Akhirnya Wasted Rockers bisa kembali ke hadapan kalian dengan

advertisement
Mayhem 'Ordo Ad Chao' CD (Season Of Mist, 2007)
Album studio teranyar dari salah satu band metal paling
kontroversial sepanjang masa, asal dataran dingin
Norwegia... Mayhem! Band ini terkenal akan kebrutalannya,
pertama: vokalis Mayhem yang kedua Per Yngve Ohlin a.k.a
Dead tewas bunuh diri di tahun 1991 dengan cara menembak
kepalanya sendiri! Kedua: juga yang tidak kalah
mengerikannya, Aarseth a.k.a Euronymous (gitaris/pendiri
band) dibunuh dengan cara ditusuk, oleh sang bassist satu
band sendiri! Yakni Varg Vikernes a.k.a Count Grishnackh! (yang juga adalah
personil dari one-man band, Burzum) Ketiga: Varg Vikernes juga dituduh bersalah
atas aksi pembakaran gereja-gereja di Norwegia periode tahun 1992-1993! Setelah itu
dia dihukum penjara sembilan tahun (dari yang awalnya dijatuhi hukuman empat belas
tahun penjara), dan sudah bebas di tahun 2003 kemarin. Betul-betul sebuah band
yang mengerikan...
Ordo Ad Chao ini adalah album kembalinya “Raja Kegelapan” Attila Csihar
(Tormentor, Plasma Pool, Limbonic Art, Emperor, Anaal Nathrakh) menjadi
vokalis Mayhem. Dia sempat keluar setelah perilisan album klasik-legendaris mereka
De Mysteriis Dom Sathanas di tahun 1994. Di album tersebut ia yang menjadi
vokalisnya. Setelah itu dia digantikan oleh vokalis pertama Mayhem yang terdahulu,
yakni Sven Erik Kristiansen a.k.a Maniac). Tunggu sebentar, Ordo Ad Chao adalah
album black-metal yang eksperimental? Sepertinya.. Ya! Karena sound Mayhem di
album ini lebih sludge, atmospheric, doom & eksperimental. Musiknya lebih lamban,
heavy, tapi (yang pastinya) tetap diselipi oleh beat-beat hyperblast! Di album ini
Mereka sepertinya melakukan pendekatan musikal a la band-band avant-garde metal.
Sound rekamannya juga sengaja diset raw, garagey & lo-fi. Pertanyaannya (mengenai
penggunaan sound yang primitif serta keeksperimentalan album ini): apakah hal ini
dilakukan hanya untuk mengenang dan mengapresiasi estetika sound lo-fi serta raw
yang menjadi ciri khas pergerakan black-metal era-era awal? Atau karena pengaruh
musik eksperimental yang terbawa oleh Attila, karena pernah menjadi vokalis tamu di
salah satu album milik “raja drone-metal” Sunn O)))? Sempat juga membuat proyek
drone-doom dengan nama Burial Chamber Trio, bareng Greg Anderson (Thorr's
Hammer, Burning Witch, Sunn O))), Goatsnake) dan juga vokalis tur Sunn O)))
keliling USA di tahun 2007 kemarin? Hhmmhh... Siapa yang tahu?...
The Radio Dept: Oz Box Show! Live at The Venue El
Dorado, Lembang, Bandung, 26/04/2008
Di rekaman ini seperti biasa, Attila memadukan beragam teknik vokal yang menjadi
ciri khasnya, yakni: shrieking, screetching, guttural, growling, wisphering & teriakan
We all thanked God; akhirnya Oz Radio berhasil
menakutkan seperti orang yang sedang kerasukan setan! Mungkin ini adalah salah
mendatangkan The Radio Dept (TRD), trio nu-gaze
satu album (itupun kalau kalian mau menyebutnya sebagai) “black-metal” terbaik di
ciamik asal kota Lund, Swedia, untuk tampil live di
tahun 2007. Buat para fans black-metal, bosan mendengarkan album black-metal
hadapan penggemarnya di Indonesia, Bandung
tradisional yang tipikal? Dengarkan album ini atau kamu bakal masuk Surga!... - Dede khususnya. Pada akhirnya pula, rumor akan datangnya
band yang akrab dengan drum machine yang dibalut
Genre musik: Second Wave of Black-Metal, Doomed Black-Metal, (sedikit) Black- dengan lo-fi sounded plus vokal yang humming ini
Ambient, (sedikit) Sludge-Doom, Black-Metal
terbukti. Tiket yang tergolong terjangkau juga membuat
Untuk penggemar: Burzum, Darkthrone, Summoning, Xasthur, Khanate, (early)
venue yang berada di El Dorado, Lembang, Bandung
Immortal, Dissembowelment, Crusade (Bdg)
menjadi ramai oleh para pecinta band ini.
Wasted Rockers kini pindah alamat website! Ya, sekarang kita pindah alamat situs
ke: http://wastedrockers.wordpress.com Silahkan kunjungi alamat baru kita tersebut!
Karena tampilan serta kontennya semakin menarik! | Album kompilasi Wasted
Rockers compilation vol: 1 sekarang sudah mulai memasuki tahap produksi. Yah, kita
cicil sedikit demi sedikitlah! Jadi nantikan saja album yang soon-to-be-essential
tersebut! Untuk info lebih lanjut log on ke http://wastedrockers.wordpress.com | Bagi
kalian yang ingin membeli rilisan-rilisan yang dijual di Wasted Rockers MailorderDistro silahkan kunjungi http://wastedrockers.wordpress.com untuk melihat katalog
lengkapnya! Juga bagi para label/band yang ingin menitipjual rilisannya di Wasted
Rockers Mailorder-Distro, silahkan saja hubungi kami! | Dede kembali membuat
band proyek baru, kali ini sebuah band fast-aggressive melodic skate-punk yang
bernama Here Comes Our Hero. For more infos, log on to
http://dedejournal.blogspot.com | Usthum yang dikenal sebagai electro-poppers di
groupie daylights (Bandung/Sukabumi) membuat electronic-post-rock project yang
bernama Magdalena in Basement of Death. Ia juga sedang membangun band
crossover HC/punk yang eklektik bersama dengan Kancut (Speedkill) dan Mantul
(Proletar). Sepertinya ia memiliki dua kepribadian yang begitu kontras!
Tidak seperti event Oz Box Show sebelumnya yang
dikonsep sebagai “banjir DJ” dengan penampil utama
Telefon Tel Aviv; kali ini Oz Radio mengonsepnya
dengan DJ spinning berada di panggung luar dan band
pembuka dan penampil utama di panggung dalam yang
berukuran sekitar 15 sampai 20 meter. Beberapa
penonton yang saya temui amat banyak yang mengalami
ketakutan, “gw takut ntar mainnya cuma sebentar kaya
waktu Telefon [Tel Aviv] dulu!” Karena itulah, awalnya
saya tidak merencanakan akan datang ke event ini
karena kebetulan saya mengalami masalah finansial dan
toh tidak berharap banyak akan konser trio nu-gaze itu di
Bandung, ngeri Oz mengonsepnya seperti dulu... tapi
karena atas bantuan kekasih tercinta, saya bisa masuk ke
venue dengan leluasa...
Saya datang tepat pada saat Efek Rumah Kaca (ERK)
memainkan lagu terakhirnya. Saya melewatkan
penampilan Goodnight Electric, Homogenic, dan The
Milo. No big deal, though. Di panggung yang sebesar itu
dalam keadaan venue yang layaknya diskotik tahun 80an, ERK seperti belum mampu memaksimalkan
kharismanya; ataukah memang band seperti mereka
kurang cocok bermain di venue yang seluas itu? Tidak
seperti saat mereka mengadakan showcase di Common
Room beberapa bulan sebelumnya yang suasananya
jauh berbeda: mereka amat dekat dengan penonton dan
menimbulkan rasa keintiman yang bagus. ERK
memainkan lagu terbarunya yang akan dimasukkan ke
dalam album keduanya. Komposisi yang catchy, yang
saya ramalkan akan menjadi hit pula. Persis senasib
dengan single-single brilian andalan mereka dari selftitled-nya seperti “Cinta Melulu” dan “Di Udara”
Setelah ERK, RNRM mengisi panggung. Set mereka
yang semakin ravy baru terasa fit dengan suasana venue
yang seperti dimaksud di atas. Secara keseluruhan,
RNRM tidak terasa istimewa. Atau mungkin karena saya
mulai merasa bosan? Y'know, musik elektronik seperti
yang dibawakan RNRM berkembang begitu cepat di luar
sana. Oleh karenanya, musik mereka terdengar
membosankan ketika saya dengan naifnya
membandingkan dengan apa yang telah terjadi di luar
sana.
Sekitar pukul 23.00: break 15 menit membuat penonton
bersiap-siap mendekat ke panggung untuk melihat
penampil utama malam itu. Big screen yang disusun
dengan artistik di panggung (seperti versi generiknya
konser Kraftwerk!) menampilkan iklan acara Oz Box
Show berkali-kali, sampai Martin Larsson, Daniel
Tjader, dan Johan Duncanson; ketiga personil TRD
menaiki panggung. Show dimulai...
Lagu “It's Personal” dari album Pet Grief (Labrador, 2006)
yang selalu dijadikan intro di setiap panggung mereka
mendapat posisi yang sama di Bandung. Tiba-tiba saya
merasakan bulu kuduk merinding. Salah satu band nugaze favorit saya kini berada di depan mata saya, dan
selama satu jam ke depan saya akan bermain di dalam
taman musikal yang mereka uraikan. Penonton bersorak
Akhirnya Wasted Rockers bisa kembali ke hadapan kalian
dengan edisinya yang ke-14. Meski akhir-akhir ini WR mulai
menunjukkan gejala tidak bisa terbit rutin sesuai dengan jadwal
(menyimpang dari komitmen awalnya: WR adalah media dwibulanan). Ini semua karena kesibukan masing-masing personil
yang makin banyak. Meskipun begitu, kami tetap meluangkan
waktu menulis untuk media kesayangan kita semua ini kok! Di
edisi ke-14 ini, Wasted Rockers mempersembahkan Edisi Spesial
Interview! Ya, ada lumayan banyak wawancara di edisi kali ini.
Ditambah juga, sekarang kita menyelipkan di setiap rubrik,
semacam “Glossary” untuk kata/istilah yang mungkin masih asing
bagi (sebagian dari) kalian. Ya sekedar buat berbagi
pengetahuan saja… Karena ilmu itu memang harus dibagibagikan secara gratis! Sama seperti Wasted Rockers…Gratis!
Dede (editor)
di akhir intro show ini sementara tanpa banyak basa-basi,
TRD meneruskan ke lagu kedua “Deliverance”.
Sebelum lagu “Keen on Boys” dari album Lesser Matters
(Labrador, 2003), Johan (vokalis dan gitaris)
menceritakan bahwa [ternyata] lagu itu menceritakan
tentang salah seorang teman dekatnya, seorang pria
homoseksual yang mengajaknya making love. Johan
meneruskan, “padahal itu ide yang menarik, tapi
sayangnya gw udah punya cewek!” Penonton tertawa
mendengar celotehannya, kemudian menggeberlah lagu
tersebut. Saya mengenang Maria Antoinette yang
berada dalam kereta kuda, in which lagu ini juga dijadikan
soundtrack di film arahan Sofia Coppola itu.
“Messy Enough” yang merupakan lagu baru juga turut
dibawakan malam itu. Masih komposisi yang brilian
dengan nada-nada cemerlang khas TRD, terdengar lebih
“terang” dan amat catchy. Setelahnya adalah ritual musisi
panggung, encore. Tololnya, panitia memutarkan video di
big screen yang terdapat di sisi kiri dan kanan panggung.
Video tersebut berupa tulisan bergerak yang berbunyi “we
want more!” Baru kali ini, sepanjang sejarah saya
menonton konser, panitia telah mengeset encore dan
mempersiapkannya begitu “matang” dalam bentuk video
yang malah jadinya terlihat konyol.
Trio TRD masuk kembali ke panggung. Lagu “Sleeping In”
diantarkan ke hadapan penonton. Setelahnya adalah lagu
paling powerful dan bergemuruh dari TRD “Why Won't
You Talk About It?” Terasa sekali aura shoegazing pada
masa emasnya di akhir 80-an dahulu. Sound yang noisy
namun dengan nada-nada gemintang memenuhi
ruangan. Namun saya tidak menyangka bahwa itu
merupakan lagu terakhir. Lampu venue menyala dan para
penggila TRD masih merasa kurang puas. Sayangnya
tiada lagi video tulisan bergerak berbunyi “we want more!”
di big screen. Akhirnya saya percaya bahwa itu adalah
lagu terakhir mereka di malam itu.
Secara keseluruhan, penampilan grup jagoan Labrador
Records ini pada malam itu amat memuaskan walaupun
beberapa orang kecewa karena lagu-lagu yang
“seharusnya” dibawakan seperti “1995” dan “Where
Damage Isn't Already Done” tidak dibawakan. Saya
sendiri puas, karena lagu favorit saya “I Wanted You to
Feel The Same” dibawakan di urutan keenam. TRD juga
tidak banyak basa-basi di atas panggung. Hal yang
“penting” ini banyak terlupakan oleh banyak musisi luar
yang tampil live di negeri yang “penuh” basa-basi ini.
Kualitas sound cukup memuaskan walaupun terdengar
feedback yang agak mengganggu. Karakter suara khas
vokal TRD yang menjadi daya tarik band ini terdengar
amat persis dengan kualitas CD, begitupun sound gitar
milik Martin dan drum-machine plus keyboard yang
dimainkan Daniel. Sepertinya menarik kalau panitia
merekam live mereka dan menjualnya dengan judul The
Radio Dept.: Live in Bandung. Atau mungkin di antara
kalian yang juga menonton momen itu ada yang
mendadak berprofesi sebagai bootlegger?
Nilai minusnya adalah headline-nya yang itu-itu saja. ERK
dapat termaafkan karena termasuk wajah baru di
panggung besar. The Milo cukup representatif dengan
musik yang nyambung dengan TRD. Tapi mengapa
Goodnight Electric, RNRM, dan Homogenic? Padahal
masih banyak wajah-wajah baru yang lebih representatif.
Perkara video “we want more” juga pancingan tertawa
ngakak saya di acara tersebut. Walaupun begitu nilai
minus terbesarnya adalah bahwa mereka tidak berhasil
mendatangkan Saint Etienne ke Oz Box Show malam itu.
We're missing you so much, Sarah [Cracknell]! - Gem
Foto The Radio Dept oleh Ricky
Pada tanggal 23 April 2008 kemarin,
Comeback Kid (CBK), band hardcore asal
Winnipeg, Canada tampil di Jakarta. CBK
melakukan show di Indonesia dalam rangka
tur Asia-Australia 2008 mereka. Nah,
Wasted Rockers mendapat kesempatan
untuk menginterview mereka secara
eksklusif! Yes, disebut eksklusif karena
CBK hanya mau diinterview oleh WR saja!
(padahal sebelumnya ada sebuah radio
swasta ternama Jakarta yang juga ingin
menginterview, tapi ditolak oleh mereka!
Hahaha...) Interview ini dilakukan oleh
Hardy yang mewakili Wasted Rockers.
Dan dijawab oleh sang frontman, yakni
vokalis Andrew Neufeld. Interview
dilakukan selepas CBK melakukan shownya. Jadi, selamat menikmati interview
eksklusif ini!...
Sebelumnya, apa yang kamu ketahui
tentang scene underground di
Indonesia, terutama scene HC/Punk?
Sejujurnya, saya tidak terlalu tahu banyak
mengenai scene di sini. Yang saya dengar
bahwa di sini kondisinya kacau. Kadangkadang terjadi kerusuhan. Juga yang barubaru ini terjadi, sebuah gig yang memakan
korban 10 orang meninggal (tragedi konser
Beside di AACC Bandung -ed).
Bagaimana kesan kamu atas
pertunjukan malam ini?
Tonight is awesome! It's really crazy! Kita
merasakan energi dari penonton. Semua
penonton bersingalong. Vibe
pertunjukannya juga sangat baik. Saya
sangat menyukainya.
Ketika kamu tampil, lebih suka mana,
tampil outdoor atau indoor?
Tergantung pada pertunjukannya, kami
sudah agak lama tidak main di outdoor.
Biasanya kalau di outdoor venue, teknis
sound-nya lebih susah. Jadi saya lebih
suka pertunjukan indoor.
Biasanya, apa yang kamu cari ketika
sedang tur?
Setiap tur itu berbeda. Ada beberapa tur
yang kami anggap menguntungkan bagi
band kami. Untungnya, yaitu menggapai
penonton-penonton baru. Contohnya
adalah ketika kami tur dengan band-band
yang lebih besar atau band yang musiknya
berbeda dengan kami. Tapi kebanyakan
adalah untuk mencari pengalamanpengalaman baru, melihat tempat-tempat
baru...
Album Wake the Dead sangat
outstanding untuk CBK. Banyak ulasan
positif mengenainya. Apakah kalian
memiliki hubungan yang baik dengan
media (radio/TV) yang mempromosikan
album ini?
Kami tidak banyak melakukan promo di
televisi. Kita lebih suka mempromosikan
band kami melalui pertunjukan live. Kita
tidak terlalu peduli dengan imej. Kami
hanya orang-orang biasa yang suka
bersenang-senang, jalan-jalan dan
memainkan musik kami sendiri...
Sementara album Broadcasting... adalah
album tergelap yang pernah kalian tulis.
Apakah kalian sekarang sedang
mencoba-coba style baru?
Bukan mencoba style yang baru, tapi
karena vokalis lama kita sudah keluar, dan
vokal diambil alih oleh saya, sementara
dulunya saya adalah gitaris. Jadi sudah
alamiah, karena lirik-lirik saya lebih gelap.
Karena dulu lagu-lagu CBK lebih fokus ke
isu-isu tertentu. Jadi ketika kami menulis
Broadcasting... pendekatan penulisan tema
lirik saya lebih bebas dan acak. In general,
saya lebih suka musik-musik yang gelap.
Apa alasan kalian memilih dirilis oleh
Victory Records, apa pandangan kamu
mengenai label ini? Kita semua tahu
banyak pendapat sinis mengenai label
ini dari scene hardcore...
Pada saat kita ingin sign ke Victory
Records, ada juga beberapa label yang
sedang nego dengan kita, dan CBK juga
sedang di studio merekam Wake The Dead.
Kita juga tidak yakin apakah biaya rekaman
studio kita sendiri yang menanggung.
Mungkin beberapa hari sebelum rekaman
selesai, baru kita sign dengan Victory
Records! Rasanya bergabung bersama
mereka? Mereka mempromosikan kami
dengan baik. Kita bisa merilis CD bahkan
untuk tempat-tempat seperti di Indonesia.
Kita tidak peduli kalau orang-orang
mendownload album kami, membajak
album kami... Kita tidak menghasilkan uang
melalui penjualan album. Kami
menghasilkan uang dari touring. Jika kami
melakukan tur, saya bisa membayar
tagihan-tagihan.
Masih berkaitan dengan pertanyaan
sebelumnya; kadang-kadang orang tidak
terlalu suka dengan band-band yang
sudah populer/mainstream (meskipun
mereka tetap memiliki pesan yang
bagus) dan orang-orang lebih menyukai
band-band yang masih independen/D.I.Y.
Apakah hal-hal ini juga terjadi dengan
CBK?
Banyak orang yang seperti itu. Contohnya,
banyak orang yang lebih menyukai album
pertama kami. Tentu kami juga kehilangan
“core” fans kami. Saya rasa itu terjadi di
semua band yang telah berpindah ke label
yang lebih besar. That's fine, semua orang
bebas untuk mendengarkan apa yang
mereka inginkan. Semua orang bebas
untuk bicara apapun. Saya juga tidak
mengharapkan semua orang untuk
menyukai band saya. - Hardy dan Nurul
*Terima kasih banyak buat Agung beserta seluruh
kru Hatred Records atas kesempatannya untuk
menginterview CBK.
COMEBACK KID Live! @ Stardust cafe, Sarinah,
Jakarta. Rabu, 23 April 2008
Salah satu band rilisan Victory Records (ket: label
hardcore terbesar asal Chicago USA, yang juga
pabrik dari band-band bintang hardcore dunia) yakni
Comeback Kid, kemarin melakukan show di
Jakarta. Organizer yang membuat show ini adalah
Hatred Records (label hardcore/punk asal Jakarta).
Pertunjukan mereka digelar di Stardust Cafe, Sarinah
Jakarta. Ketika saya sampai di venue, terlihat banyak
sekali ragam HC kids (youth-crew, vegan, posi-core,
sXe, tough-guy, emo, etc) bahkan juga terlihat
beberapa rambut mohawk & gondrong metalhead.
Bagi yang belum tahu: Comeback Kid adalah band
hardcore asal Winnipeg, Canada. Style musik
mereka adalah oldschool-hardcore ('88 style)
revivalist dengan sentuhan metal dan (sedikit) emo.
Pertunjukan Comeback Kid dibuka oleh penampilan
dari empat band lokal, yakni: Straight Answer (Jkt),
xManusia Buatanx (Bdg), End Of Age (Jkt) &
Looserz (Jkt). Ketika saya masuk ke venue,
panggung sudah dipanaskan oleh tetua hardcorepunk Jakarta, Straight Answer! Masih dengan style
hardcore-punk-Oi! tradisional yang antemik, dan
tentunya mengundang singalong dari para penonton!
Aca, sang vokalis perutnya terlihat makin buncit.
Juga masih mengenakan t-shirt belel The Smiths
andalannya! Hehe.. Dilanjutkan oleh band
fast/thrash-core (masih straightedge kah mereka? ed) asal Bandung, xManusia Buatanx! Sound
performance-nya kurang bagus. Masih dengan juduljudul lagu yang jenaka tapi tetap cerdas. Oh iya,
mereka sempat mengcover lagu “Out of Step” milik
Minor Threat! Setelah itu ada End Of Age! Sound
live-nya bagus! Mereka memainkan style tough-guy
hardcore, mosh-core, chugga-chugga, hardcoremetal yang tentunya mengundang para penonton
tough-guy untuk melakukan pogo & violent-dancing*
Karena kehabisan stok lagu, sementara jatah tampil
masih lama, akhirnya End Of Age mengcover
beberapa lagu milik Terror (penonton pun bukan
main senangnya!). Band pembuka terakhir, Looserz.
Band yang mengklaim diri mereka sebagai
“Negative-Hardcore” (kebalikan dari sXe & posi-core.
Jadi bisa ditebak sendiri deh! Hehe.. ed) ini
memainkan lagu-lagu yang enerjik. Mereka juga
mengcover lagu “Get Out” milik Madball lho!
Penonton pun juga semakin ramai. Vokalisnya
katanya juga sedang high on joint! Haha...
Yang dinanti, Comeback Kid akhirnya naik juga di
stage! Penampilan mereka sangat enerjik. Penonton
juga tak kalah enerjiknya; pointing-finger & moshing
berlangsung tak henti-henti! Jujur, saya tidak terlalu
mengikuti Comeback Kid. Saya hanya
mendengarkan lagu-lagu dari album debut mereka
saja, yang dirilis oleh Facedown Records, yakni
Turn It Around (2003). Album-album selanjutnya
Wake The Dead (Victory Records, 2005) &
Broadcasting (Victory Records, 2007) sudah tidak
saya ikuti lagi. Comeback Kid di pertunjukannya ini
membawakan banyak lagu-lagu antemik mereka,
antara lain: “All in a Year”, “Step Ahead”, “Wake The
Dead”, dll. Penonton juga singalong hampir di setiap
lagu-lagunya! Setelah belasan lagu akhirnya selesai
juga set mereka. Oh iya, sang MC acara berkata
bahwa setelah gig ini, Hatred Records akan juga
memboyong salah satu pahlawan skate-punk/poppunk asal California, USA untuk melakukan show di
Jakarta yakni, No Use For A Name! Ya, semoga saja
itu terjadi... - Dede
*Violent-Dancing: Gaya berdansa yang ekstrim di scene
hardcore, yang menggunakan pukulan (dengan cara memutarmutar tangan ke samping, kadang juga dengan cara memukulmukul ke depan) & tendangan (dengan cara menendang
berputar, kadang juga dengan cara menendang ke depan
sambil melompat, a la tendangan Kungfu). Lebih mirip orang
berkelahi. Gaya berdansa ini bermula di scene hardcore New
York pada awal 90-an. Sangat digemari oleh para penonton
“tough-guy”. Dilakukan atas nama bersenang-senang dan
“Machoisme” di kalangan lelaki.
Foto Comeback Kid oleh Hardy
Band dan label, kirimkan rilisan anda kepada kami untuk direview. Markas Pusat: Wasted Rockers c/o Dede, Kompleks
Kolektif, promotor, dan event organizer, undang kami untuk meliput Taman Asri blok: A6/6, Larangan, Jakarta-Selatan,
gig/show yang kalian buat.
15155
Jalur distribusi Wasted Rockers: Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Jogjakarta, Solo,
Semarang, Kudus, Blitar, Malang, Surabaya, Bali, Lampung,
Palembang, Medan, Banjarmasin, Makassar, Balikpapan &
Samarinda.
Berminat untuk menjadi distributor Wasted Rockers di daerah
kamu? Kontak kami! Cukup kirim uang ongkos kirim balik pos
sebesar: Rp.9.000,- (Jabotabek)/Rp.10.000,- (luar
Jabotabek)/Rp.12.000,- (luar Jawa) ke kami. Atau transfer uangnya
ke alamat rekening bank kami dengan biaya yang sama. Nanti kita
akan kirim paket Wasted Rockers ke kamu untuk didistribusikan.
Kalian juga boleh mengirimkan kontribusi berupa review
terbaru/retrospektif dari: album, buku, gig, alat musik dan film.
Ataupun tulisan kolom, artikel, tips dan trik musik dan lain-lain
untuk ditampilkan di Wasted Rockers.
Staff Redaksi: Dede ([email protected], 08176572004
dan 085691228467): editor; Gembi ([email protected],
0817813137) co-editor & layout; Hardy
([email protected], 08568005156): reporter; Ricky
([email protected], 081809009272): fotografer
Kedutaan Besar: Gembi, Jl. Kebon Bibit Barat 1 no. 8,
Bandung, Jawa-Barat, 40116
No. Rekening Bank: 2301344-6 (atas nama Ahmad
Taufiqqurakhman. BNI kantor cabang UNPAD Bandung)
Periklanan: Log on ke website kami untuk keterangan
lengkap mengenai tarif serta cara pemasangan iklan &
promosi.
Penerbit: Wasted Rockers Press
Wasted Rockers terbit sejak April 2003
http://wastedrockers.50megs.com
Bamby, salah seorang pelopor musik elektronik
di Semarang yang [jelas] menggilai musik
elektronik, suatu hari membuka account
MySpace-nya di hadapan saya. “Ada netlabel
lokal lagi! Rilisannya bagus banget! Tampilannya
juga bagus banget!” Ketika URL
www.myspace.com/oneloopnetlabel
menunjukkan status “Done”, saya ternganga,
“Damn! Hebat banget!” Saya makin tidak percaya
ketika mendengar rilisannya, sebuah EP dari
Nankotsu Teacher, bedroom musician muda
asal Jepang. Saya selalu melakukan hal yang
sama untuk sebuah hal baru di Indonesia:
ternganga tak percaya sambil berkata dalam hati,
“ada juga yang kaya begini di Indonesia!”
Kesan pertama begitu memikat, begitu ujar
sebuah produk kecantikan di akhir tahun 90-an.
Itulah yang saya rasakan ketika pertama kali
memijakkan kaki ke netlabel oneLoop. Netlabel
ini [menurut temuan saya] adalah netlabel kedua
di Indonesia yang mulai merilis karyanya (setelah
the almighty Yes No Wave Music). Hal
istimewanya adalah bahwa netlabel ini
melakukan focusing di ranah musik elektronik. Di
tengah bertebarannya electronic-music-focusing
netlabel di jaringan virtual, netlabel ini ikut
menyumbangkan “suara”-nya bahwa Indonesia
pun bisa melakukannya! Apalagi pertengahan
Maret lalu, netlabel ini merilis kompilasi
indietronic yang seluruh artisnya adalah local
bedroom musicians!
Kamu adalah netlabel indonesia pertama yang
melakukan focusing ke satu jenis musik.
Bedroom musician jaman sekarang kan udah
begitu jamak, ga berkutat di indie-electro aja.
tapi mengapa memilih indie-electro sebagai
focusingnya?
Indietronica yang dimaksud disini adalah
movement "indie electronica", yang terlihat mulai
berkembang di indonesia. Para
bedroom/PC/laptop musician bersenjatakan
teknologi komputer dengan spirit D.I.Y, dengan
musikalitas yang tidak kalah dengan para musisi
konvensional, dan malah terkadang jauh di
atasnya ;) jadi oneLoop fokus men-support
movement ini, dengan menyediakan music
sharing platform bagi mereka. oneLoop tidak
menerapkan sistem "sign" yang mengikat musisi
dan karyanya. mereka bebas untuk join dengan
label lain atau mendistribusikan ulang karya yang
telah dirilis oneLoop kemanapun (selama
menggunakan lisensi Creative Commons).
Rilisan pertama lo bagus banget! Nankotsu
Teacher mengingatkan gw sama rilisan-rilisan
lamanya netlabel Observatory Online, Audiobulb
Recordings, dan Standar Klik Music. sebenarnya
apa aja pengaruh "musikal" oneLoop? apakah
goal lo nanti bakal jadi sedahsyat Fat Cat
Records atau Morr Music?
Nankotsu Teacher? kita pilih dia sebagai trigger
buat para local heroes. FYI, dia masih sangat
muda, dan hanya dengan PC usang dia bisa
menghasilkan karya dengan musikalitas yang
Melihat semangat berharga ini, Wasted Rockers menurut kita sangat segar. oneLoop terbuka
merasa penting untuk segera mempublikasikan
untuk bermacam genre, apakah itu electro,
netlabel ini ke khalayak. Saya mewawancarai
techno, breakbeat, drum'n'bass, trip hop, IDM,
“owner” oneLoop, I-Day A.K.A
atau apalah... you name it... selama proses
kitschelektrowerk, via MySpace. Masih wacana produksinya D.I.Y dengan teknologi komputer,
umum di dunia maya, “netlabel”, namun penting berkualitas dari segi teknis dan musikal, dan si
untuk disimak, karena negeri kita baru memulai
musisi mendukung music sharing, maka
pergerakan mulia ini...
oneLoop bersedia merilisnya. Goal? Kita sih
pengennya menghasut para musisi indie lokal
Various Artists
'Sympathy for
Indonesian Music
Industry: Volume 1'
MP3 (oneLoop, 2008)
Ada ritual yang mesti
dilakukan netlabel di awal
karirnya. Andai di Muslim
ada “selametan” dengan
aqiqahan, netlabel beritual dengan membuat
kompilasi. Fungsi kompilasi adalah untuk
“memetakan” atau mengidentitaskan konsep
netlabel itu sendiri. Sekaligus sebagai trigger
untuk kelanjutan rilisannya.
Homicide
'Illsurrekshun' CD
(Remains Records,
2008)
Setelah merilis album
The Nekrophone Dayz
(2006) yang fenomenal
itu, kini legenda hip-hop
asal Bandung, Homicide
kembali merilis sebuah CD baru! Katanya sih
rilisan ini merupakan album terakhir perpisahan
mereka (semenjak pembubarannya di
pertengahan tahun 2007 kemarin). Album baru ini
bertitel Illsurekshun. Berisi 9 lagu baru dari
Homicide. Sebenarnya saya sudah lama
mendengar rumor bahwa Homicide bakal merilis
sebuah EP baru, sejak awal 2007 kemarin.
Akhirnya penantian itu berakhir sudah! Album
yang saya dapatkan adalah versi pre-order nya,
dengan kemasan eksklusif nan apik yang
berbonuskan: poster, emblem, sticker, newsletter
Jurnal Apokalips #12 & booklet tebal
Community Campaign Against Neoliberation
(yang berisi interview dengan serikat-serikat
pekerja/buruh/petani lokal). Album ini dirilis
tanggal 1 Mei 2008. Bertepatan dengan
dirayakannya “May Day” (ket: Hari Buruh sedunia)!
Kalau Yes No Wave punya Music Beyond No
Borders, maka oneLoop punya Sympathy for
Indonesian Music Industry (SIMI), yang kali ini
baru memulai programnya. Judul kompilasi ini
adalah sebuah ironi, “simpati untuk industri musik
Indonesia”, dan oneLoop melakukannya di dunia
maya dengan menggratiskannya sama sekali,
jauh dari konsep industri yang syarat dengan
transaksi plus nilai mata uang. Menarik. Kompilasi
ini seperti sebuah satir yang dilakukan dengan
gerilya di tengah-tengah lawakan industri musik
Indonesia yang semakin membuat pusing kepala. Di rekaman ini Ucok a.k.a Morgue Vanguad
(MC) tidak sendirian lagi, karena Sarkasz (MC)
Sebenarnya oneLoop, netlabel asli Indonesia ini, telah kembali! Yeah! Selain itu, Homicide masih
telah merilis EP dari Nankotsu Teacher yang
tetap dibantu oleh: DJ-E (DJ) & Andre (gitar) dari
dianggap sebagai trigger bagi i-Day (founder
Soldier Fight. Selain itu Jojon (gitar) dari
oneLoop). Namun, secara fungsi dan konsep,
Balcony, MV (back-vocals) & Gaia (back-vocals)
SIMI-lah yang pas untuk dijadikan trigger karena dari D'Army juga ikut membantu untuk beberapa
di kompilasi ini konsep oneLoop tergambar
lagu. Lagu bonus-track album ini, yakni lagu “Siti
dengan jelas; musik elektronik-indie dan musisi
Jenar Chyper Drive” diambil dari Homicide/MC
lokal.
Homeless split 12” (Deseased Records, 2007,
USA). Oh iya, di album-sleeve nya juga ada fotoSebelas tracks dari sebelas musisi indie-electro
foto aksi Mayday di Jakarta tahun 2007 kemarin!
lokal di dalam kompilasi ini amat representatif
menjelaskan langkah awal oneLoop serta
Apa lagi yang perlu saya katakan mengenai
dengan visi dan misi untuk ke depannya.
Homicide? Karena pastinya akan keluar (lagi)
Beberapa artisnya juga merupakan “alumni”
puji-pujian masif, sama seperti yang saya
Friday I'm in Loops, sebuah acara monumental di lontarkan ketika mengulas mereka di tahun 2006
Bandung untuk menandai fenomena musisi kamar silam. Tidak ada lagi yang perlu diragukan; baik
dari seluruh Indonesia di tahun 2005 silam (simak itu dari segi musikalitas, lirikal maupun
groupie daylights, BottleSmoker, dan
pergerakan mereka! Saya tidak tahu apakah
Cardinale). Beberapa nama lagi adalah mereka
album baru ini bisa melahirkan single-single klasik
yang sudah dikenal publik melalui penampilannya seperti: “Puritan”, “Barisan Nisan”, “Belati Kalam
yang mengesankan (simak Wu:m, Souldelay,
Profan”, “Semiotika Rajatega”, dll. Tapi setelah
M.U.S.I.K.[elektrik], dan ritmeSEMU). Sisanya
mendengarkan rilisan ini saya dengan berani
adalah nama-nama baru dengan karya-karya
bilang: “Illsurekshun adalah salah satu album
yang patut disimak seperti Bersekutu dengan
lokal tahun 2008 yang wajib hukumnya untuk
Disko, Deon and the Offbeat Slyness, Asturiaz, kalian miliki!...” (kontak mereka di:
dan Lymbers. Masing-masing mewakili gaya
www.nekrophone.com atau
indie-electro di tiap-tiap tubuhnya lengkap dengan www.myspace.com/homicide) - Dede
sentuhan-sentuhan mengagumkan seperti
glitch/IDM, post-rock, 8-bit, chill-out, dan lain
Genre musik: Political-Rap, Hardcore-Rap,
sebagainya. - Gem
Anarcho, Hip-hop
Untuk penggemar: Last Emperor, Zack De La
Genre musik: contemporary bedroom music,
Rocha, Fatal, Onyx, KRS One, Dead Prez,
electronica
Karbala Bukan Fatamorgana (Jkt), D'Army
Untuk penggemar: seluruh kompilasi yang
(Bdg)
dirilis netlabel di awal karirnya
Blackramstein 'Steinophobic' digipack CD (Sidik
untuk ikut berbagi melalui semangat music
sharing ini, biar para penikmat musik kita gak
perlu lagi menguras dompet untuk mendengar
musik lokal bermutu ;) "free music for free
people", that's our goal!
Netlabel seperti oneLoop menolong banyak
bedroom musician desperate yang karyanya
ingin dirilis. Buat lo sendiri, bagaimana lo
ngeliat perkembangan fenomena bedroom
musician dengan ketertarikan mereka
terhadap netlabel di indonesia?
Mungkin karena net-label disini masih bisa
keitung pake jari, jadi gaungnya belum begitu
terdengar. Tapi dari yang kita liat, ketertarikan
para musisi indie lokal (bedroom/PC/laptop atau
konvensional sekalipun) terhadap netlabel
sekarang bisa dikatakan cukup promising. Yang
terpenting tinggal mensosialisasikan semangat
berbagi melalui music sharing ini, which is mean
"kubur impian menjadi kaya dengan menjual
musikmu!", h3x!
Rekomendasikan netlabel-netlabel yang
menurut lo menarik untuk didownload rilisanrilisannya.
YES NO WAVE MUSIC, movement mereka
jempol! Kalo dari luar kita rekomendasikan;
digitalbiotope.net, serein.co.uk, thinner.cc,
restingbell.net - Gem
Read Me
Netlabel: label rekaman berbasis internet. Netlabel
merupakan perkembangan gerakan sharing music yang
terjadi belasan tahun lalu di internet (saat itu masih format
.mod dan midi). Ketika format MP3 familiar di khalayak,
musik disebar melalui website yang mengadaptasi sistem
label rekaman fisik (sign, rilis, serta lengkap dengan
sampul rilisan dan liner notes). Seluruh rilisan netlabel
bersifat gratis. Hal ini yang membedakannya dari MP3
online shop (seperti Beatport dan Emusic). Kampanye
skala besar yang begitu mulia dari netlabel adalah “music
sharing” dalam rangka tujuan seni untuk seni (persetan
Jari Records, 2008)
Beberapa tahun yang lalu
saya pernah membaca
sebuah artikel di salah satu
majalah musik metal luar
negeri, yang inti isinya
adalah seperti berikut:
“Sejak Killswicth Engage
di tahun 2004 berhasil
menembus mainstream
dengan sukses mempopulerkan kembali style
Swedish melodic-metal a la In Flames, mendadak
bermunculan ratusan band-band hardcore/metal
dengan style musik sejenis”. Well, saya setuju
dengan opini tersebut. Dan berdasarkan pengamatan
saya sendiri juga, bahwa sejak itu banyak band luar
maupun lokal yang tendensi musiknya menuju ke
arah tersebut. Ya, banyak sekali band mosh-core,
chugga-chugga yang merubah musiknya menjadi lebih
melodic-metal! Entah, apa karena fun memainkan
musik seperti itu atau sekedar ikut-ikutan? Ya, trend
selalu menghasilkan dua sisi pendapat…
Terlepas dari pendapat di atas, saya sangat salut
dengan Blackramstein. Mengapa? Pertama: karena
mereka berasal dari Sukabumi; maaf, bukan maksud
saya untuk mengecilkan daerah-daerah, tapi karena
(menurut saya -ed) mereka adalah band yang bisa
stand-out di luar scene mereka sendiri (karena
kebanyakan “band besar” yang di daerah hanya jago
kandang saja. -ed). Kedua: skill musik mereka ratarata bagus (jujur, karena untuk memainkan musik
speed-heavy-melodic metal itu tidak mudah!
Dibutuhkan pemain-pemain yang berteknik tinggi. -ed).
Ketiga: Produksi album ini dibuat secara maksimal &
profesional! Bayangkan saja; rekaman soundnya
bagus, mixingannya rapih, dirilis dengan format CD
(original), kemasan album dibuat digipack, lalu albumsleeve nya dicetak dengan memakai kertas glossy,
dilengkapi juga dengan booklet (sekali lagi, ini sudah
sangat hebat untuk ukuran band asal Sukabumi. -ed).
Belum lagi lux promo-pack plus advanced-CD yang
juga mereka kirimkan ke redaksi, betul-betul membuat
saya terkagum-kagum atas kerja keras mereka! Bandband hardcore/metal dari kota-kota besar mungkin
bakal merasa minder apabila melihat rilisan bagus ini,
terlebih yang merilisnya adalah band asal Sukabumi!
Ya, sudah nggak jamannya lagi indie main-main
man…
Bicara tentang musik Blackramstein; dengan fondasi
dasar hardcore yang sangat terpengaruh oleh Swedish
melodic-metal, lick-lick gitar minor melodik, ditambah
harmonic singing-parts, sedikit breakdown / mosh-part,
juga solo gitar heavy metal yang meraung-raung. Ya,
pokoknya di album ini “skill rules” deh! Mendengarkan
album ini juga mengingatkan saya akan era kejayaan
Air Guitar* di scene metal jaman dahulu. Kalau
Blackramstein terus bekerja keras, bukan tidak
mungkin kalau mereka nantinya bisa bersandingan
singgasana dengan band-band metal-core papan atas
tanah air lainnya… Jadi, undang band potensial ini
untuk tampil di kota kamu via:
www.myspace.com/blackramstein666 - Dede
Genre musik: NWOAM (New-Wave
Of American Metal), Swedish Metal
revivalist, Metal-Core (circa 2004 ke
atas).
Untuk penggemar: Killswitch
Engage, Trivium, Arch Enemy,
Shadow Fall, band-band metal
MTV2 Headbanger's Ball era 2004
sangat organik dan konsisten dari awal. Pada saat
yang sama, gw memulai untuk memadatkan dan
menyusun lirik-lirik, menjadikan mereka ke arah
mantra dan echo. Cara inilah yang menjadi ide
awal lahirnya Phon°noir. Gw mencoba untuk
menggabungkan itu semua: rhythm yang kacau,
sample-sample, found-sounds, permainan gitar
akustik dan vokal gw yang bernyanyi dengan
cuma empat bait lirik. Once i had found this new
way of working the songs for my first demo almost
wrote themselves. Semuanya terjadi pada tahun
2004. Benar-benar sebuah pengalaman yang
memperkaya dan inspiratif. Dan masih gw anggap
sebagai yang terbaik, musically.
komersialitas!). Ketik rowolo.de di browsermu untuk melihat
katalog netlabel dunia!
Creative Commons License: lisensi yang beredar di dunia
maya. Lisensi ini adalah “jalan tengah” bagi isu hak cipta di
internet. Biasanya digunakan untuk website netlabel, online
art gallery, atau website kumpulan artikel/e-book. Lisensi ini
tidak berbicara tentang “uang” seperti halnya copyright,
namun lebih kepada isu “berbagi” dan komunikasi di dunia
maya melalui format-format kreatif seperti MP3 (musik,
spoken words, dan sound-art), PDF (e-book dan artikel
lepas), dan JPG (karya foto/sketsa desain 3D/desain 2D).
Friday I'm in Loops: Nama acara monumental untuk
bedroom music scene Indonesia, khususnya di Bandung.
Pada tahun 2005, iF (sebuah ruang alternatif di Bandung)
mengadakan acara ini untuk mengumpulkan dan menandai
fenomena bedroom music kontemporer. Selain gig, iF
berencana membuat kompilasinya, namun karena masalah
finansial rencana tersebut gagal. Nama-nama besar
“alumni” Friday I'm in Loops yang kini sering wara-wiri di
internet dan berkembang pesat serta [tentunya] jenius
adalah BottleSmoker, Fantastic June,
[rendyasradahnial], groupie daylights, dan Denda
Omnivora and The White Liar.
Bedroom musician: musisi kamar yang biasanya
membuat lagu dengan anggaran rendah. Dahulu bedroom
musician kerap diidentikkan dengan lo-fi indie music
(seperti yang terjadi di akhir tahun 80-an Amerika!). Kini,
seiring dengan tersedianya software musik yang mudah
dioperasikan dengan menjamurnya musisi-musisi muda
tersebut berkarya dengan itu, bedroom musician menjadi
lebih bergeser analoginya ke musisi elektronik beranggaran
rendah dengan spirit do-it-yourself. Penyebutan “bedroom
musician” lahir dari kebiasaan mereka yang biasanya
menciptakan lagu di dalam kamar. Di Indonesia, fenomena
ini menggila karena didukung oleh software bajakan!
FruityLoops: program pembuat musik yang paling banyak
digunakan bedroom musician di Indonesia. Software
produksi Image Line Software ini biasanya dipakai oleh
newbie di wilayah musik elektronik. Saking mewabahnya
software ini di kalangan musisi kamar, mereka berlombalomba memanipulasi sound yang kerap dikeluarkan
software yang sudah memasuki versi 8 ini hingga musik
mereka tidak disebut “ih! FruityLoops banget sih!”
Beberapa dari mereka malah terjebak dengan sound khas
Goodnight Electric itu (walaupun karya-karya terakhir
mereka sudah tidak lagi FruityLoopsy).
Menurutmu, apa bedanya rasanya membuat
musik di Phon°noir (as an album artist) dan
membuat musik di Phonofix (as a soundperformer and scoring musician)?
Umurnya masih terlalu muda untuk disandingkan
dengan nama-nama besar avant-gardists dunia
seperti Nam June Paik dan William Burroughs;
mengingat mereka berada pada [setidaknya] label
yang sama, Sub Rosa. Yes, we talk about
Matthias Grübel, 26 tahun, seorang pemuda asal
Berlin yang membuat proyek berbasis foundsounds/electro-acoustic bernama Phon°noir
memukau banyak reviewer dunia dari mulai The
Wire sampai All Music Guide mengenai rilisan
terbarunya The Objects don't Need Us yang dirilis
oleh QS, sublabel dari Sub Rosa akhir tahun
kemarin. Wasted Rockers tergerak untuk
mewawancarai musisi yang habis dihujani kritik
positif ini mengenai proses kreatifnya dengan
begitu detail. Jangan terlewat kalau kamu tidak
ingin menyesal karena kehilangan momen yang
begitu musikal dari musisi asal Berlin ini.
Bagaimana ceritanya kamu bisa sampai
bergelut di musik electro-acoustic/foundsounds?
ke atas, band-band metal-core lokal era 2004 ke
atas.
*Air Guitar: Praktik yang dilakukan oleh para penggemar
rock/metal sebagai reaksi mereka atas kesenangan pada
musik, dengan cara menirukan gerak memainkan gitar
imajiner. Masih ingat khan dulu ketika kalian bergaya seperti
bermain gitar dengan menggunakan sapu atau raket
badminton/tenis?
Ballerina's Killer 'Pain
Appetizer' EP (Malaysian
repackage-edition) ProCDR (Self-released, 2008)
Setelah merilis EP bertitel
Pain Appetizer di tahun
2006 kemarin… Kini
Ballerina's Killer di tahun
2008 kembali merilis ulang
EP tersebut untuk pasar Malaysia dengan kemasan
album yang baru, lagu-lagu yang direkam-ulang, dimix
dan dimastering-ulang, juga dengan tambahan satu
buah lagu baru.
Lagu yang terasa sekali pembenahan soundnya (kalau
dibandingkan dengan lagu yang sama di EP terdahulu)
adalah di lagu pertama, yaitu “Elegi Sepagi Ini”. Lagu
yang cocok untuk menjadi pembangkit mood di pagi
hari ini, sekarang musiknya jadi terdengar lebih
nyaman! Dilanjutkan dengan lagu kedua milik Klepto
Opera berjudul “Sweet Revenge” yang bernuansakan
semangat punk-rock Riot Grrrl* dengan sentuhan
kental grunge (lagu ini tidak ada di EP sebelumnya).
Lagu-lagu selanjutnya yakni: “Testimoni… “,
“Tertawakanlah Duka” & “Dehidrasi” juga terdengar
lebih baik mixingannya daripada di EP terdahulunya
(terutama di sektor vokal, yang nampaknya melakukan
perekaman ulang). Polesan-polesan di rekaman ini
nampaknya juga makin meninggalkan kesan noisy &
raw yang selama ini melekat pada mereka.
Rekaman di repackage EP ini secara keseluruhan
sudah jauh lebih bagus daripada EP sebelumnya, tapi
sayang kurang didukung dengan desain sampul album
yang menarik. Mudah-mudahan saja mereka
kedepannya bisa membenahi hal ini… Segera hubungi
band bagus dari Bandar Lampung ini di:
myspace.com/ballerinaskiller untuk mendapatkan
limited EP ini (mungkin saja mereka masih
menyisakannya sedikit untuk pasaran Indonesia?). Dede
Genre musik: Noise-Rock, Riot Grrrl, Post-Punk,
Indie-Rock.
Untuk penggemar: Band Of Susans, Lydia Lunch,
Bikini Kill, L7, Hole, Lunachicks, The Breeders,
Huggy Bear, Slant 6, Autolux, The Distillers.
* Riot Grrrl: Sebuah frase yang merupakan paham
manifestasi dari semangat gerakan Feminisme di scene
punk. Bermula di USA pada tahun 1990. Banyak dianut oleh
kaum Feminist wanita di scene punk/indiepop/post-punk.
Diaplikasikan oleh mereka dengan cara membuat fanzine
sendiri, label, band (yang dipimpin oleh wanita),
mengorganisir pertunjukan, bahkan sampai ke aksi politik.
Semuanya dimulai sekitar empat atau lima tahun
yang lalu. Gw dulu main di pop akustik atau
guitar-based indie music di beberapa band dalam
waktu yang lama, ga ada yang spesial. Nah, pada
titik tertentu, gw ngerasa gw butuh mencoba
sesuatu yang baru. Waktu itu gw belum
menemukan bentuk otentik ekspresi atau estetika
yang mendukung untuk lagu-lagu gw. Kemudian
gw mendengarkan banyak musik eksperimental
lalu hasrat untuk menjalankan sesuatu yang tidak
biasa tumbuh di diri gw. Gw memulainya dengan
eksperimentasi melalui found-sounds dan
programming. Gw akhirnya suka dengan cara
bagaimana menggabungkan sound-sound mungil
yang aneh dan berbagai sample yang ga biasa di
musik gw, dan walau ini semua mengakibatkan
gaya gw yang makin artistik atau cuma sekedar
pendekatan yang dangkal, gw ngerasainnya
Phon°noir 'The Objects
Don't Need Us' CD (QS of
Sub Rosa, 2007)
Album ini menyajikan
melankolia di setiap
sudutnya. Yang
membedakannya dari
musisi lain adalah bahwa
melankoliknya Phon°noir
didominasi dengan foundsounds; unsur-unsur natural yang non-musikal yang
“dipaksa” untuk mengiringi nada-nada sedih Matthias
(orang di balik Phon°noir) dalam setiap lagunya. So
that, kami mendapatkan resep sederhana ala
Phon°noir: vokal setengah berbisik, gitar, sebuah
laptop, dan barang-barang di sekitar anda. Musiknya
juga terlalu pop untuk ukuran musisi yang bernaung di
dalam sub-label legendaris Sub Rosa, tempat avantgardists dunia terdokumentasikan dengan baik di
dalamnya. Kesederhanaan yang memikat di
lingkungan yang begitu rumit.
Sederhana? Tidak juga. Walaupun menu utama album
ini adalah melankolia, Matt menyajikan berbagai
pengalaman via keminimalan teknis yang ia berikan.
“Invisible at Last” adalah yang paling “riang” di lagu ini
karena dibantu dengan nada-nada mayor dengan
tempo sedang, sample suara yang digunakan
mengiringi tak henti-hentinya tanpa henti, namun tidak
terdengar noisy. “Climbing Up that Hill” seharusnya
memiliki nuansa indie-rock yang kental, namun track
ini dimainkan layaknya sekumpulan teenagers yang
mesti memainkan alat musiknya begitu pelan karena
orang tuanya telah tertidur pulas di malam itu. “My
Paperhouse on Fire” mungkin merupakan yang paling
berisik untuk ukuran musik Phon°noir; diisi dengan
glitch dari found-sounds yang diolah secara electroacoustic dengan sempurna.
Di performances dan produksi Phonofix, kami
berurusan dengan kesastraan yang rasanya
seperti musik dan dengan musik itulah gw
mencoba memfungsikannya sebagai teks. Ini
benar-benar sesuatu yang rumit dan sangat
berbeda dengan membuat musik pop yang
sederhana. Kami bekerja dalam sejam live sets
atau satu jam live radio, itu yang membuatnya
berbeda. Tapi, menurut gw, perbedaan utamanya
adalah ketika di Phon°noir gw bekerja sendiri, di
Phonofix, kami adalah duo. Kami udah
memutuskan untuk mengerjakan semuanya
berdua. Jörg dan gw adalah musician yang
menulis lirik/teks. Untuk gw sendiri, ini rasanya
seperti bekerja untuk produksi teater atau film
(seperti yang juga gw lakukan dari waktu ke
waktu). Lo harus menempatkan musik tersebut ke
dalam konsep yang lebih besar. Setiap soundnya
sendiri tidak sama dengan ketika dimasukkan ke
dalam konteks yang berbeda, karena itulah apa
yang udah terbilang beres di Phon°noir belum
tentu terdengar beres dengan apa yang kami
lakukan di Phonofix. Fungsi musik tidak diset
mutlak di sana, begitu juga di produksi teater. So,
bagi gw ini bener-bener berbeda dari cara
kerjanya sebagai interaksi yang memiliki banyak
faktor. Faktor tersebut mempengaruhi sounds dan
sounds tersebut dibutuhkan. Perbedaan ini adalah
sesuatu yang menarik bagi gw.
memberikan inspirasi di kreativitas gw. Orangorang yang gw temui, teman-teman dan karya
mereka, kota gw, masa lalu gw, masa depan gw.
Menurut gw, seperti semua orang, gw secara ga
sadar menyimpan hal-hal kecil yang gw alami di
kepala seperti kilasan kota, orang-orang,
percakapan, gambaran, aroma, mimpi-mimpi dan
lain sebagainya. Dan ketika gw membuat musik,
semua ini bagaimanapun memancing ide gw dan
membentuk outputnya nanti dalam berbagai cara.
Ceritakan kepada kami tentang
experimental/avant-garde scene di Berlin!
Gw ngeri mengecewakan lo mengenai ini. Aneh
banget scene di Berlin ini, loh! Gw ga ngerasa gw
adalah bagian dari scene manapun. Pada saat
yang sama gw ga berpikir bahwa sesuatu seperti
"scene for experimental music" eksis sepenuhnya
di kota ini. Ada ribuan orang dari seluruh belahan
dunia hidup di sini dan mengerjakan kepuasan
musikan mereka sendiri, tentunya banyak juga
keterkaitan di antara mereka. Gw juga berteman
dengan beberapa musisi lain dan label-label tapi
dari sudut pandang gw, itu tuh ga berfungsi
selayaknya sebuah scene. Bagi gw, ini tuh ga
pernah ada batasan atau "anggota" atau apapun.
Yang pasti, Berlin adalah kota yang penuh dengan
musisi inspiratif dan berbagai genre. Di sini tuh
mungkin banget untuk nonton konser-konser
menarik setiap malamnya. So, kenapa lo ga coba
datang aja ke sini dan lihat sendiri? Ga akan rugi
deh! (i beg you to buy me a ticket to your city :P red.)
Selanjutnya apalagi buat Phon°noir? Album
baru atau ada kejutan lainnya tahun ini?
Tahun 2008 udah bener-bener menyibukkan gw
sejauh ini walaupun juga ga akan ada rilisan
terbaru dari Phon°noir di tahun ini. Tapi gw udah
rekaman dan ngebuat beberapa lagu baru.
Walaupun begitu gw tetap membutuhkan waktu
lagi saat ini karena gw juga berencana untuk
kolaborasi dengan musisi-musisi lain, juga
melibatkan instrumen-instrumen musik klasik.
Jadi, gw malah memilih bekerja di banyak proyek
yang berbeda daripada membuat sesuatu yang
besar. Sekitar bulan Juni atau Juli, Phon°noir
merilis satu lagu baru yang dimasukkan ke dalam
Apa saja pengaruh-pengaruh besar di musik
kompilasi label spesialis musik eksperimental asal
Phon°noir? Dan kamu sebagai Matthias Grübel? jepang bernama Symbolic Interaction, yang juga
ditemani dengan sebuah videoklip.
Gw mendapatkan pengaruh dari berbagai banyak
sumber. Musik cuma salah satu dari mereka.
Gw juga ngumpulin versi remix dari album terakhir
Yang pasti banyak musisi/produser yang karyanya gw The Objects Don't Need Us yang diisi oleh
penting dengan apa yang juga gw lakukan,
Calika, Mikhail Karikis, dan beberapa lainnya.
beberapanya adalah Radiohead, Four Tet,
Versi remix ini akan dimasukkan sebagai
Fennesz, CocoRosie, Leonard Cohen, Calika. download only album di label Sub Rosa tahun ini.
Daftar tersebut tidak akan berakhir kalau gw tulis Gw juga lagi sibuk ngeremix lagu dari musisi
di sini. Selain musik, kebanyakan berkutat dengan lainnya. Dan gw juga selalu kontribusikan musik
seni lainnya seperti minimal art, sound
ke produksi-produksi teater plus bermain live tapi
installations, dan kesusastraan. Travelling dan
ga ada tur.
kehidupan rutin normal tiap harinya juga tetap
mengakui bahwa musik ini bercitarasa, atau
menjadikan musik ini sebatas guilty pleasure yang
membuat kalian gelisah tak karuan, seperti saya yang
tidak pernah mengakui sampai dua tahun terakhir
bahwa saya adalah penggemar Suzanne Vega sejak
kecil.
Wasted Rockers mewawancara Rendy di tengah
kesibukannya bekerja tentang musiknya. Saya yang
terlalu amazed dengan musiknya membuat
pertanyaan begitu panjang dan bertele-tele. Maafkan
saya. Ini dia, [rendyasradahnial]...
I really love your music style. Estetika musikal
yang lo berikan di EP Dialog menarik banget.
Purely ballads aesthetics, tapi dibalut sama musik
yang terdengar amat digital. Kekuatan balladsnya
begitu hebat, sampai gw "ngelupain" hal bahwa
semua lagu lo dibuat dengan proses yang begitu
digital (seperti software musik, dll, sementara
ballads lebih umum berada di teknik
akustik/analog). Sebenarnya, sejauh apa
kedigitalan merasuk di musik [rendyasradahnial]?
Digital buat gua itu pelarian dari keinginan gua buat
bikin musik secara analog. Kalau pun boleh milih, gua
lebih prefer analog. Tapi yang jadi masalah, cari orang
yang cocok buat bikin gua setuju sama suara yang
bakal dihasilkan analog itu yang susah. Mungkin perlu
drumer semisal B.J Wilson (Procol Harum) buat
meyakinkan gua untuk yakin sama analog, entah
sosial gua yang masih di lingkaran yang terlalu kecil
buat sadar kalau banyak orang yang se-pop gua atau
Cuma sedikit yang mendengar [rendyasradahnial].
Mereka yang beruntung adalah teman-teman terdekat, gua yang terlalu kekeuh. Sepertinya sosialisasi gua
yang
jauh dari luas sih, tapi yah itu kan tapi. Buat
yang diberikan EP keduanya berjudul Dialog secara
sekarang, digital masih akan gua jalanin sampe
cuma-cuma dalam format MP3, yang kedua adalah
nemuin
"mereka". Haha.
orang-orang yang selalu penasaran dengan aktualitas
musik indie mutakhir di Indonesia indeed with their
Aransemen
dan belokan nada-nada yang tidak
high tastes.
disangka adalah permata di Dialog. Tidak banyak
musisi
di
Indonesia
dapat melakukan itu. Rufus
Teknis yang ia pilih, musik yang dimainkan, sample
Mengapa saya menggunakan kata “beruntung” di awal
Wainwright dan Ron Sexsmith begitu mempengaruhi
yang digunakan, membuat musik Phon°noir terdengar kalimat tersebut? Karena perasaan itulah yang saya
lo. Tapi hebatnya, musik lo memiliki distingsi
amat detail. Tanpa perlu ribut-ribut, Matt memperkaya dan orang-orang yang telah merasakan musik
signifikan dari idola-idola lo. Apa yang lo "lakukan"
telinga pendengarnya dengan keintiman luar biasa di [rendyasradahnial] ketika pertama kali mendengar
atas musik mereka (idola-idola lo)? Bagian apa
musiknya. Minimal adalah ciri utama album ini, dan;
seluruh isi rilisan ini. Beruntung karena amat sedikit
yang lo "ambil" dari mereka untuk musik lo?
sekali lagi, melankolia adalah apa yang disajikan
musisi indie di Indonesia dapat melakukan apa yang
album ini. Period. - Gem
Rendy lakukan: memberikan sesuatu yang ramah
Buat Rufus, gua setuju kalau gua memang
telinga, ringan, namun bercitarasa tinggi.
terpengaruh banyak dari dia. Kalau Ron, gak terlalu
Genre musik: found-sounds, electronic, minimal
juga. Setelah Rufus itu malah Daniel Johns
Untuk penggemar: Psapp, .tape., Apparat, Fennesz, Kalian yang sudah terlalu jijik dengan term “pop” di
(Silverchair) yang jadi mempengaruhi gua.
Balun, Four Tet, Sweet Trip, Brian Eno, Moskitoo,
dunia musik, mungkin akan berpikir ulang setelah
Sederhana, itu yang gua dapet dari mereka. Lihat
Filfla
mendengar musiknya. Pilihannya hanya dua;
Gw juga baru ngerilis radioplay pertama gw
bersama Phonofix, yang kedua akan dirilis di
autumn tahun ini. Kami juga mengadakan tur lagi.
Gw juga memulai proyek ambient/experimental
Telekaster di winter tahun ini. Gw udah ngerekam
beberapa lagu dan saat ini, proyek tersebut
adalah pusat perhatian gw. Gw berharap album
Telekaster beres di musim panas tahun ini, gw
udah nyari label. Jadi, banyak yang bakal terjadi
saat-saat ini. Dan pastinya, beberapa kejutan di
record store di kota kami. - Gem
Read Me
Electro-acoustic: penggabungan proses teknis elektronik
dengan analog akustik di sebuah musik. Electro-acoustic
tidak merujuk pada genre tertentu, namun lebih kepada
ruang teknis, seperti lo-fi, hi-fi, jangle, dsb. Biasanya
pengambilan sample suara dilakukan via instrumen akustik,
lalu selanjutnya dibumbui secara elektronis melalui software
atau hardware “perantara” yang difungsikan juga sebagai
instrumen.Software yang biasa digunakan biasanya yang
berbentuk live-based instrument seperti Ableton Live
dengan--tak lupa--sebuah controller untuk
mengendalikannya.
Sub Rosa: label asal Brussels ini dulunya merekam
dokumentasi karya-karya avant-gardists dunia seperti
Marchel Duchamp, Nam June Paik, dan William
Burroughs. Dibentuk pada akhir 80-an dan merilis albumalbum musik elektronik pada pertengahan tahun 90-an.
Kalian yang tergila-gila dengan avant-garde things, akan
suka label ini. Pemilik label ini, Guy Marc Hinant saat ini
sedang membuat dokumenter tentang musik avant-garde
sejak perang dunia kedua!
Berlin: ibukota Jerman yang memiliki fenomena musik
elektronik terbesar di antara kota-kota lainnya di dunia.
Apparat, Modeselektor, Ellen Allien adalah tiga nama
yang sedang dilihat oleh seluruh mata pecinta musik
elektronik dunia saat ini. Festival-festival musik yang
membuat kota ini jadi sorotan adalah Maerz Musik (various
cutting edge music), Schlagstrom (noise and industrial),
dan Love Parade (indie-pop and indie-rock). Jangan lupa
juga label-label asal kota ini seperti !K7, Shitkatapult, dan
Tresor yang rilisannya kini malah dicari banyak hipster di
kota-kota besar dunia!
Four Tet: proyek solo dari seorang postrockers Fridge asal
Inggris bernama Kieran Hebden ini banyak mempengaruhi
musisi-musisi yang akrab di teknik rekaman sampling music.
Hebden menggunakan sample sebagai unsur utama di
musiknya. Ia mencampuradukkan beberapa sample untuk
membuat lagu-lagu yang berbasis di folk, elektronik, dan
jazz. Artis andalan Domino Records ini sudah banyak
meremix karya musisi lain dari Beth Orton, Bloc Party,
sampai Radiohead, dan masih banyak lagi.
Eksperimental: secara umum eksperimental
menggambarkan keadaan eksplorasi selanjutnya yang
menjelajah beyond formalitas. Saat ini, banyak yang
menjadikan eksperimental sebagai apologi bagi mereka
yang dangkal terhadap sesuatu namun “dibentuk” agar
terlihat keren. Pada akhirnya eksperimental adalah ajang
kedangkalan liar tak berguna dan akhirnya malah menjadi
the new pop music. Tidak seperti lautan konseptual yang
digagas John Cage sampai ke Sapto Raharjo.
“Experimental” di kolom genre MySpace music menjadi nilai
tambah dan pendongkrakan intriguing saat ini. So, ubahlah
genre di MySpace page kalian menjadi kata ini, dan rasakan
pertambahan teman baru serta pujian seperti “gila! Musik
kalian aneh!”
Foto Phon°noir oleh Matthias Grubel
Daniel Johns ngerubah Silverchair dari Neon
Ballroom ke Young Modern yang dijembatanin sama
Diorama. Itu dahsyat. Dari alternative-rock ke pop
(setuju? Hehe). Orientasi gua mendengarkan musik
sekarang lebih ke cara mereka ngatur suara biar
sampe di kupingnya nyaman, itulah yang gua "ambil"
dari mereka. Afterall, belajar itu sesuatu yang beda
banget sama meniru.
Songwriting lo keren banget! Terdengar personal
namun tidak terjebak nuansa subjektif. Apakah ini
adalah memoir? Atau emang guliran wacana lo
tentang hidup, cinta, dsb, kemudian lo berharap
orang lain mampu mendefinisikan apa yang udah
lo gulirkan?
Lirikal di musik [rendyasradahnial] yang pasti
kebanyakan dari memoir, atau yang akan gua alamin
[mungkin] nanti. Memang personal, karena gua gak
berani buat guessing perasaan orang lain kayak
gimana. Takut salah. :) Tentang definisinya, i might be
to obvious on writing it. Haha. Gua rasa definisi kan
tentatif, terserah yang ngederin mau ngartiin apa. Gua
rasa yang ngedengerin juga gak akan nebak terlalu
jauh karena ke-terlalujelas-an nya.. Hihi.
Selain sebagai teman-teman terdekat lo, Psikopat*
adalah major influence di musik [rendyasradahnial].
di Indigitalization terasa sekali hubungan itu.
namun di Dialog sudah tidak begitu terasa.
Bagaimana lo memandang Psikopat dulu dan saat
ini?
Psikopat dulu itu brutal. "kalau mukul drum yang
kenceng, Ren!" Kayaknya itu kalimat ada di kepala gua
tiap kali ikut mereka latihan atau nonton mereka
perform. Indigitalization memang proyek iri sama
Psikopat. Cara Wino nulis lirik juga sedikit gua bikin
ngiri, cerdas. Psikopat sekarang itu dewasa. Mereka
lebih ngerti sama diri masing-masing sekarang. Tapi
mereka gak pernah tua, dulu maupun sekarang. Nanti
juga. Haha. - Gem (kontak: Rendy,
http://www.myspace.com/rendyasradahnial)
Ulasan Dialog dapat kalian baca di Wasted Rockers edisi
13! Ketinggalan versi cetaknya? Download saja melalui
http://wastedrockers.wordpress.com. Gratis!
*Psikopat: tidak banyak yang mengetahui tentang band ini.
Band asal Bogor ini memiliki metode lirikal yang bagus,
mereka memainkan musik dan secara intuitif mengeluarkan
kata-kata. Amanda Orchids adalah “anak” dari band ini.
Download