BAB I PENDAHULUAN Wilayah merupakan satuan geografis beserta segenap unsur yang terkait padanya. Hal tersebut mendasarkan pada batasan ruang lingkup pengamatan tertentu, baik dari aspek pendekatan perencanaan ataupun batasan administrasi. Daerah adalah wilayah menurut batasan ruang lingkup kewenangan administratif, sedangkan pengertian ruang adalah wujud wilayah baik diabstraksikan dalam dimensi fisik geografis sebagai wadah kegiatan manusia atau yang bersifat alamiah maupun dalam dimensi ekonomi yang dicerminkan oleh hubungan elemen-elemen ekonomi. Mulyanto (2008), mengemukanan ruang adalah bentangan geografis dengan batas yang jelas dengan infrastruktur didalamnya dan udara diatasnya sesuai yang diakui secara hukum yang berlaku. Wilayah (RI, 2006) adalah ruang yang merupakan satuan geografis beserta segenap unsur yang terkait padanya, batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Kabuaten merupakan suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat yang didalamnya terdapat kesatuan hukum yang memiliki organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah gubernur. Kabupaten Banyumas terletak di Provinsi Jawa Tengah. Banyumas merupakan wilayah yang istimewa karena selain berstatus sebagai ibukota kabupaten, Banyumas juga berstatus sebagai ibukota karesidenan. Status karesidenan diberikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda melalui Resolusi Dewan Hindia Belanda tanggal 22 Agustus 1831 Nomor 1. Wilayah Karesidenan Banyumas terdiri dari lima kabupaten, yaitu: Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Purwokerto. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, kota Purwokerto (ibu kota Kabupaten Banyumas) mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama berkaitan dengan pembangunan fasilitas perbelanjaan dan perumahan menumpuk di sekitar Kota Purwokerto. Kebijakan pembangunan Kabupaten Banyumas terkesan hanya berkutat di wilayah kota Purwokerto (meliputi 4 kecamatan kota; Purwokerto Selatan, Purwokerto Barat, Purwokerto Utara dan Purwokerto Timur) dan terabaikannya pengembangan wilayah di 24 kecamatan lainnya yang ada di daerah pinggiran. Hal ini tampak menunjukkan disparitas pembangunan yang bias perkotaan. Kebijakan pembangunan pemerintah dalam pengembangan kawasan Kota Purwokerto ini tidak lain karena adanya peran yang sangat signifikan dari kelompok elit ekonomi (pengusaha, pemilik modal). Elit ekonomi inilah yang turut menentukan setiap pengambilan kebijakan pembangunan oleh elit politik (pemerintah), terutama berkaitan dengan sisi pengembangan fasilitas perkotaan seperti perumahan (housing) dan pertokoan/perbelanjaan (shoping center). Relasi antara dua aktor elit politik dan elit ekonomi menjadi sangat penting mewarnai dinamika politik lokal dalam hal penentuan kebijakan publik. Dinamika tersebut pada akhirnya terkait dengan masyarakat luas sebagai pihak yang secara langsung bersentuhan dengan kebijakan pembangunan tersebut. Reaksi terhadap kebijakan yang tidak berpihak atau berpitensi merugikan masyarakat, menjadi pemicu tumbuhnya kekuatan pengorganisasian diri masyarakat lokal sebagai embrio dari civil society yang pada akhirnya juga terlibat dalam dinamika politik lokal dalam proses pengambilan kebijakan publik. Ilmu geografi politik mempelajari relasi antara kehidupan dan aktivitas politik dengan kondisi-kondisi alam suatu wilayah. Untuk itu dalam paper ini penulis bertujuan untuk mengetahui bagaimana relasi antara kehidupan dan aktivitas politik yang ada di Kabupaten Banyumas dengan kondisi alamnya. BAB II PEMBAHASAN A. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Banyumas terletak di sebelah Barat Daya dan merupakan bagian dari Propinsi Jawa Tengah. Terletak di antara garis Bujur Timur 108°39’17’’ sampai 109°27’15’’ dan di antara garis Lintang Selatan 7°15’05’’ sampai 7°37’10’’ yang berarti berada di belahan selatan garis khatulistiwa. Luas wilayah Kabupaten Banyumas sekitar 1.327,60 km² atau setara dengan 132.759,56 ha. Keadaan wilayahnya berupa daratan dan pegunungan dengan struktur pegunungan terdiri dari sebagian lembah Sungai Serayu untuk tanah pertanian, sebagian dataran tinggi untuk pemukiman dan pekarangan, dan sebagian pegunungan untuk perkebunan dan hutan tropis terletak dilereng Gunung Slamet sebelah selatan. Secara administratif wilayah Kabupaten Banyumas meliputi 27 Kecamatan dengan 301 desa dan 30 kelurahan. Batas-batas Kabupaten Banyumas adalah : - Sebelah Utara : Gunung Slamet, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang. - Sebelah Selatan : Kabupaten Cilacap - Sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes - Sebelah Timur : Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Banyumas memiliki pusat pemerintahan di Kota Purwokerto yang berada di jalur transportasi yang sangat strategis karena selain dilalui jalur selatan Jawa Tengah yang menghubungkan Yogyakarta-Bandung, juga dilalui jalan penghubung antara jalur selatan dengan jalur pantura Jateng serta jalur tengah Jateng antara Secang Banyumas. Selain itu, Purwokerto juga berada di perlintasan jalur kereta api antara Yogyakarta-Jakarta dan termasuk dalam wilayah kerja PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 5 Purwokerto. Posisi tersebut menjadikan Purwokerto dikenal sebagai kota jasa dan termasuk salah satu sudut Segitiga Emas Jateng di samping Semarang dan Solo (Semarang–SoloPurwokerto). B. Topografi Karakteristik topografi di wilayah Kabupaten Banyumas identik dengan kondisi ketinggian lahan dan kemiringan lahan. Wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan ketinggian lahan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Dataran rendah dengan ketinggian 0 – 25 meter di atas permukaan laut (dpl) memiliki luas 26.724,4 ha atau 20,13% dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah yang berada pada ketinggian ini meliputi Kecamatan Jatilawang, Kecamatan Kebasen, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Tambak, sebagian Kecamatan Kalibagor, sebagian Kecamatan Karanglewas, sebagian kecamatan Kemranjen, sebagian Kecamatan Sokaraja, dan sebagian Kecamatan Sumpiuh. 2. Dataran perbukitan dengan ketinggian >25 - 100 meter dpl memiliki luas 42.310,30 ha atau 31,87% dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah yang berada pada ketinggian ini meliputi Kecamatan Kembaran, Kecamatan Lumbir, Kecamatan Patikraja, Kecamatan Purwojati, Kota Purwokerto, Kecamatan Wangon, sebagian Kecamatan Kalibagor, sebagian Kecamatan Kedungbanteng, sebagian Kecamatan Karanglewas, sebagian Kecamatan Somagede, sebagian Kecamatan Sumbang, dan sebagian Kecamatan Sokaraja. 3. Dataran tinggi dengan ketinggian >100 – 500 meter dpl memiliki luas 40.385,3 ha atau 30,42% dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah yang berada pada ketinggian ini meliputi Kecamatan Ajibarang, Banyumas, sebagian Kecamatan Baturraden, sebagian Kecamatan Cilongok, sebagian Kecamatan Pekuncen, dan sebagian Kecamatan Somagede. 4. Dataran dengan ketinggian >500 – 1000 meter dpl memiliki luas 17.364,9 ha atau 13,08% dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah yang berada pada ketinggian ini meliputi sebagian Kecamatan Gumelar, sebagian Kecamatan Kedungbanteng, sebagian Kecamatan Pekuncen, sebagian Kecamatan Cilongok, sebagian Kecamatan Baturraden dan sebagian Kecamatan Sumbang. 5. Dataran dengan ketinggian >1000 meter dpl memiliki luas 5.974,1 ha atau 4,50% dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah yang berada pada ketinggian ini meliputi sebagian Kecamatan Baturraden, sebagian Kecamatan Cilongok, sebagian Kecamatan Pekuncen dan sebagian Kecamatan Sumbang. Kondisi ketinggian lahan di wilayah Kabupaten Banyumas secara terinci dapat dilihat pada gambar berikut ini: Sedangkan berdasarkan kemiringan tanahnya wilayah Kabupaten Banyumas diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Kemiringan 0 – 2% meliputi areal seluas 42.629,09 ha atau 32,11 % dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah dengan kemiringan ini meliputi Kota Purwokerto, Kecamatan Sokaraja, Kecamatan Kembaran, bagian selatan Kabupaten Banyumas antara lain Kecamatan Tambak, Kecamatan Sumpiuh, Kecamatan Kemranjen, Kecamatan Kebasen, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Kalibagor bagian timur, sebagian Kecamatan Patikraja, dan disekitar Sungai Serayu. 2. Kemiringan >2 – 8% meliputi areal seluas 19.940,49 ha atau 15,02 % dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah dengan kemiringan ini adalah sebagian Kecamatan Pekuncen, Kecamatan Cilongok, Kecamatan Karanglewas, Kecamatan Sumbang, Kecamatan Wangon sebelah selatan. 3. Kemiringan >8 – 15% meliputi areal seluas 13.979,58 ha atau 10,53 % dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah ini meliputi sebagian Kecamatan Ajibarang, Kecamatan Pekuncen, Kecamatan Cilongok dan Kecamatan Kalibagor. 4. Kemiringan >15 – 25% meliputi areal seluas 16.820,64 ha atau 12,67 % dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah ini meliputi Kecamatan Gumelar, Kecamatan Lumbir, Kecamatan Wangon bagian utara, Kecamatan Pekuncen bagian barat, Kecamatan Sumbang bagian timur. 5. Kemiringan >25 - 40% meliputi areal seluas 13.740,61 ha atau 10,35 % dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah ini meliputi sebagian Kecamatan Rawalo, Kecamatan Kemranjen, Kecamatan Gumelar, Kecamatan Wangon, Kecamatan Kedungbanteng dan Kecamatan Baturraden. 6. Kemiringan >40% meliputi areal seluas 25.649,15 ha atau 19,32% dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah ini meliputi Lereng Gunung Merak, sebagian Kecamatan Sumpiuh, Kecamatan Tambak, Kecamatan Somagede. Jenis kemiringan di Kabupaten Banyumas yang bervariatif menunjukkan kondisi area yang layak sebagai lahan budidaya maupun area yang harus dijaga sebagai kawasan lindung. Kondisi kemiringan yang bervariatif di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dilihat pada gambar berikut ini: C. Hidrologi Sumberdaya air yang dapat diidentifikasi di wilayah Kabupaten Banyumas meliputi: curah hujan, air permukaan dan dan air tanah. Kondisi curah hujan akan dijelaskan dalam sub klimatologi. Air permukaan yang ada di wilayah Kabupaten Banyumas berasal dari sungai dan mata air. Sungai-sungai yang ada di wilayah Kabupaten Banyumas mempunyai debit (Q) sebesar 45.456.342 m3/hari atau 16.591.564.830 m3 /tahun yang berasal dari sungai besar, seperti Sungai Serayu, Tajum, Kranji, Pelus, Banjaran, Logawa serta sungai-sungai kecil lainnya. Sedangkan air permukaan yang berasal dari mata air mempunyai debit (Q) sebesar 974.462 liter/detik/tahun. Kabupaten Banyumas termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu, DAS Ijo dan DAS Bengawan. Ketiga DAS ini mencakup beberapa sungai dan anak sungai yang ada di wilayah Kabupaten Banyumas. Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu terbagi dalam beberapa sub DAS dan subsub DAS, yaitu sub DAS Tajum, sub DAS Logawa dan sub DAS Serayu Ilir. D. Iklim Kondisi klimatologi wilayah Kabupaten Banyumas mempunyai iklim tropis basah seperti umumnya wilayah-wilayah di Indonesia. Rata-rata suhu udara bulanan 26,3ºC, dengan suhu minimum tercatat 24,4ºC dan suhu maksimum 30,9ºC. Sedangkan curah hujan di wilayah Kabupaten Banyumas pada tahun 2000 rata-rata sebesar 2.750 mm/tahun. Angka ini menunjukkan bahwa di wilayah Kabupaten Banyumas memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Tingginya curah hujan ini didukung oleh kondisi geografi wilayah Kabupaten Banyumas yaitu terletak di lereng Gunung Slamet. Beberapa daerah yang mempunyai curah hujan tinggi adalah Kecamatan Baturraden dengan stasiun penakar hujan Baturraden yaitu 4.292 mm/tahun, Kecamatan Sumpiuh dengan stasiun penakar hujan di Desa Kebokura 5.683 mm/th, stasiun penakar hujan di Desa Bogangin 3.633 mm/th dan stasiun otomatis di Desa Sumpiuh 3.671 mm/th, Kecamatan Cilongok dengan stasiun penakar hujan di Desa Cikidang 4.323 mm/th. Berdasarkan curah hujan, Kabupaten Banyumas memiliki tipe iklim (Schmid dan Ferguson), yaitu: a. Tipe A dengan nilai Q antara 0% - 14,3%, meliputi sekitar puncak Gunung Slamet dan Kranggan dengan curah hujan sangat tinggi yaitu antara 4000 – 5000 mm/tahun b. Tipe B nilai Q antara >14,3% - 33,3%, meliputi wilayah Kaki Gunung Slamet dan sebagian besar lembah Serayu dengan curah hujan antara 3000 – 4000 mm/tahun c. Tipe C dengan nilai Q antara >33,3% - 60% meliputi lembah Serayu, Pegunungan Serayu Selatan dan daerah pantai Selatan dengan curah hujan antara 2000 – 3000 mm/tahun. Kondisi klimatologi Kabupaten Banyumas secara terperinci dapat dilihat pada gambar berkut ini: E. Kondisi Demografis Penduduk Kabupaten Banyumas pada akhir tahun 2013 berjumlah 1.605.579 orang, yang terdiri dari 802.316 laki-laki dan 803.263 perempuan. Dari jumlah tersebut terlihat 3 kecamatan yang merupakan urutan teratas jumlah penduduknya yaitu Cilongok (113.187 orang), Ajibarang (92.612 orang), dan Sokaraja (80.763 orang). Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Purwojati dengan jumlah 31.414 orang. Dengan luas Wilayah kabupaten Banyumas sekitar 1.328 kilomenter persegi yang didiami oleh 1.605.579 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk kabupaten anyumas adalah sebanyak 1.209 orang kilometer persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan pendudukanya adalah Purwokerto Timur yakni sebanyak 6.874 orang per kilometer persegi, sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Lumbir dengan kepadatan sebanyak 428 oarng per kilometer persegi. Secara kabupaten, sex ratio penduduk kabupaten Banyumas adalah 99,88 yang artinya jumlah penduduk laki-laki 0,12 persen lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Sex ratio terbesar terdapat di kecamatan Kedungbantaneg yakni sebesar 103,84 dan yang terkecil terdapat di kecamatan Purwokerto Timur 95,85. F. Pemerintahan Sejak Tahun 1860 hingga saat ini Banyumas telah dipimpin oleh 12 orang Bupati, yang mana beberapa diantaranya menjabat beberapa periode (lebih dari lima tahun) seperti KP.Martadireja (Bupati Purwokerto), KPAA Ganda Soebrata (Bupati Banyumas), lalu R.Tumenggung Soedjiman Ganda Soebrata, R. Soebagio, Soekarno Agung, R. Muchamad Kaboel, R. Soebagio, R.G Roedjito, H. Djoko Sudantoko S.Sos dan H. M. Aris Setiono, SH., SIP., Drs. H. Marjoko,MM, kemudian yang terakhir adalah Ir. H. Achmad husein.3 Jumlah pegawai di lingkungan pemerintah Kabupaten Banyumas pada tahun 2014 tercatat ada sebanyak 15.537 orang yang tersebar di berbagai dinas atau instansi ortonom dengan berbagai golongan kepangkatan. Kemudian jumlah anggota DPRD Kabupaten Banyumas Hasil Pemilu 2014 mencapai 50 orang wakil parpol peserta pemilu yang 9 diantanya berjenis kelamin perempuan. Dari segi pendidikan yang telah di tamatkan, anggota Dewan mempunyai pendidikan tamat SLTA hingga Sarjana dengan pendidikan yang terbanyak d.4/S1/S2 yaitu 27 orang. G. Ekonomi Untuk melihat struktur perekonomian Kabupaten Banyumas secara umum, dapat diketahui dari indikator perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Berikut akan diuraikan pertumbuhan PDRB dan kontribusi sektor PDRB selama lima tahun terakhir (tahun 2012-2016) berdasarkan atas harga berlaku dan harga konstan. Hasil perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku dapat menjelaskan besamya peran masing-masing sektor ekonomi. Apabila diurutkan, maka sektor unggulan pertama adalah Industri, kemudian sektor pertanian dan sektor PengolahanPerdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa ketiga sektor yaitu sektor tersebut merupakan andalan utama Kabupaten Banyumas saat ini karena kontribusinya cukup besar. Besarnya PDRB atas dasar harga berlaku untuk masing-masing sektor dapat dilihat pada tabel berikut ini: Sektor PDRB PDRB Kabupaten Banyumas Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) 2012 2013 2014 2015 2016 Konstruksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikana Pertambangan dan Penggalian 3590145.38 3811031.23 4228131.51 4674249.11 5212691.45 4222465.53 4668080.91 4991336.59 5514200.36 5794066.28 1500518.29 1633848.37 1892243.11 2219751.28 2351204.04 Industri Pengolahan 6189992.99 6951195.68 8164876.50 9385315.40 10285883.65 28088.27 29006.75 30567.73 32906.92 37921.15 26646.67 27915.33 28885.82 30280.04 31522.72 4969921.36 5400556.81 5734774.45 6118040.09 6489919.45 974727.82 1075864.03 1242788.59 1411764.12 1506968.59 863304.70 975992.79 1111201.34 1256063.81 1403713.04 1379400.22 1447287.52 1544328.88 1618350.79 1769827.28 926134.85 1019971 1108157.74 1217463.38 1370844.41 586682.40 660194.57 763107.62 851097.64 918743.59 73339.34 89683.97 97169.09 111968.85 125237.53 1004718.10 1075722.53 1157690.40 1300430.47 1379667.96 1420955.99 1671446.69 1875673.84 2030067.55 2200312.16 260395.12 298954.02 339649.88 370498.81 405415.47 469435.77 532565.56 612791.60 656340.74 733001.73 Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya H. Dinamika Politik Kabupaten Banyumas a. Dinamika Politik Lokal Banyumas masa Orde Baru (1988-1998) Letkol Djoko Sudantoko adalah Bupati Banyumas yang berkuasa pada masa orde baru, menduduki jabatan bupati selama dua periode yaitu 1988-1993 dan periode 1993-1998. Sebagaimana umum diketahui, kepala daerah pada masa orde baru dibeberapa wilayah penting tetap di jabat oleh militer aktif, termasuk di Kabupaten Banyumas. Hubungan bisnis militer, barangkali menjadi pengalaman penting bagi setiap anggota militer berpangkat menengahkeatas dan menduduki jabatan politik strategis. Selama dalam kepeminpinan bupati Letkol Djoko Sudantoko, ada hubungan politik dan ekonomi yang istimewa antara bupati (pemerintah) dengan elit ekonomi, seorang penguasa keturunan (Tionghoa) Made. Relasi politik dan ekonomi tersebut tidak lain adalah hubungan yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Beberapa proyek pembangunan pengembangan kawasan bisnis dan perumahan di kota Purwokerto, hampir semua melibatkan Made. Untuk mendukung kebijakan pengembangan kawasan kota Purwokerto, pemerintah Kabupaten Banyumas melakukan kebijakan pembebasan tanah bondo desa di wilayah perkotaan dengan menggantikan tanah bondo desa di wilayah desa lain. Praktek tukar guling tanah bondo desa ini salah satu langkah politik yang banyak dilakukan oleh bupati Letkol Djoko Sudantoko selama dua periode kepemimpinannya dalam kaitannya dengan elit pengusaha. Pihak yang paling diuntungkan oleh Made, sebagai pengusaha yang menguasai bisnis perumahan dan pertokoan. Made bisa dikatakan sebagai aktor utama yang “menggosok” bupati agar melakukan serangkaian kebijakan tukar guling tersebut. Akhirnya Made sebagai pemilik modal, menguasai tanah “bondo desa” yang telah di tukar guling pada posisi yang strategis berada di wilayah kota Purwokerto. Bupati Banyumas Letkol Djoko Sudantoko selanjutnya memberi kemudahan politik kepada Made dengan mengeluarkan serangkaian kebijakan perijinan usaha bagi bisnis Made dalam pemanfaatan tanah hasil tukar guling tersebut. Konfigurasi politik lokal pada masa orde baru di Kabupaten Banyumas di dominasi oleh dua elit penting yang saling menguntungkan yaitu antara elit politik (Bupati) dengan elit ekonomi (penguasaha, Made). b. Dinamika Politik Lokal Banyumas masa Reformasi (1998-2008) Sepanjang sejarah politik orde baru Kabupaten Banyumas selalu dipimpin oleh militer aktif. Demikian pula berakhirnya kekuasaan Bupati Banyumas Letkol Djoko Sudantoko, digantikan oleh Letkol Inf. Aris Setiono untuk masa jabatan 1998-2003 pada masa transisi politik nasional dari rezim orde baru ke masa reformasi. Seiring dengan maraknya gerakan reformasi politik nasional, maka pada aras lokal Kabupaten Banyumas juga terjadi dinamika politik lokal. Yaitu, jika pada masa orde baru relasi elit politik dan elit ekonomi bersifat monolitik, maka pada masa reformasi terjadi dinamika elit lokal yaitu memperebutkan arena politik dan ekonomi lokal dalam rangka upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. Arena politik dan ekonomi tidak lagi di dominasi elit politik pemerintah (Bupati) dengan elit ekonomi (pengusaha keturunan tionghoa, Made) saja. Pada level elit ekonomi, tampilnya kelompok pengusaha pribumi dan keturunan Arab di Purwokerto (Nasir, keluarga Ba’asyir, Ali Basalamah), dan elit pengusaha Tionghoa lainnya (Buntoro), kemudian pada tahun 2008 pengusaha pribumi (Wisnu Suhardono) besar di Jakarta dari lingkungan “cendana” pada masa Orde Baru, ikut bermain pula sebagai aktor elit politik sekaligus ekonomi di Kabupaten Banyumas. Sementara pada level elit politik, berperannya elit-elit partai politik, diantaranya dr. Tri Waluyo Basuki (politisi PDIP, Ketua DPRD Kabupaten Banyumas 1999-2004), dan Herman (Ketua DPC PDIP, Ketua DPRD Kabupaten Banyumas 2004-2009), Musaddad Bikri Noor (politisi PKB), Haris Subiyakto (politisi Partai Golkar). Bupati Letkol Inf Aris Setiono tidak melepaskan gaya kekuasaan bupati sebelumnya yaitu “menggandeng” kelompok pengusaha keturunan (Tionghoa) dan melakukan kebijakan tukar guling tanah bondo desa. Namun kepemimpinan Bupati Letkol Inf Aris Setiono dalam proses pengambilan kebijakan tidak lagi bersifat monolitik sebagai mana pada masa orde baru, tetapi banyak dipengaruhi oleh dinamika politik lokal dari berbagai elit politik dan ekonomi yang lebih plural dan lebih dinamis, progresif. Arena ekonomi tidak lagi di dominasi oleh Made dengan mtampilnya pengusaha pribumi, arab dan kelompok tionghoa lainnya. Demikian juga ruang politik dalam penentuan kebijakan publik tidak lagi dikuasai oleh elit politik pemerintah (bupati) tetapi juga berperannya elit-elit partai politik yang duduk di lembaga perwakilan rakyat DPRD Kabupaten Banyumas. Praktek kebijakan tukar guling tanah bondo desa yang dimainkan pemerintah Kabupaten Banyumas dalam upaya pembangunan pengembangan kawasan kota menghadapi dinamika elit politik lokal. Kebijakan tukar guling tanah bondo desa pada masa orde baru, meski minimnya perlibatan warga masyarakat dalam proses kebijakan tersebut, namun tidak mendapat reaksi warga yang cukup berarti, karena kuatnya posisi politik bupati militer pada waktu itu. Kebijakan tukar guling tanah bondo desa pada masa reformasi, dengan semakin terbukanya ruang politik publik maka muncul desakandesakan politik warga untuk terlibat dalam proses perumusan kebijakan publik tersebut, sehingga Bupati mengambil langkah yang sangat hati-hati mendapat reaksi warga. Pemerintah mencoba melibatkan warga dalam perumusan kebijakan tukar guling, untuk mendengar, menyerap aspirasi warga, baik berkaitan dengan harga tanah dan kompensasi-kompensasi bagi warga desa/kelurahan tersebut. Hal tersebut menjadi ruang politik warga untuk belajar melakukan pengorganisasian diri sebagai basis kekuatan civil society pada aras bawah dalam menghadapi kebijakan pemerintah. Jika pada masa orde baru hanya Made sebagai elit pemilik modal yang mendapat keuntungan dari praktek tukar guling tanah bondo desa, maka pada masa reformasi tukar guling tanah bondo desa itu menguntungkan beberapa elit pemilik modal lain dan elit politik (politisi) lain yang turut bermain dalam proses kebijakan tersebut. Dalam proses negosiasi berkaitan dengan harga dan kompensasi yang mungkin diberikan antara pihak pemerintah dan pemilik modal dengan warga masyarakat pemerintahan desa/kelurahan, muncul elit broker lokal yang berperan sebagai intermediary politik dan ekonomi antara ketiga pihak itu dan mengambil keuntungan dari proses tersebut. Salah satu kebijakan publik yang kontroversial diwariskan Bupati Letkol Djoko Sudantoko kepada Bupati Letkol Inf Aris Setiono adalah kebijakan tukar guling dan relokasi pembangunan pasar tradisional, Pasar Wage yang terletak di jantung kota Purwokerto. Made merupakan elit pemilik modal yang sangat diuntungkan dan berperan penting dalam proyek tersebut. Relokasi Pasar Wage ini mengundang reaksi keras dari para pedagang yang merasa dirugikan dalam kebijakan tersebut. Reaksi ini pada akhirnya menjadi arena bagi para pedagang untuk belajar melakukan pengorganisasian diri sebagai embrio civil society. Terbentuklah organisasi civil society PANDAWA (Paguyuban Pedagang Pasar Wage) secara voluntir menjadi arena perjuangan bagi para pedagang untuk memperjuangkan nasibnya yang “tergusur” dari lapak lapak dagangannya dari pasar tradisional itu. PANDAWA merupakan kelompok pedagang kecil yang sangat tidak diuntungkan dari kebijakan relokasi pasar tradisional tersebut, harus pindah ke lokasi pasar baru dengan membayar sejumlah uang, sementara lokasi yang baru dianggap tidak menguntungkan dari posisi semula yang strategis. Hanya pedagang pemilik modal besar saja yang mampu membayar lokasi yang strategis. Relokasi pasar tradisional dan penataan pasar baru itu sepertinya hanya mendatangkan keuntungan bagi kelompok pedagang dengan modal besar, yaitu para pedagang keturunan cina dan sedikit pedagang pribumi. Akhirnya PANDAWA dalam memperjuangankan nasibnya menempuh jalur hukum dengan menggugat Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas, Bupati Banyumas sebagai pihak tergugat. PANDAWA dalam perjuangannya didampingi PBHI-Pusat Bantuan Hukum Indonesia dari Jakarta dan dibantu beberapa aktivis mahasiswa dan gerakan pro-demokrasi lokal Purwokerto. Di tengah dinamika politik relasi antara Bupati, Made dan PANDAWA sebagai kekuatan civil society, muncul kekuatan baru untuk memperlemah dan memecah kekuatan PANDAWA, berdiri kelompok organisasi pedagang Pasar Wage tandingan, dengan isu yang sama tetapi melakukan kompromi dengan pihak pemerintah dan pengembang (Made). c. Pilkada Banyumas 2003 dan Pemilu 2004 Pilkada Banyumas 2003 merupakan pilkada pertama yang dipilih oleh anggota DPRD hasil pemilu reformasi 1999. Dalam kontestasi politik lokal ini terjadi persaingan politik yang terbuka antar elit politik sebagai calon bupati. Para anggota DPRD Kabupaten Banyumas dari berbagai partai politik yang memiliki hak suara dalam kontestasi politik tersebut dalam situasi tarikan kepentingan politik yang bersifat pragmatis, yaitu dalam bayang-bayang money politic. Pertarungan politik paling seru adalah antara calon bupati Letkol Inf Aris Setiono (Bupati, incumbent) dicalonkan Fraksi Partai Golkar dengan calon bupati Drs Bambang Priyono, MSi (Sekda Kabupaten Banyumas) dicalonkan Fraksi PDIP dan Fraksi PKB. Munculnya dr. Tri Waluyo Basuki (anggota FPDIP dan Ketua DPRD Kabupaten Banyumas) dirinya merasa kesal tidak dicalonkan F-PDIP akhirnya dicalonkan oleh Fraksi Gabungan. Sehingga muculnya dr Tri sebagai calon Bupati dapat di duga sejak awal sebagai kekuatan memecah kekuatan suara Fraksi PDIP dan sekaligus mencoba mengambil keuntungan politik dari pertarungan antara kedua calon bupati tersebut. Sementara munculnya calon wakil bupati Drs Imam Durori, MAg (anggota F-PKB) berpasangan dengan Letkol Inf Aris Setiono adalah jelas sebagai langkah memecah kekuatan suara Fraksi PKB. Tantangan politik besar dihadapi Drs Bambang Priyono, MSi merupakan pejabat pemerintah yang dikenal luas dan sangat dekat dengan masyarakat bawah. Peta Politik Anggota DPRD Kabupaten Banyumas 1999-2004 No Perwakilan Politik Jumlah Kursi 1. PDI Perjuangan 17 2. PKB 8 3. P Golkar 6 4. PAN 5 5. PPP 2 6. PBB 1 7. PDI 1 8. TNI/Polri 5 Jumlah 45 Sumber: Diolah dari data DPRD Kabupaten Banyumas Profil Calon dan Partai Pengusung Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Banyumas dalam Pilkada 2003 No Pasangan Calon Bupati&Wakil Latarbelakang Calon Partai Pengusung 1. Letkol Inf Aris Setiono Bupati Banyumas F-P Golkar Drs Imam Durori, MAg Anggota DPRD F-PKB 2. Drs Bambang Priyono, Msi Sekda Banyumas Koalisi FMusaddad Bikri Noor, SH Ketua DPC PKB PDI Perjuangan & F-PKB 3. dr. Tri Waluyo Basuki Ketua DPRD, F-PDIP FDrs Restriarto Efiawan, MM Kader PAN Gabungan (PAN, PPP, PDI, PBB) Sumber: Diolah dari data DPRD Kabupaten Banyumas Dalam hitungan politik, diatas kertas Drs. Bambang Priyono, MSi didukung dua kekuatan fraksi yang cukup besar (F-PDIP dan F-PKB), sementara Letkol Inf Aris Setiono sebagai bupati yang militer di dukung kekuatan politik orde baru (F-Partai Golkar dan Fraksi TNI/Polri). Tetapi pada kenyataannya dr. Tri Waluyo Basuki memainkan peranan yang sangat penting dan signifikan dalam memecah suara F-PDIP. Pemilihan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Banyumas dilaksanakan dalam dua putaran dengan kemenangan tipis, selisih 1 (satu) suara pada putaran pertama oleh Drs Bambang Priyono, MSi (16 suara) atas Letkol Inf Aris Setiono (15 suara). Sementara dr. Tri Waluyo Basuki memperoleh 14 suara. Pada pemilihan putaran kedua akhirnya dimenangkan oleh Letkol Inf Aris Setiono memperoleh 28 suara, sementara Drs Bambang Priyono, MSi hanya memperoleh 17 suara, bertambah 1 suara. Peran politik penting dimainkan oleh dr. Tri Waluyo Basuki dalam menarik dukungan suara untuk memenangkan Letkol Inf Aris Setiono. Tentu saja dukungan politik dr Tri Waluyo Basuki kepada Letkol Inf Aris Setiono melalui proses negosiasi politik yang sangat singkat, oleh karena dari pemilihan putaran pertama ke pemilihan putaran kedua hanya dibatasi jeda waktu istirahat 15 menit. Pasangan Letkol Inf Aris Setiono terpilih sebagai Bupati Banyumas untuk masa jabatan 20032008. Perolehan Suara Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Banyumas dalam Pilkada 2003 No Pasangan Calon Bupati & Wakil Putaran I Putaran II 1. Letkol Inf Aris Setiono 15 28 Drs Imam Durori 2. Drs Bambang Priyono 16 17 Musaddad Bikri Noor, SH 3. dr. Tri Waluyo Basuki 14 15 Drs Restriarto Efiawan, MM Sumber: Diolah dari data DPRD Kabupaten Banyumas Peran elit ekonomi, pemilik modal sangat penting dalam kontestasi pilkada ini. Diantara elit penguasah menjadi donator para kandidat pasangan calon bupati dan wakil bupati. Tidak terkecuali, Made mempunyai peran yang sangat penting. Sesungguhnya Made bersimpati kepada pasangan Drs Bambang Priyono, MSi dan Musaddad Bikri Noor, SH. Ketika ternyata pilkada dimenangkan Letkol Inf Aris Setiono, maka secara realistis Made ikut memberi bantuan operasional politik untuk “melunasi biaya politik” yang harus ditanggung pasangan ini kepada kelompok politik yang telah melimpahkan dukungan suara dalam memenangkan dirinya. Bantuan Made kepada pihak pemenang nantinya akan mempengaruhi konstelasi kebijakan yang berkaitan dengan pengembangsan bisnis di Purwokerto, dimana Made sebagai pemain utama dalam bisnis perumahan dan pusat perbelanjaan. Tidak jauh berbeda dengan kontestasi politik pilkada 2003, maka kontestasi politik pemilu 2004, peran swasta masih tetap penting. Beberapa pengusaha menjadi donator partai-partai politik besar. Dengan harapan, para politisi di dewan nanti dapat memberi dukungan bagi pengembangan bisnis mereka yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan pemerintah dengan dewan. Muncullah nama Buntoro pengusaha keturunan tionghoa yang memberikan back-up kepada Suherman, Ketua DPC PDI Perjuangan terpilih sebagai anggota DPRD, sekaligus sebagai Ketua DPRD Kabupaten Banyumas namun tersandung kasus ijazah palsu. Tim pengacara Buntoro tampil sebagai pihak yang membela Suherman. Buntoro adalah lawan bisnis Made. Meski keduanya sesame keturunan tionghoa, keduanya bersaing keras. Bisnis Buntoro di Purwokerto meski tidak sebesar Made, tetapi wilayah pengembangan bisnis Buntoro justru di luar Kabupaten Banyumas. Buntoro sangat ahli dalam hal mendekati pihak penguasa politik. Pada masa pemerintahan Gus Dur, dia sangat dekat dengan para politisi PKB. Kemudian pada masa pemerintahan Megawati sangat dekat dengan politisi PDI Perjuangan. Apa yang menjadi kepentingan Buntoro adalah membangun Mall dan Rita Dept Store dalam ukuran yang besar. Sepanjang pemerintahan Bupati Letkol Inf Aris Setiono periode kedua praktis kebijakan pemerintahannya dalam tarikan-tarikan politik dan ekonomi kelompok swasta dimana beberapa aktor politik anggota DPRD juga ikut memainkan peran yang sangat penting. Sementara itu kebijakan pemerintah memberikan bantuan pembangunan rumah layak huni menjadi ajang kampanye partai politik untuk mendapatkan porsi bantuan itu untuk disalurkan kepada konstituennya. Peta Politik Anggota DPRD Kabupaten Banyumas 2004-2009 No Partai Politik Jumlah Kursi 1. PDI Perjuangan 16 2. PKB 8 3. P Golkar 8 4. PAN 5 5. PPP 3 6. PKS 1 7. P Demokrat 4 Jumlah 45 Sumber: Diolah dari data KPUD Kabupaten Banyumas d. Pilkada Langsung Banyumas 2008 Pilkada 2008 di Kabupaten Banyumas merupakan pengalaman politik pertama bagi masyarakat Banyumas untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati secara langsung. Meski demikian memilih pemimpin secara langsung bukanlah pengalaman politik pertama bagi masyarakat. Masyarakat sejak lama sudah terlibat dalam pilkades langsung, dan tahun 2004 masyarakat terlibat dalam pilpres secara langsung. Makna penting pilkada Kabupaten Banyumas, rentang waktu digelarnya pilkada langsung di Indonesia sejak 2005, menjadi ajang bagi masyarakat dan elite politik Banyumas belajar dari berbagai pengalaman pilkada di berbagai daerah. Profil Calon dan Partai Pengusung Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Banyumas dalam Pilkada 2008 No Pasangan Calon Latarbelakang Calon Partai Bupati&Wakil Pengusung 1. Aris Wahyudi Profesional PDI Drs Asroru Maula Profesional Muda NU Perjuangan 2. Singgih Wiranto, SH Sekda Banyumas P Golkar Dra Hj Laily Mansur Ketua Muslimat NU 3. Drs Mardjoko Mantan Pejabat Pusat PKB Ir Achmad Husein Direktur PDAM Banyumas 4. Drs Bambang Priyono Mantan Sekda Banyumas P Demokrat & Tossy Ariyanto Pengusaha, Kader PKS PKS, PPP Pasangan calon bupati dan wakil bupati Bupati yang sejak awal diprediksi bersaing ketat adalah pasangan Bambang Priyono dan Tossy Ariyanto dengan pasangan Singgih Wiranto dan Hj Laily Mansur. Kedua pasangan calon tersebut, jika dikalkulasi secara politik, keduanya mempunyai sumberdaya politik yang cukup tangguh. Bambang Priyono adalah mantan Sekda Kabupaten Banyumas, sementara Singgih Wiranto adalah Sekda Kabupaten Banyumas. Kedua pasangan calon ini mengkaitkan diri dengan kekuatan sumberdaya kultural dan keagamaan. Bambang Priyono adalah mantan sekda, pejabat professional yang lebih dikenal dekat dengan kalangan “abangan” dan secara religious juga sangat dekat dengan warga NU. Demikian pula calon wakil bupati Hj Laili Mansur, pasangan calon bupati Singgih Wiranto adalah Ketua Muslimat NU Kabupaten Banyumas dan mewakili pemilih perempuan. Pasangan calon Aris Wahyudi dan Drs Asroru Maula yang di dukung oleh PDI Perjuangan dan latar belakang Drs Asroru Maula anak dari mantan tokoh Golkar dan mantan Ketua Muslimat NU Banyumas, Hj Nur Kamilah sesungguhnya mempunyai potensi politik yang besar. Tetapi akhirnya pilkada langsung Banyumas 2008 dimenangkan oleh pasangan Mardjoko dan Achmad Husein yang dicalonkan oleh PKB. Bagi Mardjoko dan Husein, kemenangan ini sebuah “kemenangan yang sempurna”, karena di dukung oleh sumberdaya politik, ekonomi, agama dan budaya yang saling berkaitan. Tentu saja, karena di dukung manageman politik yang baik dan unsur-unsur penting lainnya seperti keterlibatan kelompok akademisi dan elemen sosial keagamaan dalam tim kemenangan Mardjoko dan Achmad Husein. Kemunculan politik pasangan Mardjoko dan Achmad Husein ini sangat tiba-tiba, yaitu melalui proses rekruitmen politik PKB yang kurang lebih “tidak transparan”. Bahkan banyak kalangan internal PKB tidak banyak mengetahui latar belakang politik dan “tradisi sosial keagamaan” kedua pasangan calon tersebut. Lemahnya manageman partai dalam tubuh PKB telah menghasilkan lahirnya rekrutmen calon pemimpin politik yang sama sekali “tidak menjadi bagian penting dari partai dan konstituen partai”, sebagaimana tercermin dalam hubungan antara Bupati Mardjoko dengan PKB. Jadi Mardjoko dicalonkan oleh PKB lebih sebagai sebuah “perdagangan politik” yang secara terbuka dilakukan oleh elite-elite PKB. Sumber daya ekonomi (modal) yang sangat besar tentu mempengaruhi bergeraknya mesin politik tim kampanye Mardjoko dan Achmad Husein. Mardjoko adalah kakak kandung dari penguasa “cendana” asli Banyumas, Wisnu Suhardono. Kemenangan Mardjoko selain di dukung oleh managemen politik yang baik juga dukungan “glontoran” biaya politik yang sangat besar. Sementara pada level isu politik, sejak awal kemunculannya Mardjoko mengkampanyekan gerakan pro-investasi, pro pasar, membuka pabrik dan lapangan kerja, mengurangi pengangguran. Rakyat secara nyata menjatuhkan pilihannya pada calon yang membawa isu lebih riil, menyentuh kebutuhan masyarakat. Ikut bermainnya Wisnu Suhardono setidaknya akan merubah arena politik dan ekonomi bagi pemerintahan Mardjoko - Achmad Husein dalam mengambil kebijakan publik yang sudah tidak lagi “dalam tawanan kelompok swasta lama”. Tetapi sebagian masyarakat tetap mewaspadai, karena bermainnya Wisnu Suhardono dapat menjadi bayang-bayang “tawanan kelompok swasta baru” bagi bupati Mardjoko. Sementara pada aras civil society terus merespons secara kritis terhadap kebijakan pemerintahan Mardjoko yang seolah “berjalan sesuai dengan keinginnan politiknya yang bebas”. Secara berangsur, pemerintahan Mardjoko pada akhirnya melibatkan kelompok swasta, sebagaimana visi dirinya yang pro pasar, pro inverstasi sejak semula dalam kampanyenya. BAB III PENUTUP Relasi elite politik dan ekonomi dalam dinamika politik lokal di Kabupaten Banyumas telah mempengaruhi kebijakan publik yang ditempuh oleh pemerintah. Aktor swasta memainkan peran yang sangat penting dalam membangun relasi politik dengan aktor pemerintah dan politisi. Kebijakan publik seperti relokasi Pasar Wage dan tukar guling tanah bondo desa yang bermuara pada kepentingan swasta dan aktor politik pemerintah menimbulkan reaksi politik warga. Keterbukaan struktur politik pasca reformasi telah merubah konfigurasi elit lama. Proses demokratisasi prosedural (pilkada langsung) ditingkat lokal menggeser relasi menjadi kompetisional yang lebih terbuka, memaksa merubah struktur elit dari situasi konfliktual tanpa adanya aturan main bersama yang disepakati, menuju kompetisi elite dalam prosedur demokrasi. Konfigurasi politik ini sekaligus sebagai triger politik bagi warga untuk mengorganisasi diri membentuk asosiasi civil society. Dinamika politik lokal di Kabupaten Banyumas dalam aras relasi ekonomi dan politik melahirkan adanya broker politik yang ikut memainkan peranan sebagai intermediary politic antara pihak swasta, pemerintah dan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Haryanto. 2005. Kekuasaan Elit; Suatu Bahasan Pengantar. PLOD-JIP Fisipol UGM, Yogyakarta. http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/DOCRPIJ M_1504154475BAB_II_GAMBARAN_UMUM_DAN_KONDISI_WILA YAH.pdf R Siti Z. (editor). 2009. Peran Aktor Dalam Demokratisasi, Ombak, Yogyakarta. T.B. Bottomore. 2006. Elite dan Masyarakat. Akbar Tandjung Institute, Jakarta.