Uploaded by User79567

Pencegahan Pencoklatan Enzimatis

advertisement
Tanggal praktikum
Tanggal Penyerahan Laporan
: 24 November 2020
: 26 November 2020
PENCEGAHAN PENCOKLATAN ENZIMATIS PADA BAHAN
PANGAN
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAYURAN DAN
BUAH-BUAHAN
Oleh
David Restu Mahesa (1607198)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Pencoklatan Enzimatis Pada Bahan Pangan
Pada beberapa sayuran karakteristik fisik menjadi tolak ukur kualitas
dikarenakan karakteristik fisik merupakan cara menentukan kualitas sayuran
hanya dengan melakukan pengamatan sederhana yang mengandalkan indera
manusia. Sayuran biasa dikonsumsi dalam kondisi mentah, setengah matang,
dan atau setelah dimasak terlebih dahulu. Dalam proses pengolahannya
perlakuan khusus diterapkan agar hasil akhir yang diinginkan diperoleh.
Sayuran yang biasa dikonsumsi bisa mengalami penurunan kualitas ketika
pada proses pengolahan dilakukan secara kurang tepat.
Penurunan kualitas yang terjadi berupa perubahan karakteristik fisik
dan kimia kearah yang negatif dan atau kearah yang kurang disukai
konsumen. Pencoklatan (browning) adalah salah satu proses perubahan fisik
yang sering terjadi pada sayuran dan buah-buahan. Proses pencoklatan
(Browning) dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu secara enzimatis dan nonenzimatis.
Pada bahan segar pencoklatan enzimatis terjadi pada sayuran dan
buah-buahan yang banyak mengandung substrat fenolik beserta turunannya
seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin. Senyawa
fenolik dengan jenis ortohidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan
merupakan substrat yang paling mempengaruhi proses pencoklatan
Reaksi pencoklatan ini dapat terjadi ketika jaringan tanaman
mengalami luka dan kerusakan secara mekanis yang merusak integritas
jaringan tanaman, sehingga enzim melakukan kontak dengan substrat yang
merupakan asam amino tirosin dan komponen fenolik lainnya sehingga akan
dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin (dopa) dan dioksidasi
menjadi kuinon oleh enzim phenolase (Blackwell, 2012).
Pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan flavor yang
terbentuk. Reaksi ini pada bahan pangan memiliki dampak menguntungkan
dan juga dampak yang merugikan disesuaikan dengan keperluan pengolahan.
Pada wortel, warna sangat mempengaruhi tolak ukur kesukaan konsumen
terhadap bahan segar. Perubahan yang terjadi di pencoklatan enzimatis tidak
hanya mengurangi kualitas visual tetapi juga menghasilkan perubahan rasa
serta hilanya nutrisi. Laju pencoklatan enzimatis dapat dihambat melalui
beberapa metode berdasarkan prinsip inaktivasi enzim, penghambatan reaksi
substrat dengan enzim, penggunaan chleating agents, oksidator maupun
inhibitor enzimatis (Blackwell, 2012). Cara konvensional yang biasa
dilakukan adalah perlakuan pemanasan (blanching dan atau steam
blanching).
1.2.
Metode
Pengupasan dan pengecilan ukuran dilakukan menggunakan pisau
berbahan stainless steel. Perlakuan dalam penelitian ini adalah tanpa
perlakuan (P0), perendaman dalam air (P1), blanching (P2), dan steam
blanchig (P3) pada sampel berupa wortel yang sudah dikupas, dicuci, dan
dikecilkan ukurannya. Uji hedonik meliputi warna, aroma, dan tekstur
dilakukan tanpa pengulangan.
BAB II HASIL
2.1.
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Uji Hedonik Wortel
Perlakuan
Wortel
P0
Warna
Aroma
Oranye
++
Khas +++
Tekstur Keras +++
P1
Oranye ++
P2
P3
Oranye +++
Khas +++
Oranye
+++
Khas +
Keras +++
Keras ++
Keras ++
Khas +
Keterangan: tanda (+) menunjukan intensitas pada setiap sifat fisik yang
dihasilkan.
Pada P2 dan P3 metode blanching dan perendaman di air es dilakukan
selama 3 menit pada setiap sampel. Warna wortel pada P1 tidak mengalami
perubahan warna dibandingkan dengan P0 ketika diamati. Pada P2 dan P3
warna oranye mengalami megalami sedikit penggelapan. Aroma pada P1
tidak menunjukkan perubahan dibandingkan dengan P0, pada P2 dan P3
menjukkan wortel kehilangan intensitas aroma. Tekstur pada pada P1 tidak
berdeda dengan tekstur pada P0, pada P2 dan P3 wortel mengalami sedikit
pelunakkan.
2.2.
Dokumentasi
Wortel P2
Wortel P1
Wortel P3
Wortel P0
BAB III PEMBAHASAN
3.1.
Pembahasan Hasil Pengamatan
Pengujian hedonik dilakukan dengan menggunakan indera perasa,
penglihatan, dan peraba. Hasil pengujian hedonik meliputi 3 parameter yaitu
warna, aroma, dan tekstur. Perubahan ditunjukkan oleh wortel P2 dan P3 pada
seluruh parameter hasil. Warna oranye wortel P2 dan P3 mengalami
penggelapan warna yang artinya pada P2 dan P3 warna oranye yang
dihasilkan semakin gelap. blanching menurunkan nilai L* (lightness) pada
berbagai varietas sayuran (Volden, 2009). di mana perebusan dan pengukusan
menurunkan nilai L* (lightness) pada wortel (Miglio 2008). penurunan nilai
L* (lightness) menunjukkan bahwa sampel semakin gelap (Barret, 2000).
Aroma wortel mengalami perubahan pada P2 dan P3 ditunjukkan oleh
hasil pengamatan, perubahan berupa berkurangnya intensitas aroma wortel
dibandingkan dengan P0 dan P1. Hal ini disebabkan karena blanching
merupakan salah satu teknik pemanasan yang dapat memperbaiki aroma yang
tidak diinginkan. Blanching yang dilakukan memberikan efek hilangnya
aroma khas langu dari kedua bahan tersebut. Penguapan yang terjadi pada
pemanasan menyebabkan aroma spesifik bahan sulit dipertahankan
(Puspasari, 2009).
Perubahan tekstur berupa pelunakan terjadi pada wortel P2 dan P3.
Penurunan tingkat kekerasan pada varietas sayuran setelah blanching
disebabkan karena selama blanching, sayuran mengalami proses pemanasan,
struktur membran selnya rusak dan menyebabkan selnya terpisah, hal itu
mengakibatkan hilangnya tekanan turgor pada dinding sel sehingga tekstur
sayuran blanching menjadi lebih lunak daripada sayuran segar (Miglio,
2008).
Secara keseluruhan, perlakuan pada wortel P2 dan P3 dianggap paling
efektif. Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya
bereaksi optimum pada suhu 30-40ºC. Pada suhu 45ºC enzim mulai
terdenaturasi dan pada suhu 60ºC mengalami dekomposisi (Arsa, 2016).
BAB IV SIMPULAN
4.1.
Kesimpulan Hasil Pembahasan
Perlakuan pemansan dan pendinginan pada P2 dan P3 meningkatkan
kualitas fisik wortel berupa warna namun akan menurunkan kualitas aroma.
Wortel P2 dan P3 mengalami sedikit pelunakan tekstur. Secara keseluruhan
perlakuan yang dianggap efektif untuk menghambat proses pencoklatan
enzimatis adalah P2 dan P3, hal ini diperkuat dengan pernyataan pada
pembahasan bahwa penerapapan pemanasan pada bahan segar akan
menginaktivasi enzim yang berperan dalam proses pencoklatan enzimatis.
DAFTAR PUSTAKA
Arsa, M. (2016). Proses Pencoklatan (Browning Process) Pada Bahan
Pangan. Universitas Udayana Denpasar.
Barrett, D. M.; E.L. Garcia; G. F. Russell; E. Ramirez; dan A. Shirazi. (2000).
Blanch Time and Cultivar Effects on Quality of Frozen and Stored Corn
and Broccoli. Journal of Food Science Vol. 65, No. 3: 534-540.
Blackweel, Wiley, (2012). Food Biochemistry and Food Processing, 2nd
(ed). New York.
Miglio, C.; E. Chiavaro; A. Visconti; V. Fogliano; dan N. Pellegrini. (2008).
Effects
of
Different
Cooking
Methods
on
Nutritional
and
Physicochemical Characteristic of Selected Vegetables. Agricultural
and Food Chemistry 56:139-147.
Puspasari, W. (2009). Pengaruh Penutupan dan Suhu pada Proses Perebusan
terhadap Karakteristik Siru Wortel (Daucus carota L. Agrotekno, 15(1):
25--29, (Online), (www.Google. com, diakses 24 November 2020).
Volden, J.; G. B. Bengtsson; dan T. Wicklund. (2009). Glucosinolates, LAscorbic acid, total phenols, anthocyanins, antioxidant capacities and
colour in cauliflower (Brassica oleracea L. ssp. botrytis); effects of
long-term freezer storage. Jornal of Food Chemistry 112: 967-976.
Download