Uploaded by User78164

menganal Cekungan di Indonesia

advertisement
MENGENAL CEKUNGAN DI INDONESIA
Disusun ole Marwan Manaki
Cekungan sedimen adalah sebuah tempat di kerak Bumi yang relative lebih
cekung dibandingkan tempat sekitarnya dimana sungai-sungai mengalir/bermuara, danau
atau laut berlokasi, tempat sedimen-sedimen diendapkan. Setelah mengalami proses
geologi selama jutaan tahun, maka cekungan sedimen itu bisa berisi batuan sedimen yang
ketebalannya bisa beragam dari beberapa ratus meter sampai beberapa puluh ribu meter.
Asal-usul dari suatu cekungan sedimenter berhubungan sedemikian rupa dengan
pergerakan krustal dan proses lempeng tektonik. Beberapa klasifikasi tektonik untuk
pembagian tipe-tipe cekungan telah banyak diajukan (Dickinson, 1974; Bally dan
Snelson, 1980; Kingston, Dishroon, dan William, 1983; Mitchell dan Reading, 1986;
Klein, 1987; Ingersoll, 1988; Ingersoll dan Busby, 1995). Ingersoll dan Busby (1995)
menekankan bahwa cekungan sedimen dapat terbentuk oleh empat susunan tektonik yaitu
divergen, Intraplate, konvergen, transform dan juga dalam seting hybrid.
Jenis cekungan sedimen yang berbeda dapat di identifikasi dalam variasi setingan
yang didasarkan pada:
1. Jenis kerak dimana cekungan itu berada.
2. Posisi dari cekungan itu terhadap plate margin.
3. Untuk cekungan yang terletak dekat dengan plate margin, jenis interaksi lempeng
yang terjadi selama proses sedimentasi berlangsung (Dickinson, 1974; Miall,
2000).
Berikut ini tipe-tipe utama cekungan sedimen dan seting tektoniknya :
a. Seting Divergen

Terestrial rift valley: Rift di dalam kerak benua yang berasosiasi dengan
vulkanisme bimodal. Contoh modern: RioGrand Rift (New Mexico).

Proto-ocean rift troughs: Bentuk evolusi awal dari cekungan samudra yang
dialasi oleh lempeng samudra baru dan di diapit di kedua sisinya oleh rifted
continental margin yang masih muda. Contoh modern: Laut Merah.
b. Seting Intraplate

Continental rises dan terraces: Rifted continental margin yang sudah matur
dalam suatu seting intraplate pada pertemuan kontinen-samudra. Contoh
modern: Pesisir timur USA.

Continental embankment: Progadasi wedge sedimen yang terbentuk di
tepian suatu rifted continental margin. Contoh modern: Pesisir Teluk
Missisipi.

Cekungan Intrakratonik: Cekungan kratonik luas yang dialasi rift fossil pada
zona axialnya. Contoh modern: Cekungan Chad (Africa).

Platform Kontinental: Kraton stabil yang dilapisi oleh strata sedimen tipis
dan secara lateral melampar luas. Contoh modern: Laut Barents (Aisa).

Cekungan samudra aktif: Cekungan yang dialasi oleh lempeng samudra yang
terbentuk pada batas lempeng divergen, tidak berhubungan dengan sistem
arch-trench (spreading masih aktif). Contoh modern: Laut Pasifik.

Kepulauan Oseanik, aseismic ridge and plateu: Apron sedimen dan dataran
yang dibentuk pada seting intraoseanik selain tipe busur magmatic. Contoh
modern: gunung bawah laut Emperor-Hawaii.

Cekungan samudra dorman: cekungan yang dialasi oleh lempeng samudra,
yang tidak mengalami spreading atau subduksi(tidak terdapat plate
boundaries aktif di dalam atau di bagian cekungan lain yang berdampingan).
Contoh modern: Teluk Meksiko.
c. Seting Konvergen

Trenches: Palung yang sangat dalam, dibentuk oleh proses subduksi dari
litosfer samudra. Contoh modern: Palung Chile.

Cekungan Trench-Slope: Struktur depresi local yang berkembang pada
kompleks subduksi. Contoh modern: Trench Amerika Tengah.

Cekungan For-arc: Cekungan yang berada pada gap antara arc dan trench.
Contoh modern: Sumatra.

Cekungan Intra-arc: Cekungan di sepanjang platform arc yang termasuk
gunung api superposed dan overlapping. Contoh modern: Lago de
Nikaragua.

Cekungan Back-arc: Lempeng samudra di belakang busur magmatic
intraoseanik(termasuk cekungan intra-arc di antara busur aktif dan remnant),
dan cekungan kontinen di belakang busur magmatic continental-margin
tanpa forelanf fold-thrust belts. Contoh modern: Marianas.

Cekungan Samudra Remnan: cekungan samudra yang mengecil akibat
terperangkap antara continental margin dan atau sistem arc-trench yang
saling bertabrakan, dan pada akhirnya mengalami subduksi dan terdeformasi
di dalam suatu suture belts. Contoh modern: Pesisir Bengal.

Cekungan Peripheral Foreland: Cekungan foreland yang terletak di atas
rifted continental margin yang telah ditarik ke dalam zona subduksi selama
proses tabrakan krustal(tipe utama dari tumbukan yang berhubungan dengan
foreland). Contoh modern: Teluk Persia.

Cekungan Piggyback: Cekungan yang terbentuk dan terbawa di atas suatu
thrust sheet yang bergerak. Contoh modern: Cekungan Peshawar (Pakistan).

Cekungan Foreland Intermontane: Cekungan yang terbentuk di antara
pengangkatan basement-cored di suatu seting foreland. Contoh modern:
Cekungan Sierra Pampeanas (Argentina).
d. Seting Transform

Cekungan Transtensional: Cekungan yang terbentuk oleh proses ektensi di
sepanjang sistem patahan Strike-slip. Contoh modern: Laut Salton
California.

Cekungan Transpressional: Cekungan yang dibentuk oleh kompresi di
sepanjang sistem patahan strike-slip. Contoh modern: Cekungan Santa
Barbara California(foreland).

Cekungan Transrotasional: Cekungan yang terbentuk oleh proses rotasi dari suatu
blok krustal pada axis yang mendekati vertikal pada suatu sistem patahan strikeslip. Contoh modern: fore-arc Western Aleutian.
e. Seting Hybrid

Cekungan Intrakontinental wrench: Bermacam cekungan yang terbentuk di dalam
kerak benua yang dipengaruhi oleh proses collision. Contoh modern: Cekungan
Quaidam(China).

Aulacogen: Bekas Rifting yang gagal terbentuk pada sudut tinggi terhadap margin
kontinen, yang telah mengalami reaktivasi selama proses tektonik konvergensi,
sehingga berada pada bagian sudut tinggi terhadap sabuk orogenik. Contoh
modern: Teluk Missisipi.

Impactogen: Rift yang terbentuk pada sudut tinggi terhadap sabuk orogeni, tanpa
adanya sejarah preorogeni sebelumnya(kontras dengan aulacogen). Contoh
modern: Rift Baikal bagian distal (Siberia).

Cekungan Succesor: Cekungan yang terbentuk pada seting intermontane diikuti
oleh proses jeda istirahat kegiatan orogeni local atau aktivitas taphrogenik. Contoh
modern: Barisan punggungan dan cekungan Arizona.
Gambar 1. Representasi skematik dari beberapa cekungan yang terbentuk secara
tektonik. (Dickinson dan Yarborough, 1976; Kingston, Dishroon, dan William, 1983;
Mitchel dan Reading, 1986; Einsele, 1992; Ingersoll dan Busby, 1995.)
A.
CEKUNGAN DI INDONESIA
Pemetaan terbaru cekungan sedimen di Indonesia oleh para ahli di Badan Geologi
pada tahun 2010 telah dapat memetakan keberadaan 128 cekungan sedimen Indonesia
dari berbagai umur batuan, dari sekitar 500 – 5 juta tahun umur batuan sedimen pengisi
cekungan. Dari 128 cekungan sedimen, saat ini Indonesia memroduksi minyak, gas dan
batubaranya dari 18 cekungan.
Gambar 2. Peta cekungan sedimen tersier di Indonesia
Secara umum cekungan di Indonesia dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
cekungan yang berada di Paparan Sunda dan Paparan Sahul.
1. CEKUNGAN PADA PAPARAN SUNDA
Cekungan pada Paparan Sunda meliputi beberapa cekungan terletak di wilayah pulau
Sumatra, Jawan dan kalimanta. Berikut ini ulasan umum dari bebrapa cekungan tersebut.
a. Cekungan Di Sumatra
Cekungan yang terdapat di Sumatra dapat di bagi menjadi cekungan Sumatra Utra,
Cekungan Sumatra Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan.
1. Cekungan Sumatra Utara
Cekungan Sumatra Utara Pola geologi dan tatanan stratigrafi regional cekungan
Sumatra Utara secara umum telah banyak diketahui berkat hasil aktivitas eksplorasi
minyak dan gas alam serta pemetaan bersistem pulau Sumatra dalam skala 1:250.000.
Keith (19 81) dalam google.co.id/cekungansumatera, membuat pembagian stratigrafi
Tersier Cekungan Sumatra Utara menjadi tiga kelompok, yaitu:
 Kelompok I sebagai fase tektonik, pengangkatan dan pengerosian, berumur Eosen
hingga Oligosen Awal.
 Kelompok II merupakan fase genang laut yang dimulai dengan pembentukan
formasi-formasi dari tua ke muda yaitu Formasi Butar, Rampong, Bruksah,
Bampo, Peutu dan Formasi Baong.
 Kelompok III adalah perioda regresif dengan pembentukan kelompok Lhoksukon.
Jika di lihat dari proses sedimentasi di cekungan sumatera utara. Kecepatan
sedimentasi dan penurunan dasar sedimen ataupun cekungan pada awal pembentukan
cekungan relatif lambat kemudian dilanjutkan dengan kecepatan sedimentasi lambat
tetapi kecepatan penurunan dasar sedimen ataupun cekungan sangat cepat antara 15.512.4 juta tahun lalu. Penurunan cepat dasar cekungan tersebut merupakan akibat mulainya
rifting di laut Andaman dan pada saat inilah terbentuk serpih laut dalam Formasi Baong
yang kaya material organik dan menjadi salah satu batuan induk potensial di daerah Aru.
Periode antara 12.4-10.2 juta tahun lalu ditandai dengan kecepatan sedimentasi cukup
besar tetapi penurunan dasar sedimen atau cekungan lebih lambat sebagai awal
pengangkatan Bukit Barisan atau dikenal sebagai tektonik Miosen Tengah. Batupasir
Baong Tengah terbentuk pada periode ini dan merupakan salah satu batuan waduk
(reservoir) daerah Aru. Pada 9.3-8.3 juta tahun lalu kecepatan sedimentasi sangat besar
tetapi diikuti pula penurunan dasar sedimen atau cekungan yang sangat besar sehingga
penurunan sangat dipengaruhi. oleh pembebanan sedimen disamping akibat penurunan
tektonik.
Gambar 3. Peta struktur batuan dasar regional cekungan Sumatra utara (Sumber daya
bumi 1992)
Gambar 4. Penampang seismic regional yang memotang cekungan Sumatra Utara.
(Reeves dan Sulaeman, 1995).
Petroleum System
 Source Rock
Terdapat dua formasi yang menjadi source rock potensial pada Cekungan
Sumatera Bagian Utara, yaitu Formasi Baong yang berumur Miosen dan Formasi Bampo
yang berumur Oligosen sampai Miosen Akhir.
Pada Formasi Baong, interval source rock terbaik ada pada bagian bawah
dimana mudstone terendapkan pada lingkungan neritik luar sd batial. Batuan-batuan itu,
kemungkinan dibatasi oleh graben yang berarah utara-selatan (Mulhadiono, et all., 1977;
Kingstone, 1978). Meskipun Baong Mudstone tidak melimpah kandungan organiknya,
namun karena memiliki kandungan karbon melebihi 1,5 % maka memungkikan untuk
membentuk volume hidrokarbon yang esensial (Fitriandi, 2006).
Pada Formasi Bampo yang berumur Oligosen sampai Miosen Akhir, ,
interval source rock terbaik ada pada batuan mudstones yang diendapkan pada
lingkungan laut dangkal selama fase rifting (Kamili, et al., 1976).
 Reservoir
Target utama reservoir dalam eksplorasi pada cekungan Sumatera Utara adalah
Formasi Balumai yang dominan tersusun atas batupasir,serta beberapa batugamping
secarasetempat-setempat.Selain batupasir, juga terdapat batugamping terumbu pada
Formasi Peutu dengan umur MiosenAwal – Tengah yang banyak dijadikan target
eksplorasi yang banyak disebut sebagai Batugamping Arun (Soepardjadi, 1983), Malacca
Carbonates (Mundt, 1982), atau Malaca Member (McArthur and Helm, 1983).
Minyak yang belum matang banyak terdapat pada batupasir Formasi Keutapang
dan Seurula. Formasi Keutapang terbentuk sebagai prograding delta yang disebabkan
oleh adanya pengangkatan Bukit Barisan secara perlahan (Mulhadiono, 1976). Sedangkan
Formasi Seurula terbentuk akibat debris volkaniklastik dengan ukuran yang lebih kasar
(Keats, 1979).
Kebanyakan reservoir pada cekungan Sumatera Utara memiliki lapisan shale yang
impermeable, seperti pada bagian bawah Formasi Belumai, Formasi Baong dan Formasi
Keutupang. Lapisan shale inidapat berperan sebagai seal pada petroleum system di
Cekungan Sumatera Utara banyaknya struktur geologi dan trap stratigrafi yang terbentuk
ketika terjadi deformasi pada Sunda Microplate juga turut berperan dalam pembentukan
cebakan hidrokarbon pada Cekungan Sumatera Utara (Fitriandi, 2006).
Prospek hidrokarbon pada cekungan Sumatera Utara yang paling besar berasal
dari batupasir Formasi Belumai.Diduga reservoir utama pada formasi ini terletak dalam
suatu trap stratigrafi, dimana dalam trap tersebut batupasir Formasi Belumai akan
mendapatkan source langsung dari shale Formasi Belumai/ Baong pada bagian bawah.
(Fitriandi, 2006).
2. Cekungan Sumatra Tenggah
Cekungan Sumatera Tengah terbentuk pada awal Tersier dan merupakan seri dari
struktur halft graben yang terpisah oleh blok horst yang merupakan akibat dari gaya
ekstensional yang berarah Timur-Barat. Batuan Tersier tersingkap dari Bukit Barisan di
sebelah Barat Sumatera hingga ke dataran pantai Timur Sumatera. Pada beberapa daerah
halft graben ini diisi oleh sedimen clastic non-marine dan sedimen danau (Eubank dan
Maki, 1981). Cekungan Sumatra Tengah berbentuk asimetri yang berarah Baratlaut
Tenggara. Cekungan Sumatera Tengah bagian Baratdaya dibatasi oleh Bukit Barisan,
bagian Baratlaut dibatasi oleh Tinggian Tigapuluh dan bagian Timur laut dibatasi oleh
Keraton Sunda.
a. Tektonik Dan Stratigrafi
Tektonik Cekungan Sumatera tengah dicirikan oleh blok-blok patahan dan
transcurrent faulting, seperti pengangkatan, gravity tectonic, gliding dan lipatan
kompresi. Sistem blok-blok patahan mempunyai orientasi penjajaran utara-selatan
membentuk rangkain hors dan graben. Ada dua pola struktur utama di cekungan ini, yaitu
pola-pola yang lebih tua cendrung berarah utara-selatan (NNW-SSE) dan pola yang lebih
muda yang berarah baratlaut-tenggara. (NW-SE) (Mertosono dan Nayoan, 1974). Bentuk
struktur yang saat ini ada Cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan merupakan
hasil tiga fase tektonik utama yang terpisah, yaitu Orogenesa Mesozoikum Tengah,
Tektonik Cretaceous Akhir-Tersier Awal dan Orogenesa Plio-Plistosen. Orogenesa
Mesezoikum Tengah merupakan sebab utama termalihkannya batuan endapan
Paleozoikum dan Mesozoikum. Berdasarkan pada teori tektonik lempeng, tektonisme
Sumatera zaman Neogen dikontrol oleh bertemunya Lempeng Asia dan Lempeng
Samudera Hindia. Batas lempeng ditandai oleh adanya zona subduksi di Sumatera dan
Jawa (Yarmanto dan Aulia1988). Heidrick dan Aulia, 1993 menyatakan bahwa
perkembangan struktur di Sumatera Tengah secara geometri dan kinematika dibagi
menjadi empat (4) episode tektonik utama yang dinotasikan sebagai F0, F1, F2 dan F3.

Episode Tektonik F1
Episode tektonik F1 yang terjadi pada Eosen Awal-Oligosen Akhir mengawali
perkembangan kerangka tektonik Tersier yang disebut juga fase riftting. Berdasarkan
konsep tektonik lempeng regional, aktifitas tektonik pada fase ini ditandai dengan adanya
tumbukan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia yang menghasilkan
gaya trantensional hampir diseluruh Lempeng Sunda. Gaya ini menyebabkan
terbentuknya sistem pemekaran kerak benua yang mengahasilkan rangkain geometri
graben dan half graben. Fase ini juga merupakan penyebab terbentuknya sesar-sesar
normal berarah utara dan timurlaut yang terkonsentarsi di sepanjang zona riftting
berkesinambungan dan terisi oleh sedimen klastik darat dan sedimen danau dengan
ketebalan yang berbeda-beda. Deformasi ekstensional pada skala besar berakhir pada saat
pembentukan Kelompok sedimen Pematang. Heidrick dan Aulia, 1993. Melihat ada tiga
orientasi dan pola struktur yang membedakan dengan jelas satu sama lain pada fase F1
ini. Pola pertama, pola struktur yang berarah utara-selatan. Pola ini merupakan graben
extensional utama yang diisi endapan lakustrin. 10 Sedangkan pola kedua dan ketiga
berarah NNE dan NW yang umumnya membentuk struktur graben dan half graben tidak
begitu signifikan jika dibandingkan dengan struktur yang berarah utara-selatan.

Episode Tektonik
F2 Fase ini berlangsung antara Akhir Oligosen- Miosen Tengah, fase ini disebut
juga fase saging. Secara umum pada periode ini terjadi penurunan cekungan secara
menyeluruh (trangresif) saat mana diendapkan endapan sedimen trangesif Kelompok
Sihapas. Dilihat dari aktifitas tektonik, fase ini diawali dengan berhentinya aktivitas
pembentukan struktur riftting, ditandai dengan mulainya diendapkan endapan sedimen
Kelompok Sihapas yang mana konteks tektonostratigrafi dimasukan dalam endapan post-
rift. Aktifitas tektonik pada fase ini ditandai oleh munculnya sesar-sesar mendatar
sepanjang sesar-sesar yang berarah utara-selatan yang terbentuk sebelumnya.

Episode TektonikF3
Fase ini terjadi pada Akhir Miosen-Resent. Fase ini disebut juga fase kompresi.
Aktifitas tektonik meliputi aktifitas sea floor spreading dari laut Andaman, pengangkatan
regional, terbentuknya jalur pegunungan vulkanik dan right lateral strike slip sepanjang
Bukit Barisan yang mengakibatkan kompresi sepanjang Cekungan Sumatera Utara dan
Tengah dengan arah gaya NE-SW. Pada fase ini terbentuk ketidakselarasan regional dan
Formasi Petani dan Minas diendapkan tidak selaras diatas Kelompok Sihapas. Beberapa
peristiwa tektonik yang terjadi secara regional pada periode ini diantaranya adalah,
merupakan awal subduksi sepanjang palung sunda yang berarah NNE. Munculnya busur
vulkanisme tipe Andean di sepanjang batas SW sundaland. Awal sea floor spreading
dilaut Andaman. Akitifitas gerakan strike slip lateral menganan sepanjang sumbu
vulkanisme. Dilihat dari posisinya relatif terhadap zona subduksi cekungan back-arc,
dimana didapatkan aktifitas atau intrusi batuan beku pada ketiga cekungan ini (Cekungan
Sumatera Utara, Tengah dan Selatan).
Gambar 5. Evolusi Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993)
Berdasarkan sejarah geologi yang dihubungkan dengan evaluasi tektonik
lempeng, urutan stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah dapat dibagi menjadi empat
sekuen pengendapan yang merefleksikan fase-fase yang berbeda pada perkembangan
cekungan. urutan-urutan tersebut adalah:
 Sekuen syn-rift yang berumur Eosen-Oligosen Bawah yang tersusun oleh sedimen
kipas aluvial, fluvial dan lakustrin yang mempunyai batuan sumber lokal.
 Sekuen post-rift yang berumur OligosenAtas-Miosen Tengah yang tersusun atas
sedimen fluvial, batupasir delta dan laut, batu serpih dan batubara.
 Sekuen syn-orogenic berumur Miosen Tengah-Pliosen yang terdiri dari batupasir,
batuserpirh, batubara, sedimen delta dan fluvial.
 Sekuen post-orogenic berumur Pliestosen-Holosen terdiri dari Pasir, tanah gambut
dan estuarin.
Stratigrafi regional didalam Cekungan Sumatera Tengah tersusun dari beberapa
unit formasi dan kelompok batuan dari yang tua ke muda. atuan dasar yang berfungsi
sebagai landasan Cekungan Sumatera Tengah dibagi menjadi tiga kelompok batuan yaitu:
1. Mallaca Terrane di sebut juga Quartzite Terrane yang terdiri dari kuarsit,
batugamping kristalin, sekis dan serpih yang berumur 295Ma dan 1112- 122,150Ma
serta diintrusi oleh granodiorit dan granitik yang berumur Jura. Kelompok ini
dijumpai pada coastal plain yaitu bagian timur dan timurlaut.
2. Mutus Assemblage (Kelompok Mutus), merupakan zona yang memisahkan antara
Quartzite Terrane dan Deep-Water Assemblage. Kumpulan Mutus ini terletak di
sebelah baratdaya dan coastal plain dan tersiri dari batuan ofiolit dan sedimen laut
dalam.
3. Deep-Water Mutus Assemblage atau disebut Graywacke Terrane, Kelompok ini
terletak dibagian baratdaya dari kelompok Mutus. Kelompok ini tersusun oleh
Graywacke, pebbly-mudstone dan kuarsit.
Gambar 6. Peta Basement Terranes yang mendasari Cekungan Tersier Sumatera
Tengah (Eubank and Makki 1981. Heidrick et al, 1993).
Gambar 7. Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah (Modifikasi dari Hedrick dan Aulia,
1993)
b. Petroleum System
Formasi Menggala yang berada dalam Kelompok Sihapas merupakan reservoar
utama dalam Cekungan Sumatera Tengah, dimana batuan induk (source rock) berasal dari
batuan dibawahnya yaitu Formasi Brown Shale yang berada pada di kelompok Pematang,
lalu yang menjadi batuan penyekat (seal) adalah Formasi Bangko yang mempunyai
litologi dominan shale yang berada tepat diatas Formasi Menggala.
3. Cekungan Sumatera Selatan
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier
berarah Baratlaut-Tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah
Baratdaya, Paparan Sunda di sebelah Timurlaut, Tinggian Lampung di sebelah Tenggara
yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua
Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah Baratlaut yang memisahkan Cekungan
Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera.
Gambar 8. Elemen Tektonik yang Mempengaruhi Cekungan Sumatera Tengah
(Heidrick dan Aulia, 1993)
Cekungan Sumatra Selata
a. Tektonik Dan Stratigrafi
Fase tektonik yang berkembang di Cekungan Sumatra Selatan menurut
Pulunggono dkk. (1992) terjadi melalui tiga fase :
1. Tahap kompresional (Jura Akhir – Kapur Awal) Tahap kompresional pada masa
Jura Akhir sampai Kapur Awal diakibatkan subduksi lempeng Samudra Hindia ke
bawah lempeng Benua Eurasia yang mengakibatkan pola tegasan simple shear di
Cekungan Sumatra Selatan ini. Sistem pola tegasan ini kemudian berkembang
menjadi sesar geser. Pembentukan sesar geser ini menjadi zona lemah sehingga
diintrusi batuan granitoid. Batuan granitoid yang mengisi zona lemah ini menjadi
tinggian purba.
2. Tahap ekstensional (Kapur Akhir – Tersier Awal) Tahap ekstensional yang terjadi
di Cekungan Sumatra Selatan ini diakibatkan oleh penurunan kecepatan subduksi.
Tahap ini merupakan awal terbentuknya tinggian (horst) dan rendahan (graben)
akibat perubahan sistem tegasan utama yang berarah vertikal. Sesar mendatar
berubah menjadi sesar normal karena tegasan utama vertikal dikontrol oleh gravitasi
dan pembebanan.
3. Tahap kompresional (Miosen Tengah – Resen) Kecepatan subduksi pada tahap
ini meningkat kembali dan menyebabkan peremejaan (rejuvenation) sesar-sesar
normal yang telah ada sebelumnya menjadi sesar naik. Selain itu terbentuk juga sesar
geser (wrenching) dan perlipatan dengan arah sumbu yang masih mengikuti arah
lama (pola Sumatra dan pola Sunda). Fase kompresi ini mencapai puncaknya pada
PlioPleistosen dengan pembentukan pola struktur sesar dan perlipatan baru dengan
arah U330T yang dikenal dengan pola Barisan. Aktivitas tektonik pada fase ini
mempunyai peran yang sangat besar dalam pembentukan zona rekahan baru atau
meremajakan zona rekahan yang telah terjadi di daerah tinggian purba.
Gambar 9. Tahap tektonik Cekungan Sumatra Selatan (Pulunggono dkk., 1992).
Tabel 1. Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera
Selatan (Saifuddin dkk.,2001)
b. Petroleum System
 Batuan Induk
Pada prinsipnya batuan induk pada Cekungan Sumatera Selatan adalah fluviodeltaic marginal marine. Dan batubara berumur Eosen Akhir – Oligosen Tengah Formasi
Lemat dan Akhir Oligosen – Awal Miosen Formasi Talang Akar. Batuan ini diendapkan
pada graben dan setengah graben yang terbentuk selama Akhir Kapur – Awal Oligosen
dan Analisis Sikuen Stratigrafi dan Kronostratigrafi Neogen untuk Penentuan Petroleum
Sistem Sub-Cekungan Jambi Joeben Christian 20 terdistribusi sampai lingkusan
terrestrial. Formasi Lemat dan Formasi Talang Akar didominasi oleh fasies batubara dan
memiliki potensi batuan induk yang memiliki nilai TOC lebih besar dari 3% dan nilai HI
lebih besar dari 300. Fasies dari batuan induk ini didominasi oleh type kerogen II (dua)
dan III (tiga) yang terdiri atas material tanaman tinggi, dengan sedikit leptinite, algae dan
komponen exinite.
 Batuan Reservoar
Pada Cekungan Sumatera Selatan yang berkembang sebagai batuan reservoir
adalah batugamping Formasi Baturaja dan batupasir Formasi Air Benakat. Batugamping
Formasi Baturaja diperkaitkan merupakan fasies platform yang secara litologi pejal,
namun sesar – sesar yang cukup intensif menghasilkan porositas sekunder pada reservoir.
Gambar 10. Petrolium System Cekungan Sumatera Selatan (Lemigas, Indonesian Basin
Summaries, 2006).
b. Cekungan Di Jawa
Di pulua terdapat bebrapa cekungan besar yang kalua di lihat dari posisinya teletak
di bagian utara, tenggah dan Selatan. Umumnya cekungan-cekungan tersebut di kenal
dengan Cekungan Jawa barat utara, cekungan Jawa timur utara, cekungan Jawa tenggah
selatan, dan cekungan Jawa barat selatan juga Cekungan Bogor-Kendeng.
1. Cekungan Jawa Timur
Secara geologi Cekungan Jawa Timur terbentuk karena proses pengangkatan dan
ketidakselarasan serta proses-proses lain, seperti penurunan muka air laut dan pergerakan
lempeng tektonik. Tahap awal pembentukan cekungan tersebut ditandai dengan adanya
half graben yang dipengaruhi oleh struktur yang terbentuk sebelumnya. Tatanan tektonik
yang paling muda dipengaruhi oleh pergerakan Lempeng Australia dan Sunda. Secara
regional perbedaan bentuk struktural sejalan dengan perubahan waktu. Aktifitas tektonik
utama yang berlangsung pada umur Plio Pleistosen, menyebabkan terjadinya
pengangkatan daerah regional Cekungan Jawa Timur dan menghasilkan bentuk morfologi
seperti sekarang ini. Struktur geologi daerah Cekungan Jawa Timur umumnya berupa
sesar naik, sesar turun, sesar geser, dan pelipatan yang mengarah Barat-Timur akibat
pengaruh gaya kompresi dari arah Utara-Selatan.
Tatanan geologi Pulau Jawa secara umum dibagi berdasarkan posisi tektoniknya.
Secara struktural Blok Tuban dikontrol oleh half graben yang berumur Pre–Tersier.
Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari
waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur.
Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin,
pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbedabeda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah
Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara – Selatan (NS) atau pola Sunda dan arah Timur – Barat (E-W). Perubahan jalur penunjaman berumur
kapur yang berarah Timur Laut - Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur - Barat (EW) sejak kala Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di
Pulau Jawa yang sangat rumit disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah
mekanisme perubahan tersebut. Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur
Pulau Jawa dan daerah sekitarnya. Kelompok cekungan Jawa Utara bagian barat
mempunyai bentuk geometri memanjang relatif utara-selatan dengan batas cekungan
berupa sesar-sesar dengan arah utara selatan dan timur-barat. Sedangkan cekungan yang
terdapat di kelompok cekungan Jawa Utara Bagian Timur umumnya mempunyai
geometri memanjang timur-barat dengan peranstruktur yang berarah timur-barat lebih
dominan.
Gambar 11. Lokasi cekungan Jawa timur Bagian Utara.
c. Cekungan di Kalimantan
Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Adanya
interaksi konvergen atau kolisi antara 3 lempeng utama, yakni lempeng Indo-Australia,
Lempeng Pasifik dan Lempeng Asia yang membentuk daerah timur Kalimantan
(Hamilton, 1979). Evolusi tektonik dari Asia Tenggara dan sebagian Kalimantan yang
aktif menjadi bahan perbincangan antara ahli-ahli ilmu kebumian. Pada jaman Kapur
Bawah, bagian dari continental passive margin di daerah Barat daya Kalimantan, yang
terbentuk sebagai bagian dari lempeng Asia Tenggara yang dikenal sebagai Paparan
Sunda. Pada jaman Tersier, terjadi peristiwa interaksi konvergen yang menghasilkan
beberapa formasi akresi, pada daerah Kalimantan.Selama jaman Eosen, daerah Sulawesi
berada di bagian timur kontinen dataran Sunda. Pada pertengahan Eosen, terjadi interaksi
konvergen ataupun kolisi antara lempeng utama, yaitu lempeng India dan lempeng Asia
yang mempengaruhi makin terbukanya busur belakang samudra, Laut Sulawesidan Selat
Malaka. Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan yang dihasilkanoleh
perkembangan regangan cekungan yang besar pada daerah Kalimantan.Pada Pra-Tersier,
Pulau Kalimantan ini merupakan salah satu pusat pengendapan, yang kemudian pada
awal tersier terpisah menjadi 6 cekungan sebagai berikut :
1 Cekungan Barito, yang terletak di Kalimantan Selatan.
2.Cekungan Kutai, yang terletak di Kalimantan Timur.
3. Cekungan Tarakan, yang terletak di timur laut Kalimantan.
4 Cekungan Sabah, yang terletak di utara Kalimantan.
5.Cekungan Sarawak, yang terletak di barat laut Kalimantan,
6. Cekungan Melawai dan Ketungau, yang terletak diKalimantan Tengah
Kerangka tektonik di Kalimantan Timur dipengaruhi oleh perkembangan tektonik
regional yang melibatkan interaksi antara Lempeng Samudera Philipina, Lempeng IndoAustralia dan Lempeng Eurasian yang terjadi sejak Jaman Kapur sehingga menghasilkan
kumpulan cekungan samudera dan blok mikro kontinen yang dibatasi oleh adanya zona
subduksi, pergerakan menjauh antar lempeng, dan sesarsesar mayor. Cekungan Kutai
terbentuk karena proses pemekaran pada Kala Eosen Tengah yang diikuti oleh fase
pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen khir. Peningkatan tekanan karena
tumbukan lempeng mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah Barat Laut
yang menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai, dan
tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang. Pada Kala Miosen Tengah
pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian barat Cekungan Kutai yang bergerak
secara progresif ke arah Timur sepanjang waktu dan bertindak sebagai pusat
pengendapan. Selain itu juga terjadi susut laut yang berlangsung terus menerus sampai
Miosen Akhir. Bahan yang terendapkan berasal dari bagian Selatan, Barat dan Utara
cekungan menyusun Formasi Warukin, Formasi Pulubalang dan Formasi Balikpapan.
Gambar 12. Cekungan sedimen yang ada di Kalimatan (psg.bgl.esdm.go.id).
2. CEKUNGAN PADA PAPARAN SAHUL
Cekungan di Perisai Sahul (di atas Kerak Benua Australia). Stratigrafi Cekungan
ini ditandai adanya Ketidakselarasan antara Cekungan Pre-Rift (Paleozoikum), Syn-Rift
(Jura Awal), Passive margin (Jura Akhir-Kapur Akhir) dan Continent-arc Collision
related Fore-land Basins dan Strike-Sliprelated Basins.
a. Cekungan Di Sulawesi
Salah satu cekungan yang terkenal di Sulawesi adalah cekungan sedimen Bone
Sulawesi selatan. Berikut adalah ulasan singkat Cekungan Bone.
1. Cekungan Bone
Pulau Sulawesi merupakan salah satu dari lima pulau terbesar di kepulauan
Indonesia, memiliki bentuk khas seperti huruf “K”. Pulau Sulawesi ini yang terletak pada
daerah dengan kompleks di zona pertemuan antara lempeng Eurasaian, Indo-Australia
dan Pasifik (Halmilton, 1979; Silver et al., 1983).
Pulau Sulawesi terbentuk dari zona tektonik yang berarah utara-selatan (Sukamto,
1975). Zona tersebut adalah dimulai dari barat ke timur yaitu Busur Vulkanik Tersier
Sulawesi Barat, Busur Vulkanik Kuarter Minahasa-Sangihe, Jalur Metamorfik KapurPaleogen Sulawesi Tengah, Jalur Ofiolit Kapur Sulawesi Timur dan asosiasi sedimen
pelagic penutup dan fragmen mikro benua Banda Paleozoik yang berasal dari Lempeng
Benua Australia. Kontak antara tektonik ini adalah sesar-sesar.
Pada bagian utara Pulau Sulawesi terdapat Palung Sulawesi Utara yang terbentuk
oleh subduksi kerak samudera laut Sulawesi, sedangkan di bagian tenggara Pulau
Sulawesi dengan bagian utara Laut Banda, dimana kedua struktur utama tersebut
dihubungkan oleh sesar Palu-Koro dan Matano. Di bagian barat Sulawesi terdapat selat
Makasar yang memisahkan Lengang bagian barat Sulawesi dengan Busur Sunda yang
merupakan bagian Lempeng Eurasia yang diperkirakan terbentuk dari proses pemekaran
lantai samudera pada masa Miosen, sedangkan dibagian timur terdapat fragmen-fragmen
benua yang berpindah karena sesar geser dari New Guinea (Hall dan Willson, 2000,
dalam Armstrong, 2012).
Cekungan Bone terletak di Teluk Bone, dimana bagian barat dan timur dibatasi oleh
Lengan Sulawesi Barat dan Lengan Sulawesi Timur, bagian utara dibatasi oleh Sulawesi
Tengah dan bagian selatan dibatasi oleh Laut Jawa. Teluk Bone mencakup area sekitar
200 – 30.000 Km². Cekungan Bone dipotong oleh beberapa sesar Palu-Koro, dan Sesar
Walanae, serta diapit dua tinggian yaitu tinggian Bonerate disebelah barat dan tinggian
Kabaena di sebelah timur, mengakibatkan berbagai jenis batuan bercampur sehingga
posisi stratigrafinya menjadi sangat rumit.
Gambar 13. Lokasi Cekungan Bone, Sulawesi (modifikasi dari Camplin dan Hall,
2014).
Cekungan Bone dibagi menjadi 6 (enam) satuan batuan menurut Yulihanto (2004)
yaitu: satuan batulempung A, satuan batugamping B, satuan batuan vulkanik C, satuan
batugamping D, satuan batupasir E, dan satuan termuda sedimen pengisi lembah F.
1. Sekuen A.
Sekuen A disetarakan dengan satuan Batulempung atuan ini berada paling
bawah dari cekungan Bone, dan memiliki umur paling tua, berdasarkan pada
kenampakan dari Formasi Malawa di bagian Lengan Barat dan Formasi sedimen
pelagi dan ofiolit di Lengan Timur pada kolom kesebandingan, yakni berumur
Eosen dengan ketebalan satuan ini mencapai 450 meter, dengan kedalaman sekitar
4000 m dibawah permukaan laut.
2. Sekuen B.
Sekuen ini disetarakan dengan Batugamping yang diperkirakan
merupakan satuan yang mewakili formasi Tonasa dan Formasi Tampakura yang
berumur Oligosen, dengan ketebalan bervariasi yang mencapai 900 meter, dengan
kedalaman sekitar 3500meter dibawah permukaan laut. Pada sekuen ini terlihat
cekungan dengan bentuk yang memanjang dengan bagian selatan lebih luas dari
pada bagian utara.
3. Sekuen C
Sekuen ini disetarakan dengan batuan Vulkanik, yang merupakan satuan
yang mewakili Formasi Camba dan Molasa Sulawesi Formasi Langkowala
(Miosen bawah hingga tengah). Pada cekungan ini terdapat beberapa ketebalan
sedimen yang mencapai 200 meter dengan kedalaman sekitar 3000 meter dibawah
permukaan laut.
4. Sekuen D.
Sekuen ini disetarakan dengan Batugamping, mewakili formasi Tacipi dan
termasuk pada Molasa Sulawesi Formasi Femoiko yang berumur Miosen tengah.
Memiliki ketebalan sedimen hingga 700 meter, dengan kedalaman sekitar 3000
meter dibawah permukaan laut. Sekuen ini membentuk cekungan yang
memanjang dengan arah utara-selatan,dimana semakin kearah utara maka
sedimen semakin dangkal dan sebaliknya semakin ke selatan sedimen semakin
dalam.
5. Sekuen E.
Satuan Batupasir ini, mewakili endapan Formasi Walanae dan Molasa
Sulawesi. Satuan ini memiliki ketebalan hingga 1000meter pada kedalaman
mencapai 3200meter dibawah permukaan laut. Pada sekuen ini terdapat pula
cekungan Kuarter yang berada di bagian atas dari sekuen dan terisi oleh
endapan baru. Morfologi sekuen ini memliki bentuk lonjong memanjang
dengan bagian terdalam berada pada bagian selatan dan dangkal pada bagian
urata.
Tabel 2. Stratingrafi Cekungan Bone
Stratigrafi cekungan Bone.
b. Cekungan Di Papua
Bagian utama Irian Jaya Merupakan Pinggiran Benua Australia yang sejak Trias bergerak
ke utara dan ini sebenarnya merupakan Passive margin, dengan lempeng Samudra di
depannya membentuk subduksi terhadap lempeng Pasific. Pada saat jalur subduksi yang
terus menerus mengkomsumsi Lempeng Samudra Australia bertumbukan dengan kerak
benua Australia pada Awal Tersier. mengakibatkan Lempeng Samudra Pasific
tertekukkan ke atas dan menghasilkan Obduksi, sedang lapisan-lapisan PaleozoicMesozoic serta lapisan Tersier terlipat kuat membentuk sesar naik dan sungkup ke arah
nselatan yang sering disebut dengan Papua Foldthrust Belt, Sementara Foreland-basins
terbentuk didepan Paparan Australia, Hinterland basin dibelakang Pegunungan lipatan
tersebut. Lapisan sedimen yang terlipat ketat karena pertumbukan Collision ini disebut
Suture.
I. Suture related basins

Cekungan Akimeugah (Foreland basins). Di selatan Irian Jaya

Cekungan Mamberano (Foredeep basin). Di utara Irian Jaya

Cekungan di Paparan Australia Utara (Timor Gap), merupakan
cekungan Rift basin dan Passive margin pada Pra-Tersier

Kepada Burung Irian Jaya
II. Strike-slip related basin
1. Cekungan Salawati
Cekungan ini berhubungan dengan Sesar Geser Sorong,yang membentuk asimetri, ada
dugaan bahwa Cekungan Salawati ini merupakan bahagian terpotong dari Cekungan
Banggai. Cekungan Selawati yang terletak di bagian barat kepala burung Irian Jaya atau
di daerah Dobberai (Vogelkop) Peninsula, terbentuk pada kala Miosen Atas atau sekitar
10 juta tahun lalu. Akibat adanya “oblique subduction” antara Lempeng Australia dengan
Lempeng Pasific. Sebelum itu daerah ini merupakan suatu paparan karbonat yang diberi
nama Paparan Ayamaru yang merupakan bagian dari kerak benua Australia.
2. Cekungan Bintuni
Pada Cekungan ini terbukti batuan Pra- Tersier menghasilkan Gas, bukan merupakan
bessement, Gas ditemukan pada batuan umur Jura. Stratigrafi Pra-Tersier. Cekungan ini
diduga terbentuk karena sesar geser yang menghasilkan Transpressional struktur sesar
sungkup dari Jakur Lengguru pada penampang berbentuk asimetri. Cekungan-cekungan
yang terbentuk karena pengaruh Sesar Geser Sorong (Sorong Fault Zone), berbentuk Half
Graben, Cekungan Banggai merupakan belahan dari cekungan Salawati yang telah
ditransport beberapa ribu Km, ke arah Barat pada zaman Tersier. Urutan Pre-Rift, SynRift dan Passive-margin, serta terakhir Drift dapat dikenali pada kedua cekungan ini.
Transpressional pada akhir Tersier telah menghasilkan ribuan meter sedimen klastik yang
berpotensi untuk minyak dan Gasbumi.
1. Cekungan Akimeugah (Foreland basins).
Cekungan Akimeugah terletak di utara basement high (Merauke Ridge) Papua
bagian selatan yang memisahkannya dari Cekungan Arafura ke selatan. Cekungan ini
Dilihat dari asosiasinya dengan cekungan disekitarnya, cekungan akimeugah berasosiasi
dengan cekungan – cekungan yang telah berproduksi hidrokatbondiantaranya Cekungan
Papua dan cekungan – cekungan Australia. Dari penelusuran berbagai jurnal dan atikel,
literature geokimia akan memberikan gambaran terkait batuan induk aktif yang ada di
daerah tersebut.
Gambar 14. Peta indeks Cekungan Akimeugah dan Sahul berdasarkan Peta Cekungan
Sedimen Indonesia (Badan Geologi, 2009).
Cekungan Akimeugah bermula sebagai cekungan passive margin, yakni cekungan
yang terbentuk oleh rifting di tepi utara benua Australia pada saat tepian ini, mengalami
peretakan akibat sebagian massa dibagian utaranya mau lepas dan bergerak dari Australia.
Dalam retakan ini terbentuk horst dan graben yang di dalam grabennya diendapkan
sedimen synrifting Paleozoikum dan Mesozoikum. Kemudian, saat bagian ini lepas dan
menjauh dari Australia (drifting) diendapkanlah sedimen syn drifting yang umumnya
berupa shale atau batugamping, kejadian ini terjadi sampai Paleogen.
Gambar 15. Peta tektonik dan penampang cekungan foreland (Awang Satyana, pada
Agus sabarnas 2011).
Pada umur Neogen, Akimeugah berbenturan dengan Central Range of Papua
(Punggung Papua). Sejak itulah Akimeugah bertipe foreland basin. Passive margin
Paleozoikum-Neogen ditekuk masuk ke bawah jalur Banda dan Central Range. Kemudian
di bagian depan tekukan itu (foredeep) diendapkan sedimen bersifat molassic yang
merupakan erosional products dari tinggian di dekatnya.Penekukan dan penguburan oleh
sedimen molase bagian foredeep passive margin Akimeugah telah mematangkan batuan
induk Paleozoik, Mesozoik, atau Paleogen di dalam graben kemudian migrasi
hidrokarbonnya akan bergerak membalik dari foredeep ke forebulge-nya (bagian ke arah
updip dari passive margin yang tak ikut tertekuk seperti foredeep) secara lateral, atau
bergerak vertikal menuju zone deformasi imbrikasi di wilayah benturan. Kontrol utama
cekungan Akimeugah adalah rifting dan drifting pada Paleozoikum MesozoikumPaleogen, dan collision pada Neogen (Awang Satyana, pada Agus sabarnas 2011).
Stratigrafi cekungan Akimeugah
Cekungan Akimeugah terdiri dari endapan pre – kambrian – tersier. Batuan dasar
terdiri dari Batuan Gabro berumur pra-kambrian dan Batuan Metamorf. Diikuti oleh
pengendapan formasi Dolomit Modio berumur Permian dan Formasi Aiduna yang
diendapkan secara tidak selaras. Kemudian secara selaras diendapkan diatasnya formasiformasi klastik Mesozoikum (Formasi Tipuma, Kopai, Woniwogi, Piniya dan Ekmai),
serta beberapa perlapisan karbonat secara lokal. Diatas Formasi Ekmai, ditindih oleh
klastik dan batugamping berumur Paleosen – Miosen (Waripi, Lower Yawee, Anggota
Adi, dan Upper Yawee) secara tidak selaras. Pengendapan terakhir adalah batulempung
marin berumur Miosen akhir hingga Plio-Pleistosen dan karbonat lokal yang terendapkan
tidak selaras, yaitu Formasi Buru.
Sistem petroleum yang bekerja pada Cekungan Akimeugah terdapat pada Grup
Kembelangan yang berumur Mesozoikum. Grup Kembelangan terdiri atas empat formasi,
yaitu: Formasi Kopai, Formasi Woniwogi, Formasi Piniya, dan Formasi Ekmai. Formasi
Kopai merupakan batuan sumber dengan tipe kerogen II dan III, Ro lebih besar dari 0.6
%, dan TOC berkisar antara 1 – 10 % pada Paparan Sahul. Formasi Woniwogi merupakan
batuan reservoir dengan porositas berkisar antara 12 – 14 % dengan permeabilitas antara
200 – 500 mD (Meizarwin, 2003). Formasi Piniya merupakan batuan tudung yang
tersusun oleh batulempung dengan ketebalan mencapai 900 meter (Panggabean dan
Hakim, 1986). Formasi Ekmai merupakan batuan reservoir pada Lapangan Bayu –
Undan, akan tetapi pada Cekungan Akimeugah batuan ini bukan merupakan batuan
reservoir yang bagus.
Australia dan Papua New Guinea telah memproduksikan minyak dan gas bumi
dari sistem cekungan yang sama yaitu cekungan foreland, batuan reservoir yang sama
yaitu batupasir yang berumur Jura Tengah – Kapur, dan boleh disimpulkan sistem
petroleum yang sama. Cadangan minyak dan gas bumi Indonesia yang semakin menurun
merupakan tanggung jawab bersama, apalagi geologist merupakan kunci untuk
menemukan potensi tersebut. Dengan konsep baru, data yang lebih lengkap, dan
interpretasi yang lebih mendalam terhadap data yang ada, maka potensi cadangan minyak
dan gas bumi di Cekungan Akimeugah dapat ditemukan. Harapan minyak dan gas bumi
itu ada di Timur Indonesia, tepatnya di Cekungan Akimeugah Pulau Papua.
Tabel 3. Streatgrafi Cekungan Akimeugah
DAFTAR PUSTAKA
Boggs, Jr. S. (2006): Principal of Sedimentology and Stratigraphy 4th edition, Hal 550553, Pearson Education, inc., Upper Saddle River New Jersey.
Klasifikasi cekungan dimodifikasi dari Dickinson, 1974, 1976, dan Ingersoll, 1988.
Sumber: Ingersoll, R. V., dan C. J. Busby, 1995 Tectonic of sedimentary basin, dalam
Busby, C. J., dan R. V. Ingersoll(eds.).
Pertamina Directorate of Exploration & Production, A Review of the Hydrocarbon of the
North Sumatra.
Fitriani, Primandita, 2006, Basin Summaries-Indonesia, Jakarta: Patra Nusa Data
Pertamina BPPKA, ed., 1996, Petroleum geology of Indonesian basin principles, methods
and application: Volume I North Sumatra Basin.
Heidrick, T.L., and Aulia, K.A., 1993, Structural and Tectonic Model of the Costal Plains
Block, Central Sumatera Basin Indonesia. Proceeding IPA 22nd Annual Convention.
Boggs JR, Sam. 2006. Principles of Sedimentology and Stratigraphy 4th
edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Anonim. Artikel Pendahuluan tektonika pada jurnalgeologi. blogspot.com/2010/01/geopendahuluan-tektonika.html.
Jusri. 2013. Artikel CEKUNGAN INDONESIA TIMUR pada jusjusri.
blogspot.com/2013/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html
The Journal Geology of Indonesian pada
http://geoenviron.blogspot.com/2011/12/cekungan-geologi-paparansunda.
Html.
Satyana, A.H. (2013) : Exploring & producing Petroleum in Eastern Indonesia: Update
knowledge & Recent Trends. Guest Lecture Ikatan Alumni Teknik Geofisika ITB.
Satyana, A.H., Damayanti, S., Armandita, C. (2012): Tectonics, Stratigraphy, and
Geochemistry of The Makassar Straits: Recent Updates from Exploring Offshore West
Sulawesi, Opportunities and Risks. Proceedings Indonesian Petroleum Association 36th
Annual Convention.
https://scienceandtechnologyaroundus.blogspot.com/2019/04/cekungan-formasisedimen-akimeugah-papua.html.
Download