)
2.4.2 Permeabilitas
Kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium yang berpori adalah suatu
sifat teknis yang disebut permeabilitas (Bowles, 1991). Permeabilitas juga dapat
didefinisikan sebagai sifat bahan yang memungkinkan aliran rembesan zat cair mengalir
melalui rongga pori (Hardiyatmo, 2001). Satuan permeabilitas adalah m². Pada umumnya
pada reservoir panas bumi, permeabilitas vertikal berkisar antara 10 - 14 m², dengan
permeabilitas horizontal dapat mencapai 10 kali lebih besar dari permeabilitas vertikalnya
(sekitar 10 - 13 m²).
Permeabilitas tanah adalah kecepatan air menembus tanah pada periode tertentu
dan dinyatakan dalam cm/jam (Foth, 1978). Sedangkan menurut Hakim dkk. (1986)
permeabilitas tanah adalah menyatakan kemampuan tanah melalukan air yang bisa diukur
dengan menggunakan air dalam waktu tertentu. Nilai permeabilitas penting dalam
menentukan penggunaan dan pengelolaan praktis tanah. Permeabilitas mempengaruhi
penetrasi akar, laju penetrasi air, laju absorpsi air, drainase internal dan pencucian unsur
hara (Donahue, 1984).
(Preene, 2012)Permeabilitas tanah bergantung pada ukuran butiran tanah. Karena
butiran tanah lempung berukuran kecil, kemampuan meloloskan air juga kecil. Dalam
praktek, tanah lempung dianggap sebagai lapisan yang tak lolos air atau kedap air, karena
pada kenyataannya permeabilitasnya lebih kecil daripada beton. Tanah granuler
merupakan tanah dengan permeabilitas yang relatif besar hingga sering digunakan
sebagai bahan filter. Namun, akibat permeabilitas yang besar, tanah ini menyulitkan
27
pekerjaan galian tanah pondasi yang dipengaruhi air tanah, karena tebing galian menjadi
mudah longsor. Lagi pula, aliran yang terlalu cepat dapat merusak struktur tanah dengan
menimbulkan
rongga-rongga
yang
dapat
mengakibatkan
penurunan
pondasi
(Hardiyatmo, 2001). Permeabilitas suatu massa tanah penting untuk :
1.
Mengevaluasi jumlah rembesan (seepage) yang melalui bendungan dan tanggul
sampai ke sumur air.
2.
Mengevaluasi gaya angkat atau gaya rembesan di bawah struktur hidrolik untuk
analisis stabilitas.
3.
Menyediakan kontrol terhadap kecepatan rembesan sehingga partikel tanah
berbutir halus tidak tererosi dari massa tanah.
4.
Studi mengenali laju penurunan (konsolidasi) dimana perubahan volume tanah
terjadi pada saat air tersingkir dari rongga tanah pada saat proses terjadi pada suatu
gradien energi tertentu.
5.
Mengendalikan rembesan dari tempat penimbunan bahan-bahan limbah dan
cairan-cairan sisa yang mungkin berbahaya bagi manusia.
Koefisien Permeabilitas Hukum Darcy menunjukkan bahwa permeabilitas tanah
ditentukan oleh koefisien permeabiitasnya. Koefisien permeabilitas tanah bergantung
pada beberapa faktor. Setidaknya ada enam faktor utama yang mempengaruhi
permeabilitas tanah, yaitu :
1.
Visikositas cairan, semakin tinggi viskositasnya, koefisien permeabilitas tanahnya
semakin kecil.
2.
Distribusi ukuran pori, semakin merata distribusi ukuran porinya, koefisien
permeabilitasnya cenderung semakin kecil.
3.
Distribusi ukuran butiran, semakin merata distribusi ukuran butirannya, koefisien
permeabilitasnya cenderung semakin kecil.
4.
Rasio kekosongan (void), semakin besar rasio kekosongannya, koefisien
permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.
5.
Semakin besar partikel mineralnya, semaik kasar partikel mineralnya, koefisien
permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.
6.
Derajat kejenuhan tanah. semakin jenuh tanahnya, koefisien permeabilitas
tanahnya akan semakin tinggi.
28
Nilai permeabilitas untuk tanah jenis pasir dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Nilai Permeabilitas Tanah (Das, 2008)
2.4.3 Sudut Geser Dalam Tanah
Kekuatan geser dalam mempunyai variabel kohesi dan sudut geser dalam. Sudut
geser dalam bersamaan dengan kohesi menentukan ketahanan tanah akibat tegangan yang
bekerja berupa tekanan lateral tanah. Nilai ini juga didapatkan dari pengukuran
engineering properties tanah dengan Direct Shear Test.
Besarnya sudut geser dalam tanah atau yang biasa disebut dengan phi untuk jenis
tanah pasir dapat dilihat pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Nilai Sudut Geser dalam Tanah (Das, 2006)
2.4.4 Poisson Ratio
Nilai poisson ratio ditentukan sebagai rasio kompresi poros terhadap regangan
permuaian lateral. Nilai poisson ratio dapat ditentukan berdasar jenis tanah seperti yang
terlihat pada Tabel 2.5
29
Tabel 2.5 Hubungan Antara Jenis Tanah dan Poisson Ratio (Das, 1996)
2.4.5 Modulus Elastisitas
Nilai modulus young menunjukkan besarnya nilai elastisitas tanah yang
merupakan perbandingan antara tegangan yang terjadi terhadap regangan. Nilai ini bisa
didapatkan dari Traxial Test. Nilai Modulus Elastisitas ( Es ) secara empiris dapat
ditentukan dari jenis tanah dan data sondir.
Dengan menggunakan data sondir, booring dan grafik triaksial dapat digunakan
untuk mencari besarnya nilai elastisitas tanah. Nilai yang dibutuhkan adalah nilai qc atau
cone resistance. Yaitu dengan menggunakan rumus :
E = 2.qc kg/cm²
E = 3.qc ( untuk pasir )
E = 2. sampai 8. qc ( untuk lempung )
Tanah dengan jenis pasir memiliki nilai modulus elastisitas yang berkisar antara
50 sampai dengan 2000 seperti pada Tabel 2.6
30
Tabel 2.6 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah (Bowles, 1997)
2.6
Referensi Penelitian
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan
penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji
penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian
dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis. Namun penulis mengangkat
beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian
penulis. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan
penelitian yang dilakukan penulis.
2.5.1 Fundamental Laboratory Experiments of Siphon Drain for Slope
Stabilization
Jurnal dengan judul penelitian Fundamental Laboratory Experiments of Siphon
Drain for Slope Stabilization ditulis oleh bapak Adrin Tohari selaku peneliti geoteknologi
LIPI Bandung bersama dengan Keigo Koizumi dan Kazuhiro Oda sebagai Asisten
peneliti dari Osaka University Jepang. Jurnal tersebut di publikasikan saat 20th Annual
National Conference on Geotechnical Engineering di Jakarta pada tanggal 15-16
November 2016.
31
Penelitian tersebut menghasilkan efek dari drain siphon jelas tergantung pada laju
kenaikan muka air. Penurunan muka air terjadi secara signifikan pada laju kenaikan muka
air yang lambat. Lebih lanjut, saluran siphon dapat memiliki efek yang signifikan pada
permukaan air tanah ketika mereka dipasang di lereng di mana aliran air tanah cenderung
permukaan piezometrik. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengevaluasi
pengaruh posisi dan jumlah pengeringan siphon pada pengurangan level air di lereng
melalui lab eksperimen dan analisis numerik.
2.5.2 Fundamental Study of the Effect of Water Level Lowering in the
Groundwater Drainage Work Utilizing Siphon
Jurnal diatas ditulis oleh Adrin Tohari, selaku peneliti geoteknologi LIPI Bandung
bersama dengan Takeshi Yamamoto, Yuki Minamiguchi, Keigo Koizumi dari Osaka
University Jepang, Mitsuru Komatsu dari Okayama University Jepang dan Kazuhiro Oda
dari Osaka Sangyo University Jepang. Jurnal tersebut dipublikasikan pada saat 8th
International Conference on Geotechnique, Construction Material and Environment di
Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 20-22 November 2018.
Dalam penelitian ini, penyelidikan ke dalam metode untuk desain metode siphon
untuk memastikan stabilitas lereng dilakukan dengan menggunakan eksperimen model
lereng dan analisis numerik. Temuan utama adalah:
1. Hubungan kuantitatif antara drainase volume dan level air dapat ditentukan
dengan menggunakan gradien ketinggian air dekat pipa siphon.
2. Level air di sisi model di siphon percobaan dapat direproduksi menggunakan
2-D analisis aliran rembesan.
3. Meskipun penelitian ini hanya dilakukan pada tingkat model, jarak siphon
yang ideal dan target level air di lubang siphon untuk memastikan stabilitas
lereng mampu akurat ditentukan.
2.5.3 Rekayasa Hidraulika Kestabilan Lereng Dengan Sistem Siphon: Studi Kasus
Di Daerah Karangsambung, Jawa Tengah
Riset dengan judul Rekayasa Hidraulika Kestabilan Lereng Dengan Sistem
Siphon: Studi Kasus Di Daerah Karangsambung, Jawa Tengah ditulis oleh Arifan Jaya,
Adrin Tohari, Khori Sugiant, Nugroho Aji dan Sunarya Wibowo1 selaku peneliti
geoteknologi LIPI Bandung serta Sueno Winduhutomo dari UPT BIKK Karangsambung.
32
Hasil riset tersebut dipublikasikan pada bulan Desember 2014 di Pusat Penelitian
Geoteknologi LIPI.
Dari hasil riset tersebut mendapatkan kesimpulan bahwa pendekatan matematis
dapat dilakukan untuk analisis balik mengenai parameter/faktor apa yang berubah
sehingga mempengaruhi nilai debit siphon. Parameter yang berubah pada penelitian ini
ialah nilai koefisien debit. Selang siphon yang awalnya mempunyai nilai kekasaran 0,009
menjadi 0,018 pada Siphon 1 sehingga koefisien debitnya menjadi 0,0589, Siphon 2
menjadi 0,017 sehingga koefisien debitnya 0,0193 dan Siphon 3 menjadi 0,018 yang
mengakibatkan koefisien debitnya menjadi 0,0348. Perubahan nilai kekasaran yang
membesar mengindikasikan adanya tanah butiran halus yang masuk ke sistem Siphon dan
menempel pada dinding selang siphon sehingga menyebabkan diameter berkurang.
2.5.4 A Study on the Siphon Drainage System
Jurnal dengan judul penelitian A Study on the Siphon Drainage System ditulis oleh
N.Tsukagoshi selaku peneliti sistem perpipaan dan K.Sakaue dari Universitas Meiji,
Jepang. Jurnal
Penelitian tersebut manghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Persimpangan pipa drainase dengan jalan layang dan jalan layang dengan
menggunakan pipa fleksibel dengan diameter kecil dan tanpa kemiringan,
ruang bawah tanah sebagai tingginya bisa mencapai 150 mm
2. Perlengkapan saluran pipa perangkap Perangkap dengan kekuatan segel besar
dapat dibentuk untuk menyedot yang diinduksi dengan menyimpan air pipa
drainase fixture.
3. Karakteristik beban buangan kecil
Adopsi pipa drainase dengan diameter kecil dan aliran vertikal kecepatan
tinggi Teknologi mengurangi aliran beban buangan hingga setengahnya.
4. Sistem tumpukan drainase
Dengan menggabungkan teknologi aliran vertikal kecepatan tinggi
berdiameter kecil menggunakan nozel vertikal dengan karakteristik beban
yang kecil dari tumpukan drainase, sistem stack drainase baru dengan pipa
bundar sederhana dapat dibuat, dan kapasitas pemakaian yang sama dengan
sistem drainase yang ada dipertahankan tanpa fitting drainase khusus.
33
5. Pengurangan material untuk pipa
Menghubungkan pipa drainase secara terpisah dengan perlengkapan individu
dapat membawa keluar karakteristik diameter kecil, dan jumlah bahan baku
untuk pipa diharapkan untuk turun bahkan jika keseluruhan panjang pipa
mungkin lebih panjang dari perpipaan tradisional jaringan.
6. Pengurangan biaya pemeliharaan
Kecepatan debit yang lebih tinggi, mengurangi kemungkinan attachment
pelumas ke permukaan bagian dalam pipa, sangat memperpanjang siklus
pembersihan atau dapat sepenuhnya menghilangkan kebutuhan pembersihan,
dan dengan demikian dapat mengurangi biaya perawatan.
7. Integrasi pipa drainase air
Sistem drainase dengan pipa drainase fixture yang memiliki diameter kecil
dan tidak ada kemiringan mudah diintegrasikan dengan air dan pipa pasokan
air panas. Itu membuat perencanaan, merancang, membangun, dan
memelihara sistem lebih mudah dengan peningkatan kecakapan untuk
pembaruan.
2.5.5 Experience with Drainage and Ground Stabilisation by Siphon Drains in
Slovakia
Jurnal dengan judul penelitian Experience with Drainage and Ground
Stabilisation by Siphon Drains in Slovakia ditulis oleh Ondrej MRVIK dan di
publikasikan melalui buku Proceedings of the 5th International Young Geotechnical
Engineers Conference pada tahun 2015.
Jurnal ini berisi tentang metode inovatif drainase dalam oleh saluran siphon.
metode ini merupakan cara drainase yang dalam dari tanah lunak. sistem drainase
membuktikan fungsionalitas jangka panjang, kemungkinan untuk mengamati efisiensi
aktual, pilihan untuk pemeliharaan rutin dan adaptasi sepanjang masa.
Penggunaan drainase siphon dapat menguntungkan karena pengaturan dengan
sumur vertikal. sumur yang berorientasi vertikal dapat dengan mudah memotong semua
akuifer pada beberapa kedalaman. panjang sumur vertikal drainase siphon minimal
dibandingkan dengan panjang sumur subhorizontal konvensional. pengaturan vertikal
34
sumur juga dapat menyelesaikan masalah dengan batas area konstruksi atau batas lain
yang diberikan oleh pemilik swasta atau perwakilan negara.
Drainase siphon secara otomatis mengurangi cadangan dinamis dari permukaan
air tanah di sumur. adalah mungkin untuk mengalirkan cadangan statis yang lebih besar
dari air tanah, seperti yang ditunjukkan pada kasus proyek R1. air bisa mengalir secara
berkala. meskipun, lebih dari kuantitas air yang dikeringkan, kemiringan air tanah yang
benar dipelihara secara permanen di kedalaman yang dirancang di bawah permukaan,
adalah kunci untuk masalah stabil pada area yang terkena.
pengalaman sebelumnya dengan penerapan drainase siphon di slovakia
membuktikan bahwa metode ini memenuhi persyaratan untuk penurunan air tanah jangka
panjang di daerah yang terkena dampak stabilitas tanah.
Download