LAPORAN AKHIR ROTASI SATWA LIAR DAN AKUATIK BATU SECRET ZOO, MALANG 17 Februari – 6 Maret 2020 HAZRA MAULIDINA, S.KH 190130100111077 GELOMBANG 6 / KELOMPOK 2 PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN (PPDH) FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2020 i LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR ROTASI SATWA LIAR DAN AKUATIK BATU SECRET ZOO, MALANG JAWA TIMUR 17 Februari – 6 Maret 2020 Oleh: HAZRA MAULIDINA, S.KH 190130100111088 GELOMBANG 6/ KELOMPOK 2 Dosen Pembimbing Lapang Dosen Penguji drh. Prista Dwi Restanti drh. Nofan Rickyawan, M.Sc NIP. 19851116 201803 1 001 MENYETUJUI Koordinator Rotasi Satwa Liar dan Akuatik drh. Nofan Rickyawan, M.Sc NIP. 19851116 201803 1 001 MENGETAHUI Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Drh. Dyah Ayu OAP., M.Biotech NIP. 19631216 198803 1 00 ii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan koasistensi Program Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) rotasi Satwa Liar dan Akuatik Konservasi yang dilaksanakan di Batu Secret Zoo, Batu, Jawa Timur. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. drh. Dyah Ayu OAP., M.Biotech selaku dekan FKH UB 2. drh. Wawid Purwatiningsih, M.Si selaku koordinator PPDH FKH UB. 3. drh. Nofan Rickyawan, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing dan meluangkan waktu. 4. drh. Prista Dwi Restanti, drh. Roosy Margaretha Riupassa, drh. Gamma Prajnia, drh Irwanda Kusuma Wardhana selaku dosen pembimbing dan penguji lapangan yang memberikan waktu, masukan dan saran kepada penulis. 5. Orangtua yang telah memberikan dukungan serta doa, sehingga dapat memberi semangat dan dorongan dalam menyelesaikan laporan ini. 6. Teman sejawat PPDH Kelompok 2 atas kerjasama, dorongan, semangat, inspirasi, keceriaan, dan kebersamaannya. 7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan karya tulis ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga laporan hasil koasistensi rotasi ini dapat digunakan sebagaimana mestinya, dapat memberikan manfaat serta menambah pengetahuan tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pembaca. Malang, Maret 2020 Penulis iii LAPORAN MANAJEMEN LEMBAGA KONSERVASI ROTASI SATWA LIAR DAN AKUATIK BATU SECRET ZOO, MALANG 17 Februari – 6 Maret 2020 Oleh : HAZRA MAULIDINA, S.KH 190130100111077 GELOMBANG VI / KELOMPOK 2 PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2020 iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ ii KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii DAFTAR ISI ................................................................................................................ v DAFTAR TABEL ...................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. vii BAB I PROFIL LEMBAGA KONSERVASI ........................................................... 1 1.1 Sejarah Lembaga Konservasi Batu Secret Zoo .................................................. 1 1.2 Struktur Kelembagaan Batu Secret Zoo ............................................................. 2 1.3 Hewan – Hewan Koleksi Batu Secret Zoo ......................................................... 2 BAB II MANAJEMEN KANDANG ......................................................................... 3 2.1 Jerapah (Giraffa camelopardalis) ....................................................................... 3 2.2 Design Kandang Jerapah .................................................................................... 5 2.3 Tata Letak Kandang Jerapah .............................................................................. 9 2.4 Kandang Kombinasi Satwa ................................................................................ 9 BAB III MANAJEMEN PAKAN ............................................................................ 11 3.1 Penyusunan Ransum Pakan pada Jerapah ........................................................ 11 3.2 Tata Kelola Gudang Pakan ............................................................................... 14 3.3 Evaluasi Pemberian Pakan ............................................................................... 14 BAB IV MANAJEMEN KESEHATAN SATWA .................................................. 16 4.1 Klinik Hewan ................................................................................................... 16 4.2 Manajemen Kesehatan pada Jerapah ................................................................ 17 4.3 Satwa Liar Baru ................................................................................................ 17 4.4 Prosedur Breeding Jerapah .............................................................................. 17 4.5 Penanganan Hewan Sakit pada Jerapah ........................................................... 18 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 20 5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 20 5.2 Saran ................................................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 21 v DAFTAR TABEL Tabel 3. 1 Pakan yang diberikan pada Jerapah........................................................... 12 Tabel 3. 2 Kandungan nutrisi dan jumlah kalori pada jenis pakan ............................ 12 Tabel 3. 3 Kebutuhan dry matter pada jerapah .......................................................... 13 Tabel 3. 4 Estimasi kebutuhan energi pada Jerapah dalam captive zoo ..................... 13 Tabel 3. 5 Body Condition Score (BCS) pada Jerapah ............................................... 15 vi DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Jerapah di Batu Secret Zoo .................................................................... 4 Gambar 2. 2 Denah Kandang Jerapah ......................................................................... 5 Gambar 2. 3 Kandang Perawatan Jerapah ................................................................... 6 Gambar 2. 4 Perbandingan kandang perawatan jerapah.............................................. 6 Gambar 2. 5 Exhibition area ....................................................................................... 7 Gambar 2. 6 Perbandingan exhibition area untuk Jerapah .......................................... 8 Gambar 2. 7 Kandang Jepit ........................................................................................ 8 Gambar 2. 8 Pembatas pagar antara visitors area dan exhibition area Jerapah ......... 9 Gambar 2. 9 Perkelahian antara Jerapah dengan Eland dan buffalo ......................... 10 Gambar 3. 1 Pakan daun hijauan dan pelet Jerapah .................................................. 11 Gambar 3. 2 Ruang nutrisi......................................................................................... 14 Gambar 3. 3 Jerapah di Batu Secret Zoo .................................................................. 14 Gambar 4. 1 Fasilitas Klinik Hewan di Batu Secret Zoo .......................................... 16 vii BAB I PROFIL LEMBAGA KONSERVASI 1.1 Sejarah Lembaga Konservasi Batu Secret Zoo Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam yang terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya dan taman buru. Lembaga Konservasi terbagi menjadi dua yaitu bidang konservasi tumbuhan dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ) dan di dalam habitatnya (in-situ) baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah. Fungsi utama lembaga konservasi adalah pengembangbiakan terkontrol dan/atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Selain itu, sebagai tempat pendidikan, peragaan, penitipan sementara, sumber indukan dan cadangan genetik untuk mendukung populasi in-situ, sarana rekreasi yang sehat serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Lembaga Konservasi Batu Secret Zoo merupakan Lembaga konservasi berjenis taman satwa. Berdasarkan peraturan Menteri kehutanan tentang lembaga konservasi P53 tahun 2006, taman satwa yaitu kebun binatang yang melakukan upaya perawatan dan pengembangbiakan terhadap jenis satwa yang dipelihara berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa sebagai sarana perlindungan. pelestarian jenis dan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sarana rekreasi yang sehat. Batu Secret Zoo mempunyai izin LK atas nama PT. Bunga Wangsa Sejati berdasarkan keputusan mentri kehutanan nomor SK.398/Kpts-II/2003 tanggal 4 Desember 2003 jo SK.90/Menhut-II/2010. Batu Secret Zoo terletak di Jalan Oro-oro Ombo No. 9, Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur. Pusat rekreasi Jatim Park 2 selain Batu Secret Zoo juga terdapat Pohon Inn, Museum Satwa, dan Eco Green Park. Jatim Park 2 dibangun di atas tanah seluas ± 14 Hektar. Batu Secret Zoo sendiri dibagi menjadi beberapa area yaitu: Secret A, Reptil Garden, Fish Park, Savana, Pulau Monyet, Safari Farm dan Karantina. 1 1.2 Struktur Kelembagaan Batu Secret Zoo Struktur kelembagaan Batu Secret Zoo terdiri dari 10 departemen yaitu: EE, GA/PA, Food & Beverages, Edukasi, Animal Conservation, Accounting, GRO, Security, FG dan Engginering yang dibawahi oleh HRD Manager dan dikepalai oleh General Manager (GM). Dokter hewan pada Batu Secret Zoo bertugas pada departemen Animal Conservation bersama dengan kurator membawahi kapten keeper dan keeper masing-masing area. Dokter hewan berfungsi sebagai petugas medik veteriner dalam penyelenggaraan kesehatan hewan di bidang konservasi dan satwa liar yang meliputi perawatan hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan. Fungsi Dokter Hewan pada lembaga konservasi berdasarkan pada UU No. 18 Tahun 2009. Gambar 1. 1 Struktur Kelembagaan Batu Secret Zoo 1.3 Hewan-hewan Koleksi Batu Secret Zoo (BSZ) Batu Secret Zoo memiliki koleksi satwa yang cukup banyak baik yang berasal dari lokal atau domestik maupun dari mancanegara. Jumlah total hewan di BSZ sebanyak 1.185 ekor satwa yang terdiri dari 247 jenis satwa yang terbagi atas: 73 jenis mamalia eksotik dengan jumlah 571 ekor, 38 jenis mamalia lokal dengan jumlah 220 ekor, 27 jenis primata eksotik dengan jumlah 114 ekor, 14 jenis primata lokal dengan jumlah 30 ekor, 5 jenis aves eksotik dengan jumlah 21 ekor, 5 jenis aves lokal dengan jumlah 14 ekor, 38 jenis reptil eksotik dengan jumlah 93 ekor dan 47 jenis reptile lokal dengan jumlah 122 ekor. Satwa – satwa ini tersebar dalam 6 area yaitu: Secret A, Reptil Garden, Fish Park, Savana, Pulau Monyet dan Safari Farm. 2 BAB II MANAJEMEN KANDANG 2.1 Jerapah (Giraffa camelopardalis) Jerapah merupakan mamalia darat tertinggi di dunia, jerapah memiliki morfologi yang menarik. Tinggi jerapah berfungsi sebagai pertahanan hidup, yaitu untuk mencapai sumber makanan yang tidak dapat dijangkau oleh hewan pesaing lain (Cameron dan Toit, 2007). Habitat dan ekologi jerapah berada di hutan, semak belukar dan savana. Populasi jerapah berdasarkan 2016 semakin menurun jumlah populasi individu jerapah mature secara global berjumlah sekitar 68.293 ribu. Berikut ini adalah taksonomi jerapah (Giraffa camelopardalis) berdasarkan ITIS (Integrated Taxonomy Information System, 2016) Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Artiodactyla Famili : Giraffidae Genus : Giraffa Spesies : Giraffa camelopardalis Jerapah memiliki tingkat reproduksi rendah. Jerapah dewasa seksual pada tahun ke 3-4 dan usia rata-rata kelahiran pertama saat berumur 6,4 tahun. Tinggi rata-rata jerapah jantan adalah 5.3 meter dan betina adalah 4,3 meter. Berat badan jerapah jantan sekitar 1.200 kg dan betina sekitar 830 kg (Seymour, 2002). Jerapah memiliki adaptasi fisiologis khusus untuk mengatur aliran darah ke otak tergantung pada ketinggian kepala. Jerapah dilahirkan dengan ossicones atau fitur morfologis mirip dengan tanduk (Davis, 2011). Dagg dan Foster (2006), mengklasifikasikan sembilan subspesies jerapah yang terpisah berdasarkan morfologi, pola warna kulit, bentuk kepala, dan ossicones. Status IUCN mengategorikan jerapah pada status konservasi vurnerable atau rentan terhadap kepunahan. Selain itu CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) menyatakan bahwa satwa ini temasuk dalam kategori Appendices II atau tidak diizinkan untuk diperdagangkan. Berdasarkan status tersebut perlu dilakukan upaya konservasi 3 dan edukasi terhadap satwa jerapah. Upaya konservasi pelestarian Jerapah salah satunya dilakukan di Lembaga Konservasi (LK) Jawa Timur Park yang berlokasi pada Batu Secret Zoo. Lembaga Konservasi Jawa Timur Park tercatat pada PT Bunga Wangsa Sedjati sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No SK. 389/KTPSII/2003 tangga 4 Desember 2013 dan SK.90/Menhut-II/2010. Lembaga Konservasi Jawa Timur Park berperan dalam pengembangbiakan, penyelamatan, perlindungan, pelestarian satwa jerapah. Selain itu LK berfungsi sebagai sarana pendidikan, pengembangan IPTEK, penelitian, sarana edukasi dan rekreasi. Jerapah Batu Secret Zoo berada pada area savana berjumlah satu ekor. Jerapah lahir di Maharani Zoo pada tanggal 11 Maret 2016, dan merupakan anakan ke-2 dari induknya. Jerapah dipindahakan dari Maharani Zoo pada bulan september 2017. Berikut ini adalah data jerapah yang berada di BSZ. Nama hewan : Wella Jenis Hewan : Jerapah Ras/breed : Rothschild giraffe Spesies : Giraffa camelopardalis Jenis Kelamin : Betina Umur : 3 Tahun 11 Bulan Berat badan : *850 kg *Keterangan berat badan ideal berdasarkan EAZA Giraffe EEPs (2006), yaitu 840-860 kg untuk jerapah betina non-reproduksi. Gambar 2. 1 Jerapah di Batu Secret Zoo (Dokumentasi Pribadi, 2020) 4 2.2 Design Kandang Jerapah Gambar 2. 2 Denah Kandang Jerapah (Giraffa camelopardalis) (A)Kandang Perawatan Utama, (B) Kandang Jepit, (C dan D) Kandang Perawatan 2, (E) Connecting corridor (F) Exhibition area Connecting door Kandang Jerapah di Batu Secret Zoo terdiri dari beberapa jenis kandang antara lain kandang perawatan, kandang jepit dan exhibition area. Kandang perawatan pada jerapah terletak berdampingan dengan exhibition area. Kadang perawatan jerapah berukuran 10 x 13 m dengan ketinggian 8.5 m. Kandang perawatan jerapah dibentuk dari material dinding yang terbagi menjadi dua bagaian. Setengah bagian dinding merupakan bahan bata dan setengah bagian lagi merupakan alumunium cladding yang diberi penahan berupa frame besi berwarna hitam, ditunjukan pada Gambar 2.3 A. Material atap pada kandang merupakan alumunium dan terdapat dua bagian atap berjenis polycarbonate berukuran 2.5 x 1 m ditunjukan pada Gambar 2.3 B. Atap polycarbonate memiliki warna putih transparan yang berfungsi memberikan pencahayaan pada kandang sehingga dapat menjaga kelembapan kandang. Masing–masing kandang memiliki pintu yang dapat dikunci dan setiap pintu dapat digeser untuk memindahkan satwa dari satu kandang ke kandang lainnya. Pada kandang perawatan jerapah dilengkapi tempat pakan dan minum yang terletak pada ketinggian 5 m. Pada kandang perawatan diberikan serabut serbuk kayu disisi kanan kandang untuk jerapah yang disediakan sebagai alas untuk tidur, ditunjukan pada Gambar 2.3 C dan D. 5 A B C D Gambar 2. 3 Kandang Perawatan Jerapah (Dokumentasi Pribadi,2020) (A) Luas kandang perawatan, (B) Atap kandang perawat (C) Tempat pakan dan minum, (D) Alas tidur Kandang perawatan menurut EAZA Giraffe EEPs (2006), setidaknya minimal berukuran 6.4 x 10 m dengan tinggi 8 m dan dilengkapi dengan interconnecting door. Material kandang enclosure sebaiknya berbahan kayu tapi dapat juga menggunakan menggunakan bahan sintetis yang kuat.dengan senyawa yang tidak beracun. Pada bagian tepi logam, mur, dan sekrup harus aman untuk pencegahan kejadian berbahaya pada jerapah. Tempat minum yang disarankan automatic water level, kemudian untuk tempat pakan diposisikan dengan ketinggian 2-4 m untuk memungkinkan postur makan yang normal dan nyaman. Gambar 2. 4 Perbandingan kandang perawatan jerapah Sumber EAZA Husbandry and Management Guidelines Giraffe, (2006) 6 Exhibition area pada jerapah merupakan area terbuka yang dipagari oleh pagar besi. Pagar tidak terlalu tinggi untuk menyesuaikan dengan visitor area. Luas area ini berukuran sekitar 2000 m2 dengan alas berupa tanah berumput dan satu jalur berupa aspal. Pada exhibition area terdapat enrichment pakan berupa pohon buatan yang nantinya digantungkan pipa berisi pakan. Terdapat sebuah kotak hitam untuk pakan dan watering keduanya dibuat pada ketinggaian 3 m, ditunjukan pada Gambar 2.5. Kotak hitam pada exhibition area jerapah akan di isi dengan pakan penguat seperti buncis, kacang panjang dan wortel dengan ukuran yang sudah disesuaikan. A B C D Gambar 2. 5 Exhibition area (Dokumentasi Pribadi, 2020) (A) Luas exhibition area, (B dan C) Enrichment pakan, (D) Watering Menurut EAZA Giraffe EEPs (2006), jerapah dapat aman berada di area outdoor ketika suhu tidak berada dibawah 12°C (53°F). Pada outdoor area kandang jerapah yang dilalui oleh visitor sebaiknya menggunakan parit kering untuk pembatas dari publik ditunjukan pada Gambar 2.6 . Dinding pagar dapat dibuat secara vertikal dengan tinggi tidak boleh kurang dari 2,5 m. Parit kering dibentuk dengan kemiringan yang tidak lebih dari 25°. Permukaan alas harus memiliki pijakan yang aman untuk jerapah. 7 A B Gambar 2. 6 Perbandingan exhibition area untuk Jerapah (A) Exhibition area Sumber: EAZA Giraffe, (2006) (B) Saint Louis Zoo di US Kandang jepit di Batu Secret Zoo memiliki ukuran 2 x 1 x 8.5 m yang berfungsi untuk mempermudah dokter hewan untuk melakukan tindakan medis. Tindakan medis yang dilakukan antara lain pemeriksaan fisik, pemberian obat injeksi maupun pengambilan darah. Kandang jepit pada jerapah menggunakan roda pada tuas penariknya. Kedua sisi kandang jepit diberi bantalan untuk mengurangi resiko benturan pada tubuh jerapah. Kandang jepit untuk jerapah ditunjukan pada Gambar 2.7 Gambar 2. 7 Kandang Jepit (Dokumentasi Pribadi, 2020) Menurut Bornmann (2008), design kandang jepit jerapah sebaiknya dikonstruksikan memenuhi kondisi seperti berikut : a. Sisi kandang jepit harus dipastikan kuat untuk menahan tendangan dan serangan pada jerapah b. Dinding kandang sebaiknya memiliki tinggi yang cukup minimal 3.0 m agar tidak memungkinkan hewan lompat c. Removable panels dibutuhkan pada sisi dinding untuk memudakan pemeriksaan pada bagian tubuh jerapah. d. Lantai yang digunakan harus memilIki permukaan yang tidak licin atau non-slip untuk melindungi kaki jerapah 8 2.3 Tata Letak Kandang Jerapah Kandang Jerapah di Batu Secret Zoo terletak di kawasan Savana. Kandang jerapah tidak dekat dengan kandang lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya stres pada jerapah. Exhibition area jerapah bersebelahan dengan exhibition area beruang madu, kedua area ini dibatasi dengan pembatas tembok. Pembatas tembok akan menutupi area jerapah dan beruang madu sehingga tidak akan terjadi interaksi pada kedua satwa ini. Terdapat area visitor yang dibatasi dengan pembatas pagar yang aman, karena pembatas pagar ini dibuat dengan tingkatan level. Tinggi pembatas pagar yaitu 1.5-2 m. Gambar 2. 8 Pembatas pagar antara visitors area dan exhibition area jerapah 2.4 Kandang Kombinasi Satwa Berdasarkan hasil penelitian Hammer (2006), jerapah dapat dipelihara dalam kombinasi intraspesies bersama mamalia dan burung. Berikut ini adalah beberapa spesies dapat hidup dengan jerapah antara lain impala (Aepyceros melampus), badak (Ceratotherium simum), plains zebra (Equus burchellii) dan pygmy hippo (Hexaprotodon liberiensis). Masalah yang muncul saat kombinasi jerapah dan spesies lainnya tidak berhasil, mungkin dapat terjadi. Jerapah akan melakukan pertahanan melalui tendangan pada hewan lain. Perkelahian dilaporkan terjadi antara jerapah jantan dan badak jantan, oryx, eland, roel antelope dan zebra. Captive zoo melakukan tindakan pencegahan perkelahian dengan cara memisahkan setiap spesies saat pemberian pakan, pada malam hari, saat musim kawin dan saat rearing atau merawat anakan. Berdasarkan alasan medis, penasihat dokter dan EEP Giraaffe tidak menyarankan untuk mengkombinasikan jerapah dengan wildebeast (Connochaetes sp.) dan domba (Ovis sp.). Kedua spesies ini rentan terhadap penyakit Malignant Catarrhal Fever (MCF) dan dapat dengan mudah menularkannya pada jerapah. 9 Gambar 2. 9 Perkelahian antara Jerapah dengan Eland dan Buffalo Kombinasi area satwa di Batu Secret Zoo pernah dilakukan antara jerapah dan spesies lainya yaitu dengan sitatunga (Tragelaphus spekii) dan nyala (Tragelaphus angasii) dilakukan dengan masa uji coba selama 6 bulan. Penggabungan antara kedua satwa dilakukan pada exhibition area jerapah, kemudian satwa sitatunga atau nyala dimasukan pada kandang habituasi di area tersebut. Kombinasi antara satwa jerapah dan sitatunga atau kombinasi jerapah dan nyala tidak berhasil dilakukan. Saat uji coba pelepasan nyala atau sitantungga terjadi penyerangan antara kedua satwa. Faktor lain yang menyebabkan ketidakberhasilan kombinasi intraspesies ini adalah karena exhibition area kurang luas apabila digunakan untuk kedua spesies. Menurut EAZA Management Guidelines Giraffe (2006), exhibition area setidaknya berukuran tidak kurang dari 1500 m2, dengan bagian sisi minimum 25m panjangnya. Ukuran tersebut harus lebih luas apabila dikombinasikan dengan satwa lainnya kemudian disesuaikan kembali dengan jumlah satwa yang akan digabungkan. Luas exhibition area jerapah di Batu Secret Zoo berukuran 2000m2. 10 BAB III MANAJEMEN PAKAN 3.1 Penyusunan Ransum Pakan pada Jerapah Ransum pakan merupakan hal penting dalam pemeliharaan satwa karena nilai nutrisi. Nutrisi adalah salah satu komponen penting pemeliharaan satwa dalam kesehatan. Pakan yang diberikan harus disesuaikan dengan kebutuhan energi dan nutrisi yang dibutuhkan jerapah setiap harinya. Jerapah diklasifikasikan sebagai ruminansia penjelajahan atau febedebrowser ruminant (Soest, 2008). Jerapah sebagai hewan ruminansia membutuhkan serat hijauan untuk mempertahankan fungsi lambung yang efisien dan cocok dengan pencernaan adaptasi fisiologis browser ruminant (Bailey et al, 2006). Jerapah di Batu Secret Zoo diberi pakan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, dengan kombinasi bervariasi. Pada Tabel 3.1 menujukan jenis pakan dan jumlah pemberian yang diberikan pada jerapah di Batu Secret Zoo setiap harinya. Pada Tabel 3.2 menunjukan kandungan nutrisi dan jumlah kalori pada masing-masing makanan. Pada Gambar 3.1 menunjukan pakan yang diberikan. Gambar 3. 1 Pakan daun hijauan dan pelet Jerapah 11 Tabel 3. 1 Pakan yang diberikan pada Jerapah Jenis Pakan Jumlah Pemberian Keterangan Hari Hijauan - Daun Kalendra - Daun Nangka Pelet 1 (FJRM®) *35 kg Dry matter 28.5 kg 2 kg Setiap hari bervariasi diberikan satu jenis hijauan daun Diberikan setiap hari Pelet 2 (Susu PAP®) 4 kg Diberikan setiap hari Pakan penguat 1 kg Diberikan setiap hari - Wortel - Kacang panjang - Bawang Bombay - Buncis *nilai dry matter pada pakan hijauan yang dikurangi berat batang pohon 35 kg daun hiajuan – 6.5 kg (rata-rata hasil timbang sisa batang daun) = 28.5 kg Tabel 3. 2 Kandungan nutrisi dan jumlah kalori pada jenis pakan Jenis Pakan Kandungan zat gizi Jumlah Kalori Daun Kaliandra Protein kasar, fiber, lemak 3,530-3,940 kkal per kg Daun Nangka kasar, saponin, tannin, lignin, flavonoid, tanin, lemak, kalsium, fosfor. ® Pelet 1 (FJRM ) TDN (Total digestible nutrient), protein kasar, serat kasar, lemak kasar, air Pelet 2 (Susu TDN (Total digestible PAP®) nutrient), aNDF (a Neutral detergent fiber), protein kasar, serat kasar, kalsium Total Minimum : 3530 kkal per kg Rata-rata : 3735 kkal per kg Menurut data EAZA Giraffe EEPs (2006), subspesies Girrafa camelopardalis rothschildi yang berada pada captive dan berumur 4-5 tahun memiliki berat badan 840-860 kg. Sehingga BB Jerapah Wella di asumsikan memiliki bobot 850 kg. Penyusunan ransum pakan satwa di Batu Secret Zoo dilakukan oleh nutrisionist dan dokter hewan. Berdasarkan petunjuk EAZA Giraffe EEPs (2006), asupan dry matter (DM) untuk jerapah 1.2-1.3% dari berat badan. Kebutuhan keseharian dry matter akan ditunjukan pada Tabel 3.3. Pada Tabel 3.4 menunjukan jumlah kebutuhan energi yang dibutuhkan jerapah setiap hari. 12 Tabel 3. 3 Kebutuhan dry matter pada jerapah DM-Intake Total Lokasi % BB / hari [kg/ hari] [%] Captive zoo [pada betina non6-11.2 1.2-1.3 reproduksi] % BB0.75 per hari [%] Referensi 4.7-6.1 Hatt, 2005 Tabel 3. 4 Estimasi kebutuhan energi pada jerapah dalam captive zoo Kebutuhan Energi Referensi [MJ ME/(kg BW0.75* d) Browser Ruminants 0.40-0.53 GfE ,2003 dengan kebutuhan maintenance Kebutuhan tambahan 0.04-0.05 Blaxter, 1962 untuk lokomosi (10%) Jumlah 0.44-0.58 *menggunakan referensi jumlah total kalori rata-rata yaitu 3735 kkal MJ x ME BW0.75 x *d Keterangan : 1 MJ (megajoule) = 238.8 kkal Energy requirements = Asupan kkal jerapah per hari 106447.5 = 445.76 MJ ME (metabolic estimated ) = 0.3 * = 1.33 d (basic metabolic rated) MJ x ME BW0.75 x *d 445.76 x 0.3 = 8500.75 x 1.33 = 133.728 : 209.34 = 0.63 Energy requirements = Nilai energy requirement pada Jerapah di Batu Secret Zoo lebih besar dibandingkan dengan literatur. Nilai energy requirement Jerapah yaitu 0.63. Pada nilai estimasi kebutuhan berdasarkan EAZA Giraffe EEPs (2006), yaitu 0.440.58. Selisih energy requirement bernilai 0.05 dari batas maksimum. Namun, berasarkan nilai BCS (body condition score) jerapah yaitu 3.5. Jerapah masih dalam kondisi ideal dan tidak mengalami obesitas. Maka pakan yang diberikan cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi Jerapah di Batu Secret Zoo. 13 3.2 Tata Kelola Gudang Pakan Jerapah merupakan hewan herbivora sebagai browser ruminant. Pakan yang dimakan berupa daun hijauan dan pelet. Daun hijauan didatangkan setiap hari dari pasar lokal dan untuk pelet didatangkan dari supplier lokal. Pelet disimpan di area ruang nutrisi dengan kondisi suhu ruang. Perhitungan jumlah kilogram daun hijauan dan pelet yang diberi dilakukan di ruang nutrisi dengan menggunakan timbangan. Pakan kemudian di distribusikan ke area kandang jerapah dengan menggunakan mobil bak terbuka, setiap pagi hari. Gambar 3. 2 Ruang nutrisi (Dokumentasi, 2020) 3.3 Evaluasi Pemberian Pakan Evaluasi pemberian pakan dapat dilihat dari faktor tumbuh dan berkembangnya hewan. Evaluasi pemberian pakan salah satunya dapat dinilai berdasarkan body condition score (BCS) pada jerapah. BCS merupakan tindakan untuk memantau status hewan berdasarkan manajemennya. Body scoring pada jerapah di Lincoln Park Zoo terbagi menjadi score 1-5 ditunjukan pada Tabel 3.5. Berdasarkan body scoring tersebut jerapah yang berada pada BSZ termasuk kedalam BCS 3/5. Jerapah memiliki area perototan leher yang tebal, struktur pertulangan os costae tidak telihat dan area perototan os coxae baik tidak terjadi pelebaran. Jerapah masih dalam kondisi yang ideal dan tidak mengalami obesitas. Sehingga pemberian pakan pada jerapah tidak perlu dilakukan pengurangan. Kondisi badan Jerapah di Batu Secret Zoo ditunjukan Gambar 3.3. Gambar 3. 3 Jerapah di Batu Secret Zoo dengan BSC 3 14 Tabel 3. 5 Body Condition Score (BCS) pada Jerapah Score Gambar Note a. Sangat kurus, tidak teraba lemak saat dipalpasi dan struktur pertulangan terlihat jelas b. Os vertebrae cervicalis dipalpasi teraba jelas. c. Os prosesus spinosus mudah terlihat dan struktur 1 pertulangan tampak menonjol d. Jarak intercostae lebar (area dada) e. Area spina iliaca terlihat jelas dan area os coxae tampak cekung a. Area perototan leher kurus, struktur pertulangan terlihat b. Struktur perulangan processus spinosus tidak terlihat, namun columna vertebrae masih 2 menonjol dan processus transversus terlihat samar c. Struktur pertulangan os costae masih terlihat dan tampak cekung Struktur pertulangan os coxae menonjol a. Area perototan leher tebal, dan area os vetebrae lumbalis superior telihat datar b. Struktur pertulangan tidak telihat c. Struktur pertulangan os costae tidak telihat 3 d. Area perototan os coxae baik tidak terjadi pelebaran 4 5 a. b. c. d. Area perototan leher tebal Struktur pertulangan os costae tidak dapat terlihat Area perototan os coxae bulat dan melebar Akumulasi penimbunan lemak dapat teradi a. Deposit lemat terlihat disepanjang area perototan leher b. Area perototan leher terlihat menyatu dengan bahu c. Area perototan os coxae sangat bulat d. Banyak terjadi akumulasi penimbunan lemak Sumber : Lincoln Park Zoo, Giraffe Body Score Project (2005) 15 BAB IV MANAJEMEN KESEHATAN SATWA 4.1 Klinik Hewan Batu Secret Zoo memiliki klinik hewan yang terdapat pada area karantina hewan. Klinik hewan memiliki fasilitas penunjang baik untuk tindakan medis maupun diagnosa diantaranya yaitu: meja operasi, anesthesia inhalasi, x-ray, usg, monitor, heat pad, sterilizer, mikroskop, dan illuminator. Berdasarkan permentan No. 02/Permentan/Ot.140/1/2009 tahun 2009, persyaratan minimal klinik hewan antara lain adanya ruang pelayanan, ruang penunjang seperti ruang susi alat, ruang rapat dokter, perpustakaan dan ruang obat. A B D G C F E I H Gambar 4. 1 Fasilitas Klinik Hewan di Batu Secret Zoo (A) Ruang klinik , (B) peralatan x-ray, (C) iluminator (D) monitor, (E) USG, (F) anastesi inhalasi (G) timbangan, (H)timbangan digital, (L) mikroskop cahaya (Dokumentasi pribadi, 2020) 16 4.2 Manajemen Kesehatan pada Jerapah Manajemen kesehatan dan pemeriksaan rutin pada hewan jerapah dilakukan dengan cara pengecekan feses secara berkala sebagai tindakan preventif terhadap suatu penyakit. Apabila ditemukan cacing pada jerapah maka akan dilakukan deworming. Selain itu sebagai upaya preventif dilakukan pemberian multivitamin secara berkala selama 2 minggu sekali. Vitamin yang diberikan yaitu feedmix®, ultramineral® dan introvit E®. Data kesehatan Jerapah disimpan pada komputer sehingga memudahkan dokter dalam melakukan pemantauan status kesehatan satwa baik satwa yang sehat maupun yang sakit. 4.3 Satwa Liar Baru Satwa liar yang baru datang di akan melewati proses administrasi yaitu pengecekan adanya Health Certificate yang dikeluarkan oleh dokter hewan yang berwenang dalam pengiriman satwa tersebut. Dilakukan proses administrasi dan pengecekan Health Certificate pada Jerapah saat masuk ke Batu Secret Zoo yang merupakan perolehan dari Maharani Zoo. Setelah dokumen lengkap lalu dilakukan observasi perilaku dan masa karantina Jerapah selama 2 minggu. Masa karantina dan obeservasi dilakukan di kandang jerapah secara langsung. Proses karantina bertujuan untuk meminimalisir penyebaran penyakit menular dan sebagai kontrol untuk tindakan preventif terhadap suatu penyakit. Setelah dilakukan karantina Jerapah sudah bisa dikeluarkan di exhibition area. 4.4 Prosedur Breeding Jerapah Menurut Dagg dan Foster (2006), manajemen kandang model situasi sosial jerapah terbagi menjadi tiga dasar model yaitu small breeding herd (1 pejantan dewasa dan 2-3 betina dewasa), large breeding herd (lebih dari 2 jantan dewana dan lebih dari 4 betina dewasa), dan single sex group (hanya diisi grup penjantan atau grup betina). Di batu secret zoo saat ini jerapah tidak termasuk pada dasar model tersebut, karena hanya terdapat satu individu jerapah. Menurut EAZA Giraffe EEPs (2006), sexual maturity pada jerapah terjadi pada usia 3-4 tahun. Jerapah betina bunting umumnya terjadi pada tahun keempat dan biasanya melahirkan anak sapih pertama ketika mereka berusia sekitar lima tahun. Jerapah jantan dewasa matang secara seksual ketika berusia sekitar 3.5 17 tahun. Masa kehamilan jerapah bervariasi antara 420 dan 468 hari (14-14,5 bulan), dengan rata-rata 457 hari. Manajemen breeding satwa dilakukan secara alamiah dimana satwa kawin tanpa ada campur tangan manusia, breeding secara alami ini biasanya dilakukan dengan cara menempatkan hewan yang akan dikawinkan berdekatan untuk saling mengenal satu sama lain, setelah hewan cukup dekat makan hewan tersebut di tempatkan dalam satu tempat untuk melakukan proses perkawinan. Breeding pada jerapah di Batu secret zoo berada pada proses pengajuan. Planing breeding yang akan dilaksanakan yaitu mendatangkan jerapah jatan dari zoo lain untuk di tempatkan pada area yang sama dengan jerapah Wella. Menurut Dagg dan Foster (2006), sebaiknya jerapah yang terdapat pada captive zoo tidak diletakan sendiri. Pada studi dijelaskan bahwa jerapah termasuk hewan komunal. Sehingga sebaiknya jerapah ditempatkan dalam bentuk kelompok pada captive zoo. Selain itu kelebihan jerapah apabila ditempatkan berkelompok yaitu pelaksanaan breeding akan mudah dilakukan. 4.5 Penanganan Hewan Sakit pada Jerapah Status kondisi jerapah di Batu Secret Zoo merupakan tanggung jawab dokter hewan yang bertugas, di dalam penanganan hewan sakit selain peran dari dokter hewan juga ada peran dari animal keeper selaku pihak yang setiap harinya berinteraksi dengan jerapah. Penanganan satwa sakit di Batu Secret Zoo lebih mengedepankan tindakan pencegahan penyakit atau preventif hal ini dikarenakan karena satwa liar akan lebih mudah mengalami stress saat sudah timbul suatu penyakit, upaya tindakan preventif antara lain berupa pemberian obat cacing. Selain tindakan pencegahan juga dilakukan tindakan suportif berupa pemberian multivitamin. Penangaan hewan sakit pada Jerapah di Batu Secret Zoo dilakukan dengan observasi untuk menentukan tindakan selanjutnya. Apabila dibutuhkan pemeriksaan fisik dan tindak penanganan oleh Dokter Hewan maka jerapah akan dipindakhan ke dalam kandang jepit khusus jerapah. Salah satu kasus yang terjadi pada jerapah yaitu terjebak diantara tembok. Handling pada jerapah penting dilakukan dalam kondisi yang dibutuhkan untuk menjaga keamanan baik dari hewan dan personil yang akan memberikan medical treatment pada jerapah. Menurut EAZA Giraffe EEPs (2006), terdapat 3 18 poin pelaksanaan untuk meng-handling jerapah yaitu target training, physical restraint dan chemical restraint. Target training dimana dilakukan dengan pemberian reward terhadap hewan. Pada San Diego Wild Animal Park dan Memphis Zoo, keeper melatih jerapah agar terbiasa saat dilakukan pengambilan darah. Keeper melatih dengan membuat 2 titik fokus berbeda yaitu dengan menyentuh bagian hidung dan keeper lainnya menyentuh area jugularis. Dihari-hari berikutnya keeper mulai kasa dengan alcohol dan menstimulasikan penusukan jarum tumpul dan jarum suntik jarum pada jerapah. Kagiatan tersebut selalu dikombinasikan dengan target dan rewarding. Jerapah di Batu Secret Zoo juga dilakukan pelatihan target training. Kondisi yang dilakukan adalah saat jerapah dikeluarkan dari kandang perawatan menuju exhibition area jerapah akan diarahkan keluar melewati kandang jepit. Hal tersebut dilakukan agar jerapah terbiasa dengan lingkungan kandang jepit. Sehingga apabila dibutuhkan tindakan medis terhadap jerapah akan lebih mudah untuk membawa jerapah pada kandang jepit. Physical restraint yang paling memungkinkan dilakukan pada jerapah adalah dengan menggunakan kandang jepit. Kandang jepit ini akan memudahkan Dokter hewan saat melakukan pemeriksaan atau tindakan medis pada jerapah. Restraint lainnya adalah dengan menggunakan belly straps yang aman dan mudah dilepaskan. Belly straps digunakan untuk melenturkan carpus dan mengangkat forelimb. Tali diletakkan di sekitar di area perut dan carpus, agar kaki mudah diangkat kuku dapat dipotong. Chemical restraint pada jerapah dapat menggunakan golongan tranquilization seperti azaperone dengan dosis 0.1 mg/kg BB (Ebedes dan Raath, 2001). Anastesia yang dapat diberikan yaitu opioid (etorphine). Golongan opioid menyebabkan respiratory depression pada jerapah. Kombinasi etorphine dosis 2.25 mg/mL dan acepromazine 10 mg/mL, umum digunakan untuk jerapah dan merupakan anastetik pilihan untuk jerapah. Kombinasi azaperone IM dosis 250 microgram/kg BB dan detomidine akan menghasilkan efek trasquilizatiom dan moderate analgesia. 19 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pengamatan terhadap manajemen kandang, manajemen pakan dan menejemen kesehatan di Lembaga konservasi Batu Secret zoo, yaitu: 1. Peran dokter hewan didalam Lembaga konservasi adalah sebagai penanggung jawab terhadap kesehatan hewan yang bekerja sama dengan kurator. 2. Manajeman kandang jerapah dan exhibition area sudah baik, namum dalam pengelompokan hewan akan lebih baik tidak hanya satu individu jerapah. 3. Manajemen pakan memiliki selisih 0.05 pada energy requirement namun apabila dilihat dari referensi BSC pada jerapah (nilai BCS 3) yang cukup ideal maka pengurangan pakan tidak perlu dilakukan. 4. Manajemen kesehatan sudah baik, pada segi fasilitas dan juga sudah dilakukan tindakan preventif, kuratif dan suportif. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan kepada Lembaga konservasi Batu Secret Zoo. Hewan jerapah termasuk dalam hewan sosial atau berkoloni, perlu dipertimbangkan mengenai behavioral jerapah dalam kondisi sosial. 20 DAFTAR PUSTAKA Bailey D W., Gross J E., Laca E., Swift D., Sims P., 2006. Mechanisms that Result In Large Herbivore Grazing and Browsing Disstribution Pattern. Journal Range Manage Vol 49 : 386-400 Blaxter KL., 1962. The Energy Metabolism of Ruminants. London. Hutchinson Publising Bornmann J C., 2008. Giraffe restraint device at the Cheyenne Mountain Zoo. American Assoc. of Zoological Parks and Aquariums Regional Conference Proceedings, pp. 443-444 Cameron Z Elissa., Toit T J., 2007. Winning by a Neck: Tall Giraffes Avoid Competing with Shorter Browsers. The American Naturalist Journal. Vol 169 No.1 Dagg A L, Foster J B., 2006. The Giraffe: its Biology, Behavior, and Ecology. Melbourne, FL: Krieger Publishing Company. Davis M., 2011. Parturition of the Nubian Giraffe (Giraffa camelopardalis). Journal of Mammalogy, 51: pp. 279-287 EAZA Giraffe EEPs., 2006. EAZA Husbandry and Management Guidelines for Giraffa camelopardalis. Burgers’ Zoo, Arnhem Ebedes, HYM and J.P. Raath. 2001. Use of Tranquillizers in Wild Herbivores. In: Zoo and Wild Animal Medicine: Current Therapy. Philadelphia. WB Saunders. Pg 582-584. GfE, 2003. Requirements of Energy and Nutrients in Farm Animals. Recommendations for the supply of energy and nutrients to goats. Frankurt/M.: DLG-Verlag. 82 p. Hatt J M., 2005. Browse Silage in Zoo Animal Nutrition – Feeding Enrichment of Browsers during Winter. EAZA News Sept 2001, Special Zoo Nutr II, 8-9 ITIS (Integrated Taxonomy Information System), 2016. Giraffa camelopardalis. https://www.itis.gov/servlet/topi [diakases pada 20 Februari 2020] IUCN (International Union for Corservation of Nature and Natural Resources), 2009. Giraffa camelopardalis. http://www.iucnredlist.org/apps/redlist /details/22034/0.[diakases pada 20 Februari 2020]. Peraturan Menteri Kehutanan. 2012. Lembaga Konservasi. Nomor: P.31/MenhutII/2012 Peraturan Menteri Pertanian. 2009. Pedoman Pelayanan Jasa Medik Veteriner. Nomor: 02/Permentan/Ot.140/1/2009. Peraturan Menteri Pertanian. 2015. 70/Permentan/KR.100/12/2015. Instalasi 21 Karantina Hewan. Nomor Seymour R., 2002. Patterns of Subspecies Diversity in the Giraffe, Giraffa camelopardalis. Comparison of Systematic Methods and their Implication for Conservation Policy. PhD Thesis, London. Soest P J., 2008. Soluble Carbohydrates and the Non-fiber Components of Feeds. Large Anim Vet 42: 44-50 Toit du J T., 2007. Feeding Height Stratification among African Browsing Ruminants. African Journal of Ecology, 28(1): pp. 55-61. 22 LAPORAN STUDI KASUS ROTASI SATWA LIAR DAN AKUATIK BATU SECRET ZOO, MALANG 17 Februari – 6 Maret 2020 Oleh : HAZRA MAULIDINA, S.KH 190130100111077 GELOMBANG VI / KELOMPOK 2 PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2020 i ABSTRAK Pada tanggal 17 Februari 2020, keeper area reptil garden membuat laporan bahwa Iguana hijau mengalami luka terbuka pada bagian kaki kanan depan. Keeper menceritakan bahwa aktivitas iguana seperti nafsu makan dan minum baik, namun iguna menjadi lebih agresif, apabila kandang dibersihkan dan saat di handling. Pemeriksaan fisik dilakukan oleh Dokter Hewan dan didapatkan adanya luka terbuka pada area dorsum iguana. Hasil pemeriksaan penunjang radiografi x-ray tidak ditemukan adanya abnormalitas pada tulang atau muskulus tubuh iguana dan pada area dorsum luka. Berdasarkan temuan klinis dan pemeriksaan penunjang pada Iguana, dapat didiagnosa hewan mengalami luka terbuka pada areal dorsum. Tindakan yang dilakukan adalah pembedahan dan debridement untuk penutupan luka pada iguana. Obat yang diberikan saat pre-operasi adalah antibiotik enrofloxacin, flunixin, multivitamin dan anastesi inhalasi isofluran. Treatment post-operasi yang diberikan berupa antibiotik enrofloxacin, gentamisin sulfat 0.1% (topikal), NSAID berupa flunixin dan bioplacenton®. Pemberian terapi diberikan selama tujuh hari, menunjukan adanya perkembangan kesembuhan luka dan persembuajan jahitan luka yang membaik. Kata Kunci : Green iguana, luka, persembuhan luka ii DAFTAR ISI LAPORAN STUDI KASUS ...................................................................................... i ABSTRAK ................................................................................................................. ii DAFTAR ISI............................................................................................................. iii DAFTAR TABEL .................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. v BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar belakang .................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2 1.3 Tujuan............................................................................................................... 2 1.4 Manfaat............................................................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3 2.1 Green iguana .................................................................................................... 3 2.2 Anatomi dan Fisiologi pada Green iguana ...................................................... 3 2.3 Luka dan Persembuhan Luka .......................................................................... 4 2.4 Metode Pemeriksaan ........................................................................................ 6 2.5 Farmakologi Obat yang Digunakan ................................................................. 7 2.6 Metode dan Penanganan Pembedahan pada Iguana ......................................... 8 BAB III MATERI DAN METODE ....................................................................... 10 3.1 Alat dan Bahan ............................................................................................... 10 3.2 Metode Pemeriksaan ...................................................................................... 10 BAB IV HASIL ....................................................................................................... 14 4.1 Pre-operasi ...................................................................................................... 14 4.2 Operasi ........................................................................................................... 15 4.3 Post-operasi .................................................................................................... 16 BAB V PEMBAHASAN ......................................................................................... 19 5.1 Penanganan Pre-operasi, Operasi dan Post-operasi ....................................... 19 5.2 Pengobatan dan Evaluasi Harian Paska-operasi............................................. 21 BAB VI PENUTUP ................................................................................................. 24 6.1 Kesimpulan..................................................................................................... 24 6.2 Saran ............................................................................................................... 24 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 25 iii DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Fase kesembuhan luka .............................................................................. 5 Tabel 4. 1 Terapi post-operasi yang diberikan pada green iguana.............................................16 Tabel 4. 2 Hasil observasi harian green iguana ...................................................... 17 Tabel 5. 1 Antimicrobial drug selection untuk reptil ............................................... 22 iv DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Lateral cranial view muskulus pada green iguana ............................... 4 Gambar 3. 1 Green iguana ......................................................................................11 Gambar 3. 2 Luka pada area dorsum green iguana ................................................ 12 Gambar 3. 3 Hasil x-ray pada green iguana............................................................ 13 Gambar 4. 1 Persiapan pasien pada green iguana................................................... 14 Gambar 4. 2 Pelebaran dan pengangkatan jaringan mati pada iguana .................... 15 Gambar 4. 3 Proses debridement ............................................................................. 15 Gambar 4. 4 Proses penjahitan dengan tipe mattress u ........................................... 16 Gambar 4. 5 Pemberian salep topikal dan povidone iodine .................................... 16 Gambar 4. 6 Perkebangan kesembuhan luka dan proses pengobatan ..................... 18 Gambar 5. 1 Perkebangan kesembuhan luka............................................................23 v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan oleh kontak fisik dengan sumber panas, hasil dari tindakan medis, maupun perubahan kondisi fisiologis serta dikarenakan trauma seperti gigitan, cakaran (Purnama, dkk., 2017). Luka atau cedera traumatis dapat terjadi pada iguana hijau. Luka atau trauma dengan berbagai tingkat keparahan adalah hal yang umum terjadi pada reptil. Penyebab luka pada reptil umumnya disebabkan oleh kondisi perkandangan atau terrariums yang buruk. Luka juga umum didapatkan karena perkelahian di antara kawanan reptil (Knotek et al., 2009). Trauma spesifik, disecdysis yang memungkinkan kerusakan pada epidermis, atau trauma, terutama dari spesies mangsa. Pada anatomi spesifik dan perlaku iguana, luka superfisial soft tissue dan patah kaki atau ekor merupakan kasus yang paling sering ditemui. Iguana termasuk hewan ektoterm dimana memiliki kulit kering, tanpa kelenjar, dengan epidermis yang diatur dalam pola geometris teratur. Proses penyembuhan luka bergantung pada suhu lingkungan dan kondisi kebersihan lingkungan (Girling, 2003). Kondisi luka dapat didiagnosis pada dasar temuan klinis atau radiografi (Wellehan & Gunkel, 2004). Tindakan bedah yang paling umum pada reptil diantaranya debridement dan perawatan luka dengan menggunakan antiseptic. Setelah perawatan secara berangsur akan terjadi perubahan anatomis yaitu perbaikan fungsional aringan (Girling, 2003). Luka gigitan terkontaminasi akan membaik dengan secondary intention. Infeksi sekunder relatif jarang terjadi ketika terapi antibakteri lokal atau sistemik dilakukan (Bennett, 2009). Dalam laporan ini, akan menjelaskan pendekatan diagnostik, tindakan bedah dan pengobatan luka terbuka pada luka hewan iguana serta hasil perkembangan terapi. 1 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang terebut, rumusan masalah dari laporan studi kasus ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penjelasan spesies, anatomi, fisiologi dan luka terbuka pada iguana di Batu Secret Zoo Malang? 2. Bagaimana medote pemeriksaan dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada iguana di Batu Secret Zoo Malang? 3. Bagaimana prosedur penangangan luka terbuka pada iguana yang dilakukan di Batu Secret Zoo Malang? 4. Bagaimana prosedur pemberian terapi preporasi dan post-operasi pada luka terbuka iguana yang dilakukan di Batu Secret Zoo Malang? 1.3 Tujuan Tujuan dari laporan studi kasus ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami penjelasan spesies, anatomi, fisiologi dan luka terbuka pada iguana. 2. Mengetahui dan memahami medote pemeriksaan dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada iguana. 3. Mengetahui dan memahami prosedur penangangan luka terbuka pada iguana. 4. Mengetahui dan memahami prosedur pemberian terapi preporasi dan postoperasi pada luka terbuka iguana yang dilakukan di Batu Secret Zoo Malang? 1.4 Manfaat Melalui penulisan laporan studi kasus ini, mahasiswa PPDH sebagai calon dokter hewan diharapkan memperoleh pengetahuan dan keterampilan lapang dalam melakukan analisis, melaksanakan berbagai macam pemeriksaan penunjang, menentukan diagnosa, serta melaksanakan tindakan terapi yang tepat. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Green iguana Green iguana atau iguana hijau merupakan hewan arboreal dan terestrial. Iguana hijau berasal dari hutan hujan tropis Amerika Latin. Pada umumnya iguana berwarna hijau, dan terkadang berwarna cokelat atau cokelat-kehitaman. Iguana merupakan reptil berdarah dingin. Iguana hijau menghabiskan sebagian besar waktu untuk berjemur pada sinar matahari di atas cabang pohon. Iguana akan menghangatkan tubuh mereka dan mencari beberapa daun untuk dimakan. Perilaku pada iguana diantaranya dewlap extension, head bobbing dan berubah warna. Berikut ini adalah taksonomi dari green iguana berdasarkan ITIS (Integrated Taxonomy Information System) sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Reptilia Ordo : Squamata Famili : Iguanidae Genus : Iguana laurenti Spesies : Iguana iguana 2.2 Anatomi dan Fisiologi pada Green iguana Green iguana memiliki deretan spike pada tubuhnya dan memiliki black ring pada ekor. iguana jantan dewasa memiliki dewlap yang lebih besar dari iguana betina. Dewlap pada tenggorokan juga dapat membantu Iguana untuk mengatur suhu tubuh. Iguana jantan tumbuh dengan panjang sekitar 5 ft dan berat badan mencapai 17 pound. Betina umumnya juga 4-5 ft dengan berat badan tidak melebihi 7 pound. Iguanan betina mencapai kematangan reproduksi pada usia 24 tahun. Iguana hijau dapat hidup hingga 10 tahun di alam liar dan 19 tahun di penangkaran (Jackson, 2002). Muskulus pada iguana berfungsi sebagai bowl movement, transportasi darah pada pembuluh darah, vocalization dan memberikan kekuatan pada saat hewan bergeran. Hewan yang memanjat short limb dan sprawling gait akan 3 mempertahankan tubuh untuk sedekat mungkin dengan permukaan di bawahnya. Muskulus yang kuat akan membantu mengangkat anggota badan lainnya dan menjaga tubuh dari tanah (Kardong, 2014) Gambar 2. 1 Lateral cranial view muskulus pada green iguana Keterangan : m. trapezius (Tr), m. deltoideus (De) dan m. lattisimus (La) 2.3 Luka dan Persembuhan Luka Luka merupakan suat bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan kontak dengan sumber panas dan hasil tindakan medis maupun perubahan kondisi fisiologis. Luka menyebabkan gangguan pada fungsi dan struktur anatomi tubuh (Morris dan Malt, 2000). Berdasarkan waktu dan proses penyembuhannya, luka dapat diklasifikasikan menjadi luka akut dan kronik. Luka akut merupakan cedera jaringan yang dapat pulih kembali seperti keadaan normal dengan bekas luka yang minimal dalam rentang waktu 8-12 minggu. Pada luka kronik merupakan luka dengan proses pemulihan yang lambat, dengan waktu penyembuhan lebih dari 12 minggu (Baxter, 2010). Ketika terjadi luka, tubuh memiliki mekanisme untuk mengembalikan komponen jaringan yang rusak dengan membentuk struktur baru dan fungsional. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor endogen, seperti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, dan kondisi metabolik. Tahap kesembuhan luka dapat dilihat pada Tabel 2.1. Menurut Gurtner et al., (2008), proses penyembuhan luka dibagi ke dalam 4 tahap, yaitu 4 a. Fase Hemostasis Fase hemostasis terjadi setelah luka terjadi, terjadi perdarahan pada daerah luka yang diikuti dengan terbentuknya clotting hematoma. Proses ini diikuti oleh proses selanjutnya yaitu fase inflamasi. b. Fase Inflamasi Fase inflamasi adalah respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak dan merupakan reaksi awal apabila tubuh terkena luka. Pada fase akhir inflamasi, mulai terbentuk jaringan granulasi yang berwarna kemerehan, lunak, dan granuler. c. Fase Proliferasi Pada fase ini terjadi fibroplasia dan angiogenesis yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag. Proses re-epitelisasi yaitu sel fibroblast mengeluarkan keratinocycte growth factor yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Sel fibroblast bergerak dari jaringan sekitar luka kedalam daerah luka, kemudian proliferasi serta mengeluarkan substansi seperti kolagen, fibronektin yang berperan dalam membentuk jaringan baru. d. Fase remodeling Pada fase ini melibatkan peran fibroblast dan miofibroblas untuk membentuk struktur jaringan yang lebih kuat, secara klinis luka akan tampak lebih berkontraksi sampai mencapai maturasi. Pada fase ini juga terjadi remodeling kolagen, apabila kolagen berlebih maka akan terjadi penebalan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka (Gurtner et al., 2008). Tabel 2. 1 Fase kesembuhan luka (Orsted et al., 2017) Fase Waktu Sel yang terlibat Kesembuhan Post-injury pada fase Hemostasis Immediate Platelet Inflamasi Hari 1-4 Neutrofil Makrofag Proliferasi Hari 4-21 Makrofag Limfosit Neurosit Fibroblas Keratinosit Remodeling Hari 21-1 atau Fibrosit 2 tahun 5 Fungsi atau Aktivitas Clotting Fagositosis Fill defect Re-established Penutupan kulit Penguatan struktur jaringan 2.4 Metode Pemeriksaan Metode pemeriksaan yang dilakukan dalam proses diagnosis penyakit di Klinik Hewan Batu Secret Zoo sebagai berikut: 1. Signalement Signalement merupakan suatu istilah untuk identitas, atau ciri-ciri dari seekor hewan yang merupakan ciri pembeda yang membedakannya dengan hewan lain. Isi dari sinyalemen antara lain nama hewan, jenis hewan, bangsa atau ras, jenis kelamin, umur, warna, berat badan, dan ciri-ciri khusus (Widodo et al., 2011). Signalemen berfungsi sebagai tanda pengenal untuk membantu diagnosa, penentuan obat, dan registrasi hewan. 2. Anamnesa Anamnesa dapat diperoleh secara pasif dari informasi atau cerita orang yang merawat hewan yang tersebut dan tahu kejadiannya, misalkan tentang gejala yang timbul mula-mula, waktu dan lama kejadian, situasi hewan ketika ditemukan, dan lain-lain. Anamnesis juga dapat diperoleh secara aktif oleh dokter hewan dengan menggali informasi dari pemilik (Widodo et al., 2011). 3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan dengan tindakan meliputi prosedur inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, mencium atau membaui, serta mengukur atau menghitung. Inspeksi dilakukan dengan meninjau atau memantau pasien secara keseluruhan dari jarak pandang secukupnya. Palpasi dilakukan dengan melakukan perabaan pada permukaan tubuh hewan untuk mengamati adanya kelainan. Perkusi dilakukan dengan cara mengetuk atau memukul bagian tubuh tertentu dengan atau tanpa bantuan alat pleximeter untuk memperoleh gema yang dipantulkan akibat adanya suatu massa. Auskultasi adalah mendengarkan suara yang ditimbulkan organ dengan atau tanpa bantuan stetoskop. Mencium atau membaui berfungsi untuk mengetahui perubahan aroma yang ditimbulkan oleh bagian-bagian tubuh hewan. Sedangkan mengukur atau menghitung dapat digunakan untuk mengetahui fungsi-fungsi organ, misalnya pada denyut jantung, pulsus, respirasi, dan suhu tubuh. Hasil dari pemeriksaan fisik umum adalah diagnosa banding, yaitu beberapa penyakit yang memiliki kemiripan gejala klinis (Widodo et al., 2011). 6 4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dibutuhkan sebagai tindakan medik untuk mendapatkan ketegasan tunggal dari beberapa kemungkinan yang didapat dari hasil pemeriksaan fisik umum. Hasil dari pemeriksaan penunjang adalah suatu diagnosa dari penyakit. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan salah satunya dengan pemeriksaan radiografi x-ray. Pemeriksaan x-ray atau rotgen merupakan salah satu teknik pencitraan medis yang menggunakan radiasi elektromagnetik untuk mengambil gambar atau foto bagian dalam tubuh. Prosedur ini merupakan bagian dari pemeriksaan penunjang untuk keperluan penegakan diagnosa yang lebih akurat (Widodo et al., 2011). 2.5 Farmakologi Obat yang Digunakan Obat-obatan yang diberikan pada kasus ini yaitu enrofloxacin, flunixin, isofluran, gentamisin sulfat 0.1% dan bioplacenton®. Enrofloxacin merupakan obat golongan floroquinolon yang bersifat lifofilik. Menurut Chaprazov et al., (2010), enrofloxacin merupakan antimikroba bakteriosidal yang menghambat bakteri DNA-gyrase aktif melawan patogen bakteri gram positif dan gram negatif. Mekanisme aksi enrofloxacin yaitu mengubah aksi DNA-gyrase. Enzim terlibat dalam pelepasan, pemotongan, dan perilisan DNA. Penghambatan DNAgyrase menyebabkan percepatan kematian sel pada bakteri (Trouchon dan Lefebvre, 2016). Flunixin bekerja sebagai obata analgesik dan anti-inflamasi. Aksi analgesik dilakukan dengan memblokir impuls rasa sakit melalui perifer. Terjadi penghambatan sintesis prostaglandin dan substansi lain sehingga akan mengurangi kepekaan terhadap pain receptor menjadi stimulasi mekanik atau kimia. Flunixin bekerja perfiferal pada jaringan inflamasi. Flunixin akan menghambat enzim siklooksigenase (COX) untuk mengurangi pembentukan prekursor prostaglandin dan dengan menghambat mediator lokal lainnya pada respon inflamasi (Landoni et al., 2005). Induksi dan maintenance general anestesi isofluran dicapai melalui situs dan penghambatan saluran ion neurotransmitter-gated seperti GABA, glisin, dan reseptor N-metil-d-aspartat (NMDA) dalam sistem saraf pusat (SSP). Penghambatan reseptor akan menghasilkan kondisi amnesia dan sedasi yang 7 diperlukan pada kondisi bedah. Anestesi isofluran juga memiliki aksi pada spinal cord yang berkontribusi terhadap relaksasi otot skeletal melalui penghambatan reseptor glutamat dan glisin tipe-NMDA. Isofluran mempengaruhi sistem respirasi yaitu menyebabkan penurunan volume tidal disertai peningkatan minimal repitatory rate dan menyebabkan penurunan ventilasi. Penurunan ventilasi akan menyebabkan peningkatan PaCO2 (Tyson et al., 2019). Gentamisin sulfat 0.1% bekerja dengan aksi penghambatan biosintesis protein oleh pengikatan aminoglikosida ireversibel terhadap bakteri subunit ribosom 30S dan pembentukan keadaan error-prone subsekuen asam amino saat translasi. Aksi tersebut akan menghasilkan efek bakteorisidal (Chen et al., 2013). Bioplacenton® terdiri dari kandungan ekstrak plasenta dan neomisin sulfat. Ekstrak plasenta mengandung stimulator biogenik yang berpengaruh merangsang proses metabolisme sel. Metabolisme sel akan membantu peningkatan kebutuhan oksigen dalam sel hati, percepatan regenerasi sel, dan penyembuhan luka. Neomisin sulfat adalah antibiotik topikal golongan aminogikosida yang berpotensi melawan bakteri gram negatif dan gram positif. Kombinasi ekstrak plasenta dan neomisin sulfat dapat mempercepat proses penyembuhan luka, ulkus, dan infeksi pada kulit (Kalbemed, 2013). 2.6 Metode dan Penanganan Pembedahan pada Iguana Metode dan penanganan yang digunakan saat pembedahan iguana dijelaskan dalam tiga metode yaitu, teknik anastesi inhalasi, tipe jahitan pada kulit (skin suture), dan benang jahit. 1. Teknik anastesi inhalasi Teknik anestesi inhalasi adalah teknik yang menggunakan gas volatil sebagai agen utama untuk melakukan anestesi umum. Praktek dari anestesi terbagi menjadi dua yaitu anastersi aliran gas tinggi dan anastesi aliran gas rendah. Tujuan utama dari memulai anestesi dengan aliran gas tinggi adalah untuk mencapai konsentrasi alveolar dari agen anestesi sehingga memberikan efek saat pembedahan (sekitar 1,3MAC) dalam waktu singkat. Waktu efektif saat awal yaitu dapat menggunakan aliran gas tinggi karena membutuhkan waktu singkat untuk mencapai konsentrasi yang diinginkan lebih cepat. Ketika pemantauan akhir tidal, tindakan anestesi dengan aliran gas rendah 8 menjadi sangat mudah. Aliran gas rendah akan mengalami resirkulasi menjadi hangat dan lembab. Semakin banyak gas yang disirkulasi melalui CO2 absorber, lebih banyak panas dan kelembapan yang dihasilkan melalui proses absorpsi CO2 (Honemann and Mierke, 2013). 2. Tipe penjahitan Kulit reptil memiliki tendensi untuk inversi setelah dilakukan insisi. Oleh karena itu, di butuhkan pola jahitan yang sedikit eversi seperti horizontal mattress suture yang direkomendasikan penyembuhan luka (Alworth et al., 2011). Penggunaan horizontal mattress suture dikarenakan adanya kecenderungan kondisi eversi sehingga mencegah area tepi bergulir ke dalam. Penyembuhan kulit definitif pada reptil ditandai dengan menghilangnya scab yang terjadi setelah kondisi ecdysis pertama atau kedua (Gorolamo dan Mans, 2016). 3. Material Penjahitan Bahan yang digunakan untuk penjahitan dalam pembedahan pada hewan vetebrata dapat juga pada reptil. Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan pada kulit reptil yaitu dengan menggunakan bahan absorbable seperti polyglecaprone-25, poliglikonat, polyglycolic acid. Bahan tersebut akan membantu penutupan sayatan pada kulit reptil (Gorolamo dan Mans, 2016). Benang safil® terbuat dari bahan polyglycolic acid dan merupakan benang absorbable sintetis. Keunggulan menggunakan benang safil® yaitu daya tarik kuat dan struktur yang halus (saat dilewatkan pada jaringan). Fitur benang yaitu kekuatan daya tarik 60-70%, retensi selama 14 hari dan penyerapan sempurna selama 60-90 hari. Benang akan terdegradasi saat hidrolisis kemudian akan terserap dengan baik (Herrmann, 2009). 9 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan selama operasi yaitu mesin anastesi inhalasi, corong inhalasi perlengkapan bedah steril (gloves dan masker), kapas, kassa steril, peralatan bedah steril, blade no 11 dan scalpel handle no 3, gunting, pinset anatomis dan sirurgis, needle holder. Bahan yang digunakan adalah NaCl fisiologis 0.9%, povidone iodine, benang microfilament absorbable (Safil® 3.0). Obat- obatan seperti enrofloxacin, flunixin, pantex® multivitamin dan isofluran. Obat-obatan yang digunakan dalam operasi ini ditunjukan pada Tabel 3.1 Tabel 3. 1 Obat-obatan yang digunakan dalam operasi No Medikasi Indikasi Dosis Rute Pemberian 1 Enrofloxacin Antibiotik 5 mg/kg BB IM 2 Flunixin NSID 15 mg/kg BB IM IM ® 3 Pantex Multivitamin Vitamin 0.1 mL/kg BB 4 Isofluran Induction Anasthesi 3-5% Inhalasi 5 Isofluran Maintenance Anasthesi 1-3% Inhalasi 3.2 Metode Pemeriksaan Metode pemeriksaan yang dilakukan dalam proses diagnosis penyakit di Klinik Hewan Batu Secret Zoo, Malang ini sebagai berikut: Signalment Nama hewan :- Jenis Hewan : Iguana Ras/breed : Green iguana Warna Kulit : Hijau dan cokelat Jenis Kelamin : Betina Umur :- Berat badan : 4.6 kg 10 Gambar 3. 1 Green iguana (Dokumentasi Pribadi, 2020) Anamnesa Pada tanggal 17 Februari 2020, keeper area reptil garden membuat laporan bahwa Iguana hijau mengalami luka terbuka pada bagian kaki kanan depan. Aktivitas iguana seperti nafsu makan dan minum baik, namun iguna menjadi lebih agresif, apabila kandang dibersihkan saat di handling. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Perawatan : Baik Habitus/Tingkah laku : Waspada Gizi : BCS 3/5 Pertumbuhan badan : Baik b. Kulit Permukaan kulit : Luka pada area dorsum tubuh iguana c. Kepala dan Leher Inspeksi Ekspresi wajah : Waspada Pertulangan wajah : Kompak dan simetris Posisi kepala : Tegak d. Thoraks (Sistem Pernafasan) Inspeksi Bentuk rongga toraks : Simetris Tipe pernapasan : Abdominal Ritme pernapasan : Ritmis/ teratur Intensitas : Dalam 11 e. Abdomen dan Organ Pencernaan Inspeksi Ukuran rongga abdomen : Tidak terdapat perbesaran abdomen Bentuk rongga abdomen : Bulat f. Alat Gerak Inspeksi Perototan kaki depan : Kompak dan simetris Perototan kaki belakang : Kompak dan simetris Spasmus otot : Tidak ada Tremor : Tidak ada tremor Cara berjalan : Berjalan baik dengan keempat kaki Temuan Klinis Temuan klinis yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik adalah terdapat luka pada areal dorsum tubuh iguana. Temuan klinis diperoleh dari hasil inspeksi dan palpasi pemeriksaan fisik iguana yaitu pada bagian dorsum iguana terlihat adanya luka terbuka dan kondisi yang buruk yang terjadi pada areal sekitar luka. Gambaran luka pada iguana ditunjukan pada Gambar 3.2. Gambar 3. 2 Luka pada area dorsum green iguana ditandai ( (Dokumentasi Pribadi, 2020) 12 ) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada green iguana adalah radiografi x-ray. Posisi pemotretan pada iguana dilakukan secara ventrodorsal dan right lateral recumbency. Gambar 3.3 menujukan hasil gambaran x-ray yang dilakukan. A B Gambar 3. 3 Hasil x-ray pada green iguana (A) Posisi ventrodorsal (B) posisi right lateral recumbency Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada green iguana, tidak terdapat kelainan pada tulang atau mucsculus. Pada area dorsal lokasi luka, pada gambaran radiografi tidak ditemukan adanya kelainan atau suatu abnormalitas. Diagnosa Berdasarkan hasil anamnesa, temuan klinis dan pemeriksaan penunjang menunjukan bahwa green iguana mengalami luka terbuka pada areal dorsum. Sesuai dengan hasil anamnesa bahwa luka yang terjadi diakibatkan iguana berkelahi sesama kawanannya. Terapi Dilakukan tindakan bedah dan debridement dan penutupan luka pada green iguana. 13 BAB IV HASIL 4.1 Pre-operasi Penanganan yang dilakukan untuk pre-operasi yaitu persiapan alat dan bahan, persiapan pasien dan serta persiapan operator. Alat dan bahan serta obat yang digunakan telah dijelaskan pada bab tiga. Persiapan hewan sebelum operasi meliputi pemeriksaan fisik dan puasa makan 48 jam sebelum operasi. Pemberian flunixin sebagai anti-inflamasi dan analgesik dilakukan 30-40 menit sebelum operasi. Pemasangan corong inhalasi dilakukan dengan menghubungkan mesin anastesi inhalasi. Isofluran 1-5% digunakan sebagai induksi dan maintenance anastesi selama proses operasi berlangsung. Pada area luka dibersihkan dengan cairan NaCl 0.9% dan povidode iodine. Hewan dipasang surgery drapes. Hewan siap untuk di operasi. Pada Gambar 4.1 menunjukan proses persiapan pasien saat pre-operasi. A B D C Gambar 4. 1 Persiapan pasien pada green iguana (A)Pemasangan alat anastesi inhalasi (B) Pembersihan luka dengan NaCl 0.9% (C) Pemberian povidone iodine pada area luka (D) Pemasangan surgical drapes (Dokumentasi Pribadi, 2020) 14 4.2 Operasi Laporan studi kasus ini akan membahas teknik penanganan luka pada green iguana. Tindakan bedah pada kasus ini dilakukan debridement dan penutupan luka dengan teknik menjahit tipe horizontal matterss. Penanganan luka dilakukan dengan membersihkan area luka dengan menggunakan NaCl 0,9% dan povidone iodine. Dilakukan pelebaran luka sampai ke area yang tidak nekrosis. Pada jaringan yang sudah mati dilakukan pengangkatan dengan menggunakan pinset steril. Tahapan tersebut ditunjukan pada Gambar 4.2. Gambar 4. 2 Pelebaran area luka dan pengangkatan jaringan mati pada iguana Penisilin diberikan pada area luka. Proses debridement dilakukan dengan membuat perlukaan baru secara sengaja pada area nekrosis dengan menggunakan blade steril. Gambar 4. 3 Proses debridement Proses penjahitan untuk menutup luka dilakukan setelah debridement. Penutupan luka dilakukan dengan teknik mattres u, tipe horizontal matters suture dengan menggunakan benang safil® 3.0 absorable tapper. Proses ini ditunjukan pada Gambar 4.4. 15 Gambar 4. 4 Proses penjahitan dengan tipe mattres U Povidone iodine diberikan setelah luka tertutup, pada area jahitan. Salep topikal yang diberikan yaitu gentamisin sulfat 0.1% dan bioplacenton®. Proses ditunjukan pada Gambar 4.5. Gambar 4. 5 Pemberian salep topikal dan povidone iodine 4.3 Post-operasi Paska-operasi, green iguna diberikan antibiotik NSAID serta obat topikal. Jenis obat yang diberikan beserta dosis pemberian dipaparkan pada Tabel 4.1. Hasil observasi harian green iguana ditunjukan pada Tabel 4.2. Pada Gambar 4.6 menunjukan hasil perkembangan jahitan post-operasi dan proses pengobatan. Tabel 4. 1 Terapi post-operasi yang diberikan pada green iguana Jenis Obat Obat Dosis Pemberian Rute Pemberian 1 Flunixin NSAID 0.15 mg/kg BB IM 2 Enrofloxacin Antibiotik 5 mg/kg BB IM 3 Gentamisin sulfat 0.1 % Antibiotik - Topikal 4 Bioplacenton® Wound healing dan antibacterial - Topikal 16 Waktu q24h (2 hari) q24h (7 hari) q24h (7 hari) q24h (7 hari) Tabel 4. 2 Hasil observasi harian green iguana Tanggal 23 Februari 2020 Keadaan Umum Iguana aktif, makan baik, tidak ada muntah. Terdapat bleeding pada area luka, iguana aktif (melawan saat di handling), makan baik. 25 Februari 2020 26 Februari 2020 27 Februari 2020 28 Februari 2020 29 Februari 2020 Iguana aktif (melawan saat di handling), makan baik. Luka jahitan semakin menutup, iguana tenang saat di handling, tidak terdapat bleeding, makan baik Luka jahitan semakin menutup, iguana tenang saat di handling, tidak terdapat bleeding, makan baik Luka jahitan sudah mulai kering, iguana tenang saat di handling, tidak terdapat bleeding, makan baik Luka jahitan semakin menutup, iguana tenang saat di handling, tidak terdapat bleeding, makan baik 17 Pengobatan Obat Injeksi : - R/ Flunixin Enrofloxacin Obat Topikal : - R/ Gentamisin sulfat - R/ Bioplacenton® Obat Injeksi : - R/ Flunixin Enrofloxacin Obat Topikal : - R/ Gentamisin sulfat - R/ Bioplacenton® Obat Injeksi : - R/ Enrofloxacin Obat Topikal : - R/ Gentamisin sulfat - R/ Bioplacenton® Obat Injeksi : - R/ Enrofloxacin Obat Topikal : - R/ Gentamisin sulfat - R/ Bioplacenton® Obat Injeksi : - R/ Enrofloxacin Obat Topikal : - R/ Gentamisin sulfat - R/ Bioplacenton® Obat Injeksi : - R/ Enrofloxacin Obat Topikal : - R/ Gentamisin sulfat - R/ Bioplacenton® Obat Injeksi : - R/ Enrofloxacin Obat Topikal : - R/ Gentamisin sulfat - R/ Bioplacenton® 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% Gambar 4. 6 Perkebangan kesembuhan luka dan proses pengobatan 18 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penanganan Pre-operasi, Operasi dan Post-operasi Pada persiapan hewan pre-operasi meliputi pemeriksaan fisik, puasa makan 48 jam sebelum operasi. Pemberian flunixin sebagai anti-inflamasi dan analgesik dilakukan 30-40 menit sebelum operasi. Menurut Landoni (2005), flunixin dapat diberikan sebagai pre-operative analgesia sebelum operasi berlangsung. Aksi analgesik flunixin dilakukan dengan cara memblokir impuls rasa sakit melalui saraf perifer. Aksi anti-inflamasi flunixin yaitu dengan cara menghambat enzim siklooksigenase (COX). Enzim COX akan menghambat prekursor prostaglandin sehingga mengurangi kepekaan terhadap pain receptor pada respon inflamasi (Landoni et al., 2005). Dosis flunixin yang diberikan yaitu 0.15 mg/kg BB. Menurut Doneley et al (2018), dosis pemberian flunixin pada reptil yaitu 0.1– 2 mg/kg IM, q12–24 h. Injeksi antibiotik yang diberikan yaitu enrofloxacin (baytri®) dengan dosis 5 mg/kg BB. Dosis yang dianjurkan untuk green iguana yaitu 5 mg/kg BB secara intramuskular q24h (Maxwell et al, 1997). Menurut Chaprazov (2010), enrofloxacin merupakan antimikroba bakteriosidal yang menghambat bakteri DNA-gyrase yang aktif melawan bakteri gram positif dan gram negatif serta enrofloxacin umum diberikan untuk mengatasi infeksi pada iguana. Pemasangan corong inhalasi dilakukan menggunakan mesin anastesi inhalasi isofluran 1-5 % selama proses operasi berlangsung. Isofluran merupakan salah satu anastesi inhalasi rekomendasi yang paling aman untuk reptil. Isofluran berfungsi memberikan efek general anestesi yang terkontrol, tanpa melelahkan organ-organ internal seperti ginjal atau hepar, karena tidak termetabolisme. Induksi dan maintenance anestesi isofluran dicapai melalui penghambatan saluran ion neurotransmitter-gated seperti GABA, glisin, dan reseptor N-metild-aspartat (NMDA) dalam sistem saraf pusat (SSP). Penghambatan reseptor akan menghasilkan kondisi amnesia dan sedasi yang diperlukan pada kondisi bedah. Teknik penggunaan isofluran dengan aliran gas tinggi saat induksi anastesi dan aliran gas rendah saat maintenance anastesi. Induksi anastesi isofluran pada iguana diberikan pada konsentrasi 3-5%. Anestesi dengan aliran gas tinggi akan 19 mencapai konsentrasi alveolar dari agen anestesi sehingga memberikan efek saat pembedahan dalam waktu singkat (Honemann and Mierke, 2013). Maintenance anastesi diberikan pada iguana yaitu konsentrasi 1-3%. Menurut Tyson et al., (2019) pemantauan maintenance anastesi dilakukan dengan anestesi aliran gas rendah. Aliran gas rendah akan mengalami resirkulasi sehingga terjaga menjadi hangat dan lembab. Jumlah gas pada sirkulasi melalui CO2 absorber, maka akan lebih banyak panas dan kelembapan yang dihasilkan (Tyson et al., 2019). Larutan NaCl 0.9% dan povidode iodine diberikan pada area luka sebelum prosedur bedah dilakukan. Povidone iodine merupakan kompleks kimia stabil dari polivinil pirolidon, mengandung 9,0%-12,0% unsur yodium. Povidone iodine merupakan antiseptik yang efektif dan tidak mengganggu proses penyembuhan luka. Mekanisme aksi microbicidal povidone iodine yaitu melaui penghambatan mekanisme seluler bakteri dan oksidasi nukleotida asam lemak serta asam amino pada membran sel bakterial. Kondisi tersebut akan menyebabkan bakteri terdenaturasi dan terdeaktivasi (non-aktif) (Kumar et al., 2009). Larutan NaCl 0.9% dan povidode iodine berfungsi untuk membersihkan dan mengurangi potensi kontaminasi pada area luka (Baxter, 2010). Teknik penanganan luka pada green iguana pada kasus ini dilakukan debridement dan penutupan luka dengan horizontal mattress suture. Debridement adalah pengangkatan atau dilakukan perlukaan secara medis pada jaringan yang mati, rusak, atau terinfeksi untuk meningkatkan potensi penyembuhan jaringan sehat yang tersisa (Jones, 2018). Perlakuan debridement yang dilakukan pada kasus ini dilakukan secara mekanis. Menurut Girolamo dan Mans (2016), kulit reptil memiliki tendensi untuk inversi setelah dilakukan insisi. Oleh karena itu, di butuhkan pola jahitan yang sedikit eversi seperti horizontal mattress yang direkomendasikan penyembuhan luka. Teknik jahitan horizontal mattress digunakan karena adanya kecenderungan kondisi eversi sehingga mencegah area tepi bergulir ke dalam. Pada saat prosedur bedah berlangsung diberikan irigasi dengan menggunakan antibiotik penisilin sekitar 1-2 cc. Irigasi pada luka dilakukan dengan mengalirkan larutan melintasi permukaan sayatan bedah sebelum penutupan luka. Irigasi dilakukan untuk membersihkan luka secara fisik dengan 20 menghilangkan debris seluler dan cairan yang terperangkap. Irigasi luka dapat mengurangi tingkat kontaminasi bakteri dengan membuang bakteri dari permukaan luka (Lindsey, 2012). Menurut Falagas dan Vergidis (2005), irigasi menggunakan antibiotik penisilin akan mengurangi potensi kontaminasi sebanyak 10%. Mekanisme aksi penisilin yaitu dengan menganggu sintesis dinding sel bakteri saat transpeptidasi. Antibiotik penisilin akan menyebabkan kematian sel dan efektif terhadap organisme yang mensintesis peptidoglikan (Lindsey, 2012). Bahan jahitan yang digunakan untuk menutup luka pada kulit iguana adalah benang safil®. Benang safil® terbuat dari bahan polyglycolic acid dan merupakan benang absorbable sintetis. Keunggulan menggunakan benang safil® yaitu daya tarik kuat dan struktur yang halus saat dilewatkan pada jaringan. Fitur benang yaitu kekuatan daya tarik 60-70%, retensi selama 14 hari dan penyerapan sempurna selama 60-90 hari. Benang akan terdegradasi saat hidrolisis kemudian akan terserap dengan baik (Herrmann, 2009). Penanganan pada luka setelah dilakukan penjahitan penutupan luka adalah pemberian obat secara topikal yaitu dengan menggunakan bioplacenton® dan gentamisin sulfat 0.1%. Bioplacenton® diberikan untuk mempercepat persembuhan luka karena mengandung ekstrak plasenta yang dapat memicu pembentukan jaringan baru pada kulit yang terluka serta mengandung neomisin sulfat sebagai antibiotik golongan aminoglikosida yang mencegah adanya infeksi bakteri (Chaprazov et al., 2010). Salep antibiotik gentamisin sulfat 0.1% diberikan untuk mencegah adanya infeksi sekunder akibat bakteri karena kemampuannya sebagai antibiotik aminoglikosida yang dapat menghambat sintesis protein dan aktif menyerang bakteri gram negatif (BSAVA, 2015). 5.2 Pengobatan dan Evaluasi Harian Paska-operasi Pengobatan paska-operasi, iguana diberikan obat-obatan injeksi dan topikal. Obat injeksi flunixin paska-operasi yang diberikan pada iguana yaitu dengan dosis 15 mg/kg BB. Flunixin hanya diberikan hari pertama paska-operasi sebagai anti-inflamasi dan analgesik. Injeksi antibiotik yang diberikan paska-operasi yaitu enrofloxacin (baytril®) dengan dosis 5 mg/kg BB. Enrofloxacin diberikan q24h selama 7 hari paska-operasi. Mekanisme kerja dan ketentuan dosis pada 21 flunixin dan enrofloxacin telah dijelaskan pada sub-bab 5.1. Salep gentamisin sulfat 0.1% dan bioplacenton® diberikan sebagai terapi topikal. Antibiotik gentamisin sulfat dan neomisin sulfat kandungan dalam bioplacenton® digunakan sebagai antibiotik paska-operasi yang berfungsi untuk mengurangi potensi kontaminasi dan untuk menentukan efek pada penyembuhan (Kalbemed, 2013). Menurut Jacobson (2006), menyebutnya beberapa pilihan antimicrobial drug selection yang digunakan untuk reptil di antaranya adalah enrofloxacin, amicasin, piperaciline, azitromicyin, dan metronidazole. Antibiotik tersebut digunakan untuk area situs kulit dan subcutis. Tabel 5.1 menujukan antimicrobial yang digunakan untuk situs kulit dan subcutis pada reptil beserta dosisnya. Tabel 5. 1 Antimicrobial drug selection untuk reptil Situs Obat Enrofloxacin Amicasin Kulit dan Piperacilin subcutis Azytromycin Organisme penginfeksi Salmonella, serratia, clostridium, pseudomonas, neisseria Proteus, cytrobacter Providencia Pseudomonas Metronidazole Fusobacterium, bacteriodes Dosis References 5 mg/kg BB IM q24h (green iguana) Maxwell et al., (1997) 2.5 -5 mg/ kg BB IM q72h 100 mg / kg BB IM q 24 h 10 mg/kg BB PO 2-7 day 20 mg/kg BB PO q48h (green iguana) Jacobson et al., 1988 Hilf et al., 1991 Coke et al., 2003 Kolmstetter et al., (1998). Evaluasi hasil terapi luka selama 1 minggu didapati hasil bahwa perkembangan kesembuhan luka menunjukkan hasil yang baik. Ditandai dengan persembuhan jahitan yang semakin baik. Pada Gambar 5.1 menunjukan hasil perkembangan jahitan post operasi dan proses pengobatan. 22 Gambar 5. 1 Perkebangan kesembuhan luka 23 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan 1. Prosedur penanganan luka terbuka pada area dorsum iguana dilakukan adalah pembedahan dan debridement untuk penutupan luka pada iguana. 2. Obat yang diberikan saat pre-operasi adalah antibiotik enrofloxacin, flunixin, multivitamin dan anastesi inhalasi isofluran. Treatment post-operasi yang diberikan berupa antibiotik enrofloxacin, gentamisin sulfat 0.1% (topikal), NSAID berupa flunixin dan bioplacenton®. 3. Pemberian terapi diberikan selama tujuh hari, menunjukan adanya perkembangan kesembuhan luka dan persembuahan jahitan luka yang membaik. 6.2 Saran Perkandangan pada areal kandang iguana selalu dijaga kebersihan dan tingkat kelembapan yang cukup. 24 DAFTAR PUSTAKA Alworth C L., Hernandez M S., Divers J S., 2011. Laboratory Reptile Surgery: Principles and Techniques. Journal of the American Association for Laboratory Animal Science. Vol 50:11-26 Baxter C., 2010. The Normal Healing Process. In: New Directions in Wound Healing. NJ: E.R. Squlbb & Sons, Inc.Princeton. Bennett R., 2009. Reptilian Surgery, part II: Management of Surgical Diseases. Compendium on Continuing Education for the Practicing Veterinarian, 11, pp. 122–133. Chaprazov T S., Georgie D., Borissov., 2010. Surgical Management and Antibacterial Therapy of a Bite Wound in a Green Iguana (Iguana iguana). Bulgarian Journal of Veterinary Medicine. Vol 4:259−263 Chen C., Yumin C B., Pinpin W., 2013. Update on New Medicinal Applications of Gentamicin: Evidence-Based Review. Journal of the Formosan Medical Association Vol 113: 72-82. Diegelmann R F., Evans M C., 2004. Wound Healing: An Overview of Acute, Fibrotic and Delayed Healing. Frontiers in Bioscience. 2004; 9:283- 289. Falagas M E., Vergidis P I., 2005. Irrigation with Antibiotic-containing Solutions for The Prevention and Treatment of Infections. Journal of Clinical Microbiology Infect Vol11: 862–867 Funk R S, Diethelm G. Reptile Medicine and Surgery, 2nd edition. Philadelphia: Saunders, 2006, pp 1119–1139. Girling S., 2003. Veterinary Nursing of Exotic Pets. Blackwell Publishing Ltd, Oxford, UK, pp. 158–163 Girolamo D N., Mans C., 2016. Reptile Soft Tissue Surgery. Veterinary Clinical Exotic Animal. 19:(97–131) Gurtner G C., Werner S., Barrandon Y., Longaker MT., 2008. Wound Repair and Regeneration. Journal Nature. 7193: 314-21. Herrmann JB., 2009 Tensile Strength and Knot Security of Surgical Suture Materials. Am Surg 37:209–217 Honemann C., Mierke Bart., 2013. Low-Flow, Minimal-flow and Metabolic-flow Anaesthesia. Clinical techniques for use with rebreathing systems. Drager Publishing: Germanny ITIS (Integrated Taxonomy Information System), 2016. Iguana https://www.itis.gov/servlet/ [diakases pada 20 Februari 2020] iguana. Jackson, S.M., 2002. Standardizing Captive-management Manuals: GuidelinesfFor Terrestrial Vertebrates. International Zoo Yearbook The Zoological Society of London, London 38: 229-243, 25 Jacobson E R., 2009 Use of Antimicrobial Drugs in Reptiles. In Fowler ME, Miller RE (eds): Zoo and Wild Animal Medicine 4 – Current Therapy. Philadelphia: Saunders, pp 190–199 Jones L Menna., 2018. Wound Healing Series; Wound Debridement part-1. British Journal of Healthcare Assistants. Vol 12 (2) Kalbemed. 2013. Bioplacenton. Kalbe Medical Portal. http://www.kalbemed.com/Products/Drugs/Branded/tabid/245/ID/5699/Bio pl acenton.aspx [Di akses pada 20 Februari 2020]. Kardong K V., 2014. Sistema Muscular. Vertebrados: Anatomia Comparada, Vol 10: 439-485. Knotek, Z., Z. Knotkova, R. Halouzka, D. Modry & P. Hajkova., 2009. Diseases of Reptiles. CSAVA Brno PP 276. Kumar JK., Jayachandran E, Hemanth K., Reddy., 2009. Application of Broad Spectrum Antiseptic Povidone Iodine as Powerful Action: a Review. Journal Pharm Sci. Technol. PP3: 48-58 Landoni MF, Cunningham FM, Lees P., 2005. Determination of Pharmacokinetics and Pharmacodynamics of Flunixin. Am J Vet Res.;56:786-794. Lindsey D, Nava C, Marti M., 2012. Effectiveness of Penicillin Irrigation in Control of Infection in Sutured Lacerations. J Trauma; 22: 186–189. Morris, P. J., Malt, R. A. 2000. Oxford Textbook of Surgery. Oxford University Press. New York. Orsted L Heateher, 2017. Skin : Anatomy, Physiology and Wound Healing. Wounds Canada Publishing Purnama Handi., Sriwidodo., Ratnawulan, Soraya. 2017. Review Sistematik: Proses Penyembuhan dan Perawatan Luka. Farmaka Suplemen Volume 15 No. 2. Trouchon T, Lefebvre S., 2016. A Review of Enrofloxacin for Veterinary Use. Open Journal of Veterinary Medicine Scientific Research Publishing. 6:40-58 Tyson F., Hawkey, Maani V C., 2019. Isoflurane. Stat Pearls Publishing. US Wellehan, J C., Gunkel, 2004. Emergent Diseases in Reptiles. Seminars in Avian and Exotic Pet Medicine.Vol 13: 154–159. Widodo S., Sajuthi D., Choliq C., Wijaya A., Wulansari R., dan Lelana A., 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Bogor: Penerbit IPB Press. 26 LAMPIRAN 27 LAMPIRAN 1. Rincian Kegiatan No Tanggal 1 17 Februari 2020 Kegiatan 1. Kuliah pendahuluan 2. Pengobatan induk alpaca (amoxicillin IM) 3. Pengobatan bayi alpaca (Infus RL, dextrose 100 mL, flunixin, hematodine, calcium, buscopan) 4. Nekropsi musang, mongoose dan buaya 2 18 Februari 2020 3 19 Februari 2020 4 20 Februari 2020 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. Nekropsi bayi alpaca (hydrothorax dan asites) Hand-rearing bayi musang biul Operasi amputasi ekor soa payung Observasi serval Penanganan kuda gipsi Pemberian pakan pelikan Observasi post operasi serval Koleksi + cek feses kijang dan musang (-) natif dan sedimen Nekropsi burung stilt (cachexia) Observasi serval Pengobatan burung stilt di karantina (permethrin dan ivermectin) Belajar menulup / blow dart Medical check up musang akar putih Observasi post operasi serval Nekropsi musang dan kukang Pemberian multivitamin pada lemur Pengobatan alpaca dan pencukuran rambut alpaca Pemberian multivitamin di lemur kingdom Observasi post operasi serval Operasi aspirasi cairan pada kepala molurus albino Operasi vulnus iguana post fighting Pemindahan caracal ke zoo lain Pemberian vitamin di Lemur kingdom (curcuma plus 1-2 ml) Pemberian obat cacing pada unta Pengobatan paska-operasi soa payung dan iguana Nekropsi Varanus 5 21 Februari 2020 6 22 Februari 2020 7 23 Februari 2020 8 24 Februari 2020 1. 2. 3. 4. 5. Pemberian vitamin di Lemur kingdom (curcuma plus 1-2 ml) Hand-rearing bayi musang biul Pemberian kututox® di areal reptile gaden Pengobatan post operasi soa dan iguana Nekropsi alpaca 9 25 Februari 2020 1. 2. 3. 4. 5. Pemberian vitamin di Lemur kingdom (curcuma plus 1-2 ml) Percobaan penggabungan koloni lemur Pengobatan post operasi iguana Hand-rearing bayi musang biul Nekropsi alpaca dan kangguru tanah 28 10 26 Februari 2020 1. 2. 3. 4. 5. Persiapan pembiusan macan dahan dengan blow gun Medical check up macan dahan Pengoabatan alpaca (vitamin B complex) Koleksi feses lemur kingdom dan savanna 1 Pengobatan post operasi iguana 11 27 Februari 2020 1. Pemeriksaan sedimen dan natif feses lemur kingdom dan savanna 1 2. Operasi pyton molurus 3. Pemberian obat post operasi iguana 4. Hand-rearing bayi musang biul 12 28 Februari 2020 1. 2. 3. 4. 13 29 Februari 2020 1. Pengobatan dwarf mongoose – lethargi (infus dextrose SC 3 mL, hand-rearing) 2. Observasi area savanna 3. Hand-rearing bayi musang biul 14 1 Maret 2020 15 2 Maret 2020 1. Pengobatan Alpaca hitam (infus asering, aminoplex, flunixin, furosemide, amoxicillin) 2. Pengobatan alpaca cokelat (aminoplex, furosemide) 3. Pengobatan tapir – luka (betadine, NS, Oxytetracycline spray, gentamisin tetes mata, phenylbutazone) 4. Pengobatan lemur vulnus post fighting 5. Observasi reptile karantina 1. Pengobatan alpaca hitam 2. Pengobatan alpaca cokelat 3. Peracikan vitamin untuk gemsbok, llama dan stable antelope 4. Nekropsi alpaca hitam (manifestasi cacing hati) 5. Hand-rearing musang biul 16 3 Maret 2020 1. Hand-rearing musang biul 2. Observasi karantina baru 3. Penimbangan sisa pakan jerapah 17 4 Maret 2020 1. Pengobatan alpaca cokelat (amoxicillin dan aminoplex) 2. Pengobatan tapir (vitamin A,D,E, betadine, oxytetracycline spray) 3. Hand-rearing musang biul 4. Penimbangan sisa pakan jerapah Pemberian multivitamin pada emur kingdom Nekropsi panana, nutria, musang Pemberian obat post operasi iguana Hand-rearing bayi musang biul 29 18 5 Maret 2020 1. Pengobatan alpaca dikarantina baru 2. Pengobatan tapir 3. Hand-rearing musang biul 19 6 Maret 2020 1. Pengobatan alpaca dikarantina baru 2. Pengobatan tapir 3. Hand-rearing musang biul 20 7 Maret 2020 Diskusi dan Presentasi 30 LAMPIRAN 2. Dokumentasi Kegiatan di Batu Secret Zoo Dokumentasi Kegiatan Nekropsi pada Alpaca Pemberian multivitamin pada Alpaca Pemberian Kututox pada Ular Operasi pada molurus albino Pemberian pakan pada singa laut Pemberian pakan pada pelikan Pemberian Multivitamin pada Red Lemur Pembelajaran menulup/blow dart 31 Pengecekan feses pada area Savana 1 Medical check up pada macan dahan Caudectomy dan pemberian terapi pada soasoa Penanganan luka dan pemberian terapi pada green iguana 32