MENGENAL CEKUNGAN DI INDONESIA Disusun ole Marwan Manaki Cekungan sedimen adalah sebuah tempat di kerak Bumi yang relative lebih cekung dibandingkan tempat sekitarnya dimana sungai-sungai mengalir/bermuara, danau atau laut berlokasi, tempat sedimen-sedimen diendapkan. Setelah mengalami proses geologi selama jutaan tahun, maka cekungan sedimen itu bisa berisi batuan sedimen yang ketebalannya bisa beragam dari beberapa ratus meter sampai beberapa puluh ribu meter. Asal-usul dari suatu cekungan sedimenter berhubungan sedemikian rupa dengan pergerakan krustal dan proses lempeng tektonik. Beberapa klasifikasi tektonik untuk pembagian tipe-tipe cekungan telah banyak diajukan (Dickinson, 1974; Bally dan Snelson, 1980; Kingston, Dishroon, dan William, 1983; Mitchell dan Reading, 1986; Klein, 1987; Ingersoll, 1988; Ingersoll dan Busby, 1995). Ingersoll dan Busby (1995) menekankan bahwa cekungan sedimen dapat terbentuk oleh empat susunan tektonik yaitu divergen, Intraplate, konvergen, transform dan juga dalam seting hybrid. Jenis cekungan sedimen yang berbeda dapat di identifikasi dalam variasi setingan yang didasarkan pada: 1. Jenis kerak dimana cekungan itu berada. 2. Posisi dari cekungan itu terhadap plate margin. 3. Untuk cekungan yang terletak dekat dengan plate margin, jenis interaksi lempeng yang terjadi selama proses sedimentasi berlangsung (Dickinson, 1974; Miall, 2000). Berikut ini tipe-tipe utama cekungan sedimen dan seting tektoniknya : a. Seting Divergen Terestrial rift valley: Rift di dalam kerak benua yang berasosiasi dengan vulkanisme bimodal. Contoh modern: RioGrand Rift (New Mexico). Proto-ocean rift troughs: Bentuk evolusi awal dari cekungan samudra yang dialasi oleh lempeng samudra baru dan di diapit di kedua sisinya oleh rifted continental margin yang masih muda. Contoh modern: Laut Merah. b. Seting Intraplate Continental rises dan terraces: Rifted continental margin yang sudah matur dalam suatu seting intraplate pada pertemuan kontinen-samudra. Contoh modern: Pesisir timur USA. Continental embankment: Progadasi wedge sedimen yang terbentuk di tepian suatu rifted continental margin. Contoh modern: Pesisir Teluk Missisipi. Cekungan Intrakratonik: Cekungan kratonik luas yang dialasi rift fossil pada zona axialnya. Contoh modern: Cekungan Chad (Africa). Platform Kontinental: Kraton stabil yang dilapisi oleh strata sedimen tipis dan secara lateral melampar luas. Contoh modern: Laut Barents (Aisa). Cekungan samudra aktif: Cekungan yang dialasi oleh lempeng samudra yang terbentuk pada batas lempeng divergen, tidak berhubungan dengan sistem arch-trench (spreading masih aktif). Contoh modern: Laut Pasifik. Kepulauan Oseanik, aseismic ridge and plateu: Apron sedimen dan dataran yang dibentuk pada seting intraoseanik selain tipe busur magmatic. Contoh modern: gunung bawah laut Emperor-Hawaii. Cekungan samudra dorman: cekungan yang dialasi oleh lempeng samudra, yang tidak mengalami spreading atau subduksi(tidak terdapat plate boundaries aktif di dalam atau di bagian cekungan lain yang berdampingan). Contoh modern: Teluk Meksiko. c. Seting Konvergen Trenches: Palung yang sangat dalam, dibentuk oleh proses subduksi dari litosfer samudra. Contoh modern: Palung Chile. Cekungan Trench-Slope: Struktur depresi local yang berkembang pada kompleks subduksi. Contoh modern: Trench Amerika Tengah. Cekungan For-arc: Cekungan yang berada pada gap antara arc dan trench. Contoh modern: Sumatra. Cekungan Intra-arc: Cekungan di sepanjang platform arc yang termasuk gunung api superposed dan overlapping. Contoh modern: Lago de Nikaragua. Cekungan Back-arc: Lempeng samudra di belakang busur magmatic intraoseanik(termasuk cekungan intra-arc di antara busur aktif dan remnant), dan cekungan kontinen di belakang busur magmatic continental-margin tanpa forelanf fold-thrust belts. Contoh modern: Marianas. Cekungan Samudra Remnan: cekungan samudra yang mengecil akibat terperangkap antara continental margin dan atau sistem arc-trench yang saling bertabrakan, dan pada akhirnya mengalami subduksi dan terdeformasi di dalam suatu suture belts. Contoh modern: Pesisir Bengal. Cekungan Peripheral Foreland: Cekungan foreland yang terletak di atas rifted continental margin yang telah ditarik ke dalam zona subduksi selama proses tabrakan krustal(tipe utama dari tumbukan yang berhubungan dengan foreland). Contoh modern: Teluk Persia. Cekungan Piggyback: Cekungan yang terbentuk dan terbawa di atas suatu thrust sheet yang bergerak. Contoh modern: Cekungan Peshawar (Pakistan). Cekungan Foreland Intermontane: Cekungan yang terbentuk di antara pengangkatan basement-cored di suatu seting foreland. Contoh modern: Cekungan Sierra Pampeanas (Argentina). d. Seting Transform Cekungan Transtensional: Cekungan yang terbentuk oleh proses ektensi di sepanjang sistem patahan Strike-slip. Contoh modern: Laut Salton California. Cekungan Transpressional: Cekungan yang dibentuk oleh kompresi di sepanjang sistem patahan strike-slip. Contoh modern: Cekungan Santa Barbara California(foreland). Cekungan Transrotasional: Cekungan yang terbentuk oleh proses rotasi dari suatu blok krustal pada axis yang mendekati vertikal pada suatu sistem patahan strikeslip. Contoh modern: fore-arc Western Aleutian. e. Seting Hybrid Cekungan Intrakontinental wrench: Bermacam cekungan yang terbentuk di dalam kerak benua yang dipengaruhi oleh proses collision. Contoh modern: Cekungan Quaidam(China). Aulacogen: Bekas Rifting yang gagal terbentuk pada sudut tinggi terhadap margin kontinen, yang telah mengalami reaktivasi selama proses tektonik konvergensi, sehingga berada pada bagian sudut tinggi terhadap sabuk orogenik. Contoh modern: Teluk Missisipi. Impactogen: Rift yang terbentuk pada sudut tinggi terhadap sabuk orogeni, tanpa adanya sejarah preorogeni sebelumnya(kontras dengan aulacogen). Contoh modern: Rift Baikal bagian distal (Siberia). Cekungan Succesor: Cekungan yang terbentuk pada seting intermontane diikuti oleh proses jeda istirahat kegiatan orogeni local atau aktivitas taphrogenik. Contoh modern: Barisan punggungan dan cekungan Arizona. Gambar 1. Representasi skematik dari beberapa cekungan yang terbentuk secara tektonik. (Dickinson dan Yarborough, 1976; Kingston, Dishroon, dan William, 1983; Mitchel dan Reading, 1986; Einsele, 1992; Ingersoll dan Busby, 1995.) A. CEKUNGAN DI INDONESIA Pemetaan terbaru cekungan sedimen di Indonesia oleh para ahli di Badan Geologi pada tahun 2010 telah dapat memetakan keberadaan 128 cekungan sedimen Indonesia dari berbagai umur batuan, dari sekitar 500 – 5 juta tahun umur batuan sedimen pengisi cekungan. Dari 128 cekungan sedimen, saat ini Indonesia memroduksi minyak, gas dan batubaranya dari 18 cekungan. Gambar 2. Peta cekungan sedimen tersier di Indonesia Secara umum cekungan di Indonesia dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu cekungan yang berada di Paparan Sunda dan Paparan Sahul. 1. CEKUNGAN PADA PAPARAN SUNDA Cekungan pada Paparan Sunda meliputi beberapa cekungan terletak di wilayah pulau Sumatra, Jawan dan kalimanta. Berikut ini ulasan umum dari bebrapa cekungan tersebut. a. Cekungan Di Sumatra Cekungan yang terdapat di Sumatra dapat di bagi menjadi cekungan Sumatra Utra, Cekungan Sumatra Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan. 1. Cekungan Sumatra Utara Cekungan Sumatra Utara Pola geologi dan tatanan stratigrafi regional cekungan Sumatra Utara secara umum telah banyak diketahui berkat hasil aktivitas eksplorasi minyak dan gas alam serta pemetaan bersistem pulau Sumatra dalam skala 1:250.000. Keith (19 81) dalam google.co.id/cekungansumatera, membuat pembagian stratigrafi Tersier Cekungan Sumatra Utara menjadi tiga kelompok, yaitu: Kelompok I sebagai fase tektonik, pengangkatan dan pengerosian, berumur Eosen hingga Oligosen Awal. Kelompok II merupakan fase genang laut yang dimulai dengan pembentukan formasi-formasi dari tua ke muda yaitu Formasi Butar, Rampong, Bruksah, Bampo, Peutu dan Formasi Baong. Kelompok III adalah perioda regresif dengan pembentukan kelompok Lhoksukon. Jika di lihat dari proses sedimentasi di cekungan sumatera utara. Kecepatan sedimentasi dan penurunan dasar sedimen ataupun cekungan pada awal pembentukan cekungan relatif lambat kemudian dilanjutkan dengan kecepatan sedimentasi lambat tetapi kecepatan penurunan dasar sedimen ataupun cekungan sangat cepat antara 15.512.4 juta tahun lalu. Penurunan cepat dasar cekungan tersebut merupakan akibat mulainya rifting di laut Andaman dan pada saat inilah terbentuk serpih laut dalam Formasi Baong yang kaya material organik dan menjadi salah satu batuan induk potensial di daerah Aru. Periode antara 12.4-10.2 juta tahun lalu ditandai dengan kecepatan sedimentasi cukup besar tetapi penurunan dasar sedimen atau cekungan lebih lambat sebagai awal pengangkatan Bukit Barisan atau dikenal sebagai tektonik Miosen Tengah. Batupasir Baong Tengah terbentuk pada periode ini dan merupakan salah satu batuan waduk (reservoir) daerah Aru. Pada 9.3-8.3 juta tahun lalu kecepatan sedimentasi sangat besar tetapi diikuti pula penurunan dasar sedimen atau cekungan yang sangat besar sehingga penurunan sangat dipengaruhi. oleh pembebanan sedimen disamping akibat penurunan tektonik. Gambar 3. Peta struktur batuan dasar regional cekungan Sumatra utara (Sumber daya bumi 1992) Gambar 4. Penampang seismic regional yang memotang cekungan Sumatra Utara. (Reeves dan Sulaeman, 1995). Petroleum System Source Rock Terdapat dua formasi yang menjadi source rock potensial pada Cekungan Sumatera Bagian Utara, yaitu Formasi Baong yang berumur Miosen dan Formasi Bampo yang berumur Oligosen sampai Miosen Akhir. Pada Formasi Baong, interval source rock terbaik ada pada bagian bawah dimana mudstone terendapkan pada lingkungan neritik luar sd batial. Batuan-batuan itu, kemungkinan dibatasi oleh graben yang berarah utara-selatan (Mulhadiono, et all., 1977; Kingstone, 1978). Meskipun Baong Mudstone tidak melimpah kandungan organiknya, namun karena memiliki kandungan karbon melebihi 1,5 % maka memungkikan untuk membentuk volume hidrokarbon yang esensial (Fitriandi, 2006). Pada Formasi Bampo yang berumur Oligosen sampai Miosen Akhir, , interval source rock terbaik ada pada batuan mudstones yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal selama fase rifting (Kamili, et al., 1976). Reservoir Target utama reservoir dalam eksplorasi pada cekungan Sumatera Utara adalah Formasi Balumai yang dominan tersusun atas batupasir,serta beberapa batugamping secarasetempat-setempat.Selain batupasir, juga terdapat batugamping terumbu pada Formasi Peutu dengan umur MiosenAwal – Tengah yang banyak dijadikan target eksplorasi yang banyak disebut sebagai Batugamping Arun (Soepardjadi, 1983), Malacca Carbonates (Mundt, 1982), atau Malaca Member (McArthur and Helm, 1983). Minyak yang belum matang banyak terdapat pada batupasir Formasi Keutapang dan Seurula. Formasi Keutapang terbentuk sebagai prograding delta yang disebabkan oleh adanya pengangkatan Bukit Barisan secara perlahan (Mulhadiono, 1976). Sedangkan Formasi Seurula terbentuk akibat debris volkaniklastik dengan ukuran yang lebih kasar (Keats, 1979). Kebanyakan reservoir pada cekungan Sumatera Utara memiliki lapisan shale yang impermeable, seperti pada bagian bawah Formasi Belumai, Formasi Baong dan Formasi Keutupang. Lapisan shale inidapat berperan sebagai seal pada petroleum system di Cekungan Sumatera Utara banyaknya struktur geologi dan trap stratigrafi yang terbentuk ketika terjadi deformasi pada Sunda Microplate juga turut berperan dalam pembentukan cebakan hidrokarbon pada Cekungan Sumatera Utara (Fitriandi, 2006). Prospek hidrokarbon pada cekungan Sumatera Utara yang paling besar berasal dari batupasir Formasi Belumai.Diduga reservoir utama pada formasi ini terletak dalam suatu trap stratigrafi, dimana dalam trap tersebut batupasir Formasi Belumai akan mendapatkan source langsung dari shale Formasi Belumai/ Baong pada bagian bawah. (Fitriandi, 2006). 2. Cekungan Sumatra Tenggah Cekungan Sumatera Tengah terbentuk pada awal Tersier dan merupakan seri dari struktur halft graben yang terpisah oleh blok horst yang merupakan akibat dari gaya ekstensional yang berarah Timur-Barat. Batuan Tersier tersingkap dari Bukit Barisan di sebelah Barat Sumatera hingga ke dataran pantai Timur Sumatera. Pada beberapa daerah halft graben ini diisi oleh sedimen clastic non-marine dan sedimen danau (Eubank dan Maki, 1981). Cekungan Sumatra Tengah berbentuk asimetri yang berarah Baratlaut Tenggara. Cekungan Sumatera Tengah bagian Baratdaya dibatasi oleh Bukit Barisan, bagian Baratlaut dibatasi oleh Tinggian Tigapuluh dan bagian Timur laut dibatasi oleh Keraton Sunda. a. Tektonik Dan Stratigrafi Tektonik Cekungan Sumatera tengah dicirikan oleh blok-blok patahan dan transcurrent faulting, seperti pengangkatan, gravity tectonic, gliding dan lipatan kompresi. Sistem blok-blok patahan mempunyai orientasi penjajaran utara-selatan membentuk rangkain hors dan graben. Ada dua pola struktur utama di cekungan ini, yaitu pola-pola yang lebih tua cendrung berarah utara-selatan (NNW-SSE) dan pola yang lebih muda yang berarah baratlaut-tenggara. (NW-SE) (Mertosono dan Nayoan, 1974). Bentuk struktur yang saat ini ada Cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan merupakan hasil tiga fase tektonik utama yang terpisah, yaitu Orogenesa Mesozoikum Tengah, Tektonik Cretaceous Akhir-Tersier Awal dan Orogenesa Plio-Plistosen. Orogenesa Mesezoikum Tengah merupakan sebab utama termalihkannya batuan endapan Paleozoikum dan Mesozoikum. Berdasarkan pada teori tektonik lempeng, tektonisme Sumatera zaman Neogen dikontrol oleh bertemunya Lempeng Asia dan Lempeng Samudera Hindia. Batas lempeng ditandai oleh adanya zona subduksi di Sumatera dan Jawa (Yarmanto dan Aulia1988). Heidrick dan Aulia, 1993 menyatakan bahwa perkembangan struktur di Sumatera Tengah secara geometri dan kinematika dibagi menjadi empat (4) episode tektonik utama yang dinotasikan sebagai F0, F1, F2 dan F3. Episode Tektonik F1 Episode tektonik F1 yang terjadi pada Eosen Awal-Oligosen Akhir mengawali perkembangan kerangka tektonik Tersier yang disebut juga fase riftting. Berdasarkan konsep tektonik lempeng regional, aktifitas tektonik pada fase ini ditandai dengan adanya tumbukan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia yang menghasilkan gaya trantensional hampir diseluruh Lempeng Sunda. Gaya ini menyebabkan terbentuknya sistem pemekaran kerak benua yang mengahasilkan rangkain geometri graben dan half graben. Fase ini juga merupakan penyebab terbentuknya sesar-sesar normal berarah utara dan timurlaut yang terkonsentarsi di sepanjang zona riftting berkesinambungan dan terisi oleh sedimen klastik darat dan sedimen danau dengan ketebalan yang berbeda-beda. Deformasi ekstensional pada skala besar berakhir pada saat pembentukan Kelompok sedimen Pematang. Heidrick dan Aulia, 1993. Melihat ada tiga orientasi dan pola struktur yang membedakan dengan jelas satu sama lain pada fase F1 ini. Pola pertama, pola struktur yang berarah utara-selatan. Pola ini merupakan graben extensional utama yang diisi endapan lakustrin. 10 Sedangkan pola kedua dan ketiga berarah NNE dan NW yang umumnya membentuk struktur graben dan half graben tidak begitu signifikan jika dibandingkan dengan struktur yang berarah utara-selatan. Episode Tektonik F2 Fase ini berlangsung antara Akhir Oligosen- Miosen Tengah, fase ini disebut juga fase saging. Secara umum pada periode ini terjadi penurunan cekungan secara menyeluruh (trangresif) saat mana diendapkan endapan sedimen trangesif Kelompok Sihapas. Dilihat dari aktifitas tektonik, fase ini diawali dengan berhentinya aktivitas pembentukan struktur riftting, ditandai dengan mulainya diendapkan endapan sedimen Kelompok Sihapas yang mana konteks tektonostratigrafi dimasukan dalam endapan post- rift. Aktifitas tektonik pada fase ini ditandai oleh munculnya sesar-sesar mendatar sepanjang sesar-sesar yang berarah utara-selatan yang terbentuk sebelumnya. Episode TektonikF3 Fase ini terjadi pada Akhir Miosen-Resent. Fase ini disebut juga fase kompresi. Aktifitas tektonik meliputi aktifitas sea floor spreading dari laut Andaman, pengangkatan regional, terbentuknya jalur pegunungan vulkanik dan right lateral strike slip sepanjang Bukit Barisan yang mengakibatkan kompresi sepanjang Cekungan Sumatera Utara dan Tengah dengan arah gaya NE-SW. Pada fase ini terbentuk ketidakselarasan regional dan Formasi Petani dan Minas diendapkan tidak selaras diatas Kelompok Sihapas. Beberapa peristiwa tektonik yang terjadi secara regional pada periode ini diantaranya adalah, merupakan awal subduksi sepanjang palung sunda yang berarah NNE. Munculnya busur vulkanisme tipe Andean di sepanjang batas SW sundaland. Awal sea floor spreading dilaut Andaman. Akitifitas gerakan strike slip lateral menganan sepanjang sumbu vulkanisme. Dilihat dari posisinya relatif terhadap zona subduksi cekungan back-arc, dimana didapatkan aktifitas atau intrusi batuan beku pada ketiga cekungan ini (Cekungan Sumatera Utara, Tengah dan Selatan). Gambar 5. Evolusi Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993) Berdasarkan sejarah geologi yang dihubungkan dengan evaluasi tektonik lempeng, urutan stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah dapat dibagi menjadi empat sekuen pengendapan yang merefleksikan fase-fase yang berbeda pada perkembangan cekungan. urutan-urutan tersebut adalah: Sekuen syn-rift yang berumur Eosen-Oligosen Bawah yang tersusun oleh sedimen kipas aluvial, fluvial dan lakustrin yang mempunyai batuan sumber lokal. Sekuen post-rift yang berumur OligosenAtas-Miosen Tengah yang tersusun atas sedimen fluvial, batupasir delta dan laut, batu serpih dan batubara. Sekuen syn-orogenic berumur Miosen Tengah-Pliosen yang terdiri dari batupasir, batuserpirh, batubara, sedimen delta dan fluvial. Sekuen post-orogenic berumur Pliestosen-Holosen terdiri dari Pasir, tanah gambut dan estuarin. Stratigrafi regional didalam Cekungan Sumatera Tengah tersusun dari beberapa unit formasi dan kelompok batuan dari yang tua ke muda. atuan dasar yang berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatera Tengah dibagi menjadi tiga kelompok batuan yaitu: 1. Mallaca Terrane di sebut juga Quartzite Terrane yang terdiri dari kuarsit, batugamping kristalin, sekis dan serpih yang berumur 295Ma dan 1112- 122,150Ma serta diintrusi oleh granodiorit dan granitik yang berumur Jura. Kelompok ini dijumpai pada coastal plain yaitu bagian timur dan timurlaut. 2. Mutus Assemblage (Kelompok Mutus), merupakan zona yang memisahkan antara Quartzite Terrane dan Deep-Water Assemblage. Kumpulan Mutus ini terletak di sebelah baratdaya dan coastal plain dan tersiri dari batuan ofiolit dan sedimen laut dalam. 3. Deep-Water Mutus Assemblage atau disebut Graywacke Terrane, Kelompok ini terletak dibagian baratdaya dari kelompok Mutus. Kelompok ini tersusun oleh Graywacke, pebbly-mudstone dan kuarsit. Gambar 6. Peta Basement Terranes yang mendasari Cekungan Tersier Sumatera Tengah (Eubank and Makki 1981. Heidrick et al, 1993). Gambar 7. Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah (Modifikasi dari Hedrick dan Aulia, 1993) b. Petroleum System Formasi Menggala yang berada dalam Kelompok Sihapas merupakan reservoar utama dalam Cekungan Sumatera Tengah, dimana batuan induk (source rock) berasal dari batuan dibawahnya yaitu Formasi Brown Shale yang berada pada di kelompok Pematang, lalu yang menjadi batuan penyekat (seal) adalah Formasi Bangko yang mempunyai litologi dominan shale yang berada tepat diatas Formasi Menggala. 3. Cekungan Sumatera Selatan Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah Baratlaut-Tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah Baratdaya, Paparan Sunda di sebelah Timurlaut, Tinggian Lampung di sebelah Tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah Baratlaut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera. Gambar 8. Elemen Tektonik yang Mempengaruhi Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993) Cekungan Sumatra Selata a. Tektonik Dan Stratigrafi Fase tektonik yang berkembang di Cekungan Sumatra Selatan menurut Pulunggono dkk. (1992) terjadi melalui tiga fase : 1. Tahap kompresional (Jura Akhir – Kapur Awal) Tahap kompresional pada masa Jura Akhir sampai Kapur Awal diakibatkan subduksi lempeng Samudra Hindia ke bawah lempeng Benua Eurasia yang mengakibatkan pola tegasan simple shear di Cekungan Sumatra Selatan ini. Sistem pola tegasan ini kemudian berkembang menjadi sesar geser. Pembentukan sesar geser ini menjadi zona lemah sehingga diintrusi batuan granitoid. Batuan granitoid yang mengisi zona lemah ini menjadi tinggian purba. 2. Tahap ekstensional (Kapur Akhir – Tersier Awal) Tahap ekstensional yang terjadi di Cekungan Sumatra Selatan ini diakibatkan oleh penurunan kecepatan subduksi. Tahap ini merupakan awal terbentuknya tinggian (horst) dan rendahan (graben) akibat perubahan sistem tegasan utama yang berarah vertikal. Sesar mendatar berubah menjadi sesar normal karena tegasan utama vertikal dikontrol oleh gravitasi dan pembebanan. 3. Tahap kompresional (Miosen Tengah – Resen) Kecepatan subduksi pada tahap ini meningkat kembali dan menyebabkan peremejaan (rejuvenation) sesar-sesar normal yang telah ada sebelumnya menjadi sesar naik. Selain itu terbentuk juga sesar geser (wrenching) dan perlipatan dengan arah sumbu yang masih mengikuti arah lama (pola Sumatra dan pola Sunda). Fase kompresi ini mencapai puncaknya pada PlioPleistosen dengan pembentukan pola struktur sesar dan perlipatan baru dengan arah U330T yang dikenal dengan pola Barisan. Aktivitas tektonik pada fase ini mempunyai peran yang sangat besar dalam pembentukan zona rekahan baru atau meremajakan zona rekahan yang telah terjadi di daerah tinggian purba. Gambar 9. Tahap tektonik Cekungan Sumatra Selatan (Pulunggono dkk., 1992). Tabel 1. Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan (Saifuddin dkk.,2001) b. Petroleum System Batuan Induk Pada prinsipnya batuan induk pada Cekungan Sumatera Selatan adalah fluviodeltaic marginal marine. Dan batubara berumur Eosen Akhir – Oligosen Tengah Formasi Lemat dan Akhir Oligosen – Awal Miosen Formasi Talang Akar. Batuan ini diendapkan pada graben dan setengah graben yang terbentuk selama Akhir Kapur – Awal Oligosen dan Analisis Sikuen Stratigrafi dan Kronostratigrafi Neogen untuk Penentuan Petroleum Sistem Sub-Cekungan Jambi Joeben Christian 20 terdistribusi sampai lingkusan terrestrial. Formasi Lemat dan Formasi Talang Akar didominasi oleh fasies batubara dan memiliki potensi batuan induk yang memiliki nilai TOC lebih besar dari 3% dan nilai HI lebih besar dari 300. Fasies dari batuan induk ini didominasi oleh type kerogen II (dua) dan III (tiga) yang terdiri atas material tanaman tinggi, dengan sedikit leptinite, algae dan komponen exinite. Batuan Reservoar Pada Cekungan Sumatera Selatan yang berkembang sebagai batuan reservoir adalah batugamping Formasi Baturaja dan batupasir Formasi Air Benakat. Batugamping Formasi Baturaja diperkaitkan merupakan fasies platform yang secara litologi pejal, namun sesar – sesar yang cukup intensif menghasilkan porositas sekunder pada reservoir. Gambar 10. Petrolium System Cekungan Sumatera Selatan (Lemigas, Indonesian Basin Summaries, 2006). b. Cekungan Di Jawa Di pulua terdapat bebrapa cekungan besar yang kalua di lihat dari posisinya teletak di bagian utara, tenggah dan Selatan. Umumnya cekungan-cekungan tersebut di kenal dengan Cekungan Jawa barat utara, cekungan Jawa timur utara, cekungan Jawa tenggah selatan, dan cekungan Jawa barat selatan juga Cekungan Bogor-Kendeng. 1. Cekungan Jawa Timur Secara geologi Cekungan Jawa Timur terbentuk karena proses pengangkatan dan ketidakselarasan serta proses-proses lain, seperti penurunan muka air laut dan pergerakan lempeng tektonik. Tahap awal pembentukan cekungan tersebut ditandai dengan adanya half graben yang dipengaruhi oleh struktur yang terbentuk sebelumnya. Tatanan tektonik yang paling muda dipengaruhi oleh pergerakan Lempeng Australia dan Sunda. Secara regional perbedaan bentuk struktural sejalan dengan perubahan waktu. Aktifitas tektonik utama yang berlangsung pada umur Plio Pleistosen, menyebabkan terjadinya pengangkatan daerah regional Cekungan Jawa Timur dan menghasilkan bentuk morfologi seperti sekarang ini. Struktur geologi daerah Cekungan Jawa Timur umumnya berupa sesar naik, sesar turun, sesar geser, dan pelipatan yang mengarah Barat-Timur akibat pengaruh gaya kompresi dari arah Utara-Selatan. Tatanan geologi Pulau Jawa secara umum dibagi berdasarkan posisi tektoniknya. Secara struktural Blok Tuban dikontrol oleh half graben yang berumur Pre–Tersier. Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbedabeda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara – Selatan (NS) atau pola Sunda dan arah Timur – Barat (E-W). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut - Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur - Barat (EW) sejak kala Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat rumit disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut. Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya. Kelompok cekungan Jawa Utara bagian barat mempunyai bentuk geometri memanjang relatif utara-selatan dengan batas cekungan berupa sesar-sesar dengan arah utara selatan dan timur-barat. Sedangkan cekungan yang terdapat di kelompok cekungan Jawa Utara Bagian Timur umumnya mempunyai geometri memanjang timur-barat dengan peranstruktur yang berarah timur-barat lebih dominan. Gambar 11. Lokasi cekungan Jawa timur Bagian Utara. c. Cekungan di Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Adanya interaksi konvergen atau kolisi antara 3 lempeng utama, yakni lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Asia yang membentuk daerah timur Kalimantan (Hamilton, 1979). Evolusi tektonik dari Asia Tenggara dan sebagian Kalimantan yang aktif menjadi bahan perbincangan antara ahli-ahli ilmu kebumian. Pada jaman Kapur Bawah, bagian dari continental passive margin di daerah Barat daya Kalimantan, yang terbentuk sebagai bagian dari lempeng Asia Tenggara yang dikenal sebagai Paparan Sunda. Pada jaman Tersier, terjadi peristiwa interaksi konvergen yang menghasilkan beberapa formasi akresi, pada daerah Kalimantan.Selama jaman Eosen, daerah Sulawesi berada di bagian timur kontinen dataran Sunda. Pada pertengahan Eosen, terjadi interaksi konvergen ataupun kolisi antara lempeng utama, yaitu lempeng India dan lempeng Asia yang mempengaruhi makin terbukanya busur belakang samudra, Laut Sulawesidan Selat Malaka. Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan yang dihasilkanoleh perkembangan regangan cekungan yang besar pada daerah Kalimantan.Pada Pra-Tersier, Pulau Kalimantan ini merupakan salah satu pusat pengendapan, yang kemudian pada awal tersier terpisah menjadi 6 cekungan sebagai berikut : 1 Cekungan Barito, yang terletak di Kalimantan Selatan. 2.Cekungan Kutai, yang terletak di Kalimantan Timur. 3. Cekungan Tarakan, yang terletak di timur laut Kalimantan. 4 Cekungan Sabah, yang terletak di utara Kalimantan. 5.Cekungan Sarawak, yang terletak di barat laut Kalimantan, 6. Cekungan Melawai dan Ketungau, yang terletak diKalimantan Tengah Kerangka tektonik di Kalimantan Timur dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi antara Lempeng Samudera Philipina, Lempeng IndoAustralia dan Lempeng Eurasian yang terjadi sejak Jaman Kapur sehingga menghasilkan kumpulan cekungan samudera dan blok mikro kontinen yang dibatasi oleh adanya zona subduksi, pergerakan menjauh antar lempeng, dan sesarsesar mayor. Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada Kala Eosen Tengah yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen khir. Peningkatan tekanan karena tumbukan lempeng mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah Barat Laut yang menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai, dan tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang. Pada Kala Miosen Tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian barat Cekungan Kutai yang bergerak secara progresif ke arah Timur sepanjang waktu dan bertindak sebagai pusat pengendapan. Selain itu juga terjadi susut laut yang berlangsung terus menerus sampai Miosen Akhir. Bahan yang terendapkan berasal dari bagian Selatan, Barat dan Utara cekungan menyusun Formasi Warukin, Formasi Pulubalang dan Formasi Balikpapan. Gambar 12. Cekungan sedimen yang ada di Kalimatan (psg.bgl.esdm.go.id). 2. CEKUNGAN PADA PAPARAN SAHUL Cekungan di Perisai Sahul (di atas Kerak Benua Australia). Stratigrafi Cekungan ini ditandai adanya Ketidakselarasan antara Cekungan Pre-Rift (Paleozoikum), Syn-Rift (Jura Awal), Passive margin (Jura Akhir-Kapur Akhir) dan Continent-arc Collision related Fore-land Basins dan Strike-Sliprelated Basins. a. Cekungan Di Sulawesi Salah satu cekungan yang terkenal di Sulawesi adalah cekungan sedimen Bone Sulawesi selatan. Berikut adalah ulasan singkat Cekungan Bone. 1. Cekungan Bone Pulau Sulawesi merupakan salah satu dari lima pulau terbesar di kepulauan Indonesia, memiliki bentuk khas seperti huruf “K”. Pulau Sulawesi ini yang terletak pada daerah dengan kompleks di zona pertemuan antara lempeng Eurasaian, Indo-Australia dan Pasifik (Halmilton, 1979; Silver et al., 1983). Pulau Sulawesi terbentuk dari zona tektonik yang berarah utara-selatan (Sukamto, 1975). Zona tersebut adalah dimulai dari barat ke timur yaitu Busur Vulkanik Tersier Sulawesi Barat, Busur Vulkanik Kuarter Minahasa-Sangihe, Jalur Metamorfik KapurPaleogen Sulawesi Tengah, Jalur Ofiolit Kapur Sulawesi Timur dan asosiasi sedimen pelagic penutup dan fragmen mikro benua Banda Paleozoik yang berasal dari Lempeng Benua Australia. Kontak antara tektonik ini adalah sesar-sesar. Pada bagian utara Pulau Sulawesi terdapat Palung Sulawesi Utara yang terbentuk oleh subduksi kerak samudera laut Sulawesi, sedangkan di bagian tenggara Pulau Sulawesi dengan bagian utara Laut Banda, dimana kedua struktur utama tersebut dihubungkan oleh sesar Palu-Koro dan Matano. Di bagian barat Sulawesi terdapat selat Makasar yang memisahkan Lengang bagian barat Sulawesi dengan Busur Sunda yang merupakan bagian Lempeng Eurasia yang diperkirakan terbentuk dari proses pemekaran lantai samudera pada masa Miosen, sedangkan dibagian timur terdapat fragmen-fragmen benua yang berpindah karena sesar geser dari New Guinea (Hall dan Willson, 2000, dalam Armstrong, 2012). Cekungan Bone terletak di Teluk Bone, dimana bagian barat dan timur dibatasi oleh Lengan Sulawesi Barat dan Lengan Sulawesi Timur, bagian utara dibatasi oleh Sulawesi Tengah dan bagian selatan dibatasi oleh Laut Jawa. Teluk Bone mencakup area sekitar 200 – 30.000 Km². Cekungan Bone dipotong oleh beberapa sesar Palu-Koro, dan Sesar Walanae, serta diapit dua tinggian yaitu tinggian Bonerate disebelah barat dan tinggian Kabaena di sebelah timur, mengakibatkan berbagai jenis batuan bercampur sehingga posisi stratigrafinya menjadi sangat rumit. Gambar 13. Lokasi Cekungan Bone, Sulawesi (modifikasi dari Camplin dan Hall, 2014). Cekungan Bone dibagi menjadi 6 (enam) satuan batuan menurut Yulihanto (2004) yaitu: satuan batulempung A, satuan batugamping B, satuan batuan vulkanik C, satuan batugamping D, satuan batupasir E, dan satuan termuda sedimen pengisi lembah F. 1. Sekuen A. Sekuen A disetarakan dengan satuan Batulempung atuan ini berada paling bawah dari cekungan Bone, dan memiliki umur paling tua, berdasarkan pada kenampakan dari Formasi Malawa di bagian Lengan Barat dan Formasi sedimen pelagi dan ofiolit di Lengan Timur pada kolom kesebandingan, yakni berumur Eosen dengan ketebalan satuan ini mencapai 450 meter, dengan kedalaman sekitar 4000 m dibawah permukaan laut. 2. Sekuen B. Sekuen ini disetarakan dengan Batugamping yang diperkirakan merupakan satuan yang mewakili formasi Tonasa dan Formasi Tampakura yang berumur Oligosen, dengan ketebalan bervariasi yang mencapai 900 meter, dengan kedalaman sekitar 3500meter dibawah permukaan laut. Pada sekuen ini terlihat cekungan dengan bentuk yang memanjang dengan bagian selatan lebih luas dari pada bagian utara. 3. Sekuen C Sekuen ini disetarakan dengan batuan Vulkanik, yang merupakan satuan yang mewakili Formasi Camba dan Molasa Sulawesi Formasi Langkowala (Miosen bawah hingga tengah). Pada cekungan ini terdapat beberapa ketebalan sedimen yang mencapai 200 meter dengan kedalaman sekitar 3000 meter dibawah permukaan laut. 4. Sekuen D. Sekuen ini disetarakan dengan Batugamping, mewakili formasi Tacipi dan termasuk pada Molasa Sulawesi Formasi Femoiko yang berumur Miosen tengah. Memiliki ketebalan sedimen hingga 700 meter, dengan kedalaman sekitar 3000 meter dibawah permukaan laut. Sekuen ini membentuk cekungan yang memanjang dengan arah utara-selatan,dimana semakin kearah utara maka sedimen semakin dangkal dan sebaliknya semakin ke selatan sedimen semakin dalam. 5. Sekuen E. Satuan Batupasir ini, mewakili endapan Formasi Walanae dan Molasa Sulawesi. Satuan ini memiliki ketebalan hingga 1000meter pada kedalaman mencapai 3200meter dibawah permukaan laut. Pada sekuen ini terdapat pula cekungan Kuarter yang berada di bagian atas dari sekuen dan terisi oleh endapan baru. Morfologi sekuen ini memliki bentuk lonjong memanjang dengan bagian terdalam berada pada bagian selatan dan dangkal pada bagian urata. Tabel 2. Stratingrafi Cekungan Bone Stratigrafi cekungan Bone. b. Cekungan Di Papua Bagian utama Irian Jaya Merupakan Pinggiran Benua Australia yang sejak Trias bergerak ke utara dan ini sebenarnya merupakan Passive margin, dengan lempeng Samudra di depannya membentuk subduksi terhadap lempeng Pasific. Pada saat jalur subduksi yang terus menerus mengkomsumsi Lempeng Samudra Australia bertumbukan dengan kerak benua Australia pada Awal Tersier. mengakibatkan Lempeng Samudra Pasific tertekukkan ke atas dan menghasilkan Obduksi, sedang lapisan-lapisan PaleozoicMesozoic serta lapisan Tersier terlipat kuat membentuk sesar naik dan sungkup ke arah nselatan yang sering disebut dengan Papua Foldthrust Belt, Sementara Foreland-basins terbentuk didepan Paparan Australia, Hinterland basin dibelakang Pegunungan lipatan tersebut. Lapisan sedimen yang terlipat ketat karena pertumbukan Collision ini disebut Suture. I. Suture related basins Cekungan Akimeugah (Foreland basins). Di selatan Irian Jaya Cekungan Mamberano (Foredeep basin). Di utara Irian Jaya Cekungan di Paparan Australia Utara (Timor Gap), merupakan cekungan Rift basin dan Passive margin pada Pra-Tersier Kepada Burung Irian Jaya II. Strike-slip related basin 1. Cekungan Salawati Cekungan ini berhubungan dengan Sesar Geser Sorong,yang membentuk asimetri, ada dugaan bahwa Cekungan Salawati ini merupakan bahagian terpotong dari Cekungan Banggai. Cekungan Selawati yang terletak di bagian barat kepala burung Irian Jaya atau di daerah Dobberai (Vogelkop) Peninsula, terbentuk pada kala Miosen Atas atau sekitar 10 juta tahun lalu. Akibat adanya “oblique subduction” antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasific. Sebelum itu daerah ini merupakan suatu paparan karbonat yang diberi nama Paparan Ayamaru yang merupakan bagian dari kerak benua Australia. 2. Cekungan Bintuni Pada Cekungan ini terbukti batuan Pra- Tersier menghasilkan Gas, bukan merupakan bessement, Gas ditemukan pada batuan umur Jura. Stratigrafi Pra-Tersier. Cekungan ini diduga terbentuk karena sesar geser yang menghasilkan Transpressional struktur sesar sungkup dari Jakur Lengguru pada penampang berbentuk asimetri. Cekungan-cekungan yang terbentuk karena pengaruh Sesar Geser Sorong (Sorong Fault Zone), berbentuk Half Graben, Cekungan Banggai merupakan belahan dari cekungan Salawati yang telah ditransport beberapa ribu Km, ke arah Barat pada zaman Tersier. Urutan Pre-Rift, SynRift dan Passive-margin, serta terakhir Drift dapat dikenali pada kedua cekungan ini. Transpressional pada akhir Tersier telah menghasilkan ribuan meter sedimen klastik yang berpotensi untuk minyak dan Gasbumi. 1. Cekungan Akimeugah (Foreland basins). Cekungan Akimeugah terletak di utara basement high (Merauke Ridge) Papua bagian selatan yang memisahkannya dari Cekungan Arafura ke selatan. Cekungan ini Dilihat dari asosiasinya dengan cekungan disekitarnya, cekungan akimeugah berasosiasi dengan cekungan – cekungan yang telah berproduksi hidrokatbondiantaranya Cekungan Papua dan cekungan – cekungan Australia. Dari penelusuran berbagai jurnal dan atikel, literature geokimia akan memberikan gambaran terkait batuan induk aktif yang ada di daerah tersebut. Gambar 14. Peta indeks Cekungan Akimeugah dan Sahul berdasarkan Peta Cekungan Sedimen Indonesia (Badan Geologi, 2009). Cekungan Akimeugah bermula sebagai cekungan passive margin, yakni cekungan yang terbentuk oleh rifting di tepi utara benua Australia pada saat tepian ini, mengalami peretakan akibat sebagian massa dibagian utaranya mau lepas dan bergerak dari Australia. Dalam retakan ini terbentuk horst dan graben yang di dalam grabennya diendapkan sedimen synrifting Paleozoikum dan Mesozoikum. Kemudian, saat bagian ini lepas dan menjauh dari Australia (drifting) diendapkanlah sedimen syn drifting yang umumnya berupa shale atau batugamping, kejadian ini terjadi sampai Paleogen. Gambar 15. Peta tektonik dan penampang cekungan foreland (Awang Satyana, pada Agus sabarnas 2011). Pada umur Neogen, Akimeugah berbenturan dengan Central Range of Papua (Punggung Papua). Sejak itulah Akimeugah bertipe foreland basin. Passive margin Paleozoikum-Neogen ditekuk masuk ke bawah jalur Banda dan Central Range. Kemudian di bagian depan tekukan itu (foredeep) diendapkan sedimen bersifat molassic yang merupakan erosional products dari tinggian di dekatnya.Penekukan dan penguburan oleh sedimen molase bagian foredeep passive margin Akimeugah telah mematangkan batuan induk Paleozoik, Mesozoik, atau Paleogen di dalam graben kemudian migrasi hidrokarbonnya akan bergerak membalik dari foredeep ke forebulge-nya (bagian ke arah updip dari passive margin yang tak ikut tertekuk seperti foredeep) secara lateral, atau bergerak vertikal menuju zone deformasi imbrikasi di wilayah benturan. Kontrol utama cekungan Akimeugah adalah rifting dan drifting pada Paleozoikum MesozoikumPaleogen, dan collision pada Neogen (Awang Satyana, pada Agus sabarnas 2011). Stratigrafi cekungan Akimeugah Cekungan Akimeugah terdiri dari endapan pre – kambrian – tersier. Batuan dasar terdiri dari Batuan Gabro berumur pra-kambrian dan Batuan Metamorf. Diikuti oleh pengendapan formasi Dolomit Modio berumur Permian dan Formasi Aiduna yang diendapkan secara tidak selaras. Kemudian secara selaras diendapkan diatasnya formasiformasi klastik Mesozoikum (Formasi Tipuma, Kopai, Woniwogi, Piniya dan Ekmai), serta beberapa perlapisan karbonat secara lokal. Diatas Formasi Ekmai, ditindih oleh klastik dan batugamping berumur Paleosen – Miosen (Waripi, Lower Yawee, Anggota Adi, dan Upper Yawee) secara tidak selaras. Pengendapan terakhir adalah batulempung marin berumur Miosen akhir hingga Plio-Pleistosen dan karbonat lokal yang terendapkan tidak selaras, yaitu Formasi Buru. Sistem petroleum yang bekerja pada Cekungan Akimeugah terdapat pada Grup Kembelangan yang berumur Mesozoikum. Grup Kembelangan terdiri atas empat formasi, yaitu: Formasi Kopai, Formasi Woniwogi, Formasi Piniya, dan Formasi Ekmai. Formasi Kopai merupakan batuan sumber dengan tipe kerogen II dan III, Ro lebih besar dari 0.6 %, dan TOC berkisar antara 1 – 10 % pada Paparan Sahul. Formasi Woniwogi merupakan batuan reservoir dengan porositas berkisar antara 12 – 14 % dengan permeabilitas antara 200 – 500 mD (Meizarwin, 2003). Formasi Piniya merupakan batuan tudung yang tersusun oleh batulempung dengan ketebalan mencapai 900 meter (Panggabean dan Hakim, 1986). Formasi Ekmai merupakan batuan reservoir pada Lapangan Bayu – Undan, akan tetapi pada Cekungan Akimeugah batuan ini bukan merupakan batuan reservoir yang bagus. Australia dan Papua New Guinea telah memproduksikan minyak dan gas bumi dari sistem cekungan yang sama yaitu cekungan foreland, batuan reservoir yang sama yaitu batupasir yang berumur Jura Tengah – Kapur, dan boleh disimpulkan sistem petroleum yang sama. Cadangan minyak dan gas bumi Indonesia yang semakin menurun merupakan tanggung jawab bersama, apalagi geologist merupakan kunci untuk menemukan potensi tersebut. Dengan konsep baru, data yang lebih lengkap, dan interpretasi yang lebih mendalam terhadap data yang ada, maka potensi cadangan minyak dan gas bumi di Cekungan Akimeugah dapat ditemukan. Harapan minyak dan gas bumi itu ada di Timur Indonesia, tepatnya di Cekungan Akimeugah Pulau Papua. Tabel 3. Streatgrafi Cekungan Akimeugah DAFTAR PUSTAKA Boggs, Jr. S. (2006): Principal of Sedimentology and Stratigraphy 4th edition, Hal 550553, Pearson Education, inc., Upper Saddle River New Jersey. Klasifikasi cekungan dimodifikasi dari Dickinson, 1974, 1976, dan Ingersoll, 1988. Sumber: Ingersoll, R. V., dan C. J. Busby, 1995 Tectonic of sedimentary basin, dalam Busby, C. J., dan R. V. Ingersoll(eds.). Pertamina Directorate of Exploration & Production, A Review of the Hydrocarbon of the North Sumatra. Fitriani, Primandita, 2006, Basin Summaries-Indonesia, Jakarta: Patra Nusa Data Pertamina BPPKA, ed., 1996, Petroleum geology of Indonesian basin principles, methods and application: Volume I North Sumatra Basin. Heidrick, T.L., and Aulia, K.A., 1993, Structural and Tectonic Model of the Costal Plains Block, Central Sumatera Basin Indonesia. Proceeding IPA 22nd Annual Convention. Boggs JR, Sam. 2006. Principles of Sedimentology and Stratigraphy 4th edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Anonim. Artikel Pendahuluan tektonika pada jurnalgeologi. blogspot.com/2010/01/geopendahuluan-tektonika.html. Jusri. 2013. Artikel CEKUNGAN INDONESIA TIMUR pada jusjusri. blogspot.com/2013/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html The Journal Geology of Indonesian pada http://geoenviron.blogspot.com/2011/12/cekungan-geologi-paparansunda. Html. Satyana, A.H. (2013) : Exploring & producing Petroleum in Eastern Indonesia: Update knowledge & Recent Trends. Guest Lecture Ikatan Alumni Teknik Geofisika ITB. Satyana, A.H., Damayanti, S., Armandita, C. (2012): Tectonics, Stratigraphy, and Geochemistry of The Makassar Straits: Recent Updates from Exploring Offshore West Sulawesi, Opportunities and Risks. Proceedings Indonesian Petroleum Association 36th Annual Convention. https://scienceandtechnologyaroundus.blogspot.com/2019/04/cekungan-formasisedimen-akimeugah-papua.html.