Mayhem 'Ordo Ad Chao' CD (Season Of Mist, 2007) Album studio teranyar dari salah satu band metal paling kontroversial sepanjang masa, asal dataran dingin Norwegia... Mayhem! Band ini terkenal akan kebrutalannya, pertama: vokalis Mayhem yang kedua Per Yngve Ohlin a.k.a Dead tewas bunuh diri di tahun 1991 dengan cara menembak kepalanya sendiri! Kedua: juga yang tidak kalah mengerikannya, Aarseth a.k.a Euronymous (gitaris/pendiri band) dibunuh dengan cara ditusuk, oleh sang bassist satu band sendiri! Yakni Varg Vikernes a.k.a Count Grishnackh! (yang juga adalah personil dari one-man band, Burzum) Ketiga: Varg Vikernes juga dituduh bersalah atas aksi pembakaran gereja-gereja di Norwegia periode tahun 1992-1993! Setelah itu dia dihukum penjara sembilan tahun (dari yang awalnya dijatuhi hukuman empat belas tahun penjara), dan sudah bebas di tahun 2003 kemarin. Betul-betul sebuah band yang mengerikan... Ordo Ad Chao ini adalah album kembalinya “Raja Kegelapan” Attila Csihar (Tormentor, Plasma Pool, Limbonic Art, Emperor, Anaal Nathrakh) menjadi vokalis Mayhem. Dia sempat keluar setelah perilisan album klasik-legendaris mereka De Mysteriis Dom Sathanas di tahun 1994. Di album tersebut ia yang menjadi vokalisnya. Setelah itu dia digantikan oleh vokalis pertama Mayhem yang terdahulu, yakni Sven Erik Kristiansen a.k.a Maniac). Tunggu sebentar, Ordo Ad Chao adalah album black-metal yang eksperimental? Sepertinya.. Ya! Karena sound Mayhem di album ini lebih sludge, atmospheric, doom & eksperimental. Musiknya lebih lamban, heavy, tapi (yang pastinya) tetap diselipi oleh beat-beat hyperblast! Di album ini Mereka sepertinya melakukan pendekatan musikal a la band-band avant-garde metal. Sound rekamannya juga sengaja diset raw, garagey & lo-fi. Pertanyaannya (mengenai penggunaan sound yang primitif serta keeksperimentalan album ini): apakah hal ini dilakukan hanya untuk mengenang dan mengapresiasi estetika sound lo-fi serta raw yang menjadi ciri khas pergerakan black-metal era-era awal? Atau karena pengaruh musik eksperimental yang terbawa oleh Attila, karena pernah menjadi vokalis tamu di salah satu album milik “raja drone-metal” Sunn O)))? Sempat juga membuat proyek drone-doom dengan nama Burial Chamber Trio, bareng Greg Anderson (Thorr's Hammer, Burning Witch, Sunn O))), Goatsnake) dan juga vokalis tur Sunn O))) keliling USA di tahun 2007 kemarin? Hhmmhh... Siapa yang tahu?... The Radio Dept: Oz Box Show! Live at The Venue El Dorado, Lembang, Bandung, 26/04/2008 Di rekaman ini seperti biasa, Attila memadukan beragam teknik vokal yang menjadi ciri khasnya, yakni: shrieking, screetching, guttural, growling, wisphering & teriakan We all thanked God; akhirnya Oz Radio berhasil menakutkan seperti orang yang sedang kerasukan setan! Mungkin ini adalah salah mendatangkan The Radio Dept (TRD), trio nu-gaze satu album (itupun kalau kalian mau menyebutnya sebagai) “black-metal” terbaik di ciamik asal kota Lund, Swedia, untuk tampil live di tahun 2007. Buat para fans black-metal, bosan mendengarkan album black-metal hadapan penggemarnya di Indonesia, Bandung tradisional yang tipikal? Dengarkan album ini atau kamu bakal masuk Surga!... - Dede khususnya. Pada akhirnya pula, rumor akan datangnya band yang akrab dengan drum machine yang dibalut Genre musik: Second Wave of Black-Metal, Doomed Black-Metal, (sedikit) Black- dengan lo-fi sounded plus vokal yang humming ini Ambient, (sedikit) Sludge-Doom, Black-Metal terbukti. Tiket yang tergolong terjangkau juga membuat Untuk penggemar: Burzum, Darkthrone, Summoning, Xasthur, Khanate, (early) venue yang berada di El Dorado, Lembang, Bandung Immortal, Dissembowelment, Crusade (Bdg) menjadi ramai oleh para pecinta band ini. Wasted Rockers kini pindah alamat website! Ya, sekarang kita pindah alamat situs ke: http://wastedrockers.wordpress.com Silahkan kunjungi alamat baru kita tersebut! Karena tampilan serta kontennya semakin menarik! | Album kompilasi Wasted Rockers compilation vol: 1 sekarang sudah mulai memasuki tahap produksi. Yah, kita cicil sedikit demi sedikitlah! Jadi nantikan saja album yang soon-to-be-essential tersebut! Untuk info lebih lanjut log on ke http://wastedrockers.wordpress.com | Bagi kalian yang ingin membeli rilisan-rilisan yang dijual di Wasted Rockers MailorderDistro silahkan kunjungi http://wastedrockers.wordpress.com untuk melihat katalog lengkapnya! Juga bagi para label/band yang ingin menitipjual rilisannya di Wasted Rockers Mailorder-Distro, silahkan saja hubungi kami! | Dede kembali membuat band proyek baru, kali ini sebuah band fast-aggressive melodic skate-punk yang bernama Here Comes Our Hero. For more infos, log on to http://dedejournal.blogspot.com | Usthum yang dikenal sebagai electro-poppers di groupie daylights (Bandung/Sukabumi) membuat electronic-post-rock project yang bernama Magdalena in Basement of Death. Ia juga sedang membangun band crossover HC/punk yang eklektik bersama dengan Kancut (Speedkill) dan Mantul (Proletar). Sepertinya ia memiliki dua kepribadian yang begitu kontras! Tidak seperti event Oz Box Show sebelumnya yang dikonsep sebagai “banjir DJ” dengan penampil utama Telefon Tel Aviv; kali ini Oz Radio mengonsepnya dengan DJ spinning berada di panggung luar dan band pembuka dan penampil utama di panggung dalam yang berukuran sekitar 15 sampai 20 meter. Beberapa penonton yang saya temui amat banyak yang mengalami ketakutan, “gw takut ntar mainnya cuma sebentar kaya waktu Telefon [Tel Aviv] dulu!” Karena itulah, awalnya saya tidak merencanakan akan datang ke event ini karena kebetulan saya mengalami masalah finansial dan toh tidak berharap banyak akan konser trio nu-gaze itu di Bandung, ngeri Oz mengonsepnya seperti dulu... tapi karena atas bantuan kekasih tercinta, saya bisa masuk ke venue dengan leluasa... Saya datang tepat pada saat Efek Rumah Kaca (ERK) memainkan lagu terakhirnya. Saya melewatkan penampilan Goodnight Electric, Homogenic, dan The Milo. No big deal, though. Di panggung yang sebesar itu dalam keadaan venue yang layaknya diskotik tahun 80an, ERK seperti belum mampu memaksimalkan kharismanya; ataukah memang band seperti mereka kurang cocok bermain di venue yang seluas itu? Tidak seperti saat mereka mengadakan showcase di Common Room beberapa bulan sebelumnya yang suasananya jauh berbeda: mereka amat dekat dengan penonton dan menimbulkan rasa keintiman yang bagus. ERK memainkan lagu terbarunya yang akan dimasukkan ke dalam album keduanya. Komposisi yang catchy, yang saya ramalkan akan menjadi hit pula. Persis senasib dengan single-single brilian andalan mereka dari selftitled-nya seperti “Cinta Melulu” dan “Di Udara” Setelah ERK, RNRM mengisi panggung. Set mereka yang semakin ravy baru terasa fit dengan suasana venue yang seperti dimaksud di atas. Secara keseluruhan, RNRM tidak terasa istimewa. Atau mungkin karena saya mulai merasa bosan? Y'know, musik elektronik seperti yang dibawakan RNRM berkembang begitu cepat di luar sana. Oleh karenanya, musik mereka terdengar membosankan ketika saya dengan naifnya membandingkan dengan apa yang telah terjadi di luar sana. Sekitar pukul 23.00: break 15 menit membuat penonton bersiap-siap mendekat ke panggung untuk melihat penampil utama malam itu. Big screen yang disusun dengan artistik di panggung (seperti versi generiknya konser Kraftwerk!) menampilkan iklan acara Oz Box Show berkali-kali, sampai Martin Larsson, Daniel Tjader, dan Johan Duncanson; ketiga personil TRD menaiki panggung. Show dimulai... Lagu “It's Personal” dari album Pet Grief (Labrador, 2006) yang selalu dijadikan intro di setiap panggung mereka mendapat posisi yang sama di Bandung. Tiba-tiba saya merasakan bulu kuduk merinding. Salah satu band nugaze favorit saya kini berada di depan mata saya, dan selama satu jam ke depan saya akan bermain di dalam taman musikal yang mereka uraikan. Penonton bersorak Akhirnya Wasted Rockers bisa kembali ke hadapan kalian dengan edisinya yang ke-14. Meski akhir-akhir ini WR mulai menunjukkan gejala tidak bisa terbit rutin sesuai dengan jadwal (menyimpang dari komitmen awalnya: WR adalah media dwibulanan). Ini semua karena kesibukan masing-masing personil yang makin banyak. Meskipun begitu, kami tetap meluangkan waktu menulis untuk media kesayangan kita semua ini kok! Di edisi ke-14 ini, Wasted Rockers mempersembahkan Edisi Spesial Interview! Ya, ada lumayan banyak wawancara di edisi kali ini. Ditambah juga, sekarang kita menyelipkan di setiap rubrik, semacam “Glossary” untuk kata/istilah yang mungkin masih asing bagi (sebagian dari) kalian. Ya sekedar buat berbagi pengetahuan saja… Karena ilmu itu memang harus dibagibagikan secara gratis! Sama seperti Wasted Rockers…Gratis! Dede (editor) di akhir intro show ini sementara tanpa banyak basa-basi, TRD meneruskan ke lagu kedua “Deliverance”. Sebelum lagu “Keen on Boys” dari album Lesser Matters (Labrador, 2003), Johan (vokalis dan gitaris) menceritakan bahwa [ternyata] lagu itu menceritakan tentang salah seorang teman dekatnya, seorang pria homoseksual yang mengajaknya making love. Johan meneruskan, “padahal itu ide yang menarik, tapi sayangnya gw udah punya cewek!” Penonton tertawa mendengar celotehannya, kemudian menggeberlah lagu tersebut. Saya mengenang Maria Antoinette yang berada dalam kereta kuda, in which lagu ini juga dijadikan soundtrack di film arahan Sofia Coppola itu. “Messy Enough” yang merupakan lagu baru juga turut dibawakan malam itu. Masih komposisi yang brilian dengan nada-nada cemerlang khas TRD, terdengar lebih “terang” dan amat catchy. Setelahnya adalah ritual musisi panggung, encore. Tololnya, panitia memutarkan video di big screen yang terdapat di sisi kiri dan kanan panggung. Video tersebut berupa tulisan bergerak yang berbunyi “we want more!” Baru kali ini, sepanjang sejarah saya menonton konser, panitia telah mengeset encore dan mempersiapkannya begitu “matang” dalam bentuk video yang malah jadinya terlihat konyol. Trio TRD masuk kembali ke panggung. Lagu “Sleeping In” diantarkan ke hadapan penonton. Setelahnya adalah lagu paling powerful dan bergemuruh dari TRD “Why Won't You Talk About It?” Terasa sekali aura shoegazing pada masa emasnya di akhir 80-an dahulu. Sound yang noisy namun dengan nada-nada gemintang memenuhi ruangan. Namun saya tidak menyangka bahwa itu merupakan lagu terakhir. Lampu venue menyala dan para penggila TRD masih merasa kurang puas. Sayangnya tiada lagi video tulisan bergerak berbunyi “we want more!” di big screen. Akhirnya saya percaya bahwa itu adalah lagu terakhir mereka di malam itu. Secara keseluruhan, penampilan grup jagoan Labrador Records ini pada malam itu amat memuaskan walaupun beberapa orang kecewa karena lagu-lagu yang “seharusnya” dibawakan seperti “1995” dan “Where Damage Isn't Already Done” tidak dibawakan. Saya sendiri puas, karena lagu favorit saya “I Wanted You to Feel The Same” dibawakan di urutan keenam. TRD juga tidak banyak basa-basi di atas panggung. Hal yang “penting” ini banyak terlupakan oleh banyak musisi luar yang tampil live di negeri yang “penuh” basa-basi ini. Kualitas sound cukup memuaskan walaupun terdengar feedback yang agak mengganggu. Karakter suara khas vokal TRD yang menjadi daya tarik band ini terdengar amat persis dengan kualitas CD, begitupun sound gitar milik Martin dan drum-machine plus keyboard yang dimainkan Daniel. Sepertinya menarik kalau panitia merekam live mereka dan menjualnya dengan judul The Radio Dept.: Live in Bandung. Atau mungkin di antara kalian yang juga menonton momen itu ada yang mendadak berprofesi sebagai bootlegger? Nilai minusnya adalah headline-nya yang itu-itu saja. ERK dapat termaafkan karena termasuk wajah baru di panggung besar. The Milo cukup representatif dengan musik yang nyambung dengan TRD. Tapi mengapa Goodnight Electric, RNRM, dan Homogenic? Padahal masih banyak wajah-wajah baru yang lebih representatif. Perkara video “we want more” juga pancingan tertawa ngakak saya di acara tersebut. Walaupun begitu nilai minus terbesarnya adalah bahwa mereka tidak berhasil mendatangkan Saint Etienne ke Oz Box Show malam itu. We're missing you so much, Sarah [Cracknell]! - Gem Foto The Radio Dept oleh Ricky Pada tanggal 23 April 2008 kemarin, Comeback Kid (CBK), band hardcore asal Winnipeg, Canada tampil di Jakarta. CBK melakukan show di Indonesia dalam rangka tur Asia-Australia 2008 mereka. Nah, Wasted Rockers mendapat kesempatan untuk menginterview mereka secara eksklusif! Yes, disebut eksklusif karena CBK hanya mau diinterview oleh WR saja! (padahal sebelumnya ada sebuah radio swasta ternama Jakarta yang juga ingin menginterview, tapi ditolak oleh mereka! Hahaha...) Interview ini dilakukan oleh Hardy yang mewakili Wasted Rockers. Dan dijawab oleh sang frontman, yakni vokalis Andrew Neufeld. Interview dilakukan selepas CBK melakukan shownya. Jadi, selamat menikmati interview eksklusif ini!... Sebelumnya, apa yang kamu ketahui tentang scene underground di Indonesia, terutama scene HC/Punk? Sejujurnya, saya tidak terlalu tahu banyak mengenai scene di sini. Yang saya dengar bahwa di sini kondisinya kacau. Kadangkadang terjadi kerusuhan. Juga yang barubaru ini terjadi, sebuah gig yang memakan korban 10 orang meninggal (tragedi konser Beside di AACC Bandung -ed). Bagaimana kesan kamu atas pertunjukan malam ini? Tonight is awesome! It's really crazy! Kita merasakan energi dari penonton. Semua penonton bersingalong. Vibe pertunjukannya juga sangat baik. Saya sangat menyukainya. Ketika kamu tampil, lebih suka mana, tampil outdoor atau indoor? Tergantung pada pertunjukannya, kami sudah agak lama tidak main di outdoor. Biasanya kalau di outdoor venue, teknis sound-nya lebih susah. Jadi saya lebih suka pertunjukan indoor. Biasanya, apa yang kamu cari ketika sedang tur? Setiap tur itu berbeda. Ada beberapa tur yang kami anggap menguntungkan bagi band kami. Untungnya, yaitu menggapai penonton-penonton baru. Contohnya adalah ketika kami tur dengan band-band yang lebih besar atau band yang musiknya berbeda dengan kami. Tapi kebanyakan adalah untuk mencari pengalamanpengalaman baru, melihat tempat-tempat baru... Album Wake the Dead sangat outstanding untuk CBK. Banyak ulasan positif mengenainya. Apakah kalian memiliki hubungan yang baik dengan media (radio/TV) yang mempromosikan album ini? Kami tidak banyak melakukan promo di televisi. Kita lebih suka mempromosikan band kami melalui pertunjukan live. Kita tidak terlalu peduli dengan imej. Kami hanya orang-orang biasa yang suka bersenang-senang, jalan-jalan dan memainkan musik kami sendiri... Sementara album Broadcasting... adalah album tergelap yang pernah kalian tulis. Apakah kalian sekarang sedang mencoba-coba style baru? Bukan mencoba style yang baru, tapi karena vokalis lama kita sudah keluar, dan vokal diambil alih oleh saya, sementara dulunya saya adalah gitaris. Jadi sudah alamiah, karena lirik-lirik saya lebih gelap. Karena dulu lagu-lagu CBK lebih fokus ke isu-isu tertentu. Jadi ketika kami menulis Broadcasting... pendekatan penulisan tema lirik saya lebih bebas dan acak. In general, saya lebih suka musik-musik yang gelap. Apa alasan kalian memilih dirilis oleh Victory Records, apa pandangan kamu mengenai label ini? Kita semua tahu banyak pendapat sinis mengenai label ini dari scene hardcore... Pada saat kita ingin sign ke Victory Records, ada juga beberapa label yang sedang nego dengan kita, dan CBK juga sedang di studio merekam Wake The Dead. Kita juga tidak yakin apakah biaya rekaman studio kita sendiri yang menanggung. Mungkin beberapa hari sebelum rekaman selesai, baru kita sign dengan Victory Records! Rasanya bergabung bersama mereka? Mereka mempromosikan kami dengan baik. Kita bisa merilis CD bahkan untuk tempat-tempat seperti di Indonesia. Kita tidak peduli kalau orang-orang mendownload album kami, membajak album kami... Kita tidak menghasilkan uang melalui penjualan album. Kami menghasilkan uang dari touring. Jika kami melakukan tur, saya bisa membayar tagihan-tagihan. Masih berkaitan dengan pertanyaan sebelumnya; kadang-kadang orang tidak terlalu suka dengan band-band yang sudah populer/mainstream (meskipun mereka tetap memiliki pesan yang bagus) dan orang-orang lebih menyukai band-band yang masih independen/D.I.Y. Apakah hal-hal ini juga terjadi dengan CBK? Banyak orang yang seperti itu. Contohnya, banyak orang yang lebih menyukai album pertama kami. Tentu kami juga kehilangan “core” fans kami. Saya rasa itu terjadi di semua band yang telah berpindah ke label yang lebih besar. That's fine, semua orang bebas untuk mendengarkan apa yang mereka inginkan. Semua orang bebas untuk bicara apapun. Saya juga tidak mengharapkan semua orang untuk menyukai band saya. - Hardy dan Nurul *Terima kasih banyak buat Agung beserta seluruh kru Hatred Records atas kesempatannya untuk menginterview CBK. COMEBACK KID Live! @ Stardust cafe, Sarinah, Jakarta. Rabu, 23 April 2008 Salah satu band rilisan Victory Records (ket: label hardcore terbesar asal Chicago USA, yang juga pabrik dari band-band bintang hardcore dunia) yakni Comeback Kid, kemarin melakukan show di Jakarta. Organizer yang membuat show ini adalah Hatred Records (label hardcore/punk asal Jakarta). Pertunjukan mereka digelar di Stardust Cafe, Sarinah Jakarta. Ketika saya sampai di venue, terlihat banyak sekali ragam HC kids (youth-crew, vegan, posi-core, sXe, tough-guy, emo, etc) bahkan juga terlihat beberapa rambut mohawk & gondrong metalhead. Bagi yang belum tahu: Comeback Kid adalah band hardcore asal Winnipeg, Canada. Style musik mereka adalah oldschool-hardcore ('88 style) revivalist dengan sentuhan metal dan (sedikit) emo. Pertunjukan Comeback Kid dibuka oleh penampilan dari empat band lokal, yakni: Straight Answer (Jkt), xManusia Buatanx (Bdg), End Of Age (Jkt) & Looserz (Jkt). Ketika saya masuk ke venue, panggung sudah dipanaskan oleh tetua hardcorepunk Jakarta, Straight Answer! Masih dengan style hardcore-punk-Oi! tradisional yang antemik, dan tentunya mengundang singalong dari para penonton! Aca, sang vokalis perutnya terlihat makin buncit. Juga masih mengenakan t-shirt belel The Smiths andalannya! Hehe.. Dilanjutkan oleh band fast/thrash-core (masih straightedge kah mereka? ed) asal Bandung, xManusia Buatanx! Sound performance-nya kurang bagus. Masih dengan juduljudul lagu yang jenaka tapi tetap cerdas. Oh iya, mereka sempat mengcover lagu “Out of Step” milik Minor Threat! Setelah itu ada End Of Age! Sound live-nya bagus! Mereka memainkan style tough-guy hardcore, mosh-core, chugga-chugga, hardcoremetal yang tentunya mengundang para penonton tough-guy untuk melakukan pogo & violent-dancing* Karena kehabisan stok lagu, sementara jatah tampil masih lama, akhirnya End Of Age mengcover beberapa lagu milik Terror (penonton pun bukan main senangnya!). Band pembuka terakhir, Looserz. Band yang mengklaim diri mereka sebagai “Negative-Hardcore” (kebalikan dari sXe & posi-core. Jadi bisa ditebak sendiri deh! Hehe.. ed) ini memainkan lagu-lagu yang enerjik. Mereka juga mengcover lagu “Get Out” milik Madball lho! Penonton pun juga semakin ramai. Vokalisnya katanya juga sedang high on joint! Haha... Yang dinanti, Comeback Kid akhirnya naik juga di stage! Penampilan mereka sangat enerjik. Penonton juga tak kalah enerjiknya; pointing-finger & moshing berlangsung tak henti-henti! Jujur, saya tidak terlalu mengikuti Comeback Kid. Saya hanya mendengarkan lagu-lagu dari album debut mereka saja, yang dirilis oleh Facedown Records, yakni Turn It Around (2003). Album-album selanjutnya Wake The Dead (Victory Records, 2005) & Broadcasting (Victory Records, 2007) sudah tidak saya ikuti lagi. Comeback Kid di pertunjukannya ini membawakan banyak lagu-lagu antemik mereka, antara lain: “All in a Year”, “Step Ahead”, “Wake The Dead”, dll. Penonton juga singalong hampir di setiap lagu-lagunya! Setelah belasan lagu akhirnya selesai juga set mereka. Oh iya, sang MC acara berkata bahwa setelah gig ini, Hatred Records akan juga memboyong salah satu pahlawan skate-punk/poppunk asal California, USA untuk melakukan show di Jakarta yakni, No Use For A Name! Ya, semoga saja itu terjadi... - Dede *Violent-Dancing: Gaya berdansa yang ekstrim di scene hardcore, yang menggunakan pukulan (dengan cara memutarmutar tangan ke samping, kadang juga dengan cara memukulmukul ke depan) & tendangan (dengan cara menendang berputar, kadang juga dengan cara menendang ke depan sambil melompat, a la tendangan Kungfu). Lebih mirip orang berkelahi. Gaya berdansa ini bermula di scene hardcore New York pada awal 90-an. Sangat digemari oleh para penonton “tough-guy”. Dilakukan atas nama bersenang-senang dan “Machoisme” di kalangan lelaki. Foto Comeback Kid oleh Hardy Band dan label, kirimkan rilisan anda kepada kami untuk direview. Markas Pusat: Wasted Rockers c/o Dede, Kompleks Kolektif, promotor, dan event organizer, undang kami untuk meliput Taman Asri blok: A6/6, Larangan, Jakarta-Selatan, gig/show yang kalian buat. 15155 Jalur distribusi Wasted Rockers: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Jogjakarta, Solo, Semarang, Kudus, Blitar, Malang, Surabaya, Bali, Lampung, Palembang, Medan, Banjarmasin, Makassar, Balikpapan & Samarinda. Berminat untuk menjadi distributor Wasted Rockers di daerah kamu? Kontak kami! Cukup kirim uang ongkos kirim balik pos sebesar: Rp.9.000,- (Jabotabek)/Rp.10.000,- (luar Jabotabek)/Rp.12.000,- (luar Jawa) ke kami. Atau transfer uangnya ke alamat rekening bank kami dengan biaya yang sama. Nanti kita akan kirim paket Wasted Rockers ke kamu untuk didistribusikan. Kalian juga boleh mengirimkan kontribusi berupa review terbaru/retrospektif dari: album, buku, gig, alat musik dan film. Ataupun tulisan kolom, artikel, tips dan trik musik dan lain-lain untuk ditampilkan di Wasted Rockers. Staff Redaksi: Dede ([email protected], 08176572004 dan 085691228467): editor; Gembi ([email protected], 0817813137) co-editor & layout; Hardy ([email protected], 08568005156): reporter; Ricky ([email protected], 081809009272): fotografer Kedutaan Besar: Gembi, Jl. Kebon Bibit Barat 1 no. 8, Bandung, Jawa-Barat, 40116 No. Rekening Bank: 2301344-6 (atas nama Ahmad Taufiqqurakhman. BNI kantor cabang UNPAD Bandung) Periklanan: Log on ke website kami untuk keterangan lengkap mengenai tarif serta cara pemasangan iklan & promosi. Penerbit: Wasted Rockers Press Wasted Rockers terbit sejak April 2003 http://wastedrockers.50megs.com Bamby, salah seorang pelopor musik elektronik di Semarang yang [jelas] menggilai musik elektronik, suatu hari membuka account MySpace-nya di hadapan saya. “Ada netlabel lokal lagi! Rilisannya bagus banget! Tampilannya juga bagus banget!” Ketika URL www.myspace.com/oneloopnetlabel menunjukkan status “Done”, saya ternganga, “Damn! Hebat banget!” Saya makin tidak percaya ketika mendengar rilisannya, sebuah EP dari Nankotsu Teacher, bedroom musician muda asal Jepang. Saya selalu melakukan hal yang sama untuk sebuah hal baru di Indonesia: ternganga tak percaya sambil berkata dalam hati, “ada juga yang kaya begini di Indonesia!” Kesan pertama begitu memikat, begitu ujar sebuah produk kecantikan di akhir tahun 90-an. Itulah yang saya rasakan ketika pertama kali memijakkan kaki ke netlabel oneLoop. Netlabel ini [menurut temuan saya] adalah netlabel kedua di Indonesia yang mulai merilis karyanya (setelah the almighty Yes No Wave Music). Hal istimewanya adalah bahwa netlabel ini melakukan focusing di ranah musik elektronik. Di tengah bertebarannya electronic-music-focusing netlabel di jaringan virtual, netlabel ini ikut menyumbangkan “suara”-nya bahwa Indonesia pun bisa melakukannya! Apalagi pertengahan Maret lalu, netlabel ini merilis kompilasi indietronic yang seluruh artisnya adalah local bedroom musicians! Kamu adalah netlabel indonesia pertama yang melakukan focusing ke satu jenis musik. Bedroom musician jaman sekarang kan udah begitu jamak, ga berkutat di indie-electro aja. tapi mengapa memilih indie-electro sebagai focusingnya? Indietronica yang dimaksud disini adalah movement "indie electronica", yang terlihat mulai berkembang di indonesia. Para bedroom/PC/laptop musician bersenjatakan teknologi komputer dengan spirit D.I.Y, dengan musikalitas yang tidak kalah dengan para musisi konvensional, dan malah terkadang jauh di atasnya ;) jadi oneLoop fokus men-support movement ini, dengan menyediakan music sharing platform bagi mereka. oneLoop tidak menerapkan sistem "sign" yang mengikat musisi dan karyanya. mereka bebas untuk join dengan label lain atau mendistribusikan ulang karya yang telah dirilis oneLoop kemanapun (selama menggunakan lisensi Creative Commons). Rilisan pertama lo bagus banget! Nankotsu Teacher mengingatkan gw sama rilisan-rilisan lamanya netlabel Observatory Online, Audiobulb Recordings, dan Standar Klik Music. sebenarnya apa aja pengaruh "musikal" oneLoop? apakah goal lo nanti bakal jadi sedahsyat Fat Cat Records atau Morr Music? Nankotsu Teacher? kita pilih dia sebagai trigger buat para local heroes. FYI, dia masih sangat muda, dan hanya dengan PC usang dia bisa menghasilkan karya dengan musikalitas yang Melihat semangat berharga ini, Wasted Rockers menurut kita sangat segar. oneLoop terbuka merasa penting untuk segera mempublikasikan untuk bermacam genre, apakah itu electro, netlabel ini ke khalayak. Saya mewawancarai techno, breakbeat, drum'n'bass, trip hop, IDM, “owner” oneLoop, I-Day A.K.A atau apalah... you name it... selama proses kitschelektrowerk, via MySpace. Masih wacana produksinya D.I.Y dengan teknologi komputer, umum di dunia maya, “netlabel”, namun penting berkualitas dari segi teknis dan musikal, dan si untuk disimak, karena negeri kita baru memulai musisi mendukung music sharing, maka pergerakan mulia ini... oneLoop bersedia merilisnya. Goal? Kita sih pengennya menghasut para musisi indie lokal Various Artists 'Sympathy for Indonesian Music Industry: Volume 1' MP3 (oneLoop, 2008) Ada ritual yang mesti dilakukan netlabel di awal karirnya. Andai di Muslim ada “selametan” dengan aqiqahan, netlabel beritual dengan membuat kompilasi. Fungsi kompilasi adalah untuk “memetakan” atau mengidentitaskan konsep netlabel itu sendiri. Sekaligus sebagai trigger untuk kelanjutan rilisannya. Homicide 'Illsurrekshun' CD (Remains Records, 2008) Setelah merilis album The Nekrophone Dayz (2006) yang fenomenal itu, kini legenda hip-hop asal Bandung, Homicide kembali merilis sebuah CD baru! Katanya sih rilisan ini merupakan album terakhir perpisahan mereka (semenjak pembubarannya di pertengahan tahun 2007 kemarin). Album baru ini bertitel Illsurekshun. Berisi 9 lagu baru dari Homicide. Sebenarnya saya sudah lama mendengar rumor bahwa Homicide bakal merilis sebuah EP baru, sejak awal 2007 kemarin. Akhirnya penantian itu berakhir sudah! Album yang saya dapatkan adalah versi pre-order nya, dengan kemasan eksklusif nan apik yang berbonuskan: poster, emblem, sticker, newsletter Jurnal Apokalips #12 & booklet tebal Community Campaign Against Neoliberation (yang berisi interview dengan serikat-serikat pekerja/buruh/petani lokal). Album ini dirilis tanggal 1 Mei 2008. Bertepatan dengan dirayakannya “May Day” (ket: Hari Buruh sedunia)! Kalau Yes No Wave punya Music Beyond No Borders, maka oneLoop punya Sympathy for Indonesian Music Industry (SIMI), yang kali ini baru memulai programnya. Judul kompilasi ini adalah sebuah ironi, “simpati untuk industri musik Indonesia”, dan oneLoop melakukannya di dunia maya dengan menggratiskannya sama sekali, jauh dari konsep industri yang syarat dengan transaksi plus nilai mata uang. Menarik. Kompilasi ini seperti sebuah satir yang dilakukan dengan gerilya di tengah-tengah lawakan industri musik Indonesia yang semakin membuat pusing kepala. Di rekaman ini Ucok a.k.a Morgue Vanguad (MC) tidak sendirian lagi, karena Sarkasz (MC) Sebenarnya oneLoop, netlabel asli Indonesia ini, telah kembali! Yeah! Selain itu, Homicide masih telah merilis EP dari Nankotsu Teacher yang tetap dibantu oleh: DJ-E (DJ) & Andre (gitar) dari dianggap sebagai trigger bagi i-Day (founder Soldier Fight. Selain itu Jojon (gitar) dari oneLoop). Namun, secara fungsi dan konsep, Balcony, MV (back-vocals) & Gaia (back-vocals) SIMI-lah yang pas untuk dijadikan trigger karena dari D'Army juga ikut membantu untuk beberapa di kompilasi ini konsep oneLoop tergambar lagu. Lagu bonus-track album ini, yakni lagu “Siti dengan jelas; musik elektronik-indie dan musisi Jenar Chyper Drive” diambil dari Homicide/MC lokal. Homeless split 12” (Deseased Records, 2007, USA). Oh iya, di album-sleeve nya juga ada fotoSebelas tracks dari sebelas musisi indie-electro foto aksi Mayday di Jakarta tahun 2007 kemarin! lokal di dalam kompilasi ini amat representatif menjelaskan langkah awal oneLoop serta Apa lagi yang perlu saya katakan mengenai dengan visi dan misi untuk ke depannya. Homicide? Karena pastinya akan keluar (lagi) Beberapa artisnya juga merupakan “alumni” puji-pujian masif, sama seperti yang saya Friday I'm in Loops, sebuah acara monumental di lontarkan ketika mengulas mereka di tahun 2006 Bandung untuk menandai fenomena musisi kamar silam. Tidak ada lagi yang perlu diragukan; baik dari seluruh Indonesia di tahun 2005 silam (simak itu dari segi musikalitas, lirikal maupun groupie daylights, BottleSmoker, dan pergerakan mereka! Saya tidak tahu apakah Cardinale). Beberapa nama lagi adalah mereka album baru ini bisa melahirkan single-single klasik yang sudah dikenal publik melalui penampilannya seperti: “Puritan”, “Barisan Nisan”, “Belati Kalam yang mengesankan (simak Wu:m, Souldelay, Profan”, “Semiotika Rajatega”, dll. Tapi setelah M.U.S.I.K.[elektrik], dan ritmeSEMU). Sisanya mendengarkan rilisan ini saya dengan berani adalah nama-nama baru dengan karya-karya bilang: “Illsurekshun adalah salah satu album yang patut disimak seperti Bersekutu dengan lokal tahun 2008 yang wajib hukumnya untuk Disko, Deon and the Offbeat Slyness, Asturiaz, kalian miliki!...” (kontak mereka di: dan Lymbers. Masing-masing mewakili gaya www.nekrophone.com atau indie-electro di tiap-tiap tubuhnya lengkap dengan www.myspace.com/homicide) - Dede sentuhan-sentuhan mengagumkan seperti glitch/IDM, post-rock, 8-bit, chill-out, dan lain Genre musik: Political-Rap, Hardcore-Rap, sebagainya. - Gem Anarcho, Hip-hop Untuk penggemar: Last Emperor, Zack De La Genre musik: contemporary bedroom music, Rocha, Fatal, Onyx, KRS One, Dead Prez, electronica Karbala Bukan Fatamorgana (Jkt), D'Army Untuk penggemar: seluruh kompilasi yang (Bdg) dirilis netlabel di awal karirnya Blackramstein 'Steinophobic' digipack CD (Sidik untuk ikut berbagi melalui semangat music sharing ini, biar para penikmat musik kita gak perlu lagi menguras dompet untuk mendengar musik lokal bermutu ;) "free music for free people", that's our goal! Netlabel seperti oneLoop menolong banyak bedroom musician desperate yang karyanya ingin dirilis. Buat lo sendiri, bagaimana lo ngeliat perkembangan fenomena bedroom musician dengan ketertarikan mereka terhadap netlabel di indonesia? Mungkin karena net-label disini masih bisa keitung pake jari, jadi gaungnya belum begitu terdengar. Tapi dari yang kita liat, ketertarikan para musisi indie lokal (bedroom/PC/laptop atau konvensional sekalipun) terhadap netlabel sekarang bisa dikatakan cukup promising. Yang terpenting tinggal mensosialisasikan semangat berbagi melalui music sharing ini, which is mean "kubur impian menjadi kaya dengan menjual musikmu!", h3x! Rekomendasikan netlabel-netlabel yang menurut lo menarik untuk didownload rilisanrilisannya. YES NO WAVE MUSIC, movement mereka jempol! Kalo dari luar kita rekomendasikan; digitalbiotope.net, serein.co.uk, thinner.cc, restingbell.net - Gem Read Me Netlabel: label rekaman berbasis internet. Netlabel merupakan perkembangan gerakan sharing music yang terjadi belasan tahun lalu di internet (saat itu masih format .mod dan midi). Ketika format MP3 familiar di khalayak, musik disebar melalui website yang mengadaptasi sistem label rekaman fisik (sign, rilis, serta lengkap dengan sampul rilisan dan liner notes). Seluruh rilisan netlabel bersifat gratis. Hal ini yang membedakannya dari MP3 online shop (seperti Beatport dan Emusic). Kampanye skala besar yang begitu mulia dari netlabel adalah “music sharing” dalam rangka tujuan seni untuk seni (persetan Jari Records, 2008) Beberapa tahun yang lalu saya pernah membaca sebuah artikel di salah satu majalah musik metal luar negeri, yang inti isinya adalah seperti berikut: “Sejak Killswicth Engage di tahun 2004 berhasil menembus mainstream dengan sukses mempopulerkan kembali style Swedish melodic-metal a la In Flames, mendadak bermunculan ratusan band-band hardcore/metal dengan style musik sejenis”. Well, saya setuju dengan opini tersebut. Dan berdasarkan pengamatan saya sendiri juga, bahwa sejak itu banyak band luar maupun lokal yang tendensi musiknya menuju ke arah tersebut. Ya, banyak sekali band mosh-core, chugga-chugga yang merubah musiknya menjadi lebih melodic-metal! Entah, apa karena fun memainkan musik seperti itu atau sekedar ikut-ikutan? Ya, trend selalu menghasilkan dua sisi pendapat… Terlepas dari pendapat di atas, saya sangat salut dengan Blackramstein. Mengapa? Pertama: karena mereka berasal dari Sukabumi; maaf, bukan maksud saya untuk mengecilkan daerah-daerah, tapi karena (menurut saya -ed) mereka adalah band yang bisa stand-out di luar scene mereka sendiri (karena kebanyakan “band besar” yang di daerah hanya jago kandang saja. -ed). Kedua: skill musik mereka ratarata bagus (jujur, karena untuk memainkan musik speed-heavy-melodic metal itu tidak mudah! Dibutuhkan pemain-pemain yang berteknik tinggi. -ed). Ketiga: Produksi album ini dibuat secara maksimal & profesional! Bayangkan saja; rekaman soundnya bagus, mixingannya rapih, dirilis dengan format CD (original), kemasan album dibuat digipack, lalu albumsleeve nya dicetak dengan memakai kertas glossy, dilengkapi juga dengan booklet (sekali lagi, ini sudah sangat hebat untuk ukuran band asal Sukabumi. -ed). Belum lagi lux promo-pack plus advanced-CD yang juga mereka kirimkan ke redaksi, betul-betul membuat saya terkagum-kagum atas kerja keras mereka! Bandband hardcore/metal dari kota-kota besar mungkin bakal merasa minder apabila melihat rilisan bagus ini, terlebih yang merilisnya adalah band asal Sukabumi! Ya, sudah nggak jamannya lagi indie main-main man… Bicara tentang musik Blackramstein; dengan fondasi dasar hardcore yang sangat terpengaruh oleh Swedish melodic-metal, lick-lick gitar minor melodik, ditambah harmonic singing-parts, sedikit breakdown / mosh-part, juga solo gitar heavy metal yang meraung-raung. Ya, pokoknya di album ini “skill rules” deh! Mendengarkan album ini juga mengingatkan saya akan era kejayaan Air Guitar* di scene metal jaman dahulu. Kalau Blackramstein terus bekerja keras, bukan tidak mungkin kalau mereka nantinya bisa bersandingan singgasana dengan band-band metal-core papan atas tanah air lainnya… Jadi, undang band potensial ini untuk tampil di kota kamu via: www.myspace.com/blackramstein666 - Dede Genre musik: NWOAM (New-Wave Of American Metal), Swedish Metal revivalist, Metal-Core (circa 2004 ke atas). Untuk penggemar: Killswitch Engage, Trivium, Arch Enemy, Shadow Fall, band-band metal MTV2 Headbanger's Ball era 2004 sangat organik dan konsisten dari awal. Pada saat yang sama, gw memulai untuk memadatkan dan menyusun lirik-lirik, menjadikan mereka ke arah mantra dan echo. Cara inilah yang menjadi ide awal lahirnya Phon°noir. Gw mencoba untuk menggabungkan itu semua: rhythm yang kacau, sample-sample, found-sounds, permainan gitar akustik dan vokal gw yang bernyanyi dengan cuma empat bait lirik. Once i had found this new way of working the songs for my first demo almost wrote themselves. Semuanya terjadi pada tahun 2004. Benar-benar sebuah pengalaman yang memperkaya dan inspiratif. Dan masih gw anggap sebagai yang terbaik, musically. komersialitas!). Ketik rowolo.de di browsermu untuk melihat katalog netlabel dunia! Creative Commons License: lisensi yang beredar di dunia maya. Lisensi ini adalah “jalan tengah” bagi isu hak cipta di internet. Biasanya digunakan untuk website netlabel, online art gallery, atau website kumpulan artikel/e-book. Lisensi ini tidak berbicara tentang “uang” seperti halnya copyright, namun lebih kepada isu “berbagi” dan komunikasi di dunia maya melalui format-format kreatif seperti MP3 (musik, spoken words, dan sound-art), PDF (e-book dan artikel lepas), dan JPG (karya foto/sketsa desain 3D/desain 2D). Friday I'm in Loops: Nama acara monumental untuk bedroom music scene Indonesia, khususnya di Bandung. Pada tahun 2005, iF (sebuah ruang alternatif di Bandung) mengadakan acara ini untuk mengumpulkan dan menandai fenomena bedroom music kontemporer. Selain gig, iF berencana membuat kompilasinya, namun karena masalah finansial rencana tersebut gagal. Nama-nama besar “alumni” Friday I'm in Loops yang kini sering wara-wiri di internet dan berkembang pesat serta [tentunya] jenius adalah BottleSmoker, Fantastic June, [rendyasradahnial], groupie daylights, dan Denda Omnivora and The White Liar. Bedroom musician: musisi kamar yang biasanya membuat lagu dengan anggaran rendah. Dahulu bedroom musician kerap diidentikkan dengan lo-fi indie music (seperti yang terjadi di akhir tahun 80-an Amerika!). Kini, seiring dengan tersedianya software musik yang mudah dioperasikan dengan menjamurnya musisi-musisi muda tersebut berkarya dengan itu, bedroom musician menjadi lebih bergeser analoginya ke musisi elektronik beranggaran rendah dengan spirit do-it-yourself. Penyebutan “bedroom musician” lahir dari kebiasaan mereka yang biasanya menciptakan lagu di dalam kamar. Di Indonesia, fenomena ini menggila karena didukung oleh software bajakan! FruityLoops: program pembuat musik yang paling banyak digunakan bedroom musician di Indonesia. Software produksi Image Line Software ini biasanya dipakai oleh newbie di wilayah musik elektronik. Saking mewabahnya software ini di kalangan musisi kamar, mereka berlombalomba memanipulasi sound yang kerap dikeluarkan software yang sudah memasuki versi 8 ini hingga musik mereka tidak disebut “ih! FruityLoops banget sih!” Beberapa dari mereka malah terjebak dengan sound khas Goodnight Electric itu (walaupun karya-karya terakhir mereka sudah tidak lagi FruityLoopsy). Menurutmu, apa bedanya rasanya membuat musik di Phon°noir (as an album artist) dan membuat musik di Phonofix (as a soundperformer and scoring musician)? Umurnya masih terlalu muda untuk disandingkan dengan nama-nama besar avant-gardists dunia seperti Nam June Paik dan William Burroughs; mengingat mereka berada pada [setidaknya] label yang sama, Sub Rosa. Yes, we talk about Matthias Grübel, 26 tahun, seorang pemuda asal Berlin yang membuat proyek berbasis foundsounds/electro-acoustic bernama Phon°noir memukau banyak reviewer dunia dari mulai The Wire sampai All Music Guide mengenai rilisan terbarunya The Objects don't Need Us yang dirilis oleh QS, sublabel dari Sub Rosa akhir tahun kemarin. Wasted Rockers tergerak untuk mewawancarai musisi yang habis dihujani kritik positif ini mengenai proses kreatifnya dengan begitu detail. Jangan terlewat kalau kamu tidak ingin menyesal karena kehilangan momen yang begitu musikal dari musisi asal Berlin ini. Bagaimana ceritanya kamu bisa sampai bergelut di musik electro-acoustic/foundsounds? ke atas, band-band metal-core lokal era 2004 ke atas. *Air Guitar: Praktik yang dilakukan oleh para penggemar rock/metal sebagai reaksi mereka atas kesenangan pada musik, dengan cara menirukan gerak memainkan gitar imajiner. Masih ingat khan dulu ketika kalian bergaya seperti bermain gitar dengan menggunakan sapu atau raket badminton/tenis? Ballerina's Killer 'Pain Appetizer' EP (Malaysian repackage-edition) ProCDR (Self-released, 2008) Setelah merilis EP bertitel Pain Appetizer di tahun 2006 kemarin… Kini Ballerina's Killer di tahun 2008 kembali merilis ulang EP tersebut untuk pasar Malaysia dengan kemasan album yang baru, lagu-lagu yang direkam-ulang, dimix dan dimastering-ulang, juga dengan tambahan satu buah lagu baru. Lagu yang terasa sekali pembenahan soundnya (kalau dibandingkan dengan lagu yang sama di EP terdahulu) adalah di lagu pertama, yaitu “Elegi Sepagi Ini”. Lagu yang cocok untuk menjadi pembangkit mood di pagi hari ini, sekarang musiknya jadi terdengar lebih nyaman! Dilanjutkan dengan lagu kedua milik Klepto Opera berjudul “Sweet Revenge” yang bernuansakan semangat punk-rock Riot Grrrl* dengan sentuhan kental grunge (lagu ini tidak ada di EP sebelumnya). Lagu-lagu selanjutnya yakni: “Testimoni… “, “Tertawakanlah Duka” & “Dehidrasi” juga terdengar lebih baik mixingannya daripada di EP terdahulunya (terutama di sektor vokal, yang nampaknya melakukan perekaman ulang). Polesan-polesan di rekaman ini nampaknya juga makin meninggalkan kesan noisy & raw yang selama ini melekat pada mereka. Rekaman di repackage EP ini secara keseluruhan sudah jauh lebih bagus daripada EP sebelumnya, tapi sayang kurang didukung dengan desain sampul album yang menarik. Mudah-mudahan saja mereka kedepannya bisa membenahi hal ini… Segera hubungi band bagus dari Bandar Lampung ini di: myspace.com/ballerinaskiller untuk mendapatkan limited EP ini (mungkin saja mereka masih menyisakannya sedikit untuk pasaran Indonesia?). Dede Genre musik: Noise-Rock, Riot Grrrl, Post-Punk, Indie-Rock. Untuk penggemar: Band Of Susans, Lydia Lunch, Bikini Kill, L7, Hole, Lunachicks, The Breeders, Huggy Bear, Slant 6, Autolux, The Distillers. * Riot Grrrl: Sebuah frase yang merupakan paham manifestasi dari semangat gerakan Feminisme di scene punk. Bermula di USA pada tahun 1990. Banyak dianut oleh kaum Feminist wanita di scene punk/indiepop/post-punk. Diaplikasikan oleh mereka dengan cara membuat fanzine sendiri, label, band (yang dipimpin oleh wanita), mengorganisir pertunjukan, bahkan sampai ke aksi politik. Semuanya dimulai sekitar empat atau lima tahun yang lalu. Gw dulu main di pop akustik atau guitar-based indie music di beberapa band dalam waktu yang lama, ga ada yang spesial. Nah, pada titik tertentu, gw ngerasa gw butuh mencoba sesuatu yang baru. Waktu itu gw belum menemukan bentuk otentik ekspresi atau estetika yang mendukung untuk lagu-lagu gw. Kemudian gw mendengarkan banyak musik eksperimental lalu hasrat untuk menjalankan sesuatu yang tidak biasa tumbuh di diri gw. Gw memulainya dengan eksperimentasi melalui found-sounds dan programming. Gw akhirnya suka dengan cara bagaimana menggabungkan sound-sound mungil yang aneh dan berbagai sample yang ga biasa di musik gw, dan walau ini semua mengakibatkan gaya gw yang makin artistik atau cuma sekedar pendekatan yang dangkal, gw ngerasainnya Phon°noir 'The Objects Don't Need Us' CD (QS of Sub Rosa, 2007) Album ini menyajikan melankolia di setiap sudutnya. Yang membedakannya dari musisi lain adalah bahwa melankoliknya Phon°noir didominasi dengan foundsounds; unsur-unsur natural yang non-musikal yang “dipaksa” untuk mengiringi nada-nada sedih Matthias (orang di balik Phon°noir) dalam setiap lagunya. So that, kami mendapatkan resep sederhana ala Phon°noir: vokal setengah berbisik, gitar, sebuah laptop, dan barang-barang di sekitar anda. Musiknya juga terlalu pop untuk ukuran musisi yang bernaung di dalam sub-label legendaris Sub Rosa, tempat avantgardists dunia terdokumentasikan dengan baik di dalamnya. Kesederhanaan yang memikat di lingkungan yang begitu rumit. Sederhana? Tidak juga. Walaupun menu utama album ini adalah melankolia, Matt menyajikan berbagai pengalaman via keminimalan teknis yang ia berikan. “Invisible at Last” adalah yang paling “riang” di lagu ini karena dibantu dengan nada-nada mayor dengan tempo sedang, sample suara yang digunakan mengiringi tak henti-hentinya tanpa henti, namun tidak terdengar noisy. “Climbing Up that Hill” seharusnya memiliki nuansa indie-rock yang kental, namun track ini dimainkan layaknya sekumpulan teenagers yang mesti memainkan alat musiknya begitu pelan karena orang tuanya telah tertidur pulas di malam itu. “My Paperhouse on Fire” mungkin merupakan yang paling berisik untuk ukuran musik Phon°noir; diisi dengan glitch dari found-sounds yang diolah secara electroacoustic dengan sempurna. Di performances dan produksi Phonofix, kami berurusan dengan kesastraan yang rasanya seperti musik dan dengan musik itulah gw mencoba memfungsikannya sebagai teks. Ini benar-benar sesuatu yang rumit dan sangat berbeda dengan membuat musik pop yang sederhana. Kami bekerja dalam sejam live sets atau satu jam live radio, itu yang membuatnya berbeda. Tapi, menurut gw, perbedaan utamanya adalah ketika di Phon°noir gw bekerja sendiri, di Phonofix, kami adalah duo. Kami udah memutuskan untuk mengerjakan semuanya berdua. Jörg dan gw adalah musician yang menulis lirik/teks. Untuk gw sendiri, ini rasanya seperti bekerja untuk produksi teater atau film (seperti yang juga gw lakukan dari waktu ke waktu). Lo harus menempatkan musik tersebut ke dalam konsep yang lebih besar. Setiap soundnya sendiri tidak sama dengan ketika dimasukkan ke dalam konteks yang berbeda, karena itulah apa yang udah terbilang beres di Phon°noir belum tentu terdengar beres dengan apa yang kami lakukan di Phonofix. Fungsi musik tidak diset mutlak di sana, begitu juga di produksi teater. So, bagi gw ini bener-bener berbeda dari cara kerjanya sebagai interaksi yang memiliki banyak faktor. Faktor tersebut mempengaruhi sounds dan sounds tersebut dibutuhkan. Perbedaan ini adalah sesuatu yang menarik bagi gw. memberikan inspirasi di kreativitas gw. Orangorang yang gw temui, teman-teman dan karya mereka, kota gw, masa lalu gw, masa depan gw. Menurut gw, seperti semua orang, gw secara ga sadar menyimpan hal-hal kecil yang gw alami di kepala seperti kilasan kota, orang-orang, percakapan, gambaran, aroma, mimpi-mimpi dan lain sebagainya. Dan ketika gw membuat musik, semua ini bagaimanapun memancing ide gw dan membentuk outputnya nanti dalam berbagai cara. Ceritakan kepada kami tentang experimental/avant-garde scene di Berlin! Gw ngeri mengecewakan lo mengenai ini. Aneh banget scene di Berlin ini, loh! Gw ga ngerasa gw adalah bagian dari scene manapun. Pada saat yang sama gw ga berpikir bahwa sesuatu seperti "scene for experimental music" eksis sepenuhnya di kota ini. Ada ribuan orang dari seluruh belahan dunia hidup di sini dan mengerjakan kepuasan musikan mereka sendiri, tentunya banyak juga keterkaitan di antara mereka. Gw juga berteman dengan beberapa musisi lain dan label-label tapi dari sudut pandang gw, itu tuh ga berfungsi selayaknya sebuah scene. Bagi gw, ini tuh ga pernah ada batasan atau "anggota" atau apapun. Yang pasti, Berlin adalah kota yang penuh dengan musisi inspiratif dan berbagai genre. Di sini tuh mungkin banget untuk nonton konser-konser menarik setiap malamnya. So, kenapa lo ga coba datang aja ke sini dan lihat sendiri? Ga akan rugi deh! (i beg you to buy me a ticket to your city :P red.) Selanjutnya apalagi buat Phon°noir? Album baru atau ada kejutan lainnya tahun ini? Tahun 2008 udah bener-bener menyibukkan gw sejauh ini walaupun juga ga akan ada rilisan terbaru dari Phon°noir di tahun ini. Tapi gw udah rekaman dan ngebuat beberapa lagu baru. Walaupun begitu gw tetap membutuhkan waktu lagi saat ini karena gw juga berencana untuk kolaborasi dengan musisi-musisi lain, juga melibatkan instrumen-instrumen musik klasik. Jadi, gw malah memilih bekerja di banyak proyek yang berbeda daripada membuat sesuatu yang besar. Sekitar bulan Juni atau Juli, Phon°noir merilis satu lagu baru yang dimasukkan ke dalam Apa saja pengaruh-pengaruh besar di musik kompilasi label spesialis musik eksperimental asal Phon°noir? Dan kamu sebagai Matthias Grübel? jepang bernama Symbolic Interaction, yang juga ditemani dengan sebuah videoklip. Gw mendapatkan pengaruh dari berbagai banyak sumber. Musik cuma salah satu dari mereka. Gw juga ngumpulin versi remix dari album terakhir Yang pasti banyak musisi/produser yang karyanya gw The Objects Don't Need Us yang diisi oleh penting dengan apa yang juga gw lakukan, Calika, Mikhail Karikis, dan beberapa lainnya. beberapanya adalah Radiohead, Four Tet, Versi remix ini akan dimasukkan sebagai Fennesz, CocoRosie, Leonard Cohen, Calika. download only album di label Sub Rosa tahun ini. Daftar tersebut tidak akan berakhir kalau gw tulis Gw juga lagi sibuk ngeremix lagu dari musisi di sini. Selain musik, kebanyakan berkutat dengan lainnya. Dan gw juga selalu kontribusikan musik seni lainnya seperti minimal art, sound ke produksi-produksi teater plus bermain live tapi installations, dan kesusastraan. Travelling dan ga ada tur. kehidupan rutin normal tiap harinya juga tetap mengakui bahwa musik ini bercitarasa, atau menjadikan musik ini sebatas guilty pleasure yang membuat kalian gelisah tak karuan, seperti saya yang tidak pernah mengakui sampai dua tahun terakhir bahwa saya adalah penggemar Suzanne Vega sejak kecil. Wasted Rockers mewawancara Rendy di tengah kesibukannya bekerja tentang musiknya. Saya yang terlalu amazed dengan musiknya membuat pertanyaan begitu panjang dan bertele-tele. Maafkan saya. Ini dia, [rendyasradahnial]... I really love your music style. Estetika musikal yang lo berikan di EP Dialog menarik banget. Purely ballads aesthetics, tapi dibalut sama musik yang terdengar amat digital. Kekuatan balladsnya begitu hebat, sampai gw "ngelupain" hal bahwa semua lagu lo dibuat dengan proses yang begitu digital (seperti software musik, dll, sementara ballads lebih umum berada di teknik akustik/analog). Sebenarnya, sejauh apa kedigitalan merasuk di musik [rendyasradahnial]? Digital buat gua itu pelarian dari keinginan gua buat bikin musik secara analog. Kalau pun boleh milih, gua lebih prefer analog. Tapi yang jadi masalah, cari orang yang cocok buat bikin gua setuju sama suara yang bakal dihasilkan analog itu yang susah. Mungkin perlu drumer semisal B.J Wilson (Procol Harum) buat meyakinkan gua untuk yakin sama analog, entah sosial gua yang masih di lingkaran yang terlalu kecil buat sadar kalau banyak orang yang se-pop gua atau Cuma sedikit yang mendengar [rendyasradahnial]. Mereka yang beruntung adalah teman-teman terdekat, gua yang terlalu kekeuh. Sepertinya sosialisasi gua yang jauh dari luas sih, tapi yah itu kan tapi. Buat yang diberikan EP keduanya berjudul Dialog secara sekarang, digital masih akan gua jalanin sampe cuma-cuma dalam format MP3, yang kedua adalah nemuin "mereka". Haha. orang-orang yang selalu penasaran dengan aktualitas musik indie mutakhir di Indonesia indeed with their Aransemen dan belokan nada-nada yang tidak high tastes. disangka adalah permata di Dialog. Tidak banyak musisi di Indonesia dapat melakukan itu. Rufus Teknis yang ia pilih, musik yang dimainkan, sample Mengapa saya menggunakan kata “beruntung” di awal Wainwright dan Ron Sexsmith begitu mempengaruhi yang digunakan, membuat musik Phon°noir terdengar kalimat tersebut? Karena perasaan itulah yang saya lo. Tapi hebatnya, musik lo memiliki distingsi amat detail. Tanpa perlu ribut-ribut, Matt memperkaya dan orang-orang yang telah merasakan musik signifikan dari idola-idola lo. Apa yang lo "lakukan" telinga pendengarnya dengan keintiman luar biasa di [rendyasradahnial] ketika pertama kali mendengar atas musik mereka (idola-idola lo)? Bagian apa musiknya. Minimal adalah ciri utama album ini, dan; seluruh isi rilisan ini. Beruntung karena amat sedikit yang lo "ambil" dari mereka untuk musik lo? sekali lagi, melankolia adalah apa yang disajikan musisi indie di Indonesia dapat melakukan apa yang album ini. Period. - Gem Rendy lakukan: memberikan sesuatu yang ramah Buat Rufus, gua setuju kalau gua memang telinga, ringan, namun bercitarasa tinggi. terpengaruh banyak dari dia. Kalau Ron, gak terlalu Genre musik: found-sounds, electronic, minimal juga. Setelah Rufus itu malah Daniel Johns Untuk penggemar: Psapp, .tape., Apparat, Fennesz, Kalian yang sudah terlalu jijik dengan term “pop” di (Silverchair) yang jadi mempengaruhi gua. Balun, Four Tet, Sweet Trip, Brian Eno, Moskitoo, dunia musik, mungkin akan berpikir ulang setelah Sederhana, itu yang gua dapet dari mereka. Lihat Filfla mendengar musiknya. Pilihannya hanya dua; Gw juga baru ngerilis radioplay pertama gw bersama Phonofix, yang kedua akan dirilis di autumn tahun ini. Kami juga mengadakan tur lagi. Gw juga memulai proyek ambient/experimental Telekaster di winter tahun ini. Gw udah ngerekam beberapa lagu dan saat ini, proyek tersebut adalah pusat perhatian gw. Gw berharap album Telekaster beres di musim panas tahun ini, gw udah nyari label. Jadi, banyak yang bakal terjadi saat-saat ini. Dan pastinya, beberapa kejutan di record store di kota kami. - Gem Read Me Electro-acoustic: penggabungan proses teknis elektronik dengan analog akustik di sebuah musik. Electro-acoustic tidak merujuk pada genre tertentu, namun lebih kepada ruang teknis, seperti lo-fi, hi-fi, jangle, dsb. Biasanya pengambilan sample suara dilakukan via instrumen akustik, lalu selanjutnya dibumbui secara elektronis melalui software atau hardware “perantara” yang difungsikan juga sebagai instrumen.Software yang biasa digunakan biasanya yang berbentuk live-based instrument seperti Ableton Live dengan--tak lupa--sebuah controller untuk mengendalikannya. Sub Rosa: label asal Brussels ini dulunya merekam dokumentasi karya-karya avant-gardists dunia seperti Marchel Duchamp, Nam June Paik, dan William Burroughs. Dibentuk pada akhir 80-an dan merilis albumalbum musik elektronik pada pertengahan tahun 90-an. Kalian yang tergila-gila dengan avant-garde things, akan suka label ini. Pemilik label ini, Guy Marc Hinant saat ini sedang membuat dokumenter tentang musik avant-garde sejak perang dunia kedua! Berlin: ibukota Jerman yang memiliki fenomena musik elektronik terbesar di antara kota-kota lainnya di dunia. Apparat, Modeselektor, Ellen Allien adalah tiga nama yang sedang dilihat oleh seluruh mata pecinta musik elektronik dunia saat ini. Festival-festival musik yang membuat kota ini jadi sorotan adalah Maerz Musik (various cutting edge music), Schlagstrom (noise and industrial), dan Love Parade (indie-pop and indie-rock). Jangan lupa juga label-label asal kota ini seperti !K7, Shitkatapult, dan Tresor yang rilisannya kini malah dicari banyak hipster di kota-kota besar dunia! Four Tet: proyek solo dari seorang postrockers Fridge asal Inggris bernama Kieran Hebden ini banyak mempengaruhi musisi-musisi yang akrab di teknik rekaman sampling music. Hebden menggunakan sample sebagai unsur utama di musiknya. Ia mencampuradukkan beberapa sample untuk membuat lagu-lagu yang berbasis di folk, elektronik, dan jazz. Artis andalan Domino Records ini sudah banyak meremix karya musisi lain dari Beth Orton, Bloc Party, sampai Radiohead, dan masih banyak lagi. Eksperimental: secara umum eksperimental menggambarkan keadaan eksplorasi selanjutnya yang menjelajah beyond formalitas. Saat ini, banyak yang menjadikan eksperimental sebagai apologi bagi mereka yang dangkal terhadap sesuatu namun “dibentuk” agar terlihat keren. Pada akhirnya eksperimental adalah ajang kedangkalan liar tak berguna dan akhirnya malah menjadi the new pop music. Tidak seperti lautan konseptual yang digagas John Cage sampai ke Sapto Raharjo. “Experimental” di kolom genre MySpace music menjadi nilai tambah dan pendongkrakan intriguing saat ini. So, ubahlah genre di MySpace page kalian menjadi kata ini, dan rasakan pertambahan teman baru serta pujian seperti “gila! Musik kalian aneh!” Foto Phon°noir oleh Matthias Grubel Daniel Johns ngerubah Silverchair dari Neon Ballroom ke Young Modern yang dijembatanin sama Diorama. Itu dahsyat. Dari alternative-rock ke pop (setuju? Hehe). Orientasi gua mendengarkan musik sekarang lebih ke cara mereka ngatur suara biar sampe di kupingnya nyaman, itulah yang gua "ambil" dari mereka. Afterall, belajar itu sesuatu yang beda banget sama meniru. Songwriting lo keren banget! Terdengar personal namun tidak terjebak nuansa subjektif. Apakah ini adalah memoir? Atau emang guliran wacana lo tentang hidup, cinta, dsb, kemudian lo berharap orang lain mampu mendefinisikan apa yang udah lo gulirkan? Lirikal di musik [rendyasradahnial] yang pasti kebanyakan dari memoir, atau yang akan gua alamin [mungkin] nanti. Memang personal, karena gua gak berani buat guessing perasaan orang lain kayak gimana. Takut salah. :) Tentang definisinya, i might be to obvious on writing it. Haha. Gua rasa definisi kan tentatif, terserah yang ngederin mau ngartiin apa. Gua rasa yang ngedengerin juga gak akan nebak terlalu jauh karena ke-terlalujelas-an nya.. Hihi. Selain sebagai teman-teman terdekat lo, Psikopat* adalah major influence di musik [rendyasradahnial]. di Indigitalization terasa sekali hubungan itu. namun di Dialog sudah tidak begitu terasa. Bagaimana lo memandang Psikopat dulu dan saat ini? Psikopat dulu itu brutal. "kalau mukul drum yang kenceng, Ren!" Kayaknya itu kalimat ada di kepala gua tiap kali ikut mereka latihan atau nonton mereka perform. Indigitalization memang proyek iri sama Psikopat. Cara Wino nulis lirik juga sedikit gua bikin ngiri, cerdas. Psikopat sekarang itu dewasa. Mereka lebih ngerti sama diri masing-masing sekarang. Tapi mereka gak pernah tua, dulu maupun sekarang. Nanti juga. Haha. - Gem (kontak: Rendy, http://www.myspace.com/rendyasradahnial) Ulasan Dialog dapat kalian baca di Wasted Rockers edisi 13! Ketinggalan versi cetaknya? Download saja melalui http://wastedrockers.wordpress.com. Gratis! *Psikopat: tidak banyak yang mengetahui tentang band ini. Band asal Bogor ini memiliki metode lirikal yang bagus, mereka memainkan musik dan secara intuitif mengeluarkan kata-kata. Amanda Orchids adalah “anak” dari band ini.