Uploaded by User77587

Jurnal soxhletasi

advertisement
EKSTRAKSI MINYAK BIJI KAPUK
DENGAN METODE EKSTRAKSI SOXHLET
Elda Melwita*, Fatmawati, Santy Oktaviani
*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Univesitas Sriwijaya
Jl. Raya Palembang Prabumulih Km.32 Indralaya Ogan Ilir 30662
Abstrak
Kapuk (Ceiba pentandra) adalah pohon tropis yang tergolong ordo Malvales dan famili Malvaceae, serta
merupakan salah satu tanaman yang berpotensi menghasilkan minyak dari bagian bijinya. Biji buah kapuk
memiliki kandungan minyak sekitar 24-40%-berat kering, dengan komposisi minyak sebagian besar
terdiri dari asam lemak tidak jenuh. Proses pengambilan minyak dalam biji kapuk dilakukan secara
ekstraksi dengan menggunakan metode ekstraksi soxhlet. Ekstraksi soxhlet merupakan suatu proses
ekstraksi dengan cara mengekstrak minyak biji kapuk menggunakan pelarut yang dilakukan dalam alat
soxhlet ekstraktor. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi yang optimal dari variasi waktu
ekstraksi, serta rasio S/F terhadap rendemen yang dihasilkan. Kondisi proses ekstraksi minyak biji kapuk
ini menggunakan pelarut n-heksan pada suhu 65°C, ukuran butiran 30 mesh, waktu ekstraksi yang
digunakan yaitu ½ jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam serta rasio S/F 10 ml/gr, 12,5 ml/gr, 15 ml/gr,
17,5 ml/gr, 20 ml/gr, 22,5 ml/gr dan 25 ml/gr. Proses ekstraksi ini melalui beberapa tahapan yaitu
persiapan bahan baku, ekstraksi dan evaporasi, sedangkan analisa minyak yang dilakukan yaitu analisa
bilangan penyabunan dan komposisi kandungan asam lemak penyusun minyak dengan GC-MS. Dari hasil
penelitian didapatkan kondisi yang optimal yaitu pada waktu ekstraksi 3 jam dengan rasio S/F 25 ml/gr
yang menghasilkan rendemen sebesar 40,29%. Selain itu pada kondisi ini juga didapatkan nilai bilangan
penyabunan sebesar 192,14 mgKOH/gr dan komposisi kandungan asam lemak minyak yang terbesar
adalah asam linoleat.
Kata kunci: biji kapuk, ekstraksi, bilangan penyabunan, komposisi asam lemak minyak
Abstract
Flax (Ceiba pentandra) is a tropical tree of the order Malvales and the family Malvaceae, and one of the
plants that could potentially produce oil from the seeds. Flax seed fruit contain about 24-40 % oil dry
weight, with composition the oil consists mainly of unsaturated fatty acids. Making process in flax seed
oil extraction is done by using the soxhlet extraction method. Soxhlet extraction is an extraction process
by using flax seed oil extracting solvent performed in a soxhlet extractor. This research aimed to obtain
the optimal conditions of the time extraction variations, as well as ratio S/F of yield generated. The
conditions of flax seed oil extraction process used n-hexane solvent for temperature at 65°C, 30 mesh for
particle size, the extraction time used for ½ hour, 1 hour, 2 hours, 3 hours, 4 hours, 5 hours with the ratio
S/F 10 ml/gr, 12.5 ml/gr, 15 ml/gr, 17.5 ml/gr, 20 ml/gr, 22.5 ml/gr and 25 ml/gr. This extraction process
through several stages of raw material preparation, extraction and evaporation, while oil analysis done of
saponification number and composition analysis of fatty acid oil content by GC-MS. From the results, the
optimal conditions at the time of extraction 3 hours with the ratio S/F 25 ml/g which produces yield of
40.29%. In addition for this condition is also obtained by saponification number 192.14 mgKOH/gr value
and the largest composition content of oil is linoleic acid.
Keywords: Flax seed, extraction, saponification number, fatty acid composition of oil
Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014
Page | 20
1. PENDAHULUAN
Adanya krisis bahan bakar minyak (BBM)
yang terjadi secara global berdampak terhadap
tingginya harga minyak mentah dunia yang
telah mencapai US$ 130 per barel pada Januari
2013. Hal ini membuat Indonesia mengambil
beberapa kebijakan, antara lain menekan
pertumbuhan konsumsi BBM domestik dengan
penghematan energi nasional dan melakukan
pengembangan energi alternatif. Salah satu
pengembangan energi alternatif ini dilakukan
dengan memanfaatkan sektor agraris yang
dimiliki oleh Indonesia, sehingga didapatkan
energi alternatif berbasis nabati yang bersifat
ramah terhadap lingkungan.
Beberapa sumber energi alternatif berbasis
nabati yang dapat dikembangkan berupa biofuel
yang termasuk didalamnya biodiesel. Biodiesel
sendiri adalah bahan bakar mesin diesel yang
berasal dari minyak tumbuh-tumbuhan dengan
berbagai keunggulan antara lain bersifat ramah
lingkungan, bahan bakunya terbarukan dan
mempunyai angka cetana yang tinggi.
Salah satu tanaman yang potensial untuk
digunakan sebagai bahan baku biodiesel yaitu
tanaman kapuk (Ceiba pentandra). Pada
tanaman kapuk ini yang dapat dimanfaatkan
untuk menghasilkan biodiesel adalah bagian
bijinya, karena biji kapuk mengandung minyak
sekitar 24-40%-beratkering(Eckey,1954;Knothe
1997; Soerawidjja, 2002). Biji kapuk yang
terkandung pada setiap gelondong buahnya
sebesar 26%, maka setiap 100 kg gelondong
kapuk akan menghasilkan 26 kg limbah biji
kapuk. Biji ini dibuang begitu saja sebagai suatu
limbah pertanian tanaman kapuk, sedangkan
serat dan kapasnya digunakan sebagai bahan
dasar matras, bahan pengisi bantal dan lain-lain.
Sehingga pada musim tanaman kapuk berbuah,
banyak biji kapuk ini yang dibuang begitu saja
tanpa diolah dan dimanfaatkan (Hidayat, 2010).
Untuk menanggulangi masalah ini, perlu adanya
pemanfaatan limbah biji kapuk sehingga lebih
bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi.
Perumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu dimana biji kapuk mengandung minyak
dengan kadar tinggi yang potensial untuk
dijadikan biodiesel, sehingga diperlukan suatu
teknologi ekstraksi minyak biji kapuk yang
efisien.
Sedangkan tujuan penelitiannya yaitu untuk
menghasilkan minyak biji kapuk dengan metode
ekstraksi soxhlet serta mendapatkan waktu
ekstraksi dan rasio S/F yang optimal dalam
ekstraksi soxhlet.
Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014
Tanaman Kapuk
Kapuk randu kapuk (Ceiba pentandra)
adalah pohon tropis yang tergolong ordo
Malvales dan famili Malvaceae (sebelumnya
dikelompokkan ke dalam famili terpisah Bomba
caceae), berasal dari bagian utara dari Amerika
Selatan, Amerika Tengah dan Karibia. Kata
"kapuk" atau "kapok" juga digunakan untuk
menyebut serat yang dihasilkan dari bijinya.
Daerah penghasil kapuk di Indonesia meliputi
daerah DI.Aceh, Jambi, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
Kapuk merupakan tumbuhan yang paling
banyak dibudidayakan di hutan hujan di Asia,
terutama di Jawa, Filipina, Malaysia, pulau
Hainan di Cina maupun di Amerika Selatan.
(Wikipedia, 2012)
Kapuk merupakan pohon yang menggugurkan bunga dengan ketinggian 8 - 30 m dan
dapat memiliki batang pohon yang cukup besar
hingga mencapai diameter 3 m. Pada batangnya
terdapat duri-duri tempel besar yang berbentuk
kerucut. Daunnya bertangkai panjang dan berbilang 5-9. Bunga terkumpul di ketiak daun yang
sudah rontok (dekat ujung ranting). Kelopak
berbentuk lonceng, berlekuk pendek dengan
tinggi 1-2 cm. Benang sari jumlahnya 5, bersatu
menjadi bentuk tabung pendek, serta memiliki
kepala sari berbelok-belok. Pohon kapuk memiliki buah yang bentuknya memanjang dengan
panjang 7,5-15 cm, menggantung, berkulit keras
dan berwarna hijau jika masih muda serta
berwarna coklat jika telah tua. Dalam buahnya
terdapat biji yang dikelilingi bulu-bulu halus,
serat kekuning-kuningan yang merupakan
campuran dari lignin dan sellulosa. Bentuk
bijinya bulat, kecil-kecil, dan berwarna hitam
(Setiadi, 1983). Dari setiap buah kapuk yang
masak berisi sekitar 35% serat, 15% teras
dengan kulit buah dan 50% biji kapuk yang
beratnya antara 25-40 gram. Setiap pohon kapuk
dewasa dapat menghasilkan antara 4000-5000
buah per tahun, sehingga dihasilkan biji kapuk
sekitar 50 kg per tahun.
Berikut ini adalah klasifikasi ilmiah
tumbuhan kapuk berdasarkan taksonominya
(Ochse, et al., 1961):
Kingdom : Plantae
Phylum
: Angiosperm
Divisi
: Magnoliophyta
Classis
: Magnoliopsida
Sub Classis : Rosids
Ordo
: Malvales
Family
: Malvaceae
Genus
: Ceiba
Species
: Ceiba pentandra
Page | 21
Biji Kapuk
Biji Kapuk ini berbentuk bulat, kecil-kecil,
dan berwarna hitam. Dari penelitian terdahulu
dpat diketahui bahwa biji kapuk mempunyai
kandungan sebagai berikut:
Tabel 1. Kadar Komposisi Biji Kapuk
(Per 100 gram)
Kadar
Komposisi
Air
8,75 gr
Energi
492 kcal
Protein
19,50 gr
Lemak
34,00 gr
Karbohidrat
34,25 gr
Kandungan Serat
27,90 gr
Abu
3,50 gr
Mineral
1,7942 gr
Vitamin
0,0055 gr
Selulosa
21,83 %
Hemiselulosa
23,24 %
Lignin
10,37 %
(Sumber: Mujnisa. 2007)
Komposisi
Sedangkan untuk sifat fisik minyak biji
kapuk yaitu:
Tabel 2. Sifat Fisik Minyak Biji Kapuk
Sifat Fisik
Warna
Keterangan
Kekuningan hingga
kecoklatan
Cair
343 °C
- 19 °C
-2°C
0,910 - 0,912 kg/L
Fase Pada Suhu 25°C
Titik Didih
Titik Leleh
Titik Beku
Berat Jenis pada
15°C
(Sumber: http://guide12582.guidechem.com/pro
show632925.html)
Minyak biji kapuk memiliki beberapa
keunggulan untuk dijadikan sebagai bahan baku
pembuatan biodisel yaitu:
1) Biji kapuk mengandung 24 – 40 % berat
minyak.
2) Bahan bakunya mudah didapat karena masa
panennya 6 bulan sekali.
3) Harganya relatif murah (Rp.1000 /kg biji).
4) Kadar asam lemak tak jenuhnya relatif
tinggi (80-85%).
5) Mempunyai bilangan iodine sebesar 88 g/g.
(Dewajani, 2008).
Proses Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau
beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan
dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupa
kan proses pemisahan komponen dari suatu
campuran homogen menggunakan pelarut cair
Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014
(solven). Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan kelarutan yang berbeda dari komponenkomponen dalam campuran.
Ada suatu jenis pemisahan lainnya dimana
satu fase dapat berulang-ulang dikontakkan
dengan fase yang lain, misalnya ekstraksi
berulang-ulang suatu larutan dalam pelarut air
dan pelarut organik. Proses pemi- sahan ini
menggunakan suatu metode yang disebut
dengan metode ekstraksi soxhlet. Metode
ekstraksi soxhlet adalah suatu metode ekstraksi
bahan yang berupa padatan dengan solven
berupa cairan secara kontinu. Peralatan yang
digunakan dinamakan ekstraktor soxhlet.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh
dalam proses ekstraksi yaitu:
1) Jenis pelarut
Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang
diekstrak, jumlah solut yang terekstrak dan
kecepatan ekstraksi. Pelarut yang ideal
adalah pelarut yang memiliki sifat tidak
korosif dan daya larut yang tinggi.
2) Perbandingan bahan dan volume pelarut
Jika perbandingan pelarut dengan bahan
baku besar maka akan memperbesar pula
jumlah senyawa yang terlarut, akibatnya
laju ekstraksi akan semakin meningkat.
3) Suhu
Secara umum, kenaikan temperatur akan
meningkatkan jumlah zat terlarut ke dalam
pelarut dan temperatur ekstraksi ini sesuai
dengan titik didih pelarut yang digunakan.
4) Waktu ekstraksi
Waktu ekstraksi yang semakin lama dapat
menyebabkan semakin lama waktu kontak
antara bahan dengan pelarut, sehingga
semakin banyak ekstrak yang didapatkan.
5) Kecepatan pengadukan
Pengadukan akan memperbesar frekuensi
tumbukan antara bahan dengan pelarutnya.
6) Ukuran partikel
Ukuran partikel bahan baku yang semakin
kecil akan meningkatkan laju reaksi.
Sehingga rendemen ekstrak akan semakin
besar bila ukuran partikel semain kecil.
Pelarut
Suatu pelarut dikatakan sesuai sebagai
pelarut pengekstraksi bila memenuhi syaratsyarat berikut:
1) Selektivitas
Pilih pelarut yang selektifnya sesuai dengan
polaritas senyawa yang akan diekstrak agar
didapatkan ekstrak yang lebih murni.
2) Reaktivitas
Pelarut tidak boleh menyebabkan adanya
perubahan secara kimia pada komponen
bahan ekstrak.
Page | 22
3) Titik Didih
Pelarut harus mempunyai titik didih yang
cukup rendah agar supaya pelarut mudah
diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi.
4) Murah dan Mudah didapatkan
Pilihlah pelarut yang harganya murah dan
mudah diperoleh.
5) Tidak korosif dan Tidak Mudah Terbakar
Pelarut yang digunakan tidak boleh bersifat
korosif, agar peralatan tidak korosi.
Ekstraksi Soxhlet
Ekstraksi
soxhlet
digunakan
untuk
mengekstrak senyawa yang kelarutannya
terbatas dalam suatu pelarut dan pengotorprngotornya tidak larut dalam pelarut tersebut.
Sampel yang digunakan dan yang dipisahkan
dengan metode ini berbentuk padatan. Ekstraksi
soxhlet ini juga dapat disebut dengan ekstraksi
padat-cair.
Adapun mekanisme kerja ekstraksi soxhlet
ini yaitu: pada soxhletasi pelarut pengekstraksi
yang mula-mula ada dalam labu dipanaskan
sehingga menguap. Uap pelarut ini naik melalui
pipa pengalir uap dan cell pendingin sehingga
mengembun dan menetes pada bahan yang
diekstraksi. Cairan ini menggenangi bahan yang
diekstrak dan bila tingginya melebihi tinggi
sifon, maka akan keluar dan mengalir ke dalam
labu penampung ekstrak. Ekstrak yang sudah
terkumpul dipanaskan sehingga pelarutnya
menguap tetapi substansinya tertinggal pada
labu penampung. Dengan demikian terjadilah
pendaur-ulangan (recycling) pelarut dan bahan
tiap kali diekstraksi dengan pelarut yang baru.
Evaporasi
Evaporasi secara umum diartikan sebagai
proses penguapan dari liquid (cairan) dengan
penambahan panas yang disuplai secara alami
maupun penambahan steam menjadi uap pada
titik didihnya dan selanjutnya terjadi pemisahan
uap dari cairan dimana uap nantinya akan
terkondensasi (Robert B. Long, 1995). Dalam
evaporasi sisa penguapan berupa zat cair,
kadang-kadang zat cair yang sangat viskos dan
bukan zat padat. Proses pemisahan dilakukan
dengan menggunakan suatu alat yang disebut
evaporator.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan sebagai berikut:
Bahan untuk penelitian
1) Biji kapuk yang diperoleh dari daerah Way
Kanan Lampung, yang sudah diambil isi
nya kemudian dihaluskan dan diayak.
2) Pelarut n-Heksan dan Kertas saring
Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014
1)
2)
3)
4)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Bahan untuk analisa
Larutan KOH 0,5 N dalam etanol
Etanol 95% p.a dan HCl 37% p.a
Indikator Fenolftalein (pp) 1%
Larutan HCl 0,5 N dan Aquadest
Alat yang digunakan
Alat yang digunakan terdiri dari:
Alat untuk penelitian
Seperangkat Peralatan Soxhlet Ekstraktor
Ayakan dengan ukuran 30 mesh
Crusher dan Heater
Oven dan Neraca Analitik
Seperangkat Peralatan Evaporator
Neraca Ohaus (Triple Beam Balance)
Statif dan Gelas Ukur 1000 ml
Beker Gelas 100 ml dan Loyang
Alat Untuk Analisa
GC-MS
Buret 50 ml dan Pipet Volume 25 ml
Neraca Analitis dan Statif
Pipet Tetes dan Bola karet
Bath Pemanas dan Erlenmeyer 100 ml
Reflux Condensor dan Beker Gelas 100 ml
Prosedur Penelitian
1) Persiapan Bahan Baku
Biji kapuk yang dikumpulkan kemudian
dihancurkan di crusher untuk memisahkan
cangkang dan isinya. Isi biji kapuk yang telah
terpisah selanjutnya di crusher kembali untuk
dihaluskan dan setelah itu diayak dengan
menggunakan ayakan 30 mesh. Sampel yang
sudah diayak dikeringkan di oven dan disimpan
diwadah yang tertutup untuk digunakan pada
proses ekstraksi.
2) Proses Ekstraksi dan Evaporasi
Pertama peralatan ekstraksi dirangkaikan
sesuai aturan, kemudian sampel ditimbang
sesuai dengan kisaran berat yang dibutuhkan,
kemudian dibungkus dengan kertas saring dan
dimasukkan kedalam thimbel. Masukan pelarut
kedalam labu dengan volume yang bervariasi,
dan kemudian dipanaskan pada suhu 65°C
dengan variabel waktu ekstraksi (½, 1, 2, 3, 4
dan 5 jam) serta rasio S/F (10, 12,5, 15, 17,5,
20, 22,5 dan 25 ml/gr). Setelah ekstraksi selesai,
ekstrak yang diperoleh kemudian dipisahkan
antara minyak dan solvennya di evaporator pada
suhu 69°C. Minyak yang sudah terpisah
selanjutnya dikeringkan di oven pada suhu
110°C selam 1 jam, kemudian ditimbang
beratnya dan dianalisa.
Prosedur Analisa
1) Analisa Bilangan Penyabunan
a) Penentuan volume titrasi untuk larutan.
blanko: Ambil 5 ml larutan KOH 0,5 N
dalam etanol dan tambahkan 2 tetes
indikator pp. Selanjutnya titrasi dengan
Page | 23
larutan standar HCl 0,5 N sampai warna
merah muda hilang dan catat volumenya
b) Penentuan volume titrasi sampel: Ambil
2 gram sampel minyak masukkan dalam
erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 25 ml
KOH 0,5 N, hubungkan erlenmeyer
dengan pendingin tegak dan didihkan
diatas bath pemanas selama 1 jam.
Setelah itu didinginkan sebentar pada
suhu ruangan. Tambahkan 2 tetes
indikator pp dan lakukan titrasi dengan
larutan standar HCl 0,5 N sampai warna
merah muda hampir hilang. Catat
volumenya dan ulangi langkah 1 sampai
6 sebanyak 2 kali.
2) Analisa Komposisi Kandungan Asam
Lemak Minyak Biji Kapuk
Adapun untuk mengetahui komposisi
kandungan asam lemak minyak biji kapuk
yaitu dengan cara menganalisa menggunakan
peralatan GC-MS (Gas Chromatography-Mass
Spectrometri).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
jam sebesar 40,08%. Walaupun pada waktu
ekstraksi 5 jam ini menghasilkan rendemen
yang tinggi, namun memiliki bilangan
penyabunan yang lebih rendah dari waktu
ekstraksi 3 jam. Bilangan penyabunan yang
tinggi mengindikasikan bahwa kandungan asam
lemak total dalam minyak tinggi, sehingga
kualitas minyak akan semakin bagus. Selain itu
rendemen minyak yang dihasilkan pada waktu
ekstraksi 3 jam ini tidak terlalu melihatkan
perbedaan rendemen yang jauh berbeda dari
waktu ekstraksi 5 jam yaitu sebesar 38,60%.
Sehingga waktu ekstraksi yang digunakan untuk
variasi variabel selanjutnya adalah 3 jam.
Pengaruh Rasio Pelarut dan Sampel
Terhadap Rendemen Minyak
Untuk mengetahui pengaruh variasi rasio
S/F dilakukan dengan memvariasikan rasio S/F
untuk setiap percobaan, sedangkan untuk waktu
ekstraksi di buat tetap yaitu 3 jam.
Dari hasil penelitian didapatkan data
rendemen untuk berbagai variasi rasio S/F yang
dapat di lihat pada Gambar 2 di bawah ini:
Pengaruh
Variasi
Waktu
Ekstraksi
Terhadap Rendemen Minyak
Dari hasil penelitian didapatkan data
rendemen untuk berbagai waktu ekstraksi yang
dapat di lihat pada Gambar 1 di bawah ini:
Gambar 2. Hubungan Rasio S/F Terhadap
Rendemen Minyak
Gambar 1. Hubungan Antara Waktu Ekstraksi
Terhadap Rendemen Minyak
Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat di lihat
bahwa peningkatan rendemen terjadi seiring
dengan peningkatan waktu ekstraksi yang
dilakukan. Semakin lama waktu ekstraksi maka
kontak yang terjadi antara pelarut dan bahan
yang di ekstrak juga semakin lama, sehingga %
rendemen minyak yang di peroleh tinggi.
Lamanya waktu akan mempermudah masuknya
pelarut kedalam bahan baku dan kelarutan
komponen-komponen dalam minyak biji kapuk
berjalan dengan perlahan sebanding dengan
kenaikan waktu.
Rendemen minyak untuk berbagai waktu
ekstraksi ini tidak terlalu menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan dan sudah sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 011678-1992 dengan kandungan minyak sekitar
24-40%-berat kering. Rendemen minyak yang
paling tinggi diperoleh pada waktu ekstraksi 5
Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014
Dari Gambar diatas dapat diketahui bahwa
banyaknya minyak yang terlarut tergantung
dengan ratio S/F. Semakin besar ratio S/F
berarti semakin besar volume pelarut yang
digunakan, sehingga rendemen minyak yang di
peroleh semakin tinggi. Hal ini dikarenakan
dengan adanya volume pelarut yang banyak
akan lebih tersebar merata pada sampel,
sehingga seluruh bagian sampel akan terbasahi
oleh pelarut dan minyak yang terkandung dalam
sampel akan semakin banyak yang terekstrak.
Komponen yang terekstrak mempunyai tingkat
kepolaran yang hampir sama dengan pelarut.
Nilai rendemen yang didapatkan dari
berbagai rasio S/F diatas tidak terlalu jauh
berbeda dan sudah memenuhi spesifikasi SNI
01-1678-1992 dengan kandungan minyak
sekitar 24-40%-berat kering.
Berdasarkan hasil penenlitian dengan
variasi waktu ekstraksi dan rasio S/F, diketahui
bahwa kondisi yang optimum diperoleh pada
waktu ekstraksi 3 jam dengan rasio S/F 25 ml/gr
yang mengasilkan rendemen minyak tertinggi
sebesar 40,29%.
Page | 24
Scale-up Ekstraksi Minyak Biji Kapuk Pada
Kondisi Optimum
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
dengan melakukan scale-up pada kondisi
optimum, didapatkan data rendemen seperti
pada Tabel 1 dibawah ini:
Tabel 3. Rendemen Untuk Scale-up Ekstraksi
Pada Kondisi Optimum
Scale-up
Rendemen Minyak
(%)
1x
40,29
1,5x
40,32
2x
40,49
Dari Tabel 1 di atas, dapat di lihat bahwa
semakin besar scale up yang dilakukan, maka
rendemen minyak yang dihasilkan tidak terlalu
jauh berbeda bila dibandingkan dengan nilai
rendemen minyak pada kondisi optimumnya
(1x). Hal ini menunjukkan bahwa metode yang
digunakan pada penelitian ini sudah benar,
sehingga berapa kali pun scale-up yang
dilakukan akan menghailkan rendemen minyak
yang tidak jauh berbeda.
Analisa Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan adalah banyaknya
miligram KOH yang dibutuhkan untuk
menyabunkan 1 gram minyak atau lemak..
Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari
massa molekul minyak, di mana semakin besar
massa molekul maka semakin rendah juga
bilangan penyabunannya (Herlina, 2011).
Berikut
ini
adalah
Tabel
yang
menunujukkan nilai bilangan penyabunan untuk
berbagai variabel ekstraksi dari hasil penelitian:
Tabel 4. Bilangan Penyabunan Untuk Waktu
Ekstraksi Yang Bervariasi
Waktu Ekstraksi
Bilangan Penyabunan
(Jam)
mgKOH/gram
1/2
191,44
1
189,34
2
190,39
3
192,14
4
190,74
5
191,09
Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014
Tabel 5. Bilangan Penyabunan Untuk Rasio S/F
Yang Bervariasi
Rasio S/F
Bilangan Penyabunan
(ml/gr)
(mgKOH/gram)
10
189,34
12,5
192,14
15
190,39
17,5
190,74
20
190,04
22,5
190,74
25
191,79
Tabel 6. Bilangan Penyabunan Untuk Scale-up
Ekstraksi Pada Kondisi Optimum
Rasio S/F
Bilangan Penyabunan
(ml/gr)
mgKOH/gram
10
189,34
12,5
192,14
15
190,39
17,5
190,74
20
190,04
22,5
190,74
25
191,79
Dari Tabel 2, 3 dan 4 di atas dapat
diketahui bahwa karakteristik bilangan
penyabunan untuk masing-masing variabel
ekstraksi sudah sesuai dengan syarat mutu
biodiesel menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI 01-1678-1992 dengan nilai bilangan
penyabunan 189-197 mgKOH/gram. Bilangan
penyabunan yang tertinggi terdapat pada
sampel dengan variabel waktu ekstraksi 3 jam
dan rasio S/F 12,5 ml/gr serta 3 jam dan rasio
S/F 25 ml/gr, yang mempunyai bilangan
penyabunan sebesar 192,14 mgKOH/gram.
Analisa Komposisi Kandungan Asam Lemak
Minyak Biji Kapuk
Untuk mengetahui komposisi kandungan
asam lemak penyusun minyak biji kapuk yang
di peroleh dari hasil ekstraksi dilakukan dengan
cara analisa menggunakan peralatan GC-MS
(Gas Chromatography - Mass Spectrometri).
Sampel yang di analisa yaitu sampel
dengan rendemen minyak yang paling rendah
dan yang paling tinggi, di mana hasil analisanya
dapat di lihat pada Tabel di bawah ini:
Page | 25
Tabel 7. Hasil Uji Kandungan Asam Lemak
Minyak Biji Kapuk Untuk Sampel 1 (½ jam dan
rasio S/F 12,5 ml/gr )
Nama Senyawa
Asam Palmitoleat
Asam Palmitat
Asam Margarik
Asam Linoleat
Asam Arakidat
Asam Stearat
Senyawa Lainnya
Gambar 3. Kromatogram Kandungan Asam
Lemak Minyak Biji Kapuk Untuk Sampel 1
Tabel 8. Hasil Uji Kandungan Asam Lemak
Minyak Biji Kapuk Untuk Sampel 2 (3 jam dan
rasio S/F 25 ml/gr)
Nama Senyawa
Asam Palmitoleat
Asam Palmitat
Asam Margarik
Asam Linoleat
Asam Arakidat
Asam Stearat
Senyawa Lainnya
Berdasarkan dari data Tabel 5 dan 6 di atas
diperoleh beberapa senyawa asam lemak
penyusun dari biodiesel minyak biji kapuk.
Namun komponen senyawa asam lemak
penyusun pada sampel 1 dan 2 ini terdapat
perbedaan, yang mana pada sampel 1 tidak
terdapatnya kandungan asam miristat dan asam
oleat seperti yang ada pada sampel 2. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan bilangan
penyabunan antara kedua sampel, di mana
sampel 1 mempunyai bilangan penyabunan
sebesar 191,44 mgKOH/gram sedangkan
sampel 2 sebesar 192,14 mgKOH/gram.
Senyawa yang merupakan komponen utama
asam lemak dalam minyak biji kapuk pada
kedua sampel adalah asam linoleat. Asam
linoleat merupakan asam lemak tidak jenuh
yang tersusun dari 18 rantai atom karbon
(Kemala dalam Hidayat, 2010). Selain itu
senyawa penyusun minyak biji kapuk ini
sebagian besar disusun oleh asam lemak tidak
jenuh (palmitoleat, oleat dan linoleat), sehingga
kondisi minyak pada suhu kamar adalah fase
cair. Dengan kondisi tersebut, minyak biji
kapuk berpotensi untuk digunakan sebagai
bahan bakar alternatif.
Berikut adalah kromatogram hasil analisa
minyak biji kapuk untuk sampel 1 dan 2 yaitu:
Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014
Gambar 4. Kromatogram Kandungan Asam
Lemak Minyak Biji Kapuk Untuk Sampel 2
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil
kesimpulan, yaitu:
1) Biji kapuk dapat ditingkatkan nilai
ekonomisnya dengan cara memanfaatkan
minyaknya sebagai bahan bakar alternatif
biodiesel.
2) Kondisi operasi yang optimal pada
ekstraksi minyak biji kapuk diperoleh pada
kondisi waktu ekstraksi 3 jam dengan rasio
S/F 25 ml/gr yang menghasilkan rendemen
sebesar 40,29%
3) Nilai bilangan penyabunan pada kondisi
operasi optimal sebesar 192,14 mgKOH/gr
dengan komposisi kandungan asam lemak
minyak biji kapuk sebagian besar disusun
oleh asam linoleat (asam lemak tidak jenuh)
DAFTAR PUSTAKA
Dewajani, Heny. 2008. Potensi Minyak Biji
Randu (Ceiba pentandra) Sebagai
Alternatif Bahan Baku Biodiesel,
Laboratiorium Satuan Operasi Skala
Kecil. Jurusan Teknik Kimia Politeknik
Negeri Malang. (online), diakses tanggal
18 Januari 2013 pukul 11:20 wib dari
(http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Searc
h.html?act=tampil&id=8815&idc=7)
Dzikriansyah, M.V. 2011. Pemanfaatan Minyak
Biji Kapuk Randu (Ceiba pentandra)
Sebagai
Bahan
Bakar
Alternatif
Biodiesel
Dalam
Penanggulangan
Page | 26
Masalah Kelangkaan BBM di Indonesia.
(online), diakses 22 Februari 2013 pukul
10:30 wib dari (http://dzikriansyah.blog
spot.com/2011/10/pemanfaatan-minyakbiji-kapuk-randu.html)
Eckey.1954., Knothe.1997., Soerawidjja. 2002
dalam Dewajani, Heny. 2008. Potensi
Minyak Biji Randu (Ceiba pentandra)
sebagai Alternatif Bahan Baku Biodiesel.
Laboratorium Satuan Operasi Skala Kecil
Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Malang. (online), diakses tanggal 18
Januari 2013 pukul 11:20 wib dari (http://
isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html
?act=tampil&id=8815&idc=7)
Gamayel, A. dkk. 2011. Kinerja Ekstraksi Biji
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Dengan
Proses Pelarutan (Solvent Extraction).
Universitas Brawijaya. (online), diakses
10 Februari 2013 pukul 12.15 wib dari
(http://balittas.litbang.deptan.go.id/ind/im
ages/prosiding/jp3/kinerja%20ekstraksi%
20jp3.pdf)
Maulidya, N.A., dan Faith Rosary A.D. 2010.
Pabrik Biodiesel Dari Minyak Biji Kapuk
Randu Dengan Proses Transesterifikasi.
Institut Teknologi Sepuluh November.
(online), diakses 22 Januari 2013 pukul
12:30 wib dari (http://digilib.its.ac.id./
public/ITS-NonDegree-12890-pabrik-bio
diesel-dari-minyak-biji-kapuk-randudengan-proses transesteri fikasi.pdf)
Mujnisa. 2007 dalam Dewajani, Heny. 2008.
Potensi Minyak Biji Randu (Ceiba
pentandra) sebagai Alternatif Bahan
Baku Biodiesel. Laboratiorium Satuan
Operasi Skala Kecil Jurusan Teknik
Kimia Politeknik Negeri Malang.
(online), diakses tanggal 18 Januari 2013
pukul 11:20 wib dari (http://isjd.pdii.lipi
.go.id/index.php/Search.html?act=tampil
&id=8815&idc=7)
Ochse, et al. 1961 dalam Dzikriansyah, M.V.
2011. Pemanfaatan Minyak Biji Kapuk
Randu (Ceiba pentandra) Sebagai Bahan
Bakar Alternatif Biodiesel Dalam
Penanggulangan Masalah Kelangkaan
BBM di Indonesia. (online), diakses 22
Februari 2013 pukul 10:30 wib dari
(http://dzikriansyah.blogspot.com/2011/1
0/pemanfaatan-minyak-biji-kapukrandu.
html)
Puspadiman, H dkk. 2013. Pengaruh Jenis
Pelarut Dan Waktu Ekstraksi Terhadap
Kandungan Asam Linoleat Minyak Biji
Kapuk (Ceiba pentandra). Jurnal UNY
Vol.2 No.3 Tahun 2013. Universitas
Negeri Yogyakarta. (online), diakses 14
Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014
Agustus 2013 pukul 12:07 wib dari (http:
//journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/3
617/56/362)
Rachmanto, R., dan Ivan Kristia H. 2009.
Ekstraksi Minyak Biji Kapuk. Yayasan
Widya Mandala. (online), diakses 20
Agustus 2013 pukul 10.08 wib dari (http:
//www.widyamandala.org/news.php?ID=
1&id=35&action=detail)
Setiadi. 1983 dalam Puspadiman, H dkk. 2013.
Pengaruh Jenis Pelarut Dan Waktu
Ekstraksi Terhadap Kandungan Asam
Linoleat Minyak Biji Kapuk (Ceiba
pentandra). Jurnal UNY Vol.2 No.3
Tahun
2013.
Universitas
Negeri
Yogyakarta. (online), diakses 14 Agustus
2013 pukul 12:07 wib dari (http://journal.
student.uny.ac.id/jurnal/artikel/3617/56/3
62)
Sihombing, 1974 dalam Dzikriansyah, M.V.
2011. Pemanfaatan Minyak Biji Kapuk
Randu (Ceiba pentandra) Sebagai Bahan
Bakar Alternatif Biodiesel Dalam
Penanggulangan Masalah Kelangkaan
BBM di Indonesia. (online), diakses 22
Februari 2013 pukul 10:30 wib dari
(http://dzikriansyah.blogspot.com./2011/
10/pemanfaatan-minyak-biji-kapukrandu.
html)
Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-16781992. Minyak Biji Kapuk. (online),
diakses 14 Januari 2013 pukul 14:14 wib
dari (http://pustan.bpkimi.kemenperin.go.
id/files/SNI%2001-1678-1992.pdf)
Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-35551998. Cara Uji Minyak dan Lemak.
(online), diakses 14 Januari 2013 pukul
16:10 wib dari (http://sisni.bsn.go.id/inde
.php?/sni_main/sni/detail_sni/2001-35551998.pdf)
Yuniwati, Murni. 2012. Produksi minyak Biji
kapuk Dalam Usaha Pemanfaatan Biji
Kapuk Sebagai Sumber Minyak Nabati.
Jurnal Teknologi Technoscientia Vol. 4
No. 2 Februari 2012. Institut Sains &
Teknologi
AKPRIND
Yogyakarta.
(online), diakses 16 Januari 2013 pukul
10:40 wib dari (http://technoscientia.
akprind.ac.id/techno/media.php?act=jour
nalokabs?1089)
Page | 27
Download