PRINSIP PENYUSUNAN TES OBJEKTIF Disusun untuk memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Asesmen, Evaluasi dan Supervisi Pendidikan Kejuruan Dosen Pengampu : Dr. Eko Supraptono, M.Pd. Disusun Oleh : Desy Wulandari (0501520004) PASCASARJANA PENDIDIKAN KEJURUAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2020 1) PRINSIP PENYUSUNAN TES OBJEKTIF Tes objektif adalah tes yang dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran yang sudah ditentukan.. Dalam tes objektif ini siswa tinggal memilih beberapa opsi sesuai dengan pertanyaan yang disediakan. Dari opsi tersebut ada jawaban breaker, satu jawaban yang mirip dengan jawaban yang benar. Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk essai (Arikunto, 2003:164). Tes objektif menuntut peserta didik untuk memilih jawaban yang benar diantara kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna. Tes objektif sangat cocok untuk menilai kemampuan peserta didik yang mununtut proses mental yang tidak begitu tunggi seperti kemampuan mengingat kembali, kemampuan mengenal kembali, pengertian, dan kemampuan mengaplikasikan prinsip-prinsip. Macam-macam penyusunan tes objektif 1. Tes Obyektif Bentuk Benar-Salah (True-False Test) Butir soal bentuk benar-salah adalah butir soal yang terdiri dari pernyataan, yang disertai dengan alternatif jawaban yaitu yang menyatakan pernyataan tersebut benar atau salah, atau keharusan memilih satu dari dua alternatif jawaban lainnya. Alaternatif jawaban itu dapat saja berbentuk benar-salah atau setuju tidak setuju, baik tidak baik 2. Tes Obyektif Bentuk Pilihan Ganda Tipe butir soal ini dikenal dengan nama multiple choice test. Yang dimaksud dengan butir soal pilihan ganda ialah suatu butir soal yang alternatif jawabannya lebih dari dua. Pada umumya jumlah alternatif jawabannya berkisar antara empat atau lima. Bila alternatif itu lebih dari lima maka akan sangat membingungkan peserta tes. Sebutir soal bentuk pilihan ganda terdiri dua bagian, yaitu 1) pernyataan atau disebut stem dan 2) alternatif jawaban atau disebut option. Stem mungkin dalam S = R-W 28 bentuk pernyataan atau dapat juga berupa pertanyaan. Bila dalam bentuk pernyataan, mungkin merupakan pernyataan yang lengkap atau pernyataan yang tidak lengkap. 3. Tes Obyektif Bentuk Menjodohkan Tipe butir soal ini dikenal dengan nama matching- test. Istilah ini sering dikenal dengan tes mencari pasangan, tes menyesuaikan, tes menjodohkan, dan tes mempertandingkan. Butir soal tipe ini ditulis dalam dua kolom. Kolom pertama adalah pokok soal atau stem atau biasanya disebut premis. Kolom kedua adalah kolom jawaban. Tugas testee ialah menjodohkan pernyataan-pernyataan yang ada di bawah kolom premis dengan pernyataan-pernyataan yang ada di bawah kolom jawaban. 2) KELEMAHAN DAN KELEBIHAN TES OBJEKTIF A. Kelebihan Test Objektif yaitu: a. Untuk menjawab test objektif tidak banyak memakai waktu. b. Reabilitasnya lebih tinggi kalau dibandingkan dengan test Essay, karena penilaiannya bersifat objektif c. Pemberian nilai dan cara menilai test objektif lebih cepat dan mudah karena tidak menuntut keahlian khusus dari pada si pemberi nilai. d. Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi. e. Untuk menjawab test objektif tidak banyak memakai waktu f. Pemeriksaanya dapat diserahkan orang lain. g. Tes Objektif tidak memperdulikan penguasaan bahasa, sehingga mudah dilaksanakan. B. Kelemahan Test Objektif yaitu : a. Murid sering menerka-nerka dalam memberikan jawaban, karena mereka belum menguasai bahan pelajaran tersebut. b. Memang test sampling yang diajukan kepada murid- murid cukup banyak, dan hanya membutuhkan waktu yang relative singkat untuk menjawabnya c. Tidak biasa mengajak murid untuk berpikir taraf tinggi. d. Banyak memakan biaya, karena lembaran item- item test harus sebanyak jumlah pengikut test. e. Kerjasama antar peserta didik pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka. 3) ARTI SOAL C1 – C6 Setiap mata kuliah/kompetensi inti mempunyai penekanan kemampuan yang berbeda dalam mengembangkan proses berfikir peserta ujian . Dengan demikian jenjang kemampuan berfikir yang akan diujikan pun berbeda-beda. Jika tujuan suatu kompetensi lebih menekankan pada pengembangan proses berfikir analisis, evaluasi dan kreasi, maka butir soal yang akan digunakan dalam ujian harus dapat mengukur kemampuan tersebut, begitu juga sebaliknya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kumpulan butir soal yang akan digunakan dalam ujian harus dapat mengukur proses berfikir yang relevan dengan proses berfikir yang dikembangkan selama proses pembelajaran. Dalam hubungan ini, kita mengenal ranah kognitif yang dikembangkan oleh Bloom dkk yang kemudian direvisi oleh Krathwoll (2001). Revisi Krathwoll terhadap tingkatan ranah kognitif adalah: ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5) dan kreasi (C6). Berikut ini akan diuraikan secara singkat ke-6 jenjang proses berfikir tersebut a. Ingatan (C1), merupakan jenjang proses berfikir yang paling sederhana. Butir soal dikatakan dapat mengukur kemampuan proses berfikir ingatan jika butir soal tersebut hanya meminta pada peserta ujian untuk mengingat kembali tentang segala sesuatu yang telah diajarkan dalam proses pembelajaran, seperti mengingat nama, istilah, rumus, gejala, dsb, tanpa menuntut kemampuan untuk memahaminya. b. Pemahaman (C2), merupakan jenjang proses berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan. Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berpikir pemahaman jika butir soal tersebut tidak hanya meminta pada peserta ujian untuk mengingat kembali tentang segala sesuatu yang telah diajarkan dalam proses pembelajaran, tetapi peserta ujian tersebut harus mengerti, dapat member arti dari materi yang dipelajari serta dapat melihatnya dari beberapa segi. Pada tingkatan uji kompetensi, ranah kognitif C1 dan C2, tidak digunakan sebagai dasar pembuatan soal. c. Penerapan (C3), merupakan jenjang proses berfikir yang setingkat lebih tinggi dari pemahaman. Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berfikir penerapan, jika butir soal tersebut meminta pada peserta ujian untuk memilih, menggunakan atau menggunakan dengan tepat suatu rumus, metode, konsep, prinsip, hokum, teori atau dalil jika dihadapkan pada situasi baru. d. Analisis (C4), merupakan jenjang proses berfikir yang setingkat lebih tinggi dari penerapan. Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berfikir analisis jika butir soal tersebut meminta pada peserta ujian untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan antar bagian tersebut. e. Evaluasi (C5), merupakan jenjang proses berfikir yang lebih kompleks dari analisis. Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berfikir evaluasi jika butir soal tersebut meminta pada peserta ujian untuk membuat pertimbangan atau menilai terhadap sesuatu berdasarkan kriteria-kriteria yang ada. f. Kreasi (C6), merupakan jenjang proses berfikir yang paling kompleks. Proses berfikir ini menghendaki peserta ujian untuk menghasilkan suatu produk yang baru sebagai hasil kreasinya.