Summary Chapter 1: NATURAL ENVIRONMENT By Ryan Fajar Febrianto Defining Nature and Environment: - - Dalam kamus, “environment” didefinisikan sebagai kondisi eksternal yang berada mengelilingi kehidupan dan pekerjaan manusia. Definisi ini merupakan human-centered definition Banyak juga definisi environment. Namun secara spesifik, makna environment sebagai nohhuman natural conditions and surroundings yang makna tersebut dekat dengan istilah “nature” Istilah “nature” dapat dimaknai sebagai: sesuatu yang esensial bagi seseorang atau benda, dalam kata lain, sifat alami. Pada abad ke-17, makna dominan nature berkembang lagi. Nature/Alam didefinisikan sebagai “the whole material world of things”. Mendefinisikan nature seperti ini membuat manusia melihat nature sebagai dunia yang cukup statis, seperti dimaknai dengan gunung, pantai, dll. Masyarakat juga cenderung melihat alam sebagai tempat yang bersih dan enak dilihat. Sekarang ini, keadaan desa dilihat lebih natural dibandingkan dengan dunia artificial seperti perkotaan. Pandangan mayoritas: alam perlu dikuasai oleh manusia. Alam diciptakan Tuhan memanglah untuk kebutuhan manusia. Pandangan minoritas: biarkan alam bersih, alami, dan indah apa adanya. Karena selama ini melihat banyaknya manusia yang menciptakan polusi dan mengotori alam. Kedua kelompok ini berpendapat bahwa alam dan masyarakat bersifat terpisah satu sama lain. The Natural Environment - - Istilah natural environment dipilih untuk mencegah adanya kesalahpahaman ketika menggunakan kata ‘environment’ dan ‘nature’ secara terpisah. The Natural Environment merujuk pada dunia non-human yang berada didalam masyarakat dan keberadaan ‘produk’ mereka. Dalam area lokal, natural environment secara khusus diidentifikasi sebagai taman atau pantai. Namun, hal tersebut bukan berarti manusia tidak bersifat natural. Para sosiolog berpendapat bahwa manusia adalah spesies yang berevolusi dan berkembang dari waktu ke waktu. Manusia pun diidentifikasikan dalam keseimbangannya diantara tingkah laku yang berdasarkan inherited instincts (insting lahiriah) serta tingkah laku yang didasarkan pembelajaran. Manusia bukan hanya bisa belajar, tetapi HARUS belajar demi kelangsungan hidup mereka. Industrialisasi, Urbanisasi, Lingkungan Alam - Pakar Sejarah, Thomas, berkata bahwa ada hubungan antara proses-proses industrialisasi dan urbanisasi terhadap tindakan mansua terhadap lingkungan alam. Seperti contohnya, ketika semakin banyak masyarakat desa yang berpindah ke daerah perkotaan, mereka tak lagi bekerja dengan hewan atau di ladang. Mereka hanya kembali ke pedesaan hanya untuk refreshing dan - pengejaran akan kesenangan. Daerah pedesaan kini dilihat sebagai sesuatu yang damai dan nyaman dibandingkan untuk bekerja. Organisasi sosial berkembang cukup kompleks, secara internasional berhubungan dan efektif. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi pun membuat kejadian alam dan bencana-bencana dilihat sebagai hukuman dari tuhan. Humans in Natural Environments - - Salah satu penemuan yang mempengaruhi perkembangan manusia secara signifikan adalah penemuan Api, dan teknik menggunakan, mengatur, hingga menjaganya dibawah kontrol manusia. Dalam proses mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungan alam, tekanan juga diberikan kepada manusia untuk mengubah bentuknya dalam organisasi sosial. Ketika awalnya manusia belajar bagaimana untuk membuat dan memanage api kecil, mereka perlu mengorganize diri mereka untuk menjaga api tersebut tetap nyala, memonitor api, dalam waktu yang bersamaan juga menjaga diri mereka tetap aman. Ketika selanjutnya, dalam bentuk domestik dari api yang berada di area rumah, masyarakat memerlukan spesialis atau orang yang ahli di bidang api. Poin nya adalah, perubahan dalam metode dari manipulasi terhadap lingkungan alam selalu bergerak seiring perubahan organisasi sosial. The powers of humans and natural processes - - - - - Di masyarakat modern, lingkungan alam dilihat dengan ‘rumah’ yang indah yang perlu dijaga, tapi dilain sisi, merupakan sumber kemarian, kerusakan dimana sebenarnya manusia juga perlu dijaga darinya. Hal ini menggambarkan bahwa pada faktanya, manusia bergantung pada lingkungan alam untuk kelangsungan hidup mereka dan selamanya manusia tidak mempunyai pilihan untuk tidak berhubungan dengan lingkungan alam. Ada pandangan akurat bahwa ada ketegangan antara apresiasi (cara menghargai) modern terhadap alam dan masyarakat berusaha untuk mengontrol proses alam dan kejadian alam. Seperti contohnya, tukang kebun yang ingin menciptakan taman yang indah, mereka menyingkirkan hama, benalu, dsb. Padahal jelas, bahwa hama dll itu termasuk bagian dari lingkungan alam. Contoh lain adalah fenomena “animal lovers”. Sosiolog, antropolog, dan pakar sejarah menemukan bahwa tingkah laku manusia terhadap alam bervariasi, tidak hanya seperti pada penjelasan ideal diatas. Mulai tahun 2005, ketika terjadi banyak bencana alam di dunia, manusia mempercayai bahwa kejadian tersebut adalah ‘tindakan Tuhan’, karena bencana tersebut diluar kontrol manusia, seperti contohnya Aktivitas Volkanik yang disebut sebagai “Api-Api Tuhan” Di zaman modern, masyarakat secara bertahap mencoba untuk menggunakan metode ilmiah untuk memprediksi kapan terjadinya kejadian-kejadian seperti bencana, dengan tujuan untuk mencegah hingga mengurangi dampak penyakit, dll. Konklusinya, bahkan di abad ke-21, dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, manusia tidak mengontrol atau mendominasi lingkungan alam. Dalam berbagai cara, apa yang manusia lakukan menggambarkan ketergantungan dan permintaan ‘belas kasih’ manusia terhadap setiap kejadian dan proses alam, serta berusaha untuk mengatur hubungan dengan lingkungan alam. Natural and Artificial Environments - - Apa yang kita bilang “natural” dan “artificial” sebenarnya apakah benar? Misalnya kita melihat pohon yang kita anggap natural, dan gedung yang kita anggap artificial. Bisa saja sebenarnya pohon tersebut ditanam dan dirawat hingga dibentuk oleh manusia. Untuk gedung, bila kita amati, hampir seluruh bahan bangunan tersebut sebenarnya terbuat dari alam. Masalah pembedaan dari lingkungan ala mini sebenarnya disebabkan oleh pemisahan kita terhadap “lingkungan alam” dengan “masyarakat”. Secara bertahap, sosiolog dan ahli sosial melihat pemisahan ini sebenarnya tidak membantu dan menyesatkan. Masyarakat dan lingkungan alam sebenarnya jelas terjalin satu sama lain dan mungkin kita membutuhkan pemikiran yang lebih baik terhadap hubungan yang memberi bobot yang memadai terhadap proses lingkungan alam dan tindakan manusia. Summary Chapter 2: KNOWING THE ENVIRONMENT By Ryan Fajar Febrianto - Sebenarnya, sulit untuk melihat hubungan antara manusia dengan alam. Berbagai sosiolog telah menyarankan bahwa pembangunan berskala besar, modern, masyarakat industri telah melepas masyarakat dari kontak langsung dengan alam. Involvement and Detachment - - - - - - Darimana manusia mendapatkan pengetahuan mengenai alam? Banyak yang berasal dari TV, media massa, dari pendidikan biologi dan geografi di sekolah dengan menggunakan buku ajaran yang berasal dari penelitian ilmiah Pengetahuan ilmiah merupakan kunci dari modernisasi. Dengan semua metode-metode, komunitas, publikasi, dll. Namun, pengetahuan modern bukan hanya bentuk dari pengetahuan mengenai lingkungan alam. Sejak berabad-abad, agama menjadi sama fungsinya dengan ilmu. Hubungan agama dengan alam juga menjelaskan hubungan manusia dengan alam, sebagai guideline untuk hidup dan menjelaskan bagaimana hubungan seharusnya diantara manusia dengan alam. Antroposentrik: Hal ini sebenarnya juga dijelaskan oleh Lynn White, Jr. yang menjelaskan umat Kristiani sebagai antroposentrik, dalam hal ini agama yang menempatkan manusia pada fokus utama (human-centered). Kristiani melihat manusia diciptakan oleh Tuhan untuk ‘mengisi bumi’, dengan kata lain, dominion (baca: bentuk dominasi yang pengaturannya lebih bijak) diperbolehkan bagi manusia kepada lingkungan. Perkembangan ilmu keagamaan pun dibayang-bayangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan seperti astronomi, fisika, biologi, geologi, karena ilmu tersebut bersifat empiris dan berdasarkan observasi. Pemikiran yang berguna terhadap perbedaan agama dengan pengetahuan ilmiah yakni melihat semua pengetahuan manusia secara politis atas emosionalis tergabung, namun juga secara relative memisahkan dari keterlibatan-keterlibatan tersebut (duh, gak ngerti ini… ada di hal.20) Pada abad ke-16, juga berkembang pemikiran Geosentris, atau pemikiran earth-centered (sebagaimana yang dipercayai alkitab), yang pada akhirnya pemikiran tersebut dipatahkan oleh pakar ilmiah Copernicus dan Galileo, bahwa sebenarnya bumi tidak menjadi center. Namun teori Galileo pun akhirnya ditentang oleh pihak yang berpegang kuat pada ajaran agama. SCIENTIFIC REVOLUTION - Pada tahun 1540-1700, dilihat sebagai masa revolusi ilmiah. Pada tahun 1982, Carolyn Merchant, percaya bahwa ilmu dan metode ilmiah telah memimpin secara langsung terhadap justifikasi pada kerusakan alam, karena alam telah di devaluasi, yang menempatkan alam berada dibelakang manusia yang dilihat lebih penting. - - Selain itu, Merchant juga berpendapat bahwa alam dilihat seperti layaknya mesin Lebih dari itu semua, Merchant menemukan hubungan antara devaluasi alam dengan devaluasi perempuan dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan antara alam dengan masyarakat, berhubungan dengan peran reproduksi perempuan, membawa dan memberi kelahiran kepada anak, menstruasi, yang menjadi demonstrasi fisika dari hubungan antara alam dengan perempuan, sehingga muncul istilah The Mother of Earth. Filsuf pada era ‘enlightenment’ menolak otoritas agama dan tradisim yang pada akhirnya membawa poros utama alasan manusia dan rasionalitas dalam area kehidupan manusia. Dalam revolusi ilmiah ini juga, ada kasus yang dialami oleh Hutton dan Bacon, yang jika dilihat secara sosiologis mempercayai bahwa sebenarnya alam semesta memanglah diciptakan oleh Tuhan, tapi setelah penciptaan, proses alam dan kejadian alam sebenarnya dapat dipelajari dan dipahami oleh manusia. Pemikiran ini dipandang lebih ‘mungkin’ melihat adanya ‘division of labour’ antara agama dan ilmu pengetahuan. SOCIAL CONSTRUCTIONS OF NATURE - Dalam sosiologi lingkungan, ada dua pendekatan yang diadopsi dari metodologi sosiologis dalam mengkaji isu-isu sosial, yakni social constructionism dan critical realism. SOCIAL CONSTRUCTIONISM - - - - - - Merupakan suatu pendekatan untuk mempelajari permasalahan-permasalahan sosial, termasuk masalah lingkungan, yang mengambil ide dari perspektif ‘permasalahan sosial’ lama, pengetahuan sosiologi, dan pembelajaran ilmu pengetahuan sosiologis. Pendekatan ini membutuhkan pemahaman klaim-klaim terhadap masalah serta bukti ilmiah. Para penganut paham ini telah menginvestigasi bagaimana beberapa isu sosial datang untuk dilihat sebagai permasalahan sosial yang penting, ketika isu lingkungan yang lain tidak diperhatikan secara serius bahkan diabaikan. Para penganut paham ini berpendapat bahwa semua masalah lingkungan adalah bagian penciptaan atau ‘konstruksi’ sosial, dimana proses dari konstruksi itu dapat diamati, dimengerti, dan dijelaskan. Dalam social constructionism ini terdapat dua pendekatan yakni Strict dan Contextual constructionism. Strict Constructionists (minoritas) menekankan bahwa lingkungan alam tidak akan pernah berbicara langsung kepada kita dan selalu perlu orang untuk bicara tentangnya. Ide-ide, teoriteori, serta konsep-konsep dalam masyarakat dapat membentuk bagaimana lingkungan alam dirasakan, diapresiasi dan dipikirkan. Mereka berpikir bahwa kebendaan alam dapat benar-benar dinyatakan ada jika mereka dapat diterima untuk investigasi atau berguna bagi masyarakat. Contoh: Ikan. Strict Constructionists berkata bahwa ikan bukanlah sekedar ikan, mereka secara fakta merupakan konstruksi sosial dan mereka dikonstruksikan dalam berbagai cara, begitupun sisa alam yang lain. Fokus dari Strict Constructionists adalah manusianya, bukan pada ikannya. Jika kita menerapkan pendekatan yang sama terhadap lingkungan alam lalu kita mungkin belajar mengenai bagaimana orang-orang menggunakan dan telah menggunakannya, tapi kita - - - - - - - tidak akan mempelajari lebih banyak tentang lingkungan alam itu sendiri atau dampak dari aktivitas manusia terhadapnya. Contextual Contructionists (mayoritas) berawal bahwa masalah sosial itu mungkin saja benar nyata. Bagaimanapun, ada juga masalah sosial yang dianggap lebih serius dan kurang serius. Permasalahan lingkungan dirangking agar mencapai signifikansi. Contoh: Global Warming yang dipandang lebih serius dibandingkan sampah jalanan, dsb. Karena, klaim-klain terhadap permasalahan lingkungan itu ada melalui perubahan konteks sosial dan dipengaruhi oleh ide-ide politik dan ilmiah yang umum, keadaan ekonomi serta adat istiadat. Conttextual contructionists berpendapat bahwa inilah poin yang sebenarnya dimana sosiologi dapat menunjukkan fungsi berguna melalui investigasi dari semua klaim-klaim masalah lingkungan, siapapun yang menggunakan atau menolaknya John Hannigan berpendapat bahwa ada tiga tahap dalam mengkonstruksi klaim-klaim permasalahan lingkungam yakni: Perakitan (assembling), Penyajian (presenting), dan Contesting. Tahap pertama, adalah Perakitan (assembling). Tahap ini menyaratkan pengumpulan buktibukti yang akan membantu dalam membenarkan klaim tersebut. Dalam tahap ini juga dikenal dengan istilah labeling, yang menurut penganut paham interaksionisme simbolik labeling dapat menjadi proses sosial yang sangat kuat. Contohnya, jika masalah lingkungan dapat diberikan label, maka dia akan dapat ‘berdiri’ dan terlihat dibandingkan yang lain, dan membuatnya sukses meraih ‘ranking’. Merakit (assembling) klaim juga berarti mengidentifikasi/mengenal musuh/enemy, yakni orang yang bertanggung jawab terhadap proses penciptaan klaim tersebut. Jika kita dapat menyalahkan seseorang, politikus, pengusaha-pengusaha, atau bahkan negara sekalipun, lalu sisa dari kita, yang tidak tersalahkan, menjadi penonton yang memiliki ‘potensi yang besar’ yang dapat mendukung klaim dari masalah tersebut. Tahap kedua, yakni klaim harus dipresentasikan. Presentasi bermaka melakukan sesuatu yang dapat menangkap perhatian orang-orang atau mengajak mereka. Dalam 30 tahun terakhir, pakar lingkungan telah menjadi spesialis dari ‘penangkap perhatian publik’ dengan serangkaian demonstrasi dan aksi langsung untuk dipresentasikan ke media masa. Contoh: kampanye greenpeace. Tahap ketiga, masalah lingkungan dikonteskan. Pembuat klaim/keluhan selalu membuat yang lainnya marah. Tidak mudah bagi pemerintah untuk menghadapi implikasi dari klaim-klaim lingkungan dan berusaha untuk membatasi klaim tersebut atau bahkan mengindahkannya. Pengusaha tidak ingin mendengar bahwa kegiatan mereka menyebabkan polusi bagi lingkungan, Saya dan anda pun tidak suka mendengar bahwa kitapun berkontribusi pada perubahan iklim ketika kita mengendarai kendaraan. Terkadang kita seperti layaknya ‘musuh’! Kita terkadang menemukan bahwa pikiran pengelakan dari klaim-klaim tersebut terkadang lebih rasional dibandingkan dengan pembuat dari klaim itu. Intinya, masalah-masalah lingkungan berkompetisi dengan klaim-klaim masalah sosial lain dalam menangkap perhatian. Social Constructionism mendalamkan pemahaman kita dan membuka ruang bagi isu-isu ilmiah dan politik ke diskusi yang lebih luas. - Membuat keputusan dalam ‘menyebabkan’ permasalahan lingkungan dan bagaimana mereka seharusnya mengarahkannya adalah sesuatu yang harus dipahami semua orang mengenai konsep masyarakat demokratis. REALISME KRITIS - - - - Salah satu kritik dari social construksionisme adalah ketidakpuasan yang banyak orang anggap sebagai kegagalan untuk menerima kenyataan dari lingkungan alam, yang selalu menjadi ‘gajah diruangan’ dalam debat-debat penganut konstruksionis. Yang diperlukan yakni membawa kenyataan tersebut dalam penelitian sosiologis; metode teradvokasi yang paling luas adalh realism kritis, yang terkadang dirujukkan pada ‘realisme lingkungan’. Kritikal Realisme adalah metode ilmiah yang berpotensial membawa bersama bukti sosial dan bukti ilmiah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengapa masalah lingkungan terjadi. Poin utamanya adalah berada pada manusia yang menjadi bagian dari lingkungan alam dan keduanya seharusnya dapar dipelajari bersama dengan metode yang sama. Cara terbaik untuk memahami realism kritis yakni dengan melihat beberapa contoh yang mendemonstrasikan beberapa poin kunci dan argumen.