Uploaded by meimutiara854

RINGKASAN KETERANGAN BALAGHAH UST IBNU

advertisement
MAKALAH UST IBNU
I. PENDAHULUAN
Pengkajian sebenarnya bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan dan menggairahkan.
Ketika dorongan rasa ingin tahu menggelora, maka pengembaraan pengkajian itu terasa
indah dan bergairah. Sebelum mengkaji sesuatu secara mendalam, perlu diketahui
sebelumnya obyek kajian apa saja yang terkandung dalam kajian tersebut, karena
pengetahuan tentang sesuatu akan lebih mudah dipelajari dengan metode dan kajian
yang sistematik.
Ilmu Balâghah, sebagaimana ilmu lain berangkat dari sebuah proses penalaran untuk
menemukan premis-premis pengetahuan yang dianggap benar untuk kemudian
disatukan menjadi kumpulan teori. Setelah teori itu terkumpul secara generik dengan
pembagian-pembagian yang sepesifik, maka ada kecenderungan untuk mempelajari
bagian-bagian tersebut secara parsial—banyak yang menyebut al-Sakkâki sebagai tokoh
yang mengubah balâghah dari shinâ’ah menjadi ma’rifah—dari induktif menjadi
deduktif. Dari paparan tersebut tersirat bahwa setiap ilmu mempunyai obyek kajian
yang membatasi ruang gerak keilmuan tertentu, agar jelas dan tidak mengaburkan
pembahasan.
Sastra yang merupakan ekspresi merdeka, bukan sesuatu yang tanpa aturan dan
rumusan. Hal ini bisa dibuktikan dengan munculnya beragam ilmu sastra yang
menentukan kualitas karya saatra yang dianalisa. Dalam tradisi ilmu sastra
Arab, balâghah setelah menjadi ilmu mempunyai rumusan-rumusan tertentu yang
digunakan sebagi basis konkretisasi sastra dan tolak ukur keindahan dan ke-balâghahan karya sastra. Balâghah merupakan ilmu sastra di atas kajian morfologi dan sintaksis,
kajian balâghah berpijak pada kedua ilmu tersebut, yang secara teori prasyarat
mempelajari balagah harus menguasai morfologi (sharf) dan sintaksis (nahw). Makalah
ini secara ringkas berusaha untuk mendeskripsikan obyek kajian ‘Ilmu al-Balâghah.
II.PEMBAHASAN
A. AL-BALÂGHAH — AL-FASHÂHAH
Balâghah secara etimologi berarti al-wusûl wa al-intihâ’ (sampai dan
berakhir). Balâghah secara terminologi hanya ditempatkan sebagi sifat yang melekat
pada kalâm (balâghatu al-kalâm) dan sifat yang melekat pada mutakallim (balâghatu
al-mutakallim). Balâghat al-kalâm, berarti mencari kalimat yang sesuai dengan
maksud yang dikehendaki, dengan kata-kata yang fasih baik
ketika mufrad maupun murakkab. Sedangkan kalimat yang bâligh (al-kalâm albalîgh) adalah kalimat yang mampu mengejawentahkan ide penutur untuk
disampaikan kepada lawan tutur (pendengar) dengan gambaran ide yang tidak berubah
pada keduanya. Sedangkan balâghat al-mutakallim, berarti kemampuan diri untuk
mencipta kalimat yang balîgh (fasîh dan mengena sasaran)[1]. Dari terminologi di atas
nampak jelas bagaimana balâghah mempunyai peran komunikatif—stimulus dan
respon—dengan kalimat yang tidak ambigu dan mampu mewakili ide penutur.
Al-Fashâhah dalam istilah ilmuan balâghah diartikan sebagai ungkapan yang jelas
dan gamblang, mudah difahami dan benar strukturnya, sebagaimana biasa digunakan
oleh para penyair dan penulis[2]. Fashâhah terdapat dalam kata (almufrad), kalimat (al-kalâm) dan penutur (al-mutakallim). Sedangkan balâghah hanya
bersinggungan dengan kalimat (al-kalâm) dan penutur (al-mutakallim)-nya
saja.[3] Dari pengertian balâghah dan fashâhah diatas nampak jelas
bagaimana balâghah mensyaratkan aspek eksternal bahasa, yakni sampai dan
mengenanya ide kalimat kepada lawan tutur. Balâghah menempatkan kalimat sebagai
proses sampainya makna dari stimulus ke responden, tidak hanya pada aspek internal
kalimat saja (mufrad), pendek kata kalimat yang balîgh mesti fashîh dan tidak
sebaliknya.
Balâghah dalam terminologi ilmu berarti sebuah kemampuan untuk mengungkapkan
apa yang ada dalam fikiran dengan ungkapan yang jelas maknanya dan benar
strukturnya, sangat berkaitan erat dengan sastra bahkan awalnya mencakup ilmu sastra
dengan segala macam bentuk dan keindahannya[4]. Balâghah dalam pengertian ini
sering dipadankan dengan retorika, Gorys Keraf mengartikan retorika sebagai suatu
teknik pemakaian bahasa sebagai seni, baik lisan maupun tertulis, yang didasarkan
pada suatu pengetahuan yang tersusun dengan baik.[5] Susunan pengetahuan yang
berupa komulasi aturan-aturan pragmatik[6] dan estetika kalimat itulah yang dalam
bahasa Arab kemudian disebut sebagai Ilmu Balâghah.
Balâghah mempunyai tiga cabang ilmu yaitu (1) Ilmu al-Ma’âni (2) Ilmu al-Bayân, dan
(3) Ilmu al-Badî’, ketiganya mempunyai obyek kajian yang masing-masing saling
melengkapi.
B. ‘ILMU AL-MA’ÂNI
‘Ilmu Ma’âni adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang menjelaskan pola kalimat
berbahasa Arab agar bisa disesuaikan dengan kondisi dan tujuan yang dikehendaki
penutur. Tujuan ‘ilmu al-ma’âni adalah menghindari kesalahan dalam pemaknaan yang
dikehendaki penutur yang disampaikan kepada lawan tutur. Ilmuan bahasa yang
dianggap sebagai pencetus Ilmu Bayan adalah ‘Abdul Qâhir al-Jurjani ( w. 471 H)[7].
Dari terminologi ‘ilmu al-ma’âni yang ingin menyelaraskan antara teks dan konteks,
maka obyek kajiannya-pun berkisar pada pola-pola kalimat berbahasa arab dilihat dari
pernyataan makna dasar—ashly, bukan tab’iy— yang dikehendaki oleh penutur.
Menurut as-Sakkâki, yang dikehendaki oleh pembacaan model ma’âni bukan pada
struktur kalimat itu sendiri, akan tetapi terdapat pada “makna” yang terkandung dalam
sebuah tuturan. Jadi yang terpenting dalam pembacaan ma’ani adalah pemahaman
pendengar terhadap tuturan penutur dengan pemahaman yang benar, bukan pada
tuturan itu secara otonom.[8]
Adapun obyek kajian Ilmu Ma’ani adalah tema-tema berikut, (1) Kalâm
Khabar (2) Kalâm Insya’ (3) al-Qasr (4) Îjaz, Ithnab dan Musâwah.
1. Kalâm Khabar (statement sentence)
Kalâm Khabar atau kalimat berita adalah kalimat yang penuturnya bisa dikatakan jujur
atau bohong. Penutur dikatakan jujur jika kalimatnya sesuai dengan fakta, dan
dikatakan bohong jika kalimatnya tidak sesuai dengan fakta[9]. Contoh kalâm
khabar “purnama telah datang dan pekat-pun berlalu”, bisa saja berita ini benar bisa
juga salah. Adapun tujuan kalimat berita (kalâm khabar) bermacam-macam,
diantaranya;
 Sebagai permohonan belas kasihan (istirhâm), contoh:
‫إني فقير إلى عفو ربي‬
Menampakkan kelemahan dan kepasrahan , contoh:
‫إني وهن العظم مني واشتعل الرأس شيبا‬

Penyesalan dari sesuatu yang diharapkan, contoh;
‫إني وضعتها أنثى‬

Dilihat dari sisi susunan gramatikalnya kalâm khabar dibagi kedalam dua bentuk[10]:
Pertama: al-jumlah al-fi’liyyah (verbal sentence), menunjukkan suatu pekerjaan
yang temporal, dengan tiga keterangan waktu, sekarang, yang telah berlalu dan yang
akan datang. Contoh:
‫أشرقت الشمس وقد ولى الظالم هاربا‬
Kedua: al-jumlah al-ismiyah (nominal sentence), biasanya untuk menentukan
ketetapan sifat kepada yang disifati dan untuk menyatakan kebenaran umum (general
thuth). Contoh:
‫األرض متحركة والشمس مشرقة‬
2. Kalâm Insya'(originative sentence)
Kalâm Insya’ adalah kalimat yang penuturnya tidak bisa dinilai bohong ataupun
jujur.[11] Kalâm insya’ dibagi kedalam dua bagian, yaitu (1) Insya’ thalaby (2) Insya’
ghairu thalaby.
a. Insya’ thalaby
Insya’ thalaby adalah kalimat yang menghendaki suatu permintaan yang belum
diperoleh saat meminta. Insya’ thalaby dibagi kedalam lima macam, yaitu[12]:
1) Al-`amr.
Al-`amr adalah meminta terlaksananya suatu pekerjaan kepada lawan bicara dengan
superioritas dari penutur untuk melaksanakan perintah. Dilihat dari bentuk
kalimatnya, al-`amr dalam bahasa Arab memiliki empat bentuk, yaitu[13]:
a)
Fi’il `amr, contoh:
)12:‫صبِيًّا ( مريم‬
َ ‫يَايَحْ يَى ُخ ِذ ْال ِكت‬
َ ‫َاب بِقُ َّوةٍ َو َءآتَ ْينَاهُ ْال ُح ْك َم‬
b) Fi’il mudhâri’ yang bersambung dengan lâm al-`amr, contoh:
)7 :‫س َعتِ ِه (الطالق‬
َ ‫سعَ ٍة ِمن‬
َ ‫ِليُن ِف ْق ذُو‬
c)
Ism fi’il al-`amr, contoh:
}105:‫ض َّل ِإذَاا ْهتَدَ ْيت ُ ْم َ { المائدة‬
َ ‫َياأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا َعلَ ْي ُك ْم أَنفُ َس ُك ْم الَ َيض ُُّر ُك ْم َّم ْن‬
d) Mashdar sebagai ganti fi’il `amr, contoh:
}83 :‫اس ُح ْسنًا { البقرة‬
ِ َّ‫ين َوقُولُوا ِللن‬
َ ‫سانًا َوذِي ْالقُ ْربَى َو ْاليَت َا َمى َو ْال َم‬
َ ْ‫َوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن إِح‬
ِ ‫سا ِك‬
Selain model pola kalimat al-`amr juga memiliki beberapa fungsi makna, diantaranya:
a)
Al-du’a` (do’a), contoh:
}19 :‫ي { النمل‬
ِ ‫َر‬
َّ َ‫ي َو َعلَى َوا ِلد‬
َّ َ‫ب أ َ ْو ِز ْع ِني أ َ ْن أَ ْش ُك َر ِن ْع َمتَكَ الَّ ِتي أَ ْن َع ْمتَ َعل‬
b) Al-Irsyâd (petuah bijak), contoh:
)282 :‫س ًّمى فَا ْكتُبُوهُ َو ْليَ ْكتُب َّب ْينَ ُك ْم كَاتِبٌ بِ ْالعَدْ ِل (البقرة‬
َ ‫يَآأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا إِذَا تَدَايَنت ُ ْم بِدَي ٍْن إِلَى أ َ َج ٍل ُّم‬
c)
Al-Tahdîd (ancaman), contoh:
}40:‫ير {فصلت‬
ٌ ‫ص‬
ِ َ‫ْال ِقيَا َم ِة ا ْع َملُوا َما ِشئْت ُ ْم إِنَّهُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬
d) Al-Ta`jîz (melemahkkan), contoh:
ُ ‫ورةٍ ِمن ِمثْ ِل ِه َوادْعُوا‬
َّ ‫ُون‬
)23:‫صا ِدقِينَ (البقرة‬
ُ ‫فَأْتُوا ِب‬
َ ‫َّللاِ ِإن ُكنت ُ ْم‬
َ ‫س‬
ِ ‫ش َهدَآ َء ُكم ِمن د‬
e)
Al-Ibâhah (pembolehan), contoh:
ُ ‫َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َحتَّى َيتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْي‬
)187:‫ض ِمنَ ْال َخي ِْط اْألَس َْو ِد ِمنَ ْالفَجْ ِر (البقرة‬
ُ َ‫ط اْأل َ ْبي‬
2) Al-Nahy.
Al-nahy adalah meminta dihentikannya suatu pekerjaan kepada lawan bicara dengan
superioritas dari penutur untuk melaksanakan permintaan. Struktur kalimatnya
disusun dengan menyambungkan fi’il mudhâri’ dengan lâ nâhiyah ( berarti:
jangan..!)[14] contoh:
)85 :‫صالَ ِح َها ذَ ِل ُك ْم َخي ٌْر لَّ ُك ْم إِن ُكنتُم ُّمؤْ ِمنِينَ ( األعرف‬
ْ ِ‫ض بَ ْعدَ إ‬
ِ ‫َوالَت ُ ْف ِسد ُوا فِي اْأل َ ْر‬
Seperti halnya amr, struktur nahy juga memiliki beberapa fungsi makna, diantaranya:
a)
Al-du’â`(berfungsi sebagai do’a), contoh:
ْ ‫َربَّنَا الَت ُ ِز‬
)8 :‫غ قُلُو َبنَا َب ْعدَ ِإذْ َهدَ ْيتَنَا َوهَبْ لَنَا ِمن لَّد ُنكَ َرحْ َمةً ِإنَّكَ أَنتَ ْال َو َّهابُ (ال عمران‬
b) Al-Irsyâd ( memberi petuah bijak), contoh:
)101 :‫سؤْ ُك ْم… (المائدة‬
ُ َ ‫يَاأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا الَتَ ْسئَلُوا َع ْن أَ ْشيَآ َء إِن ت ُ ْبدَ لَ ُك ْم ت‬
c)
Al-Dawâm (keabadian), contoh:
َّ ‫َوالَتَحْ َسبَ َّن هللاَ غَافِالً َع َّما يَ ْع َم ُل‬
)42:‫ار (إبراهيم‬
ُ ‫الظا ِل ُمونَ إِنَّ َما ي َُؤ ِخ ُر ُه ْم ِليَ ْو ٍم تَ ْش َخ‬
ُ ‫ص‬
َ ‫ص فِي ِه اْأل َ ْب‬
d) Al-Tahdîd (ancaman), contoh:
‫ال تطع أمري ايها األخ‬..
e)
Al-Tamannî (pengharapan), contoh:
‫يا ليل ط ِل ٍٍ يا نوم زل * يا صبح قف ال تطلع‬
3) al-Istifhâm,
Al-Istifhâm adalah mencari tahu tentang sesuatu yang belum diketahui sebelumnya,
dengan menggunakan adât al-istifhâm (kata sandang untuk istifhâm), yaitu: hamzah,
hal, man, mâ, matâ, ayyâna, kayfa, aina, kam dan ayyu . Dilihat dari segi bentuk
permintaannya, istifhâm dibagi menjadi tiga macam, yaitu[15]:
a)
Pertanyaan yang kadang meminta konfirmasi dan kadang meminta
afirmasi (tashawwur). Adât yang digunakan adalah hamzah, contoh:
1) ‫) أ علي مسافر؟‬2
‫أ علي مسافر أم خالد؟‬
b) Pertanyaan yang meminta afirmasi saja, adât al-istifhâm yang digunakan
adalah hal.contoh:
‫هل يعقل الحيوان؟‬
c)
Pertanyaan yang meminta konfirmasi saja. Adât yang digunakan adalah
semua adât al-istifhâm kecuali hal dan hamzah.contoh:
‫يسئلونك عن الساعة أيان مرسها؟‬
4) al-Tamannî
Al-Tamannî adalah mengharapkan sesuatu yang mustahil digapai atau yang tidak
mampu digapai[16].
a)
Sesuatu yang mustahil digapai, contoh:
‫أال ليت الشباب يعود يوما * فأخبره بما فعل المشيب‬
b)
Sesuatu yang mungkin digapai namun tidak mampu teraih, contoh:
ُ
)79:‫ارونُ ِإنَّهُ لَذُو َح ٍظ َع ِظ ٍيم (القصص‬
ُ َ‫ى ق‬
َ ِ‫َيا َليْتَ لَنَا ِمثْ َل َمآأوت‬
Al-Tamannî memiliki satu `adât ashly yakni ‫ ليت‬dan mempunyai tiga `adât yang
tidak ashly sebagai penggantinya, yaitu:
a)
Hal (apakah, adakah, akankah…), contoh:
ُ ‫فَ َهل لَّنَا ِمن‬
)53:‫ض َّل َعن ُهم َّماكَانُوا َي ْفت َُرونَ (األعراف‬
َ ‫س ُه ْم َو‬
َ ُ‫شفَ َعآ َء فَ َي ْش َفعُوا لَنَآ أ َ ْو نُ َردُّ فَنَ ْع َم َل َغي َْر الَّذِي ُكنَّا نَ ْع َم ُل قَدْ َخس ُِروا أَنف‬
b) Lau (jika, sekiranya..), contoh:
)102 :‫فَلَ ْو أ َ َّن لَنَا ك ََّرة ً فَنَ ُكونَ ِمنَ ْال ُمؤْ ِمنِينَ (الشعراء‬
c)
La’alla( niscaya…), contoh:
‫أ سرب القطا هل من يعير جناحه * لعلي إلى من قد هويت أطير‬
5) al-Nidâ’
al-Nidâ’ adalah meminta kedatangan sesorang atau sesuatu dengan kata ganti yang
bermakna “aku memanggil”. Ada delapan kata sandang dalam istifhâm,
yaitu: hamzah, aiy, yâ, wâ, âa, ayâ, hayâ dan wâ. Hamzah dan aiy berfungsi untuk
memanggil sesuatu yang berada di dekat pemanggil, sedangkan `adât yang lain untuk
sesuatu yang jauh dari pemanggil. Contoh[17]:
‫أيا جميع الدنيا لغير بالغة * لمن تجمع الدنيا و أنت تموت‬
Selain berfungsi memanggil, al-nidâ’ memiliki makna yang beragam seiring konteks
yang melingkupinya, macam-macam arti nidâ’ antara lain:
a)
Al-Ighrâ` (bujukan, anjuran), seperti anjuran kepada seseorang yang mondar
mandir mau masuk rumah musuhnya:
‫يا شجاع أقدم‬..
b) Al-Zijr (hardikan, cacian), contoh:
‫يا فؤدي متى المتاب ألما * تصح والشيب فوق رأس ألما‬
c)
Al-Tahassur wa al-taujî` (penyesalan dan kesakitan), contoh:
)40:‫َويَقُو ُل ْالكَافِ ُر يَالَ ْيتَنِي ُكنتُ ت ُ َرابًا (النباء‬
d) Al-Istighâtsah (permintaan pertolongan), contoh:
‫ حبي وهوائي مكتوم إليها‬.…‫يا أهلل‬
e)
Al-Nudbah (ratapan/elegi), contoh:
‫فواعجبا كم يدعي الفضل ناقص * ووا أسفا كم يظهر النقص فاضل‬
b. Insya’ Ghair Thalaby
Insya’ Ghairu Thalaby adalah kalimat yang didalamnya tidak menghendaki suatu
permintaan. Insya’ ghairu thalaby bisa berbentuk, al-Madh wa al-Dzam,Shiyâgh al‘Uqûd, al-Qasam dan al-Ta’ajjub wa al-Raja’. Contoh:.[18]
a) al-Madh wa al-Dzam,menggunakan kata ni’ma, bi`sa dan habbadza, contoh:
‫ وبئس البخيل مادر‬.…‫نعم الكريم حائم‬
b) Shiyaghu al-‘Uqûd. kebanyakan menggunakan shîghah fi’il madhi, contoh:
‫بعتك هذا ووهبتك ذاك‬
c) al-Qasam, menggunakan wawu, ba’, ta’ dan lain sebagainya, contoh:
‫لعمرك ما فعلت كذا‬
d) al-Ta’ajjub, biasanya berisi dua pernyataan yang berkebalikan, contoh:
)28 ‫كيف تكفرون باهلل وكنتم أمواتا فأحياكم (البقرة‬
e)
al-Raja’, biasanya menggunakan, ‘asâ, hariyyu (la’alla) dan ikhlaulaqa, contoh:
‫عسى هللا أن يأتي بالفتح‬
3. Al-Qashr (rhetorical restriction)
Al-Qashr berarti mengkhususkan sesuatu dengan sesuatu yang lain dengan cara yang
khusus pula, kata pertama adalah al-maqsûr (yang mengkhususkan) dan kata yang
kedua adalah al-maqsûr ‘alaihi (yang dikhususkan)[19]. Metodologi
pembentukan qashr ada empat macam yaitu:
a)
Al-nafyu wa al-istitsnâ`, contoh:
‫ما شوقي إال شاعر وما شوقي إال شاعر‬
b) Innamâ, contoh:
)28 :‫ِإنَّ َما َي ْخشَى هللاَ ِم ْن ِع َبا ِد ِه ْالعُلَ َماؤُ ا (الفاطر‬
c)
Mendahulukan kata yang seharusnya berada diakhir, contoh:
)5 :‫ِإيَّاكَ نَ ْعبُدُ َو ِإيَّاكَ نَ ْستَ ِعينُ (الفاتحة‬
d) Athaf dengan lâ, bal dan lakin, contoh:
‫عمر الفتى ذكره ال طول مدته * وموته حزيه ال يومه الداني‬
Qashr dilihat dari eksistensinya ada dua macam:
Pertama: Qashr Haqîqy yaitu pengkhususan sesuatu berdasarkan realitas kenyataan
tuturan dan tidak keluar dari itu. Contoh, ‫ال إله إال هللا‬
Kedua: Qashr idhôfi yaitu pengkhususan sesuatu yang didasarkan pada penyandaran
sesuatu yang berada diluar ujaran. Contoh:
‫إنما حسن شجاع‬
4. Îjaz (brachylogi), Ithnab (periphrasis), Musâwah (equality)
a. Îjaz adalah adanya makna yang luas dibalik kalimat yang pendek. Îjaz ada dua
macam, ada kalanya Qashr (meringkas) dan ada kalanya Hadf (membuang)[20].
Contoh:
)‫ولكم فى القصاص حياة يا أولى األلباب (القصر‬
)‫وجاهد فى هللا حق جهاده (الخذف‬
b. Ithnab[21] adalah menambah kata-kata dari makna yang sebenarnya untuk tujuan
tertentu. Contoh:
‫تنزل المالئكة و الروح فيها‬
c. Musâwah adalah kalimat dimana kata-katanya sepadan dengan maknanya dan
maknanya sepadan dengan kata-katanya, tidak lebih dan tidak kurang.
‫ستبدى لك األيام ما كنت جاهال * ويأتيك باألخبار من لم تزود‬
5. Al-Fashl dan al-Washl
Al-Washl adalah menyambungkan kalimat dengan kalimat yang lainnya dengan
huruf wawu[22], contoh:
)119 :‫صا ِدقِينَ (التوبة‬
َّ ‫يَاأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا اتَّقُوا هللاَ َو ُكونُوا َم َع ال‬
Al-Fashl adalah kebalikan dari al-washl, yakni tidak menyambungkan antara dua
kalimat, contoh:
)34:‫ي َح ِمي ٌم (فصلت‬
َ ْ‫ِي أَح‬
َ ‫َوالَت َ ْست َ ِوي ْال َح‬
ٌّ ‫سنُ فَإِذَا الَّذِي بَ ْينَكَ َوبَ ْينَهُ َعدَ َاوة ٌ َكأَنَّهُ َو ِل‬
َ ‫سنَةُ َوالَالسَّيِئَةُ ادْفَ ْع بِالَّتِي ه‬
C. ILMU AL-BAYÂN
Al-Bayân secara etimologi berarti penyingkapan, penjelasan dan keterangan.
Sedangkan secara terminologi, Ilmu Bayân berarti dasar dan kaidah-kaidah yang
menjelaskan keinginan tercapainya satu makna dengan bermacam-macam metode
(gaya bahasa), bertujuan menjelaskan rasionalitas semantis dari makna tersebut.[23]
Berangkat dari pengertian Ilmu Bayan yang berisi bermacam-macam metode untuk
menyampaikan makna, maka obyek kajiannya-pun berkisar pada berbagai corak gaya
bahasa yang merupakan metode penyampaian makna. Obyek kajian ilmu Bayan
meliputi: (1) Tasybîh (2) Majâz, dan (3) Kinâyah.
1. al-Tasybîh(comparison[24])
Al-Tasybîh adalah seni penggambaran yang bertujuan menjelaskan dan mendekatkan
sesuatu pada pemahaman, tasybîh merupakan ungkapan yang menerangkan adanya
kesamaan sifat diantara beberapa hal, yang ditandai dengan katasandang kaf (bak/laksana) dan sejenisnya, baik secara tersurat maupun
tersirat. Tasybîh mempunyai beberapa variabel, diantaranya: Musyabbah, Musyabbah
bih -keduanya disebut sebagai dua titik pokok tasybih-, Adâtu al-Tasybîh dan Wajhu alSyibhi.[25] Dari beberapa variabel ini kemudian memunculkan beberapa
macam tasybih, yaitu:
a. Tasybih Mursal, yaitu tasybih yang disebutkan adât (kata sandang)-nya, contoh:
‫أنت كالليث في الشجاعة واإلقــ * دام والسيف في قراع الخطوب‬
b. Tasybih Muakkad, yaitu tasybih yang dibuang adât (kata sandang)-nya, contoh:
‫أنت نجم في رفعة وضياء * تجتليك العيون شرقا وغربا‬
c. Tasybih Mujmal, yaitu tasybih yang dihilangkan wajah sibhi-nya., contoh:
‫كأنهن بيض مكنون‬
d. Tasybih Baligh, yaitu tasybih yang tidak ada adat dan wajah shibhi-nya,
contoh:
‫ركبوا الدياجى والسروج أهــ * لة وهم بدور واألسنة أنجم‬
2. Al-Majâz(allegory)[26]
Majâz secara etimologi terbentuk dari kata jâza al-syai’ yajûzuhu (melampaui sesuatu).
Sedangkan secara terminologi, majâz menurut al-Jurjani berarti nominal yang
dimaksudkan untuk menunjuk sesuatu yang bukan makna tekstual, karena adanya
kecocokan antara keduanya (makna tekstual dan kontekstual).[27]
Majâz ada dua macam, yaitu:
a. Majâz Lughawi
Majâz Lughawi adalah ujaran yang digunakan untuk menunjuk sesuatu diluar makna
tekstual (dalam istilah percakapan) karena adanya korelasi (dengan makna kiasan),
dengan adanya indikasi yang melarang pemaknaan asli (tekstual).[28] Majâz
Lughawi dibagi lagi menjadi dua macam: Isti’ârah dan Majâz Mursal.
1) Isti’ârah
Istiârah adalah majâz dimana hubungan antara makna asli dengan makna kiasan
bersifat hubungan ke-serupa-an. Isti’ârah dilihat dari segi
penyebutan musyabbah dan musyabbah bih-nya dibagi lagi menjadi dua macam[29]:
a) Al-Isti’ârah al-Tashrihiyyah: adalah isti’ârah yang diutarakan dengan tetap
menyebutkan kata-kata musyabbah bih-nya, contoh:
‫وأقبل يمشى فى البساط فما درى * إلى البحر يسعى أم إلى البدر يرتقى‬
b) Al-Isti’arah al-Makniyyah: adalah isti’ârah yang dibuang musyabbah bih-nya
dan digantikan dengan sesuatu yang lazim dengan itu, contoh:
‫وإذا المنية أنشبت أطفارها * ألفيت كل تميمة ال تنفع‬
Dilihat dari segi pengambilan kata-kata yang dijadikan isti’ârah, isti’ârah ada dua
macam, yaitu:
a) Isti’ârah Ashliyyah : yaitu isti’ârah yang mana kata-kata isti’arah-nya berasal
dari ism jins (generik noun: kumpulan noun berupa sesuatu non-personal), contoh:
ُّ ‫اس ِمنَ ال‬
)1 :‫يز ْال َح ِمي ِد (إبراهيم‬
ِ ‫ظلُ َما‬
ِ ‫ص َر‬
ِ ‫ور ِبإِذْ ِن َر ِب ِه ْم ِإلَى‬
ِ ‫اط ْال َع ِز‬
ِ ُّ‫ت ِإلَى الن‬
َ َّ‫ِكتَابٌ أَنزَ ْلنَاهُ ِإلَيْكَ ِلت ُ ْخ ِر َج الن‬
b) Isti’ârah Taba’iyyah: yaitu isti’ârah yang kata-kata isti’arah-nya diambil
dari isim, fiil ataupun huruf, contoh:
)71:‫شدُّ َوأَ ْبقَى (طه‬
َ َ‫ص ِلبَنَّ ُك ْم فِي ُجذُوعِ النَّ ْخ ِل َولَت َ ْع َل ُم َّن أَيُّنَا أ‬
َ ُ ‫َوأل‬
Dilihat dari pengkiasan musyabbah dan musyabbah bih-nya, isti’arah dibagi menjadi
tiga macam:
a.
Al-Isti’arah al-Murasysyahah: yaitu isti’ârah yang disebutkan pengkiasan
pada musyabbah bih-nya, contoh:
)16 :‫ارت ُ ُه ْم َو َما كَانُوا ُم ْهتَدِينَ (البقرة‬
َّ ‫أُولَـئِكَ الَّذِينَ ا ْشت ََروا ال‬
َ ‫ضالَلَةَ ِب ْال ُهدَى فَ َما َر ِب َحت ِت َج‬
b. Al-isti’ârah al-Mujarradah: yaitu isti’ârah yang disebutkan pengkiasan
pada musyabbah-nya, contoh:
‫وليلة مرضت من كل ناحية * فما يضئ لـها نجم وال قمر‬
c) Al-Isti’ârah al-Muthlaqah: yakni isti’ârah yang tidak disebutkan pengkiasan
pasa musyabbah dan musyabbah bih-nya, ataupun disebutkan keduanya secara
bersamaan, contoh:
َ ‫َّللاِ ِمن بَ ْع ِد ِميثَاقِ ِه َويَ ْق‬
َّ ‫طعُونَ َمآأ َ َم َر‬
َّ َ‫الَّذِينَ يَنقُضُونَ َع ْهد‬
:‫ض أ ُ ْو َلـئِكَ ُه ُم ْالخَا ِس ُرونَ (البقرة‬
ِ ‫ص َل َويُ ْف ِسد ُونَ فِي األ َ ْر‬
َ ‫َّللاُ ِب ِه أَن يُو‬
)27
2) Majâz Mursal
Majâz Mursal adalah majâz dimana hubungan pemaknaannya tidak bersifat ke-serupaan. Majâz mursal dilihat dari segi pengkiasannya dibagi ke dalam beberapa bentuk,
diantaranya[30]:
a)
As-Sababiyyah , contoh:
)‫له أياد علي سابغة * أعد منها وال أعددها (المتنبى‬
b) Al-Musabbabiyyah, contoh:
)‫فمن شهد منكم الشهر فليصمه (اآلية‬
c)
Al-Kulliyah, contoh:
)‫يقولون بأفواههم ما ليس في قلوبهم (اآلية‬
d) Al-Juz`iyyah, contoh:
)‫فرجعنك إلى أمك تقر عينها وال تحزن (اآلية‬
e)
I’tibâr mâ kâna, contoh:
)‫وآتو اليتامى أموالـهم (اآلية‬
f)
I’tibâr mâ yakûnu, contoh:
)‫إني أرني أعصر خمرا (اآلية‬
g) Al-Hâliyah, contoh :
)‫واسأل القرية التى كنا فيها (اآلية‬
h) Al-Mahalliyah, contoh:
)‫وأما الذين ابيضت وجوههم ففى رحمة هللا (اآلية‬
b. Majâz ‘Aqli
Majâz ‘aqli adalah majâz yang menyandarkan fi’il (verb) atau sejenisnya bukan kepada
pemaknaan yang sebenarnya karena adanya indikasi yang melarang pemakmaan yang
sebenarnya (tekstual)[31]. Ada beberapa model hubungan pengkiasan dalam majâz
‘aqli, diantaranya:
1) Hubungan sebab akibat, contoh:
‫وإذا تليت عليهم آياته زدتهم إيمانا‬
2)
Hubungan waktu, contoh:
‫يوما يجعل الولدان شيبا‬
3)
Hubungan tempat, contoh:
‫وجعلنا األنهار تجرى من تحتهم‬
3. Al-Kinâyah(metonymy[32])
Kinâyah secara etimologi adalah sesuatu yang dibicarakan oleh seseorang namun
maksudnya lain. Secara terminologi, kinâyah berarti ujaran yang dimaksudkan bukan
untuk makna sesungguhnya, namun diperbolehkan menggunaan makna sesungguhnya
karena tidak adanya indikasi yang melarang keinginan pemaknaan haqiqî.[33]
Kinâyah dilihat dari segi kedudukan kalimatnya dibagi menjadi tiga, yaitu[34]:
a)
Berkedudukan sebagai sifat,contoh:
‫ طويل النجاد رفيع العماد * كثير الرماد إذا ما شتا‬:‫قالت الخنساء فى أخيها صخر‬
b) Berkedudukan sebagai mausûf, contoh:
‫الضاربين بكل أبيض مخدام * والطاعنين مجامع األضغان‬
c)
Berkedudukan sebagai nisbat, contoh:
‫إن السماحة والمروءة والندى * فى قبة ضربت على ابن الحشرج‬
D. ILMU AL-BADÎ’
Al-Badî’ secara etimologi adalah kreasi yang dicipta tidak seperti ilustrasi yang telah
ada. Secara terminologi, Ilmu Badi’ adalah ilmu yang mempelajari beberapa model
keindahan stylistika, beberapa pepaês—ornamen perhiasan kalimat—yang menjadikan
kalimat indah dan bagus, menyandangi kalimat dengan kesantunan dan keindahan
setelah disesuaikan dengan situasi dan kondisi.[35]
Secara gais besar ilmu badî’ mempunyai dua obyek kajian, yaitu al-Muhassinât alLafdziyyah (keindahan ujaran) dan al-Muhassanât al-Ma’nawiyyah (keindahan
makna).
1. al-Muhassanât al-Lafdziyyah
a. al-Jinâs (paronomasia;pun[36]),
Jinâs adalah adanya kesamaan dua kata dalam pelafalan namun berbeda dalam
pemaknaan. Ada dua macam jinâs, yaitu[37]:
1) Jinâs tâm : adanya kesamaan antara dua kata dari jumlah hurufnya, macam
hurufnya, syakl-nya dan urutannya. Contoh:
}55 :‫سا َع ٍة َكذَلِكَ كَانُوا يُؤْ فَ ُكونَ {الروم‬
َ ‫َويَ ْو َم تَقُو ُم السَّا َعةُ يُ ْق ِس ُم ْال ُمجْ ِر ُمونَ َمالَبِثُوا َغي َْر‬
2) Jinas ghairu tâm: adanya perbedaan antara dua kata dalam satu macam
diantara keempat macam persyaratan tersebut (syakl, huruf, jumlah dan urutannya).
Contoh:
)10-9:‫يم فَالَت َ ْق َه ْر َوأ َ َّما السَّائِ َل فَالَت َ ْن َه ْر (الضحى‬
َ ِ‫فَأ َ َّما ْال َيت‬
b. al-Saj'(rhimed prose)
Saj’ dalam terminologi balâghiyyin berarti adanya dua kalimat atau lebih yang
mempunyai akhiran dengan huruf yang sama, kata terakhir pada setiap kalimat disebut
dengan fâshilah, dan setiap kalimat disebut dengan faqrah.[38]: Ada tiga macam saj’,
yaitu:
a.
Al-Saj’ al-Mutharraf, yaitu dua kalimat atau lebih yang wazan fashilah-nya
berbeda namun bunyi akhirnya sama, contoh:
)7-6:‫ض ِم َهادًا َو ْال ِجبَا َل أَ ْوتَادًا (النبأ‬
َ ‫أَلَ ْم نَجْ عَ ِل اْأل َ ْر‬
b. Al-Saj’ al-Murashsha’, yaitu dua kalimat atau lebih yang mana lafadz pada
setiap faqrah-nya memiliki wazan dan qafiyah yang sama, contoh:
‫ ويقرع األسماع بزواجر وعظه‬،‫فهو يطبع األسجاع بجواهر لفظه‬
c.
Al-Saj’ al-Mutawâzi, adalah dua faqrah yang sama dalam wazan dan qafiahnya, contoh:
)14-13:‫س ُر ُرٍُ َّم ْرفُو َعةٌ َوأ َ ْك َوابُ ٍُ َّم ْوضُو َعةٌ (الغاشية‬
ُ ‫ِفي َها‬
c. al-Tarshî'(homoeptoton)
Tarshî’ adalah adanya kesamaan antara lafadz dalam faqrah pertama
(syathrah pertama) dengan faqrah sesudahnya dalam wazan dan qafiyah-nya[39].
Adakalanya sama persis dalam wazan dan a’jaz-nya, seperti:
)14-13:‫ار لَ ِفي َج ِح ٍيم ( االنفطار‬
َ ‫ار لَ ِفي نَ ِع ٍيم َوإِ َّن ْالفُ َّج‬
َ ‫إِ َّن اْألَب َْر‬
Dan adakalanya berdekatan saja dalam wazan dan a’jaz-nya, contoh:
َ ‫الص َرا‬
)118-117 :‫يم (الصافات‬
َ ‫َو َءات َ ْينَا ُه َما ْال ِكت‬
ِ ‫َاب ْال ُم ْست َ ِبينَ َو َهدَ ْينَا ُه َما‬
َ ‫ط ْال ُم ْستَ ِق‬
d. al-Tasythir (internal rhyme)
Tasytîr adalah ketika pembagian penyair terhadap shadr dan ‘ajuz syair masing-masing
menjadi dua bagian, dan antara shadr dan ‘ajuz, saja’-nya dibuat berbeda. Contoh:[40]
‫كالزهر فى ترف والبدر فى شرف * والبحر فى كرم والدهر فى همم‬
2. al-Muhassanât al-Ma’nawiyyah
a. al-Tauriyah(paronomasia;pun)
Al-Tauriyah adalah ujaran yang mempunyai dua makna, pertama, makna yang dekat
dari penunjukan ujaran yang nampak, kedua, makna yang jauh dan penunjukan
katanya tersirat dan inilah makna yang dikehendaki. [41]Contoh:
)60:‫ار (األنعام‬
ِ ‫َوه َُو الَّذِي َيت ََوفَّا ُكم ِبالَّ ْي ِل َو َي ْعلَ ُم َما َج َرحْ تُم ِبالنَّ َه‬
b. al-Thibâq (antithesis)
Tibâq adalah terkumpulnya suatu kata dengan lawan-kata-nya dalam sebuah kalimat,
ada dua macam tibâq[42], yaitu:
1) Tibâq al-Ijab, yaitu tibâq yang mana kedua hal yang berlawanan itu tidak hanya
dibedakan dengan mempositifkan dan menegatifkan saja, contoh:
ً ‫س ُب ُه ْم أ َ ْيقَا‬
)18 :‫ظا َو ُه ْم ُرقُودٌ (الكهف‬
َ ْ‫َوتَح‬
2) Tibaq al-Salbi, yaitu tibâq yang hanya memeperlawankan kata negatif dan
positifnya saja.
ْ ‫اس َو‬
)44:‫اخش َْو ِن َوالَ ت َ ْشت َُروا بِئ َايَاتِي ث َ َمنًا قَ ِليالً َو َمن لَّ ْم يَحْ ُكم بِ َمآأَنزَ َل هللاُ فَأ ُ ْوالَئِكَ ُه ُم ْالكَافِ ُرونَ (المائدة‬
َ َّ‫فَالَ ت َْخش َُوا الن‬
c. al-Muqâbalah (antithesis)
Muqâbalah adalah membuat susunan dua makna atau lebih, kemudian membuat
susunan yang berlawanan dari makna itu secara berurutan.[43] Contoh:
َ ‫فَأ َ َّما َم ْن أَ ْع‬
‫سنُيَس ُِرهُ ِل ْلعُس َْرى‬
َ َّ‫سنُيَس ُِرهُ ِل ْليُس َْرى َوأ َ َّما َمن بَ ِخ َل َوا ْستَ ْغنَى َو َكذ‬
َ َ‫ب ِب ْال ُح ْسنَى ف‬
َ َ‫صدَّقَ ِب ْال ُح ْسنَى ف‬
َ ‫طى َواتَّقَى َو‬
)10-5:‫(الليل‬.
d. Husnu al-Ta’lil (conceit)
Husnu al-ta’lil adalah pengingkaran seorang sastrawan secara tersurat maupun tersirat
atas sebuah konvensi dan mendatangkan konvensi sastra baru sebagai cara yang sesuai
dengan tujuan yang diinginkan[44]. Contoh:
‫ماهتزب األغصان فى الروض بفعل النسيم ولكنها رقصت غبطة بقدومكم‬.
e. Uslûb al-Hakîm(deliberate equivocation).
Uslûb al-Hakîm terjadi ketika orang yang diajak berbicara menjawab sesuatu dan tidak
sesuai dengan yang diharapkan orang yang bertanya. Dengan cara, keluar dari
pentanyaan itu, atau dengan menjawab sesuatu yang tidak ditanyakan, ataupun
membawa pembicaraan kepada topik lain, sebagai sebuah isyarat bahwa penanya
pantasnya tidak usah menanyakan hal itu, atau berbicara pada topik yang diharapkan
lawan bicara.[45] contoh:
)189 :‫اس (البقرة‬
ِ َّ‫ِي َم َواقِيتُ ِللن‬
َ ‫يَ ْسئَلُونَكَ َع ِن اْأل َ ِهلَّ ِة قُ ْل ه‬
Selain dari beberapa macam muhassinât al-ma’nawiyyah di atas, para ulama balaghah
masih banyak menyebutkan pola-pola lain seperti itbâ’, istitbâ’, tafrî’ dan lain
sebagainya, namun diantara yang paling sering dikemukakan dan kita jumpai adalah
lima pola diatas.
III. KESIMPULAN
Obyek kajian ilmu balâghah merupakan tiga serangkai retorika bahasa arab yang saling
melengkapi. Ilmu Ma’ani merupakan kajian makna pertama yang menyelaraskan
ujaran dengan situasi dan kondisi. Setelah memahami makna pertama dari sebuah
ujaran, Ilmu Bayan mengajak pembaca berfantasi memahami sebuah ide dengan
beberapa style sastra yang kemudian disempurnakan irama dan maknanya oleh Ilmu
Badi’.
Demikianlah pemaparan singkat tentang obyek kajian ilmu balâghah, menurut penulis,
ilmu sastra-termasuk didalamnya ilmu balâghah-, merupakan sebuah struktur yang
mengejawentah dari konvensi (rasa sastra) menjadi sebuah teori. Namun struktur itu
bukan sesuatu yang statis akan tetapi merupakan proses strukturasi dan destrukturasi
yang harus hidup dan berkembang. Semoga anugrah nalar dan lisan mampu jadi pelita
penertian, pemahaman dan pencerahan. Amin… Wallâhu a’lam.
REFERENSI
Banna’, Haddam. Al-Balâghah: fi ‘Ilm al-Ma’ani. Ponorogo: Darussalam Press
____________. Al-Balâghah: fi Ilmi al-Bayan. Ponorogo: Darussalam Press. .
Ghufran, Muhammad. Al-Balâghah: fi Ilmi al- Badi’. Ponorogo:Darussalam Press.
Hasyimi, Ahmad. Jawâhir al-Balâghah.Beirut : Dâr al-Fikri. 1994. hlm. 28-30.
Jarim, ‘Ali dan Musthafa Amin. Al-Balâghah al-Wadhihah. Mesir:Dâr al-Ma’ârif. Cet.X.
1977.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Cet. XIV.
2004.
Sakkâki, Yûsuf ibn Abi Bakar Ya’kub ibn ‘Ali. Miftâhul ‘Ulûm. Beirut : Dâru al-Kutub al‘Ilmiyyah. Cet. II. 1987.
Verhaar, J.W.M.. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. cet. III. 2001.
Wahbah, Majdi dan Kamil Muhandis. Mu’jam al-Musthalahât al-‘Arabiyyah fi al-
[1] Lihat. Ahmad Hasyimi. Jawâhir al-Balâghah.Beirut : Dâr al-Fikri. 1994. hlm. 28-31
[2] Ibid. hlm. 7.
[3] Jadi yang ada hanya istilah al-lafdhu al-fasîh dan tidak ada al-lafdhu albaligh, sedangkan kalimat (kalâm) dan penutur (al-mutakallim) bisa fasîh dan
juga balîgh. Lihat Majdi Wahbah dan Kamil Muhandis. Mu’jam al-Musthalahât al‘Arabiyyah fi al-Lughah wa al-Adab. Beirut: Maktabah Lubnan. Cet. II. 1983. hlm. 260.
[4] Kemudian ilmu balâghah perlahan-lahan terpisah dari satra menjadi ilmu yang
otonom dengan obyek pembelajaran yang jelas diantara ilmu-ilmu bahasa arab. Ibid.
hlm. 259.
[5] Lihat, Gorys Keraf. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Cet. XIV. 2004. hlm. 3.
[6] J.W.M. Verhaar mengartikan pragmatik sebagai cabang ilmu linguistik yang
membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara
penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal
“ekstralingual” yang dibicarakan. Lihat. J.W.M. Verhaar. Asas-Asas Linguistik Umum.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. cet. III. 2001. hlm. 14.
[7] Ahmad al-Hasyimi. Op.cit. hlm. 39-40.
[8] Al-Sakkâki sering disebut sebagai orang pertama yang menulis ilmu balâghah secara
sisitematis, meskipun dia masih menggabungkan ilmu balâghah dengan
ilmu nahwu, ilmu sharaf, semantik dan ilmu syi’ir. Lihat. Yûsuf ibn Abi Bakar Ya’kub
ibn ‘Ali al-Sakkâki. Miftâhul ‘Ulûm. Beirut : Dâru al-Kutub al-‘Ilmiyyah. Cet. II. 1987.
hlm. 161
[9] ‘Ali al-Jarim dan Musthafa Amin. Al-Balâghah al-Wadhihah. Mesir:Dâr al-Ma’ârif.
Cet.X. 1977. hlm. 139.
[10] Haddam Banna’. Al-Balâghah: fi ‘Ilm al-Ma’ani. Ponorogo: Darussalam Press.
hlm.13-16. dan Ahmad Hasyimi. Op.cit. hlm. 59-60.
[11] ‘Ali al-Jarim dan Musthafa Amin. Op.cit. hlm. 139.
[12] Haddam Banna’. Loc.cit. hlm. 22.
[13] Lihat. Ibid. hlm.22-23.
[14] Lihat. ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin. Op. Cit. hlm. 184-187, dan Haddam
Banna’. Ibid. hlm. 27-28.
[15] Lihat. ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin. ibid. hlm. 192-199, dan Haddam Banna’, ibid.
hlm. 29-38.
[16] Lihat. ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin. ibid. hlm. 206-207, dan Haddam
Banna’, ibid. hlm. 39.
[17] Lihat. ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin. ibid. hlm. 210-212, dan Haddam Banna’, ibid.
hlm. 40-43.
[18] Insya’ Ghairu thalabi biasanya tidak dibahas Ulama Balâghah karena kebanyakan
bentuknya pada dasarnya merupakan kalâm khabar yang berlawanan dengan kalâm
insya’. Lihat. Ahmad Hasyimi. Op.cit. Ibid. hlm. 6.
[19]Loc. cit. hlm. 154
[20] Lihat. ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin. ibid. hlm. 239-250, dan Haddam
Banna’, ibid. hlm. 66-77.
[21] Ithnâb dalam bahasa Indonsia hampir mirip dengan
istilah Pleonasme dan Tautologi, yang merupakan acuan yang mempergunakan katakata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau
gagasan, atau juga bisa disamakan dengan Perifrasis, hanya saja perifrasis kata-kata
yang berkelebihan itu dapat diganti dengan satu kata saja dalam pleunasme kata-kata
yang berkebihan itu dapat dihilangkan Lihat. Gorys Keraf. Op.cit. hlm.133-134.
[22] Ahmad Hasyimi. Op.cit. hlm. 170-171.
[23] Ibid.. hlm. 212.
[24] Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat ekplisit yang langsung
menyatakan sesuatu dengan yang lain. Lihat. Gorys Keraf. Op,cit. Hlm. 138.
[25] Haddam Banna’ . al-Balâghah, fi Ilmi al-Bayan. Ponorogo: Darussalam Press. hlm.
23-26. dan ‘Ali Jarim dan Mustafa Amin. Op.cit. Hlm.20.
[26] Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan, makna kiasan ini
harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Lihat. Goris Keraf. Op.cit. hlm. 140.
[27] Majdi Wahbah dan Kamil Muhandis. Op.cit. hlm. 333.
[28] Ahmad Hasyimi. Op.cit. 235
[29] Ibid. hlm.262, Hadam Banna’. Op.cit. hlm. 61-66.
[30] Lihat. Haddam Banna’. Op.cit. hlm. 80-84.
[31] ‘Ali Jarim dan Mustafa Amin. Op. Cit. hlm. 117. dan Ahmad Hasyimi. Op. Cit. hlm.
258
[32] Kata metonimia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti menunjukkan
perubahan dan anoma yang berarti nama. Dengan demikian metonimia adalah suatu
gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain,
karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Lihat. Gorys Keraf. Op.cit. hlm. 142.
[33] Ahmad Hasyimi. Loc.cit. hlm. 297
[34] Haddam Banna’. Op.cit.hlm.92-95.
[35] Ahmad Hasyim. Loc.cit. hlm. 308
[36] Pun atau paromonasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia
merupakan permainan kata yang didasarkan pada permainan bunyi, tetapi terdapat
perbedaan besar dalam maknanya. Lihat. Gorys Keraf. Op.cit. hlm.145.
[37] Muhammad Ghufran.Balâghah: Ilmu Badi’. Ponorogo:Darussalam Press.hlm. 2325.
[38] Ibid. hlm. 29-31 dan Ahmad Hasyimi. Op. Cit. Hlm. 351-352
[39] Muhammad Ghufran. Ibid. hlm. 33-35 dan Ahmad Hasyimi. Ibid. hlm. 351-352.
[40] Muhammad Ghufran. Ibid. hlm-38-40
[41] Ahmad Hasyimi. Loc. cit. hlm. 310-311.
[42] Muhammad Ghufran. Loc. cit. hlm. 56-57.
[43] Ahmad Hasyimi. Loc.cit.. Hlm. 314-315. dan Ibid. hlm. 60-61.
[44] Ali Jarim dan Musthafa Amin. Op.cit. hlm. 288-289 dan Ibid. hlm. 66-68.
[45] ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin. Op.cit. Hlm. 295-296. dan Muhammad
Ghufran. Ibid. hlm. 66-68.
Download