LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI DISUSUN OLEH : NAMA: MUTIARA MULHATIPA NIM: P00341019032 TINGKAT: 2A KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES KENDARI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK TAHUN 2020 PEMERIKSAAN CACING TREMATODA PADA KEONG A.PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Trematoda atau cacing daun termasuk dalam filum Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Banyak sekali macam hewan yang dapat berperan sebagai hospes definitif bagi cacing trematoda. Tidak ketinggalan manusia pun merupakan hospes utama bagi cacing trematoda. Trematoda menurut tempat hidupnya dibagi menjadi empat yaitu trematoda hati, trematoda paru, trematoda usus, dan trematoda darah (Sutanta, 2009). Pada manusia infeksi Trematoda dapat terjadi melalui berbagai macam jalan. Pada Schistosoma, stadium infektif cacing ini adalah serkaria yang memasuki tubuh hospes definitive secara aktif dapat menembus kulit yang tak terlindungi pada waktu berada di dalam air (Soedarto, 2011). Dalam siklus hidupnya, trematoda memerlukan hospes perantara untuk pertumbuhan dan perkembangannya, berupa Mollusca (biasanya kelas Gastropoda), orang awam biasanya menyebutnya degan siput. Siput dapat dengan mudah ditemukan di lingkungan yang lembab atau berair. Salah satu contoh lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan siput adalah daerah persawahan. Keberadaan Siput di persawahan ini diikuti dengan terdapatnya hewan-hewan lain seperti bebek, sapi, dan kambing yang merupakan hospes definitif dari trematoda. Hal ini menyebabkan siput yang terdapat di persawahan kemungkinan mengandung trematoda yang berpotensi sebagai penyebab infeksi pada manusia. Siput merupakan perantara (hospes) dari cacing trematoda yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada tubuh siput tersebut berkembang serkaria yang pada waktu tertentu keluar mencari hospes untuk bertumbuh lebih lanjut. Apabila mendapatkan hospes maka mirasidium tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan dengan menembus kulit, selanjutnya akan masuk dalam pembuluh darah dan bertumbuh menjadi cacing dewasa (Hafsah, 2013). 2. TUJUAN PRAKTIKUM Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi larva cacing trematoda pada sampel siput yang diperiksa. B.METODE 1. Metode Pemeriksaan Metode yang digunakan adalah uji identifikasi trematoda pada gastropoda dengan sampel keong mas dan kraca. Sampel didapatkan dengan mengambil dari sawah atau rawa-rawa. Metode yang digunakan adalah dengan memotong segmen ketiga dari ujung tubuh sampel untuk mengidentifikasi adanya larva serkaria yang berkembang biak secara aseksual dalam tubuh siput tersebut. 2. Alat dan Bahan • Objek glass • Talenan / alas kayu • Cover glass • Tisu • Mikroskop • Keong Mas • Pisau • Kraca 3. Cara Kerja • Sampel keong mas/kraca disiapkan. • Sampel diletakkan di atas talenan. • 3 segmen dari ujung pada cangkang sampel dipotong. • Lendir yang terdapat dalam potongan segmen diulaskan pada objek glass, dan ditutup dengan cover glass. • Sampel diamati di bawah miroskop. C.HASIL SPESIES SAMPEL KEONG MAS KRACA Dicrocoelium dendriticum - + Fasciola hepatica - - Fasciola buski - - Paragonimus w. - - Schistosoma haematobium - - Schistosoma japonicum - - Schistosoma mansoni - - D. PEMBAHASAN Dalam praktikum ini, dilakukan pembelahan keong mas dan kraca. Berdasarkan pemeriksaan siput jenis kraca ditemukan larva mirasidium dan redia. Larva mirasidium dan redia yang teridentifikasi memiliki ciri-ciri antara lain: - Berbentuk oval - Berwarna coklat tua Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka siput jenis kraca telah terinfeksi larva trematoda dari spesies Dicrocoelium dendriticum. Sedangkan pada pemeriksaan siput jenis keong mas tidak terinfeksi larva cacing Trematoda. Kemungkinan besar wilayah pengambilan sampel siput jenis keong mas bukanlah wilayah endemis infeksi larva cacing Trematoda. Dalam jurnal internasional dari R.A. Peterson (2013) menyatakan bahwa trematoda bereproduksi aseksual di hospes perantara I (siput), menghasilkan ribuan serkaria untuk ditransmisikan ke hospes perantara II. Semisulcospira testudinaria sangat umum ditemukan pada sungai dan anak sungai, dan terdapat pada saluran irigasi serta persawahan. Dalam tubuh siput sebagai hospes perantara, trematoda mengalami pertumbuhan aseksual berupa pertumbuhan/perkembangan larva. Sporokista merupakan larva trematoda stadium kedua (setelah mirasidium). Sporokista terbentuk di dalam tubuh moluska. Redia merupakan larva stadium ketiga yang juga terbentuk dalam tubuh moluska, dan yang terakhir adalah serkaria yang merupakan stadium terakhir trematoda. Serkaria terbentuk di dalam tubuh moluska. Larva berekor ini akan meninggalkan tubuh moluska, hidup bebas di dalam air atau kemudian membentuk kista pada tumbuhan atau hewan lainnya. Serkaria mencapai bentuk yang khas yaitu tubuh elips, ekor panjang bentuk lokomosi, sudah mempunyai oral sucker dan ventral sucker bermacam-macam alat seperti duri atau jarum, alat pencernaan, sistem reproduksi sederhana, sistem ekskresi, kelenjar kepala uniseluler, dan lubang-lubang saluran disekitar oral sucker. Serkaria Schistosoma sp dapat menembus kulit hospes definitif karena larva ini membentuk sekret litik yang dihasilkan oleh kelenjar sefalik. Serkaria ini juga dapat masuk ke dalam jaringan hospes perantara siput, serkaria dapat menginfeksi inang perantara baru. Metode pada praktikum terdapat kelebihan, yaitu mudah dilakukan, membutuhkan waktu yang sebentar, dan alat yang digunakan pun sederhana. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalahmembutuhkan kehatihatian saat memotong keong mas dan kraca karena berisiko pecah. Dari hasil praktikum, diketahui bahwa sampel keong mas yang diperiksa tidak ditemukan larva-larva trematoda. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : 1. Sawah tempat pengambila sampel sudah tidak lagi menggunakan ternak sapi, sehingga lingkungan tanah dan kondisi air di persawahan tersebut tidak terkontaminasi oleh trematoda. 2. Keong tidak terinfeksi serkaria karena sanitasi / lingkungan habitatnya yang tidak terkontaminasi. 3. Petani sudah tidak menggunakan pupuk kandang 4. Daerah ditemukannya keong mas belum tercemar. E.KESIMPULAN 1. Trematoda atau cacing daun termasuk dalam filum Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Banyak sekali macam hewan yang dapat berperan sebagai hospes definitif bagi cacing trematoda. Tidak ketinggalan manusia pun merupakan hospes utama bagi cacing trematoda. Trematoda menurut tempat hidupnya dibagi menjadi empat yaitu trematoda hati, trematoda paru, trematoda usus, dan trematoda darah 2. Berdasarkan pemeriksaan siput jenis kraca ditemukan larva mirasidium dan redia, sedangkan pada pemeriksaan siput jenis keong mas tidak ditemukan larva trematoda. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil negatif untuk keong mas antara lain: a. Tidak menggunakan tinja hewan (sapi) untuk pupuk. b. Tidak menggunakan sapi sebagai alat untuk membajak sawah. c. Sanitasi lingkungan sudah baik d. Daerah ditemukannya keong mas dan kraca belum tercemar. DAFTAR PUSTAKA Sutanta, Inge, dkk. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat.Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hafsah. 2013. “Karakteristik Habitat dan Morfologi Siput Ongcomelania Hupensis LindoensisSebagai Hewan Reservoir dalam Penularan Shistosomiasis pada Manusia dan Ternak di Taman Nasional Lore Lindu”. J. Manusia Dan Lingkungan, Volume 20(2): 144-152. Peterson, R.A. 2013. Relative competence of native and exotic fishhosts for two generalist native trematodes.International Journal for Parasitology: Parasites and Wildlife 2: 136–143 Marwoto, Ristiyanti dan Isnaningsih, R Nur. 2012. “The Freshwater Snail Genus Sulcospira Troschel, 1857 From Java, With Description Of A New Species From Tasikmalaya, West Java, Indonesia (Mollusca: Gastropoda: Pachychilidae)”. The Raffles Bulletin Of Zoology 2012 60(1): 1–10 : Singapore Studer dan Poulin. 2014. “Analysis Of Trait Mean And Variability Versus Temperature In Trematode Cercariae: Is There Scope For Adaptation To Global Warming?”. International Journal of Parasitology 44 (2014) 403–413. New Zealand. (journal homepage: www.elsevier.com/locate/ijpara) Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta Sodarto. 2009. Pengobatan Penyakit Parasit. Surabaya. Sagung Seto. Lampiran a) Hasil pemeriksaan siput jenis keong mas (Pomacea canaliculata) b) Hasil pemeriksaan siput jenis Kraca (Pila ampullaceae)